Tag: Destry Damayanti

  • BI: Rupiah yang stabil beri kepercayaan investor untuk masuk ke RI

    BI: Rupiah yang stabil beri kepercayaan investor untuk masuk ke RI

    Jakarta (ANTARA) – Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) menyampaikan bahwa nilai tukar rupiah yang stabil akan memberikan kepercayaan (confidence) bagi investor asing untuk masuk dan berinvestasi di Indonesia.

    “Setidaknya, mereka (investor asing) masuk dulu di portfolio investment,” kata Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Bulan April 2025 di Jakarta, Rabu.

    Data BI bahwa aliran masuk modal asing ke instrumen keuangan domestik dalam bentuk investasi portofolio sejak awal tahun 2025 hingga akhir Maret 2025 mencatat net inflows 1,6 miliar dolar Amerika Serikat (AS).

    Pada April 2025 (hingga 21 April 2025), investasi portofolio mencatat net outflows 2,8 miliar dolar AS akibat kuatnya dampak ketidakpastian global pascapengumuman tarif resiprokal AS.

    Namun, perkembangan terkini menunjukkan tekanan outflows mulai berkurang terutama pada Surat Berharga Negara (SBN), sejalan tetap baiknya prospek perekonomian Indonesia, termasuk ketahanan eksternal yang terjaga baik.

    “Sampai di akhir Maret ini, SBN dan SRBI itu kami sudah melihat inflow. Dan bahkan lelang kemarin, SBN hari Selasa kemarin dan hari Kamis lalu, SRBI hari Rabu lalu, kami juga melihat inflow dari asing sudah masuk, sehingga ini tentunya akan menjadi penguat untuk rupiah dengan suplai dolar yang bertambah,” kata Destry.

    BI kini memiliki kombinasi instrumen untuk intervensi yang lebih lengkap.

    Tidak hanya triple intervention pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan pembelian SBN di pasar sekunder tetapi juga intervensi di pasar off-shore non delivery forward (NDF).

    “Di mana kami (di pasar off-shore) akan standby 24 jam karena market-nya juga 24 jam di Hong Kong, kemudian di Eropa, dan juga di Amerika,” ujar Destry.

    BI memastikan tetap berada di market untuk melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah serta menjaga kecukupan likuiditas melalui pembelian dari SBN di pasar sekunder.

    Adapun sejak awal 2025 hingga 22 April 2025, BI telah membeli SBN dengan total Rp80,98 triliun sejak awal 2025 hingga 22 April 2025.

    Pembelian SBN dilakukan melalui pasar sekunder Rp54,98 triliun serta pasar primer dalam bentuk Surat Perbendaharaan Negara (SPN), termasuk syariah Rp26,00 triliun.

    Nilai tukar rupiah pada 27 Maret 2025 tercatat Rp16.560 per dolar AS atau menguat 0,12 persen point to point (ptp) ketimbang dengan level akhir Februari 2025.

    BI mencatat bahwa tekanan kuat terhadap nilai tukar rupiah terjadi di pasar off-shore pada saat libur panjang pasar domestik dalam rangka Idul Fitri 1446 H, akibat kebijakan tarif resiprokal AS.

    Pada 7 April 2025, BI pun melakukan intervensi di pasar off-shore NDF secara berkesinambungan di pasar Asia, Eropa, dan New York guna stabilisasi nilai tukar rupiah dari tingginya tekanan global.

    Respons kebijakan ini memberikan hasil positif, tercermin dari perkembangan rupiah yang terkendali dan menguat menjadi Rp16.855 per dolar AS pada 22 April 2025, dibandingkan dengan level Rp16.865 per dolar AS pada hari pertama pembukaan pasar domestik pascalibur 8 April 2025.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Iskandar Zulkarnaen
    Copyright © ANTARA 2025

  • BI Respons Sikap AS Tegur Pembayaran QRIS di Indonesia, Akan Ada Kerja Sama?

    BI Respons Sikap AS Tegur Pembayaran QRIS di Indonesia, Akan Ada Kerja Sama?

    PIKIRAN RAKYAT – Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengkritik kebijakan sistem pembayaran digital di Indonesia, khususnya penggunaan Quick Response Indonesian Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). Bank Indonesia (BI) akhirnya buka suara.

    Kritik ini mulanya muncul saat kedua negara sedang melakukan negosiasi soal tarif dagang timbal balik.

    AS menilai kebijakan tersebut membatasi gerak perusahaan asing di Indonesia, terutama di sektor keuangan dan sistem pembayaran.

    Menanggapi hal ini, Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti, mengatakan bahwa negosiasi dengan pihak AS masih berlangsung.

    “Itu lagi proses ya,” kata Destry di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan, Jakarta, pada Senin, 21 April 2025.

    Kendati tak menjelaskan proses yang dimaksud, Destry menegaskan bahwa Bank Indonesia saat ini juga memiliki tugas untuk meningkatkan sistem pembayaran nasional.

    Salah satunya dilakukan lewat pengembangan QRIS, yang juga memberi manfaat bagi para pekerja migran Indonesia (PMI).

