Tag: Dedi Mulyadi

  • Gubernur Lemhannas sebut pendidikan militer bukan untuk anak nakal

    Gubernur Lemhannas sebut pendidikan militer bukan untuk anak nakal

    “Jangan sampai terstigma bahwa kalau orang nakal dimasukkan ke barak militer,”

    Jakarta (ANTARA) – Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Ace Hasan Syadzily menyebutkan pendidikan militer bukan untuk anak-anak yang nakal, melainkan orang-orang terpilih dan terbaik.

    Hal tersebut menanggapi wacana pengkajian gagasan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi untuk membina siswa bermasalah melalui program pembinaan di barak militer.

    “Jangan sampai terstigma bahwa kalau orang nakal dimasukkan ke barak militer,” ujar Ace dalam konferensi pers acara Syukuran dan Orasi Kebangsaan HUT Ke-60 Lemhannas RI di Jakarta, Selasa.

    Menurut dia selain membentuk kedisiplinan dan patriotisme, kewibawaan pendidikan militer harus dijaga sebagai pendidikan yang diarahkan untuk aspek akademis, emosional, serta kepemimpinan, yang harus dibentuk berdasarkan proses sesuai dengan tumbuh kembang anak.

    Pasalnya, sambung dia, perilaku seorang anak pasti dipengaruhi oleh lingkungan, baik lingkungan sosial, lingkungan keluarga, maupun lingkungan hak asuh yang diberikan oleh orang tuanya.

    Maka dari itu terkait rencana pengkajian membina siswa bermasalah melalui program pembinaan di barak militer, Ace berharap pengkajian bisa dilihat dalam perspektif yang komprehensif dan holistik.

    Dikatakan bahwa perspektif dimaksud, yakni dengan melihat bahwa pembinaan anak-anak yang bermasalah secara perilaku harus dilihat secara utuh.

    “Tidak boleh misalnya setiap ada orang atau anak-anak yang bermasalah langsung dimasukkan ke militer,” tuturnya.

    Daripada memasukkan anak nakal ke barak militer, Ace menyarankan bahwa sebaiknya terdapat institusi lain yang bisa dijadikan tempat untuk memperbaiki perilaku anak tersebut.

    Ia menjelaskan bahwa Indonesia sebenarnya sudah memiliki institusi dimaksud, seperti lembaga pendidikan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA), dan lain sebagainya.

    Sebelumnya, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi menyatakan pemerintah akan mengkaji gagasan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi untuk membina siswa bermasalah melalui program pembinaan di barak militer.

    Hasan menekankan selama program tersebut tidak melanggar aturan dan hak-hak anak, serta mendapat persetujuan orang tua, maka pembinaan semacam itu dapat dipertimbangkan.

    “Jadi sepanjang tidak melanggar hal-hal yang prinsipil, sepanjang tidak melanggar hal-hal yang prinsipil. Tapi pemerintah akan periksa, akan kaji ini. Kebijakan-kebijakan yang baru, kebijakan-kebijakan yang berupa inisiatif tentu akan dibahas nanti di pemerintah,” ucap Hasan di Jakarta, Sabtu (10/5).

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pemkab Purwakarta siapkan rekomendasi penerbitan regulasi pro ojol

    Pemkab Purwakarta siapkan rekomendasi penerbitan regulasi pro ojol

    “Mudah-mudahan kabar mengenai regulasi ini dapat menjawab sebagian tuntutan para pengemudi ojek online,”

    Purwakarta (ANTARA) – Pemerintah Kabupaten Purwakarta, Jabar menyampaikan kesiapannya untuk membuat rekomendasi ke pemerintah pusat untuk penerbitan regulasi nasional yang lebih komprehensif bagi pekerja transportasi daring.

    Sekda Pemkab Purwakarta Norman Nugraha, di Purwakarta, Selasa, memastikan pihaknya akan menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah pusat untuk penerbitan regulasi nasional yang lebih komprehensif.

    Hal tersebut disampaikan untuk dapat memberikan solusi dan memenuhi harapan para pengemudi ojol yang berunjukrasa di kantor Pemkab Purwakarta.

    Norman menyebutkan, dari sejumlah tuntutan yang disampaikan para pengemudi ojek online di Purwakarta, terdapat sejumlah hal yang menjadi tuntutannya, mulai dari pengawasan, pengendalian tarif, dan penerbitan regulasi nasional yang mengatur driver online.

    Ia mengatakan, sebenarnya sudah kabar baik terkait dengan pengawasan dan pengendalian tarif ojek online.

