Tag: Dedi Kurnia Syah

  • IPO: 49 persen publik nilai kondisi penegakan hukum nasional baik

    IPO: 49 persen publik nilai kondisi penegakan hukum nasional baik

    Jakarta (ANTARA) – Survei Indonesia Political Opinion (IPO) terkini pada Mei 2025 menunjukkan bahwa 49 persen publik menyatakan kondisi penegakan hukum nasional dalam situasi yang baik.

    Temuan survei bertajuk “Analisa Sosial: Persepsi Publik atas Optimisme dan Kinerja Pemerintah” itu mencatat bahwa 43 persen responden menyatakan kondisi penegakan hukum nasional secara umum dalam kondisi baik dan 6 persen responden menyatakan kondisinya sangat baik.

    “Terdapat 49 persen responden menyatakan jika kondisi penegakan hukum nasional dalam situasi yang baik,” kata Direktur Eksekutif IPO Dedi Kurnia Syah dalam rilis yang diterima di Jakarta, Minggu.

    Meski demikian, dia mencatat bahwa besaran persepsi publik pada kondisi penegakan hukum tersebut cukup stagnan jika dibandingkan dengan beberapa periode sebelumnya.

    Survei juga mencatat penilaian publik terkait kondisi keamanan nasional cukup tinggi yakni mencapai 63 persen, yang terdiri dari 52 persen responden menyatakan kondisi keamanan nasional secara umum saat ini baik dan 11 persen menyatakan kondisinya sangat baik.

    Adapun responden yang menyatakan kondisi keamanan nasional dalam kondisi cukup berjumlah 27 persen.

    “Hanya 10 persen responden yang menyatakan keamanan nasional buruk dan sangat buruk,” ucapnya.

    Sementara itu, persepsi publik terkait kondisi pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini mencapai 51 persen, yang mencakup 48 persen responden menyatakan baik dan 3 persen menyatakan sangat baik.

    Adapun sebanyak 21 responden menyatakan cukup, 19 persen responden menyatakan buruk, dan 9 persen responden sisanya menyatakan sangat buruk terhadap kondisi pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini.

    “Persepsi pada pemberantasan korupsi tidak alami perubahan sejak periode survei sebelumnya, pemberantasan korupsi hanya mendapatkan persepsi baik sebesar 51 persen. Meskipun telah melampaui separuh responden, tetapi untuk menjaga reputasi ini tentu masih tergolong rendah,” katanya.

    Survei yang dilakukan pada 22–28 Mei 2025 itu melibatkan 1.200 responden dari seluruh Indonesia dengan metode wawancara tatap muka secara langsung.

    Teknik pengambilan sampel menggunakan multistage random sampling untuk menjamin representativitas dengan margin of error sekitar kurang lebih 2,90 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

  • Zulhas Dinilai Jadi Menko dengan Kinerja Terbaik

    Zulhas Dinilai Jadi Menko dengan Kinerja Terbaik

    Jakarta

    Lembaga survei Indonesia Political Opinion (IPO) merilis hasil survei bertajuk ‘Analisa Sosial: Persepsi Publik atas Optimisme dan Kinerja Pemerintah’. Survei ini mengukur kinerja yang paling baik di antara Menteri Koordinator (Menko) Kabinet Merah Putih.

    Survei digelar pada Mei 2025 dengan melibatkan 1.200 responden. Metode yang digunakan dalam survei ini memiliki pengukuran kesalahan (margin of error) sebesar 2,90% dengan tingkat akurasi data mencapai 95%. Pengambilan sampel dengan teknik multistage random sampling (MRS) atau pengambilan sampel bertingkat, yang memastikan representativitas data.

    Hasil survei menunjukkan Menko Pangan Zulkifli Hasan berada di posisi pertama dengan meraih 11,3%. Lalu di urutan kedua Menko Bidang Ekonomi Airlangga Hartarto meraih 9,9%. Kemudian, Menko Infrastruktur Agus Harimurti Yudhoyono 7,0%. Menko Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra 4,5%.

    Selanjutnya, Menko Bidang PMK Pratikno 1,9%, Menko Bidang Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar 1,7%, Menko Bidang Politik dan Keamanan Budi Gunawan 1,2%. Sementara itu, 62,5% responden menjawab tidak tahu atau tidak menjawab.

    Direktur Eksekutif IPO, Dedi Kurnia Syah, mengatakan hasil survei menunjukkan Menko Zulhas menjadi menteri dengan kinerja terbaik. Hal itu, kata dia, mencerminkan kepercayaan publik yang tinggi terhadap upaya pemerintah dalam mengatasi isu-isu pangan yang krusial.

    “Kinerja Zulkifli Hasan dalam menangani masalah ketahanan pangan dan distribusi bahan makanan selama periode yang penuh tantangan ini sangat diapresiasi oleh masyarakat,” ujarnya dalam keterangan yang diterima, Sabtu (31/5/2025).

    “Ini adalah sinyal bagi pemerintah untuk lebih proaktif dalam menyampaikan informasi mengenai kebijakan dan program yang dijalankan. Masyarakat perlu diberi pemahaman yang lebih baik tentang apa yang dilakukan oleh para menteri, agar mereka dapat memberikan penilaian yang lebih akurat,” tambahnya.