    Ia menjelaskan bahwa QRIS kini sudah bisa digunakan di beberapa negara tujuan PMI seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura. Saat ini, Indonesia juga tengah menjajaki kerja sama QRIS dengan Korea Selatan, India, dan Arab Saudi.

    “Intinya, QRIS ataupun fast payment lainnya, kerja sama kita dengan negara lain, itu memang sangat tergantung dari kesiapan masing-masing negara. Jadi kita tidak membeda-bedakan. Kalau Amerika siap, kita siap, kenapa nggak? Dan sekarang pun, sampai sekarang, kartu kredit, Visa, Mastercard masih juga yang dominan. Jadi itu nggak ada masalah,” tutur Destry.

    AS Tegur QRIS dan Aturan GPN

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan sebelumnya, pemerintah telah berdiskusi dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai masukan dari AS soal QRIS dan GPN.

    “Juga termasuk di dalamnya sektor keuangan. Kami sudah berkoordinasi dengan OJK dan Bank Indonesia, terutama terkait dengan payment yang diminta oleh pihak Amerika,” ujar Airlangga dalam konferensi pers yang disiarkan lewat kanal YouTube Perekonomian RI, Sabtu, 19 April 2025.

    Namun, Airlangga belum menjelaskan secara rinci langkah-langkah apa yang akan diambil pemerintah bersama BI dan OJK untuk menanggapi kritik tersebut.

    Selain soal sistem pembayaran, AS juga menyoroti kebijakan lain seperti perizinan impor yang menggunakan sistem OSS (Online Single Submission), insentif pajak dan bea cukai, serta pengaturan kuota impor.

    “Pembahasan ini guna mendiskusikan opsi-opsi yang ada terkait kerja sama bilateral antara Indonesia dan Amerika Serikat yang kita berharap bahwa situasi daripada perdagangan yang kita kembangkan bersifat adil dan berimbang,” tutup Airlangga. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Melihat Solusi dan Peluang Kerja Sama QRIS dengan AS

    Melihat Solusi dan Peluang Kerja Sama QRIS dengan AS

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengusulkan solusi dan melihat peluang yang dapat dimanfaatkan dari keresahan Amerika Serikat akan implementasi QRIS. 

    Bagi Amerika Serikat (AS)—selaku rumah bagi raksasa fintech seperti PayPal, Stripe, dan Visa—kebijakan Indonesia dianggap menghambat ekspansi bisnis mereka. Namun, Indonesia harus memprioritaskan kepentingan 277 juta warganya. 

    Protes AS mirip dengan reaksi mereka terhadap kebijakan data lokal (data localization) di Uni Eropa melalui GDPR. 

    “Jika Indonesia menyerah pada tekanan ini, bisa jadi ini menjadi preseden buruk di mana kebijakan publik ditentukan oleh lobi korporasi, bukan kepentingan rakyat,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (21/4/2025). 

    Achmad menjelaskan bahwa liberalisasi sistem pembayaran tanpa penyaringan bisa mematikan startup fintech lokal yang belum siap bersaing dengan perusahaan multinasional. 

    Sebagai contoh di Afrika, dominasi M-Pesa (sejenis mobile banking) justru mempersempit ruang bagi pengembang lokal untuk menciptakan solusi yang lebih kontekstual, meski sukses meningkatkan inklusi keuangan.

    Selain itu, tuntutan AS agar Bank Indonesia (BI) “lebih transparan” dalam penyusunan kebijakan perlu dikritisi. Padahal, setiap negara berdaulat dan berhak merumuskan regulasi sesuai kebutuhan nasionalnya tanpa intervensi asing.

    Untuk itu, hal pertama yang dapat dilakukan oleh BI dan pemerintah dalam negosiasai soal QRIS dengan AS, yakni pertama, BI dapat membuka ruang konsultasi terbatas dengan perusahaan asing tanpa mengorbankan prinsip kebijakan. 

    Misalnya, mengizinkan partisipasi asing dalam pengembangan teknologi QRIS dengan syarat transfer pengetahuan dan penggunaan server lokal.

    Kedua, pemerintah perlu memperkuat diplomasi ekonomi untuk menjelaskan bahwa QRIS bukan hambatan, tetapi peluang kolaborasi. 

    Standar QRIS bisa dipromosikan sebagai model bagi negara berkembang lain, sehingga perusahaan AS yang ingin ekspansi ke Asia Tenggara harus beradaptasi dengannya.

    Ketiga, Indonesia dapat mengadopsi pendekatan “interoperabilitas bertahap”. 

    Misalnya, memastikan QRIS kompatibel dengan sistem pembayaran regional seperti SGQR (Singapura) atau PromptPay (Thailand) terlebih dahulu, sebelum melangkah ke integrasi global. 

    “Langkah ini akan mengurangi kekhawatiran AS sekaligus memperkuat posisi tawar Indonesia di kancah internasional,” tuturnya. 

