Tag: Dedi Mulyadi

  • Dekonstruksi Tambang Ilegal Jawa Barat: Indikasi Praktik Transaksional
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        8 Juni 2025

    Dekonstruksi Tambang Ilegal Jawa Barat: Indikasi Praktik Transaksional Regional 8 Juni 2025

    Dekonstruksi Tambang Ilegal Jawa Barat: Indikasi Praktik Transaksional
    Seorang sivitas akademik Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang menerima penghargaan dari Pimpinan KPK pada tahun 2021 sebagai Penyuluh Antikorupsi Inspiratif.
    PERISTIWA
    longsor di tambang Galian C Gunung Kuda, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, adalah tragedi ekologis sekaligus tragedi administrasi.
    Dalam kejadian memilukan tersebut, tercatat 31 orang menjadi korban, dengan 21 orang meninggal dunia, dan empat orang lainnya belum ditemukan.
    Fakta ini menjadi alarm serius bagi kita semua, bahwa tata kelola pertambangan di daerah sangat rentan disusupi maladministrasi, kelalaian prosedural, dan bahkan indikasi korupsi.
    Kepala Dinas ESDM Jawa Barat, Bambang Tirtoyuliono, menyampaikan bahwa terdapat empat perizinan yang tercatat di lokasi tambang tersebut, di antaranya milik Koperasi Pondok Pesantren Al Azhariyah dan Kopontren Al Ishlah.
    Namun, yang menjadi sorotan adalah bahwa sejak 2024, area tambang tersebut tidak lagi memiliki dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB). Artinya, kegiatan pertambangan tetap berjalan tanpa persetujuan teknis yang sah.
    Ini merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap Pasal 42 dan 43 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), yang mensyaratkan RKAB sebagai dokumen wajib untuk aktivitas operasi produksi.
    Dari sisi teknis geologi, lokasi
    tambang Gunung Kuda
    berada di zona dengan tingkat kerentanan gerakan tanah yang sangat tinggi.
    Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, menyebutkan bahwa kemiringan tebing lebih dari 45 derajat dan metode penambangan dengan teknik
    undercutting
    menjadi pemicu utama longsor.
    Hal ini diperkuat oleh analisis dari Kepala Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, Adrin Tohari, yang mengidentifikasi potensi longsoran berupa
    rock fall, rock toppling
    , dan
    rock slide
    di daerah pertambangan jenis batuan. (Harian
    Kompas
    , 31/5/2025)
    Pertanyaannya, mengapa semua risiko ini seolah tidak diantisipasi? Jawabannya bukan semata pada kekurangan sumber daya teknis, tetapi justru pada lemahnya penegakan regulasi.
    Dalam sistem perizinan tambang, aspek lingkungan dan keselamatan kerja seharusnya telah tercakup dalam dokumen AMDAL, RKAB, dan studi kelayakan yang menyeluruh. Ketiadaan atau pengabaian terhadap dokumen-dokumen tersebut adalah bentuk nyata dari maladministrasi.
    Maladministrasi bukan sekadar kelalaian administratif. Ia sering menjadi pintu masuk dari praktik korupsi yang lebih sistemik.
    Dalam konteks tambang Gunung Kuda, fakta bahwa peringatan sudah diberikan, tapi aktivitas terus berjalan menunjukkan kemungkinan adanya “pembiaran yang disengaja”.
    Bahkan, jika saya menganalisis lebih dalam lagi, aktivitas tambang yang tetap beroperasi tanpa dokumen RKAB dan tidak ditindak oleh instansi pengawas, maka logikanya adalah terdapat dugaan kompensasi atau relasi transaksional yang tidak terlihat secara kasat mata.
    Sekali lagi, saya perlu tekankan ada dugaan relasi transaksional yang tidak terlihat secara kasat mata.
    Ini yang menjadi dasar kuat untuk menduga bahwa telah terjadi pelanggaran dalam bentuk gratifikasi atau suap, sebagaimana diatur dalam Pasal 12B atau pasal 6 ayat (1) UU Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
    Lebih jauh lagi, jika kerugian negara dan korban jiwa bisa dikaitkan secara kausal dengan pembiaran tersebut, maka Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor tentang memperkaya diri atau orang lain secara melawan hukum dengan merugikan keuangan negara, juga dapat diterapkan.
    Sudah saatnya pemberantasan korupsi di sektor sumber daya alam tidak hanya berorientasi pada nominal kerugian negara, tetapi juga pada penyalahgunaan kewenangan.
    Mengacu pada definisi World Bank (2020), korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan publik untuk keuntungan pribadi.
    Maka jika seorang pejabat dengan sadar membiarkan
    tambang ilegal
    beroperasi, dan akibatnya menyebabkan kematian warga serta kerusakan lingkungan, maka ia telah melakukan korupsi, bahkan meski tidak ada transaksi uang tunai.
    Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, telah menjatuhkan sanksi administratif berupa pencabutan IUP berdasarkan SK Gubernur No. 4056/KUKM.02.04.03/PEREK tertanggal 30 Mei 2025.
    Langkah ini penting, tapi harus dilanjutkan dengan langkah represif oleh aparat penegak hukum.
    Dalam hal ini, penegakan dapat dilakukan melalui: UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, untuk menjerat pelaku yang menyebabkan pencemaran atau kerusakan lingkungan; UU Ketenagakerjaan, pengabaian keselamatan kerja; Pasal 359 KUHP, untuk menjerat pelaku yang karena kelalaiannya menyebabkan hilangnya nyawa orang lain; hingga kemungkinan jeratan pasal UU Tipikor.
    Kini saatnya kita berhenti menyederhanakan masalah hanya pada sentralisasi atau desentralisasi izin tambang.
    Diskursus antara pusat dan daerah selama ini kerap gagal menangkap akar masalah yang lebih dalam: pembiaran sistemik dan absennya pengawasan yang ketat.
    Kebijakan tidak cukup hanya diatur siapa yang berwenang memberi izin, tetapi bagaimana mencegah penyimpangan dalam prosesnya.
    Korupsi di sektor pertambangan hari ini bukan sekadar korupsi uang negara, tetapi kebijakan yang koruptif yang terselubung dalam regulasi dan kelonggaran sistem.
     
