Membeludak, PHRI Sebut Banyak Wisatawan dari Bali Alihkan Kunjungan ke Yogyakarta
Tim Redaksi
YOGYAKARTA, KOMPAS.com
– Libur Natal dan tahun baru (Nataru), Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mulai digeruduk wisatawan.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) DIY, Deddy Pranowo Eryono mengatakan reservasi hotel mulai tanggal 20 Desember hingga 2 Januari berkisar 30 sampai 40 persen, namun untuk saat ini angka okupansi atau keterisian hotel sudah di angka 61 persen.
“Di tanggal 21 Desember itu 60 persen, ini banyak yang offline datang langsung ke hotel (memesan),” kata Deddy, Senin (22/12/2025).
Melihat kondisi wisatawan yang datang ke DIY saat ini pihaknya optimistis dapat melampaui target yang sudah ditentukan yakni di angka 80 persen okupansi hotel di seluruh DIY.
“Target hanya 80 persen, tapi kelihatannya dari target ini bisa naik,” ujar Deddy.
Ramainya wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta berbanding terbalik dengan kondisi di Bali.
Menurut Deddy, banyak wisatawan yang akan berkunjung ke Bali namun dibatalkan dan memilih berkunjung ke Yogyakarta.
“Banyak mereka rencana ke Bali mengurungkan lalu ke Jogja. Ini menguntungkan kita tapi harus mewaspadai kemacetan dan lain-lain,” kata dia.
Menurut Deddy ramainya wisatawan ini sebagai tantangan bagi Pemerintah DIY maupun pelaku usaha di bidang pariwisata.
Ia berharap pelaku wisata tidak aji mumpung saat wisatawan ramai berdatangan ke Yogyakarta.
“Jangan aji mumpung, seperti yang disampaikan pak gubernur ke anggota kami. Jangan manfaatkan momentum natatu untuk aji mumpung ini tempat kita promosi,” katanya.
Selama libur Nataru ini
PHRI DIY
menerapkan batas atas dan bawah untuk tarif kamar hotel.
“Kita ada batas atas dan bawah, batas atas 40 persen dari dari rate (harga hotel),” kata dia.
Sebelumnya, Gubernur Bali, I Wayan Koster, yang mengakui adanya penurunan jumlah wisatawan mancanegara.
Menurut Koster, biasanya kedatangan harian wisatawan asing mencapai 20 ribu orang, namun saat ini berkisar antara 11 ribu hingga 16 ribu.
Menurut Koster, biasanya kedatangan harian wisatawan asing mencapai 20 ribu orang, namun saat ini berkisar antara 11 ribu hingga 16 ribu.
“Mancanegara, hariannya ya, sekarang agak menurun. Dari periode September – Oktober, terjadi penurunan ya. Sekarang hariannya, 11 ribu sampai 16 ribu,” ujar Koster di Denpasar, Jumat (19/12/2025).
Kekhawatiran akan banjir juga disebut menjadi salah satu faktor penyebab pembatalan pemesanan vila.
Anggota Bali Villa Rental and Management Association (BVRMA) melaporkan adanya pembatalan hingga 15 persen menjelang Nataru.
Tingkat okupansi vila anggota BVRMA pun diprediksi hanya berkisar 55 hingga 60 persen.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Deddy Pranowo Eryono
-
/data/photo/2025/10/07/68e4914a55762.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
2 Membeludak, PHRI Sebut Banyak Wisatawan dari Bali Alihkan Kunjungan ke Yogyakarta Regional
-

PHRI sebut Embarkasi Haji DIY dongkrak okupansi hotel di Kulon Progo
Mereka akan mempersiapkan sebaik-baiknya karena haji itu ibadah. Jangan sampai kualitasnya malah di bawahnya embarkasi haji
Yogyakarta (ANTARA) – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) meyakini keberadaan Embarkasi Haji Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di Kabupaten Kulon Progo memberikan dampak positif terhadap tingkat okupansi hotel di wilayah tersebut.
“Yang paling penting adalah okupansi itu bisa naik karena selama ini (okupansi) yang paling rendah dari DIY itu di Kulon Progo,” ujar Ketua DPD PHRI DIY Deddy Pranowo Eryono di Yogyakarta, Senin.
Sebelumnya, DIY secara resmi memiliki Embarkasi Haji setelah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Haji dan Umrah RI Nomor 11 Tahun 2025.
Embarkasi Haji DIY akan berlokasi di Kabupaten Kulon Progo, dengan titik keberangkatan di Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) dan hotel-hotel sekitarnya berfungsi sebagai asrama sementara bagi jamaah.
