Tag: Destry Damayanti

  • BI komitmen untuk dorong implementasi dan penguatan CCP

    BI komitmen untuk dorong implementasi dan penguatan CCP

    Jakarta (ANTARA) – Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti menyatakan bahwa bank sentral Indonesia berkomitmen untuk mendorong implementasi dan penguatan Central Counterparty (CCP).

    Melalui keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Selasa, Destry mencatat transaksi yang dikliringkan melalui CCP menunjukkan tren peningkatan namun masih berpotensi untuk lebih meningkat dalam rangka mewujudkan pendalaman pasar.

    Peningkatan tersebut seiring dengan kenaikan rerata harian transaksi pasar valuta asing yang sebelumnya pada tahun 2020 hanya sekitar 3-4 miliar dolar AS per hari meningkat menjadi 10 miliar dolar AS per hari pada tahun 2025.

    Penegasan komitmen penguatan CCP diwujudkan dalam tiga hal. Pertama, BI didukung mitra utama perbankan memperkuat permodalan CCP untuk meningkatkan keyakinan pelaku pasar serta mendukung keberlangsungan CCP sebagai infrastruktur pasar keuangan sistemik.

    Kedua, BI memasukkan pengembangan CCP pada Blueprint Pendalaman Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing (BPPU) 2030, yang diintegrasikan dengan pengembangan aspek produk, harga, dan pelaku pasar keuangan.

    Ketiga, BI terus berkoordinasi dengan otoritas terkait dan industri. Koordinasi intensif BI dilakukan dengan otoritas domestik termasuk OJK selaku otoritas yang mengatur perbankan dan margin untuk non-centrally cleared derivatives (NCCD), The International Swaps and Derivatives Association (ISDA), serta otoritas jurisdiksi lain seperti Eropa, Inggris, Amerika Serikat dan Jepang guna memperoleh status recognized CCP dari jurisdiksi asing.

    Di samping itu, koordinasi dan sinergi juga terus dilakukan dengan pelaku pasar dan asosiasi perbankan antara lain Asosiasi Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing Indonesia (APUVINDO).

    Penguatan dan pengembangan CCP di Indonesia merupakan bentuk koordinasi kebijakan dalam kerangka twin-peak regulation antara BI dan OJK sebagai upaya penguatan infrastruktur pasar keuangan yang mendukung ketahanan stabilitas sistem keuangan Indonesia.

    Adapun peran CCP sebagai pihak di tengah yang menjadi lawan transaksi di pasar uang dan pasar valas (PUVA) akan memitigasi risiko kredit, risiko likuiditas, dan risiko pasar.

    Peran CCP tersebut penting untuk meningkatkan efisiensi dan likuiditas pasar, serta partisipasi pelaku pasar yang lebih luas dalam mewujudkan pendalaman pasar keuangan dan penguatan stabilitas sistem keuangan.

    Implementasi CCP ini merupakan perwujudan amanat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) dan juga merupakan mandat G20 OTC Derivatives Market Reform.

    Untuk lebih mendorong pemanfaatan CCP dalam transaksi PUVA, BI menyelenggarakan seminar nasional “Pendalaman Pasar Keuangan dan Penguatan Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia melalui Peningkatan Pemanfaatan Central Counterparty di Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing” pada Senin (4/8) di Jakarta.

    Pada kesempatan tersebut, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi menegaskan kehadiran CCP semakin krusial dalam mengurangi risiko sistemik melalui fungsi manajemen risiko CCP, netting, dan penjaminan penyelesaian transaksi derivatif.

    OJK telah menerbitkan serangkaian ketentuan teknis yang tidak hanya memberikan kepastian bagi perbankan dalam perlakuan modal dan risiko, tetapi juga mendorong preferensi institusi keuangan untuk menggunakan CCP yang memenuhi kualifikasi (qualifying CCP) demi efisiensi dan mitigasi risiko sistemik.

    Penerapan CCP secara luas oleh pelaku pasar didukung keterlibatan aktif bank-bank anggota, akan menjadi fondasi bagi pengembangan pasar derivatif keuangan Indonesia yang lebih dalam dan kredibel.

    OJK berkomitmen untuk memperkuat kerangka koordinasi bersama BI melalui harmonisasi regulasi dan pengawasan terhadap PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) dengan mengacu pada Principles for Financial Market Infrastructure (PFMI) sebagai rujukan bersama.