    Bahkan, praktik “backing-membacking” dari oknum aparat penegak hukum yang tidak pernah diputus menjadi relasi transaksional yang tidak kasat mata, tapi nyata terasa.
    Mereka menyulap tambang ilegal menjadi seolah-olah legal, mengaburkan jejaknya melalui struktur administratif yang berlapis dan kolutif.
    Pemerintah perlu segera merombak pendekatan hukum dalam sektor pertambangan. Penegakan hukum harus lebih berani menyasar pelanggaran prosedur sebagai pintu masuk pembuktian korupsi.
    Tidak perlu menunggu aliran dana haram muncul dalam rekening tersangka, perlu membuktikan ada penyalahgunaan kewenangan yang disengaja, maka tindakan koruptif sudah dapat dibongkar.
    Selain itu, Kementerian ESDM harus berani melakukan refleksi dan evaluasi menyeluruh terhadap regulasi-regulasi yang memberi ruang kompromi moral dalam praktik tambang.
    Ada terlalu banyak peraturan teknis yang multitafsir, celah koordinasi antar-instansi yang lemah, hingga prosedur perizinan yang justru menumpuk ketidakpastian hukum.
    Korupsi yang terselubung dalam aturan ini jauh lebih berbahaya karena menciptakan sistem yang menormalisasi penyimpangan.
    Bung Hatta pernah berpesan, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Tapi perjuangan kalian akan lebih berat, karena melawan bangsa sendiri”.
    Pertanyaannya kini: siapa yang sedang kita lawan hari ini? Korporasi rakus? Oknum penegak hukum? Pejabat korup? Atau sistem yang sengaja dibuat pincang demi kepentingan pribadi?
    Saatnya kita bertanya pada diri: apa yang sudah saya berikan untuk bangsa ini? Karena kalau kita diam, bukan hanya tanah yang digali, tapi juga harga diri bangsa ini yang ikut terkubur.
    Mari kita suarakan desakan, bukan sekadar pada pemutusan izin, tetapi pada perubahan menyeluruh—agar tragedi seperti di Gunung Kuda tidak menjadi rutinitas kematian yang dianggap biasa.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dedi Mulyadi ke Geng Motor Cirebon: Mau Dipenjara atau Dipesantrenkan?
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        7 Juni 2025

    Dedi Mulyadi ke Geng Motor Cirebon: Mau Dipenjara atau Dipesantrenkan? Bandung 7 Juni 2025

    Dedi Mulyadi ke Geng Motor Cirebon: Mau Dipenjara atau Dipesantrenkan?
    Editor
    KOMPAS.com
    – Gubernur
    Jawa Barat
    ,
    Dedi Mulyadi
    , kembali menunjukkan pendekatan unik dan humanis dalam menangani persoalan sosial.
    Kali ini, ia mengunjungi Markas Polres
    Cirebon
    Kota untuk bertemu langsung dengan sejumlah anggota
    geng motor
    yang sebelumnya meresahkan warga dan merusak rumah di Blok Tumaritis, Kecamatan Weru, Cirebon.
    Didampingi Kapolres Cirebon Kota, Kombes Sumarni, Dedi mendatangi para pelaku yang sudah diamankan polisi, Sabtu malam (7/6/2025).
    Dalam pertemuan yang diunggah di kanal Youtube Kang Dedi Mulyadi Channel, Dedi berdialog langsung dengan mereka yang terlibat, termasuk menanyai alasan mereka melakukan aksi pelemparan rumah.
    “Awalnya janjian berkelahi jam 3 subuh lewat Instagram,” ungkap salah satu pelaku yang masih berusia 20 tahun.
    Menanggapi hal itu, Dedi bertanya, “Kamu arahnya gimana sekarang? Mau ditahan? Mau disel (dipenjara)? Karena kamu sudah dewasa.”
    Saat pelaku mengaku tak ingin dipenjara, Dedi menimpali dengan nada tenang namun tegas, “Disel saja ya, daripada keluar bikin susah. Lempar rumah orang.”
    Tak hanya memberi peringatan, Dedi juga mengajak para pelaku memilih jalan hidup yang lebih baik. Ia menawarkan dua pilihan: dibawa ke pengadilan atau dipesantrenkan.
    “Mau dipesantrenkan atau di pengadilan (penjara)? Kalau mau pesantren, bisa dibawa ke pesantren milik Bu Kapolresta (Kapolresta Kombes Sumarni),” katanya, sambil mengusap rambut pelaku dengan gaya khasnya yang akrab namun mendidik.
    Lebih lanjut, Dedi juga menawarkan kesempatan kerja kepada pelaku.
    “Tapi kamu latihan dulu sama Bu Kapolres. Kalau kamu sudah bener, jadi petugas kebersihan di Pasar Trusmi. Tapi latihan dulu.”
    Tak hanya bertemu pelaku, Dedi juga menyempatkan diri mengunjungi rumah korban pelemparan geng motor.
    Ia melihat langsung kondisi rumah yang sebelumnya rusak akibat aksi brutal tersebut.
    Kapolresta Cirebon diketahui sudah mengganti kaca rumah yang pecah, sementara Dedi menambahkan bantuan tunai.
    Ia memberikan Rp 2,5 juta untuk pengecatan rumah, serta Rp 5 juta untuk pembangunan toilet bagi rumah korban.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Orangtua Korban Perundungan SDN Pondok Gede Bekasi Kecewa dengan Sikap Sekolah
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        7 Juni 2025

