Tag: Dedi Kurnia Syah

  • Menteri yang Panggil Jokowi Bos Rusak Wibawa Presiden Prabowo, Harus Dicopot!

    Menteri yang Panggil Jokowi Bos Rusak Wibawa Presiden Prabowo, Harus Dicopot!

    GELORA.CO –  Pernyataan sejumlah menteri Kabinet Merah Putih yang memanggil Presiden ke-7 RI dengan sebutan “bos”, dinilai bisa merendahkan muruah Presiden RI Prabowo Subianto. 

    “Situasi semacam itu memang anomali, dan bisa merusak kewibawaan Presiden Prabowo,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah kepada RMOL, Selasa 15 April 2025.. 

    Di sisi lain, Dedi menilai Jokowi sebagai Presiden periode sebelumnya bersikap tidak bijak dengan memfestivalkan tamu-tamunya ke publik, utamanya dari kalangan Menteri Kabinet Merah Putih. 

    “Bagaimanapun Jokowi sudah tidak lagi miliki kekuasaan, intensitas menteri yang berkunjung perlu diwaspadai adanya upaya ‘matahari kembar’ dalam politik Tanah Air,” tutur pengamat politik jebolan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

    Atas dasar itu, Dedi menilai bahwa Presiden Prabowo perlu menegur, bahkan perlu menimbang untuk mengganti menteri-menteri yang berkongsi dengan Jokowi. 

    “Perlu mengganti tokoh-tokoh tersebut dengan yang lebih profesional dan fokus pada kerja, bukan pada hubungan politis,” tandasnya. 

    Belakangan ini, sejumlah menteri Kabinet Merah Putih silih berganti datang ke kediaman Jokowi di Solo, Jawa Tengah. 

    Mulai dari Menko Pangan, Zulkifli Hasan; Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia; Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono; hingga Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin. 

    Bahkan Sakti Wahyu Trenggono dan Budi Gunadi Sadikin dengan lugas memanggil Jokowi sebagai “bos”. 

    “Silaturahmi sama bekas bos saya. Sekarang masih bos saya,” ujar Trenggono. 

    “Silaturahmi karena Pak Jokowi kan bosnya saya. Jadi, saya sama Ibu mau silaturahmi mohon maaf lahir dan batin. Juga (minta) doain supaya Pak Presiden dan Ibu itu sehat, karena saya masih jadi Menteri Kesehatan kan,” kata Budi.

  • Bertemu Megawati, Prabowo Ingin Lepas dari Bayang-bayang Jokowi?

    Bertemu Megawati, Prabowo Ingin Lepas dari Bayang-bayang Jokowi?

    GELORA.CO –  Pertemuan antara Presiden Prabowo Subianto dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri pada Senin 7 April 2025, menunjukkan sikap Kepala Negara ingin lepas dari upaya Presiden ke-7 Joko Widodo yang terkesan ingin mendominasi pemerintah. 

    Demikian analisa Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah saat berbincang dengan RMOL, Sabtu 12 April 2025. 

    “Bukan tidak mungkin pertemuan itu sebagai upaya Prabowo untuk lepas dari dominasi Jokowi,” kata Dedi. 

    Pasalnya, tidak sedikit para pembantu Presiden Prabowo di Kabinet Merah Putih termasuk tokoh senior di pemerintah yang masih sering menemui Jokowi. 

    “Ini bisa berimbas buruk, salah satunya mengurangi kedaulatan Prabowo sebagai presiden, sehingga perlu untuk diredam, dan menemui Megawati sebagai simbol keseimbangan yang ingin dibangun Prabowo,” ujar pengamat politik jebolan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

    Oleh karena itu, Dedi menilai bahwa langkah Presiden Prabowo bertemu Megawati patut diapresiasi. Selain menjadi penyejuk atmosfer di ruang publik, itu juga bisa menjaga stabilitas pemerintahan saat ini. 

    “Stabilitas ini penting agar tidak ada kelompok yang mendominasi Presiden Prabowo,” pungkasnya.

