Tag: Dedi Mulyadi

  • Politik sepekan, Bahlil tak akan mundur hingga perpres soal ojol

    Politik sepekan, Bahlil tak akan mundur hingga perpres soal ojol

    Jakarta (ANTARA) – Beragam peristiwa politik telah terjadi selama sepekan atau pada Senin (20/10) hingga Minggu (26/10) pagi, dan berikut lima berita pilihan untuk Anda baca pada pagi ini seperti Waketum Partai Golkar Idrus Marham menilai Bahlil Lahadalia tidak akan mundur sebagai Menteri ESDM hingga pemerintah tengah menyiapkan peraturan presiden yang mengatur ojek daring (ojol).

    1. Golkar: Bahlil tak akan mundur jalankan perintah jaga muruah negara

    Wakil Ketua Umum Partai Golkar Idrus Marham menilai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia tidak akan mundur sejengkal pun dalam menjalankan perintah Presiden Prabowo Subianto dalam menjalankan muruah negara.

    Selengkapnya baca di sini.

    2. Dedi Mulyadi ancam copot pejabat yang sembunyikan data APBD didepositokan

    Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengancam akan memberikan sanksi tegas berupa pencopotan kepada pejabat yang berbohong dan menyembunyikan data faktual, termasuk terkait APBD Jabar yang didepositokan di perbankan.

    Selengkapnya baca di sini.

    3. Istana siapkan perpres soal ojol, atur soal perlindungan mitra

    Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyampaikan pemerintah tengah menyiapkan peraturan presiden (perpres) yang mengatur sektor ojek daring (ojol), terutama tentang perlindungan terhadap mitra pengemudi.

    Selengkapnya baca di sini.

    4. Prabowo: RI-Afrika Selatan sepakat percepat kerja sama pertahanan

    Presiden RI Prabowo Subianto mengatakan Indonesia dan Afrika Selatan sepakat mempercepat pelaksanaan kerja sama pertahanan yang telah disepakati pada 2023.

    Selengkapnya baca di sini.

    5. Prabowo: Indonesia-Brasil sepakat segera mulai perundingan CEPA

    Presiden Prabowo Subianto saat menyampaikan pernyataan bersama dengan Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (23/10), menyebut dua negara telah sepakat untuk segera memulai perundingan perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif (CEPA).

    Selengkapnya baca di sini.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Riza Mulyadi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Bertujuan Sama dengan Menkeu, Mendagri: Dana Daerah Jangan Mengendap di Bank