    Orangtua Korban Perundungan SDN Pondok Gede Bekasi Kecewa dengan Sikap Sekolah Megapolitan 7 Juni 2025

    Orangtua Korban Perundungan SDN Pondok Gede Bekasi Kecewa dengan Sikap Sekolah
    Tim Redaksi
    BEKASI, KOMPAS.com –
    Orangtua siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) Pondok Gede, Kota Bekasi, yang menjadi korban
    perundungan
    , menyayangkan sikap pihak sekolah yang terkesan berpihak kepada terduga pelaku.
    Ibu korban, yang berinisial A, mengungkapkan sebelum ia memutuskan untuk membuka kasus putranya ke publik, pihak sekolah tidak menunjukkan perhatian yang cukup terhadap anaknya.
    “Setelah itu baru mau menemui, sebelumnya justru menemui pelaku, tapi sekarang juga enggak komunikatif,” ujar A kepada
    Kompas.com
    , Sabtu (7/6/2025).
    A juga mengungkapkan bahwa pihak sekolah kurang peka terhadap kondisi korban dan keluarganya.
    Bahkan, pihak sekolah sempat menawarkan penyelesaian kasus secara kekeluargaan, meskipun tawaran tersebut akhirnya diterima oleh keluarga korban.
    “Untuk biaya saya tanggung, tapi kami minta keadilannya,” tegas A.
    Terkait sanksi yang diberikan, A menjelaskan, pelaku utama perundungan telah dipindahkan ke sekolah lain. Sedangkan tiga pelaku lainnya hanya dipindahkan ke kelas yang berbeda, atas permintaan dirinya.
    “Kalau pelaku utamanya itu pindah sekolah, tiganya masih bertahan, hanya pindah kelas, itu pun atas permintaan saya,” kata A.
    Kini, A berharap Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi turun tangan untuk menyelesaikan kasus ini, mengingat putranya mengalami trauma mendalam akibat dirundung dan dipalak oleh para pelaku.
    “Kami berharap
    Pemkot Bekasi
    turun tangan, dan saya sudah DM Pak Wali (Tri Adhianto) dan Pak Gubernur (Dedi Mulyadi),” imbuh A.
    Menanggapi hal tersebut, Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, langsung menawarkan bantuan hukum kepada keluarga korban.
    Tri juga meminta Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Bekasi untuk memberikan pendampingan terhadap korban.
    “KPAD juga sudah saya minta turun untuk memberikan pendampingan dan edukasi. Kami juga sudah menawarkan pendampingan hukum kepada keluarga korban,” kata Tri.
    Tri berjanji akan mengerahkan tim psikolog untuk membantu memulihkan mental korban. Proses pemulihan ini direncanakan berlangsung lebih dari 15 sesi pertemuan, mengingat usia korban yang masih di bawah umur.
    “Kami akan melakukan pendampingan psikologis terhadap korban dan pelaku agar dapat menumbuhkan rasa percaya diri serta menghilangkan trauma,” ujar Tri.
    “Karena di bawah umur, maka pemulihan mental tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat, perlu lebih dari 15 kali pertemuan,” tambahnya.
    Sebelumnya, diberitakan bahwa seorang siswa
    SDN Pondok Gede
    , Kota Bekasi, menjadi korban perundungan oleh empat temannya di sebuah ruang kelas pada Jumat (16/5/2025).
    Akibat perundungan tersebut, korban yang berusia 10 tahun mengalami memar di beberapa bagian tubuh dan pergeseran tulang di bagian pundak.
    “Pinggang memar biru, di paha (memar), diagnosa dokter di bagian pundak ada pergeseran di tulang akibat pukulan oleh tersangka,” ujar A.
    A menjelaskan, peristiwa tersebut berawal ketika ia mengingatkan putranya untuk menjauhi teman-teman yang kerap memalak pada 15 Mei 2025.
    Keesokan harinya, korban menuruti saran ibunya dengan menolak ajakan keempat temannya untuk bertemu.
    Penolakan itu membuat para pelaku marah. Salah satu dari mereka langsung menampar korban.
    Dalam kondisi ketakutan, korban dibawa oleh keempat pelaku ke ruang kelas di lantai atas sekolah. Setibanya di sana, dua pelaku mengunci pintu, sementara dua lainnya melakukan kekerasan kepada korban.
    “Ada dua orang yang mukul di kelas itu,” kata A.
    Setelah kejadian, korban melapor kepada orang tuanya, dan A langsung mengadukan hal tersebut kepada pihak sekolah.
    Pihak sekolah kemudian memfasilitasi mediasi antara keluarga korban dan para pelaku, yang menghasilkan kesepakatan untuk menyelesaikan masalah secara kekeluargaan. Keluarga pelaku juga berjanji untuk membiayai pengobatan korban.
    Namun, beberapa hari setelah mediasi, A mengaku kecewa karena janji tersebut tidak ditepati.
    Hingga kini, biaya pengobatan anaknya yang mencapai sekitar Rp 400.000-Rp 500.000, belum juga dibayarkan, ditambah biaya ortopedi.
    A berharap keluarga pelaku bertanggung jawab atas seluruh biaya pengobatan anaknya.
    “Ini hanya perlu terapi biar tulangnya itu balik ke semula lagi karena dia masih kecil kan, intinya mau ada tanggung jawab,” imbuh A.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pelaku Utama Perundungan Siswa SD di Bekasi Pindah Sekolah
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        7 Juni 2025

