Tag: Charles Honoris

  • Komisi IX DPR Minta Pengawasan Penyakit Korban Bencana Sumatera Diperketat

    Komisi IX DPR Minta Pengawasan Penyakit Korban Bencana Sumatera Diperketat

    Jakarta

    Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris mengatakan banyak korban terdampak banjir di Utara Sumatera mulai mengalami banyak penyakit. Charles meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk terus melakukan monitoring.

    “Yang sudah ditemukan penyakit seperti, yang banyak ya, diare, ISPA, leptospirosis,” kata Charles di kawasan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Jumat (5/12/2025).

    Charles mendesak Kemenkes untuk segera menangani berbagai penyakit yang timbul tersebut. Dia mengatakan Kemenkes juga harus melakukan pemantauan menyeluruh.

    “Karena itu kami meminta Kemenkes untuk memonitor terus dan mencari apa yang dibutuhkan, sehingga pelayanan kesehatan tepat sasaran dan juga tetap bisa diberikan kepada yang membutuhkan,” ujarnya.

    “Termasuk juga inventori obat-obatan yang memang dibutuhkan di lapangan. Karena kami juga ingin menjaga agar masyarakat yang saat ini misalnya menjalani pelayanan kesehatan, menjalani pengobatan secara rutin, jangan sampai karena adanya bencana mereka akhirnya tidak mendapatkan pelayanan sehingga kondisinya bisa memburuk,” sambungnya.

    “Jumlah fasyankes yang tidak beroperasi sepertinya semakin bertambah. Jumlah rumah sakit, kalau saya tidak salah ingat, sudah lebih dari 15 rumah sakit yang tidak beroperasi di tiga provinsi yang terdampak banjir,” ujarnya.

    (amw/azh)

  • KD, Once, dan Chicha Semangati Anak Penyintas HIV/AIDS

    KD, Once, dan Chicha Semangati Anak Penyintas HIV/AIDS

    Di balik gemerlap hiburan, acara ini menjadi wadah penegasan komitmen advokasi PDIP untuk isu HIV/AIDS. Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Charles Honoris, dengan tegas menyoroti masih adanya kesulitan akses obat dan diskriminasi di fasilitas kesehatan.

    Sebagai langkah advokasi yang sangat personal dan langka, Charles secara berani membuka jalur komunikasi langsung untuk para penyintas.

    “Kami terbuka untuk bisa dihubungi, diberikan masukan, diminta untuk melakukan advokasi apabila Bapak Ibu teman-teman menghadapi berbagai permasalahan di lapangan,” ujarnya, seraya memberikan nomor kontak pribadinya.

    Komitmen yang sama ditegaskan oleh Ketua DPP PDIP Bidang Kesehatan, Ribka Tjiptaning, yang membuka acara dengan semboyan “Jauhi virusnya, bukan orangnya!”. Seruan ini sekaligus menegaskan posisi partai dalam melawan stigma sosial yang masih melekat pada ODHA dan ADHA.

    Acara yang dihadiri oleh sejumlah elite partai, termasuk Ketua DPP Ganjar Pranowo dan Wakil Bendahara Umum Yuke Yurike, ini menutup hari dengan pesan yang jelas: perang melawan AIDS bukan hanya tentang obat dan kebijakan, tetapi juga tentang membangun lingkungan yang penuh dukungan, kepedulian, dan senyuman yang tulus bagi para penyintas, terutama anak-anak.

  • Komisi IX DPR Minta 4 RS Tolak Ibu Hamil sampai Meninggal di Papua Disanksi

    Komisi IX DPR Minta 4 RS Tolak Ibu Hamil sampai Meninggal di Papua Disanksi

    Jakarta

    Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris mengaku prihatin atas peristiwa yang terjadi pada ibu hamil, Irene Sokoy dan bayi dalam kandungannya meninggal usai ditolak 4 rumah sakit (RS) di Jayapura, Papua. Charles meminta 4 RS tersebut untuk diberi sanksi.