    Bertujuan Sama dengan Menkeu, Mendagri: Dana Daerah Jangan Mengendap di Bank

    Bertujuan Sama dengan Menkeu, Mendagri: Dana Daerah Jangan Mengendap di Bank
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan bahwa dirinya memiliki pandangan yang sama dengan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa terkait dana daerah.
    Tito menegaskan bahwa dana daerah tidak boleh mengendap di bank dan harus segera digunakan untuk kepentingan masyarakat.
    “Tujuan kita sama, dana daerah jangan mengendap di bank, tapi segera dibelanjakan untuk masyarakat,” kata Tito dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (25/10/2025), dikutip dari
    Antaranews
    .
    Saat ditanya soal perbedaan data simpanan pemerintah daerah (Pemda) antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Tito memastikan, tidak ada perbedaan prinsip melainkan hanya perbedaan teknis dalam metode pelaporan.
    Mendagri menjelaskan, selisih sekitar Rp 18 triliun antara data yang dirilis Kemenkeu dan Kemendagri bersifat wajar.
    Berdasarkan data Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) per Oktober 2025, dana simpanan Pemda tercatat Rp 215 triliun. Sementara data Bank Indonesia (BI) yang dikutip Menkeu menunjukkan angka Rp 233 triliun per Agustus 2025
    Menurut Tito, selisih dua bulan waktu pelaporan itulah yang menjelaskan perbedaan angka.
    “Sangat wajar jika berkurang. Kalau Agustus Rp 233 triliun, lalu Oktober Rp 215 triliun, artinya Rp 18 triliun itu sudah dibelanjakan,” ujarnya.
    Tito juga menegaskan bahwa semangat antara Kemenkeu dan Kemendagri tetap sejalan, yakni sama-sama ingin mempercepat penyerapan anggaran dan memastikan dana daerah memberi manfaat nyata bagi masyarakat.
    Sebelumnya, Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti dana pemda yang belum digunakan dan masih mengendap di bank hingga Rp 234 triliun per akhir September 2025.
    Padahal, menurut dia, pemerintah pusat sudah menyalurkan dana ke daerah dengan cepat, dengan total realisasi transfer ke daerah sepanjang 2025 mencapai Rp 644,9 triliun.
    “Realisasi belanja APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) sampai dengan triwulan ketiga tahun ini masih melambat. Jadi jelas ini bukan soal uangnya tidak ada, tapi soal kecepatan eksekusi,” kata Purbaya dalam acara Pengendalian Inflasi Daerah 2025 di Kantor Kemendagri, Jakarta pada 20 Oktober 2025.
    Oleh karena itu, Purbaya mengingatkan Pemda agar segera menggunakan anggaran untuk program yang produktif dan bermanfaat bagi masyarakat.
    Namun, sejumlah kepala daerah membantah data yang disampaikan Menkeu. Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyebut, dana yang tersimpan di rekening pemerintah provinsinya hanya sekitar Rp 2,4 triliun, bukan Rp 4,1 triliun seperti yang disebut Kemenkeu.
    “Tidak ada dana Rp 4,1 triliun yang disimpan dalam bentuk deposito. Yang ada hari ini hanya Rp 2,4 triliun dan itu tersimpan di rekening giro untuk kegiatan Pemprov Jabar,” kata Dedi di Kantor Bank Indonesia pada 22 Oktober 2025.
    Bantahan juga disampaikan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution. Sebab, data Kemenkeu menyebut dana mengendap di daerahnya mencapai Rp 3,1 triliun.
    Bobby menyebut, saldo Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) Sumut hanya Rp 990 miliar dan telah digunakan untuk membiayai sejumlah kegiatan pemerintah provinsi.
    “RKUD kami cuma satu, ada di Bank Sumut. Saldo hari ini Rp 990 miliar, dan itu pun untuk pembayaran beberapa kegiatan serta karena perubahan APBD,” kata Bobby di Medan pada 21 Oktober 2025.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Heboh KDM Bongkar Air Aqua dari Sumur Bor, Islah Bahrawi: Negara Ini Sejak Lama Gagal Sediakan Air Bersih bagi Rakyatnya

    Heboh KDM Bongkar Air Aqua dari Sumur Bor, Islah Bahrawi: Negara Ini Sejak Lama Gagal Sediakan Air Bersih bagi Rakyatnya

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Direktur Jaringan Moderat Indonesia, Islah Bahrawi, menyentil Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi alias KDM. Menurutnya, perlu evaluasi diri sebelum menyalahkan Aqua.

    Islah mengatakan, fenomena Aqua menunjukkan negara selama ini gagal menyediakan air bersih bagi rakyatnya.

    “Sebelum menyalahkan pabrik air kemasan, si konten kreator, eh Gubernur, harusnya sadar bahwa negara ini sejak lama gagal menyediakan air bersih bagi rakyatnya,” kata Islah dikutip dari unggahannya di X, Sabtu (25/10/2025).

    Lebih jauh, Islah mengatakan negara kalah dengan brand air minum. Padahal air merupakan kebutuhan utama bagi manusia.

    “Untuk kebutuhan tenggorokan rakyat yang paling pokok pun, negara ini dikalahkan oleh galon isi ulang,” ujarnya.

    Diberitakan sebelumnya, dalam kunjungannya ke pabrik Aqua di Subang, Senin (20/10/2025), Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi alias KDM menemukan fakta baru soal sumber air yang digunakan perusahaan tersebut.

