Tag: David Attenborough

  • Ilmuwan Hilang 66 Tahun, Ketemu di Dalam Es

    Ilmuwan Hilang 66 Tahun, Ketemu di Dalam Es

    Jakarta, CNBC Indonesia – Jasad mendiang Dennis Bell akhirnya ditemukan setelah meninggal 66 tahun lalu. Survei Antartika Inggris melaporkan temuan jasad meteorologi Inggris itu pada sebuah gletser.

    Bell diketahui pernah bekerja untuk Survei Antartika Inggris (BAS) yang dulunya bernama Survei Ketergantungan Kepulauan Falkland. Dia ditempatkan di Pulau King George untuk bertugas pada pangkalan penelitian selama dua tahun.

    Kemudian, dia yang berusia 25 tahun kemudian meninggal di Admiralty Bay di Pulau King George, 120 Km dari pantai Antartika pada 26 Juli 1959.

    Bell diketahui terjatuh di celah jurang es yang dalam saat mendaki dan mengamati gletser bersama tiga pria lainnya. Namun jasadnya tidak ditemukan hingga 66 tahun kemudian.

    Jasad Bell ditemukan pada 19 Januari 2025 di sebuah gletser yang surut oleh dari tim Stasiun Antartika Polandia Henryk Arctowski, dikutip dari ABC, Kamis (14/8/2025).

    Bukan hanya jasadnya, tim juga menemukan lebih dari 200 barang pribadi di dekat lokasi penemuan. Mulai dari peralatan radio, senter, tiang ski, jam tangan dengan nama korban dan pisau merek Swedia.

    Kemudian, fragmen tulang dari Bell dibawa ke Kepulauan Falkland oleh kapal penelitian BAS Sir David Attenborough. Sisa jasad itu lalu dibawa ke London untuk pengujian DNA.

    Penemuan itu juga telah diketahui keluarga Bell. Saudara laki-lakinya, David Bell mengaku cukup terkejut dan takjub dengan temuan jasad Dennis.

    Direktur BAS, Jane Francis mengatakan penemuan jasad Dennis menjadi akhir dari misteri puluhan tahun. Selain itu menjadi kisah manusia yang tertanam pada sejarah sains Antartika.

    “[Dennis Bell] merupakan salah satu dari banyak personel pemberi. Memiliki kontribusi sains awal dan eksplorasi Antartika dengan kondisi yang sangat keras,” jelasnya.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Hilang 66 Tahun di Antartika, Ilmuwan Ditemukan Tinggal Tulang

    Hilang 66 Tahun di Antartika, Ilmuwan Ditemukan Tinggal Tulang

    Jakarta

    Tulang belulang ilmuwan asal Inggris, yang meninggal dunia dalam kecelakaan mengerikan di Antartika pada tahun 1959, baru-baru ini ditemukan. Gletser es yang mencair menampakkan jasad Dennis Bell, ilmuwan meteorologi yang sudah menghilang 66 tahun lamanya.

    Dikutip detikINET dari ABC, Dennis baru berusia 25 tahun saat bekerja untuk Falkland Islands Dependencies Survey, yang sekarang bernama British Antarctic Survery (BAS). Dia ditempatkan untuk 2 tahun di pusat riset kecil Inggris di Antartika.

    Bell meninggal di Teluk Admiralty di Pulau King George, 120 km di lepas pantai Antartika pada 26 Juli 1959. Awalnya, Bell dan tiga anggota tim bersiap mendaki dan mengamati gletser. Malangnya, ia jatuh ke jurang es yang dalam. Jenazahnya tidak pernah ditemukan.

    Jenazah Bell, yang tersingkap oleh gletser yang surut, ditemukan pada 19 Januari oleh tim dari Stasiun Antartika Polandia Henryk Arctowski. Direktur BAS, Jane Francis, mengatakan penemuan ini mengakhiri misteri puluhan tahun dan mengingatkan kita pada kisah-kisah manusia dalam sejarah sains Antartika.

    “Bell adalah salah satu dari banyak personel pemberani yang berkontibusi pada eksplorasi dan sains awal Antartika dalam kondisi yang sangat berat,” cetusnya.

    Fragmen tulang tersebut dibawa ke Kepulauan Falkland oleh kapal riset Sir David Attenborough dan kemudian dibawa ke London untuk pengujian DNA.

    Selain jasadnya, tim Polandia juga menemukan lebih dari 200 barang pribadi, termasuk peralatan radio, senter, tongkat ski, jam tangan bertulis, dan pisau.

    Saudara laki-laki Bell, David Bell, yang tinggal di Australia, mengatakan penemuan itu setelah 66 tahun membuatnya dan saudara perempuannya terkejut dan takjub. “Dennis adalah anak tertua dari tiga bersaudara dan merupakan pahlawan saya, karena dia tampaknya mampu melakukan apa saja,” kata David Bell.