    Pelaku Utama Perundungan Siswa SD di Bekasi Pindah Sekolah Megapolitan 7 Juni 2025

    Pelaku Utama Perundungan Siswa SD di Bekasi Pindah Sekolah
    Tim Redaksi
    BEKASI, KOMPAS.com –
    Terduga pelaku utama perundungan terhadap seorang siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Pondok Gede, Kota Bekasi, dilaporkan telah pindah sekolah.
    Sementara itu, tiga pelaku lainnya hanya disanksi pindah kelas, dan seluruh terduga pelaku merupakan teman satu kelas korban.
    “Pelaku utamanya sudah pindah sekolah, sementara tiga lainnya masih bertahan namun dipindah kelas, itu pun atas permintaan saya,” kata ibu korban yang berinisial A, Sabtu (7/6/2025).
    A mengungkapkan kekecewaannya terhadap sikap pihak sekolah yang dianggap berpihak pada para pelaku.
    Sebelum kasus ini dibawa ke publik, A merasa pihak sekolah tidak menunjukkan kepedulian terhadap anaknya.
    “Setelah itu baru mau menemui. Sebelumnya justru menemui pelaku, tapi sekarang juga enggak komunikatif,” keluhnya.
    Menurut A, pihak sekolah juga dianggap tidak peka terhadap kondisi korban dan keluarganya.
    Bahkan, pihak sekolah sempat menawarkan penyelesaian kasus secara kekeluargaan meskipun akhirnya tawaran tersebut diterima oleh keluarga korban.
    “Untuk biaya saya tanggung, tapi kami minta keadilannya,” tegasnya.
    Kini, A berharap Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi turun tangan untuk menyelesaikan kasus ini, terutama karena putranya kini menghadapi trauma mendalam akibat perundungan dan pemalakan yang dilakukan oleh para pelaku.
    “Kami berharap Pemkot Bekasi turun tangan, dan saya sudah DM Pak Wali (Tri Adhianto) dan Pak Gubernur (Dedi Mulyadi),” imbuhnya.
    Menanggapi hal ini, Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, langsung menawarkan bantuan hukum kepada keluarga korban.
    Tri juga meminta Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Bekasi untuk turun tangan memberikan pendampingan dan edukasi kepada korban.
    “KPAD juga sudah saya minta turun untuk memberikan pendampingan dan edukasi. Kami juga sudah menawarkan pendampingan hukum kepada keluarga korban,” kata Tri.
    Tri juga berjanji akan menerjunkan tim psikolog untuk membantu memulihkan mental korban dan pelaku.
    “Kami akan melakukan pendampingan psikologis terhadap korban dan pelaku agar dapat menumbuhkan rasa percaya diri serta menghilangkan trauma,” ujar Tri.
    Proses pemulihan mental ini direncanakan akan berlangsung lebih dari 15 sesi pertemuan, mengingat usia para pelaku dan korban yang masih di bawah umur.
    “Karena di bawah umur, maka pemulihan mental tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat, perlu lebih dari 15 kali pertemuan,” tambahnya.
    Sebelumnya diberitakan, seorang siswa SDN di Pondok Gede, Kota Bekasi, diduga menjadi korban perundungan oleh empat temannya di sebuah ruang kelas pada Jumat (16/5/2025).
    Akibat kejadian tersebut, korban yang berusia 10 tahun mengalami memar di beberapa bagian tubuh dan pergeseran tulang di bagian pundak.
    “Pinggang memar biru, di paha (memar), diagnosa dokter di bagian pundak ada pergeseran di tulang akibat pukulan oleh tersangka,” ujar ibu korban, A, saat dikonfirmasi.
    A menjelaskan, peristiwa ini bermula ketika ia mengingatkan putranya untuk menjauhi teman-teman yang sering memalak pada 15 Mei 2025.
    Keesokan harinya, korban menuruti saran ibunya dengan menolak ajakan empat temannya untuk bertemu. Penolakan itu membuat para pelaku marah. Salah satu dari mereka pun langsung menampar korban.
    Dalam kondisi ketakutan, korban kemudian dibawa oleh keempat pelaku ke sebuah ruang kelas di lantai atas sekolah. Setibanya di sana, dua pelaku mengunci pintu, sementara dua lainnya melakukan kekerasan terhadap korban.
    “Ada dua orang yang mukul di kelas itu,” kata A.
    Setelah kejadian tersebut, korban segera melapor kepada orang tuanya, dan ibu korban pun langsung mengadukan hal tersebut kepada pihak sekolah. Pihak sekolah kemudian memfasilitasi mediasi antara keluarga korban dan para pelaku.
    Hasil dari mediasi menyatakan bahwa masalah akan diselesaikan secara kekeluargaan. Keluarga pelaku juga berjanji untuk membiayai pengobatan korban.
    Namun, beberapa hari setelah mediasi, A mengaku kecewa karena janji tersebut tidak ditepati. Hingga kini, biaya pengobatan anaknya belum dibayarkan.
    “Belum terbayar itu sekitar Rp 400.000-Rp 500.000 dan itu belum biaya ortopedi,” ujarnya.
    A berharap keluarga pelaku bertanggung jawab untuk menanggung seluruh biaya pengobatan anaknya.
    “Ini hanya perlu terapi biar tulangnya itu balik ke semula lagi karena dia masih kecil kan, intinya mau ada tanggung jawab,” imbuhnya.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 10
                    