    Adapun, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti enggan memberikan penjelasan terkait keluhan AS akan QRIS dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). 

    Dirinya hanya menekankan bahwa pada dasarnya, implementasi QRIS antarnegara tergantung kesiapan masing-masing negara. Destry pun tidak menutup peluang kerja sama Indonesia melalui QRIS dengan AS. 

    “Tapi intinya, QRIS ataupun fast payment lainnya kerja sama kita dengan negara lain itu memang sangat tergantung dari kesiapan masing-masing negara. Jadi kita tidak membeda-bedakan kalau Amerika siap, kita siap, kenapa enggak?” ujarnya saat ditemui di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan, Senin (21/4/2025). 

    Destry juga menegaskan bahwa sistem pembayaran asal AS, yakni Visa maupun Mastercard masih mendominasi pembayaran di Indonesia, meski Indonesia memiliki QRIS maupun GPN

    “Sekarang pun kartu kredit yang selalu diributin, Visa, Mastercard, masih dominan, jadi itu nggak ada masalah sebenarnya,” tuturnya. 

  • Respons BI Soal GPN hingga QRIS Disoroti AS: Kami Siap Kolaborasi! – Page 3

    Respons BI Soal GPN hingga QRIS Disoroti AS: Kami Siap Kolaborasi! – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Bank Indonesia (BI) memberikan tanggapan terkait sorotan yang disampaikan Pemerintah Amerika Serikat terhadap sistem pembayaran Quick Response Indonesian Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN).

    Keberadaannya dianggap sebagai salah satu hambatan perdagangan, sebagaimana tercantum dalam laporan National Trade Estimate (NTE) Report on Foreign Trade Barriers 2025.

    Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti, menegaskan bahwa penerapan sistem pembayaran seperti QRIS dan layanan pembayaran cepat lainnya selalu dilakukan dengan prinsip kerja sama yang setara dengan negara lain.

    Kerja sama tersebut akan dilaksanakan sepanjang negara mitra siap untuk menghubungkan sistem pembayarannya.

    “Terkait dengan QRIS yang tidak spesifik menjawab yang tadi ya. Tapi intinya QRIS ataupun fast payment lainnya, kerjasama kita dengan negara lain, itu memang sangat tergantung dari kesiapan masing-masing negara. Jadi, kita tidak membeda-bedakan. Kalau Amerika siap, kita siap, kenapa enggak?,” kata Destry saat ditemui di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan, Jakarta, pada Senin (21/4/2025).

    Destry juga menambahkan bahwa sejauh ini, sistem pembayaran yang berasal dari Amerika Serikat, seperti Visa dan Mastercard, tidak menemui kendala di Indonesia. Menurutnya, kinerja kedua layanan pembayaran tersebut tetap unggul di Indonesia, meskipun Indonesia kini telah memiliki produk GPN.

    “Sekarang pun sampai sekarang kartu kredit yang selalu diributin. Visa, Master kan masih juga yang dominan. Jadi itu enggak ada masalah sebenarnya,” jelasnya.

     

  • Gejolak di Pasar Saham Bersifat Temporer

    Gejolak di Pasar Saham Bersifat Temporer

    Jakarta, Beritasatu.com – Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti menilai, gejolak yang terjadi di pasar saham saat ini disebabkan oleh tekanan perekonomian global, terutama yang berkaitan dengan kondisi ekonomi Amerika Serikat (AS)

    Destry mengungkapkan, secara kumulatif, dari Januari hingga Maret, modal asing yang keluar dari pasar saham mencapai Rp 22 triliun. Namun, pada saat yang sama, modal asing masuk melalui Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebesar Rp 25 triliun.

    Ekspektasi pelaku pasar terhadap SBN dan SRBI tetap berdasarkan fundamental perekonomian nasional.

    “Kami berharap bahwa apa yang terjadi kemarin bersifat sementara, karena tentunya ada faktor kejutan dari kebijakan-kebijakan global,” ujar Destry dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan BI pada Maret 2025 di Gedung Thamrin, Jakarta, Rabu (19/3/2025).

    Sebagai informasi, Bursa Efek Indonesia (BEI) sempat melakukan pembekuan sementara perdagangan (trading halt) pada pukul 11.19.31 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS) setelah indeks harga saham gabungan (IHSG) turun hingga 5%.

    Keputusan untuk pasar saham tersebut dilakukan berdasarkan Surat Keputusan Direksi BEI Nomor: Kep-00024/BEI/03-2020 tanggal 10 Maret 2020 mengenai Panduan Penanganan Kelangsungan Perdagangan di Bursa Efek Indonesia dalam Kondisi Darurat.

    Destry menambahkan bahwa koreksi di pasar saham telah terjadi sejak akhir 2024. Ia menjelaskan, kondisi pasar saham sangat erat kaitannya dengan ekspektasi pelaku pasar terhadap perekonomian.

    “Saham sangat sensitif terhadap sentimen ekonomi, baik global maupun domestik. Berbagai kebijakan dari Presiden AS Donald Trump, misalnya, dapat memberikan dampak besar terhadap perekonomian secara keseluruhan,” jelasnya.

