Tag: Dante Saksono Harbuwono

  • Data BNPB: Korban Meninggal Bencana Sumatera 780 Jiwa, 564 Masih Hilang

    Data BNPB: Korban Meninggal Bencana Sumatera 780 Jiwa, 564 Masih Hilang

    Jakarta

    Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat ada 780 jiwa meninggal dunia dan 564 jiwa dinyatakan hilang pada penanganan darurat banjir dan longsor di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh.

    Penambahan jumlah korban jiwa dan orang hilang tersebut didapat dari situs Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Bencana (Pusdatin BNPB), dilihat detikcom pada Kamis (4/12/2025), pukul 06.00 WIB.

    Berikut rincian korban meninggal dunia dan hilang.

    Aceh: 277 jiwa meninggal dan 193 jiwa hilangSumatera Barat: 204 jiwa meninggal dan 212 jiwa hilangSumatera Utara: 299 jiwa meninggal dan 159 jiwa hilang

    Antisipasi Risiko Penyakit di Wilayah Terdampak

    Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono buka-bukaan soal kondisi terkini wilayah yang terdampak bencana alam di Sumatera. Ia menyebut saat ini pihak Kemenkes sudah mengirim tim ke daerah untuk melakukan mitigasi dan evaluasi pada beberapa penyakit penting yang mungkin berdampak.

    “Ini kan sekarang yang paling penting itu mitigasi dari korban-korban yang mengalami luka yang akut. Itu ada beberapa ya, ada yang patah tulang, kita sudah kirimkan timnya ke sana,” ungkap Wamenkes ketika ditemui awak media di Jakarta Pusat, Rabu (3/12/2025).

    Pasca bencana, beberapa penyakit seperti diare dan leptospirosis dapat meningkat. Leptospirosis merupakan infeksi bakteri yang dapat masuk melalui luka atau air tercemar. Gejala yang dapat ditimbulkan berupa nyeri otot, demam, hingga gangguan organ.

    “Ini yang paling penting karena kejadian pasca bencana itu berkaitan dengan penyakit-penyakit seperti diare, demam, batuk pilek, ada leptospirosis, akibat kejadian banjir,” ungkap Wamenkes.

    “Ini kita terus mitigasi. Kita juga melakukan evaluasi pada mereka-mereka yang mempunyai risiko tinggi. Misalnya lansia, ibu hamil, orang yang mengalami cuci darah, orang yang pakai insulin. Ini juga terus kita evaluasi,” tandas Dante.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Respons WHO soal Musibah Banjir di Asia Termasuk di Indonesia”
    [Gambas:Video 20detik]
    (dpy/kna)

  • Diperluas, Warga +62 Bakal Bisa Cek Kesehatan Gratis di Mal

    Diperluas, Warga +62 Bakal Bisa Cek Kesehatan Gratis di Mal

    Jakarta

    Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menuturkan hingga saat ini sudah ada sekitar 60 juta warga Indonesia yang ikut pemeriksaan cek kesehatan gratis (CKG). Sedangkan, total orang yang sudah mendaftar saat ini mencapai 63 juta.

    Demi memperluas cakupan program, Wamenkes menuturkan pihaknya akan memperbanyak CKG di tempat umum, seperti mal. Seperti yang diketahui, masyarakat saat ini harus pergi ke puskesmas untuk bisa mendapatkan program pemeriksaan kesehatan ini.

    “Kalau kita sudah menyelenggarakan bukan di fasilitas kesehatan saja, di kementerian-kementerian, di perusahaan-perusahaan, di mal-mal, jadi lebih membuat masyarakat itu terakses lebih yang mudah,” ungkap Wamenkes ketika ditemui awak media di Jakarta Pusat, Rabu (3/12/2025).

    Wamenkes mengingatkan program CKG adalah langkah preventif yang bisa dimanfaatkan untuk memeriksakan kesehatan lebih dini. Diharapkan penyakit yang ada bisa terdeteksi lebih awal dan mencegah keparahan lebih lanjut.

    Ia mencontohkan pada kasus penyakit stroke yang sering muncul tiba-tiba, padahal bisa dicegah dengan mengetahui faktor risiko tekanan darah tinggi. Selain itu, jika penyakit yang terdeteksi terlanjur parah, maka biaya yang perlu dikeluarkan untuk pengobatan juga semakin tinggi.