    Mengenai hal tersebut, katanya, Pemerintah Provinsi Jawa Barat kini tengah menggodok Peraturan Gubernur Jawa Barat terkait dengan pengawasan dan pengendalian tarif ojol. Bahkan prosesnya kini sudah memasuki tahap finalisasi.

    Diperkirakan, Peraturan Gubernur Jawa Barat itu akan terbit dalam waktu satu hingga dua pekan ke depan, setelah proses di Kemendagri selesai.

    “Mudah-mudahan kabar mengenai regulasi ini dapat menjawab sebagian tuntutan para pengemudi ojek online,” kata dia.

    Kemudian mengenai penerbitan regulasi nasional yang mengatur driver online, Sekda menyampaikan pihaknya akan menyampaikan rekomendasi ke pemerintah pusat.

    Menurut dia, isi rekomendasi tersebut akan dikoordinasikan dengan Bupati Purwakarta Saeful Bahri Binzein dan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. (KR-MAK)

    Pewarta: M.Ali Khumaini
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Mendagri minta pemda di Kawasan Rebana tingkatkan iklim investasi

    Mendagri minta pemda di Kawasan Rebana tingkatkan iklim investasi

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian meminta pemerintah daerah (pemda) di Kawasan Rebana, yang mencakup tujuh daerah otonom di Jawa Barat, untuk meningkatkan iklim investasi, guna menjadi motor penggerak ekonomi Jawa Barat dan daerah penyangga.

    Kawasan Rebana mencakup tujuh daerah otonom, yakni Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Subang, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Indramayu.

    “Saya hanya menyampaikan bahwa poinnya, investasi di Jawa Barat harus bisa ditingkatkan dengan berbagai permasalahannya. Nanti kita bahas, diskusikan,” kata Tito dalam diskusi bertajuk “Investasi dan Pengembangan Berkelanjutan di Jantung Jawa Barat” di Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati, Kabupaten Majalengka, Jabar, Senin, sebagaimana keterangan yang diterima di Jakarta.

    Dia mengungkapkan investasi tidak selalu harus berasal dari luar negeri, melainkan juga dapat didorong dari dalam negeri. Ia menilai posisi Jabar sangat strategis karena memiliki sumber daya alam (SDA) yang melimpah serta populasi usia produktif yang besar.

    Oleh karena itu, dukungan terhadap pengusaha nasional dan lokal sangat diperlukan. Selain itu, pemberdayaan masyarakat setempat juga penting karena mereka dapat berperan sebagai penyangga dalam meminimalkan potensi konflik.

    “Nah, ini menurut saya keberpihakan kepada masyarakat lokal juga harus, karena mereka menjadi buffer zone yang memperkuat ketika ada apa-apa,” ujarnya.

    Ia juga mendorong para kepala daerah untuk mempermudah perizinan guna menghidupkan iklim usaha, salah satunya melalui keberadaan Mal Pelayanan Publik (MPP). Dia mencontohkan Kabupaten Sumedang yang sudah mengadopsi teknologi metaverse dalam pelayanan publik.

    Tito menilai MPP sangat penting karena membuat proses perizinan menjadi lebih cepat, transparan, dan efisien. Dia juga memberikan apresiasi kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar karena hampir semua kabupaten/kota sudah memiliki MPP.

    “Hampir semuanya kabupaten dan kota [di Jabar] sudah memiliki Mal Pelayanan Publik. Ya, kita tepuk tangan untuk kita, karena ini bagus. Tapi menurut saya, sekali lagi, di saat kita membuka iklim investasi, mempermudah perizinan, dan lain-lain, termasuk tata ruang [perlu dipercepat],” jelas Tito.

    Lebih lanjut, dalam rangka meningkatkan pembangunan di Kawasan Rebana, Mendagri mengingatkan agar daerah tidak terlalu bergantung pada SDA, melainkan perlu memperkuat sumber daya manusia (SDM). Hal ini penting agar tenaga kerja di kawasan tersebut menjadi terdidik dan sehat.

    Ia menekankan program pendidikan dan kesehatan perlu ditingkatkan kualitasnya, bukan sekadar memenuhi alokasi anggaran 20 persen untuk pendidikan dan 10 persen untuk kesehatan.

    “Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, bukan hanya sekadar sudah memenuhi kriteria, syarat 20 persen pendidikan, kesehatan. Nah, ini harus berani untuk ngecek secara detail subprogram-subprogramnya, jangan hanya terima-terima saja. Tantangan, saya mohon dengan segala hormat juga teman-teman dari DPRD bisa juga melihat secara detail,” ujarnya.