    Lebih lanjut, Destry menegaskan bahwa BI tetap konsisten menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. BI memperkuat strategi stabilisasi nilai tukar yang sesuai dengan fundamental ekonomi melalui intervensi di pasar valas pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), serta SBN di pasar sekunder.

    “Bank Indonesia akan terus hadir di pasar untuk menunjukkan bahwa koreksi rupiah ini bersifat sementara. Oleh karena itu, BI melakukan intervensi melalui transaksi spot, DNDF, dan jika diperlukan, juga di SBN,” pungkasnya terkait pergerakan pasar saham domestik.

  • BI Harap PP 8/2025 Dongkrak Stabilitas Rupiah dan Cadangan Devisa

    BI Harap PP 8/2025 Dongkrak Stabilitas Rupiah dan Cadangan Devisa

    Jakarta, Beritasatu.com – Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa instrumen Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) akan memperkuat nilai tukar rupiah. Instrumen ini akan menjadi wadah bagi eksportir untuk menyimpan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA).

    Instrumen-instrumen tersebut sejalan dengan peraturan pemerintah terbaru, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025. Dalam PP tersebut, pemerintah menetapkan bahwa eksportir di sektor pertambangan (kecuali minyak dan gas bumi), perkebunan, kehutanan, dan perikanan wajib menempatkan 100% DHE SDA dalam sistem keuangan nasional selama 12 bulan dalam rekening khusus di bank nasional.

    Sementara itu, untuk sektor minyak dan gas bumi, aturan ini tetap mengacu pada PP No. 36 Tahun 2023.

    Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menjelaskan, kehadiran SVBI dan SUVBI memberikan keuntungan lebih besar dibandingkan dengan penerapan TD Valas DHE yang hanya dijalankan dalam bentuk deposito.

    Eksportir hanya mendapatkan keuntungan melalui bunga. Dalam SVBI dan SUVBI, terdapat mekanisme pasar yang memungkinkan eksportir untuk menjual kembali instrumen tersebut di pasar sekunder.

    Meskipun DHE SDA harus disimpan selama 12 bulan, eksportir bisa menjualnya di pasar sekunder lebih cepat dari satu bulan, sehingga dapat memperoleh keuntungan lebih besar.

    “Kalau di SVBI ini ada mekanisme pasar, sehingga ada potensi untuk mendapatkan capital gain. Jadi, ini memperkaya jenis instrumen bagi para eksportir yang ingin mendiversifikasikan hasil ekspor mereka. Ini menjadi pelengkap,” ujar Destry dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan BI pada Februari 2025 di gedung Thamrin, BI, Rabu (19/2/2025).

    Perluasan instrumen penempatan dan pemanfaatan DHE SDA untuk mendukung pelaksanaan kebijakan kewajiban penyimpanan DHE SDA di dalam negeri sesuai PP Nomor 8 Tahun 2025, meliputi penempatan di instrumen TD Valas DHE dengan tenor hingga 12 bulan dan penempatan di instrumen SVBI dan SUVBI dengan tenor hingga 12 bulan.

    Kemudian, pemanfaatan bisa melalui pengalihan TD Valas DHE menjadi FX Swap, FX Swap lindung nilai dengan underlying TD Valas DHE, dan TD Valas DHE, SVBI, dan SUVBI dapat dijadikan agunan kredit rupiah dari bank.

    Destry menambahkan bahwa keberadaan instrumen baru ini diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap pasar valas Indonesia, khususnya dalam meningkatkan cadangan devisa dan juga stabilitas rupiah.

    Sebelumnya, dalam penerapan PP Nomor 36 Tahun 2023, eksportir hanya diwajibkan menyimpan 30% dari total DHE selama tiga bulan. Regulasi tersebut menghasilkan tambahan DHE SDA sebesar US$ 2,5 hingga 3 miliar. 
    Dengan penerapan PP No 8 Tahun 2025, diharapkan eksportir mendapatkan fleksibilitas lebih besar dan dapat berkontribusi pada stabilisasi nilai tukar rupiah.

    “Tentunya kami berharap penerapan PP No 8 Tahun 2025, di mana penyimpanan DHE hingga 100% selama satu tahun, dapat lebih fleksibel dengan adanya konversi dan mekanisme lainnya. Saya rasa ini akan memberikan dampak positif bagi pasar valas kita,” tegas Destry dalam menanggapi PP 8/2025 dalam imbasnya ke rupiah dan devisa.

  • Fakta-Fakta Google Catat Kurs Rupiah jadi 8.000-an per Dolar AS – Page 3

    Fakta-Fakta Google Catat Kurs Rupiah jadi 8.000-an per Dolar AS – Page 3

    Bank Indonesia (BI) angkat bicara terkait nilai tukar rupiah yang tiba-tiba menguat terhadap dolar Amerika Serikat (dolar AS) dan euro dalam layanan Google Finance pada Sabtu, 1 Februari 2025.

