Mau Jadi Tempat Pengobatan Warga Gaza, Pulau Galang Dinilai Miliki Simbol Kemanusiaan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Wakil Ketua Komisi I DPR Dave Akbarshah Fikarno Laksono mendukung langkah Presiden Prabowo Subianto yang menyiapkan Pulau Galang menjadi tempat pengobatan bagi 2.000 warga Gaza, Palestina.
Menurutnya, penunjukkan Pulau Galang merupakan hal yang tepat, karena telah memiliki pengalaman sebagai tempat yang mengedepankan sisi kemanusiaan.
“Pulau Galang memiliki nilai historis sebagai simbol solidaritas kemanusiaan, dan jika dimanfaatkan kembali untuk tujuan serupa, tentu akan menjadi pesan kuat bagi dunia internasional bahwa Indonesia tidak hanya bersuara, tetapi juga bertindak nyata,” ujar Dave kepada Kompas.com, Kamis (7/8/2025).
Ia menjelaskan, Pulau Galang menjadi tempat dibangunnya Rumah Sakit Khusus Infeksi (RSKI) Covid-19.
Pada masa lalu, Pulau Galang pernah dijadikan sebagai tempat sementara bagi pengungsi asal Vietnam pada 1979.
Oleh karena itu, Dave menilai rencana Prabowo itu merupakan bentuk komitmen pemerintah Indonesia dalam menjalankan diplomasi kemanusiaan terhadap Palestina.
“Guna memastikan misi kemanusiaan ini berjalan optimal dan mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia dalam solidaritas, kemanusiaan, dan perdamaian,” ujar Dave.
Kendati demikian, Dave mengingatkan pemerintah agar rencana tersebut tidak hanya sekedar simbolis saja.
Perlu ada perencanaan yang komprehensif oleh kementerian/lembaga terkait dalam mewujudkan rencana Pulau Galang untuk pengobatan warga Gaza itu.
“Kami mendorong agar misi ini tidak sekadar bersifat simbolis, tetapi benar-benar memberikan dampak nyata bagi warga Gaza yang membutuhkan,” ujar politikus Partai Golkar itu.
Diketahui, Prabowo tengah menyiapkan Pulau Galang yang terletak di Kepulauan Riau untuk menjadi tempat pengobatan 2.000 warga Gaza, Palestina.
Hal tersebut diungkapkan Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan atau Presidential Communication Office (PCO) Hasan Nasbi, yang disebut disampaikan Prabowo dalam Sidang Kabinet pada Rabu (6/8/2025).
“Presiden kemarin juga memberikan arahan untuk Indonesia memberikan bantuan pengobatan untuk sekitar 2.000 warga Gaza yang menjadi korban perang,” ungkap Hasan di kantornya, Jakarta, Kamis (7/8/2025).
Prabowo, kata Hasan Nasbi, sudah meminta Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) untuk menyiapkan skema dari rencana itu.
“Dan ini memang bukan evakuasi ya, ini untuk pengobatan. Jadi nanti setelah sembuh, setelah selesai pengobatan, mereka tentu akan kembali lagi ke Gaza,” ujar Hasan Nasbi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Dave Akbarshah Fikarno Laksono
-
/data/photo/2022/12/17/639d43774af49.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Mau Jadi Tempat Pengobatan Warga Gaza, Pulau Galang Dinilai Miliki Simbol Kemanusiaan Nasional 7 Agustus 2025
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5296127/original/049413400_1753520233-WhatsApp_Image_2025-07-26_at_15.43.39.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Dave Laksono Lantik Pengurus DPP GRADASI 2025-2030, Tegaskan Komitmen DPR RI – Page 3
Liputan6.com, Jakarta – Wakil Ketua Komisi I DPR RI yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina Generasi Digital Indonesia (GRADASI), Dave Akbarshah Fikarno Laksono, secara resmi melantik Dewan Pengurus Pusat (DPP) GRADASI periode 2025–2030. Prosesi pelantikan berlangsung di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta Pusat, disaksikan langsung oleh perwakilan lintas kementerian dan lembaga negara, serta mitra strategis GRADASI dari berbagai stakeholder.
Dalam seremoni ini, Ketua Umum terpilih DPP GRADASI Upi Asmaradhana menerima estafet kepemimpinan dari Muhammad Sidik K Tomsio. Turut hadir dalam pelantikan ini Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri RI Bahtiar Baharuddin, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Komdigi Bonifasius Wahyu Pudjianto, dan Plt. Direktur Kursus dan Pelatihan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah RI Saryadi.
Turut hadir anggota DPR Ahmad Daeng Sere anggota Komisi VII DPRI, akademisi dari berbagai kampus, pegiat literasi, sejumlah pengurus dari berbagai daerah di Indonesia, serta para anggota Dewan Pakar yang dipimpin Damar Juniarto dan anggota Dewan Pengarah dari berbagai organisasi mitra.