  • Senjakala Pemberantasan Korupsi jika Kejaksaan Dilarang Usut Korupsi

    Senjakala Pemberantasan Korupsi jika Kejaksaan Dilarang Usut Korupsi

    loading…

    Kejaksaan Agung. Foto SINDOnews

    JAKARTA – Pengamat Politik Dedi Kurnia Syah Putra merespons beredarnya draf Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ( RUU KUHAP ) yang dinilai menghapus kewenangan Kejaksaan menyelidiki korupsi. Menurut Dedi, jika kewenangan Kejaksaan untuk menyelidiki perkara korupsi dihapuskan, maka akan menjadi senjakala pemberantasan korupsi.

    Selain itu, bisa merusak reputasi pemerintahan. “Jika UU KUHAP itu disahkan dengan menihilkan kewenangan Kejaksaan, ini senjakala pemberantasan korupsi, dan tentu bisa pengaruhi reputasi pemerintah,” kata Dedi, Jumat (4/4/2025).

    Dia mengingatkan, efek negatif yang muncul bisa membuat pemerintah dianggap membuka celah bagi koruptor untuk bebas beraksi. Dengan kondisi tersebut, berisiko dianggap mengkhianati upaya negara memberantas korupsi.

    Dedi berpendapat, penghapusan kewenangan kejaksaan menghapus korupsi merupakan serangan balik koruptor yang sangat nyata, di tengah kerja kejaksaan selama ini. Meskipun Kejaksaan sendiri tidak sepenuhnya bebas korupsi, tetapi upaya pemberantasan korupsi yang mereka lakukan layak diapresiasi dan didukung.

    “Jangan sampai Kejaksaan diserupakan dengan alat penegakan hukum biasa, Kejaksaan Agung merupakan satu dari tiga serangkai kekuasaan politik negara, melengkapi eksekutif, dan legislatif, sudah sepatutnya kejaksaan mendapat porsi kekuasaan hukum lebih besar dari polisi apalagi KPK,” tuturnya.

    Lebih lanjut Dedi mengatakan, secara umum semua penegakan hukum seharusnya punya hak menegakkan hukum, termasuk korupsi, baik di Kejaksaan Agung maupun polisi. Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya lembaga tambahan yang bersifat komisioner, ia tidak punya kewenangan penegakan, tetap pada akhirnya yang direstui UU adalah Kepolisian dan Kejaksaan.

    “Jika Kejaksaan dibatasi dalam perkara korupsi, maka ini sama saja dengan memberikan akses penegakan korupsi hanya di kepolisian, sementara saat ini reputasi kepolisian sudah demikian buruk, baik dari perspektif publik maupun catatan penegakan hukum,” pungkasnya.

    (rca)

  • Mengapa Prabowo Begitu Mengistimewakan Jokowi?

    Mengapa Prabowo Begitu Mengistimewakan Jokowi?

    GELORA.CO –  Intensitas pertemuan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) dengan Presiden RI Prabowo Subianto dinilai sudah tidak lazim. 

    Pasalnya, hal itu tidak terjadi pada Presiden sebelumnya, seperti Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, hingga Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). 

    “Sehingga ini bisa ditafsir sebagai anomali, entah utang apa pada Jokowi sehingga Prabowo begitu mengistimewakan,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah kepada RMOL, Sabtu 29 Maret 2025. 

    Teranyar, Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) menggelar pertemuan sekaligus berbuka puasa bersama Presiden RI Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan Jakarta, pada Rabu, 26 Maret 2025. 

    Menurut Dedi, Jokowi sendiri secara umum telah melampaui batas dengan masih menjaga rutinitas bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto. 

    Tak hanya itu, dengan anggota kabinet merah putih Jokowi juga masih sering bertemu.

    “Kondisi semacam ini bisa mengurangi kepercayaan publik pada Prabowo, ia bisa dianggap tidak berdiri sendiri dan masih dalam intervensi Jokowi,” pungkasnya. 