    Dia pun mengingatkan Menko Zulhas mengenai tantangan saat ini. Menurutnya, tantangan yang dihadapi oleh pemerintah dalam sektor pangan masih sangat besar.

    Dedi mengatakan hasil survei tersebut dapat menjadi bahan refleksi bagi seluruh menteri. Terutama, kata dia, untuk terus meningkatkan kinerja dan berkomitmen dalam melayani rakyat.

    “Kinerja yang baik harus diiringi dengan upaya yang berkelanjutan untuk mendengarkan suara masyarakat. Hanya dengan cara ini, pemerintah dapat membangun kepercayaan yang lebih kuat dan menciptakan dampak positif bagi kehidupan rakyat,” pungkas Dedi.

    (amw/dhn)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Riuh Rendah RUU Perampasan Aset dari Era SBY, Jokowi, hingga Prabowo

    Riuh Rendah RUU Perampasan Aset dari Era SBY, Jokowi, hingga Prabowo

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto telah secara terbuka mendorong eksekusi pembahasan Rancangan Undang-undang atau RUU  Perampasan Aset. Pernyataan Prabowo itu menuai banyak sorotan baik yang pro maupun yang ragu ‘niat baik’ itu bakal terealisasi.

    Dalam catatan Bisnis, isu tentang RUU Perampasan Aset banyak digunjingkan publik ketika pemerintahan Presiden ke 7 Joko Widodo alias Jokowi. Namun sejatinya, upaya untuk mendorong RUU Perampasan Aset menjadi undang-undang telah muncul sejak pemerintahan Presiden ke 6 Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY. 

    Pada era SBY, pemerintah bahkan telah menyusun Naskah Akademik RUU Perampasan Aset Tindak Pidana. Naskah setebal 204 halaman itu memuat sejumlah substansi penting tentang penanganan aset tindak pidana. Pada bagian pertama, misalnya, pemerintah waktu itu mendesain tentang kategori aset hasil tindak pidana yang dirampas. Kemudian ada pula substansi mengenai mekanisme penelusuran aset.

    Menariknya, setelah SBY selesai menjabat, isu tentang RUU Perampasan Aset Tindak Pidana, redup. Nyaris tidak terdengar. Diskusi tentang RUU Perampasan Aset muncul kembali pada periode ke dua pemerintahan Jokowi.

    Salah satu momen yang paling banyak terekam media adalah, saat Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan pada waktu itu, Mahfud MD, rapat kerja bersama Komisi III DPR, yang masih diketuai oleh politikus PDI Perjuangan (PDIP), Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul. Rapat berlangsung akhir Maret 2023. 

    Mahfud pada waktu itu secara khusus meminta kepada DPR supaya segera membahas RUU Perampasan Aset. Namun reaksi dari Bambang Pacul tidak terduga. Bambang Pacul menyebut bahwa RUU Perampasan Aset dan tetek bengek-nya, termasuk RUU Pembatasan Uang Kartal, bisa dibahas secara mulus jika memperoleh izin dari Ketua Umum Parpol.

    “Pak Mahfud tanya kepada kita, ‘Tolong dong RUU Perampasan Aset dijalanin.’ Gampang Pak Senayan ini [DPR], lobinya jangan di sini Pak, ini Korea-korea ini [anggota dewan] semua nurut bosnya masing-masing,” ujar Pacul saat rapat dengan Mahfud di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (29/3/2023) malam.

    Dia menjelaskan, para anggota DPR bisa saja berkomentar liar saat rapat di parlemen namun ketika ditegur pimpinan partainya masing-masing mereka akan langsung ciut. “Di sini boleh ngomong galak, Pacul ditelepon, ‘Pacul berhenti,’ ‘Siap!’. Laksanakan? laksanakan Pak,” ungkap politisi PDI Perjuangan (PDIP) itu.

    Dalam catatan Bisnis, pemerintahan Jokowi telah menyusun naskah akademik RUU Perampasan Aset tahun 2022 lalu. Bedanya dengan era SBY, RUU era Jokowi jauh lebih tebal yakni 342 halaman. Pengaturan tentang mekanisme perampasan asetnya pun jauh lebih detail, misalnya soal waktu, kategori aset yang bisa dirampas, mekanisme penelusuran aset, hingga ke teknis pemblokiran aset yang terbukti hasil tindak pidana.

    Tak hanya itu, Jokowi bahkan telah mengirim surat presiden alias surpres ke DPR. Surpres adalah surat khusus yang ditujukan kepada DPR, biasanya substansinya terkait dengan pembahasan undang-undang atau fit and proper test calon pejabat publik yang mekanismenya melalui dewan.

    Namun karena status pembahasannya tidak kunjung jelas, RUU Perampasan Aset menjadi menjadi komoditas politik pada Pilpres 2024 lalu. Hampir semua pasangan calon alias Paslon yang bertarung berkomitmen untuk merealisasikan RUU Perampasan Aset.