Upi didampingi Sekjen Junaidi dari Lampung dan Bendahara Umum Yunita SE dari Jawa Barat. Pengurus GRADASI periode 2025-2030 terdiri dari 6 Wakil Ketua Umum 7 Koordinator Wilayah dan 18 Departemen serta Poppy Zeidra Direktur Eksekutif di Jakarta.
Pelantikan ini menandai babak baru kepemimpinan GRADASI, organisasi kemasyarakatan berbadan hukum yang berkomitmen terhadap penguatan literasi digital dan kedaulatan ruang digital nasional.
Dalam sambutannya, Dave menekankan pentingnya peran organisasi masyarakat seperti GRADASI dalam menghadapi tantangan disrupsi teknologi dan dominasi platform digital asing. Ia juga menegaskan dukungan lembaga legislatif terhadap agenda strategis kedaulatan digital Indonesia.
“Kiranya ini menjadi awal baru dalam meningkatkan kapasitas dan kapabilitas digital bangsa kita. GRADASI diharapkan menjadi mitra kritis dan produktif pemerintah dalam memperkuat ekosistem digital yang inklusif, aman, dan berdaulat,” ujar Dave Laksono.
Lebih lanjut, Dave menekankan bahwa GRADASI memiliki peran strategis dalam membangun ruang digital yang aman, inklusif, dan berdaulat.
“Kita tidak bisa membiarkan ruang digital Indonesia dikendalikan sepenuhnya oleh platform asing. Literasi digital harus kita tanamkan sejak dini sebagai pondasi, dan GRADASI sangat strategis sebagai mitra masyarakat dalam transformasi digital nasional,” ujar dia.
Sebagai Ketua Dewan Pembina, Dave menyampaikan optimismenya terhadap kepengurusan baru di bawah komando Upi Asmaradhana. Ia menyebut bahwa kehadiran tokoh-tokoh penting dan kolaborasi lintas sektor yang tergabung dalam kepengurusan DPP GRADASI 2025–2030 akan memperkuat sinergi nasional dalam membangun tata kelola ruang digital yang lebih baik.
“Kita tidak bisa lagi membiarkan ruang digital Indonesia sepenuhnya dikendalikan oleh algoritma global. GRADASI dapat menjadi pionir dalam menyuarakan kepentingan publik, termasuk dalam penyusunan regulasi digital yang berpihak pada rakyat,” tambahnya.
Ia menyatakan bahwa Komisi I DPR RI sangat terbuka terhadap masukan masyarakat sipil, termasuk dari GRADASI, dalam penyusunan kebijakan strategis seperti revisi Undang-Undang Penyiaran dan regulasi digital lainnya.
“Kami di Komisi I saat ini sedang memimpin Panja Revisi UU Penyiaran. Perubahan besar sedang terjadi, karena penyiaran kini bukan lagi urusan TV konvensional saja, tapi sudah merambah OTT dan ruang digital. GRADASI bisa berperan aktif di sini,” tegasnya.
-

DPR Pertanyakan Transparansi Algoritma TikTok
Bisnis.com, JAKARTA— Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Desy Ratnasari mempertanyakan transparansi algoritma pada platform digital global seperti TikTok, Facebook (Meta), dan YouTube.
Menurut Desy, layanan tersebut selama ini memanfaatkan algoritma tanpa pengawasan yang jelas, tidak seperti lembaga penyiaran konvensional yang diawasi secara ketat.
“Jadi tidak ada standar konten layak tayang. Bahkan konten-konten penipuan itu banyak masuk di situ,” kata Desy dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Penyiaran bersama perwakilan dari platform digital: Google, YouTube, Meta, dan TikTok di Komisi I DPR RI, Jakarta, Selasa (15/7/2025).
Dia membandingkan kondisi itu dengan lembaga penyiaran konvensional yang memiliki pengaturan dan pengawasan yang sangat ketat.
Di sisi lain, platform digital justru belum menjamin perlindungan privasi dan keamanan data pengguna. Padahal, dalam model bisnis mereka, data menjadi komoditas utama.
Desy juga menyinggung soal ketimpangan kewajiban antara penyedia layanan digital dan lembaga penyiaran konvensional. Menurutnya, karena tidak menggunakan spektrum frekuensi publik, platform layanan jadi tidak terikat pada Undang-Undang Penyiaran.
“OTT karena sifatnya entitas lintas batas, dia tidak menggunakan spektrum frekuensi publik, tidak terikat pada kewajiban Undang-Undang Penyiaran,” katanya.
Hal tersebut , lanjutnya, dapat merugikan penyiaran lokal yang selama ini diwajibkan memenuhi berbagai standar isi, etika, dan kontribusi budaya. Dia menilai tidak adanya level playing field menyebabkan ketimpangan yang nyata, tidak hanya dalam aspek regulasi, tetapi juga dalam kontribusi fiskal.