    Selain itu, OJK berkomitmen untuk memperluas pemanfaatan CCP demi pasar keuangan yang lebih kuat, inklusif, dan siap menghadapi dinamika keuangan global.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Modal Asing Kabur Rp2,04 Triliun Pekan Ini, Rupiah Melemah

    Modal Asing Kabur Rp2,04 Triliun Pekan Ini, Rupiah Melemah

    Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia melaporkan aliran modal asing yang keluar dari pasar keuangan Tanah Air senilai Rp2,04 triliun pada pekan ketiga Juni 2025.   

    Kepala Grup Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Bambang Pramono menyampaikan bahwa kaburnya modal asing yang mempengaruhi kinerja rupiah tersebut sejalan dengan kondisi perekonomian global dan domestik terkini. 

    Melihat dari masing-masing instrumen, meski terjadi arus modal keluar di pasar saham dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), namun obligasi pemerintah alias Surat Berharga Negara (SBN) tetap diminati asing.  

    “Terdiri atas jual neto senilai Rp1,78 triliun di pasar saham dan Rp3,72 triliun di SRBI, serta beli neto senilai Rp3,47 triliun di pasar SBN,” ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip pada Sabtu (21/6/2025). 

    Secara kumulatif berdasarkan data setelmen sampai dengan 19 Juni 2025, nonresiden tercatat jual neto sejumlah Rp47,15 triliun di pasar saham. 

    Kemudian, investor asing tercatat menjual secara neto SRBI senilai  Rp28,69. Sementara di pasar SBN terus mencatatkan beli neto senilai Rp44,93 triliun. 

    Sejalan dengan hal tersebut, premi credit default swap (CDS) Indonesia 5 tahun per 19 Juni 2025 sebesar 81,59 bps, naik dibanding posisi pada 13 Juni 2025 sebesar 76,93 bps.

    Adapun aliran modal asing yang menjadi indikator stabilitas nilai tukar rupiah tersebut berdampak pada melemahnya rupiah dalam sepekan terakhir. 

    Rupiah ditutup pada level (bid) Rp16.390 per dolar AS pada akhir perdagangan Kamis (19/6/2025), dan dibuka pada level (bid) Rp16.355 per dolar AS keesokan harinya. Namun pada akhir perdagangan, rupiah tercatat menuju level Rp16.399 per dolar AS (JISDOR 20 Juni 2025). 

    Membandingkan dengan data JISDOR sepekan terakhir, rupiah setidaknya melemah 106 poin dari posisi Rp16.293 per dolar AS (data per 13 Juni 2025). 

    Bersamaan dengan pelemahan rupiah, indeks dolar AS terhadap enam mata uang negara maju atau DXY menguat ke level 98,91.

    Imbal hasil atau yield SBN tenor 10 tahun naik ke 6,73% pada Kamis (19/6/2025) dan melanjutkan kenaikan ke 6,75% pada Jumat (20/6/2025) pagi. Sementara itu, yield UST (US Treasury) Note 10 tahun turun ke 4,391% pada Kamis sore. 

     

    Janji Jaga Stabilitas Rupiah

    Gubernur BI Perry Warjiyo mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate di level 5,5% dengan alasan menjaga stabilitas rupiah dan likuiditas. 

    Perry memandang ketidakpastian global masih akan tetap tinggi sepanjang Presiden AS Donald Trump belum menyelesaikan negosiasi tarif AS dengan sejumlah negara. Belum lagi ditambah dengan eskalasi tensi geopolitik di Timur Tengah yang berdampak pada pasar keuangan Indonesia. 

    “BI memberikan komitmen yang tinggi untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah,” ujarnya dalam konferensi pers, Rabu (18/6/2025). 

    Adapun, penguatan strategi stabilisasi nilai tukar rupiah yang sesuai dengan fundamental terutama melalui intervensi transaksi Non-Deliverable Forward (NDF) di pasar luar negeri serta transaksi spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) di pasar domestik. 

    Strategi ini juga disertai dengan pembelian SBN di pasar sekunder untuk menjaga stabilitas pasar keuangan. 

    Pada kesempatan yang sama, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti juga menekankan bahwa bank sentral akan mengoptimalisasi instrumen moneter seperti SRBI, Sekuritas Valas BI (SVBI), dan Sukuk Valas BI (SUVBI) untuk menarik investasi portfolio asing. 

    “Kami akan terus mengoptimalkan oepari moneter pasar pro-market karena memang kami masih melihat ada beberapa risiko yang patut kita waspadai, antara lain perkembangan dari geopolitik di Middle East,” tuturnya. 