    Ia semula mengira air yang diproduksi berasal dari mata air pegunungan, namun ternyata air tersebut berasal dari sumur bor dalam yang mengambil air bawah tanah.

    “Ini sumber air pengambilannya di mana? Ini sumur apa? Sumur produksi. Ngambil airnya air dari sungai? Airnya dari bawah tanah, Pak. Oh, airnya dari bawah tanah. Bukan air permukaan? Oke, air bawah tanahnya mengambil sumbernya dari? Dari dalam. Di bor, Pak. Ini di bor?” tanya Dedi saat meninjau lokasi tersebut, dikutip YouTube KDM, Rabu (22/10/2025).

    Dedi sempat mengira bahwa Aqua memanfaatkan air mata air pegunungan sebagaimana yang sering digambarkan dalam iklan. Namun kenyataannya berbeda.

  • Dedi Mulyadi Harus Jujur Soal Duit Rp4 Triliun Mengendap di Bank

    Dedi Mulyadi Harus Jujur Soal Duit Rp4 Triliun Mengendap di Bank

    GELORA.CO -Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi didesak untuk menjelaskan kepada publik khususnya rakyat Jabar terkait dana Pemda Jabar sebesar Rp4,1 triliun yang mengendap di bank, sebagaimana diungkap Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa. 

    Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga  menyoroti jika  anggaran Rp4 triliun tersebut diendapkan dalam bentuk deposito berjangka tiga atau enam bulan, tentu bunganya lumayan besar. 

    “Masalahnya, bunganya itu untuk siapa dan untuk apa?” kata Jamiluddin Ritonga kepada RMOL, Sabtu, 25 Oktober 2025.  

    Ia menilai sebaiknya Dedi Mulyadi dan kepala daerah lainnya dapat menjelaskan apa motivasi mengendapkan anggaran tersebut dan apakah anggaran yang disediakan benar-benar untuk pembangunan yang dilaksanakan tepat sesuai waktu yang ditetapkan.

    “Dengan begitu, pengendapan anggaran bukan dimaksudkan untuk mendapatkan bunga untuk keuntungan pihak-pihak tertentu. Kalau ini yang terjadi, maka pengendapan anggaran sudah sengaja diselewengkan,” kata Jamiluddin.

    Mereka-mereka yang melakukan hal itu tentunya sudah menghambat pembangunan di daerah, dan karenanya harus ditindak dengan sanksi yang berat.

    “Kiranya Dedi Mulyadi perlu menuntaskan hal itu, agar tuduhan negatif terkait pengendapan anggaran daerah dapat diminimalkan. Hal itu dapat diwujudkan bukan dengan kata-kata, tapi bukti berdasarkan hasil investigasi,” pungkasnya.

    Sebelumnya, KDM, sapaan Dedi Mulyadi membantah pernyataan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang menyebut ada dana Pemda Jabar sebesar Rp4,1 triliun mengendap di bank.

    “Kalau ada yang menyatakan ada uang Rp4,1 triliun tersimpan dalam bentuk deposito, serahin datanya ke saya. Soalnya saya bolak-balik ke BJB nanyain, kumpulin staf, marahin staf, ternyata tidak ada dibuka di dokumen, kasda juga tidak ada,” kata Dedi lewat unggahan video di akun Instagram pribadinya. Ia bahkan siap diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bila memang ada dana mengendap sebesar itu. 

    Meski demikian, Dedi mengakui Pemprov Jabar memang memiliki kas sebesar Rp2,3 triliun di perbankan. Dana itu, katanya, bukan diendapkan, melainkan disiapkan untuk pembayaran proyek dan kontrak kepada pihak ketiga menjelang akhir tahun.

    Sementara Menkeu Purbaya menegaskan data yang digunakan pemerintah pusat bersumber langsung dari pantauan Bank Indonesia (BI) yang dihimpun dari seluruh perbankan di Tanah Air. Karena itu, menurutnya, data tersebut sudah seharusnya akurat.