    (fyk/afr)

  • Burung Paling Ngeri di Dunia, Pemangsa Bayi Buaya

    Burung Paling Ngeri di Dunia, Pemangsa Bayi Buaya

    Jakarta

    Burung ini memang bukan hewan biasa. Penampilannya saja sangat mengintimidasi. Ia adalah shoebill, burung raksasa yang dianggap paling menyeramkan di dunia.

    Shoebill dengan nama ilmiah Balaeniceps rex, habitat aslinya berada di Afrika Timur. Ia bisa tumbuh sampai setinggi 1,5 meter. Paruhnya yang lancip berukuran 0,3 meter, paruh terbesar ketiga di antara para burung.

    Seperti dikutip detikINET dari Live Science, Rabu (20/3/2024) kakinya yang besar dan panjang membuatnya jadi predator menakutkan. Ia akan berdiri diam sebelum menerjang mangsanya dan memakannya secara utuh.

    Studi tahun 2015 yang diterbitkan di Journal of African Ornithology mengungkap bahwa makanan kesukaan shoebill adalah lele, mencakup 71% mangsanya. Namun ia juga sering memangsa belut, ular dan bahkan bayi buaya.

    Shoebill suka menyendiri, tapi setia pada satu pasangan. Sekali berkembangbiak menghasilkan sampai 3 telur, walaupun biasanya hanya satu yang selamat sampai dewasa.

    Yang selamat umumnya yang menetas pertama karena mampu makan paling banyak di antara saudaranya atau malah membunuh mereka. Telur kedua dan ketiga biasanya berperan sebagai cadangan jika yang pertama tidak berhasil hidup.

    Perilaku itu terekam dalam video di BBC, dalam serial Africa yang dinarasikan David Attenborough. Terlihat ada shoebill lebih besar menggigit saudaranya yang lebih muda. Ketika induknya kembali ke sarang, dia tidak mempedulikan apa yang terjadi.

    Nenek moyang shoebill diperkirakan berasal dari masa 145 sampai 66 juta tahun yang lalu. Shoebill cukup terancam eksistensinya dan masuk klasifikasi rentan oleh Conservation of Nature’s Red List. Diperkirakan, jumlahnya di alam liar saat ini tinggal sekitar 5.000 sampai 8.000 ekor.

    (fyk/fyk)

  • Ekspedisi gua di Papua hingga Meksiko Selatan – ‘Membantu kita memahami kehidupan di planet lain’ – Halaman all

    Ekspedisi gua di Papua hingga Meksiko Selatan – ‘Membantu kita memahami kehidupan di planet lain’ – Halaman all

    Laba-laba buta hingga fotosintesis dalam kegelapan—semuanya dapat ditemukan di tempat terdalam di Bumi, salah satunya di gua Papua.

    Sembari duduk, saya menggelincir menyusuri terowongan batu yang memantulkan cahaya seperti bagian dalam tenggorokan. Saya merasa seperti ditelan dan menghilang dalam kegelapan dunia bawah tanah.

    Rekan saya, Phil Short, mengatakan bahwa gua-gua hidup dan bahkan bernapas.

    Lewat pintu masuknya, yang tidak jarang sangat kecil, gua-gua bertukar udara dengan dunia luar.

    Saya dan Short sedang berada di gua Wookey Hole, bagian dari jaringan gua bawah tanah di satu desa di Inggris, Wookey Hole, yang terletak di Somerset.

    “Hari ini cuacanya panas sekali,” ujarnya.

    Short adalah salah satu penjelajah gua dan penyelam terkemuka di dunia, sekaligus pemimpin misi bawah air di Deep Research Labs.

    Jika tekanan udara di luar gua lebih besar daripada di dalam, katanya, udara akan bergerak ke dalam gua dan sebaliknya.

    “Di hari lain, udara di luar mungkin sangat dingin tetapi di sini masih hangat dan udara akan berhembus ke arah sebaliknya.”

    Saat ini, ada puluhan ribu gua di dunia, dan semakin banyak yang ditemukan setiap harinya. Namun, banyak gua di dunia masih belum terjelajahi.

    “Menjelajahi gua merupakan salah satu dari sedikit aktivitas yang tersisa saat ini, di mana manusia dapat menemukan sesuatu dan merasakan pengalaman sejati dalam lingkungan yang sepenuhnya tak tersentuh dan alami,” tutur Short.

    “[Jika kalian memasuki gua yang belum terjamah], kalian akan memasuki planet kosong—tidak ada drone, teknologi modern.”

    Di dalam gua, kata Short, juga bisa ditemukan “spesies baru, bahkan obat baru untuk berbagai penyakit.”