    Kalau orang-orang sakit sudah masuk ke dalam stadium yang lanjut, itu kan biaya kesehatannya tinggi. Tapi kalau sudah diketahui secara dini ini, pengobatannya juga lebih ringan, murah, masyarakatnya juga lebih sehat.

    “Nanti akan kita selenggarakan juga di kantor-kantor, di perusahaan, jadi mereka nggak usah meninggalkan tempat kerjanya, tapi tetap bisa diperiksa,” tandasnya.

    (avk/kna)

  • Wamenkes Kirim Dokter Spesialis Tambahan ke Lokasi Bencana Utara Sumatera

    Wamenkes Kirim Dokter Spesialis Tambahan ke Lokasi Bencana Utara Sumatera

    Jakarta

    Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengungkapkan pihaknya telah mendirikan pusat kritis di Sumatera yang terdampak oleh bencana alam. Kementerian Kesehatan juga akan mengirimkan tambahan dokter spesialis untuk memastikan pelayanan kesehatan tetap terjaga.

    Menurutnya dokter spesialis tambahan sangat dibutuhkan oleh korban yang terdampak. Ia mencontohkan dokter spesialis ortopedi dan bedah tambahan dibutuhkan untuk membantu pasien patah tulang di lokasi bencana.

    “Ada untuk pengiriman dokter spesialis tambahan kita bisa lakukan. Misalnya patah tulang, masih butuh dokter ortopedi, ada dokter bedah. Untuk anak-anak, kita kirimkan dokter anak,” ungkap Wamenkes ketika ditemui awak media di Jakarta Pusat, Rabu (3/12/2025).

    Selain itu, Wamenkes menyebut dokter umum juga akan diperbantukan di wilayah bencana alam di Sumatera tersebut. Menurutnya, penyakit infeksi jadi ancaman masalah kesehatan yang banyak muncul pasca bencana.

    “Bahkan ada beberapa teman-teman dari dokter-dokter yang mendedikasikan untuk minta dikirim. Itu juga banyak,” tandasnya.

    Sebelumnya, pihak Kemenkes menyebut akan mengirimkan sejumlah dokter spesialis untuk membantu penanganan korban bencana alam di wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Jenisnya meliputi, spesialis emergensi, ortopedi, obgyn, anak, dan anestesi.

    Sampai tanggal 1 Desember 2025, Kemenkes juga telah mengirimkan bantuan logistik medis berupa:

    103 unit oxygen concentrator11.200 dus PMT (pemberian makanan tambahan) Balita dan 6.000 dus PMT Ibu HamilObat-obatan, BMHP (bahan medis habis pakai), 2.000 masker bedah, 500 sarung tangan medis, 10 set APD (alat pelindung diri) petugas5 pasang sepatu boot, 2 sprayer manual, 2 paket water quality test kit, 100 jerigen lipat93 kantong jenazah, 5.500 kantong sampah medis berbagai ukuran, serta paket penjernih dan desinfektan air25 dus obat-obatan untuk layanan kesehatan

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: IDAI Kasih Catatan soal Kebijakan Tunjangan Dokter di Daerah 3T”
    [Gambas:Video 20detik]
    (avk/up)

  • Wamenkes Antisipasi Risiko Penyakit Pengungsi Korban Banjir Sumatera

    Wamenkes Antisipasi Risiko Penyakit Pengungsi Korban Banjir Sumatera

    Jakarta

    Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono buka-bukaan soal kondisi terkini wilayah yang terdampak bencana alam di Sumatera. Ia menyebut saat ini pihak Kemenkes sudah mengirim tim ke daerah untuk melakukan mitigasi dan evaluasi pada beberapa penyakit penting yang mungkin berdampak.

    “Ini kan sekarang yang paling penting itu mitigasi dari korban-korban yang mengalami luka yang akut. Itu ada beberapa ya, ada yang patah tulang, kita sudah kirimkan timnya ke sana,” ungkap Wamenkes ketika ditemui awak media di Jakarta Pusat, Rabu (3/12/2025).

    Obat-obatan untuk korban bencana juga sudah mulai disalurkan. Wamenkes menambahkan salah satu hal yang harus diperhatikan adalah dampak pasca bencana.

    Pasca bencana, beberapa penyakit seperti diare dan leptospirosis dapat meningkat. Leptospirosis merupakan infeksi bakteri yang dapat masuk melalui luka atau air tercemar. Gejala yang dapat ditimbulkan berupa nyeri otot, demam, hingga gangguan organ.