“Platform digital global meraih pendapatan besar dari iklan dan langganan, sementara proporsi kontribusi kepada sistem penyiaran nasional atau fiskal negara ini tidak kita ketahui, berapa sih?” ungkapnya.
Desy juga mempertanyakan besaran pajak yang telah dibayarkan oleh para platform global tersebut. Menurutnya, dominasi algoritma platform seperti TikTok, Meta, dan YouTube telah menciptakan kekuatan gatekeeping digital tanpa akuntabilitas hukum.
Selain itu, dia menilai dominasi konten asing juga berpotensi melemahkan budaya dan identitas nasional. Desy juga menanyakan komitmen Meta dalam mendukung literasi digital dan upaya melawan disinformasi. Dia juga meminta penjelasan terkait mekanisme transparansi algoritma yang digunakan dalam menampilkan konten berita dan politik.
Desy juga mempertanyakan persentase konten trending yang berasal dari kreator lokal dan kemungkinan penerapan kuota konten lokal seperti di Kanada. Untuk TikTok, Desy meminta penjelasan terkait kebijakan moderasi konten dan transparansi distribusi algoritma.
“Mengapa TikTok belum membuka akses kepada pemerintah terkait moderasi konten dan distribusi algoritmanya?” katanya.
Dia juga menagih komitmen TikTok dalam mempromosikan budaya lokal Indonesia di platformnya. Desy pun menyimpulkan bahwa tantangan utama saat ini terletak pada ketidakseimbangan regulasi akibat pergeseran dari teknologi analog ke digital.
Menurutnya, regulasi saat ini belum mampu mengimbangi perkembangan teknologi, meskipun fungsi komunikasi dan distribusi informasi antara platform digital dan lembaga penyiaran konvensional sejatinya serupa.
“Ketidakseimbangan regulasi karena pergeseran teknologi dari analog lalu sekarang digital. Ini tentu membuat regulasi yang ada itu memang belum bisa catch up dengan teknologi yang baru,” tuturnya.
Saat ini, DPR tengah melalukan pembahasan Revisi UU Penyiaran untuk menyesuaikan regulasi penyiaran dengan perkembangan zaman, termasuk tantangan dari media baru dan platform digital.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Fikarno Laksono mengatakan revisi UU Penyiaran sudah dimulai sejak 2012. Namun sampai dengan hari ini belum juga kunjung selesai. Pihaknya pun menargetkan supaya revisi tersebut rampung pada periode tahun ini.
“Kami memang menargetkan diperiode ini akan segera rampung,” katanya.
Namun demikian, Dave mengatakan pihaknya belum membuat rangkaian jadwal yang ditetapkan untuk proses penyusunan, pembahasan, hingga pengesahan revisi undang-undang tersebut. Dave menjelaskan draf RUU Penyiaran belum dibagikan ke publik karena masih mengalami sejumlah perubahan.
Dia menyebut, draf tersebut telah berubah tiga kali, salah satunya karena adanya aturan induk yang tertuang dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Beberapa ketentuan yang sebelumnya dimuat dalam RUU Penyiaran, seperti soal multiflexing, akhirnya diatur dalam UU Cipta Kerja.
“Masih ada substansi yang juga tak kalah pentingnya yang kita putuskan di RUU Penyiaran ini,” katanya.
-
TikTok Tolak Aturan Platform Digital Disamakan dengan TV Konvensional
Bisnis.com, JAKARTA— TikTok Indonesia menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran seharusnya tidak menyamakan pengaturan platform user-generated content (UGC) seperti TikTok dengan lembaga penyiaran konvensional.
Pasalnya, keduanya memiliki karakteristik dan model bisnis yang sangat berbeda. Head of Public Policy TikTok Indonesia, Hilmi Adrianto, mengatakan perbedaan antara platform digital dan lembaga penyiaran tradisional sangat signifikan, terutama dalam aspek produksi konten.
“Kami melihat perbedaannya sangat signifikan dengan lembaga penyiaran tradisional, terutama dari sisi pembuatan isi konten. Platform UGC [user-generated content] seperti TikTok memuat konten yang dibuat oleh pengguna individu, lembaga penyiaran tradisional, maupun layanan OTT yang diunggah melalui platform,” kata Hilmi dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Penyiaran bersama perwakilan dari platform digital seperti Google, YouTube, Meta, dan TikTok di Komisi I DPR RI, Jakarta, Selasa (15/7/2025).
Hilmi mengatakan dari sisi model bisnis, UGC didorong partisipasi aktif penggguna, di mana lembaga penyiaran tradisional berfokus pada konsumsi pasif dengan akses terbatas pada produsen konten profesional dan pemegang lisensi.
