Tag: Cyril Ramaphosa

  • Ancaman AS Tak Mempan, Afrika Selatan Terus Seret Israel ke Pengadilan atas Kasus Genosida Gaza – Halaman all

    Ancaman AS Tak Mempan, Afrika Selatan Terus Seret Israel ke Pengadilan atas Kasus Genosida Gaza – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Afrika Selatan bersikeras menolak mencabut gugatan kasus dugaan genosida oleh Israel di Jalur Gaza.

    Meski Amerika Serikat (AS) sudah menyampaikan ancaman berupa penghentian bantuan, Afrika Selatan tetap kokoh dalam pendiriannya.

    Menteri Luar Negeri Afrika Selatan Ronald Lamola mengatakan “tidak ada kemungkinan” negaranya bakal mencabut gugatan yang diajukan di Mahkamah Internasional pada bulan Desember 2023 itu.

    “Teguh pada prinsip kami terkadang ada konsekuensinya, tetapi kami tetap tegas bahwa ini penting bagi dunia dan supremasi hukum,” kata Lamola kepada Financial Times, dikutip dari TRT World.

    Afrika Selatan menjadi negara pertama yang menyeret Israel ke Mahkamah Internasional atas kasus dugaan genosida di Gaza.

    Tekanan AS

    Pekan lalu Presiden AS Donald Trump menandatangani perintah eksekutif yang menghentikan pengiriman bantuan ke Afrika Selatan.

    Langkah itu diambil sebagai balasan atas gugatan kasus genosida dan  undang-undang pertanahan yang menurut AS merampas tanah minoritas warga kulit putih di Afrika Selatan.

    AS juga menuding Afrika Selatan bekerja sama dengan Iran untuk mengembangkan rencana dagang, militer, dan nuklir dengan Iran.

    “AS tidak bisa mendukung pelanggaran hak oleh pemerintah Afrika Selatan di negaranya atau kebijakan luar negerinya yang mengganggu AS, yang memberikan ancaman keamanan nasional kepada negara kita, sekutu kita, rekan kita di Afrika, dan kepentingan kita,” demikian perintah itu.

    Sementara itu, Lamola membantah tudingan AS mengenai kerja sama nuklir dengan Iran.

    “Meski kami punya hubungan baik dengan Iran, kami tidak punya program nuklir apa pun dengan Iran, tidak punya pula perdagangan untuk dibicarakan,” ujar Lamola.

    Mengenai undang-undang bidang pertanahan, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa mengatakan undang-undang itu ditujukan untuk menangani ketidakadlian apartheid pada masa lalu.

    Ramaphosa lalu menganggap tudingan AS adalah kebohongan dan misinformasi. Dia menyebut Afrika Selatan hanya menerima dana pencegahan HIV/AIDS dari AS.

    Afrika Selatan menjadi pelopor dalam gugatan kasus genosida Israel. Negara itu menuding Israel telah melanggar Konvensi Genosida 1948.

    Setelah Afrika Selatan, beberapa negara lain yang turut menggugat Israel adalah Nikaragua, Kolombia, Kuba, Libya, Meksiko, Spanyol, Belize, dan Turki.

    Sementara itu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan eks Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant atas kejahatan perang di Gaza.

    BBC melaporkan Trump membela Israel dengan cara menjatuhkan sanksi kepada para staf ICC.

    Puluhan negara, termasuk Inggris, Jerman, dan Prancis, kemudian bereaksi dengan cara mengungkapkan dukungannya kepada ICC. Menurut banyak negara itu, ICC adalah pilar penting dalam sistem pengadilan internasional.

    Adapun AS dan Israel tidak mengakui otoritas ICC yang punya kekuasaan untuk mengadili para individu atas kejahatan genosida, kemanusiaan, dan kejahatan perang.

    Saat ini ICC memiliki 125 anggota di seluruh dunia. ICC pekan lalu meminta para anggotanya untuk bersatu demi keadilan dan hak dasar umat manusia.

    ICC juga berjanji untuk terus menghadirkan keadilan dan harapan kepada jutaan korban kejabatan di seluruh dunia.