    Dalam layanan Google Finance, ketika mengetik USD to IDR, dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah di posisi 8.170 pada 1 Februari. Dengan demikian dolar AS turun 50,04 persen terhadap rupiah.

    Selain dolar AS, rupiah juga perkasa terhadap euro. Posisi euro terhadap rupiah di kisaran 8.348, sehingga euro susut 50,68 persen terhadap rupiah.

    Hal itu pun ramai di media sosial. Kata dolar dan 1 USD menjadi trending topik di platform X (dahulu bernama Twitter) hingga Sabtu malam ini.

    Saat dikonfirmasi mengenai hal itu, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti menuturkan, posisi rupiah sentuh 8.000 karena ada masalah di Google. Ia pun menunjukkan tangkapan layar yang menunjukkan posisi dolar AS terhadap rupiah di kisaran 16.300 pada 1 Februari 2025. Selain itu tangkapan layar di Yahoo Finance, posisi dolar AS terhadap rupiah di 16.294.

    “Ada permasalahan di Googlenya,” ujar Destry saat dihubungi Liputan6.com lewat pesan singkat, Sabtu (1/2/2025).

    Bank Indonesia (BI) telah melaporkan hal itu ke tim Google. “Tim kami sudah melaporkan ke sana sekarang dalam pengecekan tim Google,” kata dia.

    Hal senada disampaikan Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Ramdan Denny Prakoso. Ia menuturkan, level nilai tukar USD terhadap rupiah 8.100-an seperti yang tercantum di Google bukan level seharusnya.

    “Data Bank Indonesia mencatat kurs Rp 16.312 per dolar AS pada tanggal 31 Januari 2025,” kata dia.

    BI juga berkoordinasi dengan Google Indonesia terkait ketidaksesuaian itu. “Kami sedang berkoordinasi dengan pihak Google Indonesia terkait ketidaksesuaian tersebut untuk segera dapat melakukan koreksi yang diperlukan,” kata Ramdan.

  • Heboh Kurs Dollar AS di Google Jadi Rp 8.170, Bank Indonesia dan Google Beri Penjelasan – Halaman all

    Heboh Kurs Dollar AS di Google Jadi Rp 8.170, Bank Indonesia dan Google Beri Penjelasan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pada Sabtu (1/2/2025), informasi mengenai nilai tukar dollar AS terhadap rupiah di situs pencarian Google tiba-tiba menjadi sorotan publik.

    Bagaimana tidak, nilai tukar 1 dollar AS ditampilkan secara mengejutkan menjadi Rp 8.170.

    Selain nilai tukar dollar AS, kurs Euro juga mencatatkan penurunan yang signifikan, ditunjukkan dengan nilai tukar sebesar Rp 8.348,5.

    Kejadian ini memicu kegaduhan di kalangan pengguna internet dan menimbulkan pertanyaan mengenai akurasi informasi yang disediakan oleh Google.

    Apa Tanggapan Bank Indonesia (BI) Mengenai Masalah Ini?

    Menanggapi situasi tersebut, Bank Indonesia (BI) segera memberikan penjelasan.

    Destry Damayanti, Deputi Gubernur Senior BI, menjelaskan, pihaknya langsung melakukan koordinasi dengan Google untuk meluruskan informasi yang salah tersebut.

    “Tim kami sedang kontak dengan Google untuk meng-clear-kan masalah ini,” ungkap Destry, yang dikutip dari Kontan.co.id.

    Destry menegaskan bahwa posisi nilai tukar rupiah yang ditampilkan di Google adalah akibat dari kesalahan teknis.

    Ia juga memberikan bukti dengan tangkapan layar menunjukkan posisi nilai tukar rupiah di monitor Bloomberg dan Yahoo Finance.

    Menurut data Bloomberg, nilai tukar rupiah masih berada di kisaran Rp 16.300 per dollar AS, sedangkan Yahoo Finance mencatat di angka Rp 16.294 per dollar AS.

    Apa Penjelasan Google Mengenai Kesalahan Ini?

    Setelah kegaduhan ini, Google memberikan penjelasan terkait permasalahan yang terjadi.

    Perusahaan mesin pencari tersebut menyatakan bahwa ada masalah yang mempengaruhi informasi kurs rupiah di Google Search.

    “Kami menyadari adanya masalah yang mempengaruhi informasi nilai tukar Rupiah (IDR) di Google Search. Data konversi mata uang berasal dari sumber pihak ketiga,” demikian pernyataan resmi dari Google.

    Google menjelaskan akan segera melakukan perbaikan terhadap kesalahan yang terjadi.

    “Ketika kami mengetahui ketidakakuratan, kami menghubungi penyedia data untuk memperbaiki kesalahan secepat mungkin,” lanjut Google dalam keterangannya.

    Apa Dampak dari Kesalahan Ini Menurut Ahli?

    Pratama Persadha, Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, berpendapat bahwa kesalahan dalam menampilkan kurs nilai tukar rupiah di Google bukan hanya masalah teknis, tetapi juga menimbulkan dampak yang lebih luas.