Lebih lanjut dari sisi volume konten dan pengawas, lanjut Hilmi, UGC berapapun konten dapat diunggah setiap waktu dan konten yang melanggar akan dideteksi dan dihapus oleh proses moderasi teknologi dan manusia.
Sementara penyiaran tradisional memiliki jumlah konten terbatas, terjadwal dan terkurasi sehingga moderasi dilakukan secara kuratif karena semua materi bisa ditinjau, diedit dan disetujui lebih dulu sebelum disiarkan ke publik. Oleh sebab itu, Hilmi mengatakan pihaknya merekomendasikan agar aturan platform UGC tidak disamakan dengan televisi konvensional dalam hal pengawasan dan regulasi.
Terlebih platform UGC seperti TikTok sudah diatur di bawah kerangka moderasi konten di bawah Komdigi dan tidak dengan regulasi yang sama dengan penyiaran tradisional.
“Kami merekomendasikan agar platform UGC tidak diatur di bawah aturan yang sama dengan penyiaran konvensional guna menghindari ketidakpastian hukum. Kami menyarankan agar platform UGC tetap berada di bawah moderasi Komdigi,” kata Hilmi.
Logo TikTok
Dia juga menolak pendekatan regulasi yang seragam (one-size-fits-all) untuk media konvensional dan platform digital karena perbedaan mendasar dalam tata kelola konten.
“Kami juga tidak merekomendasikan pendekatan regulasi one-size-fits-all bagi penyelenggara penyiaran konvensional dan layanan OTT, karena keduanya memiliki model bisnis dan tata kelola konten yang berbeda secara fundamental,” ungkapnya.
Revisi UU Penyiaran
Sementara itu, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) sebelumnya menyampaikan dukungan terhadap revisi UU Penyiaran.
Ketua Komite Tetap Penelitian dan Kebijakan Komunikasi dan Digital Kadin Indonesia, Chris Taufik, mengatakan bahwa pembaruan regulasi harus responsif terhadap perkembangan media digital.
“Artinya memang bisa applicable untuk media konvensional dan media-media digital yang baru berkembang di era belakangan ini,” ujar Chris dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Penyiaran dengan Komisi I DPR, Senin (14/7/2025).
Chris juga menyoroti perlunya redefinisi istilah “penyiaran” dan keadilan regulasi antara media konvensional dan digital. Menurutnya, media konvensional dibebani berbagai aturan seperti sensor dan pengawasan isi siaran, sementara platform digital cenderung bebas dari pengawasan namun menguasai pangsa pasar iklan.
Selain itu, dia menekankan pentingnya sinkronisasi RUU Penyiaran dengan regulasi lain seperti UU ITE dan UU Perlindungan Data Pribadi (PDP), serta membuka opsi pembentukan UU baru khusus untuk penyiaran digital guna mengatasi berbagai tantangan yang muncul.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Fikarno Laksono mengatakan revisi UU Penyiaran sudah dimulai sejak 2012.
Namun sampai dengan hari ini belum juga kunjung selesai. Pihaknya pun menargetkan supaya revisi tersebut rampung pada periode tahun ini.
“Kami memang menargetkan diperiode ini akan segera rampung,” katanya.
Namun demikian, Dave mengatakan pihaknya belum membuat rangkaian jadwal yang ditetapkan untuk proses penyusunan, pembahasan, hingga pengesahan revisi undang-undang tersebut.
Dave menjelaskan draf RUU Penyiaran belum dibagikan ke publik karena masih mengalami sejumlah perubahan. Dia menyebut, draf tersebut telah berubah tiga kali, salah satunya karena adanya aturan induk yang tertuang dalam Undang-Undang Cipta Kerja.
Beberapa ketentuan yang sebelumnya dimuat dalam RUU Penyiaran, seperti soal multiflexing, akhirnya diatur dalam UU Cipta Kerja.
“Masih ada substansi yang juga tak kalah pentingnya yang kita putuskan di RUU Penyiaran ini,” katanya.
-

DPR Bakal Atur Konten Digital di Seluruh Platform
Bisnis.com, JAKARTA— Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta agar konten yang terdapat di platform digital diatur sebagaimana yang terjadi pada siaran terestrial.
Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Penyiaran dengan Kamar Dagang dan Industri (KADIN), Sahabat Peradaban Bangsa, dan Asosiasi Konten Kreator Seluruh Indonesia (AKKSI), Anggota Komisi I DPR RI Nico Siahaan mengungkapkan perlunya membuat aturan terhadap konten digital.
“Kalau konten terestrial sudah jelas ada aturan, tapi konten digital belum. Bagaimana pengaturannya? Ini tetap harus kita atur. Kita atur,“ kata Nico ditemui usai RDPU di kompleks parlemen Jakarta Senin (14/7/2025).