    (*)

  • Trump Setop Bantuan AS ke Afrika Selatan, Alasannya?

    Trump Setop Bantuan AS ke Afrika Selatan, Alasannya?

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump membekukan bantuan AS ke Afrika Selatan (Afsel). Alasannya, undang-undang di negara itu yang menurutnya memungkinkan tanah dirampas dari petani kulit putih, meskipun pemerintah Afsel telah membantahnya.

    Dilansir kantor berita AFP, Sabtu (8/2/2025), undang-undang tersebut akan “memungkinkan pemerintah Afrika Selatan untuk menyita properti pertanian suku minoritas Afrikaner tanpa kompensasi,” kata Trump dalam perintah eksekutif pada Jumat (7/2) waktu setempat, yang juga menekankan bentrokan kebijakan luar negeri antara kedua negara terkait Timur Tengah.

    Kepemilikan tanah merupakan masalah yang kontroversial di Afrika Selatan, dengan sebagian besar lahan pertanian masih dimiliki oleh orang kulit putih, tiga dekade setelah berakhirnya apartheid. Pemerintah Afrika Selatan telah berada di bawah tekanan untuk melaksanakan reformasi.

    Trump menambahkan bahwa Amerika Serikat akan “mempromosikan pemukiman kembali pengungsi Afrikaner yang melarikan diri dari diskriminasi berbasis ras yang disponsori pemerintah.”

    Presiden AS tersebut baru-baru ini mengklaim bahwa Afrika Selatan menyita tanah melalui undang-undang perampasan yang ditandatangani bulan lalu. Tuduhan ini oleh pemerintah Afrika Selatan digambarkan sebagai misinformasi.

    Sekutu Trump, Elon Musk, yang lahir di Afrika Selatan, menuduh pemerintahan Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa memiliki “undang-undang kepemilikan yang secara terbuka rasis.”

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Trump Tuduh Afrika Selatan Gemar Sita Tanah, Setop Bantuan Dana AS    
        Trump Tuduh Afrika Selatan Gemar Sita Tanah, Setop Bantuan Dana AS

    Trump Tuduh Afrika Selatan Gemar Sita Tanah, Setop Bantuan Dana AS Trump Tuduh Afrika Selatan Gemar Sita Tanah, Setop Bantuan Dana AS

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menuduh pemerintah Afrika Selatan gemar melakukan “penyitaan” tanah milik warganya dan memperlakukan kelompok masyarakat tertentu dengan sangat buruk.

    Sebagai konsekuensinya, seperti dilansir AFP, Selasa (4/2/2025), Trump mengumumkan penghentian semua pendanaan masa depan oleh AS kepada Afrika Selatan. Tuduhan yang dilontarkan Trump itu telah dibantah oleh Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa.

    Masalah pertanahan di Afrika Selatan telah sejak lama menimbulkan perpecahan, dan upaya untuk memperbaiki ketidaksetaraan dalam pemerintahan yang dikuasai kulit putih telah menuai kritikan dari kelompok konservatif, termasuk miliarder AS dan penasihat Trump, Elon Musk, yang lahir di Afrika Selatan.

    Ramaphosa, bulan lalu, menandatangani rancangan undang-undang (RUU) yang menetapkan bahwa pemerintah, dalam keadaan tertentu, boleh menawarkan “nol kompensasi” atas properti yang diambil alih demi kepentingan umum.

    “Afrika Selatan menyita tanah, dan memperlakukan kelompok masyarakat tertentu dengan SANGAT BURUK,” sebut Trump dalam pernyataannya via media sosial Truth Social pada Minggu (2/2) waktu setempat.

    “Saya akan menghentikan semua pendanaan kepada Afrika Selatan di masa depan, sampai penyelidikan menyeluruh atas situasi ini selesai!” tulisnya.

    Otoritas Afrika Selatan berargumen bahwa RUU itu tidak mengizinkan pemerintah untuk mengambil alih properti secara sewenang-wenang, dan harus terlebih dahulu mencapai kesepakatan dengan pemiliknya.

    Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.