    Hal itu disampaikan Charles dalam rapat panja bersama Dirjen SDM Kesehatan Kemenkes, Direktur Pelayanan BPJS, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/11/2025). Charles mengatakan peristiwa yang terjadi pada Irene dan bayinya merupakan gambaran layanan kesehatan yang masih tidak merata.

    “Kalau kita melihat kejadian yang menimpa ibu Irene Sokoy di Papua yang meninggal dalam kondisi hamil ditolak untuk bisa berobat di 4 RS, ini adalah gambaran yang sangat akurat menurut saya, gambaran yang akurat betapa layanan kesehatan untuk rakyat masih jauh dari kata merata masih ada ketimpangan khususnya di wilayah-wilayah 3T,” kata Charles.

    Dia mengaku miris isu tersebut muncul usai ramai di media sosial. Dia lantas menyinggung kebijakan pemerintah kerap reaktif terhadap isu yang viral di media sosial.

    “Harapan saya tentunya dengan kejadian yang menimpa Ibu Irene dan anaknya yang masih dalam kandungan, kebijakan yang akan dijalankan bukan hanya sekedar kebijakan reaktif, tetapi termasuk kehadiran kita di sini, kita ingin membangun atau mendorong kebijakan komprehensif, yang tujuannya telah membangun sistem, sehingga kedepan tidak ada lagi kejadian-kejadian Ibu Irene di kemudian hari,” paparnya.

    Charles lantas mempertanyakan kebijakan yang akan dilakukan Kemenkes dalam waktu dekat di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) agar kasus serupa tak terulang kembali. Khususnya, kata dia, dalam ketersediaan tenaga kesehatan untuk membantu persalinan.

    “Kita gak usah lagi bicara rasio, karena kalau bicara rasio kita taulah, rasio dokter spesialis itu jauh dari cukup, tetapi anak atau ibu hamil yang mau melahirkan itu tidak bisa menunggu,” ujarnya.

    “Mencetak dokter spesialis mungkin butuh 3 tahun, tapi ibu yang mengandung dan mau melahirkan itu setiap hari pasti ada, setiap beberapa menit mungkin ada, jadi apa nih dalam waktu dekat yang dilakukan Kemenkes untuk bisa mencarikan solusi agar ibu-ibu hamil atau pasien yang membutuhkan layanan spesialis khususnya di wilayah 3T bisa ditangani dengan baik,” sambung dia.

    Charles menekankan kebijakan yang dikeluarkan bukan hanya solusi sementara, namun harus bersifat jangka panjang dan adanya perbaikan sistemik.

    “Undang-undangnya kan jelas kita bahas di sini, kita yang buat, rumah sakit, faskes tidak boleh menolak pasien apabila dalam keadaan emergency, jadi ke depan seperti apa sanksinya, ada nggak untuk empat rumah sakit tersebut?” ujar Charles.

    Lebih lanjut, Charles juga mempertanyakan layanan BPJS dalam kasus Irene tersebut. Dia mengatakan BPJS harus melakukan evaluasi pelayanan agar kejadian serupa tak terulang.

    “Informasinya pasien Irene ditolak karena ada status kepesertaan juga, bagaimana BPJS memastikan status peserta tidak lagi menjadi penghalang akses layanan, termasuk dari evaluasi BPJS, kasus ini seperti apa? Apa yang terjadi? Dan apa yang akan dilakukan di kemudian hari?” tanya Charles.

    “Jadi sekali lagi menurut saya kejadian Ibu Irene ini menggambarkan bahwa masih ada kelalaian, negara lalai. Jadi ke depan harapan saya, apalagi adanya panja ini kita bisa menghadirkan solusi yang komprehensif,” imbuhnya.

    Dalam kesempatan yang sama, Dirjen SDM Kesehatan Kemenkes Yuli Farianti mengatakan, saat ini tenaga kesehatan di rumah sakit memang masih mengalami kekurangan. Yuli mengatakan pihaknya, telah mengirimkan rekomendasi kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kemenpan-RB terkait penerimaan ASN.