Nico menekankan pentingnya percepatan revisi UU Penyiaran agar semua pihak memiliki kesadaran yang sama bahwa konten perlu diatur secara jelas dan tegas.
Dia juga menekankan definisi “siaran” tidak bisa begitu saja diubah. Apabila seseorang membantu dalam proses penyebarluasan konten, maka bisa tetap dikenai ketentuan dalam undang-undang tersebut, meskipun mengklaim bukan sebagai pihak yang menyiarkan.
Menurutnya, kemungkinan besar bagian “ketentuan umum” akan banyak mengalami perubahan. Terkait opsi pemisahan antara penyiaran konvensional dan media digital dalam bentuk UU yang berbeda, hal itu memungkinkan.
Namun, jika ingin dipisahkan, maka perlu disusun sebagai undang-undang baru yang terpisah.
“Kalau memisahkan ya bisa saja. Artinya kita bisa pisahkan dengan judul yang lain. UU yang lain nanti kita bikin,” katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Fikarno Laksono mengatakan revisi UU Penyiaran sudah dimulai sejak 2012.
Namun sampai dengan hari ini belum juga kunjung selesai. Pihaknya pun menargetkan supaya revisi tersebut rampung pada periode 2024–2029.
“Kami memang menargetkan di periode ini akan segera rampung,” katanya.
Namun demikian, Dave mengatakan pihaknya belum membuat rangkaian jadwal yang ditetapkan untuk proses penyusunan, pembahasan, hingga pengesahan revisi undang-undang tersebut.
Dave menjelaskan draf RUU Penyiaran belum dibagikan ke publik karena masih mengalami sejumlah perubahan. Dia menyebut, draf tersebut telah berubah tiga kali, salah satunya karena adanya aturan induk yang tertuang dalam Undang-Undang Cipta Kerja.
Beberapa ketentuan yang sebelumnya dimuat dalam RUU Penyiaran, seperti soal multiflexing, akhirnya diatur dalam UU Cipta Kerja.
“Masih ada substansi yang juga tak kalah pentingnya yang kita putuskan di RUU Penyiaran ini,” katanya.
-
/data/photo/2025/07/08/686cd4c2542f7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Negosiasi Tarif Impor 32 Persen, Pemerintah Sudah Beri Tawaran ke AS
Negosiasi Tarif Impor 32 Persen, Pemerintah Sudah Beri Tawaran ke AS
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengungkap, pemerintah telah memberikan penawaran kepada
Amerika Serikat
(
AS
) dalam negosiasi tarim impor sebesar 32 persen.
Namun, ia belum mengungkap apa tawaran yang diberikan pemerintah yang diwakilkan oleh Menteri Koordinator Perekonomian
Airlangga Hartarto
kepada AS.
“Dari pemerintah Indonesia juga sudah memberikan tawaran, kan? Kalau kemudian itu memang dirasa per hari ini belum diterima oleh pemerintah Amerika, ya kita coba lagi lakukan negosiasi ulang,” ujar Prasetyo di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (9/7/2025).
Dalam kesempatan tersebut, Prasetyo membantah adanya kebuntuan dalam proses negosiasi antara Indonesia dan AS.
Ia menjelaskan, tarif impor sebesar 32 persen baru berlaku pada 1 Agustus mendatang, sehingga masih ada waktu bagi Indonesia untuk bernegosiasi.
“Ya, bukan
deadlock
. Yang namanya bernegosiasi kan saling memberikan tawaran,” ujar Prasetyo.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR Dave Akbarshah Fikarno Laksono meminta pemerintah mempersiapkan kondisi ekonomi Indonesia akibat
tarif impor 32 persen
dari AS.
Pemerintah juga diminta mempersiapkan langkah-langkah yang akan diambil dalam menyikapi tarif impor yang diumumkan Presiden Donald Trump itu.
“Ya tentu ini sikap pemerintah dalam negeri Amerika. Sekarang tinggal kita bagaimana mempersiapkannya, menyiapkan baik kondisi ekonomi Indonesia, terus juga langkah-langkah yang akan diambil,” ujar Dave di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (8/7/2025).
Diketahui, tarif impor sebesar 32 persen untuk Indonesia akan diberlakukan AS mulai 1 Agustus mendatang.
Politikus Partai Golkar itu pun mendorong pemerintah untuk melakukan negosiasi terkait tarif impor 32 persen yang dikenakan ke Indonesia.
“Kita terus melakukan lobi, kita bisa membuka ruang untuk adanya negosiasi ulang,” ujar Dave.
Sebagai informasi, Presiden AS Donald Trump mengumumkan hasil
negosiasi tarif impor
terhadap 14 negara. Indonesia termasuk dalam daftar dengan tarif sebesar 32 persen.