    Ia mengingatkan, Google harus lebih bertanggung jawab atas informasi yang disebarkannya, terutama terkait data ekonomi yang sensitif.

    “Ketika sebuah kesalahan terdeteksi dan dilaporkan oleh banyak pengguna, tetapi tidak segera diperbaiki, hal ini bisa dianggap sebagai kelalaian yang berpotensi merugikan masyarakat,” jelas Pratama.

    Ia menyarankan agar pengguna tidak hanya mengandalkan Google sebagai satu-satunya referensi, dan alangkah baiknya untuk memeriksa kurs rupiah dari sumber resmi seperti Bank Indonesia atau layanan keuangan tepercaya lainnya.

    Bagaimana Kurs Resmi Dolar AS di BI dan Sumber Lain?

    Berdasarkan data yang diperoleh dari laman kurs Bank Indonesia, pada tanggal 31 Januari 2025, kurs jual 1 dollar AS mencapai Rp 16.340,30, dan kurs beli berada pada angka Rp 16.177,70.

    Angka ini sejalan dengan informasi dari Bloomberg yang menunjukkan 1 USD setara dengan Rp 16.304.

    Sementara itu, menurut e-rate BCA pada 12 Februari 2025 pukul 18:46 WIB, kurs jual 1 dollar AS adalah Rp 16.325,00, dan kurs beli Rp 16.295,00.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • BI Kontak Google usai Gaduh Nilai Tukar 1 Dolar AS Jadi Rp 8.170, Ini Penjelasan Google – Halaman all

    BI Kontak Google usai Gaduh Nilai Tukar 1 Dolar AS Jadi Rp 8.170, Ini Penjelasan Google – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Informasi nilai tukar dolar AS ke rupiah di situs pencarian Google mendadak jadi sorotan warganet pada Sabtu (1/2/2025), kemarin.

    Bagaimana tidak, nilai tukar 1 dolar AS ke rupiah mendadak anjlok menjadi Rp 8.170,65. 

    Tak hanya dolar AS, nilai tukar Euro juga ‘nyungsep’ versi Google menjadi Rp 8.348,5.

    Bank Indonesia (BI) pun buka suara terkait kegaduhan nilai tukar 1 USD tersebut.

    Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti mengatakan, pihaknya langsung menghubungi dan melakukan koordinasi dengan Google mengenai masalah ini.

    “Tim kami sedang kontak (dengan) Google untuk meng-clear-kan (meluruskan) masalah ini,” kata dia, dikutip dari Kontan.co.id, Minggu (2/2/2025).

    Ia menjelaskan, posisi rupiah yang ditampilkan di Google merupakan kesalahan teknis.

    “Kesalahan teknis terjadi. Dan hanya untuk rupiah terhadap dolar AS dan Euro,” kata Destry.

    Destry pun memberikan tangkapan layar mengenai level rupiah di monitor Bloomberg maupun pencarian di Yahoo Finance. 

    Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah masih berada di kisaran Rp 16.300 per dolar AS. Posisi ini sesuai dengan penutupan rupiah di akhir pekan.

    Sementara berdasarkan data Yahoo Finance, nilai tukar rupiah berada di level Rp 16.294 per dolar AS.

    Hal senada juga disampaikan Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso.

    Ia mengatakan, level nilai tukar USD/IDR Rp 8.100an sebagaimana yang ada di Google bukan merupakan level yang seharusnya. 

    Ia bilang, data BI mencatat Kurs Rp 16.312 per dolar AS pada tanggal 31 Januari 2025. 

    Lalu, apa penjelasan Google mengenai hal ini?

    Perusahaan mesin pencari itu menyatakan, ada masalah yang memengaruhi informasi kurs rupiah di Google Search. 

    Tak lain data konversi mata yang berasal dari sumber ketiga. 

    “Kami menyadari adanya masalah yang memengaruhi informasi nilai tukar Rupiah (IDR) di Google Search. Data konversi mata uang berasal dari sumber pihak ketiga,” demikian dikutip keterangan resmi.

    Oleh karenanya, Google langsung melakukan perbaikan kesalahan secepat mungkin. 

    “Ketika kami mengetahui ketidakakuratan, kami menghubungi penyedia data untuk memperbaiki kesalahan secepat mungkin,” lanjut keterangan dari Google.

    Sementara itu, menurut Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, Pratama Persadha, kesalahan dalam menampilkan kurs nilai tukar rupiah yang terjadi di Google bukan sekadar masalah teknis.

    Namun juga menimbulkan dampak yang lebih luas, terutama karena lambannya perbaikan terhadap informasi yang salah tersebut.

    Lebih lanjut, ia mengingatkan Google seharusnya lebih bertanggung jawab atas informasi yang disebarkannya, terutama terkait data ekonomi yang sensitif. 

    Meskipun bukanlah penyedia data finansial primer dan hanya menarik informasi dari berbagai sumber, penyedia layanan sebesar Google tetap memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa informasi yang ditampilkan akurat dan segera diperbaiki jika terjadi kesalahan.