    “Barang kali ini pak Charles, gak mungkin dalam waktu 10 menit kita bisa mencari solusi yang terbaik, saya sebenarnya sudah ada beberapa rekomendasi, apa yang perlu kita ke BKN, MenPAN-RB,” ujarnya.

    Yuli mengatakan ASN di rumah sakit saat ini masih cukup minim. Dia mengatakan banyak dokter yang gagal lolos saat mengikuti ujian calon ASN.

    “Mohon maaf bapak, saat ini yang diterima ASN itu cuma 2,6% yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan kita yang lainnya,” jelas Yuli.

    “Sorry banyak dokter spesialis yang sudah maju menjadi calon PNS, pada saat tes TKD atau kompetensi dasar tidak ada yang lulus bahkan ada yang melamar itu nol, itu adalah hal-hal yang memang ini juga saya sedang jajaki bersama,” sambungnya.

    Sementara itu, Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan Lily Kresnowati mengatakan berdasarkan laporan yang diterimanya, permasalahan utama yang terjadi pada kasus Irene ialah tidak tersedianya dokter serta keterbatasan ruangan perawatan, termasuk fasilitas penting seperti Pediatric Intensive Care Unit (PICU). Dia menjelaskan sejak terbitnya Perpres Nomor 59 Tahun 2024, BPJS Kesehatan memiliki mekanisme evaluasi berbasis kelas terhadap rumah sakit.

    “Kalau rumah sakit tidak menyediakan fasilitas yang sesuai, kita berdasarkan review kelas pak, bisa kita bayar satu tingkat lebih rendah,” ujarnya.

    Sedangkan, kata dia, persoalan pada rumah sakit terakhir ialah ruangan kelas yang penuh. Dia mengatakan dalam aturan yang ada, seharusnya jika ruangan kelas penuh maka pasien dapat dititip pada kelas di atasnya.

    “Kemudian RS terakhir, kan seharusnya dia PBI (penerima bantuan iuran) kelas 3, di dalam regulasi yang ada, sebetulnya kalau kelas sesuai kelasnya penuh, peserta dapat dititipkan di kelas atasnya tanpa dipungut biaya, harusnya seperti itu, itu sudah ada aturannya,” tuturnya.

    “Maka kami yang mendorong masyarakat juga memperkuat untuk mengadukan, apabila ada hal-hal yang tidak sesuai tadi untuk segera diadukan kepada kami agar segera ditindaklanjuti,” imbuh dia.

    Halaman 2 dari 2

    (amw/wnv)