  • Aqua Jangan Bikin Standardisasi Seenak Udele Dewe

    Aqua Jangan Bikin Standardisasi Seenak Udele Dewe

    GELORA.CO -Inspeksi mendadak (Sidak) terhadap pabrik air minum PT Tirta Investama produsen Aqua di Subang, Jawa Barat baru-baru ini membuktikan iklan tidak selalu sesuai realita.

    Slogan Aqua yang selalu mengklaim mengambil air dari sumber pegunungan ternyata didapat dari sumur bor.

    Demikian antara lain disampaikan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Muhammad Mufti Mubarok dalam wawancara di RMOL TV yang disiarkan pada Jumat, 24 Oktober 2025.

    “Iklannya luar biasa masif bahwa ini (Aqua) air pegunungan, 100 persen murni, dan kemudian menyegarkan. Faktanya sumber air (dari) pengeboran,” kata Mufti dikutip Sabtu, 25 Oktober 2025.

    Sebagai perusahaan yang cukup dikenal masyarakat Indonesia, Aqua seharusnya tidak asal klaim dan mengabaikan realita yang bisa merugikan konsumen.

    “Masyarakat sudah kadung percaya ini merek terkenal, apalagi ada campur tangan asing. Danone ini kan asing (perusahaan multinasional asal Prancis),” kritiknya.

    Pabrik di Subang merupakan satu di antara banyak pabrik yang dimiliki Danone-Aqua. Mufti menduga, praktik pengeboran sumber air di Subang bisa saja terjadi di pabrik lain milik Aqua.

    “(Aqua) Jangan ceroboh melakukan standardisasi produk seenak udele dewe, bahasa Jawanya. Mungkin kemarin KDM (Gubernur Jabar Dedi Mulyadi menemukan) satu titik (di Subang), tapi titik yang lain perlu kita cek juga,” pungkasnya.

    Mengutip laman resmi Aqua, perusahaan membantah sumber air berasal dari sumur bor biasa, melainkan berasal dari akuifer tertekan di kedalaman 60-140 meter. Air di akuifer tertekan adalah air yang memiliki lapisan pelindung alami berupa bebatuan yang tidak bisa dilewati air.

  • Fakta-fakta Sumber Air Akuifer di Balik Tudingan Aqua Pakai Sumur Bor

    Fakta-fakta Sumber Air Akuifer di Balik Tudingan Aqua Pakai Sumur Bor

    Jakarta

    Merek air minum ‘Aqua’ belakangan menjadi perbincangan publik. Ini setelah Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengunjungi salah satu lokasi pengolahan air mineral tersebut.

    Dalam video yang diunggah di kanal YouTube ‘Kang Dedi Mulyadi Channel (KDM)’ salah seorang staf perusahaan mengatakan bahwa sumber air dari Aqua berasal dari bawah tanah yang diambil melalui proses pengeboran.

    Air Aqua Diambil dari Akuifer

    Menanggapi hal ini, Danone selaku produsen air minum Aqua menegaskan bahwa sumber air yang digunakan bukan berasal dari air permukaan maupun air tanah dangkal.

    Sumber air Aqua diambil dari akuifer dengan kedalaman 60-140 meter yang terlindungi secara alami oleh lapisan kedap air, sehingga bebas dari kontaminasi aktivitas manusia dan tidak mengganggu penggunaan air masyarakat.

    “Aqua menggunakan air dari akuifer dalam yang merupakan bagian dari sistem hidrogeologi pegunungan,” tegas pernyataan tersebut.

    Apa Itu Akuifer Dalam?

    Guru Besar Teknologi Geologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dr Ir Heru Hendrayana mengatakan sederhananya akuifer adalah batuan di dalam tanah yang mengandung air.

    “Air tanah itu tentunya lebih baik kualitasnya daripada air permukaan, pasti. Karena dia ada di bawah permukaan, dia mengalir melalui pori-pori sehingga mengalami purifikasi alamiah, penyaringan alamiah,” kata Prof Heru saat dihubungi detikcom, Jumat (24/10/2025).