    Sebagai informasi, acara ini mempertemukan para pemimpin nasional dan daerah. Hadir dalam kesempatan tersebut antara lain Gubernur Jabar Dedi Mulyadi, Gubernur Lemhannas Ace Hasan Syadzily, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Perhubungan Antoni Arif Priadi, Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM Dedi Latip, Direktur Keuangan PT Pertamina Emma Sri Martini, Bupati Majalengka Eman Suherman, dan para kepala daerah di Kawasan Rebana, serta jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) se-Provinsi Jabar.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Dedi Mulyadi soal temuan KPAI: Baiknya tak koreksi, tapi ambil langkah

    Dedi Mulyadi soal temuan KPAI: Baiknya tak koreksi, tapi ambil langkah

    Jakarta (ANTARA) – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengatakan bahwa sebaiknya Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tidak hanya mengoreksi program Pendidikan Karakter, Disiplin, dan Bela Negara Kekhususan yang digulirkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, tetapi turut mengambil langkah.

    “KPAI harusnya arahnya hari ini bukan mengoreksi kekurangan dari kegiatan yang dilakukan untuk penanganan darurat dari sebuah problem,” ujar Dedi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin, usai bersama komisi antirasuah membahas upaya realokasi anggaran Pemerintah Provinsi Jabar.

    Dedi menyampaikan pernyataan tersebut untuk menanggapi temuan KPAI bahwa siswa yang mengikuti program tersebut tidak ditentukan berdasarkan asesmen psikolog profesional, tetapi hanya rekomendasi guru bimbingan konseling (BK), serta mencatat 6,7 persen siswa menyatakan tidak mengetahui alasan mengikuti program itu.

    “Yang harus dilakukan KPAI adalah mengambil langkah untuk menyelesaikan berbagai problem yang dialami oleh anak-anak remaja kita. Apakah itu karena problem di rumahnya, atau sekolahnya, yang akhirnya mengarah kepada tindak kriminal,” katanya.

    Lebih lanjut dia mengatakan bahwa KPAI dapat membuat program yang menyasar ribuan siswa bermasalah di Jabar untuk dididik agar masalah tersebut selesai.

    “Kalau KPAI sibuk terus mengurus persoalan tempat tidur dan sejenisnya, maka tidak akan bisa menyelesaikan problem,” ujarnya.

    Selain itu, dia mengatakan bahwa KPAI dapat melihat dampak terhadap siswa bermasalah yang mengikuti program Pemerintah Provinsi Jabar tersebut.

    “KPAI bisa lihat dong kemarin 39 anak sudah selesai, bagaimana keadaan anak itu, disiplinnya, kemudian rasa empatinya, bahkan dia menangis di depan ibunya mencium kakinya. Kan belum tentu itu didapatkan pendidikan di sekolah,” katanya.

    Sementara itu, dia mengatakan bahwa pada Selasa (20/5), sebanyak 273 siswa akan lulus dari program yang berlangsung di Depo Pendidikan Bela Negara Resimen Induk Komando Daerah Militer III/Siliwangi, Kabupaten Bandung Barat, Jabar, tersebut.

    Ia lantas mengatakan bahwa Pemprov Jabar di masa mendatang berencana membina 15-20 ribu siswa bermasalah melalui program Pendidikan Karakter, Disiplin, dan Bela Negara Kekhususan.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Legislator tegaskan setiap daerah punya cara penanganan tawuran

    Legislator tegaskan setiap daerah punya cara penanganan tawuran

    Jakarta (ANTARA) – Legislator Komisi E DPRD DKI Jakarta Subki menegaskan, setiap daerah punya cara unik untuk menangani tawuran sehingga punya karakter dan pencegahan tersendiri.

    “Disesuaikan dengan wilayah. Kalau Jawa Barat keperluannya seperti itu (dimasukkan ke barak). Kalau di Jakarta, mungkin ada Inovasi-inovasi yang lain,” kata Subki di Jakarta, Kamis.

    Menurut dia, permasalahan tawuran yang terus berulang memang perlu penanganan dari semua pihak, bukan hanya pemerintah, akan tetapi keluarga dan lingkungan sekitar juga,

    Subki mengatakan bahwa kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang memasukkan pelaku tawuran ke barak militer tidak perlu dibandingkan dengan DKI Jakarta, karena karakter kedua daerah itu berbeda.

    Ia lebih memilih bahwa pelaku tawuran di Jakarta diberikan ruang untuk menyalurkan hobi mereka, kalau memang suka tinju maka dibangun saja ring tinju.