  • Komisi IX Sebut Kiper Muda Bandung Rizki Segera Dipulangkan dari Kamboja

    Komisi IX Sebut Kiper Muda Bandung Rizki Segera Dipulangkan dari Kamboja

    Komisi IX Sebut Kiper Muda Bandung Rizki Segera Dipulangkan dari Kamboja
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi IX DPR RI memastikan kiper sepak bola muda asal Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rizki Nur Fadhilah (18) dalam kondisi sehat dan sedang dalam proses pemulangan ke Indonesia.
    Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi IX DPR RI
    Charles Honoris
    saat menjelaskan soal hasil koordinasinya dengan KBRI di
    Kamboja
    , terkait kabar Rizki yang diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (
    TPPO
    ).
    “Saya tadi sudah komunikasi dengan Dubes kita di Kamboja. Rizki dalam kondisi baik dan sudah di KBRI. Proses pemulangan Rizki juga sedang dijalankan,” ujar Charles saat dihubungi, Kamia (20/11/2025).
    Saat ini, lanjut Charles, pihak KBRI sedang memproses penerbitan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) dan exit visa untuk Rizki.
    Politikus PDI-P itu memastikan bahwa Komisi IX akan mengawal proses pemulangan Rizki. Dia berharap, Rizki sudah bisa kembali ke Indonesia dari Kamboja dalam beberapa hari depan.
    “Dalam beberapa hari ke depan sepertinya sudah bisa kembali ke tanah air. Semoga prosesnya lancar,” ucap Charles.
    Saat ditanya mengenai kepastian kabar Rizki adalah korban TPPO, Charles mengaku mendapat informasi bahwa yang bersangkutan berangkat ke Kamboja atas keinginan pribadi.
    Namun, Charles meminta penjelasan terkait hal tersebut ditanyakan langsung Kementerian Luar Negeri maupun KBRI.
    “Informasinya yang bersangkutan berangkat atas keinginan sendiri. Mungkin lebih jelasnya minta penjelasan dari KBRI atau
    Kemlu
    ,” pungkasnya.
    Sebagai informasi, pemberitaan mengenai kasus yang menimpa
    Rizki Nur Fadhilah
    ramai di media sosial dan pemberitaan di Indonesia.
    Narasi yang beredar menyebut Rizki Nur Fadhilah menerima tawaran sebagai pemain bola di Medan, tetapi tanpa diketahui sebabnya dia menyasar sampai ke Kamboja dan diduga menjadi korban TPPO.
    Menindaklanjuti hal itu, pihaknya mengirimkan surat kepada Kepala BP3MI Jawa Barat pada 10 November 2025. Kemudian, Rizki ditemukan dan dibawa ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kamboja.
    Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Phnom Penh di Kamboja menginformasikan bahwa Rizki Nur Fadhilah (18) tiba di kantor pada Rabu (19/11/2025) pukul 06.00 waktu setempat.
    Saat datang ke
    KBRI Phnom Penh
    , Rizki Nur Fadhilah dalam keadaan sehat jasmani dan rohani memohon agar dapat kembali ke Indonesia setelah keluar dari sindikat penipuan daring tempatnya bekerja.
    “Pagi ini sekitar pukul 06:00 waktu RNF, tiba di KBRI Phnom Penh dalam keadaan sehat jasmani dan rohani. RNF memohon fasilitasi KBRI agar dapat kembali ke tanah air setelah keluar dari sindikat penipuan daring di mana dia sebelumnya bekerja,” bunyi siaran pers KBRI Phnom Penh, Rabu (19/11/2025).
    Setelah KBRI Phnom Penh melakukan pendalaman, Rizki Nur Fadhilah mengaku mendapatkan info lowongan pekerjaan di Kamboja lewat media sosial.
    Rizki Nur Fadhilah juga disebut telah mengetahui akan bekerja di Kamboja, tetapi ia tidak memberitahukannya kepada keluarga.
    “RNF mendapatkan info lowongan pekerjaan via sosial media dan selama proses perekrutan tidak mendapatkan tekanan. Tidak terdapat pula kekerasan fisik saat yang bersangkutan berada di sindikat penipuan daring di Sihanoukville,” tulis KBRI Phnom Penh.
    “Berbagai kondisi tersebut mengarah pada kesimpulan bahwa RNF tidak terindikasi sebagai korban TPPO. Saat ini, KBRI Phnom Penh sedang mengurus dokumen perjalanan dan berkoordinasi dengan instansi terkait di Kamboja agar RNF dapat segera kembali ke Indonesia,” sambungnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Gaduh Pernyataan Wakil Ketua DPR, Tagar #prayforahligizi Menggema di Medsos

    Gaduh Pernyataan Wakil Ketua DPR, Tagar #prayforahligizi Menggema di Medsos

    Jakarta

    Tagar #prayforahligizi menggema di lini masa media sosial sejak video pernyataan Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, beredar luas di media sosial. Videonya direkam saat Rapat Konsolidasi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang digelar di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Acara itu membahas kesiapan dan pengawalan program Makan Bergizi Gratis (MBG).

    Duduk Perkara Pernyataan yang Viral

    Dalam potongan video yang beredar, ada beberapa hal yang membuat publik tersentak. Salah satunya adalah ucapan bahwa “ahli gizi tidak diperlukan” dalam program MBG, dan bahwa lulusan SMA bisa menggantikan posisi tersebut setelah mengikuti pelatihan dan sertifikasi tiga bulan. Cucun juga menyebut salah seorang peserta diskusi di acara tersebut “arogan” karena membahas kebijakan di MBG.