  • Dari Chatucak sampai Twin Tower, QRIS Permudah Transaksi Saat Liburan

    Dari Chatucak sampai Twin Tower, QRIS Permudah Transaksi Saat Liburan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Keberadaan Quick Response Indonesian Standard atau QRIS sangat memudahkan masyarakat, khususnya dalam melakukan transaksi keuangan. Lewat QRIS, masyarakat kini tidak lagi direpotkan dengan segala bentuk aktivitas transaksi menggunakan uang secara fisik. Sehingga tidak heran jika layanan dan penggunaan QRIS terus diperluas, termasuk ke luar negeri seperti di Malaysia, Thailand, dan Singapura.

    Dengan penggunaan QRIS antarnegara, masyarakat tidak perlu repot lagi mengkonversi atau menukarkan mata uang ketika ingin berbelanja. Pengguna bisa melakukan transaksi dengan mudah di ketiga negara tersebut cukup dengan memindai kode QR.

    Bukan hanya di beberapa negara ASEAN seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura, QRIS antarnegara juga rencananya bisa digunakan di Korea Selatan, Uni Emirat Arab, India, dan Arab Saudi.

    “In the process dengan Korea, India, Uni Emirat Arab, juga lagi proses dengan Saudi Arabia,” kata Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti, dikutip Jumat (2/5/2025).

    Meluasnya kerjasama QRIS antarnegara, menurut Destry bisa memudahkan masyarakat Indonesia yang ingin berbelanja di negara-negara tersebut. Kehadiran QRIS antarnegara juga membuat ketergantungan terhadap uang tunai semakin berkurang ketika berwisata, karena mereka cukup cukup memanfaatkan layanan QRIS di ponselnya.

    “Jadi itu memudahkan, nanti kalau masyarakat Indonesia misalnya mau transaksi bisa dengan QRIS,” tegasnya. Apalagi Artajasa juga telah mengantongi sertifikasi internasional,termasuk ISO 27001: 2013 untuk manajemen keamanan informasi, ISO 9001: 2015 untuk standar manajemen mutu,serta Payment Card Industry Data Security Standard (PCI DSS): 2023 yang memastikan perlindungan data transaksi pembayaran. Artajasa juga melakukan pemantauan system selama 24 jam untuk memastikan keamanan secara real-time.

    Tidak hanya berdampak pada pelancong Indonesia yang berada di luar negeri, QRIS juga mampu memberikan kemudahan bagi wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia, hingga mendongkrak transaksi UMKM daerah terutama di kawasan-kawasan wisata.

    Pasalnya turis mancanegara pun tidak perlu repot menggunakan uang tunai saat berwisata ke Indonesia, karena bisa menggunakan QRIS antarnegara. Dengan begitu, UMKM dapat menjangkau konsumen dan pasar yang lebih luas, hingga berpotensi memperluas jaringan bisnisnya hingga ke pasar global.

    Dalam kesempatan berbeda, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan penerapan QRIS sesuai standar global European Master Visa. Dengan kata lain standar QRIS sudah selaras dengan standar global sehingga dapat digunakan lintas negara.

    QRIS adalah standar versi Indonesia yang kita adopsi dari standar global, imbuh Perry. Sementara itu, PT Artajasa Pembayaran Elektronis (Artajasa) sebagai penyedia infrastruktur sistem pembayaran elektronis di Indonesia terus menunjukkan komitmennya dalam mendorong digitalisasi di sektor keuangan, termasuk penggunaan QRIS di luar negeri. Artajasa juga terus berupaya untuk memperkuat backbone switching yang mendukung transaksi real-time dan terintegrasi lintas negara.

    President Director Artajasa, Armand Hermawan mengatakan, hal tersebut dilakukan pihaknya sebagai upaya untuk menciptakan ekosistem pembayaran yang andal dan aman di Indonesia. Untuk itu lanjut Armand, pihaknya tidak segan untuk melakukan inovasi dan juga kerja sama dengan berbagai pihak dalam menghadirkan teknologi baru untuk mendukung sektor jasa keuangan.

    “Artajasa selalu siap mendukung, bank, fintech dan siapapun. Kita tidak bisa tumbuh sendiri dan akan tumbuh bersama,” kata Armand beberapa waktu lalu.

    Dia menambahkan di masa kini, masyarakat senantiasa mengandalkan platform keuangan digital untuk melakukan berbagai aktivitas keuangan, mulai dari transaksi, menabung, hingga berinvestasi. Masyarakat juga melakukan transaksi digital di hampir semua kesempatan dan tempat, baik di ritel modern maupun pedagang kaki lima terutama dengan kehadiran QRIS.

    Armand Hermawan mengatakan Artajasa sangat mengapresiasi apa yang dilakukan BI dan asosiasi serta partner bank sentral di beberapa negara yang berkaitan dengan QRIS. Apalagi pengguna QRIS paling besar dari Indonesia, sehingga dengan ini inklusi keuangan akan terjadi dengan cepat.