    Namun beberapa kelompok mengkhawatirkan situasi serupa dengan penyitaan lahan pertanian komersial milik warga kulit putih yang dilakukan pemerintah Zimbabwe, seringkali tanpa kompensasi, setelah kemerdekaan negara itu tahun 1980 silam.

    Saat memberikan penjelasan kepada wartawan soal kebijakannya, Trump mengatakan bahwa “kepemimpinan Afrika Selatan melakukan beberapa hal yang sangat buruk, hal yang sangat buruk”, namun tanpa memberikan contoh.

    “Jadi hal itu sedang diselidiki saat ini. Kita akan mengambil keputusan, dan sampai kita mengetahui apa yang dilakukan Afrika Selatan — mereka merampas tanah dan menyita tanah, dan sebenarnya mereka melakukan hal-hal yang mungkin lebih buruk dari itu,” ujarnya.

    Ramaphosa dalam tanggapannya pada Senin (3/2) menyatakan bahwa: “Pemerintah Afrika Selatan tidak menyita tanah apa pun.”

    “Undang-undang Pengambilalihan yang baru-baru ini diadopsi bukanlah instrumen penyitaan,” tegasnya.

    Dia menjelaskan bahwa hal itu merupakan “proses hukum yang diamanatkan oleh konstitusi yang menjamin akses masyarakat terhadap tanah secara patut dan adil sesuai dengan pedoman konstitusi”.

    “Kami menantikan untuk berinteraksi dengan pemerintahan Trump mengenai kebijakan reformasi pertanahan kami dan isu-isu kepentingan bilateral. AS tetap menjadi mitra politik dan perdagangan strategis utama bagi Afrika Selatan,” sebut Ramaphosa.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Kadin Indonesia dan Presiden Afrika Selatan Bahas Persiapan KTT G20 di Johannesburg – Halaman all

    Kadin Indonesia dan Presiden Afrika Selatan Bahas Persiapan KTT G20 di Johannesburg – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anindya Novyan Bakrie berdiskusi dengan Presiden Afrika Selatan, Matamela Cyril Ramaphosa di sela pertemuan tahunan World Economic Forum (Forum Ekonomi Dunia) di Davos, Swiss, Rabu (22/1/2025).

    Keduanya membahas persiapan KTT G20 yang akan digelar di Johannesburg, November 2025.

    “Kami berdiskusi tentang persiapan KTT G20 di Johannesburg, Afrika Selatan, pada November mendatang. Ini momen yang tepat karena beliau (Matamela Cyril Ramaphosa) merupakan Ketua G20, di mana Afrika Selatan akan menjadi tuan rumah KTT G20 tahun ini,” ujar Anindya Bakrie lewat keterangan tertulis dari Davos.

    Dalam diskusi tersebut, menurut Anindya Bakrie, Cyril Ramaphosa membicarakan solidaritas (solidarity), kesetaraan (equality), dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang menjadi tema penyelenggaraan KTT G20 di Afrika Selatan.

    “Untuk pertama kalinya dalam sejarah, KTT G20 diselenggarakan di (Benua) Afrika. Jadi, ini momen yang sangat spesial bagi kita semua, khususnya bagi Afrika Selatan,” kata Anindya.

    Sebagai informasi, Matamela Cyril Ramaphosa dikenal sebagai presiden yang kharismatik. Pria kelahiran 17 November 1952 ini menjabat sebagai Presiden Afrika Selatan sejak 2018. 

    Sebelum menjadi Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa menjabat sebagai Presiden Kongres Nasional Afrika (ANC).

    Sebelumnya, dia dikenal sebagai aktivis antiapartheid, pemimpin serikat pekerja, dan pengusaha.

    Cyril Ramaphosa pernah menjabat sebagai Sekjen ANC era Nelson Mandela (1991-1997) dan menjadi Wakil Presiden era Presiden Jacob Zuma (2014-2018). Cyril Ramaphosa kerap dijuluki sebagai negosiator ulung dan ahli strategi. Dia pun piawai berpidato.

    Dalam pidatonya di Forum Ekonomi Dunia Davos, Rabu (22/1/2025) kemarin, Cyril Ramaphosa menyampaikan frasa yang menyentuh tentang kolaborasi.