    Selain itu, ia mengungkapkan kekhawatiran bahwa persyaratan tenaga ahli gizi terlalu sulit dipenuhi. Dalam konteks ini, ia menyarankan agar istilah “ahli gizi” diganti menjadi “tenaga yang menangani gizi” agar rekrutmen lebih fleksibel dan dapur MBG tidak kekurangan SDM.

    Pernyataan tersebut dianggap meremehkan pendidikan ahli gizi, mengesampingkan kompetensi ilmiah yang dipelajari bertahun-tahun di bangku kuliah, dan menurunkan martabat profesi yang berperan langsung dalam isu stunting dan kesehatan masyarakat.

    Tak heran jika video itu memicu gelombang reaksi. Kalangan ahli gizi menilai analogi tersebut tidak tepat, sebab gizi bukan sekadar “mengawasi makanan”, tetapi melibatkan penilaian kebutuhan nutrisi, manajemen keamanan pangan, perhitungan kalori, risiko alergi, hingga evaluasi status gizi anak secara sistematis.

    Berawal dari Pernyataan Kepala BGN soal Kelangkaan SDM

    Wacana melibatkan tenaga non-gizi di dapur MBG ini berakar dari pernyataan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana yang menyebut adanya kesulitan dalam merekrut ahli gizi untuk SPPG. Menurut laporan DPR dan BGN, sebagian dapur MBG mengalami kekurangan tenaga gizi karena jumlah lulusan gizi tidak selalu sesuai dengan kebutuhan di lapangan.

    Dari sinilah timbul gagasan untuk membuka peluang lebih luas bagi tenaga lain yang “masih berhubungan dengan gizi”, seperti tata boga, boga kesehatan, atau jurusan kesehatan masyarakat. Wacana itu lalu berkembang menjadi pembahasan regulasi yang berpotensi membuat lulusan non gizi dapat menempati posisi yang selama ini menjadi domain profesi ahli gizi.

    Ketika kemudian pernyataan tersebut direspons oleh Wakil Ketua DPR dalam acara dialog yang viral itu, publik melihatnya sebagai bentuk pengabaian terhadap keilmuan gizi, dan isu pun dengan cepat membesar.

    Apalagi, data menunjukkan bahwa Indonesia sebenarnya memiliki banyak lulusan gizi. Setiap tahun, ratusan hingga ribuan sarjana gizi lulus dari setidaknya 80 program studi gizi di seluruh Indonesia. Artinya, narasi bahwa ahli gizi “langka” tidak sepenuhnya tepat, dan yang lebih mungkin terjadi adalah persoalan distribusi, pola rekrutmen, serta sistem kerja yang membuat profesi ini tidak diminati.

    Dengan konteks ini, publik semakin mempertanyakan alasan di balik wacana pelonggaran regulasi, dan mengapa solusi yang muncul justru mengarah pada mengganti posisi ahli gizi dengan tenaga yang tidak memiliki pendidikan sesuai kompetensi gizi.

    Banjir Kritik

    Gelombang kritik terhadap pernyataan Wakil Ketua DPR itu bukan hanya datang dari para ahli gizi atau akademisi, tetapi juga dari beberapa tokoh publik yang ikut bersuara lantang di media sosial.

    Dari kalangan pakar kesehatan, dr Tan Shot Yen, menjadi salah satu yang paling keras menyuarakan penolakannya. Ia mengibaratkan wacana mengganti ahli gizi dengan lulusan SMA sebagai tindakan yang sama kelirunya dengan “meminta petugas ground handling menerbangkan pesawat hanya karena pernah ikut pelatihan tiga bulan.” Analogi ini langsung beredar luas dan jadi salah satu pemantik ramainya tagar #prayforahligizi.

    Organisasi profesi seperti Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) juga memberikan pernyataan resmi. PERSAGI menegaskan bahwa profesi ahli gizi memiliki standar kompetensi yang tidak bisa digantikan oleh pelatihan singkat. Persagi menyoroti bahwa perhitungan kebutuhan gizi ribuan anak, pengawasan dapur besar, hingga manajemen keamanan pangan bukan pekerjaan administratif, tetapi tugas profesional yang membutuhkan pendidikan formal dan magang klinis yang jelas.