Trump menyampaikan pengumuman itu lewat sejumlah unggahan di media sosial Truth Social, Senin (7/7/2025) waktu AS. CNBC melaporkan informasi tersebut pada Selasa (8/7/2025).
Tarif baru akan berlaku mulai 1 Agustus 2025. Selain Indonesia, negara lain yang masuk daftar antara lain Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Kazakhstan, Afrika Selatan, Laos, dan Myanmar.
Trump juga menyebut Bosnia dan Herzegovina, Tunisia, Bangladesh, Serbia, Kamboja, dan Thailand. Barang dari Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Kazakhstan, dan Tunisia akan dikenai tarif 25 persen.
Produk asal Afrika Selatan dan Bosnia dikenai tarif 30 persen. Indonesia masuk kategori dengan bea impor 32 persen.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/03/6865fb7a1425b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Mekanisme “Fit and Proper Test” Calon Dubes di Komisi I DPR Hari Ini
Mekanisme “Fit and Proper Test” Calon Dubes di Komisi I DPR Hari Ini
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Hari ini, Sabtu (5/7/2025), Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (
DPR
RI) menggelar
fit and proper test
atau uji kelayakan dan kepatutan calon duta besar (
dubes
) untuk sejumlah Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI).
Dalam agenda rapat fit and proper test yang diterima
Kompas.com
, uji kelayakan tersebut akan dimulai pukul 09.30 WIB di ruang rapat internal Komisi I.
Kemudian, ada 24 nama
calon dubes
yang bakal diuji kelayakanan dan kepatutannya oleh
Komisi I DPR
secara tertutup.
Beberapa nama yang telah terkonfirmasi adalah Dwisuryo Indroyono Soesilo, yang digadang menjadi calon
Dubes
RI untuk Amerika Serikat (AS).
Wakil Ketua Komisi I DPR Dave Akbarshah Fikarno Laksono mengungkapkan,
fit and proper test
yang akan digelar pada Sabtu dan Minggu akan dibagi ke beberapa sesi.
Untuk setiap sesi, terdapat empat sampai lima nama yang akan dilakukan pendalaman oleh Komisi I.
“Biasanya dibagi per sesi, masing-masing empat sampai lima calon dubes. Jadi bisa satu sampai tiga sesi dalam sehari, tergantung jumlahnya,” ujar Dave, Sabtu.
Dia menjelaskan, untuk setiap negara hanya diusulkan satu nama.
Adapun
fit and proper test
menjadi tempat bagi Komisi I DPR untuk menyetujui atau tidak nama-nama yang diusulkan menjadi Dubes RI.
“Jadi, kita hanya melakukan uji kelayakan. Kalau layak, berarti lolos. Kalau tidak layak, berarti tidak lolos,” ujar Dave.
Komisi I DPR juga dipastikan menggelar
fit and proper testcalon Dubes
Indonesia di Kompleks Parlemen, bukan di hotel.
Targetnya, nama-nama calon dubes bisa dikembalikan ke pemerintah minggu depan.
“Kalau Sabtu-Minggu ini diselesaikan, minggu depan sudah bisa dikembalikan ke pemerintah,” kata Dave.
Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani mengungkapkan, DPR sudah menerima surat presiden (surpres) yang berisi nama-nama calon duta besar untuk 24 negara.
Jumlah tersebut termasuk calon duta besar untuk AS dan utusan tetap Indonesia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
“Bisa saya sampaikan usulan negara yang disampaikan oleh pemerintah ada 24 negara. Termasuk (untuk AS dan PBB),” kata Puan pada Jumat, 4 Juli 2025.
Puan lantas menyebut, DPR akan menjalankan mekanisme pemilihan duta besar sesuai dengan aturan yang berlaku.
Setelah menerima surpres, pembahasan pertimbangan calon duta besar akan dilakukan oleh Komisi I DPR secara rahasia.
“Nama-nama yang diusulkan sudah merupakan pilihan yang terbaik. Karenanya kami berharap bahwa calon-calon tersebut bisa mewakili Indonesia di negara-negara tersebut dan bisa bekerja dengan sebaik-baiknya atas nama Indonesia,” ujar Puan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/06/23/685904cb669a6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
AS Serang Iran, Pimpinan Komisi I: Akan Tingkatkan Eskalasi Konflik Nasional 23 Juni 2025
AS Serang Iran, Pimpinan Komisi I: Akan Tingkatkan Eskalasi Konflik
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Wakil Ketua
Komisi I
DPR Dave Akbarshah Fikarno Laksono menilai, eskalasi konflik justru akan semakin meningkat setelah
Amerika Serikat
turut menyerang
Iran
.
Keterlibatan
AS
dalam konflik antara Iran dengan
Israel
hanya akan semakin memperkeruh suasana di Timur Tengah.