    Isu tentang RUU itu juga pernah disinggung oleh Jokowi ketika tensi politik panas pada Pilkada 2024 lalu. Dia meminta kepada DPR supaya tidak sibuk soal Pilkada, tetapi juga mengesahkan RUU Perampasan Aset. 

    “Agar bisa diterapkan ke hal yang lain juga, yang mendesak, misalnya seperti RUU perampasan aset, yang juga sangat penting untuk pemberantasan korupsi. Juga bisa segera diselesaikan oleh DPR,” kata Jokowi.

    Sikap Prabowo Bagaimana?

    Sementara itu, Presiden Prabowo menegaskan komitmennya untuk mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset (RUU PA).

    Dia menekankan agar aturan yang sempat mandek di parlemen ini agar kembali dilanjutkan khususnya untuk memberantas praktik korupsi di Tanah Air.

    Hal ini disampaikan Prabowo dalam pidatonya di peringatan Hari Buruh Internasional di Monumen Nasional (Monas) Jakarta, Kamis (1/5/2025).

    “Saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Enak saja, sudah nyolong, enggak mau kembalikan aset. Gue tarik aja lah itu,” ujarnya dengan nada tegas yang disambut riuh peserta aksi buruh.

    Meski begitu, Presiden Ke-8 RI itu juga menyayangkan fenomena demonstrasi yang justru mendukung pelaku tindak pidana korupsi. Demonstrasi yang mendukung pelaku tindak pidana korupsi seharusnya tidak terjadi. Apalagi koruptor jelas-jelas merugikan negara.

    “Saya heran, di Indonesia bisa ada demo dukung koruptor. Gue heran,” ujarnya.

    Pernyataan Prabowo mendapat sambutan dari Kejaksaan Agung (Kejagung), mereka mendukung sepenuhnya rencana Prabowo untuk mempercepat pembahasan RUU Perampasan Aset.

    Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar menilai pernyataan itu menandakan bahwa kepala negara telah memahami kebutuhan regulasi dalam memberantas korupsi.

    “Kita sependapat dan mendukung sikap Bapak Presiden terkait itu dan kami menilai Bapak Presiden sangat memahami kebutuhan regulasi bagi APH dalam menjalankan tugasnya utamanya dalam pemberantasan TPK,” ujarnya kepada wartawan, dikutip Sabtu (3/5/2025).

    Dia menambahkan bahwa regulasi perampasan aset ini dianggap penting bagi korps Adhyaksa dalam rangka pemulihan keuangan negara yang disebabkan oleh tindak pidana korupsi. 

    “UU perampasan aset penting dalam upaya pemulihan kerugian keuangan negara utamanya pengaturan perampasan aset tanpa harus menunggu putusan pidana atau NCB,”

    Komitmen DPR

    Di sisi lain, Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan mengaku bahwa pihaknya tidak memiliki tantangan tersendiri untuk membahas Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset (RUU PA) di Baleg DPR.

    “Sesungguhnya tidak ada tantangan di Baleg, karena sudah ada Prolegnas [Program Legislasi Nasional] dari usulan Pemerintah nomor urut 21,” bebernya kepada Bisnis, Jumat (2/5/2025).

    Meski demikian, dia enggan menjelaskan bagaimana kesiapan Baleg DPR dan konsolidasi politik di fraksi-fraksi DPR terhadap pembahas RUU PA.

    Sementara itu, pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah meragukan DPR RI akan segera membahas Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset (RUU PA).

    Menurutnya, jika memang DPR ada iktikad membahas RUU PA, seharusnya sudah dimulai sejak pertama kali Presiden RI Prabowo Subianto ber-statement (memberikan pernyataan). Hingga kini, dia melihat belum ada tindakan dari pernyataan itu.

    Terlebih, lanjutnya, mudah saja bagi Prabowo bila  ingin ada perampasan aset koruptor melalui RUU PA. Mengingat di Parlemen alias DPR, kekuatan presiden sudah mayoritas.

    “Parpol [partai politik] yang kadernya ada di Parlemen masih malas merespons isu perampasan aset ini, bahkan cenderung akan menghalang-halangi,” ungkapnya saat dihubungi Bisnis, Jumat (2/5/2025).

    Sebab itu, dia khawatir pernyataan yang disampaikan Prabowo saat acara Hari Buruh kemarin soal mendukung Undang-Undang Perampasan Aset hanya berupa lip service (basa-basi) saja.

    “Terlebih sebelumnya juga ada keraguan soal belas kasih ke keluarga koruptor, ini semakin menguatkan jika belum ada komitmen pemberantasan korupsi di era Prabowo ini yang bisa dibanggakan,” tegasnya.

  • Pengamat Ragu DPR Bakal ‘Eksekusi’ RUU Perampasan Aset

    Pengamat Ragu DPR Bakal ‘Eksekusi’ RUU Perampasan Aset

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah ragu DPR segera membahas Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset (RUU PA).

    Menurutnya, jika memang DPR ada iktikad membahas RUU PA, seharusnya sudah dimulai sejak pertama kali Presiden RI Prabowo Subianto ber-statement (memberikan pernyataan). Hingga kini, dia melihat belum ada tindakan dari pernyataan itu.

