Kompolnas Minta Polisi Tak Lagi Suruh Pelaku Lepas Pakaian saat Diamankan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menegaskan aparat kepolisian tidak boleh lagi memaksa terduga pelaku yang diamankan untuk melepas pakaian.
Komisioner Kompolnas, Choirul Anam, menyebut tindakan tersebut bertentangan dengan prinsip humanis yang harus dipegang Polri.
“Dalam konteks yang lebih konkret di lapangan, ya ketika situasi menghadapi chaotic seperti beberapa hari kemarin, ya tetap polisi harus berpegang teguh pada SOP, prinsip humanis,” kata Anam kepada Kompas.com, Minggu (7/9/2025).
“Salah satu yang penting misalnya, ya menahan diri, ya enggak bisa misalnya di beberapa wilayah, misalnya, diamankan terus disuruh telanjang dada gitu, itu enggak bisa, itu enggak boleh,” tegasnya.
Anam menyampaikan ini merespons desakan agar Polri mengevaluasi diri usai kejadian demonstrasi beberapa hari lalu.
Aksi demonstrasi berujung tindakan represif oleh polisi dinilai menjadi refleksi perlunya reformasi di tubuh Polri.
Perubahan pola masyarakat yang semakin aktif di ruang publik, termasuk ruang digital, menurutnya harus dijawab dengan cara-cara yang profesional, terukur, dan mengedepankan pendekatan kemanusiaan.
“Ruang publik yang berbeda jauh ya dengan aturan yang ada, SOP yang ada, itu yang saya kira direformasi, dengan tetap basisnya adalah pendekatan yang humanis. Kata kuncinya itu,” ujarnya.
“Karena enggak mungkin ruang terbuka dan lain sebagainya dengan pendekatan represif, dengan pendekatan kekerasan,” tambah dia.
Anam menegaskan pembenahan tidak hanya menjadi tanggung jawab Polri, melainkan juga masyarakat dan elite politik.
Ia menekankan pentingnya ruang publik dijaga bersama tanpa kekerasan.
“Di elite kekuasaan, ya harus terbuka terhadap berbagai masukan, kritikan, dan sebagainya, di ruang masyarakat gunakan hak Anda untuk kebebasan berekspresi dan berpendapat dengan cara yang damai,” katanya.
“Di ruang aparat kepolisian, bertindaklah secara humanis dan profesional. Itu kuncinya. Nah semua pihak ya berbenah diri,” sambung Anam.
Selain itu, Anam menyoroti perlunya transparansi informasi dan pendampingan hukum bagi warga yang diamankan.
Kemudian, lanjut dia, keluarga mereka juga harus mendapat akses informasi jelas.
Sementara mereka yang diproses sebagai tersangka harus dijamin haknya untuk mendapatkan pendampingan hukum.
“Lha itu yang juga menjadi catatan, ya, apalagi yang terus maju sebagai tersangka, diproses hukum, dan sebagainya, ya akses terhadap pendampingan hukumnya juga harus dibuka,” pungkas Anam.
Sebelumnya diberitakan, sejumlah tokoh senior bangsa yang tergabung dalam Gerakan Nurani Bangsa, meminta Presiden Prabowo Subianto memerintahkan Kepolisian RI segera mengevaluasi kepemimpinan dan kebijakan internalnya.
Hal itu perlu dilakukan agar tidak lagi terjadi tindakan eksesif atau di luar batas terhadap masyarakat, khususnya dalam menangani aksi unjuk rasa.
Pesan itu disampaikan Alissa Wahid saat membacakan “Pesan Kebangsaan” Gerakan Nurani Bangsa di Jakarta, Rabu (3/9/2025).
“Memerintahkan Kepolisian untuk secepatnya mengevaluasi dan menata ulang kepemimpinan dan kebijakannya agar tidak menimbulkan tindakan eksesif yang melanggar hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara lainnya,” kata Alissa dalam konferensi pers yang digelar di Rumah Pergerakan Griya Gus Dur, Jakarta.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Choirul Anam
-
/data/photo/2025/07/22/687f5c519a005.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kompolnas Minta Polisi Tak Lagi Suruh Pelaku Lepas Pakaian saat Diamankan Nasional 7 September 2025
-
/data/photo/2025/07/28/6886f4de26fe9.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kompolnas Dorong Reformasi Polri Berbasis Humanis Usai Demonstrasi Agustus 2025 Nasional 7 September 2025
Kompolnas Dorong Reformasi Polri Berbasis Humanis Usai Demonstrasi Agustus 2025
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menekankan agar Polri mengedepankan pendekatan humanis dan tidak lagi berlaku represif dalam menghadapi masyarakat di ruang publik, semisal saat aksi demonstrasi.
Hal itu disampaikan merespons desakan reformasi di tubuh Polri dari pimpinan sampai ke bawahan, imbas aksi represif aparat yang masih terjadi saat menghadapi massa demonstrasi.
“Basisnya adalah pendekatan yang humanis. Kata kuncinya itu. Karena enggak mungkin ruang terbuka dan lain sebagainya dengan pendekatan represif, dengan pendekatan kekerasan,” kata Komisioner Kompolnas Choirul Anam kepada Kompas.com, Minggu (7/9/2025).
Menurut Anam, perubahan pola masyarakat yang semakin aktif berekspresi perlu segera direspons.
Aturan main kepolisian di lapangan, kata dia, harus lebih profesional, terukur, dan tetap menjunjung prinsip-prinsip kemanusiaan.
“Pola perubahan masyarakat inilah yang harus segera direspons dengan mempertajam berbagai aturan agar pelaksanaan di lapangan itu semakin humanis, semakin profesional dan terukur. Kalau tidak ya susah,” ujar Anam.
Anam menegaskan, pembenahan tidak hanya menjadi tanggung jawab Polri, melainkan juga masyarakat dan elite politik.
Masyarakat didorong menjaga ruang publik dengan mengekspresikan pendapat secara damai. Sementara itu, elite kekuasaan diminta terbuka terhadap kritik.
“Di elite kekuasaan ya harus terbuka terhadap berbagai masukan kritikan dan sebagainya, di ruang masyarakat gunakan hak Anda untuk kebebasan berekspresi dan berpendapat dengan cara yang damai. Di ruang aparat kepolisian bertindaklah secara humanis dan profesional. Itu kuncinya. Nah semua pihak ya berbenah diri,” tutur Anam.
Anam juga menyoroti praktik aparat kepolisian di lapangan yang dinilai perlu diperbaiki.
Ia mencontohkan, perlakuan tidak pantas terhadap warga yang diamankan, seperti dipaksa melepas pakaian yang tidak boleh lagi terjadi.
“Ketika situasi menghadapi
chaotic
seperti beberapa hari kemarin ya tetap polisi harus berpegang teguh pada SOP, prinsip humanis. Salah satu yang penting misalnya ya menahan diri, ya enggak bisa misalnya di beberapa wilayah, misalnya, diamankan terus disuruh telanjang dada gitu, itu enggak bisa, itu enggak boleh,” tegas Anam.
Selain itu, Anam menekankan perlunya kepolisian memaksimalkan transparansi informasi dan pendampingan hukum bagi warga yang ditangkap.
Hal ini termasuk memastikan keluarga mendapatkan informasi jelas, serta membuka akses terhadap bantuan hukum bagi mereka yang ditetapkan sebagai tersangka.
“Ketika proses hukum berjalan, juga memaksimalkan pendampingan, memaksimalkan informasi bagi keluarga, lah ini juga yang harus diperbaiki. Sehingga keluarga yang anggota keluarganya ada yang diamankan, itu juga jelas mendapatkan informasi dan lain sebagainya,” kata Anam.
“Itu yang juga menjadi catatan ya, apalagi yang terus maju sebagai tersangka, diproses hukum dan sebagainya, ya akses terhadap pendampingan hukumnya juga harus dibuka,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, sejumlah tokoh senior bangsa yang tergabung dalam Gerakan Nurani Bangsa, meminta Presiden Prabowo Subianto memerintahkan Kepolisian RI segera mengevaluasi kepemimpinan dan kebijakan internalnya.
Hal itu perlu dilakukan agar tidak lagi terjadi tindakan eksesif atau di luar batas terhadap masyarakat, khususnya dalam menangani aksi unjuk rasa.
Pesan itu disampaikan Alissa Wahid saat membacakan “Pesan Kebangsaan” Gerakan Nurani Bangsa di Jakarta, Rabu (3/9/2025).
“Memerintahkan Kepolisian untuk secepatnya mengevaluasi dan menata ulang kepemimpinan dan kebijakannya agar tidak menimbulkan tindakan eksesif yang melanggar hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara lainnya,” kata Alissa dalam konferensi pers yang digelar di Rumah Pergerakan Griya Gus Dur, Jakarta.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Akhir Sidang Etik Komandan-Sopir Mobil Rantis Brimob Pelindas Affan Kurniawan
Bisnis.com, JAKARTA — Dua anggota Polri yang masuk dalam kategori terduga pelanggar berat di kasus kematian pengemudi ojek online Affan Kurniawan (21) telah mendapatkan sanksi etik.
Dua anggota Polri tersebut adalah Danyon Resimen 4 Korbrimob Polri Kompol Kosmas Kaju Gae dan anggota Brimob Polda Metro Jaya Bripka Rohmad.
Keduanya, telah terbukti melakukan pelanggaran tercela. Adapun, saat kejadian, mobil Brimob pelindas Affan dikemudikan oleh Rohmad. Sementara, Kosmas berada di kursi samping pengemudi.
Kompol Kosmas menjalani sidang etik pertama pada Rabu (3/9/2025). Majelis hakim etik menilai bahwa Kosmas tidak profesional saat penanganan aksi unjuk rasa sehingga menimbulkan korban jiwa di Jakarta pada Kamis (28/8/2025).
Oleh karena itu, Kosmas telah disanksi pemecatan tidak dengan hormat alias PTDH dari institusi Polri.
Sehari berselang, giliran Bripka Rohmad yang menjalani sidang etik. Sidang etik yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Brigjen Agus Wijayanto telah memutuskan bahwa Bripka Rohmad disanksi demosi selama 7 tahun.
“[Sanksi administratif] mutasi bersifat demosi selama tujuh tahun sesuai dengan sisa masa dinas pelanggar di institusi Polri,” ujar hakim di ruang sidang etik di Gedung TNCC Polri, Kamis (4/9/2025).
Alasan Beda Vonis
Hakim menilai bahwa Bripka Rohmad hanya menjalankan perintah komandannya yakni Kompol Kosmas Kaju Gae saat kejadian. Oleh karena itu, meskipun kemudi mobil pada Rohmad, dia bergerak atas perintah Kosmas.
“Terduga pelanggar hanya menjalankan perintah dari atasannya, Kompol Kosmas Kaju Gae, untuk terus maju. Selaku bawahan, ia melaksanakan perintah atasan, bukan atas keinginan sendiri,” tutur hakim.
Kemudian, faktor lain yang menyebabkan insiden pelindasan Affan itu terjadi karena Bripka Rohmad mengalami efek perih dari gas air mata.
“Pada saat peristiwa unras 28 Agustus 2025, terduga pelanggar terkena gas air mata sehingga membuat mata terduga pelanggar perih dan tidak dapat melihat dengan jelas. Serta adanya lemparan batu, petasan, dan kayu ke arah mobil,” pungkasnya.
Anggota Brimob Polda Metro Jaya, Bripka Rohmat selaku sopir mobil rantis yang melindas pengemudi ojol Affan Kurniawan di ruang sidang etik Polri, Jakarta, Kamis (4/9/2025)/dok. Polri TV
Di samping itu, Anggota Kompolnas Ida Oetari mengatakan kondisi psikologis anggota juga dipertimbangkan dalam hal yang meringankan untuk sanksi terhadap Bripka Rohmad.
Ida juga mengemukakan bahwa saat kejadian, pengemudi mengalami blind spot yang ditambah spion mobil di bagian kiri mengalami kerusakan.
“Apalagi kondisi rantis menurut penjelasan bahwa spionnya juga rusak. Ini sebelah kiri. Ini juga ada blind spot ini juga yang menyebabkan makanya Bripka R tidak secara sengaja. Ini salah satu yang memengaruhi,” pungkasnya
Di samping itu, Komisioner Kompolnas Choirul Anam mengatakan kondisi riil di lapangan. Kala itu, mobil Brimob yang dikemudikan Bripka Rohmad tidak menabrak Affan, melainkan sudah terjatuh. Alhasil, Bripka Rohmad mengaku tidak melihat Affan terjatuh.
“Nah itu yang melatarbelakanginya kenapa tadi ada putusan berbeda dengan yang kemarin. Yang kemarin PTDH, yang sekarang demosi, demosinya sampai pensiun,” tutur Anam.
Pengakuan Kosmas-Rohmad
Usai sidang etik, Kosmas Kaju Gae mengklaim bahwa dirinya tidak mengetahui bahwa mobil rantis yang dinaikinya telah melindas pendemo, termasuk Affan Kurniawan.
Kosmas yang berperan sebagai komandan di dalam mobil rantis berdalih bahwa dia tidak mengetahui kendaraan tersebut melindas para pendemo yang ada di depan mobil yang dinaikinya bersama tim Brimob lainnya.
Padahal dalam video yang beredar, mobil rantis tersebut sempat berhenti beberapa detik setelah melindas pengemudi ojol Affan Kurniawan. Kemudian mobil rantis tersebut kabur, sehingga massa melakukan pengejaran.
Kosmas menyatakan bahwa dirinya baru mengetahui mobil Brimob yang dikendarainya melindas Affan saat diperlihatkan video viral di media sosial.
“Kami tidak mengetahui sama sekali pada waktu dan peristiwa kejadian tersebut. setelah kejadian video viral, kami ketahui beberapa jam berikutnya melalui medsos,” ujarnya di TNCC Polri, Jakarta, Rabu (3/9/2025).
Dia menambahkan, dirinya hanya menjalankan tugas sebagai anggota Polri dalam menjaga keamanan dan ketertiban saat aksi unjuk rasa di Jakarta dalam beberapa hari terakhir.
Oleh karena itu, dia tidak memiliki niat untuk mencelakai atau mencederai pihak manapun, termasuk Affan Kurniawan.
Terakhir, Kosmas juga menyampaikan duka cita yang mendalam terhadap keluarga Affan Kurniawan. Menurutnya, kejadian ini di luar dugaan.
“Saya mau menyampaikan, duka cita yang mendalam kepada korban Affan Kurniawan serta keluarga besar, sungguh-sungguh di luar dugaan,” pungkasnya.
Anggota Brimob Polda Metro Jaya, Bripka Rohmat memberikan penjelasan di sidang etik Polri, Jakarta, Kamis (4/9/2025)/dok. Polri TV
Sementara itu, Bripka Rohmad menyatakan bahwa dirinya selaku anggota kepolisian hanya menjalankan tugas dari pimpinan.
Kemudian, Bripka Rohmad mengemukakan, dirinya tidak pernah memiliki niat untuk melukai atau menghilangkan nyawa siapa pun. Pasalnya, dirinya hanya berfokus pada tugasnya yakni melindungi masyarakat.
“Tidak ada niat dan tidak pernah tersirat dalam hati saya, melukai ataupun menghilangkan nyawa orang lain,” imbuhnya.
Dia juga bercerita bahwa dirinya memiliki istri dan dua anak. Salah satu anaknya disebut memiliki keterbatasan mental.
Selain itu, dia mengaku hanya memiliki mata pencaharian sebagai anggota Polri. Oleh sebab itu, dia memohon pengampunan agar bisa terus menjadi anggota kepolisian sampai masa pensiun sebagai korps Bhayangkara.
“Karena kami tidak punya penghasilan lain Yang Mulia, kami hanya mengandalkan gaji tugas Polri, yang Mulia. Tidak ada penghasilan lain, Yang Mulia,” imbuhnya.
Di lain sisi, Bripka Rohmad meminta maaf dan kepada orang tua korban atas peristiwa pelindasan mobil Brimob terhadap Affan Kurniawan.
“Dengan kejadian yang viral, atas nama pribadi dan keluarga dengan lubuk hati paling dalam. Kami mohon kepada orang tua almarhum Affan Kurniawan dapat membukakan maaf karena kejadian tersebut,” pungkasnya.
-

Lengkap! Vonis Kompol Cosmas dan Bripka Rohmad, Brimob Pelindas Affan Kurniawan
Bisnis.com, JAKARTA — Dua anggota Polri yang masuk dalam kategori terduga pelanggar berat di kasus kematian pengemudi ojol Affan Kurniawan (21) sudah seluruhnya mendapatkan sanksi etik.
Dua anggota Polri itu yakni, Danyon Resimen 4 Korbrimob Polri Kompol Kosmas Kaju Gae dan anggota Brimob Polda Metro Jaya, Bripka Rohmad.
Keduanya, telah terbukti melakukan pelanggaran tercela. Adapun, saat kejadian, mobil Brimob pelindas Affan dikemudikan oleh Rohmad. Sementara itu, Cosmas berada di kursi samping pengemudi.
Kompol Cosmas menjalani sidang etik pertama pada Rabu (3/9/2025). Majelis hakim etik menilai bahwa Cosmas tidak profesional saat penanganan aksi unjuk rasa sehingga menimbulkan korban jiwa di Jakarta pada Kamis (28/8/2025).
Oleh karena itu, Cosmas telah disanksi pemecatan tidak dengan hormat alias PTDH dari institusi Polri. Sehari berselang, giliran Bripka Rohmad yang menjalani sidang etik.
Sidang etik yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Brigjen Agus Wijayanto telah memutuskan bahwa Bripka Rohmad disanksi demosi selama 7 tahun.
“[Sanksi administratif] mutasi bersifat demosi selama tujuh tahun sesuai dengan sisa masa dinas pelanggar di institusi Polri,” ujar hakim di ruang sidang etik di Gedung TNCC Polri, Kamis (4/9/2025).
Alasan Beda Vonis
Hakim menilai bahwa Bripka Rohmad hanya menjalankan perintah komandannya yakni Kompol Cosmas Kaju Gae saat kejadian.
“Terduga pelanggar hanya menjalankan perintah dari atasannya, Kompol Cosmas Kaju Gae, untuk terus maju. Selaku bawahan, ia melaksanakan perintah atasan, bukan atas keinginan sendiri,” tutur hakim.
Kemudian, faktor lain yang menyebabkan insiden pelindasan Affan itu terjadi karena Bripka Rohmad mengalami efek perih dari gas air mata.
“Pada saat peristiwa unras 28 Agustus 2025, terduga pelanggar terkena gas air mata sehingga membuat mata terduga pelanggar perih dan tidak dapat melihat dengan jelas. Serta adanya lemparan batu, petasan, dan kayu ke arah mobil,” pungkasnya.
Di samping itu, Anggota Kompolnas Ida Oetari mengatakan kondisi psikologis anggota juga dipertimbangkan dalam hal yang meringankan untuk sanksi terhadap Bripka Rohmad.
Ida juga mengemukakan bahwa saat kejadian, pengemudi mengalami blind spot yang ditambah spion mobil di bagian kiri mengalami kerusakan.
“Apalagi kondisi rantis menurut penjelasan bahwa spionnya juga rusak. Ini sebelah kiri. Ini juga ada blind spot ini juga yang menyebabkan makanya Bripka R tidak secara sengaja. Ini salah satu yang memengaruhi,” pungkasnya.
Di samping itu, Komisioner Kompolnas Choirul Anam mengatakan kondisi riil di lapangan. Kala itu, mobil Brimob yang dikemudikan Bripka Rohmad tidak menabrak Affan, melainkan sudah terjatuh. Alhasil, Bripka Rohmad mengaku tidak melihat Affan terjatuh.
“Nah itu yang melatarbelakanginya kenapa tadi ada putusan berbeda dengan yang kemarin. Yang kemarin PTDH, yang sekarang demosi, demosinya sampai pensiun,” tutur Anam.
Pengakuan Cosmas dan Rohmad
Usai sidang etik, Cosmas Kaju Gae mengklaim bahwa dirinya tidak mengetahui bahwa mobil rantis yang dinaikinya telah melindas pendemo, termasuk Affan Kurniawan.
Padahal dalam video yang beredar, mobil rantis tersebut sempat berhenti beberapa detik setelah melindas pengemudi ojol Affan Kurniawan (21) saat waktu kejadian. Kemudian mobil rantis tersebut kabur, yang kemudian dikejar massa.
Namun, Cosmas menyatakan bahwa dirinya baru mengetahui mobil Brimob yang dikendarainya melindas Affan saat diperlihatkan video viral di media sosial.
“Kami tidak mengetahui sama sekali pada waktu dan peristiwa kejadian tersebut. Setelah kejadian video viral, kami ketahui beberapa jam berikutnya melalui medsos,” ujarnya di TNCC Polri, Jakarta, Rabu (3/9/2025).
Dia menambahkan, dirinya hanya menjalankan tugas sebagai anggota Polri dalam menjaga keamanan dan ketertiban saat aksi unjuk rasa di Jakarta dalam beberapa hari terakhir.
Oleh karena itu, dia tidak memiliki niat untuk mencelakai atau mencederai pihak manapun, termasuk Affan Kurniawan.
Terakhir, Cosmas juga menyampaikan duka cita yang mendalam terhadap keluarga Affan Kurniawan. Menurutnya, kejadian ini di luar dugaan.
“Saya mau menyampaikan, duka cita yang mendalam kepada korban Affan Kurniawan serta keluarga besar, sungguh-sungguh di luar dugaan,” pungkasnya.
Sementara itu, Bripka Rohmad menyatakan bahwa selaku anggota kepolisian dia hanya menjalankan tugas dari pimpinan.
Kemudian, Bripka Rohmad mengemukakan, dia tidak pernah memiliki untuk melukai atau menghilangkan nyawa siapapun. Pasalnya, dirinya hanya berfokus pada tugasnya dalam melindungi masyarakat.
“Tidak ada niat dan tidak pernah tersirat dalam hati saya, melukai ataupun menghilangkan nyawa orang lain,” imbuhnya.
Dia juga bercerita bahwa dirinya memiliki istri dan dua anak, salah satu anaknya disebut memiliki keterbatasan mental. Selain itu, dia mengaku hanya memiliki mata pencaharian sebagai anggota Polri.
Oleh sebab itu, dia memohon pengampunan agar bisa terus menjadi anggota kepolisian sampai masa pensiun sebagai korps Bhayangkara.
“Karena kami tidak punya penghasilan lain Yang Mulia, kami hanya mengandalkan gaji tugas Polri, yang Mulia. Tidak ada penghasilan lain, Yang Mulia,” imbuhnya.
Bripka Rohmad juga meminta maaf dan kepada orang tua korban atas peristiwa pelindasan mobil Brimob terhadap Affan Kurniawan.
“Dengan kejadian yang viral, atas nama pribadi dan keluarga dengan lubuk hati paling dalam. Kami mohon kepada orang tua almarhum Affan Kurniawan dapat membukakan maaf karena kejadian tersebut,” pungkasnya.
-

Terungkap Alasan Bripka Rohmad Divonis Lebih Ringan Dibanding Kompol Cosmas
Bisnis.com, JAKARTA — Kompolnas menjelaskan alasan meringankan dari sanksi Anggota Brimob Polda Metro Jaya, Bripka Rohmad di kasus kematian pengemudi ojol Affan Kurniawan.
Sebelumnya, Bripka Rohmad merupakan pengemudi mobil rantis Brimob yang melindas Affan saat penanganan aksi di Jakarta pada Kamis, (4/9/2025).
Anggota Kompolnas Ida Oetari mengatakan Bripka Rohmad merupakan anggota yang melaksanakan tugas pimpinan. Dalam hal ini, Kompol Kosmas merupakan Komandan dari Bripka Rohmad saat kejadian.
“Hanya melaksanakan tugas atau di bawah kendali dari Kompol Kosmas. Sehingga ada beberapa hal juga berkenaan dengan kondisi dia saat mengendarai,” ujar Ida di Gedung TNCC, Jakarta, Kamis (4/9/2025).
Dia menambahkan, kondisi psikologis anggota juga dipertimbangkan dalam hal yang meringankan untuk sanksi terhadap Bripka Rohmad.
Ida juga mengemukakan bahwa saat kejadian, pengemudi mengalami blind spot yang ditambah spion mobil di bagian kiri mengalami kerusakan.
“Apalagi kondisi rantis menurut penjelasan bahwa spionnya juga rusak. Ini sebelah kiri. Ini juga ada blind spot ini juga yang menyebabkan makanya Bripka R tidak secara sengaja. Ini salah satu yang mempengaruhi,” pungkasnya.
Di samping itu, Komisioner Kompolnas Choirul Anam mengatakan kondisi riil di lapangan. Kala itu, mobil Brimob yang dikemudikan Bripka Rohmad tidak menabrak Affan, melainkan sudah terjatuh. Alhasil, Bripka Rohmad mengaku tidak melihat Affan terjatuh.
“Nah itu yang melatarbelakanginya kenapa tadi ada putusan berbeda dengan yang kemarin. Yang kemarin PTDH, yang sekarang demosi, demosinya sampai pensiun,” tutur Anam.
Sekadar informasi, berbeda dengan Rohmad, Kompol Kosmas Kaju Gae justru telah disanksi PTDH. Kosmas resmi dipecat Polri lantaran dinilai tidak profesional saat penanganan aksi unjuk rasa yang menyebabkan korban jiwa pada Kamis (28/9/2025).
Adapun, Kompol Cosmas merupakan Komandan yang duduk di samping kursi pengemudi saat kejadian tersebut.
-

Kompolnas Awasi Gelar Perkara Mobil Brimob Pelindas Affan Ojol
Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengikuti sidang gelar perkara etik terduga pelanggar berat dalam perkara kematian pengemudi ojol Affan Kurniawan (21).
Komisioner Kompolnas, Choirul Anam mengatakan dalam gelar perkara ini akan membuka konstruksi perkara terkait kematian Affan yang dilindas mobil Brimob.
“Itu gelar perkara memastikan biasanya konstruksi peristiwanya kayak apa, pelanggaran yang ada kayak apa, bukti-bukti yang menyertainya kayak apa. Tapi ini masih dalam rangka etik,” ujarnya di Mabes Polri, Selasa (2/9/2025).
Dia menambahkan, dalam gelar perkara ini juga akan membuka kedudukan hukum dari Kompol Kosmas dan Bripka Rohmat. Di samping itu, potensi pidana juga bakal diperhitungkan potensi pidana yang menjerat keduanya.
“Jadi hari ini semoga jelas konstruksi peristiwanya untuk etiknya, yang kedua jelas standing hukumnya untuk potensi pidananya,” imbuhnya.
Adapun, Anam berharap bahwa sanksi terhadap Kompol Kosmas dan Bripka Rohmat bisa berlanjut ke tahapan pengusutan pidananya. Pasalnya, perbuatan keduanya berpotensi merupakan pelanggaran berat.
“Kami berharap, Kompolnas berharap ini juga tidak berhenti di etik, tapi juga di pidana,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Mabes Polri mengemukakan bahwa Kompol Kosmas merupakan Danyon Resimen 4 Korbrimob Polri dan Bripka Rohmat adalah anggota Brimob Polda Metro Jaya.
Adapun, Bripka Rohmat berperan sebagai pengemudi mobil Brimob yang melindas Affan. Sementara itu, Kompol Kosmas merupakan Komandan yang duduk di samping kursi kemudi.
Dalam hal ini, Karowabprof Divpropam Mabes Polri, Brigjen Agus Wijayanto mengatakan bahwa pihaknya telah menemukan unsur pidana atas peristiwa yang menyeret Kosmas dan Rohmat.
“Proses pidananya dalam pemeriksaan akreditor di Propam ini memang ada, ditemukan ada unsur, unsur pidana. Oleh karena itu, kita laksanakan gelar,” ujar Agus di Divhumas Polri, Senin (1/9/2025).