    Di luar lingkaran profesi gizi, dua figur publik ikut menyoroti isu ini lewat unggahan Instagram mereka.

    Dari kalangan publik figur, Rocky Gerung dalam unggahan Instagram-nya mengkritik “Kalau ahli gizi bisa diganti anak SMA kursus 3 bulan, harusnya anggota DPR bisa diganti anak TK magang 3 hari.”

    Sementara itu, Charles Honoris, Wakil Ketua Komisi IX DPR, lewat Instagram juga menyuarakan kekhawatiran bahwa MBG bukan hanya soal kenyang, tetapi soal memastikan makanan benar-benar bergizi dan aman. Ia menjelaskan tugas ahli gizi dan risiko bila tidak melibatkan ahli gizi. Ia mendukung BGN untuk melibatkan ahli gizi dalam mendukung program MBG.

    Klarifikasi dan Permintaan Maaf

    Setelah kritik datang dari berbagai arah, Cucun menyampaikan permintaan maaf dan mengundang Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) serta Badan Gizi Nasional (BGN) untuk berdialog di DPR dalam rangka penguatan program MBG melalui kerjasama PERSAGI dan BGN.

    Dalam klarifikasinya, ia menegaskan bahwa kompetensi tetap penting. Ia menyampaikan bahwa ungkapan dalam video tersebut tidak bermaksud meremehkan profesi gizi.

    Menurutnya, ia hanya sedang berdiskusi mengenai solusi jangka pendek jika tenaga gizi tidak mencukupi target implementasi MBG. Bila ada tenaga non-gizi yang direkrut, harus melalui pelatihan panjang dan uji kompetensi, bukan pelatihan tiga bulan tanpa standar.

    Namun, klarifikasi ini belum sepenuhnya meredakan keresahan publik karena kontroversinya sudah terlanjur meluas.

    Halaman 2 dari 3

    (mal/up)

    Gaduh Peran Ahli Gizi

    12 Konten

    Peran ahli gizi di program Makan Bergizi Gratis (MBG) tengah jadi sorotan. Dianggap tidak perlu ada dan bisa digantikan lulusan SMA yang dilatih khusus. Jelas, ahli gizi meradang karenanya. Tagar #prayforahligizi menggema di medsos.

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • Komisi IX apresiasi BGN tutup permanen SPPG sebabkan keracunan massal

    Komisi IX apresiasi BGN tutup permanen SPPG sebabkan keracunan massal

    Saya mengapresiasi kebijakan baru yang diumumkan oleh BGN bahwa SPPG yang terbukti menyebabkan KLB keracunan dalam pelaksanaan Program MBG akan ditutup secara permanen,”

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris mengapresiasi Badan Gizi Nasional (BGN) yang akan menutup permanen dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) karena lalai hingga menyebabkan kejadian luar biasa (KLB) keracunan dalam pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG).

    “Saya mengapresiasi kebijakan baru yang diumumkan oleh BGN bahwa SPPG yang terbukti menyebabkan KLB keracunan dalam pelaksanaan Program MBG akan ditutup secara permanen,” kata Charles di Jakarta, Senin.

    Menurut dia, kebijakan ini menggambarkan adanya political will dari pemerintah untuk melindungi kesehatan dan keselamatan anak-anak.

    “Saya mendukung sepenuhnya langkah BGN untuk mengambil tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang lalai,” kata dia.

    Dia memahami bahwa Pemerintah saat ini memang tengah melakukan pembenahan terhadap tata kelola program MBG. Antara lain dengan menerbitkan petunjuk teknis (juknis) baru yang lebih ketat, termasuk kewajiban memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) bagi seluruh SPPG.

    Namun, pimpinan Komisi DPR yang membidangi kesehatan itu menegaskan, pemerintah tidak boleh menutup mata bahwa peristiwa keracunan MBG masih sering terjadi di berbagai daerah.

    “Kita tidak bisa menutup mata bahwa insiden keracunan makanan masih terjadi di berbagai wilayah. Data yang saya terima menunjukkan bahwa sudah hampir 20 ribu anak menjadi korban keracunan makanan dalam program ini,” kata dia.