    “Ini yang paling penting karena kejadian pasca bencana itu berkaitan dengan penyakit-penyakit seperti diare, demam, batuk pilek, ada leptospirosis, akibat kejadian banjir,” ungkap Wamenkes.

    “Ini kita terus mitigasi. Kita juga melakukan evaluasi pada mereka-mereka yang mempunyai risiko tinggi. Misalnya lansia, ibu hamil, orang yang mengalami cuci darah, orang yang pakai insulin. Ini juga terus kita evaluasi,” tandas Dante sambil menegaskan pihaknya telah mendirikan pusat krisis di wilayah terdampak bencana Sumatera.

    Diharapkan layanan kesehatan yang disediakan dapat membantu korban yang terdampak secara lebih baik.

    (avk/up)

  • Kemenkes Ungkap Situasi HIV di RI 2025, Masih Banyak Pengidap Tak Berobat

    Kemenkes Ungkap Situasi HIV di RI 2025, Masih Banyak Pengidap Tak Berobat

    Jakarta

    Kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) masih menjadi salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Ketua Tim Kerja HIV-AIDS Kementerian Kesehatan RI, dr Tiersa Vera Junita, M Epid, mengatakan pada 2025, diperkirakan terdapat 564.000 Orang dengan HIV (ODIHV). Namun, baru 68 persen atau sekitar 385.000 orang yang mengetahui status HIV.

    Dari kelompok yang mengetahui statusnya, baru sekitar 260.000 pasien yang sudah mengakses pengobatan antiretroviral (ARV). Kondisi ini menunjukkan adanya kesenjangan besar, karena masih ada sekitar 37 persen pengidap yang sudah mengetahui statusnya tetapi belum masuk ke pengobatan.

    “Kemudian dari ODIHV dalam pengobatan, ada 56 persen atau lebih kurang 155.000 ODIHV yang hasil pemeriksaan viral load-nya tersupresi,” ucapnya dalam acara Peringatan Hari AIDS Sedunia (HAS) Tahun 2025, Senin (1/12/2025).

    “Jadi memang ODIHV yang sudah dalam pengobatan pun, baru sekitar 60 persen yang melakukan pemeriksaan viral load,” lanjutnya.

    Meski demikian, dr Tiersa mengatakan rendahnya cakupan pemeriksaan viral load dan masih terbatasnya jumlah pengidap yang memulai terapi menunjukkan masih banyak celah atau gap yang harus diperbaiki. Gambaran ini menunjukkan bahwa HIV masih menjadi catatan penting dalam kesehatan masyarakat Indonesia.

    Pasien takut berobat karena stigma

    Di sisi lain, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono, menegaskan tantangan lain yang tak kalah besar dalam penanganan HIV adalah persoalan stigma. Menurutnya, stigma masih menjadi hambatan utama dalam proses pengobatan maupun evaluasi pasien HIV.

    Wamenkes menjelaskan stigma yang berkembang di masyarakat membuat banyak orang enggan melakukan tes, takut datang ke rumah sakit atau fasilitas layanan kesehatan, serta khawatir status mereka diketahui orang lain, termasuk di lingkungan kerja.

    Rasa takut inilah yang pada akhirnya menghalangi pengidap HIV untuk mendapatkan diagnosis dini maupun pengobatan yang seharusnya mereka terima.

    “Stigma menjadi salah satu disrupsi yang berkembang di masyarakat,” ucapnya dalam acara yang sama.

    Karenanya, Wamenkes menekankan stigma harus diluruskan dan diubah, karena persepsi yang salah di masyarakat dapat berdampak langsung pada keberhasilan program penanggulangan HIV.

    Halaman 2 dari 2

    (suc/kna)

  • Karakteristik Diabetes MODY, Diabetes Tipe Langka yang Serang Usia di Bawah 25 Tahun

    Karakteristik Diabetes MODY, Diabetes Tipe Langka yang Serang Usia di Bawah 25 Tahun

    Jakarta

    Satu dari 20 pengidap diabetes terkena Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY), bentuk diabetes monogenik yang diturunkan secara genetik. Menurut Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono, kondisi ini kerap disalahartikan sebagai diabetes tipe 1 dan 2.