    Beberapa gua sangat besar, sampai-sampai dilaporkan punya sistem cuaca sendiri. Sebagian lainnya sangat dalam, hingga belum ada yang pernah mencapai dasarnya.

    Gua menyimpan rahasia evolusi manusia, kehidupan sebelum kita semua, hingga jejak dampak alam sejak beratus tahun lalu.

    Gua bukan hanya kubangan kenangan, tapi juga pusat keanekaragaman hayati, seperti ekosistem lengkap yang bekerja sama dengan kehidupan.

    Inilah yang ditemukan ketua ahli serangga dalam Ekspedisi Cycloop, Leonidas-Romanos Davranoglou, ketika dia mendaki Gunung Cycloop di Papua, Indonesia.

    Jika kalian diam berdiri sebentar saja, kata Davranoglou kepada saya, lintah akan langsung menghampiri dari segala arah.

    Mereka menghantui kalian, mengikuti getaran bumi, bayangan kalian, napas kalian.

    “Di Papua, karena daerahnya lembap, lintah tinggal di mana-mana; di pepohonan, tanah, semak-semak,” kata Davranoglou.

    Di hutan Pegunungan Cycloop, semua ular dan laba-laba berbisa, hingga nyamuk pembawa penyakit, mengintai mereka yang masih berani menjelajahi tanah tersebut.

    Meski berbahaya, tim Davranoglou tetap bertekad “melakukan survei paling komprehensif terkait ekosistem ini.”

    Berkat tekad kuat itu, mereka berhasil mengantongi bukti foto pertama yang mengonfirmasi keberadaan Zaglossus attenboroughi atau ekidna moncong panjang Sir David Attenborough pada 2023.

    Spesies ini terakhir dilihat pada tahun 1961, dan selama ini dikhawatirkan telah punah.

    Mereka juga berhasil menemukan satu jenis burung yang sudah dianggap hilang secara ilmiah lebih dari 15 tahun.

    Tak hanya itu, tim mereka menemukan genus udang baru yang menempel di pepohonan, juga spesies serangga baru lainnya.

    “Kami bisa melihat itu semua ketika kami menjelajah lebih dalam. Kami harus merangkak, dan ketika masuk, kelelawar beterbangan histeris,” cerita Davranoglou.

    “Kami pikir, oke, ini pertanda baik. Lalu, kami mulai melihat jangkrik gua.”

    Jangkrik gua, kata Davranoglou, adalah serangga yang berbentuk aneh. Kaki dan antenanya sangat panjang, tapi matanya kecil.

    “Mereka bisa berjalan di kegelapan hanya dengan merasakannya. Jangkrik gua merupakan pertanda bahwa ada ekosistem yang kaya di gua itu,” ujarnya.

    Davranoglou dan pemimpin ekspedisinya, James Kempton, sempat kembali ke gua tersebut beberapa kali setelah itu.

    Ketiga kalinya mereka datang, Bumi tiba-tiba berguncang ketika Kempton sedang mencari rute untuk eksplorasi selanjutnya sendirian.

    Debu berjatuhan. Kelelawar panik beterbangan.

    “Papua adalah salah satu daerah tektonik paling aktif di dunia. Kami merasakan gempa bumi setiap waktu,” kata Davranoglou.

    “Kami melihat bongkahan besar runtuh, kemudian terjadilah gempa besar, dan [Kempton] terguncang di gua yang sangat sempit dan penuh bongkahan.”

    Saat itu, para mahasiswa yang ikut ekspedisi berdiri di luar gua, menanti Short dengan sangat ketakutan.

    “Mereka menangis senang ketika mengetahui dia [Short] selamat,” ujar Davranoglou.

    Akhirnya, tim itu menemukan “harta karun” spesies bawah tanah, termasuk laba-laba buta, laba-laba penuai, dan kalajengking cambuk. Semua itu merupakan temuan baru bagi dunia ilmiah.

    “Kami sangat senang karena dapat menemukan ekosistem tersembunyi yang punya banyak potensi. Karena kami baru mengeksplorasi 40 meter pertama, kami baru menjelajah permukaannya,” ucapnya.

    “Siapa yang tahu apa yang ada di tempat yang lebih dalam.”

    Di Oxford, Davranoglou menunjukkan sekeranjang spesimen kumbang kotoran, makhluk indah dengan tanduk yang besar.

    Ketika ekspedisi selesai, kata Davranoglou, pekerjaan yang sesungguhnya dimulai.

    “Papua adalah pulau yang menyimpan keanekaragaman hayati paling banyak di dunia,” katanya.

    Ia pun berharap pemahaman lebih jauh mengenai keanekaragaman itu dapat membantu upaya-upaya konservasi untuk melindungi ekosistem yang berharga tersebut.

    “Temuan setiap spesies baru dapat memperlihatkan evolusi setiap garis keturunannya,” ujar Davranoglou.