    “Mudah-mudahan kita punya solusi terbaik yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat,” ujarnya.

    Ia menambahkan bahwa semua permasalahan pasti ada penyebabnya, begitu juga tawuran yang dilakukan oleh remaja di Jakarta.

    Tetapi ketika sudah ketemu penyebabnya maka solusinya bisa dicari agar pemuda atau pelajar yang masih memiliki masa depan panjang dapat dicegah untuk tawuran.

    “Kita tidak semata-mata mengatakan, kamu nakal. Mereka juga pasti ada sebabnya kalau sudah ada sebabnya maka ada solusinya,” katanya.

    Sebelumnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tak akan mengikuti kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk mengirim anak nakal atau bermasalah ke barak militer, meskipun provinsi tersebut merupakan tetangga dekatnya.

    “Jakarta mempunyai kebijakan sendiri terkait dengan penertiban warga, mendidik anak-anaknya dan membina warganya,” ujar Staf Khusus Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta Bidang Komunikasi Publik Cyril Raoul Hakim di Jakarta, Senin (12/5).

    Adapun menurut sosok yang kerap disapa Chico itu, Pemprov DKI justru memberi ruang pada warga untuk berkreasi di tempat seharusnya seperti taman dan perpustakaan.

    Inilah yang kemudian melahirkan kebijakan perpanjangan jam operasional taman dan perpustakaan dari semula hingga sore hari, menjadi malam hari.

    Tren meningkat

    Data yang dihimpun ANTARA menyebutkan, hingga pertengahan Mei 2025, data resmi yang tersedia menunjukkan bahwa sebanyak 45 kasus tawuran terjadi di wilayah hukum Polda Metro Jaya selama April 2025. Data ini mencakup wilayah Jakarta dan sekitarnya.

    Namun, belum ada data kumulatif resmi yang merinci jumlah total kejadian tawuran di Jakarta sejak awal 2025 hingga saat ini. Meskipun demikian, polisi mencatat adanya peningkatan kasus tawuran dalam beberapa bulan terakhir.

    Sebagai respons terhadap maraknya tawuran, Polda Metro Jaya telah meluncurkan Operasi Anti Premanisme yang berlangsung dari 9 hingga 23 Mei 2025.

    Operasi ini melibatkan 999 personel gabungan dari Polri, TNI, dan Pemprov DKI Jakarta, dengan fokus pada pencegahan dan penindakan terhadap tawuran serta premanisme.

    Pewarta: Khaerul Izan
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

  • DPRD Jatim Sebut Gagasan Dedi Mulyadi Bina Anak Nakal di Barak Militer Tak Bisa Serta Merta Diterapkan

    DPRD Jatim Sebut Gagasan Dedi Mulyadi Bina Anak Nakal di Barak Militer Tak Bisa Serta Merta Diterapkan

    Surabaya (beritajatim.com) – Gagasan kontroversial Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang mengirim anak-anak dengan perilaku menyimpang ke barak militer mendapat tanggapan dari Wakil Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur, Hikmah Bafagih.

    Menurutnya, kebijakan seperti ini tidak bisa serta-merta diterapkan di Jawa Timur tanpa mempertimbangkan situasi psikologis dan kondisi sosial anak-anak.

    Hikmah mengakui bahwa banyak orang tua yang kini merasa kewalahan menghadapi anak-anak dengan perilaku ekstrem. Dia menyebut bahwa fakta di lapangan menunjukkan sejumlah anak memang sulit dikendalikan, meski telah diberi berbagai pendekatan oleh lingkungan, sekolah, maupun keluarga.

    “Faktualnya memang banyak orang tua dan masyarakat sudah angkat tangan dan tidak mampu untuk menangani dan merespon perilaku-perilaku anak yang kelewatan dalam tanda kutip,” ujar Hikmah kepada beritajatim.com, Kamis (15/5/2025).

    Namun demikian, dia menyebut perlunya batasan yang jelas dalam penerapan pendekatan semacam ini. Dia menilai, penggunaan metode seperti barak militer harus disesuaikan dengan jenis perilaku anak, tidak bisa digeneralisasi untuk semua kasus.

    “Hanya untuk jenis perilaku seperti apa pendekatan ini diperlukan. Karena ini sesungguhnya Pak Dedi ingin menekankan pada efek jera ya, jadi kesannya anak-anak dalam ‘ancaman’ ya dalam tanda kutip,” kata Hikmah.