    “Ketika sebuah kesalahan telah terdeteksi dan dilaporkan oleh banyak pengguna, namun tidak segera diperbaiki, hal ini dapat dianggap sebagai kelalaian yang berpotensi merugikan masyarakat,” tambahnya.

    Untuk memastikan informasi nilai tukar yang benar, ia pun menyarankan agar pengguna tidak hanya mengandalkan Google sebagai satu-satunya referensi.

    Misalnya, mengecek kurs rupiah dari sumber resmi seperti Bank Indonesia, lembaga keuangan besar, atau layanan keuangan terpercaya seperti Bloomberg, Reuters, dan OANDA akan memberikan gambaran yang lebih akurat dan dapat diandalkan. 

    Kurs Dollar AS ke Rupiah Hari Ini

    Menurut laman kurs BI dalam data per Jumat (31/1/2025), kurs jual 1 Dollar AS ke Rupiah mencapai Rp 16.340,30, sedangkan kurs beli berada pada angka Rp 16.177,70.

    Angka tersebut juga tak jauh berbeda dengan data Bloomberg, di mana 1 USD menjadi Rp 16.304.

    Sementara berdasarkan e-rate BCA per Sabtu (1/2/2025) pukul 18.46 WIB, kurs jual 1 Dollar AS adalah Rp 16.325,00. Sedangkan kurs belinya adalah Rp 16.295,00.

    (Tribunnews.com/Sri Juliati) (Kompas.com) (Kontan.co.id)

  • BI Koordinasi dengan Google Soal Viralnya Dolar ke Rupiah dari Rp 16.305 Anjlok ke Rp 8.170

    BI Koordinasi dengan Google Soal Viralnya Dolar ke Rupiah dari Rp 16.305 Anjlok ke Rp 8.170

    TRIBUNJATIM.COM – Bank Indonesia (BI) mengaku akan berkoordinasi dengan Google soal nilai tukar Dolar ke Rupiah yang mendadak anjlok ke angka Rp 8170.

    Sebelumnya, viral di media sosial yang menunjukkan hasil penelusuran Google nilai tukar dari Dolar ke Rupiah senilai Rp 8.170, Sabtu (1/2/2025).

    Hal ini membuat jagat maya gaduh, karena sebelumnya pada Jumat 31 Januari 2025, harga Dolar masih di posisi Rp 16.305 per 1 dolar Amerika Serikat.

    Perubahan nilai tukar Rupiah yang ditunjukkan oleh Google ini sangat berbeda.

    Lalu bagaimana hal ini bisa terjadi?

    Hal ini bisa disebabkan oleh pergerakan nilai tukar yang tercatat di luar jam perdagangan normal, seperti melalui informasi yang dipublikasikan oleh berbagai platform atau bahkan berita ekonomi yang bisa mempengaruhi persepsi pasar.

    Melemahnya nilai tukar rupiah pada Jumat (31/1), dengan penurunan 0,30 persen menjadi Rp 16.305 per dolar AS, sebenarnya adalah perkembangan yang cukup normal dalam pasar yang bergerak dinamis.

    Meski begitu, pada Sabtu (1/2/2025), perdagangan pasar sedang tutup.

    Namun, pergerakan tersebut biasanya lebih terasa ketika pasar kembali dibuka pada Senin (3/2), sehingga bisa saja ada sentimen atau respons dari masyarakat terhadap kondisi ini.

    Selain itu, informasi yang tercatat pada Google Trends kemungkinan merujuk pada lonjakan minat pencarian terkait isu-isu ekonomi terkini, termasuk fluktuasi nilai tukar.

    Isu nilai tukar rupiah memang sering menjadi perhatian publik, terutama dalam konteks hubungan dengan dolar AS dan pengaruhnya terhadap perekonomian Indonesia.

    Sementara pencari atau search engine Google sendiri pada Sabtu petang 1 Februari 2025 menunjukkan keganjilan.

    Ketika di mesin pencari di ketik kata kunci ‘kurs dollar hari ini’ yang keluar adalah angka tak lazim. 

    Kurs dollar AS ke rupiah pada 1 Februari 2025 petang, menurut mesin pencari Google, adalah Rp 8.170,65 per dolar AS.

    Ini terbilang ganjil karena sangat jauh angkanya dari angka penutupan di perdagangan pasar sehari sebelumnya, Jumat 31 Januari 2025 sebesar Rp 16.305 per dolar AS dolar AS.

    Keganjilan ini seketika memicu trending ‘1 USD to IDR’ pada Sabtu petang 1 Februari 2025.

    Penjelasan BI

    Dikutip dari Kompas.tv, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menegaskan bahwa data yang muncul di Google Finance adalah kesalahan teknis. 

    Ia kemudian membandingkan data dari Bloomberg dan Yahoo Finance, yang menunjukkan nilai tukar rupiah masih berada di kisaran Rp16.300 per dolar AS.