    Terlebih, lanjutnya, mudah saja bagi Prabowo bila  ingin ada perampasan aset koruptor melalui RUU PA. Mengingat di Parlemen alias DPR, kekuatan presiden sudah mayoritas.

    “Parpol [partai politik] yang kadernya ada di Parlemen masih malas merespons isu perampasan aset ini, bahkan cenderung akan menghalang-halangi,” ungkapnya saat dihubungi Bisnis, Jumat (2/5/2025).

    Dedi khawatir pernyataan yang disampaikan Prabowo saat acara Hari Buruh kemarin soal mendukung Undang-Undang Perampasan Aset hanya berupa lip service (basa-basi) saja.

    “Terlebih sebelumnya juga ada keraguan soal belas kasih ke keluarga koruptor, ini semakin menguatkan jika belum ada komitmen pemberantasan korupsi di era Prabowo ini yang bisa dibanggakan,” tegasnya.

    Sementara itu, pengamat politik Adi Prayitno memandang seharusnya pernyataan Prabowo ini segera dibahas di Parlemen, karena semua kekuatan politik menyatu dan solid.

    “Kecuali memang para elit di DPR menganggap perampasan aset tak prioritas. Itu beda cerita. Tapi publik bertanya, apa yg membuat RUU tak prioritas bagi DPR? Padahal presiden sudah gaspol,” ujarnya.

    Senada, pakar ilmu politik BRIN, Siti Zuhro beranggapan pernyataan eksplisit Prabowo mendukung UU Perampasan Aset merupakan pertanda Prabowo menyetujui dan berharap UU ini bisa segera dibahas dan diselesaikan.

    Terlebih, karena Indonesia menganut sistem presidensial, ungkapan Prabowo itu bisa diterjemahkan sebagai “peraturan” yang perlu ditindaklanjuti.

    “Apalagi keberadaan RUU Perampasan Aset ini sudah lama ditungu-tunggu untuk disahkan menjadi UU. Saat ini timing sudah tepat untuk mendorong pengesahan RUU tersebut,” tutupnya.

    Komitmen Prabowo

    Sebelumnya, Prabowo akhirnya memberi ‘lampu hijau’ bagi eksekutif dan legislatif untuk mempercepat pembahasan RUU Perampasan Aset. Komitmen tersebut disampaikan Prabowo dalam pidatonya saat peringatan Hari Buruh Internasional di Monumen Nasional (Monas) Jakarta, Kamis (1/5/2025).

    Menurutnya, pembahasan RUU Perampasan Aset yang sempat mandek di parlemen ini agar kembali dilanjutkan demi  memberantas praktik korupsi di Tanah Air.

    “Saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Enak saja, sudah nyolong, enggak mau kembalikan aset. Gue tarik aja lah itu [rampas aset],” tegas Prabowo yang langsung disambut riuh ribuan buruh yang mengikuti aksi May Day hari itu. 

    Meski begitu, Prabowo juga menyayangkan adanya fenomena aksi demonstrasi yang justru mendukung pelaku tindak pidana korupsi.

    Demo tersebut, kata dia, dilakukan segelintir pihak yang justru terlihat dalam kasus korupsi atau suap yang merugikan negara.

    “Saya heran, di Indonesia bisa ada demo dukung koruptor. Gue heran,” imbuhnya.

  • Menyelisik Urgensi Kota Solo Diusulkan jadi Daerah Istimewa

    Menyelisik Urgensi Kota Solo Diusulkan jadi Daerah Istimewa

    JAKARTA – Kota Solo sedang menjadi sorotan. Usulan menjadikan Solo sebagai daerah istimewa disebut berkaitan dengan kepentingan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

    Selain sebagai kota pensiunnya Jokowi yang membuat rumahnya sering dikunjungi masyarakat, bahkan belakangan sederet menteri juga datang menyambangi. Publik juga menyoroti karena kota ini masuk daftar daerah otonomi baru sebagai daerah istimewa.

    Menurut informasi, Kementerian Dalam Negeri mendapat usulan sejumlah daerah yang menginginkan adanya status keistimewaan. Ada enam daerah yang mengusulkan wilayahnya menjadi daerah istimewa.

    Sejauh ini daerah yang paling santer terdengar adalah Solo Raya, yang terdiri dari satu kota episentrum, Surakarta, dan enam kabupaten di sekitarnya: Boyolali, Karanganyar, Sragen, Sukoharjo, dan Wonogiri.

    Selain Solo di Jawa Tengah, ada enam provinsi yang menginginkan adanya status daerah istimewa, yaitu Jawa Barat, Sumatra Barat, Riau, dan dua usulan dari Sulawesi Tenggara.

    Suasana Keraton Surakarta Hadiningrat, Jalan Kamandungan, Baluwarti, Surakarta. (Unsplash/fala.syam)

    Usulan agar Kota Solo menjadi daerah istimewa dilontarkan Wakil Ketua Komisi II DPR Aria Bima. Menurut politikus PDIP tersebut, Kota Solo termasuk satu dari enam daerah yang meminta status istimewa.

    “Seperti daerah saya, Solo meminta pemekaran dari Jawa Tengah dan menjadi Daerah Istimewa Surakarta,” kata Bima usai rapat kerja komisi bidang pemerintahan DPR dengan Kementerian Dalam Negeri.