“Tentunya kami amat sangat menyesali agresi militer yang kerap terus terjadi terhadap Iran dan berpotensi menimbulkan kekacauan lebih tinggi. Akan meningkatkan eskalasi konflik sehingga berpotensi mengarah ke hal-hal yang lebih mendekatkan akan perang dunia,” ujar Dave kepada Kompas.com, Senin (23/6/2025).
Menurutnya, Indonesia dapat mendorong forum-forum internasional untuk mengajak seluruh pemimpin dunia mengutamakan perdamaian, bukan peperangan.
Apalagi Presiden Prabowo Subianto dalam beberapa waktu terakhir sudah melakukan kunjungan kenegaraan ke Singapura dan Rusia.
“Maka dari itu kita harus bisa mengambil peran menyuarakan perdamaian di berbagai macam forum. Terus berupaya untuk menarik para pemimpin-pemimpin dunia untuk bisa berunding untuk mencapai satu kesepakatan agar perdamaian itu bisa benar-benar terjadi,” ujar Dave.
Sementara itu, Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR Mardani Ali Sera menyayangkan serangan yang dilakukan AS kepada Iran.
Menurut Mardani, tindakan tersebut tidak hanya memperburuk konflik, tetapi juga akan merusak kepercayaan terhadap mekanisme diplomasi internasional.
“Lebih dari sekadar serangan fisik, insiden ini merupakan tamparan terhadap prinsip-prinsip multilateralisme dan penyelesaian damai melalui diplomasi. Terlebih, serangan dilancarkan bersamaan dengan pertemuan diplomatik antara delegasi Iran dan Uni Eropa di Swiss menandakan penolakan terang-terangan terhadap ruang dialog,” ujar Mardani lewat keterangannya, Senin (23/6/2025).
Mardani melanjutkan, parlemen di seluruh dunia memiliki peran strategis dalam mencegah konflik antara Iran dengan Israel, dan mengutamakan perdamaian.
“Kekuatan militer tidak boleh menjadi alat utama dalam menyelesaikan sengketa internasional. Justru parlemen dan diplomasi parlementer harus menjadi garda terdepan dalam membangun kepercayaan antarnegara dan mendorong penyelesaian damai yang berkelanjutan,” ujar Mardani.
Diketahui, diketahui, eskalasi antara Amerika Serikat, Iran, dengan Israel meningkat tajam dalam beberapa hari terakhir setelah AS melancarkan serangan udara terhadap sejumlah target militer Iran.
Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa pasukan militer negaranya telah menghancurkan tiga fasilitas nuklir utama Iran, yakni Isfahan, Natanz, dan Fordow.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Kerja Sama Strategis Indonesia-Polandia Jadi Kunci Hadapi Tantangan Ekonomi Global
PIKIRAN RAKYAT – Ketua Grup Kerja Sama Bilateral (GKSB) DPR RI – Parlemen Polandia Dave Akbarshah Fikarno Laksono menyampaikan pandangannya mengenai pentingnya hubungan diplomatik antara Indonesia dan Polandia, di tengah situasi global yang semakin rapuh (volatile). Menurutnya, dalam menghadapi perubahan politik dan ekonomi yang drastis serta konflik yang belum terselesaikan, Indonesia perlu memiliki sekutu yang kuat untuk melangkah maju.
Pernyataan tersebut disampaikan Dave usai menerima courtesy call Parlemen Polandia di Ruang Diplomasi BKSAP, Gedung Nusantara III DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (8/4/2025). Turut hadir Anggota BKSAP DPR RI Amelia Anggraini, serta beberapa perwakilan Parlemen Polandia yaitu Barbara Szymanowska (Duta Besar Polandia yang Baru Ditetapkan untuk Indonesia), Maciej Tumulej (Charge d’affaires a.i., Kedutaan Besar Polandia), Ecelino Ionescu (Sekretaris Pertama, Kepala Bagian Politik dan Ekonomi Kedutaan Besar Polandia), dan Lukas Tambunan (Staf Politik dan Ekonomi, Kedutaan Besar Polandia).
Dalam wawancara dengan Parlementaria, Dave menegaskan situasi global yang tidak menentu memerlukan langkah-langkah kreatif dan inovatif dalam menjalin kerja sama. “Polandia bisa menjadi salah satu saluran penting untuk Indonesia dalam melobi negara-negara Uni Eropa, agar produk-produk Indonesia dapat lebih diterima di pasar global. Ini sangat penting, terutama dalam konteks ketergantungan kita terhadap Amerika Serikat yang baru-baru ini mengenakan tarif tinggi terhadap produk kita, yang juga berdampak pada Polandia,” ujar Dave.