    “Kesalahan teknis terjadi, dan hanya untuk rupiah terhadap dolar AS serta Euro,” kata Destry dikutip dari Kontan.

    Hal senada juga diungkapkan Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso. Dalam pernyataan resminya, Denny menyebutkan bahwa data yang ditampilkan di Google Finance tidak mencerminkan nilai tukar yang sebenarnya.

    “Level nilai tukar USD/IDR Rp8.100-an sebagaimana yang ada di Google bukan merupakan level yang seharusnya. Data Bank Indonesia mencatat kurs Rp16.312 per dolar AS pada tanggal 31 Januari 2025,” ujarnya.

    Denny menambahkan, pihak BI telah berkoordinasi dengan Google Indonesia untuk mengoreksi kesalahan tersebut.

    “Kami sedang berkoordinasi dengan pihak Google Indonesia terkait ketidaksesuaian tersebut untuk segera melakukan koreksi yang diperlukan,” imbuhnya.

    Hingga berita ini ditulis, belum ada pernyataan resmi dari Google mengenai penyebab kesalahan teknis tersebut.

    Pakar ekonomi soal Dollar Amerika Serikat sudah menyentuh Rp 15.000

    Beberapa waktu terakhir masyarakat tanah air dihebohkan dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) hingga menyentuh level Rp 15.000.

    Terdapat kekhawatiran masyarakat akan potensi krisis atau bahkan runtuhnya ekonomi Indonesia seperti yang terjadi pada negara Sri Lanka.

    Kendati demikian, menurut pakar ekonomi dari Universitas Airlangga (UNAIR), Dr Imron Mawardi SP MSi, masyarakat Indonesia tidak perlu terlalu panik.

    “Tidak perlu panik, karena mengingat masih banyaknya faktor penunjang yang membuat perekonomian Indonesia tetap kuat di tengah melemahnya rupiah terhadap dollar AS.Kalau menurut saya angka ‘satu dollar’ ke 15.000 rupiah ini ya hanya soal keseimbangan saja. Saya kira tidak perlu dikhawatirkan, karena disisi yang lainnya kita masih memiliki cadangan devisa yang besar,” ujar Dr Imron. Rabu (13/7/22) di Surabaya.

    Lebih lanjut ia juga memaparkan, meski rupiah melemah, namun masih harus bersyukur karena saat ini cadangan devisa Indonesia sangat besar, yakni mencapai 150 Miliar dolar AS (USD) sehingga masih aman untuk belanja impor demi memenuhi kebutuhan dalam negeri.

    Kondisi tersebut, tentunya, berbeda jauh dengan negara Sri Lanka yang hanya memiliki cadangan devisa 50 juta USD sehingga negara tersebut tidak mampu lagi mengimpor kebutuhan.

    Sekalipun itu kebutuhan pokok seperti Bahan Bakar Minyak (BBM).

    “Dengan adanya cadangan yang besar ini pun, ternyata masih membuat rupiah kita menyentuh angka Rp 15.000, tidak bisa dibayangkan kalau ketahanan devisa kita itu rendah maka dipastikan dollar akan jatuh lebih dalam dibanding keadaan saat ini,” paparnya.

    Sementara itu, dilansir dari Kompas.com Nilai tukar rupiah melemah terhadap dollar AS pada perdagangan pasar spot, Jumat (31/1/2025) pagi.

    Melansir data Bloomberg, pukul 10.13 WIB, rupiah berada pada level Rp 16.307 per dollar AS atau melemah 51 poin (0,31 persen) dibanding penutupan kemarin yang berada di Rp 16.257 per dollar AS.

    Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra mengatakan, nilai tukar dollar AS masih akan menguat pada perdagangan hari ini karena Presiden AS Donald Trump telah melayangkan ancaman tarif.

    Pasar global juga melihat Bank Sentral AS bakal tidak memangkas suku bunga acuan Fed Funds Rate untuk sementara waktu karena potensi kenaikan inflasi akibat kebijakan kenaikan tarif impor Trump.

    “Hari ini rupiah masih berpeluang melemah terhadap dollar AS ke arah 16.300, dengan potensi support di kisaran 16.200,” ujarnya kepada Kompas.com, Jumat (31/1/2025).

    Sementara itu, mengacu pada kurs tengah Jisdor, nilai tukar rupiah pada Kamis (30/1/2025) berada di level Rp 16.259 per dollar AS, atau melemah dibandingkan hari Jumat (24/1/2025) yang berada di level Rp 16.200 per dollar AS.

    Adapun kurs di bank-bank besar di Indonesia, seperti di BRI, kurs jual dipatok pada Rp 16.328 per dollar AS.

    Berikut adalah kurs rupiah hari ini di lima bank besar: 

    BRI

    Jual 16.328

    Beli 16.300 

    Bank Mandiri

    Jual 16.400

    Beli 16.050

    BNI

    Jual 16.316

    Beli 16.296

    BCA

    Jual 16.430

    Beli 16.130

    CIMB Niaga

    Jual 16.271

    Beli 16.260

    Klik untuk baca: Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com