    “Apalagi dengan QRIS antar-negara membuat transaksi antar-ASEAN lebih cepat dan tidak bergantung pada dolar sebagai benchmark, sehingga bisa lebih mudah dalam melakukan transaksi keuangan,”tegas Armand.

    Sebagai informasi, implementasi QRIS secara nasional dimulai pada 1 Januari 2020, dengan masa transisi sebelumnya. Saat ini, QRIS juga dapat digunakan oleh wisatawan asing dengan aplikasi pembayaran yang mendukung standar EMVCo (Europay, Mastercard, and Visa Coorporation), merupakan organisasi global yang penting dalam memastikan bahwa teknologi pembayaran global bekerja dengan aman dan efisien). Penggunaan QRIS tidak hanya mempermudah transaksi, tetapi juga mendukung sistem pembayaran nasional yang efisien, aman, dan inklusif.

    Foto: dok Artajasa

    Bagaimana cara menggunakan QRIS antar-negara? Berikut caranya berdasarkan laman BI.

    Gunakan aplikasi perbankan atau jasa keuangan yang dimiliki
    Buka aplikasi pembayaran dan klik menu Scan QRIS.
    Masukkan jumlah nominal yang harus dibayar atau ditransfer, dalam mata uang negara asal, misal 10 baht.
    Konfirmasi tujuan dan nominal dalam Rupiah (otomatis sudah terkonversi, misal dari 10 Baht akan otomatis menjadi Rp 4.500).
    Masukkan PIN Anda akan menerima notifikasi bahwa transaksi berhasil dilakukan.
    Pembayaran dengan QRIS antarnegara selesai dilakukan.

    Nah, sudah tahukan cara mudah menggunakan QRIS? Jangan ragu gunakan QRIS saat berada di luar negeri!

    (dpu/dpu)

  • QRIS Bakal Bisa Dipakai di Korsel, India, Uni Emirat Arab, hingga Saudi Arabia – Page 3

    QRIS Bakal Bisa Dipakai di Korsel, India, Uni Emirat Arab, hingga Saudi Arabia – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Bank Indonesia telah menginformasikan bahwa layanan Quick Response Indonesian Standard (QRIS) semakin diperluas ke berbagai negara, termasuk Korea Selatan, India, Uni Emirat Arab, dan Arab Saudi. Hal ini menunjukkan komitmen Indonesia untuk meningkatkan sistem pembayaran digitalnya di tingkat internasional.

    “In the process dengan Korea, India, Uni Emirat Arab, juga lagi proses dengan Saudi Arabia,” ungkap Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Destry Damayanti, dalam acara Edukasi Pekerja Migran Indonesia yang diadakan untuk memperingati Hari Kartini di Gedung Dhanapala, Jakarta, pada Senin (21/4/2025).

    Dengan demikian, proses ini diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi masyarakat Indonesia yang berada di luar negeri.

    Destry juga menyampaikan bahwa QRIS telah beroperasi di tiga negara, yaitu Malaysia, Thailand, dan Singapura. Dengan adanya layanan ini, masyarakat Indonesia yang berkunjung ke negara-negara tersebut tidak perlu repot membawa uang tunai, karena mereka dapat melakukan transaksi dengan mudah melalui ponsel.

    “Jadi, itu memudahkan, nanti kalau teman-teman (PMI) misalnya mau transaksi bisa dengan QRIS, mau itu dengan bank, base nya bank, atau dengan non bank, non bank itu kan banyak ya QRIS itu,” jelasnya. Ini menunjukkan bahwa QRIS memberikan fleksibilitas dalam bertransaksi, baik melalui bank maupun penyedia layanan non-bank.

    Ada Tantangan di AS

    Walaupun Indonesia aktif memperluas penggunaan QRIS, langkah ini mendapatkan perhatian dari pemerintah Amerika Serikat. Di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, pemerintah AS melihat layanan QRIS sebagai potensi penghambat dalam sektor perdagangan, terutama yang berkaitan dengan sistem pembayaran.

    Hal ini tercatat dalam laporan Foreign Trade Barriers yang dirilis oleh United States Trade Representative (USTR) pada tahun 2025. USTR menyoroti bahwa penerapan QRIS yang diatur dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) Nomor 21/18/PADG/2019 dapat membatasi kemampuan perusahaan asing untuk bersaing di pasar pembayaran digital Indonesia.

    “Perusahaan-perusahaan AS, termasuk penyedia layanan pembayaran dan bank, menyampaikan kekhawatirannya karena selama proses penyusunan kebijakan kode QR oleh Bank Indonesia,” tulis USTR. Ini menunjukkan bahwa ada tantangan yang harus dihadapi dalam mengimplementasikan sistem pembayaran yang baru ini di Indonesia.