                        Dilaporkan ke Polisi soal Barak Militer, Dedi Mulyadi: Nggak Usah Ditanggapi Emosi
                        Bandung

    10 Dilaporkan ke Polisi soal Barak Militer, Dedi Mulyadi: Nggak Usah Ditanggapi Emosi Bandung

    Dilaporkan ke Polisi soal Barak Militer, Dedi Mulyadi: Nggak Usah Ditanggapi Emosi
    Editor
    KOMPAS.com
    – Gubernur
    Jawa Barat

    Dedi Mulyadi
    menanggapi santai laporan yang ditujukan kepadanya oleh seorang warga Babelan, Kabupaten Bekasi, atas program
    barak militer
    pelajar yang digagasnya.
    Dedi menilai segala kritik, termasuk pelaporan ke Bareskrim Polri, merupakan bagian dari dinamika demokrasi dan tidak perlu dihadapi dengan emosi.
    “Saya sampaikan ya pada semuanya, berbagai upaya yang diarahkan pada diri saya — baik kritik, saran, bully, nyinyir, atau upaya untuk mempidanakan diri saya — enggak usah ditanggapi dengan emosi. Kita hadapi dengan rileks saja,” ujar Dedi dalam video yang diunggah di media sosial dan dikonfirmasi ulang
    Kompas.com
    , Sabtu (7/6/2025).
    Dedi meyakini bahwa program yang ia jalankan merupakan bagian dari upaya mencintai rakyat Jawa Barat, khususnya generasi muda. Ia ingin mencetak anak-anak muda yang unggul di berbagai bidang.
    “Saya meyakini apa yang dilakukan adalah upaya mencintai seluruh rakyat Jawa Barat dan generasi mudanya. Karena saya ingin warga Jabar ke depan menjadi anak-anak hebat — menguasai teknologi, industri, pertanian, peternakan, perikanan, kelautan, kewirausahaan dan seluruh profesi lainnya,” ucapnya.
    Sebelumnya, seorang warga bernama Adhel Setiawan mengadukan Dedi Mulyadi ke Bareskrim Polri, Kamis (5/6/2025).
    Ia mempermasalahkan program barak militer pelajar yang dinilai melibatkan anak-anak dalam kegiatan berbau militer, yang menurutnya melanggar Pasal 76H Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
    “Di Pasal 76 itu kan melarang anak-anak dilibatkan dengan urusan yang berbau militer. Baik langsung maupun tidak langsung,” kata Adhel kepada
    Kompas.com
    , Sabtu (7/6/2025).
    Adhel mengaku memiliki legal standing sebagai orang tua siswa yang bersekolah di Jawa Barat.
    Ia juga menyebutkan bahwa program tersebut tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan sebelumnya telah melaporkan Dedi ke Komnas HAM karena dianggap melanggar hak anak.
    Meski demikian, Dedi Mulyadi menegaskan bahwa program barak militer pelajar bertujuan membentuk karakter dan kedisiplinan generasi muda, bukan untuk tujuan militerisasi.
    “Itu harus dibentuk dengan watak dan sistem yang hebat,” tegasnya.
    Saat ini, belum ada pernyataan resmi dari Bareskrim terkait tindak lanjut dari pengaduan tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Warga Bekasi Adukan Dedi Mulyadi ke Polisi Terkait Program Barak Militer
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        7 Juni 2025

    Warga Bekasi Adukan Dedi Mulyadi ke Polisi Terkait Program Barak Militer Megapolitan 7 Juni 2025

    Warga Bekasi Adukan Dedi Mulyadi ke Polisi Terkait Program Barak Militer
    Tim Redaksi
    BEKASI, KOMPAS.com
    – Seorang warga Babelan, Kabupaten Bekasi, Adhel Setiawan mengadukan Gubernur Jawa Barat
    Dedi Mulyadi
    ke Bareskrim Polri pada Kamis (5/6/2025).
    Langkah pengaduan masyarakat (dumas) menyasar program barak militer pelajar yang digagas Dedi.
    “Kemarin diterima, bentuknya bukan laporan polisi (LP), tapi pengaduan masyarakat,” kata Adhel kepada
    Kompas.com
    , Sabtu (7/6/2025).
    Dalam pengaduan ini, Adhel turut menyerahkan sejumlah barang bukti mencakup tangkapan layar kaca berita kegiatan barak militer pelajar.
    Kemudian, Surat Edaran Nomor 43/PK.03.04/Kesra tentang 9 Langkah Pembangunan Pendidikan Jawa Barat Menuju Terwujudnya Gapura Panca Waluya serta surat kerja sama antara Dedi dan TNI Angkatan Darat
    Adhel juga mengeklaim mempunyai
    legal standing
    dalam upaya hukum terhadap program Dedi.