    Sumber air akuifer dalam ini bisa ditemukan dalam kedalaman 70 hingga ratusan meter ke bawah, sehingga membuat kualitasnya jauh lebih baik daripada air tanah dangkal.

    Bedanya dengan Air Tanah Dangkal

    Aqua sendiri juga tak terlepas dari tudingan bahwa mereka mendapatkan sumber air dari tanah dangkal atau sumur bor.

    Menurut Prof Heru, air tanah dangkal sendiri merupakan sumber air yang berasal dari kedalam 10-30 meter di bawah tanah. Biasanya, air ini digunakan sebagai sumber air untuk keperluan sehari-hari, seperti sumur.

    “Itu masih rawan terhadap kualitas polutan atau polusi dari permukaan, karena relatif dangkal toh. Masih dipengaruhi limbah dari air sungai, dari semua aktivitas manusia,” katanya.

    Kata Ahli soal ‘Air Pegunungan’

    Merek Aqua sendiri selama ini dikenal dengan iklan ‘Air Mineral Pegunungan’ yang mana produsen menegaskan bahwa sumber air berasal dari dari pegunungan vulkanik yang merupakan tanah dalam (akuifer dalam).

    Menurut Prof Heru, air tanah dalam (akuifer) bisa dikatakan sebagai air pegunungan kalau dia berasal dari pegunungan. Namun, untuk membuktikannya diperlukan riset yang panjang, seperti kimia, isotop, kajian bawah permukaan, dan sebagainya.

    “Air pegunungan itu, air yang berasal dari pegunungan, pasti,” kata Prof Heru.

    Namun, air pegunungan juga tidak harus bersumber dari pegunungan. Menurut Prof Heru, bisa bersumber dari lereng, dataran, atau puncak. Asalkan bisa dibuktikan asal-usul air tersebut.

    “Air tanah itu kayak manusia, punya DNA. Kalau DNA kita tahu ini anaknya siapa, air tanah itu juga begitu. Jadi, air tanah itu bisa dideteksi asal-usulnya darimana. Itu biasanya dengan isotop,” kata Prof Heru.

    Sementara, untuk ‘Mata Air Pegunungan’, menurut Prof Heru pada dasarnya adalah mata air yang berasal dari pegunungan. Namun, mata air pegunungan belum tentu air pegunungan.

    “Mungkin juga dia dari air hujan yang meresap terus langsung keluar. Jadi air tanah dangkal tadi,” kata Prof Heru.

    “Tapi ada juga mata air pegunungan, airnya dari pegunungan. Air pegunungan itu harus diidentifikasi dengan metode, tidak harus di gunung, tidak harus di dataran, di gunung pun belum tentu air pegunungan,” sambungnya.

    Air Pegunungan Tak Bisa Asal Klaim

    Menurut Prof Heru, para produsen AMDK yang mengklaim bahwa sumber airnya berasal dari pegunungan, seperti Aqua tidak hanya sekadar klaim belaka.

    “Pasti sudah melakukan uji tadi. Kalau tidak melakukan uji, itu bisa dituntut masalahnya, kebohongan tadi,” katanya.

    “Kalau menyebutkan air pegunungan, itu harus ada supporting-nya. Bahwa dia air pegunungan, itu harus ada,” tutupnya.

    Halaman 2 dari 4

    Simak Video “Mitos atau Fakta: Banyak Minum Air Bikin Kulit Lembap”
    [Gambas:Video 20detik]
    (dpy/up)

  • Dedi Mulyadi Jangan Buang Badan terkait Dana Parkir di Bank

    Dedi Mulyadi Jangan Buang Badan terkait Dana Parkir di Bank

  • Per 17 Oktober, Pemerintah Terbitkan 4.700 Izin Pengusahaan Air Tanah

    Per 17 Oktober, Pemerintah Terbitkan 4.700 Izin Pengusahaan Air Tanah

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan sekitar 4.700 izin pengusahaan air tanah di seluruh Indonesia hingga 17 Oktober 2025. Jumlah tersebut termasuk untuk perusahaan-perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK).

    Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung mengatakan, seluruh kegiatan pengambilan air tanah, termasuk yang dilakukan oleh perusahaan air minum dalam kemasan, sudah diatur dalam Peraturan Menteri ESDM dan diawasi oleh Badan Geologi.

    Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM No.14 tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Izin Pengusahaan Air Tanah dan Persetujuan Penggunaan Air Tanah. Peraturan ini ditetapkan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pada 2 Desember 2024. Peraturan Menteri ini berlaku pada tanggal diundangkan, yakni 9 Desember 2024.

    “Jadi ini berdasarkan data. Ini kan regulasinya kan kita terbitkan dari November (maksudnya Desember) 2024, sampai dengan 17 Oktober kemarin, itu total perizinan yang sudah diterbitkan untuk seluruh Indonesia air tanah itu sekitar 4.700-an,” ungkap Yuliot di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (24/10/2025).

    Ia pun mengungkapkan pemberian izin pengambilan air tanah diberikan setelah proses evaluasi teknis terhadap kondisi lingkungan sekitar dilakukan. Adapun, apabila ditemukan pelanggaran izin, maka pihaknya akan melakukan perbaikan.

    “Untuk perbaikan ini, ya termasuk nanti ya bagaimana untuk pengendaliannya. Kalau memang itu harus disesuaikan, disesuaikan. Kalau dihentikan, itu harus dihentikan. Sesuai dengan kondisi air tanah yang ada,” katanya.

    Sebagaimana diketahui, proses produksi di pabrik produsen air merek Aqua di Subang membuat Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi kaget. Pasalnya, air yang digunakan untuk produksi diambil dari sumur bor, bukan dari mata air di permukaan bumi.

    Kebingungan Dedi juga dialami oleh banyak warga RI. Mereka terbiasa mendengar bahwa air mineral Aqua berasal dari mata air pegunungan. Faktanya, industri air minum dalam kemasan (AMDK) mengambil air dari bawah tanah.

    Pihak manajemen Danone Aqua pun memberikan klarifikasi. Corporate Communication Director Danone Aqua Arif Mujahidin menjelaskan, sumber air yang digunakan pabrik Aqua di Subang memang berasal dari aquifer atau lapisan air tanah di kawasan pegunungan, bukan air permukaan biasa.

    “Sebenarnya sumber airnya ada di aquifer tanah area pegunungan. Pengambilannya di pabrik Subang menggunakan pipa untuk memastikan air sumber terjaga dari potensi cemaran selama dialirkan ke proses produksi,” kata Arif Mujahidin kepada CNBC Indonesia, Kamis (23/10/2025).

    Arif menambahkan, perbedaan lokasi pengambilan air di wilayah pegunungan dan dataran rendah turut memengaruhi karakteristik hidrologi air.

    “Yang membedakan karakter hidrologinya, air dari aquifer di wilayah pegunungan beda dengan di wilayah dataran rendah,” ujarnya.

    (wia)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Dedi Mulyadi Bantah Kas Daerah Jabar Parkir di Bank

    Dedi Mulyadi Bantah Kas Daerah Jabar Parkir di Bank

    GELORA.CO -Pemprov Jawa Barat (Jabar) memastikan dana kas daerah yang tersimpan di sejumlah rekening bank bukan mengendap, melainkan siap pakai untuk mendukung realisasi berbagai program pembangunan hingga akhir tahun anggaran 2025.

    “Kas daerah kita itu bukan uang yang mengendap. Semua sifatnya on call, bisa ditarik kapan saja, dan akan digunakan untuk pembelanjaan daerah sampai akhir tahun,” kata Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi di Kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat, Jumat 24 Oktober 2025.