Berdasarkan laporan dari DPC PHRI Kulon Progo, Deddy menyebut empat hotel berbintang telah siap mendukung operasional Embarkasi Haji 2026 yakni Novotel, Ibis, Morazen, dan Swiss-Bel.
“Awalnya kami menyiapkan 60 hotel dari berbagai kelas, mulai nonbintang sampai bintang. Tapi ternyata yang dipakai hanya empat hotel berbintang,” ucap dia.
Menurut Deddy, empat hotel tersebut dinilai mencukupi kapasitas jamaah karena keberangkatan dilakukan secara bertahap per kloter dan sebagian jamaah, khsusunya dari Jawa Tengah bagian selatan diperkirakan tetap menginap di kawasan Solo.
“Sangat mampu, kan jamaah haji per kloter, bukan langsung seluruhnya,” kata dia.
Deddy menuturkan tidak seluruh kamar hotel nantinya digunakan untuk jamaah haji. Manajemen hotel diberi keleluasaan menentukan porsi pemanfaatan kamar untuk jamaah maupun keluarga atau tamu umum.
“Biasanya ya jamaah itu 40 persen, yang keluarga 60 persen. Ada yang 50-50 dari jumlah kamar yang ada,” ujarnya.
Dengan ditetapkan DIY sebagai embarkasi haji, Deddy meminta pengelola hotel menyiapkan fasilitas dan layanan yang layak bagi para calon haji, mulai dari kualitas kamar, kebersihan, hingga pelayanan makanan.
“Mereka akan mempersiapkan sebaik-baiknya karena haji itu ibadah. Jangan sampai kualitasnya malah di bawahnya embarkasi haji. Kualitasnya harus lebih,” ucapnya.
Menurut Deddy, empat hotel yang ditunjuk bakal menyesuaikan konsep penyambutan jamaah. Beberapa hotel, berencana menyiapkan hidangan bertema timur tengah dan dekorasi khusus agar jamaah merasa lebih siap secara mental menjelang keberangkatan.
Deddy menilai kebijakan pemanfaatan hotel sebagai asrama haji pertama di Indonesia ini membawa keuntungan ganda.
Selain meningkatkan okupansi, skema tersebut diyakini bakal menggerakkan ekonomi lokal.
Untuk itu, menurut dia, Pemda DIY tidak perlu membangun gedung embarkasi baru yang membutuhkan anggaran besar sehingga cukup memanfaatkan hotel di sekitar YIA.
“Daripada dananya dihamburkan untuk membangun asrama, perputaran uangnya akan lebih baik dikasih ke anggota kami karena kami juga berkontribusi kepada negara lewat PAD dan penyerapan tenaga kerja,” ujar Deddy.
Ia menambahkan keberadaan embarkasi di Kulon Progo sekaligus dapat memperkuat citra daerah sebagai kawasan layanan haji yang modern dan ramah wisata.
“Ini bisa meningkatkan okupansi dan mengenalkan Kulon Progo sebagai embarkasi haji. Walaupun ini ibadah, nantinya akan timbul branding, dan itu keuntungan bagi kita,” katanya.
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

PHRI DIY dukung moratorium hotel di kawasan Sumbu Filosofi Yogyakarta
Yogyakarta (ANTARA) – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyatakan mendukung penuh moratorium pembangunan hotel baru di kawasan inti Sumbu Filosofi yang dicanangkan Pemerintah Kota Yogyakarta.
Ketua PHRI DIY Deddy Pranowo Eryono di Yogyakarta, Jumat, mengatakan pihaknya bahkan telah lebih dahulu mengusulkan kebijakan serupa termasuk di Kabupaten Sleman kepada Gubernur DIY sejak tahun lalu.
“Sebetulnya moratorium di Kota Yogyakarta dan Sleman sudah kami sampaikan kepada Gubernur tahun lalu,” ujar dia.
Menurut Deddy, moratorium penting dilakukan demi mencegah okupansi hotel hanya terkonsentrasi di wilayah Kota Yogyakarta dan Sleman, sekaligus mendorong pemerataan kunjungan wisata ke wilayah lain seperti Bantul, Kulon Progo, dan Gunungkidul.
“Agar ada pemerataan okupansi, hotel-hotel di Bantul, Kulon Progo, dan Gunung Kidul,” ucap dia.
Namun demikian, PHRI DIY juga meminta agar moratorium hotel tersebut dibarengi dengan langkah konkret untuk menertibkan penginapan ilegal yang kian marak di wilayah ini.
“Kami mohon ada penertiban dan pendataan homestay, indekos yang dijual harian. Itu perlu izin dan juga harus membayar pajak,” tegas Deddy.