    Karenanya, penting untuk melakukan pemeriksaan profil genetik. Untuk pertama kalinya, Indonesia memiliki tes MODY dan bisa diakses di RSCM. Dengan begitu, pasien bisa melihat pengobatan apa yang paling tepat diberikan, hanya dengan satu kali pemeriksaan.

    “Pemeriksaan ini betul-betul baru untuk mendeteksi adanya diabetes pada usia muda bahkan sebelum muncul gejalanya,” kata Dante, dalam konferensi pers Jumat (21/11/2025).

    Ia menambahkan, deteksi dini memungkinkan langkah antisipasi lebih cepat dan mencegah diabetes berkembang dengan gejala lebih berat di kemudian hari.

    Panel MODY yang dikembangkan RSCM memiliki karakteristik khas karena disusun berdasarkan gen yang banyak ditemukan pada populasi Indonesia.

    “Karakter MODY itu macam-macam. Salah satu karakternya adalah gen yang khas Indonesia. Gen ini dikumpulkan dari penelitian yang dilakukan tim di RSCM. Panelnya juga disusun berdasarkan gen yang paling penting pada populasi kita,” ujarnya.

    Karena itu, pemeriksaan ini dinilai lebih relevan untuk pasien usia muda di Indonesia dibanding panel standar luar negeri.

    Target pemeriksaan khusus menyasar pasien diabetes usia muda, khususnya di bawah 25 tahun, termasuk mereka yang secara klinis tidak menunjukkan gejala khas diabetes.

    “Untuk pasien diabetes tidak bergejala, secara fisik tidak tampak ada keluhan, tapi secara genetik ada kelainan,” lanjut Dante.

    Dengan mengetahui jalur genetik masing-masing pasien, pengobatan dapat diberikan secara lebih presisi. Penggunaan obat juga bisa dihindarkan dari pendekatan coba-coba, sehingga terapi lebih terstruktur dan efektif.

    Wamenkes menyebut layanan ini akan diperluas agar bisa diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia melalui jejaring rumah sakit pendidikan dan layanan spesialis.

    Bisa Dicover BPJS?

    “Soal pembiayaan, untuk BPJS Kesehatan memang belum masuk. Tapi nanti akan dipelajari, tergantung jumlah kasusnya,” kata Dante.

    Meski begitu, biaya pemeriksaan kini jauh lebih terjangkau dibanding jika sampel harus dikirim ke luar negeri.

    “Harganya sekitar Rp 4 juta. Ini tidak mahal dibandingkan bila harus periksa ke luar negeri. Di sana biaya pemeriksaan, pengiriman sampel, perjalanan, dan lainnya jauh lebih tinggi,” tutur Dante.

    Fenomena meningkatnya diabetes pada usia muda membuat layanan diagnosis genetik diperlukan untuk mengidentifikasi jenis diabetes langka, termasuk MODY. Diperkirakan satu dari 20 pengidap diabetes berpotensi memiliki MODY, yang kerap salah didiagnosis sebagai diabetes tipe 1 atau tipe 2.

    “Dulu banyak pasien yang diberikan insulin karena diduga diabetes melitus tipe 1, tetapi belakangan teridentifikasi bukan tipe tersebut. Artinya, pengobatannya bisa kurang tepat,” ujar Dante.

    Ciri-ciri kemungkinan terkena Diabetes MODY:

    Diabetes muncul sejak muda kurang dari usia 25 tahun

    Banyak anggota keluarga mengidap diabetesBerat badan ideal atau tidak memiliki ciri khas diabetes tipe 2Gula darah cenderung stabil dari waktu ke waktuAda tanda khas, seperti masalah ginjal, lahir besaar, atau riwayat gula rendah saat bayi.Bagi mereka yang memiliki kondisi tersebut, disarankan untuk mengikuti tes MODY.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/kna)

  • Alert! Wamenkes Soroti Makin Banyak Anak Muda di Bawah Umur 20-an Kena Diabetes

    Alert! Wamenkes Soroti Makin Banyak Anak Muda di Bawah Umur 20-an Kena Diabetes

    Jakarta

    Wakil Menteri Kesehatan Prof Dante Saksono Harbuwono menyebut tren usia muda dengan diabetes terus meningkat. Mengutip hasil survei kesehatan indonesia (SKI) 2023, satu dari 9 orang dinyatakan mengidap diabetes. Hampir sepertiganya juga memiliki kondisi obesitas, faktor risiko diabetes pada usia muda.