    Menurut Cyril Ramaphosa, untuk mengatasi berbagai persoalan dunia, seperti kemiskinan, perang, dan perubahan iklim, para pemimpin dunia kembali dipanggil untuk memanfaatkan atribut manusia yang paling kuat sekaligus paling abadi, yakni kerja sama dan kolaborasi saling menguntungkan.

    “Kerja sama adalah landasan peradaban manusia. Tanpa kerja sama dan kolaborasi – antara individu, kelompok individu, masyarakat di seluruh dunia, negara – umat manusia tidak akan dapat maju,” ujar Cyril Ramaphosa.

    Mengutip pidato 30 tahun silam Presiden Afrika Selatan periode 1994 – 1999 Nelson Mandela, Cyril Ramaphosa mengatakan, “Ketergantungan kitalah yang menyatukan kita dalam satu rumah global bersama, melintasi lautan dan benua, menuntut kita semua untuk bersatu meluncurkan serangan global demi pembangunan, demi kemakmuran, dan kelangsungan hidup manusia”.

  • Ketum Kadin Anindya diskusi KTT G20 dengan Presiden Afsel di Davos

    Ketum Kadin Anindya diskusi KTT G20 dengan Presiden Afsel di Davos

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Anindya Novyan Bakrie berdiskusi dengan Presiden Afrika Selatan, Matamela Cyril Ramaphosa di sela-sela pertemuan tahunan World Economic Forum (Forum Ekonomi Dunia) di Davos, Swiss, Rabu (22/1).

    Anindya menyampaikan bahwa dirinya bersama Presiden Afsel membahas persiapan KTT G20 yang akan digelar di Johannesburg, November 2025.

    “Kami berdiskusi tentang persiapan KTT G20 di Johannesburg, Afrika Selatan, pada November mendatang. Ini momen yang tepat karena beliau (Matamela Cyril Ramaphosa) merupakan Ketua G20, di mana Afrika Selatan akan menjadi tuan rumah KTT G20 tahun ini,” kata Anindya Bakrie lewat keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.

    Dalam diskusi tersebut menurut dia, Cyril Ramaphosa membicarakan solidaritas, kesetaraan, dan pembangunan berkelanjutan yang menjadi tema penyelenggaraan KTT G20 di Afrika Selatan.

    “Untuk pertama kalinya dalam sejarah, KTT G20 diselenggarakan di (Benua) Afrika. Jadi, ini momen yang sangat spesial bagi kita semua, khususnya bagi Afrika Selatan,” tutur Anindya.

    Sebagai informasi, Matamela Cyril Ramaphosa dikenal sebagai presiden yang kharismatik. Pria kelahiran 17 November 1952 ini menjabat sebagai Presiden Afrika Selatan sejak 2018. Sebelum menjadi Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa menjabat sebagai Presiden Kongres Nasional Afrika (ANC). Sebelumnya, dia dikenal sebagai aktivis antiapartheid, pemimpin serikat pekerja, dan pengusaha.

    Selain itu, Cyril Ramaphosa pernah menjabat sebagai Sekjen ANC era Nelson Mandela (1991-1997) dan menjadi Wakil Presiden era Presiden Jacob Zuma (2014-2018). Ia kerap dijuluki sebagai negosiator ulung dan ahli strategi. Dia pun piawai berpidato.

    Dalam pidatonya di Forum Ekonomi Dunia Davos, Rabu (22/1/2025) kemarin, Cyril Ramaphosa menyampaikan frasa yang menyentuh tentang kolaborasi. Menurut Cyril Ramaphosa, untuk mengatasi berbagai persoalan dunia, seperti kemiskinan, perang, dan perubahan iklim, para pemimpin dunia kembali dipanggil untuk memanfaatkan atribut manusia yang paling kuat sekaligus paling abadi, yakni kerja sama dan kolaborasi yang saling menguntungkan.

    “Kerja sama adalah landasan peradaban manusia. Tanpa kerja sama dan kolaborasi – antara individu, kelompok individu, masyarakat di seluruh dunia, negara – umat manusia tidak akan dapat maju,” tandas Cyril Ramaphosa.