    Dedi memaparkan, dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jawa Barat sebesar Rp31 triliun, hingga Oktober 2025 masih terdapat saldo kas sebesar Rp2,6 triliun.

    Selain itu, Pemprov Jabar juga memperkirakan akan menerima tambahan penerimaan sebesar Rp7,5 triliun hingga akhir tahun, sehingga total dana yang tersedia menjelang Desember mencapai sekitar Rp10 triliun.

    Berdasarkan perhitungan tersebut, Pemprov Jabar telah merealisasikan sekitar Rp21 triliun dari total APBD 2025. Dedi menilai capaian tersebut menunjukkan pengelolaan keuangan daerah berjalan sesuai rencana dan tetap dalam jalur efisiensi.

    “Artinya dari Rp31 triliun, sudah dibelanjakan Rp21 triliun. Jadi bisa disimpulkan, belanja daerah kita berjalan normal dan sesuai rencana,” kata Dedi.

    Ia menambahkan, dana kas senilai Rp2,6 triliun yang tersisa akan segera disalurkan untuk memenuhi berbagai kewajiban pemerintah daerah, mulai dari pembayaran proyek infrastruktur, gaji pegawai, hingga biaya utilitas publik seperti listrik dan air.

    “Dana Rp2,6 triliun itu bukan dibiarkan diam, tapi akan segera dibayarkan kepada kontraktor-kontraktor yang membangun sekolah, jalan, irigasi, hingga jaringan listrik. Semua dilakukan bertahap agar transparan dan akuntabel,” pungkas Dedi dikutip dari RMOLJabar. 

  • Polemik Menkeu Purbaya vs Dedi Mulyadi soal Data Rp 4,17 Triliun Milik Pemprov Jabar Mengendap di Bank – Page 3

    Polemik Menkeu Purbaya vs Dedi Mulyadi soal Data Rp 4,17 Triliun Milik Pemprov Jabar Mengendap di Bank – Page 3

    Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian membeberkan bukti beda data yang disampaikan Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa soal dana Pemerintah Daerah yang mengendap di bank.

    Tito mengaku sudah memerintahkan Sekjen, Dirjen Keuangan Daerah, dan Dirjen Pembangunan Daerah Kemendagri untuk mengecek data dana mengendap capai Rp 233 triliun tersebut.

    “Kita tahu bahwa Pemda kan jumlahnya 562, terdiri dari 38 provinsi, 98 kota, 416 kabupaten. Beliau (Purbaya) mengambil data dari Bank Indonesia, nilainya 233 triliun,” kata Tito Karnavian saat berkunjung ke Kota Manado, Sulut, pada Kamis 23 Oktober 2025.

    Tito menjelaskan, Kemendagri memiliki SIPD atau Sistem Informasi Pemerintahan Daerah untuk monitoring anggaran daerah, baik pendapatan maupun belanja.

    Dalam sistem itu, kata Tito, ada perbedaan data dana Pemda yang mengendap bulan Oktober 2025 sebesar Rp215 triliun. Sedangkan data BI yang dikutip oleh Purbaya mencapai Rp 233 triliun pada bulan Agustus.

    “Ada perbedaan waktu, satu di bulan Agustus. Itu adalah data 31 Agustus 233. Data di kita (Kemendagri) data Oktober. Nah antara Agustus sampai Oktober itu ada 6 minggu, uang kita itu tidak statis,” tutur Tito Karnavian.

    Selanjutnya, Tito menilai wajar jika ada penurunan dana Pemda-Pemda tersebut sebesar Rp 15 triliun dari Rp 233 triliun menjadi Rp 215 triliun. Hal ini lantaran Pemda pasti membelanjakan anggaran daerah mereka. Belum lagi, ada pendapatan pajak dan retribusi.

    “Pertanyaannya ke mana Rp15 triliun itu, ya dibelanjakan. Wah besar sekali! Enggak, kalau dibagi 562 kabupaten kota dan provinsi. Sangat wajar sekali, itu jawaban saya,” tuturnya.