    “Dan sepertiga di sudut populasi ini itu akan berisiko jadi diabetes terutama pada usia-usia muda. Kalau semakin tinggi usia muda dengan obesitas dan sedentary lifestyle yang jelek, maka semakin tinggi chance-nya untuk jadi diabetes,” sebutnya dalam konferensi pers Jumat (21/11/2025).

    Dante mengimbau perubahan pola gaya hidup, dengan menurunkan berat badan dan rutin pemeriksaan kesehatan gratis untuk lebih awal mendapatkan pengobatan, bila teridentifikasi diabetes.

    “Kita evaluasi dengan CKG, nanti CKG kan bisa dipercaya semuanya. Kalau di data SKI itu sekitar 5 persen diabetes terjadi pada kelompok usia 18 tahun ke bawah,” ujarnya.

    Ketua PERKENI, Prof Dr dr Em Yunir, SpPD-KEMD, menambahkan lonjakan kasus diabetes pada usia muda bukan lagi fenomena baru. Namun, trennya meningkat jauh lebih cepat dalam satu dekade terakhir.

    “Sekarang prevalensinya sudah menembus 11 persen lebih. Dulu, sebelum banyak faktor lifestyle tidak sehat, kasus diabetes lebih dominan usia 50 hingga 70 tahun. Sekarang banyak muncul di usia 20, 30, bahkan di bawah 20 tahun,” jelasnya.

    Prof Yunir mengatakan perubahan gaya hidup masyarakat, mulai dari pola makan tinggi kalori, kurang aktivitas fisik, hingga stres, menjadi pemicu utama. Namun, faktor genetik tetap memegang peran penting.

    “Kalau ada riwayat dari orangtua atau nenek, risikonya terbawa terus. Jika kita bisa mengidentifikasi lebih awal, perubahan gaya hidup dapat dilakukan lebih cepat sehingga potensi munculnya diabetes bisa dicegah di kemudian hari,” ujarnya.

    Pemicu diabetes usia muda

    Kenaikan angka diabetes juga terlihat pada kelompok anak dan remaja. Dokter spesialis anak konsultan endokrinologi, menyebut peningkatan ini cukup signifikan.

    “Kasus diabetes pada anak memang banyak. Kami bahkan sedang merawat dua pasien diabetes tipe 1 baru, termasuk neonatal diabetes mellitus, artinya diabetes yang muncul di usia di bawah 6 bulan,” ujarnya.

    Frida menjelaskan bahwa 80 persen kasus diabetes pada anak adalah diabetes tipe 1, dipicu kerusakan sel penghasil insulin. Pasien anak kerap datang dalam kondisi berat, seperti sesak, penurunan kesadaran, hingga harus diintubasi.

    Namun, kasus diabetes tipe 2 pada remaja juga terus meningkat, akibat pola hidup tidak sehat dan obesitas.

    “Jangan senang kalau anaknya gemuk. Kalau obesitas, risiko anak terkena diabetes tipe 2 meningkat, yang seharusnya munculnya di usia 50 hingga 60 tahun, sekarang terjadi pada usia 11 hingga 12 tahun,” katanya.

    Frida juga menyinggung adanya jenis diabetes lain yang mulai banyak ditemukan, yaitu Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY), diabetes yang tidak sesuai karakteristik tipe 1 atau tipe 2

    Ciri-cirinya, ada riwayat kuat diabetes dalam keluarga, anak tidak gemuk, tidak kurus, tidak ada tanda resistensi insulin seperti acanthosis nigricans, porsi kasus sekitar 2-6 persen dari total diabetes anak.

    “Awareness semakin baik, makanya kasusnya terlihat meningkat. Bukan hanya karena jumlahnya bertambah, tetapi karena deteksi makin aktif, termasuk melalui program skrining pemerintah,” jelasnya.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Kenali Tanda-tanda Gejala Diabetes di Pagi Hari”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/kna)

  • Fraksi PDIP Jatim Apresiasi Kebijakan Cek Kesehatan Gratis Tanpa Batas Waktu

    Fraksi PDIP Jatim Apresiasi Kebijakan Cek Kesehatan Gratis Tanpa Batas Waktu

    Surabaya (beritajatim.com) – Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Timur, Hj. Wara Sundari Renny Pramana, atau yang akrab disapa Bunda Renny, menyambut baik kebijakan pemerintah tentang kesehatan, Yakni, kebijakan yang kini memperbolehkan masyarakat mengikuti program Cek Kesehatan Gratis (CKG) kapan saja tanpa harus menunggu hari ulang tahun seperti aturan sebelumnya.