  • Pengamat Soroti Urgensi Pertemuan Hashim Djojohadikusumo dan Jokowi

    Pengamat Soroti Urgensi Pertemuan Hashim Djojohadikusumo dan Jokowi

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat politik Dedi Kurnia Syah memandang pertemuan antara Hashim Djojohadikusumo dengan Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) sebagai kelemahan Presiden Prabowo Subainto.

    Menurutnya, Hashim menemui Jokowi sangat mungkin dimaksudkan sebagai ‘tangan’ Prabowo, bukan sebagai pebisnis. Jika berbicara kepentingan bisnis, seharusnya Hashim bisa langsung berdiskusi dengan Prabowo, bukan Jokowi.

    “Pertemuan Hashim [dengan Jokowi] bisa ditafsir sebagai kelemahan Presiden, bahwa Prabowo masih memerlukan Jokowi untuk memimpin negara ini,” ungkapnya, Minggu (9/3/2025).

    Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) ini menuturkan tak menutup kemungkinan pertemuan antara Hashim dengan Jokowi ini merupakan suatu koordinasi terkait kebijakan pemerintah. 

    Terlebih, tambahnya, saat ini Presiden Prabowo baru saja meresmikan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) dan seiring dengan itu juga Presiden bertemu para konglomerat.

    “Pertemuan Jokowi dengan sejumlah elit cukup mengkhawatirkan, karena ada potensi intervensi dalam pemerintah, termasuk dengan Hashim sebagai perwakilan Prabowo baru-baru ini,” bebernya.

    Dedi melihat hal ini menandakan bahwa Jokowi terkesan masih memiliki pengaruh untuk pemerintah kini dan ini sebenarnya sangatlah tak lazim.

    Sebab itu, dia menilai bahwa Presiden Prabowo seakan tidak kuat dan mandiri, sehingga wibawa Presiden perlu dipertanyakan. “Prabowo sangat mungkin berada di bawah kendali Jokowi, setidaknya iya belum sepenuhnya bebas dari pengaruh Jokowi,” jelasnya.

    Pertemuan di Solo 

    Sebelumnya, Ketua Umum Relawan Projo Budi Arie Setiadi mengonfirmasi bahwa adik Presiden Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo bertemu dengan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) di Solo, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu. 

    Hal itu diungkap oleh Budi Arie saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (7/3/2025). 

    “Dengar begitu, ya kita tunggu sajalah. [Ketemu] di Solo ya,” ucap pria yang kini juga menjabat Menteri Koperasi di Kabinet Merah Putih itu. 

    Budi Arie membenarkan bahwa pertemuan itu berlangsung tertutup di rumah pribadi Jokowi. Dia irit berbicara soal pertemuan itu, dan meminta agar publik menunggu pernyataan dari Jokowi saja. 

    “[Pertemuannya, red] yang pasti untuk kemajuan negara,” kata pria yang pernah menjabat Menteri Komunikasi dan Informatika serta Wakil Menteri Desa pada pemerintahan Jokowi itu. 

    Menurutnya, Hashim dan Jokowi sudah sejak lama ingin bertemu. Dia pun mengaku tidak mengetahui apabila yang diperbincangkan oleh keduanya terkait dengan politik, pemerintahan atau isu lain. 

    “Ya kangen-kangenan lah pasti,” ucapnya.

    Untuk diketahui, Hashim saat ini turut menjabat sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi. Dia turut mewakili delegasi Indonesia di COP, Azerbaijan pada 2024 lalu. 

    Hashim juga diketahui merupakan Ketua Satuan Tugas (Satgas) Perumahan yang bertugas untuk melaksanakan program 3 Juta Rumah di era pemerintahan Prabowo. 

  • Lobi-lobi Cairkan Tensi Politik usai Instruksi Megawati Boikot Retret Magelang

    Lobi-lobi Cairkan Tensi Politik usai Instruksi Megawati Boikot Retret Magelang

    Bisnis.com, JAKARTA — Perintah Ketua Umum PDI Perjuangan alias PDIP Megawati Soekarnoputri yang meminta kepala daerah dari partai berlambang banteng untuk tidak hadir alias memboikot retret di Magelang menuai polemik.