    Namun usulan agar Kota Solo menjadi daerah istimewa menuai polemik. Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah bahkan menilai gagasan tersebut berkaitan erat dengan kepentingan Jokowi.

    Sudah Tidak Relevan

    Pasal 18B ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan, negara mengakui adanya satuan pemerintahan daerah yang berstatus istimewa dan khusus. Pasal tersebut menyebutkan, “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa yang diatur dengan undang-undang.”

    Saat ini, Indonesia memiliki dua provinsi yang bersifat istimewa. Pertama, Daerah Istimewa Yogyakarta yang diatur melalui UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.

    Di antara bentuk keistimewaan kota ini adalah terkait tata cara pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur. Berbeda dengan daerah lain yang gubernurnya dipilih lewat pemilihan kepala daerah, untuk Yogyakarta diusulkan kesultanan atau kadipaten.

    Yogyakarta juga memiliki keistimewaan dalam hal kewenangan kelembagaan, tata ruang, pertanahan, dan kebudayaan.

    Selain Yogyakarta, ada Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam yang memiliki status istimewa. Kekhususannya diatur melalui UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

    Jalan Jenderal Sudirman di kawasan Balai Kota Solo, Jawa Tengah, 5 Maret 2025. (ANTARA/Mohammad Ayudha)

    UU tersebut menyatakan Aceh bersifat istimewah dan memiliki kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya. Bentuk keistimewaan Aceh ada pada penyelenggaraan pemerintahan yang berpedoman pada asas keislaman atau Qanun Aceh.

    Direktur IPO Dedi Kurnia Syah memandang usulan agar Kota Solo menjadi daerah istimewa tidak relevan, karena sebagai negara kesatuan sudah waktunya Indonesia kembali pada konsep tunggal.

    Menurutnya, seharusnya daerah yang sekarang berstatus istimewa perlu dievaluasi. Karena secara politik yang dibutuhkan sekarang adalah otonomi daerah secara total atau desentralisasi.

    “Jika ada hal krusial seperti sejarah kultural, maka cukup budaya saja yang diistimewakan, bukan daerahnya secara politik dan pemerintah,” kata Dedi kepada VOI.

    Kegagalan Otonomi Daerah

    Dedi menambahkan, usulan status istimewa bagi Surakarta berlebihan dan potensial tidak produktif. Ia menganggap usulan ini hanya wacana kekuasaan, bukan soal pemerataan pembangunan.

    “Bahkan wacana semacam ini bisa menimbulkan sikap sparatisme di daerah lain atau wilayah bekas kerajaan di masa silam,” ujarnya.

    Patut dicurigai usulan ini demi kepentingan sedikit pihak, terlebih itu daerah keluarga Jokowi, bisa ditafsir sebagai bagian dari upaya peluang kekuasaan keluarga Jokowi secara politik,” Dedi menambahkan.

    Intinya, kata Dedi, usulan itu tidak diperlukan bagi negara ini, justru bisa menjadi beban dan ketimpangan sosial.

    Penari mengenakan kostum berhias daun pada Festival Solo Menari 2025 di Ngarsopuro, Solo, Jawa Tengah, Selasa (29/4/2025). (ANTARA/Mohammad Ayudha)

    Sementara itu, dosen hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Yance Arizona memiliki pandangan lain. Gagasan pembentukan daerah istimewa baru, menurut Yance adalah akibat kegagalan otonomi daerah.

    Sekarang ini pemerintah pusat cenderung sentralistis, padahal semua daerah seharusnya memiliki keleluasaan mengatur diri sendiri.

    “Gagasan daerah istimewa muncul sebagai perlawanan terhadap sentralisasi pemerintah pusat karena regulasi yang ada tidak mampu memberikan keleluasaan kepada daerah untuk mengatur diri sendiri,” tuturnya.

    Menurut Yance, otonomi daerah belum mampu menampung kekhususan dan kekhasan setiap daerah sehingga sejumlah daerah mengajukan status istimewa.

    Karena dengan menjadi istimewa, wilayah tersebut punya payung hukum yang bisa mengakomodasi kekhasan daerahnya. Dengan demikian, mereka memiliki keleluasaan berbeda dari daerah lain.

    Keuntungan menjadi daerah istimewa dan khusus akan bergantung pada kebutuhan masing-masing. Contohnya, kata Yance, jika Bali berstatus istimewa ada kemungkinan muncul regulasi keimigrasian berbeda yang diterapkan di sana karena Bali memiliki banyak destinasi wisata yang dikunjungi turis mancanegara.

    “Jadi banyak argumen yang dibuat di daerah sesuai dengan kebutuhan, termasuk Solo nantinya,” kata Yance lagi.

  • Skema Pencopotan Wapres Gibran Melalui MPR Dinilai Sangat Memungkinkan, Tapi..

    Skema Pencopotan Wapres Gibran Melalui MPR Dinilai Sangat Memungkinkan, Tapi..

    Bisnis.com, JAKARTA — Usulan Forum Purnawirawan TNI untuk mengganti Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dinilai sangat memungkinkan.