  • QRIS dipersoalkan AS, Hippindo: Konsumen punya pilihan pembayaran

    QRIS dipersoalkan AS, Hippindo: Konsumen punya pilihan pembayaran

    Kalau dari pihak luar negeri mengatakan soal QRIS, itu kan pilihan konsumen, ya. Dia mau pakai apa, saya tidak bisa larang.

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah mengatakan konsumen memiliki hak untuk memilih metode pembayaran yang disukai, termasuk Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) yang belakangan disebut dipermasalahkan oleh Amerika Serikat (AS).

    “Kalau dari pihak luar negeri mengatakan soal QRIS, itu kan pilihan konsumen, ya. Dia mau pakai apa, saya tidak bisa larang,” kata Budihardjo saat ditemui di Jakarta, Rabu.

    Namun, Budihardjo mengatakan penyedia layanan produk dan jasa juga harus menyiapkan berbagai opsi pembayaran konsumen seperti pembayaran uang tunai, kartu debit, kartu kredit, hingga QRIS.

    Menurut dia, tak hanya memudahkan konsumen, metode pembayaran utamanya dengan sistem nontunai (cashless) dan digital juga menguntungkan pemilik usaha karena tergolong lebih aman.

    “Retail itu ada (menyediakan opsi) kartu kredit, debit, dan sekarang sudah zaman digital. Yang jelas, mau QRIS mau apa pun, itu prinsipnya selama bisa membantu retailer untuk memudahkan penjualan dan mengamankan (transaksi dan penghitungan),” ujar Budihardjo.

    “Pembayaran digital itu pasti aman. Termasuk kami lihat QRIS itu sangat mudah (digunakan). Setiap orang ada handphone, handphone itu bisa scan, jadi sekarang tidak usah bawa dompet lagi,” katanya lagi.

    Sebelumnya, AS melalui Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) menyampaikan keluhan terhadap QRIS. Mereka menilai pihak asing, termasuk penyedia jasa pembayaran dan bank asal AS, tidak dilibatkan dalam proses perumusan kebijakan tersebut.

    Keluhan itu tertuang dalam dokumen National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers 2025 yang dirilis USTR pada 31 Maret 2025.

    Di dalamnya disebutkan bahwa para pemangku kepentingan (stakeholders) internasional tidak diberi ruang untuk menyampaikan pandangan atau menjelaskan cara sistem pembayaran mereka dapat diintegrasikan dengan kebijakan QRIS yang berlaku di Indonesia.

    Adapun Bank Indonesia (BI) sebelumnya telah menanggapi kritik dari AS tersebut. Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menyebut, kerja sama dengan negara lain, termasuk dalam sistem pembayaran cepat lintas batas seperti QRIS, sepenuhnya tergantung pada kesiapan masing-masing negara.

    Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

  • BI: Rupiah yang stabil beri kepercayaan investor untuk masuk ke RI

    BI: Rupiah yang stabil beri kepercayaan investor untuk masuk ke RI

    Jakarta (ANTARA) – Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) menyampaikan bahwa nilai tukar rupiah yang stabil akan memberikan kepercayaan (confidence) bagi investor asing untuk masuk dan berinvestasi di Indonesia.

    “Setidaknya, mereka (investor asing) masuk dulu di portfolio investment,” kata Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Bulan April 2025 di Jakarta, Rabu.

    Data BI bahwa aliran masuk modal asing ke instrumen keuangan domestik dalam bentuk investasi portofolio sejak awal tahun 2025 hingga akhir Maret 2025 mencatat net inflows 1,6 miliar dolar Amerika Serikat (AS).

    Pada April 2025 (hingga 21 April 2025), investasi portofolio mencatat net outflows 2,8 miliar dolar AS akibat kuatnya dampak ketidakpastian global pascapengumuman tarif resiprokal AS.

    Namun, perkembangan terkini menunjukkan tekanan outflows mulai berkurang terutama pada Surat Berharga Negara (SBN), sejalan tetap baiknya prospek perekonomian Indonesia, termasuk ketahanan eksternal yang terjaga baik.

    “Sampai di akhir Maret ini, SBN dan SRBI itu kami sudah melihat inflow. Dan bahkan lelang kemarin, SBN hari Selasa kemarin dan hari Kamis lalu, SRBI hari Rabu lalu, kami juga melihat inflow dari asing sudah masuk, sehingga ini tentunya akan menjadi penguat untuk rupiah dengan suplai dolar yang bertambah,” kata Destry.

    BI kini memiliki kombinasi instrumen untuk intervensi yang lebih lengkap.