    Politikus PKB itu menambahkan, meski niatnya baik untuk mendisiplinkan anak, pendekatan dengan tekanan seperti ini kerap dikritik dalam kajian pengasuhan anak. Namun, dia tidak ingin serta-merta menyalahkan langkah tersebut, sebab ada kondisi-kondisi tertentu yang memang membutuhkan intervensi ekstrem.

    “Mungkin yang memang benar-benar sudah diberikan terapi, berbagai respon dari orang tua, lingkungan, sekolah, tapi kemudian tidak cukup memberikan perubahan perilaku, mungkin menjadi salah satu alternatif,” jelasnya.

    Sebagai alternatif, Hikmah juga mengusulkan opsi pendidikan berbasis spiritualitas seperti pesantren khusus yang dirancang untuk menangani anak-anak dengan masalah perilaku. Namun dia menyebutkan bahwa bukan sembarang pesantren bisa dijadikan rujukan.

    “Nah, yang alternatif lain bisa saja ke pesantren. Tapi ingat, pesantren yang dimaksud bukan pesantren biasa. Tapi pesantren yang menyediakan layanan bagi anak yang membutuhkan sentuhan untuk perubahan perilaku,” ujarnya.

    Menurutnya, perubahan perilaku pada anak tidak bisa instan. Dibutuhkan proses panjang dan sentuhan yang humanis, bukan ketakutan. Anak-anak harus didekati oleh orang yang mereka percaya, bukan ditakuti.

    “Karena merubah perilaku yang awalnya bermasalah jadi tidak bermasalah itu kan tidak serta-merta ya, membutuhkan proses pembiasaan yang luar biasa. Kemudian butuh sentuhan humanis dari orang-orang yang anak-anak percaya, bukan orang-orang yang ditakuti,” tambahnya.

    Meski begitu, Hikmah menolak untuk langsung menilai kebijakan Dedi Mulyadi sebagai keliru. Menurutnya, kebijakan apapun yang berangkat dari niat baik harus dinilai dari hasilnya secara objektif.

    “Kita kan belum tahu hasilnya. Coba kita tengok dulu hasilnya Pak Dedi Mulyadi itu seperti apa. Apakah anak-anak secara sporadis dimasukkan barak kemudian dapat gemblengan disiplin militer ini hasilnya bagus, terjadi perubahan tempo atau tidak, nanti kita lihat hasilnya seperti apa,” ungkapnya.

    Hikmah menegaskan, apapun metodenya, yang terpenting adalah pemerintah memberikan respons terhadap situasi yang semakin darurat, ketimbang hanya menjadi penonton.

    “Jadi saya memberikan Pak Dedi apresiasi dari sisi niat baiknya dalam memberikan respon. Terkait apakah respon ini baik atau tidak, nanti kita lihat ya. Apakah bisa memberikan dampak baik atau tidak,” tegasnya.

    Dia juga menyarankan agar kepala daerah lain, termasuk di Jawa Timur, tidak langsung meniru tanpa melakukan asesmen menyeluruh terhadap kondisi anak. Menurutnya, pendekatan terhadap anak-anak harus tetap berlandaskan pada keunikan personal dan prinsip pemulihan, bukan sekadar efek kejut.

    “Tentu yang penting adalah asesmen, bahwa tidak semua anak diperlakukan sama,” pungkasnya. [asg/beq]

  • KDM Kirim Anak Nakal ke Barak Militer, Khofifah Tak Setuju Sebutan Anak Nakal!

    KDM Kirim Anak Nakal ke Barak Militer, Khofifah Tak Setuju Sebutan Anak Nakal!

    Surabaya (beritajatim.com) – Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM) kembali menjadi sorotan publik setelah kebijakannya yang tegas terhadap anak-anak nakal. Yakni, dengan mengirim mereka ke barak militer untuk mendapatkan pendidikan kedisiplinan.

    “Ojo membanding-bandingkan rek, wes toh. Ya Allah, saya itu sangat tidak setuju kalau mereka disebut anak nakal. Saya selalu bilang ‘N akal’ adalah akal yang tidak terhingga. Sampeyan kan tahu kita Jatim punya sekolah-sekolah taruna untuk memberi pendidikan karakter,” kata Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa kepada wartawan usai menerima kunjungan Mr. Kwok Fook Seng, Ambassador of the Republik Singapore di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Kamis (15/5/2025).

    Khofifah tidak mau menyebut anak nakal. Ini karena bahwa pada dasarnya seorang anak itu dilahirkan putih atau fitroh.