    Pengamat politik dari Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah mengatakan penggantian atau pemakzulan wapres melalui MPR sangat mungkin dilakukan karena memang sesuai dengan konstitusi begitu prosedurnya.

    Dia berpandangan demikian kala merespons salah satu poin dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI yang mengusulkan penggantian Wapres Gibran Rakabuming Raka.

    Kendati bisa melalui MPR, Dedi memandang usulan pemakzulan itu belum bisa dilakukan menuju sidang MPR karena kondisi saat ini masih belum memungkinkan.

    “Karena, perlu ada alasan kuat membawa wapres ke sidang pemakzulan, selama wapres tidak melakukan pelanggaran UU, maka MPR mustahil memakzulkan,” tegasnya saat dikonfirmasi Bisnis dan dikutip Selasa (29/4/2025).

    Dia melanjutkan, jika pemakzulan ini ingin menggunakan alasan faktor legitimasi pencalonan wakil presiden saat Pilpres kemarin, ini sudah usang dan tidak dapat diungkit kembali.

    Meskipun, sambungnya, kala itu Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) diputus bersalah dan mendapat sanksi, tetapi legitimasi pendaftaran Prabowo-Gibran tetap sah serta tidak dapat digugat.

    “Jika desakan memakzulkan Wapres Gibran diikuti oleh MPR dengan dalih keputusan MK terkait usia, maka pemakzulan harus berlaku untuk Prabowo juga karena sistem pemilihan kita sepaket,” bebernya.

    Degan demikian, Dedi menilai hingga kini pemakzulan Wapres Gibran mustahil dilakukan, kecuali ada tuduhan serius. Misalnya, Gibran dituduh melakukan upaya penggulingan Presiden Prabowo dan intensitas pertemuan elit di rumah Jokowi dijadikan dalih perencanaan itu.

    “Jika ada kejadian semacam itu, maka Gibran bisa dimakzulkan, tetapi sepanjang Gibran tidak melakukan apa-apa, maka mustahil memakzulkan,” tegas dia.

    Sebelumnya, Penasihat Khusus Presiden Bidang Politik dan Keamanan, Wiranto membenarkan satu dari delapan poin dalam tuntutan Forum Purnawirawan Prajurit TNI adalah usulan untuk mengganti Wakil Presiden Gibran melalui MPR.   

    “Iya, kan ada kan delapan poin itu, kan sudah beredar di medsos ya. Sudah banyak berita yang muncul maka inilah ya sikap presiden bukan mengacaukan tapi tetap menghargai karena kita paham bahwa perbedaan itu ada, ada yang pro, ada yang kontra,” ujar Wiranto, yang juga merupakan pensiunan TNI dengan jabatan akhir Panglima ABRI (sebelum diganti TNI).   

    Wiranto menilai perbedaan pendapat adalah hal yang wajar dalam demokrasi, namun diharapkan tidak menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat.   

    “Perbedaan itu jangan sampai mengeruhkan suasana pada saat kita sedang menghadapi banyak-banyak tantangan. Saya kira itu pesan presiden,” ucapnya.   

    Pria yang juga Mantan Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) itu menekankan, delapan poin tersebut adalah usulan yang ditujukan kepada presiden, yang tentu akan dipertimbangkan dengan matang sebelum diberikan tanggapan.   

    “Itu kan usulan, usulan dari para Forum Purnawirawan TNI ya. Ditujukan kepada presiden gitu kan. Nah presiden kan tidak buru-buru merespons karena dengan alasan yang saya sebutkan tadi. Itu ya,” pungkas Wiranto.

  • Jokowi Terus-terusan Turunkan Wibawa Presiden Prabowo

    Jokowi Terus-terusan Turunkan Wibawa Presiden Prabowo

    GELORA.CO – Presiden ke-7 RI seperti terus menerus melakukan upaya intervensi politik dengan berbagai cara agar wibawa Presiden Prabowo Subianto tergerus. 

    Salah satunya sikap Jokowi mengumpulkan peserta Sekolah Staf dan Pimpinan Menengah (Sespimmen) Polri Pendidikan Reguler (Dikreg) ke- 65 di kediamanannya, Solo, pada 17 April 2025, semakin menurunkan wibawa Presiden Prabowo. 

    “Kondisi ini seharusnya tidak terus dilakukan Jokowi, selain bisa menurunkan wibawa Presiden Prabowo, juga bisa dianggap pemerintah masih dibayang-bayangi kekuasaan Jokowi,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah kepada RMOL, Selasa 22 April 2025. 

    Di sisi lain, pengamat politik jebolan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini berpandangan bahwa langkah Jokowi mengumpul para calon jenderal polisi itu seolah mengonfirmasi dugaan publik terkait keterlibatan partai coklat (Parcok) atau oknum kepolisian cawe-cawe di Pemilu 2024 lalu.  

    “Rombongan Sespimmen ini bisa mengembalikan ingatan publik soal wacana keterlibatan polisi di Pemilu dan Pilpres era Jokowi, bisa jadi dugaan Jokowi melakukan intervensi benar adanya,” pungkas Dedi.