    Tidak hanya triple intervention pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan pembelian SBN di pasar sekunder tetapi juga intervensi di pasar off-shore non delivery forward (NDF).

    “Di mana kami (di pasar off-shore) akan standby 24 jam karena market-nya juga 24 jam di Hong Kong, kemudian di Eropa, dan juga di Amerika,” ujar Destry.

    BI memastikan tetap berada di market untuk melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah serta menjaga kecukupan likuiditas melalui pembelian dari SBN di pasar sekunder.

    Adapun sejak awal 2025 hingga 22 April 2025, BI telah membeli SBN dengan total Rp80,98 triliun sejak awal 2025 hingga 22 April 2025.

    Pembelian SBN dilakukan melalui pasar sekunder Rp54,98 triliun serta pasar primer dalam bentuk Surat Perbendaharaan Negara (SPN), termasuk syariah Rp26,00 triliun.

    Nilai tukar rupiah pada 27 Maret 2025 tercatat Rp16.560 per dolar AS atau menguat 0,12 persen point to point (ptp) ketimbang dengan level akhir Februari 2025.

    BI mencatat bahwa tekanan kuat terhadap nilai tukar rupiah terjadi di pasar off-shore pada saat libur panjang pasar domestik dalam rangka Idul Fitri 1446 H, akibat kebijakan tarif resiprokal AS.

    Pada 7 April 2025, BI pun melakukan intervensi di pasar off-shore NDF secara berkesinambungan di pasar Asia, Eropa, dan New York guna stabilisasi nilai tukar rupiah dari tingginya tekanan global.

    Respons kebijakan ini memberikan hasil positif, tercermin dari perkembangan rupiah yang terkendali dan menguat menjadi Rp16.855 per dolar AS pada 22 April 2025, dibandingkan dengan level Rp16.865 per dolar AS pada hari pertama pembukaan pasar domestik pascalibur 8 April 2025.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Iskandar Zulkarnaen
    Copyright © ANTARA 2025

  • BI Respons Sikap AS Tegur Pembayaran QRIS di Indonesia, Akan Ada Kerja Sama?

    BI Respons Sikap AS Tegur Pembayaran QRIS di Indonesia, Akan Ada Kerja Sama?

    PIKIRAN RAKYAT – Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengkritik kebijakan sistem pembayaran digital di Indonesia, khususnya penggunaan Quick Response Indonesian Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). Bank Indonesia (BI) akhirnya buka suara.

    Kritik ini mulanya muncul saat kedua negara sedang melakukan negosiasi soal tarif dagang timbal balik.

    AS menilai kebijakan tersebut membatasi gerak perusahaan asing di Indonesia, terutama di sektor keuangan dan sistem pembayaran.

    Menanggapi hal ini, Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti, mengatakan bahwa negosiasi dengan pihak AS masih berlangsung.

    “Itu lagi proses ya,” kata Destry di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan, Jakarta, pada Senin, 21 April 2025.

    Kendati tak menjelaskan proses yang dimaksud, Destry menegaskan bahwa Bank Indonesia saat ini juga memiliki tugas untuk meningkatkan sistem pembayaran nasional.

    Salah satunya dilakukan lewat pengembangan QRIS, yang juga memberi manfaat bagi para pekerja migran Indonesia (PMI).

    Ia menjelaskan bahwa QRIS kini sudah bisa digunakan di beberapa negara tujuan PMI seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura. Saat ini, Indonesia juga tengah menjajaki kerja sama QRIS dengan Korea Selatan, India, dan Arab Saudi.

    “Intinya, QRIS ataupun fast payment lainnya, kerja sama kita dengan negara lain, itu memang sangat tergantung dari kesiapan masing-masing negara. Jadi kita tidak membeda-bedakan. Kalau Amerika siap, kita siap, kenapa nggak? Dan sekarang pun, sampai sekarang, kartu kredit, Visa, Mastercard masih juga yang dominan. Jadi itu nggak ada masalah,” tutur Destry.

    AS Tegur QRIS dan Aturan GPN

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan sebelumnya, pemerintah telah berdiskusi dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai masukan dari AS soal QRIS dan GPN.

    “Juga termasuk di dalamnya sektor keuangan. Kami sudah berkoordinasi dengan OJK dan Bank Indonesia, terutama terkait dengan payment yang diminta oleh pihak Amerika,” ujar Airlangga dalam konferensi pers yang disiarkan lewat kanal YouTube Perekonomian RI, Sabtu, 19 April 2025.

    Namun, Airlangga belum menjelaskan secara rinci langkah-langkah apa yang akan diambil pemerintah bersama BI dan OJK untuk menanggapi kritik tersebut.