    “Temuan itu dapat membantu kalian memahami bagaimana organisme itu tersebar di masa lalu, faktor ekologi dan geologi apa yang membuat spesies itu terbagi dalam kelompok-kelompok berbeda.”

    “Dengan menggunakan data ini, kalian juga dapat memahami faktor-faktor yang dapat memengaruhi distribusi spesies dan nasib mereka di masa depan.”

    Pada 2013, Short juga merampungkan eksplorasi selama tiga bulan, menghabiskan total 45 hari di bawah tanah. Tempat yang diberi nama Gua J2 itu tersembunyi di tengah pegunungan Sierra Juarez di Meksiko Selatan.

    Eksplorasi ini sangat menantang karena ia juga harus membawa peralatan penting, seperti tabung udara, regulator, alat masak, hingga tenda sembari melintasi hutan belantara.

    “Di atas gunung, kami mendirikan markas. Tenda-tenda bertebaran di hutan, mengelilingi area tengah, di mana terdapat terpal tempat berkumpul dan api unggun,” kata Short.

    “Sekitar satu jam perjalanan menuruni bukit, ada jalan masuk menuju gua. Lebarnya hanya 45 sentimeter dengan tinggi 1,3 meter.”

    Beberapa meter setelah memasuki gua, Short harus turun sejauh 70 meter menggunakan tali, sambil menggendong peralatan menyelam seberat 40 kilogram.

    “Setelah sekitar 700 meter, kami sampai di tempat kecil di mana anggota tim sebelumnya sudah menggantungkan hammock. Ada pula tungku dan sejumlah persediaan lainnya,” cerita Short.

    Di dalam sana, ada dua kamp lainnya. Di salah satu kamp, sudah dipersiapkan tenda. Sementara itu, kamp ketiga merupakan markas persiapan untuk tim penyelam.

    Di titik ini, Short berpisah dengan anggota tim lainnya yang berasal dari 15 negara. Dari total 44 orang, hanya Short dan satu anggota lainnya, Gala, yang akan menyelam selama sembilan hari.

    Setelah menyelam sekitar 600 meter, Short dan Gala kembali ke permukaan, disambut deru suara air terjun.

    “Kami menemukan tirai kalsit indah berwarna-warni. Kami mengitarinya dan melihat ada sungai yang seperti bendungan,” tutur Short.

    “Banyak cipratan seperti embun, seperti air terjun di tengah hutan, di tengah-tengah kubah besar ini, di mana seluruh sungai J2 mengalir ke perut bumi.”

    Mereka lantas merayap di dinding gue itu, menyusuri sungai itu sampai ke ujung.

    Pemimpin ekspedisi ini, Bill Stone, mengatakan pemetaan sistem gua semacam ini dapat membuka jalan untuk ekspedisi ilmiah selanjutnya.

    “Gua perlu dilindungi,” kata Hazel Barton, profesor ilmu geologi di Universitas Alabama.

    Barton adalah seorang ahli geomikrologi yang mempelajari mikroba di lingkungan paling ekstrem di Bumi. Dia merupakan salah satu ilmuwan yang mengikuti jejak Stone ke pegunungan Sierra Juarez.

    Selama lebih dari 20 tahun, Barton mempelajari kehidupan mikroskopis di bawah tanah yang dapat bertahan di tengah kelaparan ekstrem.

    Penelitian Barton membantu pemahaman terkait daya tahan antimikroba sampai kemampuan tanaman untuk berfotosintesis di tempat yang sangat gelap.

    “Sekitar satu kilometer dari tempat masuk, masih ada fotosintesis, tapi sudah mendekati gelombang inframerah. masih ada bintang yang dapat terlihat di gelombang itu,” ujar Barton.

    “Temuan ini dapat membantu kita memahami bagaimana bisa ada kehidupan di planet lain.”

    Menurut Barton, eksplorasi gua hampir sama seperti menjadi astronaut, tapi tanpa perlu ke luar angkasa.

    “Kalian adalah orang pertama yang melihat sesuatu. Jejak kalian merupakan jejak kaki pertama di sana,” tuturnya.

    “Sepuluh ribu tahun dari sekarang, jejak kaki saya di Gua Lechuguilla di New Mexico, atau di Gua Tepui di Venezuela, mungkin masih ada di sana.”

    Short mengatakan bahwa kita akan selalu menemukan hal baru di dalam gua.

    “Sekarang ini, sangat sulit untuk membuat orang kagum, tapi kalian bisa datang ke sini dan melihat sesuatu yang baru setiap kali kalian datang,” ucap Short.

    Ada ratusan pintu masuk menuju gua di Bumi, Bulan, bahkan Mars. Banyak yang belum terjamah.

    Jika kita berani melongok ke kegelapan itu, apa yang dapat kita temukan di bawah permukaan Bumi itu?