    Sebelumnya, Patun Pokjar II Serdik Sespimmen Dikreg ke-65 Komisaris Besar Denny mengatakan, kedatangan mereka ke Solo hanya untuk silaturahmi dengan Jokowi. 

    “Bersilaturahmi dengan Bapak Jokowi sekalian meminta masukan untuk perkembangan ke depannya,” kata Denny seusai pertemuan dengan Jokowi di Solo, pada Kamis 17 April 2025.  

    Menurut Denny, perkembangan ke depan yang dimaksud berkaitan kepemimpinan agar bisa menghadapi tantangan global pada era digital, kecerdasan buatan atau kecerdasan artifisial (AI) serta robotic.

  • Jokowi Dihinggapi Post Power Syndrome

    Jokowi Dihinggapi Post Power Syndrome

    GELORA.CO – Sikap Presiden ke-7 RI Joko Widodo alias Jokowi yang mengumpulkan peserta didik Sekolah Staf dan Pimpinan Menengah (Sespimmen) Polri dan Pendidikan Reguler (Dikreg) ke-65 di kediamannya di Solo, Jawa Tengah, pada Kamis lalu, 17 April 2025, menuai kritik. 

    Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah berpandangan bahwa cara Jokowi mengumpulkan Sespimmen Polri saat sudah tidak lagi menjabat Presiden RI sangat janggal dan bernuansa politis. 

    Sespimmen Polri merupakan sekolah staf dan pimpinan menengah Polri dengan peserta didik perwira menengah dengan pangkat ajun komisaris besar dan komisaris. Dengan kata lain, mereka merupakan para calon jenderal. 

    “Memang janggal, bagi masyarakat biasa yang terus mengunjungi Jokowi mungkin tidak menjadi soal, tetapi kelompok elite semacam ini beresiko mengganggu wibawa Presiden (sekarang),” kata Dedi kepada RMOL, Senin 21 April 2025. 

    Di sisi lain, Presiden sebelum Jokowi diketahui tidak pernah melakukan hal serupa.

    Ayah dari Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka itu diduga sedang terus berupaya menunjukkan powernya meski sudah tidak lagi berkuasa.

    “SBY dan Megawati tidak melakukan itu. Bisa jadi Jokowi dihinggapi post power syndrom, merasa masih berkuasa dan memang menyukai dipuji berlebihan?” tandasnya.

  • Jokowi Beri Arahan ke Peserta Sespimmen Polri Perkuat Dugaan ‘Parcok’

    Jokowi Beri Arahan ke Peserta Sespimmen Polri Perkuat Dugaan ‘Parcok’

    GELORA.CO – Pertemuan Peserta Didik (Serdik) Sekolah Staf dan Pimpinan Menengah (Sespimmen) Polri Pendidikan Reguler (Dikreg) ke-65 ke kediaman Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) disebut dapat memperkuat dugaan publik ihwal andil Jokowi dalam partai coklat (‘parcok’).

    Dalam hal ini menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, dengan kunjungan kepolisian ini, juga bisa menguatkan dugaan jika Jokowi memang mengendalikan polisi untuk kepentingan politiknya, termasuk dugaan penyalahgunaan wewenang di Pilpres atau Pemilu lalu.

    “Jokowi sendiri perlu mendapat teguran publik, ia seharusnya menjaga kehormatan Presiden saat ini, dengan tidak memfestivalkan pengaruhnya di kalangan elit,” kata Dedi, Minggu (20/4/2025).

    Pun, Dedi mengkhawatirkan drama kekuasaan Jokowi saat ini, terlebih intensitas pejabat negara dan penegak hukum yang mengunjungi kediaman ayahanda Kaesang Pangarep tersebut kian bertambah.

    Menurutnya, Jokowi sebagai tokoh bangsa lazim saja dikunjungi, tetapi jika ada ‘pengkultusan’ dan rutin, itu berisiko terjadi konflik kekuasaan.

    “Presiden Prabowo perlu memberikan teguran terhadap siapapun yang mewakili negara, tetapi berhubungan dengan Jokowi secara berlebih. Wibawa kuasa Presiden Prabowo bisa runtuh,” jelasnya.

    Dedi menegaskan bahwa Jokowi seharusnya menjaga martabat Presiden Prabowo dengan sikapnya saat ini. 

    “Jokowi bisa dianggap post power syndrom, menyaingi Prabowo dan jelas itu tidak baik,” katanya.

    Sebelumnya, Patun Pokjar II Serdik Sespimmen Dikreg ke-65, Kombes Denny membenarkan pihaknya mengunjungi kediaman Jokowi di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, Jawa Tengah pada Kamis (17/4/2025). 

    Di dalam rombongan peserta terdapat Ajudan Jokowi, Kompol Syarif Fitriansyah bersama peserta lain yang menempuh pendidikan Serdik Sespimmen Dikreg ke-65.

    Kombes Denny mengatakan, pertemuan merupakan bentuk silaturahmi peserta didik dengan Jokowi.  

    “Bersilaturahmi dengan bapak Jokowi sekalian meminta masukan untuk perkembangan ke depannya,” kata Kombes Denny, dalam keterangannya, setelah pertemuan, Sabtu. 