    Retret sejatinya bukan kegiatan wajib dan tidak diatur dalam undang-undang. Namun demikian, kegiatan itu dinilai penting untuk menyatukan visi misi angaran pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Apalagi banyak tantangan yang sedang dihadapi oleh pemerintah. Imbas efisiensi dan stabilitas politik adalah dua di antaranya. 

    Adapun lobi-lobi politik masih terus berjalan. Megawati telah mengumpulkan elite PDIP di kediamannya. Sementara itu, Gubenur Jakarta, Pramono Anung, berupaya mencairkan suasana dengan membangun komunikasi dengan partai maupun penyelengara retret.

    Dalam catatan Bisnis, sebanyak 55 kepala daerah dari PDIP masih menunggu putusan dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) untuk mengikuti retret kepala daerah yang digelar di Lembah Tidar kompleks Akademi Militer (Akmil) Magelang.

    Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo di Magelang menyampaikan siap untuk mengikuti kegiatan orientasi dan pembekalan tersebut. Dia menyampaikan bahwa para kepala daerah yang berjumlah 55 orang dari PDIP ini siap untuk mengikuti retret di Akmil.

    “Ya saya kira semua sudah paham, hari ini kami menunggu di Magelang ini karena kita menunggu keputusan dari DPP PDI Perjuangan yang masih sangat dinamis di Jakarta,” katanya dilansir dari Antara, Minggu (23/2/2025).

    Dalam kesempatan tersebut dia mengungkapkan kesiapan semuanya untuk mengikuti orientasi kepala daerah yang berlangsung hingga 28 Februari 2025. “Pada prinsipnya semua kita ini siap untuk melakukan retret dan bahkan kita berada di Magelang dan kita siap sewaktu-waktu,” katanya.

    Dia menjelaskan bahwa Pramono Anung telah berkomunikasi lebih lanjut dengan DPP maupun Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Hasto menuturkan, selain telah berkomunikasi dengan ketua umum PDIP, Pramono Anung juga telah menjalin komunikasi dengan penyelenggara retret.

    “Dan hari ini Pak Pramono juga jadi peserta retret tentu beliau mewakili senior dari PDIP yang sudah berkomunikasi intens dengan DPP termasuk dengan Ibu Ketum menyampaikan kepada kita semua bahwa kita akan mengikuti retret ini dan jadwalnya akan diatur kemudian,” katanya.

    Sementara itu, Pengamat Politik Dedi Kurnia Syah menilai instruksi Megawati Soekarnoputri pada seluruh kepala daerah PDI Perjuangan (PDIP) untuk menunda keikutsertaan retret di Magelang, Jawa Tengah, cukup mengkhawatirkan.

    Ada tiga hal yang membuat dirinya berpikir demikian. Pertama, bila instruksi ini diikuti dan memang tak ada pelanggaran hukum untuk menolak ikut retret, maka dia memandang wibawa pemerintah, terutama Presiden Prabowo Subianto sebagai inisiator retret dipertanyakan.

    “Selain menghamburkan anggaran, faktanya program tersebut tidak mengikat kepala daerah yang berada di bawah kendali Kementerian Dalam Negeri [Kemendagri],” tuturnya kepada Bisnis, dikutip Sabtu (22/2/2025).

    Kedua, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) ini melihat bahwa PDIP mulai berani menunjukkan perlawanan pada pemerintah. Tak menutup kemungkinan, bisa saja instruksi serupa diarahkan ke DPR, yang mana kader PDIP dominan di Parlemen.

    “Jika ini dilakukan, Prabowo terancam kehilangan kepercayaan dan legitimasi PDIP. Tentu, risiko terbesarnya bisa membuat Prabowo jatuh secara dini,” ungkap dia.