    Selain soal sistem pembayaran, AS juga menyoroti kebijakan lain seperti perizinan impor yang menggunakan sistem OSS (Online Single Submission), insentif pajak dan bea cukai, serta pengaturan kuota impor.

    “Pembahasan ini guna mendiskusikan opsi-opsi yang ada terkait kerja sama bilateral antara Indonesia dan Amerika Serikat yang kita berharap bahwa situasi daripada perdagangan yang kita kembangkan bersifat adil dan berimbang,” tutup Airlangga. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Melihat Solusi dan Peluang Kerja Sama QRIS dengan AS

    Melihat Solusi dan Peluang Kerja Sama QRIS dengan AS

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengusulkan solusi dan melihat peluang yang dapat dimanfaatkan dari keresahan Amerika Serikat akan implementasi QRIS. 

    Bagi Amerika Serikat (AS)—selaku rumah bagi raksasa fintech seperti PayPal, Stripe, dan Visa—kebijakan Indonesia dianggap menghambat ekspansi bisnis mereka. Namun, Indonesia harus memprioritaskan kepentingan 277 juta warganya. 

    Protes AS mirip dengan reaksi mereka terhadap kebijakan data lokal (data localization) di Uni Eropa melalui GDPR. 

    “Jika Indonesia menyerah pada tekanan ini, bisa jadi ini menjadi preseden buruk di mana kebijakan publik ditentukan oleh lobi korporasi, bukan kepentingan rakyat,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (21/4/2025). 

    Achmad menjelaskan bahwa liberalisasi sistem pembayaran tanpa penyaringan bisa mematikan startup fintech lokal yang belum siap bersaing dengan perusahaan multinasional. 

    Sebagai contoh di Afrika, dominasi M-Pesa (sejenis mobile banking) justru mempersempit ruang bagi pengembang lokal untuk menciptakan solusi yang lebih kontekstual, meski sukses meningkatkan inklusi keuangan.

    Selain itu, tuntutan AS agar Bank Indonesia (BI) “lebih transparan” dalam penyusunan kebijakan perlu dikritisi. Padahal, setiap negara berdaulat dan berhak merumuskan regulasi sesuai kebutuhan nasionalnya tanpa intervensi asing.

    Untuk itu, hal pertama yang dapat dilakukan oleh BI dan pemerintah dalam negosiasai soal QRIS dengan AS, yakni pertama, BI dapat membuka ruang konsultasi terbatas dengan perusahaan asing tanpa mengorbankan prinsip kebijakan. 

    Misalnya, mengizinkan partisipasi asing dalam pengembangan teknologi QRIS dengan syarat transfer pengetahuan dan penggunaan server lokal.

    Kedua, pemerintah perlu memperkuat diplomasi ekonomi untuk menjelaskan bahwa QRIS bukan hambatan, tetapi peluang kolaborasi. 

    Standar QRIS bisa dipromosikan sebagai model bagi negara berkembang lain, sehingga perusahaan AS yang ingin ekspansi ke Asia Tenggara harus beradaptasi dengannya.

    Ketiga, Indonesia dapat mengadopsi pendekatan “interoperabilitas bertahap”. 

    Misalnya, memastikan QRIS kompatibel dengan sistem pembayaran regional seperti SGQR (Singapura) atau PromptPay (Thailand) terlebih dahulu, sebelum melangkah ke integrasi global. 

    “Langkah ini akan mengurangi kekhawatiran AS sekaligus memperkuat posisi tawar Indonesia di kancah internasional,” tuturnya. 

    Adapun, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti enggan memberikan penjelasan terkait keluhan AS akan QRIS dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). 

    Dirinya hanya menekankan bahwa pada dasarnya, implementasi QRIS antarnegara tergantung kesiapan masing-masing negara. Destry pun tidak menutup peluang kerja sama Indonesia melalui QRIS dengan AS. 

    “Tapi intinya, QRIS ataupun fast payment lainnya kerja sama kita dengan negara lain itu memang sangat tergantung dari kesiapan masing-masing negara. Jadi kita tidak membeda-bedakan kalau Amerika siap, kita siap, kenapa enggak?” ujarnya saat ditemui di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan, Senin (21/4/2025). 

    Destry juga menegaskan bahwa sistem pembayaran asal AS, yakni Visa maupun Mastercard masih mendominasi pembayaran di Indonesia, meski Indonesia memiliki QRIS maupun GPN

    “Sekarang pun kartu kredit yang selalu diributin, Visa, Mastercard, masih dominan, jadi itu nggak ada masalah sebenarnya,” tuturnya. 