    Menurutnya, perkembangan ke depan berkaitan kepemimpinan agar bisa menghadapi tantangan global pada era digital, kecerdasan buatan atau kecerdasan artifisial (AI) serta robotic.

    Denny menambahkan arahan Jokowi, mengharapkan sinergitas antara Polri dan TNI ditingkatkan.

    “Intinya beliau (berpesan) untuk menjadi anggota pori dan TNI yang lebih baik ke depan,” katanya. 

    “Dan bisa dicintai oleh masyarakat dan menjadi panutan untuk masyarakat,” pungkasnya.

  • Jokowi Beri Arahan ke Peserta Sespimmen Polri Dinilai Berisiko Konflik Kekuasaan

    Jokowi Beri Arahan ke Peserta Sespimmen Polri Dinilai Berisiko Konflik Kekuasaan

    GELORA.CO – Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah menyatakan kunjungan Peserta Didik (Serdik) Sekolah Staf dan Pimpinan Menengah (Sespimmen) Polri Pendidikan Reguler (Dikreg) ke-65 ke kediaman Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) bisa memperkuat dugaan publik, terkait andil Jokowi dalam partai coklat atau ‘parcok’ yang diidentikan dengan polisi yang berseragam cokelat.

    “Dengan kunjungan kepolisian ini, juga bisa menguatkan dugaan jika Jokowi memang mengendalikan polisi untuk kepentingan politiknya, termasuk dugaan penyalahgunaan wewenang di Pilpres atau Pemilu lalu,” ucap Dedi kepada Inilah.com, Minggu (20/4/2025).

    “Jokowi sendiri perlu mendapat teguran publik, ia seharusnya menjaga kehormatan Presiden saat ini, dengan tidak memfestivalkan pengaruhnya di kalangan elit,” tegasnya.

    Tak hanya itu, ia mengaku sedikit mengkhawatirkan drama kekuasaan Jokowi saat ini, terlebih intensitas pejabat negara dan penegak hukum yang mengunjungi kediaman ayahanda Kaesang Pangarep tersebut kian bertambah.

    “Jokowi sebagai tokoh bangsa lazim saja dikunjungi, tetapi jika ada ‘pengkultusan’ dan rutin, itu berisiko terjadi konflik kekuasaan, Presiden Prabowo perlu memberikan teguran terhadap siapapun yang mewakili negara, tetapi berhubungan dengan Jokowi secara berlebih. Wibawa kuasa Presiden Prabowo bisa runtuh,” ujarnya.

    Jokowi, lanjut Dedi, seharusnya menjaga martabat Presiden Prabowo dengan sikapnya saat ini. “Jokowi bisa dianggap post power syndrom, menyaingi Prabowo dan jelas itu tidak baik,” tandasnya.

    Diketahui, Serdik Sespimmen Polri Dikreg ke-65 menemui Presiden ke-7 Jokowi di kediamannya, di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, Jawa Tengah pada Kamis (17/4/2025).

    Patun Pokjar II Serdik Sespimmen Dikreg ke-65, Kombes Denny membenarkan kunjungan ini. Di dalam rombongan peserta terdapat pula Ajudan Jokowi, Kompol Syarif Fitriansyah bersama peserta lain yang menempuh pendidikan Serdik Sespimmen Dikreg ke-65.

    Denny mengatakan, pertemuan merupakan bentuk silaturahmi peserta didik dengan Jokowi. “Bersilaturahmi dengan bapak Jokowi sekalian meminta masukan untuk perkembangan ke depannya,” katanya, dikutip Minggu (20/4/2025).

    Dia menyebut pertemuan tersebut membahas perkembangan ke depan, berkaitan kepemimpinan agar bisa menghadapi tantangan global pada era digital, kecerdasan buatan atau kecerdasan artifisial (AI) serta robotic.

    Denny menambahkan arahan Jokowi seputar harapannya dalam sinergitas antara Polri dan TNI ditingkatkan. “Intinya beliau (berpesan) untuk menjadi anggota pori dan TNI yang lebih baik ke depan. Dan bisa dicintai oleh masyarakat dan menjadi panutan untuk masyarakat,” ujarnya.

    Sebelumnya pertemuan antara peserta Sespimmen Polri dengan Jokowi di Solo, Jawa tengah sempat muncul di media sosial Instagram @Sespimmen65, namun, pada Sabtu (19/4/2025) pukul 16.00 WIB, unggahan tersebut sudah tidak terlihat.

    Wartawan Inilah.com telah berupaya menghubungi pihak Mabes Polri untuk mengkonfirmasi perihal hilangnya unggahan tersebut, namun hingga Minggu (20/4/2025) pukul 16.01 WIB tidak mendapatkan respons.

    Sebagai informasi, Sespimmen Polri merupakan sekolah staf dan pimpinan menengah Polri yang terdiri dari peserta didik perwira menengah Polri dengan pangkat AKBP dan Kompol. Tujuan sespimmen ini adalah untuk menghasilkan perwira dengan kemampuan manajerial tingkat menengah, moralitas, integritas, serta wawasan kebangsaan dan kepemimpinan strategis. (*)