  • Katak Ungu Ini Disebut Fosil Hidup Zaman Dinosaurus

    Katak Ungu Ini Disebut Fosil Hidup Zaman Dinosaurus

    Jakarta

    Pada 2003, para ilmuwan mendeskripsikan famili katak baru. Katak berwarna ungu ini diketahui berasal dari garis keturunan kuno yang menggeliat di lumpur saat dinosaurus masih hidup.

    Hewan dengan tubuh buncit, anggota badan pendek, mata kecil, dan moncong yang menonjol ini diperkirakan telah muncul lebih dari 80 juta tahun yang lalu. Namun baru pada 2003 ia secara resmi diidentifikasi di Pegunungan Ghats Barat, India.

    Hebatnya, DNA-nya mengungkapkan bahwa kerabat terdekatnya berasal dari Seychelles, sekitar 3.000 kilometer selatan dari negara asalnya India, dengan keduanya berpisah di pohon keluarga antara 251 hingga 65 juta tahun yang lalu, selama era Mesozoikum.

    Sekitar 180 juta tahun yang lalu, dunia tampak sangat berbeda. Benua super Gondwana masih utuh, tetapi selama puluhan juta tahun benua itu pecah, memisahkan sepupu-sepupu katak ini saat kekuatan lempeng tektonik mengubah Bumi menjadi puzzle benua yang luas seperti yang kita lihat saat ini. Seychelles berada di lepas laut sebelah timur benua Afrika, sementara India terletak kokoh di benua yang dikenal sebagai Asia.

    Penemuan katak ini diabadikan dalam seri dokumenter ‘Asia’ di BBC yang dinarasikan oleh Sir David Attenborough, dengan produser Patrick Evans.

    Dokumenter ini menyelami kehidupan liar yang dapat ditemukan di seluruh benua terbesar di Bumi, mulai dari ikan yang memanjat pohon hingga cumi-cumi kunang-kunang, dan kelinci laut yang beracun.

    “Ada sesuatu yang sangat menarik perhatian saya tentang katak ungu,” kata Patrick Evans seperti dikutip dari IFL Science, Selasa (10/12/2024).

    “Yaitu betapa luar biasanya seekor hewan dapat menghabiskan begitu banyak waktu di bawah tanah, dan sangat sedikit yang diketahui tentangnya, dan ia terlihat sangat aneh. Sangat berbeda dengan kebanyakan katak lainnya,” imbuhnya.

    Foto: BBCKatak Ungu Hidup di Bawah Tanah

    Sebagian dari penampakan aneh itu berasal dari sejarahnya, yang berasal dari cabang pohon keluarga katak yang sudah ada sejak era Mesozoikum.

    Spesies ini digambarkan sebagai ‘penemuan sekali dalam seabad’ ketika keluarga tersebut secara resmi diberi nama Nasikabatrachidae, dan meskipun spesies baru ini telah diidentifikasi pada 2017, mereka bukanlah makhluk yang mudah untuk dipelajari.

    Butuh waktu dua tahun bagi tim Asia untuk mendapatkan waktu yang tepat untuk memfilmkannya. Tetapi akhirnya, mereka berhasil menangkap proses reproduksi katak ungu yang melelahkan bagi betinanya.

    Ia muncul dari lumpur dengan perut penuh telur, dan dengan seekor katak jantan yang jauh lebih kecil, yang dipeluk di punggungnya seperti ransel, ia berenang ke hulu untuk menemukan tempat yang aman untuk meninggalkan telurnya yang telah dibuahi agar berkembang. Namun, kadang-kadang ia bertemu dengan katak yang tidak diinginkan.

    Ketangguhan katak ungu betina selama masa perkembangbiakan yang singkat merupakan adaptasi luar biasa yang memberikan sedikit pencerahan pada kehidupan yang sulit dipahami dari hewan penghuni tanah ini.

    “Saya pikir katak ini punya banyak hal yang bisa ditawarkan. Kita tidak tahu seperti apa kehidupan mereka di bawah tanah, dan itu adalah sesuatu yang masih harus dipelajari dan didokumentasikan,” kata Evans.

    “Bagaimana mereka berkomunikasi satu sama lain, bagaimana mereka menemukan satu sama lain di bawah tanah, dan bagaimana mereka merasakan berapa pun jumlah hujan yang mereka anggap tepat dan mengambil risiko muncul dalam kegelapan. Sungguh misteri,” tutupnya.

    (rns/fay)

  • Fosil Reptil Laut Raksasa Sebesar Bus Ditemukan di Pantai Inggris

    Fosil Reptil Laut Raksasa Sebesar Bus Ditemukan di Pantai Inggris

    London

    Masih ingat berita akhir tahun lalu tentang pliosaurus, reptil laut raksasa yang fosil tengkoraknya ditemukan di pesisir Dorset, Inggris? Para ilmuwan mengidentifikasi reptil purba yang lebih besar lagi mungkin paling besar yang pernah hidup di lautan panjangnya diperkirakan lebih dari dua bus berderet.