    Dia menilai kebijakan ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memperluas akses layanan kesehatan dasar bagi masyarakat.

    “Kami sangat mengapresiasi langkah pemerintah daerah dan berbagai pihak yang terus memperluas akses layanan kesehatan gratis bagi masyarakat. Tes kesehatan semestinya tidak menjadi kegiatan seremonial yang hanya dilakukan saat ulang tahun atau peringatan tertentu, tetapi menjadi kebiasaan rutin yang bisa dilakukan kapan pun masyarakat membutuhkan,” ujar Bunda Renny, Rabu (12/11/2025).

    Menurutnya, pemeriksaan kesehatan secara rutin penting untuk mendeteksi penyakit sejak dini, termasuk HIV, hipertensi, dan diabetes. Dengan deteksi dini, masyarakat bisa segera mendapatkan penanganan medis sebelum penyakit berkembang lebih jauh.

    Kebijakan ini juga ditegaskan oleh Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono, yang memastikan bahwa masyarakat kini dapat mengikuti CKG tanpa batasan waktu.

    “Dulu waktu pertama, kan, harus ulang tahun baru bisa. Nah sekarang kapan saja boleh,” ujar Dante, dikutip dari keterangan Setwapres, Jumat (31/11/2025).

    Bunda Renny menilai langkah tersebut sejalan dengan semangat pencegahan penyakit yang perlu menjadi budaya baru di masyarakat. Dia menekankan pentingnya kesadaran warga untuk aktif melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala.

    “Pemeriksaan kesehatan secara rutin adalah bentuk kepedulian terhadap diri sendiri dan keluarga. Masyarakat harus mulai membiasakan deteksi dini agar penyakit bisa dicegah sejak awal,” tegasnya.

    Dia memastikan Fraksi PDI Perjuangan di DPRD Jawa Timur akan terus mendukung langkah pemerintah memperluas layanan kesehatan dan memperkuat edukasi publik.

    “Semakin mudah aksesnya, semakin besar peluang kita untuk mewujudkan masyarakat Jawa Timur yang sehat, produktif, dan berdaya,” pungkas politisi asal Dapil Kediri itu. [asg/but]

  • Wamenkes Sesalkan Kabar Warga Baduy Ditolak RS: Tak Ada KTP Juga Wajib Dilayani

    Wamenkes Sesalkan Kabar Warga Baduy Ditolak RS: Tak Ada KTP Juga Wajib Dilayani

    Jakarta

    Kasus Repan (16), warga Baduy Dalam yang menjadi korban begal ramai disorot publik lantaran dikabarkan sempat ditolak mendapatkan perawatan medis di salah satu rumah sakit Jakarta Pusat. Banyak pihak menilai, penolakan tersebut menjadi bukti sistem pelayanan kesehatan di Indonesia belum adil dan merata.

    Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menyesalkan kabar tersebut. Ia menegaskan setiap warga negara berhak memperoleh layanan kesehatan, dengan atau tanpa KTP, bahkan tanpa jaminan BPJS Kesehatan sekalipun.

    “Hak untuk mendapatkan kesehatan secara optimal itu adalah hak semua masyarakat Indonesia. Yang ada NIK-nya kita obati, yang tidak ada NIK-nya juga tetap kita obati,” beber Dante saat ditemui di Jakarta, Kamis (6/11/2025).

    Menurut Dante, sistem pelayanan kesehatan harus berorientasi pada penyelamatan nyawa manusia lebih dulu, bukan pada kelengkapan administrasi. Ia menegaskan setiap rumah sakit wajib melayani pasien dalam kondisi gawat darurat, tanpa terkecuali.

    “Kalau dalam kondisi gawat darurat, ada atau tidak ada NIK-nya, tetap dilayani. Kalau dia belum punya BPJS pun tetap harus ditolong di rumah sakit,” tegasnya.

    Wamenkes menambahkan banyak kasus di lapangan menunjukkan pasien datang dalam kondisi kritis tanpa membawa dokumen identitas. Dalam situasi seperti itu, dokter dan tenaga medis tidak boleh menunda tindakan hanya karena urusan administrasi.