    Ketiga, Dedi menyoroti soal maraknya gerakan massa yang saat ini muncul, mengindikasikan pemerintah alami krisis kepercayaan publik. PDIP, imbuhnya, bisa saja ikut menggerakkan massa untuk mendorong adanya perubahan. Jika terjadi, posisi Prabowo benar-benar akan tersudut.

    “Pemerintah perlu merespons gerakan PDIP ini dengan mengurangi tekanan pada publik, mengevaluasi arah kebijakan, dan tidak sewenang mengambil program populis. Mendahulukan kepentingan bangsa dibanding kepentingan janji politik,” pungkasnya.

  • Pengamat Sebut Arahan Megawati agar Kader PDIP Tak Ikut Retret Mengkhawatirkan

    Pengamat Sebut Arahan Megawati agar Kader PDIP Tak Ikut Retret Mengkhawatirkan

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat Politik Dedi Kurnia Syah menilai instruksi Megawati Soekarnoputri pada seluruh kepala daerah PDI Perjuangan (PDIP) untuk menunda keikutsertaan retret di Magelang, Jawa Tengah, cukup mengkhawatirkan.

    Ada tiga hal yang membuat dirinya berpikir demikian. Pertama, bila instruksi ini diikuti dan memang tak ada pelanggaran hukum untuk menolak ikut retret, maka dia memandang wibawa pemerintah, terutama Presiden Prabowo Subianto sebagai inisiator retret dipertanyakan.

    “Selain menghamburkan anggaran, faktanya program tersebut tidak mengikat kepala daerah yang berada di bawah kendali Kementerian Dalam Negeri [Kemendagri],” tuturnya kepada Bisnis, dikutip Sabtu (22/2/2025).

    Kedua, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) ini melihat bahwa PDIP mulai berani menunjukkan perlawanan pada pemerintah. Tak menutup kemungkinan, bisa saja instruksi serupa diarahkan ke DPR, yang mana kader PDIP dominan di Parlemen.

    “Jika ini dilakukan, Prabowo terancam kehilangan kepercayaan dan legitimasi PDIP. Tentu, risiko terbesarnya bisa membuat Prabowo jatuh secara dini,” ungkap dia.

    Ketiga, Dedi menyoroti soal maraknya gerakan massa yang saat ini muncul, mengindikasikan pemerintah alami krisis kepercayaan publik. PDIP, imbuhnya, bisa saja ikut menggerakan massa untuk mendorong adanya perubahan. Jika terjadi, posisi Prabowo benar-benar akan tersudut.

    “Pemerintah perlu merespons gerakan PDIP ini dengan mengurangi tekanan pada publik, mengevaluasi arah kebijakan, dan tidak sewenang mengambil program populis. Mendahulukan kepentingan bangsa dibanding kepentingan janji politik,” pungkasnya.

    Adapun, surat arahan dari Megawati kepada kadernya dan kepala daerah yang diusung partai banteng itu beredar usai Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto resmi ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis (20/2/2025).  

    Dalam arahannya itu, Megawati memerintahkan para kepala daerah yang diusung partainya untuk tidak mengikuti acara retret yang digelar pada 21–28 Februari 2024 di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.  

    Bahkan, Megawati juga memerintahkan semua kepala daerah dari PDIP yang kini tengah dalam perjalanan ke Kabupaten Magelang agar segera berhenti dan putar balik ke rumah masing-masing.  

    “Kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk menunda perjalanan yang akan mengikuti retret di Magelang pada tanggal 21–28 Februari 2025. Sekiranya telah dalam perjalanan menuju Kota Magelang untuk berhenti dan menunggu arahan lebih lanjut dari Ketua Umum,” demikian tertera pada surat resmi PDIP bernomor 7294/IN/DPP/II/2025 yang ditandatangani Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.

    Selain itu, Presiden ke-5 itu juga memerintahkan ratusan kepala daerah PDIP untuk tetap aktif berkomunikasi dengan DPP PDIP untuk menunggu perkembangan berikutnya terkait perkembangan politik nasional.  