    Pewarta: Faisal Yunianto
    Editor: Evi Ratnawati
    Copyright © ANTARA 2025

  • Davos 2025 Diskusikan Ukraina, Gaza, AI, hingga Donald Trump – Halaman all

    Davos 2025 Diskusikan Ukraina, Gaza, AI, hingga Donald Trump – Halaman all

    Waktunya tiba lagi. Kota Davos yang tertutup salju di Swiss kembali menyambut para pemimpin global untuk pertemuan tahunan Forum Ekonomi Dunia World Economic Forum (WEF), yang dimulai hari Senin (20/1).

    Acara tahun ini diadakan setelah tahun pemilihan umum 2024 di tengah melambungnya biaya hidup dan prospek ekonomi yang suram, dan kembalinya sejumlah partai dan kandidat radikal.

    Gelombang populis, serta perang di Ukraina dan situasi kemanusiaan di Gaza, cuaca ekstrem, dan revolusi kecerdasan buatan (AI) adalah sejumlah isu utama yang akan dibahas para delegasi selama pertemuan lima hari tersebut.

    “Semua itu terjadi di tengah situasi geopolitik yang paling rumit dalam beberapa generasi,” kata Presiden WEF Borge Brende kepada wartawan pada minggu lalu.

    Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Hampir 3.000 pemimpin, termasuk 60 kepala negara dan pemerintahan, dari lebih dari 130 negara diperkirakan akan hadir di kota di wilayah Alpen tersebut.

    Di antara para pemimpin global yang akan hadir termasuk Kanselir Jerman Olaf Scholz, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, Wakil Perdana Menteri Cina Ding Xuexiang, Javier Milei dari Argentina, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa, dan Muhammad Yunus dari Bangladesh. Presiden RI Prabowo Subianto juga rencananya akan hadir di Davos.

    Donald Trump dominasi tema diskusi di Davos

    Donald Trump akan berpidato secara virtual beberapa hari setelah pelantikannya sebagai presiden AS pada tanggal 20 Januari.

    Kembalinya Trump ke Gedung Putih diperkirakan akan mendominasi diskusi di Davos. Dari ancaman untuk mengenakan tarif pada kawan maupun lawan, hingga ambisi ekspansionis terhadap Kanada dan Greenland, Trump telah membuat para investor, perusahaan, dan pemerintah bertanya-tanya.

    Para pembuat kebijakan dan investor masih mencoba mencari tahu bagaimana perang dagang Trump akan berlangsung, dan dampaknya terhadap ekonomi. Tarif potensial diperkirakan akan semakin merugikan ekonomi seperti Jerman dan Cina, yang masing-masing telah berjuang dengan pertumbuhan negatif dan lesu.

    Para ahli memperingatkan bahwa kebijakan Trump berpotensi memperburuk inflasi dan memicu pembalasan dari mitra dagang yang dapat menyebabkan guncangan global.

    Presiden WEF Borge Brende mengatakan pada periode pertama pemerintahan Trump, perdagangan tumbuh, investasi tumbuh. “Namun kini lanskapnya berbeda, di mana kita mungkin akan melihat lebih banyak tarif, kita mungkin akan melihat lebih banyak (praktik bisnis seperti) nearshoring, friendshoring, sehingga rantai pasokan akan berubah.”

    Fokus di Ukraina, Gaza, dan Suriah

    Perang di Ukraina yang kini mendekati tiga tahun, sekali lagi menjadi salah satu topik utama dalam agenda. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy akan menghadiri pertemuan tersebut secara langsung.

    Trump berjanji untuk mencapai kesepakatan damai guna menyelesaikan konflik Rusia-Ukraina pada hari pertama menjabat, hal yang tampaknya tidak realistis. Bahkan para penasihat Trump memperkirakan waktu berbulan-bulan untuk mengakhiri perang.

    Yayasan Victor Pinchuk Ukraina akan menyelenggarakan beberapa acara di Rumah Ukraina tahun ini, termasuk proyek bertajuk Your Country First – Win With Us.