    “Kecelakaan di jalan, orang tidak sadar, tetap kita obati. Apalagi kalau dia datang sadar dan meminta pertolongan. Nanti sistemnya akan kita perbaiki supaya ini tidak terulang lagi,” kata Dante.

    Dante mengakui, masih ada celah dalam sistem administratif rumah sakit yang membuat petugas ragu mengambil keputusan dalam kondisi darurat. Karena itu, Kementerian Kesehatan akan mendorong perbaikan sistem dan memperkuat edukasi bagi tenaga administrasi serta petugas frontliner di fasilitas kesehatan.

    “Kadang kendalanya di komunikasi atau pemahaman pegawai administrasi. Ke depan akan kita atur dan pastikan rumah sakit memahami kewajiban dalam situasi gawat darurat,” ujarnya.

    Saat ditanya apakah akan memberikan sanksi kepada RS terkait, kemungkinan tersebut tidak dikesampingkan, demi memastikan kasus yang sama tidak berulang.

    “Yang paling penting adalah subjeknya, pasiennya. Tangani dulu, urusan administrasi bisa menyusul,” tutupnya.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Wamenkes Ungkap Puskesmas Minim Tenaga Medis, 4,6% Tak Punya Dokter”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/up)

  • Wamenkes Antisipasi Risiko Penyakit Pengungsi Korban Banjir Sumatera

    Warga Baduy Korban Begal Disebut Ditolak RS gegara Tak Ada KTP, Wamenkes Angkat Bicara

    Jakarta

    Kasus penolakan pasien kembali mencuat ke publik, kali ini menimpa Repan (16), warga Baduy Dalam yang menjadi korban pembegalan di kawasan Jalan Pramuka Raya, Jakarta Pusat. Remaja tersebut mengalami luka di tangan kiri, pipi, dan punggung setelah diserang empat orang begal bersenjata tajam.

    Namun, di tengah kondisinya yang terluka, Repan disebut sempat tidak mendapatkan pertolongan medis yang layak dari salah satu rumah sakit di Jakarta Pusat. Ia mengaku sempat ditanyai soal kartu tanda penduduk (KTP) dan surat pengantar oleh petugas rumah sakit sebelum mendapat penanganan.

    Sebagai warga Baduy Dalam, Repan memang tidak memiliki KTP dan tidak membawa surat pengantar, karena setelah kejadian pembegalan ia langsung mencari pertolongan tanpa kembali ke perkampungan.

    Respons Kementerian Kesehatan

    Menanggapi hal ini, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menegaskan seluruh masyarakat Indonesia berhak mendapatkan layanan tanpa memandang status administrasi atau kepemilikan identitas.

    “Hak kesehatan itu hak semua masyarakat Indonesia. Dengan NIK maupun tanpa NIK. Ini persoalan administrasi yang nanti akan kita perbaiki,” beber Dante di Jakarta, Kamis (6/11/2025).

    Wamenkes menambahkan Kemenkes RI akan berkoordinasi dan menelusuri kasus ini agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.

    “Kita akan koordinasikan, kita telusuri supaya ini mendapatkan penanganan yang benar ke depan. Yang paling penting adalah subjeknya, yakni pasien. Subjeknya harus kita tangani dulu,” lanjutnya.

    Dante juga menyoroti adanya kendala komunikasi atau pemahaman di tingkat pegawai administrasi rumah sakit yang kerap menjadi akar masalah penolakan pasien darurat.

    “Secara sistem, kadang pegawai administrasi ini terkendala komunikasi. Tapi yang paling penting, kesehatan adalah hak semua masyarakat,” tegasnya.

    Ia memastikan Kemenkes akan memberikan teguran dan melakukan evaluasi terhadap fasilitas kesehatan yang menolak memberikan pelayanan kepada pasien dalam kondisi darurat, terlebih jika alasan penolakan hanya berkaitan dengan dokumen administratif.

    Kasus yang menimpa Repan menjadi pengingat penting bagi sistem kesehatan nasional, bahwa prinsip utama pelayanan medis harus mengedepankan keselamatan nyawa pasien di atas urusan administrasi.

    Pasal 32 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan juga menyatakan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Termasuk mereka yang berada di wilayah terpencil atau komunitas adat seperti warga Baduy.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Wanti-wanti Wagub Sumbar ke RS agar Kasus Tolak Pasien Tak Terulang”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/up)