    Legal standing
    saya juga sebagai orangtua yang anaknya sekolah di Jawa Barat,” ujar Adhel.
    Adhel menjelaskan, alasannya mengadukan Dedi Mulyadi ke Bareskrim karena program barak militer pelajar diduga melanggar Pasal 76H Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
    “Di Pasal 76 itu kan melarang anak-anak dilibatkan dengan urusan yang berbau-bau militer, baik langsung maupun tidak langsung,” ungkap Adhel.
    Adhel menegaskan, pengaduan ini bukan bentuk serangan terhadap personal Dedi Mulyadi.
    Namun, karena dia menilai program barak militer yang digagas Dedi Mulyadi tak mempunyai dasar hukum yang jelas.
    “Saya ingin program barak militer ini dihentikan karena salah satunya itu enggak ada payung hukumnya. Indonesia ini kan negara hukum, harusnya segala tindakan aparatur pemerintah itu harus ada dasar hukumnya,” imbuh dia.
    Sebelumnya, Adhel juga telah melaporkan Dedi ke Komnas HAM terkait program yang sama pada Kamis (8/5/2025).
    Dedi dilaporkan karena dianggap melanggar HAM dengan menempatkan anak sebagai obyek di lingkungan militer.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dugaan Pungli yang Berujung Kepsek SMAN 9 Tambun Selatan Dinonaktifkan Dedi Mulyadi
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        7 Juni 2025

    Dugaan Pungli yang Berujung Kepsek SMAN 9 Tambun Selatan Dinonaktifkan Dedi Mulyadi Megapolitan 7 Juni 2025

    Dugaan Pungli yang Berujung Kepsek SMAN 9 Tambun Selatan Dinonaktifkan Dedi Mulyadi
    Tim Redaksi
    BEKASI, KOMPAS.com
    – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menonaktifkan Kepala SMAN 9 Tambun Selatan, Kurniawati, setelah didemo ratusan pelajarnya pada Selasa (3/6/2025).
    Para siswa memprotes terkait dugaan tanda tangan pengadaan snack fiktif sejumlah kegiatan sekolah.
    Para pelajar juga mempersoalkan dugaan pungutan liar berkedok sumbangan pembangunan gedung sekolah dan pembelian
    air conditioner
    (AC) atau alat pendingin ruangan mushala yang hingga kini tak tampak hasilnya.
    Penonaktifan Kurniawati agar audit yang dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat terhadap keuangan sekolah berjalan transparan.
    Humas SMAN 9 Tambun Selatan, Sahri Ramadan membenarkan bahwa Kurniawati dinonatifkan Dedi setelah didemo pelajarnya.
    “Iya betul dinonaktifkan Bapak Gubernur, hanya saja saya tidak tahu kapan persisnya,” kata Sahri saat dihubungi Kompas.com, Kamis (5/6/2025).
    Sahri juga membenarkan bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat tengah melakukan audit pasca-aspirasi pelajar mencuat ke publik.
    “Tapi untuk audit itu benar,” ungkap Sahri.
    Saat ini, sejumlah guru SMAN 9 Tambun Selatan tengah dipanggil Kantor Cabang Dinas (KCD) Wilayah III Jawa Barat untuk dimintai keterangan perihal masalah internal sekolah mereka.
    Selain itu, internal sekolah juga tengah membahas pengganti sementara posisi Kurniawati setelah dinonaktifkan Dedi.
    “Sedang dibahas di internal,” ucap dia.
    Kegiatan akademik SMAN 9 Tambun Selatan dipastikan tetap berjalan normal pasca-kepala sekolah dinonaktifkan Dedi.
    “Tidak terganggu, tetap berjalan normal seperti biasanya,” ujar Sahri.
    Sahri juga mengungkapkan bahwa kepala sekolah sudah dua hari tak masuk ke kantor, tepat sehari setelah didemo ratusan pelajarnya.
    Kurniawati disebut tak masuk ke kantor tanpa pemberitahuan ke pimpinan sekolah lainnya.
    “Iya tanpa pemberitahuan,” ungkap Sahri.
    Sahri juga menuturkan bahwa tidak ada intimidasi terhadap pelajar yang melancarkan aksi demonstrasi terhadap Kurniawati.
    Ia memastikan bahwa SMAN 9 Tambun Selatan secara kelembagaan menjamin kebebasan berpendapat para pelajar untuk menyuarakan aspirasinya.
    “Tidak ada intimidasi sama sekali atau ancaman lainnya, sekolah menjamin kebebasan berpendapat para peserta didik,” imbuh dia.
    Sementara itu, para pelajar SMAN 9 Tambun Selatan merayakan keputusan Dedi yang menonaktifkan kepala sekolahnya.
    “Iya saya senang, teman-teman juga merespons riang gembira, enggak sampai sujud syukur,” ujar seorang pelajar SMAN 9 Tambun Selatan, Dirham (nama samaran) kepada Kompas.com.
    Dirhman mengatakan, kepemimpinan Kurniawati selama ini kurang baik saat menjabat sebagai kepala sekolah.
    Para siswa selama ini juga kerap menyampaikan masukan untuk membenahi permasalahan internal sekolah, tetapi saran tersebut tak pernah dilaksanakan Kurniawati.
    “Masukan didengar, tapi tidak dilaksanakan,” ujar Dirham.
    Setelah dinonaktifkan, Dirham berharap Kurniawati segera diganti dengan kepala sekolah yang baru.
    “Iya berharap semoga kepala sekolahnya yang lebih baik,” imbuh dia.
    Humas SMAN 9 Tambun Selatan, Sahri Ramadan mengakui adanya permintaan sumbangan dana pembangunan gedung sekolah.
    “Memang ada sumbangan akademik dan non-akademik. Tapi itu sifatnya tidak wajib bagi siapa saja yang ingin menyumbang,” kata Sahri, Selasa (3/6/2025).
    Sahri mengeklaim dana sumbangan tersebut sudah sesuai kesepakatan.
    Selain itu, dana sumbangan tersebut juga tidak dibatasi besarannya.
    “Kami tidak pernah membatasi dalam satu tahun ini sekian. Jadi kesanggupan orang tua saja begitu,” ujar dia.
    Ia menyatakan persoalan dana sumbangan ini menjadi pembelajaran internal sekolah. Sahri berjanji sekolahnya akan mengevaluasi kegiatan permintaan dana sumbangan tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KDM Majukan Jam Masuk Sekolah, Ini 4 Risiko untuk Kesehatan Anak