    Makhluk ini diperkirakan mengarungi lautan sekitar 202 juta tahun kala dinosaurus menguasai daratan.

    Rahang fosil si reptil raksasa ini ditemukan pada 2016 oleh seorang pemburu fosil di pantai Somerset, Inggris. Kemudian tahun 2020, seorang ayah dan anak perempuan menemukan rahang lain yang serupa.

    Para ahli kini mengatakan fosil tersebut berasal dari dua reptil ichthyosaurus raksasa yang panjangnya bisa mencapai 25 meter.

    Ukuran itu lebih besar dari pliosaurus besar yang tengkoraknya ditemukan tertanam di tebing Dorset dan ditampilkan dalam film dokumenter David Attenborough bertajuk Giant Sea Monster.

    “Berdasarkan ukuran rahangnya satu sepanjang lebih dari satu meter dan satunya lagi dua meter kita tahu bahwa secara keseluruhan hewan itu panjangnya sekitar 25 meter. Kira-kira sepanjang paus biru,” ujar Dr Dean Lomax, ahli paleontologi di University of Bristol, yang menulis makalah ilmiah yang diterbitkan pada Rabu (27/04).

    Namun, Lomax menambahkan bahwa bukti lanjutan seperti tengkorak dan kerangka yang lengkap dibutuhkan untuk memastikan ukuran pasti reptil purba itu. Sejauh ini, baru beberapa fragmen saja yang sudah ditemukan.

    Ichthyosaurus raksasa ini mati dalam kepunahan massal. Lomax menyebut ukuran ichthyosaurus yang hidup setelahnya tidak pernah sangat besar seperti itu lagi.

    Penemuan awal makhluk ini terjadi pada 2016 saat pemburu fosil Paul de la Salle sedang menjelajahi pantai Somerset. Terinspirasi ahli fosil ternama Steve Etches, Paul mengumpulkan fosil selama 25 tahun.

    Saat menyisir pantai bersama istrinya, Carol, Paul melihat sesuatu yang rupanya menjadi penemuan sekali seumur hidup: tulang rahang pertama reptil laut raksasa ini.

    Paul de la Salle dan istrinya Carol berburu fosil bersama (Tony Jolliffe BBC)

    Saat Paul berbicara dengan Dean Lomax, mereka menduga bahwa ini adalah sebuah temuan besar. Mereka kemudian menerbitkan temuan ini pada tahun 2018.

    Namun, butuh lebih banyak bukti untuk mengetahui seberapa besar makhluk itu sebenarnya.

    “Kami terus berharap akan adanya penemuan lebih lanjut,” ujar Dean.

    Pada tahun 2020, seorang ayah dan anak perempuannya, Justin dan Ruby Reynolds, menemukan apa yang dicari Dean 10 kilometer di sepanjang pantai di Blue Anchor.

    Ilustrasi ichthyosaurus (Gabriel Ugueto)

    “Saya dibuat tercengang. Hati ini sungguh bersemangat. Segera saja saya tahu bahwa kami mendapat tulang rahang raksasa kedua dari salah satu ichthyosaurus besar ini, sama seperti milik Paul,” ujar Dean.

    Paul bergegas ke pantai dan membantu mereka menemukan lebih banyak.

    “Saya menggali semua lumpur tebal. Sekitar satu jam kemudian, sekop saya membentur sesuatu yang padat dan tulang ini keluar dengan awetan yang sempurna,” tuturnya.

    Tim ini, bersama dengan anggota keluarga mereka, terus mencari fragmen rahang kedua potongan terakhir ditemukan pada tahun 2022.

    Penemuan ini memberikan lebih banyak bukti untuk memperkirakan ukuran reptil laut purba.

    Saat ini, disimpulkan bahwa hewan raksasa itu adalah spesies baru ichthyosaurus yang diberi nama Ichthyotitan severnensis, atau kadal ikan raksasa dari Severn.

    Dean ikut menulis makalah ilmiah terbaru bersama Ruby Reynolds . Menurut Dean, spesimen yang ditemukan Ruby suatu hari nanti mungkin akan diberi nama Ruby juga.

    Paul menyimpan spesimen yang ditemukannya di dalam garasi selama tiga tahun. Pada periode yang sama, tim ilmuwan terus menganalisa fosil tersebut.

    Dean Lomax, Ruby Reynolds, Justin Reynolds, dan Paul de la Salle berfoto dengan fosil rahang si reptil purba (DEAN LOMAX)

    Dalam waktu dekat, rahang reptil purba raksasa akan dipajangkan di Galeri Seni dan Museum Bristol.