    “Karena jika Ukraina jatuh, bahaya akan datang kepada Anda dengan cepat. Keamanan Anda akan rusak, ekonomi, kesejahteraan, dan kesempatan untuk menjalani kehidupan yang Anda inginkan akan terancam,” kata Yayasan tersebut dalam sebuah pernyataan. “Sedangkan kemenangan Ukraina dapat secara global menghalangi para agresor.”

    Konflik bersenjata merupakan risiko teratas pada tahun 2025, menurut survei risiko tahunan yang diterbitkan oleh WEF pada hari Rabu (15/01). Ditambah konfrontasi geoekonomi, bahaya peringkat ketiga, yang memperlihatkan “lanskap global yang semakin terpecah-pecah.”

    Suriah, krisis kemanusiaan di Gaza, dan potensi eskalasi konflik di Timur Tengah juga menjadi fokus tahun ini. Beberapa pemimpin dari kawasan tersebut diharapkan hadir, termasuk Presiden Israel Isaac Herzog, Perdana Menteri Otoritas Nasional Palestina Mohammed Mustafa, dan Menteri Luar Negeri Suriah Asaad Hassan Al Shibani.

    Era kecerdasan buatan

    Pertemuan tahunan WEF ke-55 diselenggarakan dengan tema “Kolaborasi untuk Era Kecerdasan”, zaman dengan kemajuan pesat dalam teknologi seperti kecerdasan buatan dan komputasi kuantum. AI membawa banyak harapan di berbagai industri, termasuk perawatan kesehatan, pendidikan, dan pertanian, tetapi juga mengancam jutaan pekerjaan.

    Laporan WEF tentang masa depan dunia kerja yang diterbitkan awal bulan ini menunjukkan perubahan tren global dan teknologi baru diproyeksikan akan menghasilkan 170 juta pekerjaan baru pada tahun 2030 dan menghapus 92 juta lainnya. Laporan ini menggarisbawahi perlunya meningkatkan keterampilan pekerja secara global.

    Perusahaan teknologi AS, Workday, dalam sebuah studi tentang dampak AI pada pekerjaan, menemukan bahwa AI akan menjadi katalisator untuk “revolusi keterampilan” di mana keterampilan yang pada dasarnya manusiawi seperti kreativitas, empati, dan pengambilan keputusan yang etis akan menjadi aset paling berharga di tempat kerja.

    Kathy Pham, ilmuwan komputer dan wakil presiden di Workday, mengatakan Davos akan menyediakan platform bagi bisnis dan pemerintah untuk memahami bagaimana pekerjaan, keterampilan, dan aturan telah berevolusi dari waktu ke waktu di berbagai belahan dunia, dan bagaimana orang berinteraksi dengan teknologi.

    “Bagi saya, itulah daftar keinginan yang diharapkan bisa dihasilkan Davos. Percakapan jujur tentang seperti apa masa depan tenaga kerja di samping gelombang AI terbaru ini,” katanya kepada DW.

    Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris

  • Indonesia Resmi jadi Anggota BRICS, Apa Itu? – Page 3

    Indonesia Resmi jadi Anggota BRICS, Apa Itu? – Page 3

    Dikutip dari Kanal Cek Fakta Liputan6.com, Empat negara Asia Tenggara, Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Indonesia telah menjadi negara mitra BRICS, kelompok ekonomi negara berkembang yang baru saja menggelar KTT di Kazan, Rusia.

    Dikutip dari as-coa.org, BRICS merupakan akronim yang merujuk pada kumpulan negara-negara yakni Brasil, Rusia, India, China, dan South Africa (Afrika Selatan). Wacana pembentukan BRICS pertama kali diusulkan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin di sela-sela Sidang Umum PBB di New York pada 2006.

    Ketika itu, Rusia mengajak Brasil, Rusia, India, dan China untuk membentuk kelompok kemitraan antarnegara sebagai reaksi terhadap ancama krisis global.

    Pertemuan kepala negara BRIC pertama berlangsung pada bulan Juni 2009 di Yekaterinburg, Rusia. Dalam pertemuan tersebut, para pemimpin membahas pentingnya menciptakan sistem moneter internasional yang lebih beragam, dengan berkurangnya ketergantungan pada dolar sebagai mata uang cadangan global.