    KDM Majukan Jam Masuk Sekolah, Ini 4 Risiko untuk Kesehatan Anak

    Jakarta, Beritasatu.com – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi atau KDM membuat kebijakan memajukan jam masuk sekolah bagi siswa pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga sekolah menengah atas (SMA) menjadi pukul 06.30 WIB. Ditinjau dari kesehatan, ada efek samping yang mengintai kesehatan anak jika masuk sekolah terlalu pagi.

    Kebijakan KDM ini, dinilai membuat waktu tidur para pelajar berkurang karena  bangun lebih pagi untuk berangkat sekolah.

    “Kasihan juga ya sama anak-anak, karena anak-anak terkadang tidur terlalu larut malam, terus pagi-pagi kadang susah bangun juga. Bisa kelelahan juga sampai di sekolah,” kata Yuyun, seorang warga Jawa Barat menanggapi aturan siswa masuk sekolah lebih pagi, Rabu (4/6/2025).

    Para peneliti tidur menemukan sebagian besar anak, remaja hingga orang dewasa membutuhkan lebih dari 9 jam waktu tidur. Meskipun sebagian orang berpikir tubuh dan otaknya sudah terbiasa  waktu tidur yang lebih sedikit, tetapi otak dan tubuh tidak akan bekerja dengan baik jika kurang tidur.

    Berikut empat efek samping yang mengintai kesehatan anak jika masuk sekolah terlalu pagi, dikutip dari National Center for Health Research, Jumat (6/6/2025).

    1. Kemampuan belajar berkurang: Selain mengantuk selama di kelas, siswa yang tidak mendapat waktu tidur selama 8-9 jam lebih sulit berkonsentrasi di kelas dan kemampuan otak untuk mengingat apa yang dibaca atau didengar menjadi terganggu.

    2. Konsumsi kafein berlebihan: Anak usia remaja mengonsumsi kafein, nikotin, dan stimulan lain agar tidak mudah mengantuk. Semakin banyak digunakan, semakin membuat waktu tidur berkurang. Mengakibatkan tubuh anak semakin lelah ketika harus bangun berangkat sekolah di pagi hari.

  • Ini Reaksi Farhan Setelah Piala Presiden 2025 Batal Digelar di Stadion GBLA Imbas Rumput Lapangan Rusak
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        6 Juni 2025

    Ini Reaksi Farhan Setelah Piala Presiden 2025 Batal Digelar di Stadion GBLA Imbas Rumput Lapangan Rusak Bandung 6 Juni 2025