    “Agak sedih untuk mengucapkan selamat tinggal ke fosil itu. Saya sudah mengenalnya dan mempelajarinya dengan sangat detail. Pada saat yang sama, ini juga melegakan karena saya tidak perlu terlalu mengkhawatirkannya lagi,” ujar Paul.

    Menurut Dean, penemuan ini menyoroti betapa pentingnya para kolektor fosil amatir.

    “Keluarga dan semua orang dapat membuat penemuan luar biasa. Anda tidak harus menjadi ahli dunia. Selama Anda memiliki sedikit kesabaran dan mata yang tajam, Anda bisa membuat penemuan,” pungkasnya.

    Baca juga:

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Monster Laut Raksasa Berhasil Digali Keluar dari Tebing di Inggris

    Monster Laut Raksasa Berhasil Digali Keluar dari Tebing di Inggris

    Jakarta

    Tengkorak seekor monster laut raksasa berhasil digali dari deretan tebing di pesisir Dorset, Inggris.

    Makhluk itu dikenal sebagai pliosaurus, reptil laut ganas yang berburu di lautan lepas sekitar 150 juta tahun lampau.

    Fosil sepanjang dua meter ini adalah salah satu penemuan fosil pliosaurus paling lengkap sehingga khalayak bisa mendapat wawasan baru tentang predator purba ini.

    Steve Etches telah memperoleh tengkorak Pliosaurus. Sekarang dia ingin memiliki sisa fosil lainnya dari hewan itu. (BBC/Tony Jolliffe)

    “Wah!”

    Para hadirin tercengang saat kain yang menutupi fosil ditarik dan memperlihatkan tengkorak pliosaurus untuk pertama kalinya.

    Terlihat jelas dari ukuran tengkoraknya saja bahwa pliosaurus adalah makhluk laut raksasa dan fosilnya tersimpan dalam kondisi bagus.

    Seberapa lengkap fosil monster raksasa dari tebing Durset?

    “Ini adalah salah satu fosil terbaik yang pernah saya tangani. Apa yang membuatnya unik adalah kelengkapannya,” kata Steve Etches kepada BBC News.

    “Rahang bawah dan tengkorak atas menyatu bersama, seperti wujudnya saat masih hidup. Di seluruh dunia, hampir tidak ada spesimen lain yang pernah ditemukan memiliki tingkat detail seperti itu.

    “Dan kalau ada pun, banyak bagiannya yang hilang. Sedangkan ini, meskipun sedikit terdistorsi – setiap tulangnya ada.”

    Steve Etches menunjukkan rahang pliosaurus kepada Sir David Attenborough. (BBC Studios)

    Tengkorak itu lebih panjang daripada tinggi badan sebagian manusia. Ini dapat memberi gambaran mengenai seberapa besar makhluk itu secara keseluruhan.

    Perhatian setiap orang pasti tertuju pada giginya yang berjumlah 130 keping, terutama di bagian depan.

    Dengan gigi yang panjang dan tajam seperti pisau cukur, makhluk raksasa tersebut bisa membunuh mangsanya dengan satu gigitan.

    Baca juga:

    Tetapi jika Anda berani melihat lebih dekat, bagian belakang setiap gigi memiliki alur halus.

    Alur itu membantu makhluk raksasa tersebut menembus daging mangsanya dan menarik taringnya yang seperti belati dengan cepat sehingga siap untuk melakukan serangan kedua.

    BBC/Tony JolliffeGigi pliosaurus memiliki alur.

    Pliosaurus: Predator raksasa yang merajai lautan

    Pliosaurus adalah pembunuh ganas dengan panjang 10-12 meter. Dilengkapi empat bagian tubuh seperti sirip yang kuat, pliosaurus mampu bergerak menyusuri laut dengan kecepatan tinggi.

    Makhluk itu dulunya merupakan predator tertinggi dalam rantai makanan di lautan.

    “Hewan itu sangat besar sehingga saya pikir ia mampu secara efektif memangsa makhluk apapun yang cukup malang berada di sekitarnya,” kata Dr Andre Rowe dari Universitas Bristol.

    “Saya tidak ragu bahwa ini merupakan semacam T-rex bawah air.”

    Mangsa pliosaurus mencakup reptil lain seperti kerabatnya yang berleher panjang, plesiosaurus; dan ichthyosaurus yang mirip lumba-lumba.

    BBCPerbandingan kekuatan gigi.

    Bagaimana fosil pliosaurus ditemukan?

    Penemuan fosil pliosaurus bermulai dari kegiatan jalan kaki di sepanjang pantai dekat Kimmeridge Bay di World Heritage Jurassic Coast (Pantai Jurassic Warisan Dunia), situs di Inggris selatan yang terkenal.

    Teman Steve Etches dan sesama penggemar fosil, Phil Jacobs, menemukan ujung moncong pliosaurus yang tergeletak di sirap.