Ia mengingatkan bahwa penginapan ilegal berpotensi mengganggu iklim usaha perhotelan yang sehat dan merugikan pendapatan asli daerah (PAD) karena tidak tercatat secara resmi.
“Pasti nantinya di Kota Yogyakarta akan lebih menjamur homestay , indekos harian dan semacamnya,” ujar dia.
Selain aspek ekonomi, Deddy juga menilai kebijakan moratorium dapat membantu mengurangi kepadatan lalu lintas di kawasan inti kota, terutama jika dibarengi dengan pengawasan terhadap penginapan non-hotel.
Sebelumnya, Pemerintah Kota Yogyakarta menyatakan akan memberlakukan moratorium atau penghentian sementara pemberian izin pembangunan hotel baru di kawasan inti (core zone) Sumbu Filosofi.
Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo mengimbau para pengelola hotel untuk tidak lagi merencanakan pembangunan di kawasan zona inti Sumbu Filosofi yang mencakup area kanan dan kiri jalur yang membentang lurus mulai dari Tugu Pal Putih, Malioboro, Keraton Yogyakarta, hingga Panggung Krapyak.
“Saya sampaikan ke teman-teman di manajemen, manajer-manajer hotel supaya mereka jangan punya keinginan mulai sekarang ini untuk membangun di ‘core zone’ ini,” ujar Hasto.
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2025 -
/data/photo/2023/08/16/64dcba3f22761.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
7 Reservasi Hotel di Yogyakarta Jeblok Saat Libur Lebaran, Pengusaha Hotel Hanya Bisa Bertahan 3 sampai 6 Bulan Yogyakarta
Reservasi Hotel di Yogyakarta Jeblok Saat Libur Lebaran, Pengusaha Hotel Hanya Bisa Bertahan 3 sampai 6 Bulan
Tim Redaksi
YOGYAKARTA, KOMPAS.com –
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengeluhkan penurunan signifikan pada tingkat reservasi hotel selama periode libur Lebaran tahun ini.
Hingga menjelang Lebaran, Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono, mengatakan, jumlah reservasi hotel di Yogyakarta baru terisi sekitar 5 hingga 20 persen.
“Lebaran tinggal beberapa hari, reservasi kita baru 5-20 persen untuk periode 26 Maret hingga 1 April. Kemudian, untuk tanggal 1 hingga 4 April, baru mencapai 40 persen,” kata Deddy pada Selasa (25/3/2025).
Angka ini, menurut Deddy, jauh berbeda dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, di mana tingkat reservasi bisa mencapai 60 hingga 70 persen pada waktu yang sama.
“Ini mengalami penurunan signifikan dibandingkan tahun lalu, di mana pada libur Lebaran tahun lalu, reservasi bisa mencapai 60-70 persen,” tambahnya.
Deddy berharap bahwa pada hari H, wisatawan yang datang ke Yogyakarta dapat langsung memesan kamar hotel tanpa melalui proses reservasi sebelumnya, yang dapat membantu meningkatkan hunian hotel di DIY.
“Semoga di hari H nanti, wisatawan tidak hanya mengandalkan reservasi, tetapi juga langsung memesan di hotel yang mereka tuju,” ujarnya.
Rendahnya tingkat reservasi ini, menurut Deddy, diperparah oleh tidak adanya kegiatan MICE (Meetings, Incentives, Conferences, Exhibitions) yang biasanya digelar oleh pemerintah atau sektor swasta.
“MICE swasta yang biasanya ramai juga menurun. Daya beli masyarakat pun kami rasakan ikut menurun,” kata dia.
Kondisi ini membuat para pengusaha hotel semakin terdesak. Deddy mengungkapkan bahwa hotel-hotel di DIY hanya dapat bertahan antara 3 hingga 6 bulan tanpa melakukan PHK terhadap karyawan mereka.
“Kami hanya bisa bertahan 3 sampai 6 bulan tanpa PHK. Ini adalah warning bagi pemerintah,” ujarnya.
“Karena kita sudah tidak bisa apa-apa lagi, kami hanya bisa memberi gaji karyawan berdasarkan jumlah tamu yang ada. Tabungan kami sudah habis,” ungkap Deddy.
Selain itu, Deddy juga menyebutkan bahwa okupansi hotel di DIY tetap rendah sepanjang tahun, termasuk selama bulan Maret yang hanya mencapai 5 hingga 15 persen.
“Di bulan Januari, okupansi masih mencapai 60-70 persen, tetapi pada Februari turun menjadi 50 persen dan Maret jeblok,” tutupnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.