    “Penyebutan pun menurut saya hati-hati sekali. Anak-anak itu terlahir fitroh, yang bilang siapa, yang bilang Nabi Muhammad, Rasulullah. Tapi kemudian diberi warna A, warna B, warna C itu tanggung jawab kita semua. Kalau sekolah menguatkan karakter, kita sudah mendapatkan warisan dari zaman Gubernur Pakde Karwo, yakni SMA Taruna Nala di Malang dan SMA Taruna Angkasa di Madiun. Baru kemudian, di era saya, melanjutkan SMA Taruna Brawijaya di Kediri, SMA Taruna Bhayangkara di Banyuwangi, SMA Taruna Madani Pasurian dan sekarang ini sedang menyiapkan SMA Taruna Pamong Praja, bekerja sama dengan IPDN di Bojonegoro,” jelasnya.

    Khofifah menegaskan, melalui penguatan karakter anak diharapkan seorang anak bisa menjadi speaker nasionalisme dan speaker kebangsaan. “Jadi, melalui sekolah-sekolah taruna itu tadi. Saya dengan segala permohonan maaf, jangan lagi menyebut anak itu nakal. Mereka itu terlahir putih, suci dan fitroh,” pungkasnya. (tok/ian)

  • 40 Siswa Jalani Pembinaan di Makodim 0610/Sumedang, Dedi Mulyadi: Bukan Pendidikan Militer – Halaman all

    40 Siswa Jalani Pembinaan di Makodim 0610/Sumedang, Dedi Mulyadi: Bukan Pendidikan Militer – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyebut, sebanyak 40 siswa yang dibina di Makodim 0610/Sumedang bukan menjalani pendidikan militer.

    Menurut Dedi, pembinaan itu merupakan usaha untuk mengembalikan kedisiplinan siswa.

    Pasalnya, sejumlah metode diterapkan di dalam pembinaan tersebut, seperti tes psikologi dan kesehatan.

    “Yang punya metode bupati, ini pengelolaannya di bawah bupati dan Dandim, diawasi Danrem, Polri juga nanti mengawasi, bagaimana mereka menghilangkan kebiasaan berkendaraan di bawah umur dan gadget.” 

    “Ada tes psikologi, kesehatan, kecukupan gizi, dan lainnya sudah cukup. Ini menunjukkan kepada publik bahwa ini bukan pendidikan militer, tapi kedisiplinan agar siswa mau minum air putih, makan bergizi, mau berolahraga,” ujar Dedi di Makodim Sumedang, dilansir Tribun Jabar, Jumat (9/5/2025). 

    Selain di Sumedang, Dedi Mulyadi mengatakan, kegiatan ini terus menerus di sejumlah kabupaten/kota.

    Ia bahkan mengimbau supaya bupati dan wali kota tak gengsi untuk meniru hal serupa.

    “Terus, banyak, kemarin kan Cianjur, kemudian nanti Bekasi, Kota Bekasi, pokoknya semua daerah yang berkebutuhan.” 

    “Bupatinya jangan gengsi, nanti daerah lain sudah tertib, ini ribut geng motor,” ungkapnya.

    Harapan Orang Tua

    Orang tua berharap, anaknya yang dibina di Makodim Sumedang bisa menjadi disiplin.

    Sebagaimana diketahui, siswa SMP yang dikirim ke Makodim Sumedang merupakan mereka yang dikategorikan nakal.

    Susi (46), orang tua dua siswa SMPN 1 Cimanggung, H dan H, mengaku senang anaknya bisa masuk ke situ. 

    Saat para guru memintanya untuk menandatangani surat persetujuan, dirinya segera menandatanganinya. 

    “Bagus sekali untuk mendisiplinkan kembali anak-anak yang selama ini terdampak lingkungan dan digital.” 

    “Memengaruhi kehidupan sehari-hari. Mudah-mudahan pulang dari sini disiplin lagi,” ucapnya, Jumat.

    Susi menyebut H dan H sering bolos sekolah, kecanduan game online, dan sering begadang.

    Menurutnya, ia dan sang suami sudah jengkel mendidik keduanya.

    Oleh sebab itu, ketika ada program siswa masuk Kodim, dirinya sangat senang. 

    “Enggak apa-apa di sini kan dididik, untuk membangun pribadi yang bagus. Jelas lah dengan suami sempat putus asa karena kewalahan, dibilangin susah, itu sudah nyandu sekali dengan main gim,” ucap Susi.

    Susi pun menyampaikan dukungan dan terima kasih kepada Bupati Sumedang, Dony Ahmad Munir.

    “Semoga sukses dengan programnya dan saya sangat mendukung sekali, mudah-mudahan anak-anak sukses di masa depan,” ungkapnya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul ‘Bukan Pendidikan Militer’ kata Dedi Mulyadi soal 40 Siswa Jalani Pembinaan di Makodim 0610/Sumedang.