    Untuk itu, Tito menegaskan ada beda waktu data BI yang disampaikan Purbaya dengan Kemendagri. Data yang dipakai Purbaya merupakan data bulan Agustus, sementara, data Kemendagri sudah diperbarui pada Oktober.

    “Nah kalau metodologi kami (Kemendagri) tidak, minimal seminggu sekali. Bahkan bisa real time, berapa pendapatan belanja tiap-tiap daerah,” ujarnya.

    Menurutnya, data yang masuk diinput oleh Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD). Jika melihat ada anomali, Kemendagri langsung dilakukan cross check dengan menurunkan tim.

    Tito juga mengoreksi data daerah-daerah dengan dana mengendap tertinggi, seperti nomor satu adalah DKI Jakarta sebesar Rp 14 triliun, Jatim Rp6 triliun dan Banjarbaru. Dia menyatakan, data soal Banjarbaru tidak akurat.

    “Yang ketiga bagi saya ini kayaknya kurang pas, tidak akurat. Yang ketiga Kota Banjarbaru sebesar Rp5,1 triliun,” ujarnya.

    Tito menunjuk anak buahnya untuk mengecek ke Bank Sentral karena APBD Kota Banjarbaru itu Rp1,6 triliun. Kemendagri juga sudah mengecek langsung ke Wali Kota banjarbaru dan Kepala BKAD.

    “Itu sisa anggaran Rp862 miliar. Hampir tidak masuk logika kami yang sudah biasa tangani seperti ini. Apa mungkin simpanan melebihi APBD. Kecuali itu daerah penghasil yang luar biasa. Ini APBD Rp1,6 triliun, simpanan Rp5,1 triliun,” papar Tito.

    Tito mengatakan, sepanjang pengetahuannya tidak pernah ada gap yang demikian tinggi. Dia menduga ada human error dalam pencatatan di sistem perbankan.

    Mantan Kapolri ini juga menyoroti data Purbaya terkait dana sebesar Rp 2,6 triliun milik Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulut. Menurutnya, data tersebut janggal dan aneh.

    “Yang agak aneh bagi saya itu Kepulauan Talaud. Tercatat di situ (data Kemenkeu) Rp 2,6 triliun. Itu APBD Kabupaten Kepulauan Talaud Rp820 miliar. Masa simpan Rp2,1 triliun, dari mana uangnya,” ujar Tito.

    Padahal, menurutnya, Talaud tidak memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang kuat. PAD Kabupaten Kepulauan Talaud sebesar Rp 20 miliar.

    “Dari mana uang yang lain, apa mungkin ada penangkapan kapal besar-besaran, atau penangkapan ikan,” tuturnya sambil menoleh ke Bupati Kabupaten Kepulauan Talaud Welly Titah.

    Hal yang hampir sama juga terjadi di Jawa Barat. Data per Oktober 2025 sebesar Rp 2,6 triliun. Sebelumnya di Agustus 2025 pernah mencapai Rp 3,8 triliun, dutambah Rp300 miliar berasal dari uangnya Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang disimpan di Bank Jabar.

    “BLUD itu seperti rumah sakit, itu karena ada perputaran uang di sana. Itu kan disimpan di bank juga, kemudian diakumulasikan Rp3,8 triliun ditambah Rp300 miliar sama dengan Rp4,1 triliun di bulan Agustus,” ungkapnya.

    Uang itu sudah dibayarkan untuk belanja pegawai, operasional, kegiatan membangun jalan, sehingga sisanya Rp2,6 triliun, persis sama dengan data yang ada di Kemendagri.

    “Case yang di Jabar clear, data yang ditampilkan (Kemenkeu) data yang di bulan Agustus, 31 Agustus. Sementara data yang dipegang Pak Dedi (Gubernur Jabar Dedi Mulyadi) dan data kemendagri Rp2,6 triliun itu di bulan Oktober. Artinya sudah dibelanjakan,” ujarnya.