    KTT kedua diadakan pada tahun berikutnya di Brasil, dan dihadiri oleh Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma. Ketika itu, para pemimpin negara yang hadir membahas topik program nuklir Iran dan pentingnya kerja sama di bidang energi dan ketahanan pangan.

    Pada Desember 2010, Afrika Selatan secara resmi diundang menjadi anggota kelima grup tersebut. BRIC secara resmi menjadi BRICS pada pertemuan puncak ketiga di Hainan, China pada April 2011.

     

     

  • Pencipta Alat Mata-Mata Israel Dikuasai Amerika

    Pencipta Alat Mata-Mata Israel Dikuasai Amerika

    Jakarta, CNBC Indonesia – Perusahaan pencipta alat mata-mata Israel, Paragon, diakuisisi oleh investor Amerika Serikat dalam transaksi senilai US$ 500 juta (Rp 8 triliun).

    Reuters, mengutip Haaretz, melaporkan bahwa NSO Group diakuisisi oleh AE Industrial Partners, yaitu perusahaan investasi yang fokus di industri keamanan, dirgantara, dan layanan industrial. Kesepakatan akuisisi ditandatangani pada 13 Desember 2024.

    Paragon adalah perusahaan yang didirikan pada 2019 oleh sekelompok mantan perwira intelijen Israel dan didukung oleh mantan perdana menteri Israel, Ehud Barak. Perusahaan ini mengklaim mengembangkan “perangkat, sumber daya manusia, dan pengetahuan untuk mendisrupsi ancaman yang tak terlacak” dengan berpegang teguh terhadap etika.

    Berdasarkan laporan lain, nilai kesepakatan akuisisi bisa menggelembung menjadi lebih dari US$ 900 juta (Rp 14,1 triliun). AE Industrial Partners dikabarkan berencana menggabungkan Paragon dengan Red Lattice, perusahaan keamanan siber AS.

    Media Israel melaporkan bahwa kesepakatan akuisisi telah direstui oleh pemerintah AS dan Israel.

    Paragon adalah pesaing utama dari NSO Group, perusahaan yang menciptakan spyware mata-mata Pegasus yang digunakan untuk membobol iPhone pejabat pemerintahan di seluruh dunia.

    Economic Times menyebutkan jika Pegasus sebagai Spyware terkuat yang pernah ada dan bisa masuk ke dalam ponsel baik Android serta iOS.

    Spyware adalah program yang dirancang untuk menembus pertahanan keamanan di HP lewat “pintu belakang”. HP yang terinfeksi Spyware bakal mengirim informasi tentang aktivitas pemilik HP ke pihak ketiga.

    Pegasus mampu mengeksplorasi bug yang belum ditemukan pada sistem operasi terkait. Jadi meski sudah menggunakan tambalan keamanan, keamanan ponsel masih bisa dijebol.

    Keberadaan Pegasus pertama kali dilaporkan oleh 2016 oleh The Citizen Lab, organisasi keamanan siber asal Kanada. Spyware berhasil masuk ke dalam HP milik aktivis hak asasi manusia bernama Ahmed Mansoor. Pada September 2018, organisasi yang sama melaporkan 25 negara sudah terinfeksi Pegasus.

    Kabarnya infeksi tersebut menggunakan teknik spear fishing melalui pesan teks atau email dengan link berbahaya. Tahun 2019, Pegasus dilaporkan menyusup ke WhatsApp dan bisa menghapus riwayat panggilan tidak terjawab.

    Pada tahun yang sama, WhatsApp mengumumkan Pegasus berhasil mengeksploitasi bug di dalam aplikasi. Dalam kejadian itu, ada 1.400 HP Android dan IOS yang menjadi korban.

    iMessage juga jadi aplikasi yang berhasil dimasuki Pegasus. Yakni dengan memasangnya melalui pemancar dan penerima radio di dekat korban. Kasus peretasan itu sempat mencuat saat HP pemilik Amazon, Jeff Bezos kena retas dan terkait kematian jurnalis Kamal Khashoggi pada 2018.