  • Respons BI Soal GPN hingga QRIS Disoroti AS: Kami Siap Kolaborasi! – Page 3

    Respons BI Soal GPN hingga QRIS Disoroti AS: Kami Siap Kolaborasi! – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Bank Indonesia (BI) memberikan tanggapan terkait sorotan yang disampaikan Pemerintah Amerika Serikat terhadap sistem pembayaran Quick Response Indonesian Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN).

    Keberadaannya dianggap sebagai salah satu hambatan perdagangan, sebagaimana tercantum dalam laporan National Trade Estimate (NTE) Report on Foreign Trade Barriers 2025.

    Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti, menegaskan bahwa penerapan sistem pembayaran seperti QRIS dan layanan pembayaran cepat lainnya selalu dilakukan dengan prinsip kerja sama yang setara dengan negara lain.

    Kerja sama tersebut akan dilaksanakan sepanjang negara mitra siap untuk menghubungkan sistem pembayarannya.

    “Terkait dengan QRIS yang tidak spesifik menjawab yang tadi ya. Tapi intinya QRIS ataupun fast payment lainnya, kerjasama kita dengan negara lain, itu memang sangat tergantung dari kesiapan masing-masing negara. Jadi, kita tidak membeda-bedakan. Kalau Amerika siap, kita siap, kenapa enggak?,” kata Destry saat ditemui di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan, Jakarta, pada Senin (21/4/2025).

    Destry juga menambahkan bahwa sejauh ini, sistem pembayaran yang berasal dari Amerika Serikat, seperti Visa dan Mastercard, tidak menemui kendala di Indonesia. Menurutnya, kinerja kedua layanan pembayaran tersebut tetap unggul di Indonesia, meskipun Indonesia kini telah memiliki produk GPN.

    “Sekarang pun sampai sekarang kartu kredit yang selalu diributin. Visa, Master kan masih juga yang dominan. Jadi itu enggak ada masalah sebenarnya,” jelasnya.

     

  • Gejolak di Pasar Saham Bersifat Temporer

    Gejolak di Pasar Saham Bersifat Temporer

    Jakarta, Beritasatu.com – Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti menilai, gejolak yang terjadi di pasar saham saat ini disebabkan oleh tekanan perekonomian global, terutama yang berkaitan dengan kondisi ekonomi Amerika Serikat (AS)

    Destry mengungkapkan, secara kumulatif, dari Januari hingga Maret, modal asing yang keluar dari pasar saham mencapai Rp 22 triliun. Namun, pada saat yang sama, modal asing masuk melalui Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebesar Rp 25 triliun.

    Ekspektasi pelaku pasar terhadap SBN dan SRBI tetap berdasarkan fundamental perekonomian nasional.

    “Kami berharap bahwa apa yang terjadi kemarin bersifat sementara, karena tentunya ada faktor kejutan dari kebijakan-kebijakan global,” ujar Destry dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan BI pada Maret 2025 di Gedung Thamrin, Jakarta, Rabu (19/3/2025).

    Sebagai informasi, Bursa Efek Indonesia (BEI) sempat melakukan pembekuan sementara perdagangan (trading halt) pada pukul 11.19.31 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS) setelah indeks harga saham gabungan (IHSG) turun hingga 5%.

    Keputusan untuk pasar saham tersebut dilakukan berdasarkan Surat Keputusan Direksi BEI Nomor: Kep-00024/BEI/03-2020 tanggal 10 Maret 2020 mengenai Panduan Penanganan Kelangsungan Perdagangan di Bursa Efek Indonesia dalam Kondisi Darurat.

    Destry menambahkan bahwa koreksi di pasar saham telah terjadi sejak akhir 2024. Ia menjelaskan, kondisi pasar saham sangat erat kaitannya dengan ekspektasi pelaku pasar terhadap perekonomian.

    “Saham sangat sensitif terhadap sentimen ekonomi, baik global maupun domestik. Berbagai kebijakan dari Presiden AS Donald Trump, misalnya, dapat memberikan dampak besar terhadap perekonomian secara keseluruhan,” jelasnya.

    Lebih lanjut, Destry menegaskan bahwa BI tetap konsisten menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. BI memperkuat strategi stabilisasi nilai tukar yang sesuai dengan fundamental ekonomi melalui intervensi di pasar valas pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), serta SBN di pasar sekunder.

    “Bank Indonesia akan terus hadir di pasar untuk menunjukkan bahwa koreksi rupiah ini bersifat sementara. Oleh karena itu, BI melakukan intervensi melalui transaksi spot, DNDF, dan jika diperlukan, juga di SBN,” pungkasnya terkait pergerakan pasar saham domestik.