    (Tribunnews.com/Deni)(TribunJabar.id/Kiki Andriana)

  • 17 Siswa Bandung Barat Masih Selamat, Tak Langsung Dikirim ke Barak Militer usai Dirazia Satpol PP – Halaman all

    17 Siswa Bandung Barat Masih Selamat, Tak Langsung Dikirim ke Barak Militer usai Dirazia Satpol PP – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sebanyak 17 siswa SMP dan SMA di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) nyaris dikirim ke markas TNI untuk mengikuti program pendidikan militer gagasan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

    Pasalnya, belasan pelajar tersebut terjaring razia saat bolos sekolah oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Bandung Barat pada Kamis (8/5/2025).

    Para siswa itu terancam dikirim ke barak militer jika masih tak berubah dan mengulangi hal yang sama.

    “Kalau di lain waktu kejadian lagi, tentu bisa saja dikirim ke sana (Barak Militer),” kata Kasatpol PP Bandung Barat, Ludi Awaludin, Kamis, dilansir TribunJabar.id.

    Ludi mengatakan bahwa penjaringan pelajar bolos itu dilakukan saat Satpol PP Bandung Barat sedang melakukan penertiban terhadap anak jalanan (Anjal).

    Saat menyisir Anjal, petugas Satpol PP mendapati sejumlah pelajar yang beraktivitas di luar sekolah mulai dari nongkrong di warung hingga nongkrong di pinggir jalan. 

    “Tadi awalnya kami sedang melakukan kegiatan penertiban terhadap anak jalanan, namun dalam praktiknya juga ditemukan anak sekolah yang sedang membolos. Sehingga kita ikut amankan juga,” ungkap Ludi.

    Terdapat beragam alasan yang membuat para pelajar tersebut melakukan bolos sekolah mulai dari terlambat masuk, tidak menyukai mata pelajaran tertentu, hingga sengaja keluar sekolah sebelum jam pelajaran berakhir.

    “Alasannya macam-macam, katanya enggak suka pelajaran matematika, kemudian memang ada yang malas sekolah. Apapun alasannya hal itu tidak dibenarkan, sehingga kami amankan dan kami akan bina,” bebernya.

    Berdasarkan pemeriksaan, petugas Satpol PP tidak menemukan adanya senjata tajam (sajam) maupun obat terlarang yang dibawa oleh para pelajar yang terjaring razia.

    “Tidak ada benda-benda seperti itu, jadi murni mereka ini memang membolos saja. Kemudian kita data dan kita panggil sekolahnya supaya tidak mengulangi lagi perbuatan tersebut,” sebut Ludi.

    Beda nasib dengan para pelajar di Bandung Barat, sebanyak 19 pelajar SMA sederajat di Kabupaten Indramayu, Jabar, dikirim ke Resimen Induk Kodam (Rindam) III/Siliwangi Bandung pada Senin (5/5/2025) dini hari.

    Mereka akan mengikuti pembinaan oleh para tentara agar terbentuk karakter yang lebih disiplin.

    “Mereka merupakan ‘anak-anak hebat’ yang akan mengikuti pembinaan di barak militer,” ucap Pembina Guru BK se-Kabupaten Indramayu, Erna Setyawati Kamis, dilansir TribunJabar.id.

    Erna menyampaikan bahwa sesuai petunjuk Gubernur Dedi Mulyadi, 19 siswa tersebut tercatat kurang disiplin oleh pihak sekolah.

    Para siswa diketahui sering bolos hingga terlibat tawuran, bahkan ada juga yang sampai berurusan dengan pihak kepolisian.

    Pihak sekolah sendiri juga kewalahan dalam melakukan pembinaan dalam pembentukan karakter terhadap anak-anak tersebut.

    Erna menyebutkan bahwa 19 pelajar ini berasal dari 6 sekolah yang ada di wilayah Kabupaten Indramayu.

    Para pelajar dikirim ke barak militer sudah atas dasar izin dari pihak orang tua dan sekolah.

    “Orang tua mereka setuju dan menyambut baik. Sekolah dan pemerintah hanya membantu mengarahkan karakter anak agar menjadi baik,” jelas Erna.

    Sebagai informasi, uji coba telah dimulai dengan dikirimnya 39 siswa SMP yang dianggap nakal ke Resimen Artileri Medan 1/Sthira Yudha, Batalyon Armed 9 di Bungursari, Purwakarta, Jabar, pada Kamis (1/5/2025) lalu.