    “Tetap berada dalam komunikasi aktif dan stand by commander call,” tulis surat itu.

  • Instruksi Megawati Boikot Retret Jangan Dipandang Remeh, Pengamat Sampai Minta Prabowo Waspada

    Instruksi Megawati Boikot Retret Jangan Dipandang Remeh, Pengamat Sampai Minta Prabowo Waspada

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah menilai PDIP sudah mulai berani bahkan terang-terangan melawan pemerintah.

    Yang paling nyata adalah saat Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri memerintahkan pada seluruh kepala daerah kader PDIP untuk menunda keikutsertaan retret kepala daerah di Magelang.

    “PDIP mulai berani menunjukkan perlawanan pada pemerintah, dan bisa saja ke depan instruksi serupa bisa diarahkan ke DPR, di mana kader PDIP juga dominan, jika ini dilakukan Prabowo terancam kehilangan kepercayaan dan legitimasi PDIP. Tentu, resiko terbesarnya bisa membuat Prabowo jatuh secara dini,” jelas Dedi Kurnia, Sabtu (22/2/2025).

    Ya, Presiden Prabowo Subianto, ditegaskan Dedi, bisa saja jatuh secara dini karena partai terbesar di DPR itu berpaling muka.

    Tak sampai disitu, wibawa Presiden Prabowo bersama jajarannya pun ambruk seketika karena pembangkangan PDIP. Apalagi Presiden Prabowo Subianto yang menjadi inisiator program retret tersebut.

    “Jika instruksi ini diikuti dan memang tidak ada pelanggaran hukum untuk menolak ikut retreat, maka wibawa pemerintah utamanya Prabowo sebagai inisiator retreat dipertanyakan, selain menghamburkan anggaran, faktanya program tersebut tidak mengikat kepala daerah yang berada di bawah kendali Kemendagri,” kata dia melanjutkan.

    Kekhawatiran tersebut semakin diperparah dengan banyaknya gelombang aksi demonstrasi mahasiswa dan kelompok masyarakat di seantero negeri menyuarakan Indonesia Gelap.

    “PDIP bisa saja ikut menggerakkan massa mendorong adanya perubahan. Jika itu terjadi posisi Prabowo benar-benar tersudut,” ungkapnya. (Pram/fajar)

  • Instruksi Megawati soal Retreat Bukti Perlawanan ke Pemerintah

    Instruksi Megawati soal Retreat Bukti Perlawanan ke Pemerintah

    loading…

    Instruksi Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri terkait retreat kepala daerah dinilai sebagai bukti perlawanan parpol berlambang kepala banteng bermoncong putih ke pemerintah. Foto/YouTube PDIP

    JAKARTA – Instruksi Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri terkait retreat kepala daerah dinilai sebagai bukti perlawanan parpol berlambang kepala banteng bermoncong putih ke pemerintah. Diketahui, Mega menginstruksikan kepada semua kepala daerah terpilih dari PDIP untuk menunda rencana mengikuti retreat yang digelar Kementerian Dalam Negeri ( Kemendagri ) pada 21-28 Februari 2025 di Magelang, Jawa Tengah.

    Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai instruksi itu membuat cukup mengkhawatirkan bagi pemerintah. Pertama, jika instruksi ini diikuti dan memang tidak ada pelanggaran hukum untuk menolak ikut retreat, maka wibawa pemerintah dipertanyakan.

    Selain menghamburkan anggaran, kata Dedi, faktanya program tersebut tidak mengikat kepala daerah yang berada di bawah kendali Kemendagri. “Kedua, PDIP mulai berani menunjukkan perlawanan pada pemerintah, dan bisa saja ke depan instruksi serupa bisa diarahkan ke DPR,” kata Dedi dalam keterangannya yang dikutip Sabtu (22/2/2025).

    Sebab, kata dia, kader PDIP di Parlemen Senayan juga dominan. Menurut dia, jika itu dilakukan, maka pemerintah terancam kehilangan kepercayaan dan legitimasi PDIP.