    Karena fosil itu terlalu berat untuk dibawa, dia pergi menjemput Steve dan mereka berdua memasang tandu darurat untuk membawa fragmen fosil itu ke tempat yang aman.

    BBC StudiosSeluruh penggalian dilakukan dengan tali tinggi di atas pantai Dorset.

    Namun, di mana bagian lain dari hewan itu? Sebuah pengamatan dron terhadap tebing yang menjulang tinggi menunjukkan lokasi yang mungkin menjadi letak sisa fosil berada.

    Masalahnya, satu-satunya cara untuk menggalinya adalah dengan turun dari atas.

    Baca juga:

    Menggali fosil dari dalam batu selalu merupakan pekerjaan yang melelahkan dan rumit. Tetapi melakukannya sambil terikat di udara pada tali dari tebing, 15 meter di atas pantai, membutuhkan keterampilan mumpuni.

    Semua keberanian, dedikasi, dan waktu berbulan-bulan untuk membersihkan tengkorak, tentu saja sepadan dengan hasil yang didapat.

    Para ilmuwan dari seluruh dunia akan berlomba-lomba mengunjungi fosil Dorset untuk mendapatkan pengetahuan baru tentang bagaimana reptil menakjubkan ini hidup dan mendominasi ekosistem mereka.

    BBCTengkorak pliosaurus Jurrasic.

    Ahli paleobiologi, Prof Emily Rayfield, sudah mempelajari lingkaran-lingkaran besar di bagian belakang kepala.

    Dari observasi tersebut, ia dapat mengetahui ukuran otot yang mengoperasikan rahang pliosaurus, dan kekuatan yang dihasilkan saat mulutnya menutup dan menghancurkan mangsanya.

    Di ujung atas, makhluk itu dapat mengeluarkan kekuatan sekitar 33.000 newton. Sebagai konteks, rahang hewan paling kuat adalah buaya air asin, yakni 16.000 newton.

    Baca juga:

    “Jika makhluk itu dapat menghasilkan gigitan yang sangat kuat, ia dapat melumpuhkan mangsa; kecil kemungkinannya dapat lolos. Gigitan yang kuat berarti makhluk itu juga dapat mengunyah jaringan dan tulang dengan cukup efektif,” jelas peneliti dari Bristol tersebut.

    “Dalam hal strategi makan: buaya menjepit mangsa dengan rahang mereka dan kemudian berputar, untuk menarik anggota badan mangsanya. Ini adalah ciri khas dari hewan yang memiliki kepala yang besar di belakang, dan kita melihat ini ada pada pliosaurus.”

    BBC/Tony JolliffeLubang-lubang kecil ini merupakan bagian dari sistem sensorik hewan

    Spesimen yang baru ditemukan ini memiliki bagian tubuh yang menunjukkan bahwa ia memiliki indra yang sangat akut dan sangat berguna.

    Moncongnya dihiasi dengan lubang-lubang kecil yang mungkin merupakan kelenjar untuk membantunya mendeteksi perubahan tekanan air yang dipicu oleh calon mangsa.

    Dan di kepalanya ada lubang yang menampung mata parietal atau mata ketiga. Kadal, katak, dan beberapa ikan yang hidup saat ini memilikinya.

    Bagian tubuh ini peka cahaya dan mungkin dapat membantu menemukan hewan lain, terutama ketika pliosaurus muncul dari perairan yang dalam dan keruh.

    BBC/Tony JolliffeTebing Kimmeridge Clay di Dorset, Inggris, dulu merupakan lapisan lumpur paling bawah di dalam lautan Jurassic.

    Steve Etches akan memajang tengkorak itu tahun depan di museumnya di Kimmeridge dalam Koleksi Etches.

    Fosil itu memiliki beberapa tulang belakang yang timbul di bagian belakang kepala tetapi tak tampak di beberapa tulang.

    Mereka menjadi petunjuk yang mengarah pada potensi ada lebih banyak fosil yang masih tersisa di dalam tebing. Steve sangat ingin melanjutkan apa yang telah ia mulai.

    “Saya rela mempertaruhkan hidup saya, sisa-sisa hewan itu ada di sana,” katanya kepada BBC News.

    “Dan itu benar-benar harus dikeluarkan karena berada di lingkungan yang sangat cepat terkikis. Bagian dari garis tebing ini akan perlahan menghilang setiap tahun.

    “Dan tidak akan lama sebelum sisa-sisa fosil pliosaurus jatuh dan hilang. Ini adalah kesempatan sekali seumur hidup.”

    Reportase tambahan oleh Rebecca Morelle dan Tony Jolliffe

    Lihat juga Video ”Perburuan’ Monster Loch Ness ‘Nessie’ Sudah Dilakukan, Hasilnya?’:

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu