Tag: Choirul Anam

  • Kapolri Gelar Dialog dengan Rocky Gerung hingga Usman Hamid, Bahas Reformasi Polri?

    Kapolri Gelar Dialog dengan Rocky Gerung hingga Usman Hamid, Bahas Reformasi Polri?

    Bisnis.com, JAKARTA – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melakukan dialog publik dengan sejumlah koalisi masyarakat sipil dan tokoh untuk menerima saran dan kritik untuk institusi.

    Sigit mengatakan pihaknya akan menyerap masukan dari masyarakat sipil itu untuk kebaikan institusi sekaligus menjaga ruang demokrasi Indonesia.

    “Tentunya kami ingin mendengar langsung baik dari masyarakat Sipil terhadap apa yang harus Polri lakukan ke depan dalam menjaga ruang demokrasi agar tetap berjalan dengan lancar, aman, dan juga pesan tersampaikan,” kata Sigit di PTIK, Jakarta Senin (29/9/2025).

    Sigit menambahkan forum dialog bersama koalisi masyarakat sipil ini bakal digelar secara berkelanjutan. Dengan begitu, Polri bakal menjadi institusi sesuai harapan masyarakat.

    Adapun, dia juga memastikan bahwa Polri akan terus melakukan perbaikan serta beradaptasi dengan segala bentuk tantangan zaman yang ada. 

    “Ke depan tentu diskusi ini tidak hanya berhenti sampai di sini tapi terus bisa berlanjut mungkin dalam pertemuan-pertemuan lain yang bersifat informal dan tentunya kami Polri terus akan berupaya untuk melakukan perbaikan melakukan transformasi reformasi,” pungkasnya.

    Di samping itu, Direktur Amnesty Internasional, Usman Hamid menyampaikan salah satu pembahasan dari dialog itu yakni berkaitan dengan pembebasan sejumlah aktivis terkait aksi unjuk rasa akhir Agustus lalu.

    “Kami menyampaikan kepada jajaran kepolisian hari ini, termasuk Bapak kapolri, untuk membebaskan para aktivis yang hingga hari ini masih ditahan,” imbuhnya.

    Adapun, Ketua Umum YLBHI, Muhammad Isnur mengemukakan bahwa pihaknya telah mendorong agar Polri bisa melakukan perbaikan eksternal maupun internal.

    Salah satunya berkaitan dengan kontrol penyidikan dengan pembaharuan peraturan kepolisian yang belum diperbaharui sejak 2010. 

    Selain itu, YLBHI juga meminta agar Polri bisa mengevaluasi proses perekrutan hingga pendidikan untuk lebih menghargai kebebasan berekspresi.

    “Kita mendorong adanya bagaimana struktur dan program baik dari mulai pendidikan, rekrutmen, kemudian upgrading setiap anggota itu lebih memahami bagaimana protap dan lebih menghargai kebebasan berekspresi, membuka ruang agar teman-teman yang mendorong perubahan itu dijamin dan dilindungi,” tutur Isnur.

    Berikut ini 10 tokoh yang tergabung dalam dialog publik bersama kepolisian pada Senin (29/9/2025) : 

    1. Franz Magnis Suseno (Guru Besar Filsafat STF Driyarkara)

    2. Usman Hamid, S.H., M.Phil. (Direktur Amnesty Internasional Indonesia)

    3. Rocky Gerung (Pengamat Politik)

    4. M. Choirul Anam (Komisioner Kompolnas)

    5. Ardi Manto Adi Putra (Direktur Imparsial)

    6. Dimas Bagus Arya (Koordinator KontraS)

    7. Muhammad Isnur (Ketua Umum YLBHI)

    8. Julius Ibrani (Ketua Badan Pengurus Nasional PBHI)

    9. Al Araf (Ketua Badan Pengurus Centra Initiative)

    10. Iftitah Sari (Sekjen / Manajer Program Institute For Criminal Justice Reform).

  • Kompolnas: Tot Tot Wuk Wuk di Jalan Sangat Ganggu Warga
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        20 September 2025

    Kompolnas: Tot Tot Wuk Wuk di Jalan Sangat Ganggu Warga Megapolitan 20 September 2025

    Kompolnas: Tot Tot Wuk Wuk di Jalan Sangat Ganggu Warga
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyebut Tot Tot Wuk Wuk atau penggunaan sirene strobo di jalan raya maupun jalan tol mengganggu warga.
    “Ada baiknya memang enggak menggunakan. Karena, kayak di Jakarta yang sangat padat, itu menganggu sekali, secara psikologi, pengguna jalan jadi sangat-sangat terganggu. Sudah macet, kena suara seperti itu,” kata Komisioner Kompolnas Choirul Anam saat dihubungi, Sabtu (20/9/2025). 
    Choirul Anam juga mendukung gerakan “Stop Tot Tot Wuk Wuk” atau penggunaan sirene strobo.
    “Itu menjadi refleksi kita, makanya kami Kompolnas setuju untuk menghentikan penggunaan itu kecuali kemanusiaan,” kata Anam.
    Dia mengatakan strobo atau sirene boleh digunakan untuk kepentingan kemanusiaan seperti ambulans dan pemadam kebakaran.
    “Kami mendukung untuk melarang penggunaan itu kecuali untuk kemanusiaan dan untuk sesuatu yang sifatnya urgent seperti kebakaran,” tegas dia.
    Diberitakan sebelumnya, jagat media sosial diramaikan dengan protes warga terhadap penggunaan strobo dan sirene di jalan raya maupun jalan tol.
    Penggunaan aksesori kendaraan itu dinilai tidak sesuai aturan dan mengganggu kenyamanan berkendara.
    Bentuk protes muncul dalam berbagai cara, mulai dari poster digital yang tersebar di media sosial, hingga stiker sindiran yang ditempel pada kendaraan pribadi.
    Adapun kata “Tot Tot Wuk Wuk” ini sendiri terdengar seperti onomatopoeia atau tiruan suara sirene atau bunyi strobo yang mengebut di jalan raya.
    Keluhan masyarakat terutama diarahkan kepada kendaraan pejabat yang menggunakan pengawalan, meski tidak dalam situasi darurat.
    Bahkan, tak sedikit kendaraan berpelat sipil yang memakai strobo maupun sirene.
    Sementara Polri membekukan penggunaan sirene dengan suara Tot Tot Wuk Wuk yang meresahkan publik dalam pengawalan lalu lintas.
    “Sementara kita bekukan. Semoga tidak usah harus pakai ‘tot tot’ lagilah. Setuju ya?” kata Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri, Irjen Agus Suryonugroho, di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan, Jumat (19/9/2025).
    Kebijakan pembekuan ini merupakan respons Polri atas penolakan masyarakat terhadap penggunaan sirene dan strobo yang mengganggu pengguna jalan.
    “Saya bekukan untuk pengawalan menggunakan suara-suara itu karena ini juga masyarakat terganggu, apalagi (saat lalu lintas) padat,” ungkapnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jusnalis di Jambi aksi seribu lilin protes penghalangan pers

    Jusnalis di Jambi aksi seribu lilin protes penghalangan pers

    “Aksi protes menyalakan 1.000 lilin ini merupakan lanjutan, dan akan terus berlanjut sampai tuntutan dipenuhi,”

    Jambi (ANTARA) – Sejumlah jurnalis dari Koalisi Anti Pembungkaman Demokrasi kembali melakukan aksi menyalakan 1.000 lilin sebagai bentuk protes setelah aksi tutup mulut di Polda Jambi terkait penghalangan kerja jurnalistik tidak digubris, .

    Aksi ini sebagai bentuk solidaritas mengenang setelah tujuh hari matinya kebebasan pers karena arogansi polisi di Polda Jambi.

    Penyalaan lilin yang dilakukan di Tugu Juang, Jumat malam diikuti jurnalis dan pers mahasiswa yang merupakan simbolik bahwa, kebebasan pers akan tetap hidup di tengah arogansi polisi, kriminalisasi hingga intimidasi jurnalis.

    “Api kecil yang menyala secara bersamaan sebagai pesan bahwa jurnalis hadir sebagai harapan publik dalam mengawal demokrasi,” kata Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Jambi, Suwandi Wendy.

    Ini buntut dari penghalangan kerja jurnalistik yang dilakukan anggota Bidang Humas Polda Jambi, ketika 3 jurnalis melakukan wawancara ke Wakil Ketua Komisi III DPR RI dan rombongan, pada Jumat lalu (12/9).

    Kapolda Jambi Irjen Krisno Halomoan Siregar abai terkait penghalangan kerja jurnalis ini. Padahal jelas pelanggaran ini terjadi di hadapannya dan Komisi III DPR RI yang bertugas melakukan pengawasan kepolisian.

    “Aksi protes menyalakan 1.000 lilin ini merupakan lanjutan, dan akan terus berlanjut sampai tuntutan dipenuhi,” kata Wendy.

    Sampai hari ini, tak ada upaya permintaan maaf dan meluruskan kejadian yang dilakukan Kapolda Jambi.

    Di sisi lain Kabid Humas Polda Jambi Kombes Mulia Prianto berupaya melakukan penyangkalan terkait anggotanya yang mendorong jurnalis, ketika diwawancarai usai aksi bungkam di Polda Jambi.

    “Pernyataan Kabid Humas yang menilai tidak mendorong jurnalis itu keliru. Di video jelas ada tindakan dorongan dan upaya pelarangan juga disampaikan secara lisan sebelum jurnalis melakukan wawancara,” ujarnya.

    Hal senada juga diungkap Sekretaris Pewarta Foto Indonesia (PFI) Jambi, Wahdi Septiawan mengatakan aksi solidaritas ini dilakukan karena tuntutan yang belum dipenuhi.

    “Cahaya lilin ini adalah simbol perjuangan untuk mengembalikan kebebasan pers yang tengah dibungkam. PFI Jambi memastikan, perjuangan ini akan terus dilanjutkan,” ujarnya.

    Aksi bakar lilin juga diselingi dengan diskusi terkait tindak lanjut ke depan peristiwa matinya kebebasan pers di Polda Jambi. Tak hanya boikot, massa berencana menyiapkan laporan yang serius dengan berkoordinasi dengan pengurus organisasi di pusat.

    Sikap koalisi jurnalis dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Jambi dan Pewarta Foto Indonesia (PFI) Jambi masih tetap sama yakni polisi yang melakukan penghalangan liputan diproses hukum sesuai aturan berlaku

    Kemudian Kapolda Jambi meminta maaf kepada korban dan publik secara terbuka dan wakil ketua dan rombongan Komisi III DPR meminta maaf secara terbuka ke publik.

    Meminta Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk memeriksa rombongan Komisi III DPR yang melakukan kunjungan kerja di Polda Jambi

    Sebelumnya, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) juga menyayangkan sikap anggota polisi yang melarang wartawan mewawancarai Komisi III DPR saat meakukan kunjungan ke Polda Jambi, Jumat (13/9/2025). Kompolnas menegaskan, kerja-kerja kepolisian harus terbuka.

    “Saya pikir itu tidak bisa dibenarkan ya, kerja kerja kepolisian itu ya harus terbuka. ada spirit keterbukaan dan sebagainya,” kata Komisioner Kompolnas Choirul Anam.

    Dia juga mengingatkan bahwa kehadiran pers dalam konteks demokrasi dan negara hukum adalah hal yang penting.

    “Kerja-kerja jurnalis itu adalah kerja-kerja penting, dalam konteks demokrasi dan negara hukum, oleh karenanya aksebilitas mereka (polisi) terhadap berbagai informasi, atas kerja-kerja profesionalitas rekan rekan jurnalis harus dilindungi,” tambahnya.

    Choirul kembali menegaskan bahwa, kejadian dan upaya menghalang-halangi kerja jurnalis tidak boleh terjadi lagi.

    “Kami menyayangkan itu, dan tidak boleh terjadi lagi, saya kira memang harus evaluasi kenapa kok terjadi peristiwa tersebut? saya kira humas dan polda harus menjelaskan itu. Sekali lagi, kerja-kerja jurnalisme itu juga dibutuhkan negara kita secara umum, secara khusus untuk kepolisian,” tutupnya.

    Pewarta: Nanang Mairiadi
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kejanggalan di Balik Hilangnya Bima Pasca Demo Ricuh, Netizen: Percaya sama Cerita Ginian?

    Kejanggalan di Balik Hilangnya Bima Pasca Demo Ricuh, Netizen: Percaya sama Cerita Ginian?

    GELORA.CO – Kabar ditemukannya Bima Permana Putra, pemuda yang sempat dilaporkan keluarga ke KontraS hilang saat demo ricuh akhir Agustus 2025 memicu perbincangan luas dan tanda tanya besar di media sosial.

    Kronologi resmi yang dirilis pihak kepolisian dinilai janggal dan menuai skeptisisme publik.

    Polda Metro Jaya sebelumnya menyampaikan Bima ditemukan di Malang, Jawa Timur, pada Rabu (17/9/2025). Pemuda berusia 29 tahun itu ditemukan saat tengah berdagang mainan barongsai kecil di Klenteng Eng An Kiong.

    Berdasar kronologi versi kepolisian, pada 28-30 Agustus 2025 Bima bekerja sebagai staf maintenance di gudang penyimpanan ikan milik PT RAS, Penjaringan, Jakarta Utara, dan tinggal di mes perusahaan.

    Lalu pada 1 September, Bima menempuh perjalanan ke Tegal, Jawa Tengah, dengan sepeda motor Honda Aerox.

    Sesampainya di sana, ia menginap di Hotel Red Doors dan langsung menjual motor tersebut dengan sistem COD senilai Rp5 juta.

    Keesokan harinya, 2 September, Bima memesan layanan ojek online menuju Stasiun Tegal untuk melanjutkan perjalanan ke Malang. Setibanya di Malang, ia beristirahat di Pom Bensin Mergosono sebelum memesan kamar di Hotel Java Boutique lewat aplikasi Traveloka dan menginap dua malam.

    Tanggal 5 September, setelah check-out, Bima mendatangi wihara Klenteng Eng An Kiong di Jalan R.E. Martadinata, Kotalama, Kedungkandang, Malang.

    Di lokasi itu, ia mulai berjualan barongsai yang dibeli melalui TikTok Shop seharga Rp400 ribu hingga akhirnya ditemukan pada 17 September 2025.

    Diragukan

    Kronologi versi kepolisian di balik penemuan Bima tersebut viral di media sosial. Publik mempertanyakan narasi yang dianggap terlalu sulit untuk dipercaya.

    Skeptisisme ini tergambar jelas dalam unggahan akun Instagram @indonesan, “Percaya Sama Cerita Ginian?”.

    Unggahan itu telah dibagikan lebih dari 1.278 kali dan menuai 763 komentar. Dalam keterangan unggahan tersebut, tertulis sebuah sindiran tajam yang menyiratkan bahwa narasi ceritanya terlalu dibuat-buat.

    “Penasaran yang buat cerita makan apaan, orang-orang Hollywood sih sungkem kumendan~” tulis akun tersebut.

    Apa kata Polisi?

    Saat konferensi pers di Polda Metro Jaya pada Kamis (18/9/2025), Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya Kombes Wira Satya Triputra sempat memberikan kesempatan kepada Bima untuk memberikan langsung penjelasan kepada publik.

    “Kalau itu lebih bagus ada Bima, silakan Bima langsung menjawab,” kata Wira.

    Namun, Bima saat itu menolak memberikan keterangan kepada awak media.

    “Beliau tidak berkenan menjawab, persoalan pribadi. Kita menghormati ya, sementara beliau belum bisa memberikan tanggapan,” jelas Kabid Humas Polda Metro Jaya Brigjen Ade Ary Syam Indradi.

    Komisioner Kompolnas RI, Choirul Anam yang turut hadir saat konferensi pers sempat mencoba menghampiri dan menanyakan langsung kepada Bima.

    “Saya konfirmasi ke Mas Bima, nanya sampai dua kali, ternyata beliau tidak mau. Saya sebenarnya juga setuju kalau Mas Bima jawab sendiri, tapi beliau tidak mau,” ujar Anam.

    Sementara dalam konferensi pers tersebut, Bima hanya sempat menyampaikan permohonan maaf.

    “Saya ingin memohon maaf sebesar-besarnya terutama buat orang tua saya dan kakak saya telah pergi meninggalkan rumah tanpa ada kabar, tanpa pamit. Dan ingin memohon maaf atas kegaduhan yang telah terjadi di sosial media selama ini dan saya dikabarkan hilang,” ucapnya.

    Ia juga sempat memastikan tidak ikut terlibat dalam aksi demo akhir Agustus lalu.

    “Nggak,” singkatnya.

    Sesuai konferensi pers Bima yang didampingi kakak kandungnya Dian tak sempat diwawancarai awak media. Mereka yang mendapat pengawalan ketat dari anggota kepolisian terlihat langsung masuk menuju lift.

    Sedangkan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS lewat aku Instagram @kontras_update juga telah mengonfirmasi bahwa Bima telah ditemukan.

    Ia sebelumnya dilaporkan hilang oleh pihak keluarga ke Posko Orang Hilang KontraS pada 5 September lalu.

    Hingga kekinian KontraS juga belum bisa memastikan apakah kasus Bima ini merupakan hilang kontak atau penghilangan paksa terkait aksi demo akhir Agustus.

    Saat ini KontraS juga masih mencari dua orang lainnya yang dilaporkan hilang. Mereka yakni Reno Syahputradewo dan Muhammad Farhan Hamid yang dilaporkan hilang sejak 29 Agustus 2025 di Mako Brimob Kwitang.

  • Desakan-desakan dan Dukungan DPR terhadap Reformasi Polri
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        15 September 2025

    Desakan-desakan dan Dukungan DPR terhadap Reformasi Polri Nasional 15 September 2025

    Desakan-desakan dan Dukungan DPR terhadap Reformasi Polri
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Peristiwa demonstrasi dan kerusuhan Agustus 2025 yang diwarnai kekerasan menjadi momentum munculnya desakan reformasi Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
    Mobil lapis baja Brimob yang melindas pengemudi ojek online (ojol) Affan Kurniawan bukan hanya meninggalkan duka, tetapi juga menyulut amarah publik.
    Sejak saat itu, gelombang tuntutan perubahan terus mengalir. Dari organisasi mahasiswa, ormas Islam, tokoh lintas agama, masyarakat sipil, hingga parlemen, suara yang menggaung sama: Polri harus direformasi agar kembali memperoleh kepercayaan rakyat.
    Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) Handy Muharam menyuarakan hal itu usai bertemu Menteri Sekretaris Negara bersama lebih dari 30 organisasi mahasiswa di Istana, Jakarta, Kamis (4/9/2025) malam.
    “Kami menyampaikan agar pemerintah segera melakukan reformasi Polri sebagai komitmen penegakan supremasi sipil,” kata Handy, dalam tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (5/9/2025).
    Seruan serupa datang dari Muhammadiyah. Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) serta Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Pimpinan Pusat Muhammadiyah menilai peristiwa di Senayan menegaskan bahwa reformasi Polri pasca-Orde Baru gagal.
    “Tragedi ini menegaskan bahwa reformasi Polri pasca Orde Baru telah gagal. Presiden harus segera memerintahkan investigasi independen terhadap seluruh pelanggaran,” tegas pernyataan pers yang ditandatangani Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas, Sabtu (30/8/2025).
    Busyro juga meminta adanya audit menyeluruh terhadap penggunaan kewenangan dan persenjataan Polri.
    “Mekanisme etik internal Propam tidak cukup dan hanya akan menutupi akuntabilitas. Pelibatan penyelidikan independen seperti Komnas HAM dan juga representasi masyarakat sipil perlu dilakukan,” katanya.
    Gelombang tuntutan semakin besar ketika tokoh-tokoh lintas agama dan masyarakat sipil yang tergabung dalam Gerakan Nurani Bangsa (GNB) mendatangi Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (11/9/2025).
    Bagi mereka, Polri harus direformasi menyeluruh—dari struktur organisasi, budaya kerja, hingga perilaku anggotanya. Aspirasi utama yang dibawa adalah pembentukan tim khusus atau komisi reformasi Polri.
    Menteri Agama Nasaruddin Umar yang ikut hadir menyebut, aspirasi itu sejalan dengan gagasan Presiden.
    “Ini gayung bersambut ya, apa yang ada dalam (Gerakan) Nurani Bangsa itu juga dalam nurani saya, kata Bapak Presiden. Jadi, harapan-harapan yang diminta oleh teman-teman itu juga malah sudah dalam konsepnya Bapak Presiden,” ujarnya.
    “Jadi, istilahnya tadi itu gayung bersambut ya apa yang dirumuskan teman-teman ini justru itu yang sudah akan dilakukan oleh Bapak Presiden terutama menyangkut masalah reformasi dalam bidang kepolisian,” tambahnya.
    Desakan reformasi Polri yang dibawa GNB ke Presiden Prabowo Subianto adalah tuntutan yang berisi pembenahan menyeluruh kepolisian, agar kekerasan aparat kepolisian terhadap masyarakat tak terjadi lagi.
    “Kami mengusulkan pembenahan utuh terutama kebijakannya agar tidak ada ruang tindakan kekerasan eksesif yang dilakukan kepada rakyat,” kata salah satu tokoh dari GNB, Allisa Wahid, kepada Kompas.com, Sabtu (13/9/2025).
    Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menilai desakan itu tak berlebihan. Menurut mereka, praktik represif aparat memang sudah mendesak untuk dibenahi.
    “Tindakan represif ini bagian kebudayaan atau tidak? Kalau itu masih dipandang sebagai budaya, harus kita bereskan,” kata Komisioner Kompolnas Choirul Anam, Sabtu (13/9/2025).
    Anam menekankan perubahan mesti dimulai dari pendidikan.
    “Salah satunya adalah bagaimana membentuk kepolisian yang jauh lebih
    civilized
    . Oleh karenanya, bisa dicek di level kurikulum pendidikan, pentingnya mempertebal soal isu-isu hak asasi manusia dalam pendidikan di level kepolisian,” ujarnya.
    Senada, Komisioner Kompolnas Gufron menilai reformasi Polri harus disertai penguatan pengawasan.
    “Kritik masyarakat menyoroti masih kuatnya budaya kekerasan, penanganan unjuk rasa yang kerap dianggap represif, layanan publik yang belum optimal, hingga perilaku sebagian anggota yang menyalahi kode etik profesi,” kata Gufron.
    Menurutnya, standar operasional prosedur (SOP) Polri juga perlu diperbarui.
    “Dalam pandangan masyarakat, implementasi kerap dianggap represif, perlu evaluasi, dan koreksi. Apakah problemnya di instrumen, kapasitas anggota, atau dalam penerapannya,” ujarnya.
     
    Parlemen pun ikut menanggapi. Anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo menyebut Presiden Prabowo sebagai sosok yang paling memahami kebutuhan reformasi kepolisian.
    “Saya kira presiden lah yang paling mengerti, paling paham apa yang dibutuhkan karena bagaimanapun Polri ini kan, TNI-Polri adalah alat negara ya,” kata Rudi, Jumat (12/9/2025).
    Rudi menekankan, semangat reformasi tidak boleh hanya berhenti di kepolisian. “Kalau reformasi, bukan hanya Polri, tapi semua lembaga tinggi negara, apakah itu legislatif, eksekutif, termasuk yudikatif. Kalau reformasi, saya kira itu dalam rangka koreksi, perbaikan kinerja,” tuturnya.
    Anggota Komisi III DPR dari PKS, Nasir Djamil, bahkan meminta Presiden turun langsung.
    “Saran saya Presiden Prabowo agar langsung memimpin reformasi kepolisian,” katanya.
    Menurut Nasir, upaya reformasi sejatinya sudah berjalan sejak era Kapolri Jenderal (Purn) Sutanto hingga kini di bawah Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Namun, ia mengakui masih ada perilaku aparat yang melenceng dari harapan publik.
    “Bahwa masih ada perilaku yang belum sesuai dengan harapan masyarakat, tentu bisa kita pahami,” kata Nasir.
    Ia menambahkan, setiap lima tahun Polri menyusun rencana strategis yang harus diawasi pemerintah. “Presiden dan pembantu bisa membantu kepolisian dengan cara mengevaluasi dan memfasilitasi agar rencana strategis itu bisa dicapai dan dirasakan oleh masyarakat Indonesia,” ujarnya.
    Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Benny Kabur Harman, mendukung pembentukan komisi reformasi kepolisian yang diusulkan GNB.
    “Kita mendukung rencana bapak presiden untuk melakukan reformasi institusi Kepolisian,” ujar Benny Kabur Harman seusai pertemuan bersama pihak Kejaksaan dan Kepolisian dan unsur lainnya di Mapolda Sulsel, Makassar, dilansir ANTARA, Jumat(12/9/2025).
    Anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo, menyebut Presiden Prabowo Subianto sebagai sosok yang paling mengerti untuk memperbaiki kondisi Polri.
    “Saya kira presiden lah yang paling mengerti, paling paham apa yang dibutuhkan karena bagaimanapun Polri ini kan, TNI-Polri adalah alat negara ya,” kata Rudi saat dihubungi, Jumat (12/9/2025).
    Di tengah derasnya desakan reformasi, isu pergantian Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sempat mencuat. Namun, Istana memastikan kabar itu tidak benar.
    Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menegaskan, Presiden Prabowo belum pernah mengirim Surat Presiden (Surpres) ke DPR terkait pergantian Kapolri.
    “Berkenaan dengan Surpres pergantian Kapolri ke DPR bahwa itu tidak benar,” kata Prasetyo, Sabtu (13/9/2025).
    Hal senada disampaikan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad. “Belum ada,” ujarnya.
    Meski dibantah, isu tersebut telanjur berkembang pasca-demonstrasi besar pada 28 Agustus 2025. Tragedi meninggalnya Affan Kurniawan, pengemudi ojek online yang dilindas mobil lapis baja Brimob, membuat publik mempertanyakan kepemimpinan Polri dan menuntut perubahan nyata.
    Dari pihak buruh, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea menegaskan bahwa organisasinya mendukung Polri dalam menegakkan hukum, khususnya terkait aksi pembakaran fasilitas umum, Gedung DPRD, dan berbagai sarana publik lainnya.
    Dia juga menegaskan bahwa pihaknya akan berada di garis terdepan untuk mempertahankan supremasi sipil sebagai amanah reformasi.
    Senada dengan Andi Gani, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal juga menyoroti isu reformasi di tubuh Polri yang belakangan ramai diperbincangkan. Menurut dia, langkah perbaikan lembaga kepolisian memang perlu dilakukan.
    Namun, dia mengingatkan agar upaya tersebut tidak diarahkan untuk menyerang atau membidik Kapolri, apalagi jika ada agenda tersembunyi untuk menjatuhkan pimpinan Polri tersebut.
    “Terlihat ada yang ingin menyerang institusi Kepolisian dengan menyerang pemimpinnya. Jika ingin mereformasi kepolisian agar menjadi alat keamanan dan ketertiban yang berwibawa, Kapolri saat ini terbukti sangat setia dengan Presiden Prabowo Subianto,” katanya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kompolnas Ungkap Ada Satu CCTV yang Bisa Gambarkan Jelas Kasus Affan Kurniawan – Page 3

    Kompolnas Ungkap Ada Satu CCTV yang Bisa Gambarkan Jelas Kasus Affan Kurniawan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kompolnas bersama Komnas HAM mendampingi Bareskrim mengambil beberapa rekaman CCTV terkait kasus tewasnya pengemudi ojol Affan Kurniawan yang dilindas kendaraan taktis (rantis) Brimob.

    Komisioner Kompolnas Choirul Anam menjelaskan, kehadirannya untuk memastikan proses penyelidikan berjalan terbuka dan transparan.

    “Kami, Kompolnas sama Komnas HAM diundang. Kami cek semua bagaimana mereka ngambilnya, terus apa saja, jadi sebelum diambil, di-copy, ada yang DVR-nya diambil, terus sebelum itu memang kita minta untuk diperlihatkan dulu videonya,” kata Cak Anam kepada wartawan, Senin (8/9/2025).

    Sejak pagi, tim gabungan bergerak ke beberapa titik, mulai dari Diskominfo Balai Kota hingga gedung-gedung di sekitar lokasi. Proses pengambilan dilakukan terbuka, disaksikan Komnas HAM dan Kompolnas, serta pemilik gedung.

    Dia mengatakan, pengambilan rekaman CCTV di sejumlah titik sekitar lokasi kejadian bagian dari proses penyelidikan yang sedang berjalan.

    “Jadi video di titik yang paling penting itu juga diambil, terus ditarik beberapa waktu, baik ke belakang maupun ke depan itu kami lihat, baru DVR-nya diambil, ada yang diambil, ada yang belum karena memang prosesnya panjang, ada yang di-copy karena prosesnya panjang. Tapi yang paling penting substansi gambarnya sudah kami lihat dulu,” ujar dia.

    Anam menjelaskan, sebelum DVR diambil, rekaman diperlihatkan lebih dulu ke pihak pengawas. Tak hanya itu, Kompolnas juga ikut merekam seluruh proses pengambilan. Rekaman tersebut rencananya akan dibagikan ke media sebagai bukti transparansi.

    “Nah kami juga rekam prosesnya,” ucap dia.

     

  • Sebut Kasus Munir Jalan di Tempat, Suciwati: Apakah Komnas HAM Tak Bergigi Lagi?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        7 September 2025

    Sebut Kasus Munir Jalan di Tempat, Suciwati: Apakah Komnas HAM Tak Bergigi Lagi? Nasional 7 September 2025

    Sebut Kasus Munir Jalan di Tempat, Suciwati: Apakah Komnas HAM Tak Bergigi Lagi?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Istri mendiang Munir Said Thalib, Suciwati, melontarkan kritik keras kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang dinilai belum menunjukkan progres signifikan dalam penyelidikan kasus pembunuhan aktivis HAM tersebut.
    Menurut Suciwati, lebih dari dua tahun sejak Komnas HAM membentuk tim ad hoc penyelidikan, kasus Munir masih mandek tanpa kepastian.
    “Saya balik lagi kepada Komnas HAM bahwa dua tahun lebih tapi kasusnya masih stuck saya bilang. Karena kenapa perlu lama, satu itu. Yang kedua, apakah Komnas sudah tidak bergigi lagi ketika memanggil orang-orang itu sehingga mereka mengacuhkannya?” kata Suciwati dalam acara peringatan 21 tahun kepergian Munir, di Kantor YLBHI, Jakarta, Minggu (7/9/2025).
    Suciwati juga menyinggung soal komitmen salah satu mantan komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, yang sebelumnya berjanji menyelesaikan kasus Munir namun kini duduk di Kompolnas.
    Ia menilai pernyataan Anam dalam kapasitas barunya justru menyakiti korban.
    “Dia waktu naik berjanji akan menyelesaikan kasus Cak Munir, itu namanya Choirul Anam. Sekarang jadi Kompolnas dan hari ini di Kompolnas dia menghina korban. Katanya, Affan itu bukan ditabrak rantis. Kita harus lawan, setuju? Orang begini harusnya dipecat,” tegas dia.
    Lebih lanjut, Suciwati mempertanyakan efektivitas rekomendasi Komnas HAM jika pada akhirnya hanya menumpuk tanpa tindak lanjut dari Kejaksaan Agung.
    Menurutnya, hal itu justru mendelegitimasi peran Komnas HAM.
    “Jadi kenapa diam saja Komnas HAM? Jadi saya sih berharap seharusnya kali ini sebagai orang yang kenal dengan Cak Munir dan yang selama ini juga membersamai korban. Merasa penting untuk menunjukkan gigi ya menurutku,” ujar Suciwati.
    “Jangan terlalu nyaman. Apakah karena takut dipecat atau karena nanti apa sehingga oke lah. Perlu pembaruan, perlu seseorang yang progresif yang kita inginkan hari ini,” pungkas dia.
    Munir meninggal pada 7 September 2004 dalam penerbangan Garuda Indonesia dengan rute Jakarta-Amsterdam.
    Investigasi menunjukkan ia diracun menggunakan arsenik. Hingga kini, dalang utama pembunuhan belum pernah diadili.
    Komnas HAM mengungkap perkembangan penyelidikan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib yang dilakukan oleh tim ad hoc.
    “Tim Ad-Hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat Peristiwa Pembunuhan Munir Said Thalib telah melaksanakan serangkaian proses penyelidikan. Pertama, mengumpulkan dokumen dari berbagai instansi,” ujar Ketua Komnas HAM Anis Hidayah dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Minggu (7/9/2025).
    “Kedua, melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi. Hingga saat ini, terdapat 18 saksi yang diperiksa,” kata Anis.
    Selain itu, lanjut Anis, tim penyelidik juga melakukan koordinasi dengan sejumlah instansi berwenang, menelaah kembali Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi, serta menyusun kerangka temuan dan petunjuk lain yang dianggap penting.
    “Tim juga rutin melakukan rapat koordinasi dengan para pihak dan melakukan rapat rutin untuk membahas perkembangan penyelidikan,” jelas Anis.
    Menurut Anis, proses penyelidikan pelanggaran HAM berat dalam kasus pembunuhan Munir ini belum selesai. Tim masih akan menelusuri dokumen tambahan yang relevan dengan peristiwa ini.
    Di sisi lain, tim juga akan melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap saksi dalam beberapa klaster, sambil berkoordinasi dengan penyidik dari Kejaksaan Agung.
    “Saat ini, tim penyelidik masih dihadapkan pada sejumlah tantangan dalam proses menghadirkan para saksi untuk dimintai keterangannya,” jelas Anis.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kompolnas Minta Polisi Tak Lagi Suruh Pelaku Lepas Pakaian saat Diamankan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        7 September 2025

    Kompolnas Minta Polisi Tak Lagi Suruh Pelaku Lepas Pakaian saat Diamankan Nasional 7 September 2025

    Kompolnas Minta Polisi Tak Lagi Suruh Pelaku Lepas Pakaian saat Diamankan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menegaskan aparat kepolisian tidak boleh lagi memaksa terduga pelaku yang diamankan untuk melepas pakaian.
    Komisioner Kompolnas, Choirul Anam, menyebut tindakan tersebut bertentangan dengan prinsip humanis yang harus dipegang Polri.
    “Dalam konteks yang lebih konkret di lapangan, ya ketika situasi menghadapi chaotic seperti beberapa hari kemarin, ya tetap polisi harus berpegang teguh pada SOP, prinsip humanis,” kata Anam kepada Kompas.com, Minggu (7/9/2025).
    “Salah satu yang penting misalnya, ya menahan diri, ya enggak bisa misalnya di beberapa wilayah, misalnya, diamankan terus disuruh telanjang dada gitu, itu enggak bisa, itu enggak boleh,” tegasnya.
    Anam menyampaikan ini merespons desakan agar Polri mengevaluasi diri usai kejadian demonstrasi beberapa hari lalu.
    Aksi demonstrasi berujung tindakan represif oleh polisi dinilai menjadi refleksi perlunya reformasi di tubuh Polri.
    Perubahan pola masyarakat yang semakin aktif di ruang publik, termasuk ruang digital, menurutnya harus dijawab dengan cara-cara yang profesional, terukur, dan mengedepankan pendekatan kemanusiaan.
    “Ruang publik yang berbeda jauh ya dengan aturan yang ada, SOP yang ada, itu yang saya kira direformasi, dengan tetap basisnya adalah pendekatan yang humanis. Kata kuncinya itu,” ujarnya.
    “Karena enggak mungkin ruang terbuka dan lain sebagainya dengan pendekatan represif, dengan pendekatan kekerasan,” tambah dia.
    Anam menegaskan pembenahan tidak hanya menjadi tanggung jawab Polri, melainkan juga masyarakat dan elite politik.
    Ia menekankan pentingnya ruang publik dijaga bersama tanpa kekerasan.
    “Di elite kekuasaan, ya harus terbuka terhadap berbagai masukan, kritikan, dan sebagainya, di ruang masyarakat gunakan hak Anda untuk kebebasan berekspresi dan berpendapat dengan cara yang damai,” katanya.
    “Di ruang aparat kepolisian, bertindaklah secara humanis dan profesional. Itu kuncinya. Nah semua pihak ya berbenah diri,” sambung Anam.
    Selain itu, Anam menyoroti perlunya transparansi informasi dan pendampingan hukum bagi warga yang diamankan.
    Kemudian, lanjut dia, keluarga mereka juga harus mendapat akses informasi jelas.
    Sementara mereka yang diproses sebagai tersangka harus dijamin haknya untuk mendapatkan pendampingan hukum.
    “Lha itu yang juga menjadi catatan, ya, apalagi yang terus maju sebagai tersangka, diproses hukum, dan sebagainya, ya akses terhadap pendampingan hukumnya juga harus dibuka,” pungkas Anam.
    Sebelumnya diberitakan, sejumlah tokoh senior bangsa yang tergabung dalam Gerakan Nurani Bangsa, meminta Presiden Prabowo Subianto memerintahkan Kepolisian RI segera mengevaluasi kepemimpinan dan kebijakan internalnya. 
    Hal itu perlu dilakukan agar tidak lagi terjadi tindakan eksesif atau di luar batas terhadap masyarakat, khususnya dalam menangani aksi unjuk rasa.
    Pesan itu disampaikan Alissa Wahid saat membacakan “Pesan Kebangsaan” Gerakan Nurani Bangsa di Jakarta, Rabu (3/9/2025). 
    “Memerintahkan Kepolisian untuk secepatnya mengevaluasi dan menata ulang kepemimpinan dan kebijakannya agar tidak menimbulkan tindakan eksesif yang melanggar hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara lainnya,” kata Alissa dalam konferensi pers yang digelar di Rumah Pergerakan Griya Gus Dur, Jakarta.
     
     
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kompolnas Dorong Reformasi Polri Berbasis Humanis Usai Demonstrasi Agustus 2025
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        7 September 2025

    Kompolnas Dorong Reformasi Polri Berbasis Humanis Usai Demonstrasi Agustus 2025 Nasional 7 September 2025

    Kompolnas Dorong Reformasi Polri Berbasis Humanis Usai Demonstrasi Agustus 2025
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menekankan agar Polri mengedepankan pendekatan humanis dan tidak lagi berlaku represif dalam menghadapi masyarakat di ruang publik, semisal saat aksi demonstrasi.
    Hal itu disampaikan merespons desakan reformasi di tubuh Polri dari pimpinan sampai ke bawahan, imbas aksi represif aparat yang masih terjadi saat menghadapi massa demonstrasi.
    “Basisnya adalah pendekatan yang humanis. Kata kuncinya itu. Karena enggak mungkin ruang terbuka dan lain sebagainya dengan pendekatan represif, dengan pendekatan kekerasan,” kata Komisioner Kompolnas Choirul Anam kepada Kompas.com, Minggu (7/9/2025).
    Menurut Anam, perubahan pola masyarakat yang semakin aktif berekspresi perlu segera direspons.
    Aturan main kepolisian di lapangan, kata dia, harus lebih profesional, terukur, dan tetap menjunjung prinsip-prinsip kemanusiaan.
    “Pola perubahan masyarakat inilah yang harus segera direspons dengan mempertajam berbagai aturan agar pelaksanaan di lapangan itu semakin humanis, semakin profesional dan terukur. Kalau tidak ya susah,” ujar Anam.
    Anam menegaskan, pembenahan tidak hanya menjadi tanggung jawab Polri, melainkan juga masyarakat dan elite politik.
    Masyarakat didorong menjaga ruang publik dengan mengekspresikan pendapat secara damai. Sementara itu, elite kekuasaan diminta terbuka terhadap kritik.
    “Di elite kekuasaan ya harus terbuka terhadap berbagai masukan kritikan dan sebagainya, di ruang masyarakat gunakan hak Anda untuk kebebasan berekspresi dan berpendapat dengan cara yang damai. Di ruang aparat kepolisian bertindaklah secara humanis dan profesional. Itu kuncinya. Nah semua pihak ya berbenah diri,” tutur Anam.
    Anam juga menyoroti praktik aparat kepolisian di lapangan yang dinilai perlu diperbaiki.
    Ia mencontohkan, perlakuan tidak pantas terhadap warga yang diamankan, seperti dipaksa melepas pakaian yang tidak boleh lagi terjadi.
    “Ketika situasi menghadapi
    chaotic
    seperti beberapa hari kemarin ya tetap polisi harus berpegang teguh pada SOP, prinsip humanis. Salah satu yang penting misalnya ya menahan diri, ya enggak bisa misalnya di beberapa wilayah, misalnya, diamankan terus disuruh telanjang dada gitu, itu enggak bisa, itu enggak boleh,” tegas Anam.
    Selain itu, Anam menekankan perlunya kepolisian memaksimalkan transparansi informasi dan pendampingan hukum bagi warga yang ditangkap.
    Hal ini termasuk memastikan keluarga mendapatkan informasi jelas, serta membuka akses terhadap bantuan hukum bagi mereka yang ditetapkan sebagai tersangka.
    “Ketika proses hukum berjalan, juga memaksimalkan pendampingan, memaksimalkan informasi bagi keluarga, lah ini juga yang harus diperbaiki. Sehingga keluarga yang anggota keluarganya ada yang diamankan, itu juga jelas mendapatkan informasi dan lain sebagainya,” kata Anam.
    “Itu yang juga menjadi catatan ya, apalagi yang terus maju sebagai tersangka, diproses hukum dan sebagainya, ya akses terhadap pendampingan hukumnya juga harus dibuka,” pungkasnya.
    Sebelumnya diberitakan, sejumlah tokoh senior bangsa yang tergabung dalam Gerakan Nurani Bangsa, meminta Presiden Prabowo Subianto memerintahkan Kepolisian RI segera mengevaluasi kepemimpinan dan kebijakan internalnya.
    Hal itu perlu dilakukan agar tidak lagi terjadi tindakan eksesif atau di luar batas terhadap masyarakat, khususnya dalam menangani aksi unjuk rasa.
    Pesan itu disampaikan Alissa Wahid saat membacakan “Pesan Kebangsaan” Gerakan Nurani Bangsa di Jakarta, Rabu (3/9/2025).
    “Memerintahkan Kepolisian untuk secepatnya mengevaluasi dan menata ulang kepemimpinan dan kebijakannya agar tidak menimbulkan tindakan eksesif yang melanggar hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara lainnya,” kata Alissa dalam konferensi pers yang digelar di Rumah Pergerakan Griya Gus Dur, Jakarta.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Akhir Sidang Etik Komandan-Sopir Mobil Rantis Brimob Pelindas Affan Kurniawan

    Akhir Sidang Etik Komandan-Sopir Mobil Rantis Brimob Pelindas Affan Kurniawan

    Bisnis.com, JAKARTA — Dua anggota Polri yang masuk dalam kategori terduga pelanggar berat di kasus kematian pengemudi ojek online Affan Kurniawan (21) telah mendapatkan sanksi etik.

    Dua anggota Polri tersebut adalah Danyon Resimen 4 Korbrimob Polri Kompol Kosmas Kaju Gae dan anggota Brimob Polda Metro Jaya Bripka Rohmad.

    Keduanya, telah terbukti melakukan pelanggaran tercela. Adapun, saat kejadian, mobil Brimob pelindas Affan dikemudikan oleh Rohmad. Sementara, Kosmas berada di kursi samping pengemudi.

    Kompol Kosmas menjalani sidang etik pertama pada Rabu (3/9/2025). Majelis hakim etik menilai bahwa Kosmas tidak profesional saat penanganan aksi unjuk rasa sehingga menimbulkan korban jiwa di Jakarta pada Kamis (28/8/2025).

    Oleh karena itu, Kosmas telah disanksi pemecatan tidak dengan hormat alias PTDH dari institusi Polri. 

    Sehari berselang, giliran Bripka Rohmad yang menjalani sidang etik. Sidang etik yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Brigjen Agus Wijayanto telah memutuskan bahwa Bripka Rohmad disanksi demosi selama 7 tahun.

    “[Sanksi administratif] mutasi bersifat demosi selama tujuh tahun sesuai dengan sisa masa dinas pelanggar di institusi Polri,” ujar hakim di ruang sidang etik di Gedung TNCC Polri, Kamis (4/9/2025).

    Alasan Beda Vonis

    Hakim menilai bahwa Bripka Rohmad hanya menjalankan perintah komandannya yakni Kompol Kosmas Kaju Gae saat kejadian. Oleh karena itu, meskipun kemudi mobil pada Rohmad, dia bergerak atas perintah Kosmas.

    “Terduga pelanggar hanya menjalankan perintah dari atasannya, Kompol Kosmas Kaju Gae, untuk terus maju. Selaku bawahan, ia melaksanakan perintah atasan, bukan atas keinginan sendiri,” tutur hakim.

    Kemudian, faktor lain yang menyebabkan insiden pelindasan Affan itu terjadi karena Bripka Rohmad mengalami efek perih dari gas air mata.

    “Pada saat peristiwa unras 28 Agustus 2025, terduga pelanggar terkena gas air mata sehingga membuat mata terduga pelanggar perih dan tidak dapat melihat dengan jelas. Serta adanya lemparan batu, petasan, dan kayu ke arah mobil,” pungkasnya.

    Anggota Brimob Polda Metro Jaya, Bripka Rohmat selaku sopir mobil rantis yang melindas pengemudi ojol Affan Kurniawan di ruang sidang etik Polri, Jakarta, Kamis (4/9/2025)/dok. Polri TV

    Di samping itu, Anggota Kompolnas Ida Oetari mengatakan kondisi psikologis anggota juga dipertimbangkan dalam hal yang meringankan untuk sanksi terhadap Bripka Rohmad.

    Ida juga mengemukakan bahwa saat kejadian, pengemudi mengalami blind spot yang ditambah spion mobil di bagian kiri mengalami kerusakan.

    “Apalagi kondisi rantis menurut penjelasan bahwa spionnya juga rusak. Ini sebelah kiri. Ini juga ada blind spot ini juga yang menyebabkan makanya Bripka R tidak secara sengaja. Ini salah satu yang memengaruhi,” pungkasnya

    Di samping itu, Komisioner Kompolnas Choirul Anam mengatakan kondisi riil di lapangan. Kala itu, mobil Brimob yang dikemudikan Bripka Rohmad tidak menabrak Affan, melainkan sudah terjatuh. Alhasil, Bripka Rohmad mengaku tidak melihat Affan terjatuh.

    “Nah itu yang melatarbelakanginya kenapa tadi ada putusan berbeda dengan yang kemarin. Yang kemarin PTDH, yang sekarang demosi, demosinya sampai pensiun,” tutur Anam.

    Pengakuan Kosmas-Rohmad

    Usai sidang etik, Kosmas Kaju Gae mengklaim bahwa dirinya tidak mengetahui bahwa mobil rantis yang dinaikinya telah melindas pendemo, termasuk Affan Kurniawan.

    Kosmas yang berperan sebagai komandan di dalam mobil rantis berdalih bahwa dia tidak mengetahui kendaraan tersebut melindas para pendemo yang ada di depan mobil yang dinaikinya bersama tim Brimob lainnya.

    Padahal dalam video yang beredar, mobil rantis tersebut sempat berhenti beberapa detik setelah melindas pengemudi ojol Affan Kurniawan. Kemudian mobil rantis tersebut kabur, sehingga massa melakukan pengejaran.

    Kosmas menyatakan bahwa dirinya baru mengetahui mobil Brimob yang dikendarainya melindas Affan saat diperlihatkan video viral di media sosial.

    “Kami tidak mengetahui sama sekali pada waktu dan peristiwa kejadian tersebut. setelah kejadian video viral, kami ketahui beberapa jam berikutnya melalui medsos,” ujarnya di TNCC Polri, Jakarta, Rabu (3/9/2025).

    Dia menambahkan, dirinya hanya menjalankan tugas sebagai anggota Polri dalam menjaga keamanan dan ketertiban saat aksi unjuk rasa di Jakarta dalam beberapa hari terakhir.

    Oleh karena itu, dia tidak memiliki niat untuk mencelakai atau mencederai pihak manapun, termasuk Affan Kurniawan.

    Terakhir, Kosmas juga menyampaikan duka cita yang mendalam terhadap keluarga Affan Kurniawan. Menurutnya, kejadian ini di luar dugaan.

    “Saya mau menyampaikan, duka cita yang mendalam kepada korban Affan Kurniawan serta keluarga besar, sungguh-sungguh di luar dugaan,” pungkasnya.

    Anggota Brimob Polda Metro Jaya, Bripka Rohmat memberikan penjelasan di sidang etik Polri, Jakarta, Kamis (4/9/2025)/dok. Polri TV

    Sementara itu, Bripka Rohmad menyatakan bahwa dirinya selaku anggota kepolisian hanya menjalankan tugas dari pimpinan.

    Kemudian, Bripka Rohmad mengemukakan, dirinya tidak pernah memiliki niat untuk melukai atau menghilangkan nyawa siapa pun. Pasalnya, dirinya hanya berfokus pada tugasnya yakni melindungi masyarakat.

    “Tidak ada niat dan tidak pernah tersirat dalam hati saya, melukai ataupun menghilangkan nyawa orang lain,” imbuhnya.

    Dia juga bercerita bahwa dirinya memiliki istri dan dua anak. Salah satu anaknya disebut memiliki keterbatasan mental. 

    Selain itu, dia mengaku hanya memiliki mata pencaharian sebagai anggota Polri. Oleh sebab itu, dia memohon pengampunan agar bisa terus menjadi anggota kepolisian sampai masa pensiun sebagai korps Bhayangkara.

    “Karena kami tidak punya penghasilan lain Yang Mulia, kami hanya mengandalkan gaji tugas Polri, yang Mulia. Tidak ada penghasilan lain, Yang Mulia,” imbuhnya.

    Di lain sisi, Bripka Rohmad meminta maaf dan kepada orang tua korban atas peristiwa pelindasan mobil Brimob terhadap Affan Kurniawan.

    “Dengan kejadian yang viral, atas nama pribadi dan keluarga dengan lubuk hati paling dalam. Kami mohon kepada orang tua almarhum Affan Kurniawan dapat membukakan maaf karena kejadian tersebut,” pungkasnya.