    Ketiga, dia melanjutkan, dengan maraknya gerakan massa yang saat ini muncul, mengindikasikan pemerintah alami krisis kepercayaan publik. PDIP, kata dia, bisa saja ikut menggerakkan massa mendorong adanya perubahan, dan jika itu terjadi posisi pemerintah saat ini benar-benar tersudut.

    “Pemerintah perlu merespons gerakan PDIP ini dengan mengurangi tekanan pada publik, mengevaluasi arah kebijakan, dan tidak sewenang mengambil program populis. Mendahulukan kepentingan bangsa dibanding kepentingan janji politik,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Megawati Soekarnoputri mengeluarkan instruksi terhadap kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berasal dari PDIP. Megawati meminta kadernya untuk tak ikut dalam kegiatan retreat yang diselenggarakan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

    Instruksi Megawati diturunkan dalam Surat Nomor 7294/IN/DPP/II/2025. Edaran ini dibenarkan oleh Juru Bicara PDIP Guntur Romli. “Betul (surat instruksi Megawati),” kata Guntur Romli saat dimintai konfirmasi, Kamis (20/2/2025).

    Dalam surat instruksi itu, semua kepala daerah dan wakil kepala daerah dari PDIP diminta untuk menunda perjalanan mengikuti retreat di Magelang pada 21-28 Februari 2025. Mereka yang sudah dalam perjalanan pun diminta untuk berhenti.

    “Diinstruksikan kepada seluruh kepala daerah dan wakil kepala daerah PDI Perjuangan, satu kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk menunda perjalanan yang akan mengikuti retreat di Magelang pada tanggal 21-28 Februari 2025,” tulis surat yang ditandatangani Megawati tersebut.

    (rca)

  • Imbas Pembangkangan PDIP terhadap Retret Magelang, Pengamat Sebut Prabowo Bisa Kehilangan Legitimasi Politik

    Imbas Pembangkangan PDIP terhadap Retret Magelang, Pengamat Sebut Prabowo Bisa Kehilangan Legitimasi Politik

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Instruksi PDIP meminta kadernya menunda keikutsertaan di retret kepala daerah mengancam legitimasi politik Prabowo. Itu diungkapkan Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah.

    Ia mengatakan, instruksi tersebut berdampak pada stabilitas pemerintahan. Terutama pada Prabowo yang menginisiasi program tersebut.

    “Jika instruksi ini diikuti dan tidak ada konsekuensi hukum bagi kepala daerah yang menolak hadir, maka wibawa pemerintah, khususnya Prabowo, akan dipertanyakan,” kaya Dedi dikutip jpnn.com, Jumat (21/2).

    Tidak hanya itu, Dedy juga mengatakan retret itu bisa disoroti dari segi efisiensi anggaran. Mengingat pemerintah belakangan ini menggembar-gemborkan hal tersebut.

    “Selain itu, program ini bisa dianggap sebagai pemborosan anggaran jika tidak bersifat mengikat bagi kepala daerah di bawah kendali Kemendagri,” ujarnya.

    Apalagi, kata Deddy, jika PDIP meminta kadernya mengambil sikap serupa di DPR. Mengingat PDIP merupakan pemenang pemilihan legislatif.

    “Jika PDIP terus menginstruksikan kadernya untuk mengambil sikap serupa di DPR, maka Prabowo bisa kehilangan dukungan politik dan legitimasi dari PDIP. Risiko terbesarnya, pemerintahan Prabowo bisa terancam sejak dini,” jelasnya.

    Dedi juga menyoroti meningkatnya gerakan massa belakangan ini yang mencerminkan krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah.

    “PDIP bisa saja turut menggerakkan massa untuk mendorong perubahan. Jika itu terjadi, posisi Prabowo akan semakin sulit,” tambahnya.

    Ia pun menyarankan pemerintah segera merespons dinamika ini dengan mengurangi tekanan terhadap publik, mengevaluasi kebijakan, serta menghindari keputusan populis yang berpotensi memicu resistensi.