Lebih lanjut, Dave menyatakan Indonesia dan Polandia perlu bekerja sama dalam menciptakan produk-produk baru dan membuka pasar baru, agar kedua negara dapat saling mendukung dalam menghadapi tantangan ekonomi global. “Kita harus berpikir maju ke depan, bagaimana kita bisa bangkit dari situasi yang sulit ini. Kita harus bisa keluar dari ketergantungan yang ada dan menciptakan peluang-peluang baru di pasar yang lebih luas,” tandas Dave yang juga Wakil Ketua Komisi I DPR RI ini.
Salah satu tantangan yang dihadapi Indonesia, ungkap Legislator Fraksi Partai Golkar tersebut, adalah dampak dari ketidakstabilan pasar saham Indonesia yang terkena dampak besar, bahkan sempat disuspensi beberapa kali. Namun, meskipun situasi ini cukup pahit, ia menekankan bahwa saatnya untuk berpikir positif dan merencanakan langkah-langkah strategis ke depan.
Dave juga menerangkan bahwa Indonesia memiliki banyak potensi dalam sektor sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan untuk memperkuat kerja sama dengan Polandia dan negara-negara Eropa lainnya. “Kekayaan alam Indonesia sangat besar, dan sektor ini membutuhkan modal, teknologi, serta pasar untuk bisa dieksplorasi lebih lanjut. Oleh karena itu, kita harus mencari cara agar dapat menyediakan produk-produk setengah jadi atau produk akhir yang bisa disalurkan ke negara-negara Eropa Barat,” pungkasnya.
Pernyataan tersebut menegaskan pentingnya hubungan bilateral yang kuat antara Indonesia dan Polandia, terutama dalam menghadapi tantangan ekonomi global yang semakin kompleks. Kedua negara diharapkan dapat terus mempererat kerja sama dalam berbagai sektor, termasuk ekonomi, politik, dan perdagangan, untuk menciptakan peluang yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.***
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News
-

Jangan Terprovokasi Isu UU TNI, Justru Cegah Kembalinya Dwifungsi ABRI
PIKIRAN RAKYAT – Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, MQ Iswara mengimbau rakyat agar tak mudah diprovokasi isu-isu negatif terkait revisi UU TNI yang sudah disahkan. Menurutnya, kurangnya informasi yang utuh menjadi penyebab utama munculnya protes terhadap aturan tersebut.
Masyarakat harus paham, imbuh dia, aturan UU TNI justru mempertegas peran dan fungsi TNI hingga memastikan dwifungsi ABRI takkan pernah bangkit dari kuburnya.
“Jangan mudah terprovokasi oleh isu yang tidak benar terkait UU TNI. UU tersebut justru memberi kejelasan terhadap fungsi TNI dan mencegah kembalinya dwifungsi ABRI.” ujar Iswara.
Rakyat Harus Protes ke Jalur Hukum, Bukan Demo
Di kesempatan lain, DPR merespons banyaknya aksi unjuk rasa masyarakat sipil menolak pengesahan revisi UU TNI. UU yang kadung disahkan itu kini sedang digugat di Mahkamah Konstitusi (MK).
Wakil Ketua Komisi I DPR, Dave Akbarshah Fikarno Laksono menegaskan, judicial review merupakan jalur konstitusional valid bagi publik yang kontra dengan aturan UU TNI.
Ia mengaku pihaknya tak soal jika masyarakat putuskan langkah judicial review sebab keputusan sepenuhnya ada di tangan MK. Lembaga berwenang itu pada akhirnya bakal menilai diterima tidaknya gugatan.
“Jadi bila ada yang melakukan judicial review, itu adalah hak mereka,” katanya.
Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, juga menegaskan bahwa MK adalah wadah yang sah untuk menguji konstitusionalitas suatu undang-undang.
“Setiap keputusan dari MK bersifat final dan mengikat, sehingga tidak ada alasan untuk menyikapinya dengan tindakan di luar hukum,” ucapnya.
Pola Kekerasan Aparat di Demo UU TNI
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat beberapa pola kekerasan yang dilakukan aparat dalam menangani aksi protes anti-UU TNI, antara lain:
“Tidak pakai seragam dan mengenakan pakaian sipil, bebas. Dan mereka yang nangkepin dan mukulin anak-anak ini,” kata Muhammad Isnur dari YLBHI.
Kekerasan terhadap Petugas Medis
Isnur menyoroti tindakan aparat terhadap petugas medis, yang disebutnya melanggar prosedur pengamanan aksi. “Mereka melanggar SOP (Standar Operasional Prosedur). SOP itu mereka pakai seragam,” ucapnya
“Brimob sejak awal terlibat bahkan dia melakukan tindakan represif ya, (peserta aksi) dikejar-kejar pakai motor,” ujar Isnur.
Penghalangan Pendampingan Hukum
Menurut Isnur, beberapa wilayah menghalangi pengacara untuk bertemu dengan korban. “Lawyer itu di beberapa wilayah dihalangi untuk masuk ketemu (korban),” tuturnya. ***
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News