    Ini Reaksi Farhan Setelah Piala Presiden 2025 Batal Digelar di Stadion GBLA Imbas Rumput Lapangan Rusak
    Editor
    BANDUNG, KOMPAS.com
    – Wali Kota Bandung, Muhammad
    Farhan
    , buka suara terkait pelaksanaan
    Piala Presiden 2025
    yang batal digelar Stadion
    Gelora Bandung Lautan Api
    (GBLA), tetapi digelar di Stadion Si Jalak Harupat.
    Seperti diketahui, keputusan tersebut diambil Ketua Steering Committee (SC) Piala Presiden 2025, Maruarar Sirait karena Stadion GBLA kondisinya tidak layak digunakan alias rusak imbas perayaan juara beberapa waktu lalu.
    “Piala Presiden (batal digelar di Stadion GBLA) kita mah senang-senang saja, kan masih sama-sama Bandung (kabupaten),” ujarnya saat ditemui di Masjid Al-Ukhuwwah, Jalan Westukencana, Jumat (6/6/2025).
    Menurut Farhan, batalnya Stadion GBLA jadi venue Piala Presiden tahun 2025, artinya ada kesempatan untuk memperbaiki rumput stadion yang rusak dengan maksimal.
    “Saya kira hal yang baik juga diselenggarakan di Jalak Harupat, karena jadi beban GBLA, gak sedikit-sedikit GBLA, kembali ke memori Jalak Harupat,” kata Farhan.
    Di mana pun stadionnya, Farhan yakin Persib Bandung bisa meraih hasil yang maksimal dan turnamen pra musim tersebut bisa dijadikan momen untuk uji coba tim.
    “Peluang Persib, harus menjadikan momen ini sebagai momen untuk menguji coba tim dan skema baru yang akan dibangun oleh Bojan. Kita lihat saja lah, saya tidak ahli strategi sepak bola, tapi bobotoh pengennya menang terus,” ucapnya.
    Keputusan tersebut diambil Maruarar, setelah dirinya bersama Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi dan sejumlah pihak terkait, meninjau langsung kondisi GBLA dan melakukan koordinasi intensif dengan pihak pengelola.
    “Tadi kami sudah tanya sama yang bertanggung jawab soal stadion. Untuk soal rumput, dia bilang baru bisa memperbaiki itu kurang lebih 2 bulan. Berarti kita putuskan tidak bisa di GBLA,” kata Maruarar.
    Dengan adanya keputusan tersebut, Maruarar langsung menghubungi Ketua Umum PSSI, Erick Thohir untuk mengusulkan alternatif terbaik. Di mana Stadion Si Jalak Harupat dipilihnya sebagai venue utama Piala Presiden.
    Berbeda dengan GBLA, kondisi Stadion Si Jalak Harupat dinilai sangat memadai dan siap digunakan. Selain rumput lapangan yang baik, aspek pencahayaan hingga kelayakan keamanan juga mendapat penilaian positif.
    Lebih lanjut, kondisi rumput di Stadion Si Jalak Harupat menurutnya sudah sangat baik dan memenuhi standar pertandingan, bahkan ia sempat mencoba sendiri permukaan lapangan.
    “Belum memungkinkan (GBLA), tadi saya cek rumputnya masih perlu waktu. Kalau ini sudah tumbuh. Ini sudah bagus sekali. Lampunya juga ini sudah. Bagus sekali. Saya juga jatuh barusan engga sakit, padahal lumayan loh 108 kilo. Jadi saya lihat empuk dan yang penting tidak rusak,” ucapnya.
    Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul
    Reaksi Farhan Setelah Piala Presiden 2025 Batal Digelar di Stadion GBLA, Imbas Rumput Lapangan Rusak
    .
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Warga Bekasi Adukan Dedi Mulyadi ke Polisi Terkait Program Barak Militer
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        7 Juni 2025

    Amnesty Sebut Kebijakan Jam Malam Dedi Mulyadi Bertentangan dengan Konvensi PBB Nasional 5 Juni 2025

    Amnesty Sebut Kebijakan Jam Malam Dedi Mulyadi Bertentangan dengan Konvensi PBB
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia,
    Usman Hamid
    , mengatakan, kebijakan jam malam untuk siswa yang diterapkan Gubernur Jawa Barat,
    Dedi Mulyadi
    , bertentangan dengan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang hak-
    hak anak
    .
    “Kebijakan ini juga bertentangan langsung dengan Konvensi PBB tentang Hak-
    Hak Anak
    , yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990,” kata Usman dalam keterangan pers, Kamis (5/6/2025).
    Dia mengatakan, pendisiplinan anak bukan alasan yang sah secara hukum untuk memberlakukan pembatasan hak kebebasan pribadi anak-anak.
    Karena penerapan jam malam untuk anak akan menimbulkan diskriminasi dan stigma negatif bagi anak-anak yang masih beraktivitas di malam hari.
    “Alih-alih melindungi anak-anak, penerapan jam malam terhadap anak-anak, namun tidak terhadap kelompok usia lain, menunjukkan perlakuan yang tidak setara dan menciptakan stigma negatif bagi anak-anak yang berada di luar rumah pada malam hari,” tuturnya.
    Aktivis Hak Asasi Manusia ini juga menyebut, ancaman pengiriman bagi pelajar yang melanggar jam malam ke barak militer untuk “dibina” berpotensi menimbulkan trauma dan ketakutan bagi anak yang berdampak pada kondisi psikis dan fisik mereka.
    Sebab itu, dia meminta agar Dedi Mulyadi mencabut kebijakan tersebut, dan mencari pendekatan yang lebih baik ketimbang cara-cara represif.
    “Pemerintah seharusnya menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak, termasuk di malam hari, bukan dengan menutup ruang gerak mereka dengan aturan otoriter yang melanggar HAM,” tandasnya.
    Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Jawa Barat bersiap mengambil langkah tegas terhadap pelajar yang melanggar aturan jam malam.
    Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menegaskan bahwa siswa yang kedapatan berkeliaran pada malam hari akan dibina di barak militer.
    “Yang melanggar, pembinaannya dimasukkan ke barak militer,” kata Dedi saat ditemui di Gedung Pakuan, Bandung, Rabu (4/6/2025).
    Ia menjelaskan, data siswa yang melanggar aturan akan dihimpun melalui sistem aplikasi khusus yang tengah disiapkan oleh Pemprov Jabar.
    Dari sistem itu, setiap pelanggaran akan terpantau secara real-time dan tersistem.
    “Laporan dari polisi, laporan dari bhabinkamtibmas, babinsa, laporan dari kepala desa RT/RW. Nanti masuk ke sistem aplikasi kita. Sehingga nanti di peta data, kepala dinas pendidikan provinsi itu sudah terbaca setiap hari, ada berapa anak yang bolos, yang sakit, dan anak yang malamnya itu begadang. Itu nanti ada petanya,” jelas Dedi.
    Aturan ini merujuk pada Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor 51/PA.03/Disdik, yang mulai berlaku sejak 1 Juni 2025.
    Dalam surat tersebut, Dedi meminta bupati dan wali kota untuk mengoordinasikan pelaksanaan jam malam hingga tingkat kecamatan dan desa.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.