    Disusul pada Selasa (6/5/2025), sebanyak 30 siswa dari berbagai sekolah dikirim ke Batalyon Infanteri Raider 300/Braja Wijaya di Kabupaten Cianjur, Jabar, guna menjalani pembinaan oleh tentara.

    Selama mengikuti pendidikan berkarakter di markas TNI ini, para siswa juga akan didampingi psikolog dan petugas kesehatan untuk memastikan aspek emosional serta fisik mereka terjaga.

    Para siswa yang mengikuti program pendidikan militer ini pun akan tetap mendapat pendampingan dari sekolah maupun Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Jabar.

    Kriteria siswa yang dianggap bermasalah atau nakal untuk mengikuti program tersebut secara umum telah tertuang dalam Surat Edaran Gubernur Nomor: 43/PK.03.04/KESRA.

    Di antaranya sering terlibat tawuran pelajar, kecanduan bermain gim, merokok, mabuk, balapan motor, menggunakan knalpot brong, dan perilaku tidak terpuji lainnya.

    Para orang tua siswa juga akan dimintai persetujuan secara lisan, dan menandatangani surat sebagai persyaratan tertulis untuk mengikutsertakan anaknya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Belasan Pelajar Bandung Barat Bolos Sekolah Dirazia Satpol PP, Terancam Dikirim ke Barak Militer

    (Tribunnews.com/Nina Yuniar) (TribunJabar.id/Rahmat Kurniawan/Handhika Rahman)

  • Brimob sampai Kalah? Saor Siagian Blak-blakan Ungkap Momen Hercules Bikin Polisi Tak Berkutik

    Brimob sampai Kalah? Saor Siagian Blak-blakan Ungkap Momen Hercules Bikin Polisi Tak Berkutik

    GELORA.CO – Tim advokat untuk pemberantasan aksi premanisme (TUMPAS) Saor Siagian hadir dalam rapat Komisi III DPR RI membicarakan soal ormas, salah satunya GRIB Jaya yang dipimpin Rosario de Marshal atau Hercules.

    Mulanya Saor Siagian menyebutkan deretan kontroversi Hercules dan GRIB Jaya yang menurutnya telah meresahkan masyarakat.

    Saor membahas soal ancaman Hercules terhadap Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Mantan preman Tanah Abang itu sempat menyebut ancaman menggeruduk Gedung Sate dengan 50 ribu anggota ormas.

    “Saya masih ingat beberapa waktu yang lalu, pimpinan. Saudara Hercules mengatakan, ‘saya akan kerahkan 50 ribu orang ke Jawa Barat’,” kata Saor, dalam rapat Komisi III DPR RI, Rabu (7/5/2025).

    Jangankan mengancam gubernur, lanjut Saor, mantan penguasa Tanah Abang itu juga tak jarang melakukan intimidasi terhadap warga yang tidak memenuhi keinginan ormasnya.

    Salah satunya adalah ketika sebuah perusahaan yang tidak bisa memenuhi kepentingan ormas pimpinan Hercules, perusahaan itu langsung ditutup.

    “Ada viral misalnya, ketika Hercules dalam salah satu perusahaan karena tidak bisa kemudian diberikan apa kepentingannya, kemudian perusahaannya ditutup,” kata Saor.

    Menurutnya sebagai advokat, tindakan intimidasi itu sudah cukup bisa membuat GRIB Jaya ditangguhkan atatu dibekukan.

    Namun, sejauh ini ormas tersebut masih melenggang melakukan hal-hal yang mereka mau kepada masyarakat.

    “Adakah sampai detik ini kita berbicara? Jangankan dibekukan, diperingatkan pun tidak,” ujarnya.

    Bahkan, lanjut dia, penegak hukum sampai ‘tunduk’ diam di hadapan Hercules ketika melakukan tugasnya.

    Saor mencontohkan ketika ada masalah yang dihadapi seorang warga negara Indonesia di sebuah sidang dan dinilai.

    Petugas Brimob pun ada di lokasi, sekaligus sang pimpinan GRIB Jaya yaitu Hercules.

    Saat itu, pimpinan GRIB Jaya itu menyebutkan kata intimidatif namun petugas Brimob hanya terdiam.

    “Di situ ada Brimob, kemudian ada seorang warga negara Indonesia kemudian itu disidang dan dinilai, ‘saya sudah lama tidak makan orang’ (kata Hercules). Diam itu Brimob itu,” kata Saor.

    Ia pun berharap agar ormas bisa segera ditertibkan, sehingga masyarakat tak lagi merasa resah.