    Bukan hanya itu, sebuah investigasi oleh 17 organisasi media yang dipimpin Forbiden Stories menyebutkan ada 50 ribu nomor telepon jadi target Pegasus. Sejumlah tokoh juga jadi sasaran yakni Presiden Prancis Emmanuel Macron, Presiden Irak Barham Salih, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa hingga pimpinan WHO Tedros Ghebreyesus

    Tahun lalu, Presiden Amerika Serikat Joe Biden menandatangani peraturan presiden yang melarang penggunaan spyware. Pada 2021, Reuters melaporkan paling tidak ada 9 pegawai Departemen Luar Negeri AS yang menjadi target spyware NSO.

    NSO kemudian dimasukkan ke dalam daftar hitam perusahaan di Departemen Perdagangan AS karena bisnisnya dituduh terkait dengan aktivitas mengincar aktivitas masyarakat sipil dan jurnalis.

    Di sisi lain, Paragon tahun ini menandatangani kontrak senilai US$ 2 juta dengan badan imigrasi AS. Dalam websitenya, Paragon menyatakan bekerja dengan batasan moral sehingga hanya menargetkan percakapan di aplikasi pesan dan hanya mau bekerja dengan entitas yang memenuhi standar demokrasi,

    (dem/dem)

  • Presiden Afrika Selatan Minta Israel Perang Barbar Mereka di Gaza

    Presiden Afrika Selatan Minta Israel Perang Barbar Mereka di Gaza

    ERA.id – Presiden Afrika Selatan (Afsel) Cyril Ramaphosa menuntut Israel mengakhiri perang barbar mereka terhadap rakyat Gaza.

    “Sebagai bangsa, kami sangat memahami rasa sakit akibat tanah kami dijajah dan rakyat kami ditindas. Afrika Selatan dan Aljazair berdiri teguh mendukung perjuangan rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri,” ujar Ramaphosa dikutip dari Anadolu.

    Presiden Afrika Selatan menyatakan hal itu dalam pidatonya kepada parlemen Aljazair dalam kunjungan kerja pada Jumat (6/12/2024).

    Ia menambahkan, “Pembunuhan terhadap perempuan, anak-anak, dan warga sipil yang tidak terlibat; pemboman terhadap rumah, sekolah, dan rumah sakit; serta penolakan bantuan kemanusiaan adalah noda pada hati nurani dunia.”

    “Kita tidak bisa menutup mata terhadap ketidakadilan ini,” lanjutnya.

    Sebelumnya, Afrika Selatan telah mengajukan gugatan genosida terhadap Israel di mahkamah Den Haag pada akhir 2023.

    Dalam gugatan tersebut, Israel dituduh gagal memenuhi komitmennya berdasarkan Konvensi Genosida 1948, menyusul serangan tanpa henti terhadap Gaza sejak Oktober tahun lalu.

    Sejumlah negara, termasuk Turki, Nikaragua, Palestina, Spanyol, Meksiko, Libya, dan Kolombia, turut bergabung dalam kasus ini di Mahkamah Internasional (ICJ), yang mulai mengadakan sidang publik pada Januari.

    Ramaphosa menekankan bahwa dunia punya tanggung jawab untuk mengakhiri genosida ini.

    “Israel harus bertanggung jawab atas kejahatannya terhadap rakyat Gaza,” ujarnya.

  • Foto Sepekan Lawatan Prabowo ke Luar Negeri – Badai Siklon Bom AS

    Foto Sepekan Lawatan Prabowo ke Luar Negeri – Badai Siklon Bom AS

    Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, Presiden AS Joe Biden, Perdana Menteri India Narendra Modi, Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa, Presiden Tiongkok Xi Jinping, Perdana Menteri Australia Anthony Albanese, dan Presiden Kolombia Gustavo Petro berpegangan tangan saat berpose dengan para pemimpin lainnya untuk foto bersama selama KTT G20 di Museum Seni Modern di Rio de Janeiro, Brasil, 19 November 2024. (REUTERS/Ricardo Moraes)