    Untuk itu, dia mengatakan bahwa pengawasan terhadap pelaksana program MBG juga harus diperkuat, dan kualitasnya tidak boleh dikorbankan demi target kuantitas. Karena keselamatan anak-anak, kata dia, harus menjadi prioritas utama.

    “Setiap makanan yang disalurkan melalui program MBG harus memenuhi standar keamanan pangan yang tinggi,” kata dia.

    Dia juga menekankan bahwa pemerintah tidak boleh mentolerir kelalaian, apalagi jika dilakukan oleh penyedia pangan yang belum memenuhi persyaratan untuk beroperasi.

    “Penegakan standar dan sanksi yang konsisten akan menjadi pesan jelas bahwa program MBG bukan sekadar program distribusi pangan, tetapi sebuah intervensi gizi yang harus dikelola dengan tanggung jawab tinggi dan berorientasi pada keselamatan serta kesejahteraan anak-anak Indonesia,” katanya.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Plesetan MBG Jadi Makan Beracun Gratis hingga Makan Belatung Gratis, DPR: Sangat-sangat Menyedihkan

    Plesetan MBG Jadi Makan Beracun Gratis hingga Makan Belatung Gratis, DPR: Sangat-sangat Menyedihkan

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Polemik Makan Bergizi Gratis (MBG) berbuntut pada berbagai plesetan. Hal itu menjadi atensi Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris.

    Itu diungkapkan Charles saat rapat bersama Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana, Menkes Budi Gunadi Sadikin, hingga Kepala BPOM Taruna Ikrar. Pada Rabu (1/10/2025) di kompleks parlemen Senayan.

    Hal tersebut, kata Charles, berangkat dari sejumlah konten dengan sentimen negatif terkait MBG di media sosial.

    “Saya rasa kita semua punya media sosial ya, kalau kita buka sosial media hari-hari ini ini, banyak itu berseliweran konten-konten termasuk ajakan untuk menolak MBG,” kata Charles dikutip dari TV Parlemen, Kamis (2/10/2025).

    Jika kembali pada tujuan MBGm dia mengungkapkan konten yang seliweran sangat jauh dari harapan. Baginya, semua itu sangat menyedihkan.

    “Ini buat saya sangat-sangat menyedihkan, kita kan mau program ini berhasil. Tapi, kalau ini dibiarkan maka tanpa ada kampanye negatif pun masyarakat bisa saja sudah takut untuk mengizinkan anaknya mengkonsumsi MBG,” ucapnya.

    Dia juga menyebut sejumlah plesetan dimaksud. Charles menanggapnya lucu.

    “Konten-kontennya banyak Pak, lucu-lucu MBG itu sekarang dipelesetin bukan Makan Bergizi Gratis tapi ‘Makan Beracun Gratis’, ‘Makan Belatung Gratis’, makanan berbahaya dan lain-lainlah,” kata Charles.

    Saat ini, dia mengatakan Kepala BGN Dadan Hindayana tengah populer. Fotonya banyak beredar di media sosial.

    Charles lalu mengungkit latar belakang Dadan sebagai ahli serangga. Itu, kata dia, juga dijadikan konten di media sosial.

  • Anak Buah Megawati Ultimatum Prabowo Soal Ribuan Orang Keracunan MBG: Program Ini akan Mubazir

    Anak Buah Megawati Ultimatum Prabowo Soal Ribuan Orang Keracunan MBG: Program Ini akan Mubazir

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menuai sorotan tajam menyusul maraknya kasus keracunan yang dialami siswa di sejumlah daerah tanah air.

    Salah satu yang terparah adalah di Kabupaten Bandung, Jawa Barat yang telah menetapkan situasi darurat atau kejadian luar biasa (KLB) karena banyaknya siswa yang keracunan hidangan MBG.

    Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Charles Honoris menegaskan bahwa persoalan keracunan dalam program MBG bukan semata pada pelaksana lapangan, tapi lebih disebabkan oleh kelemahan sistem. Karena itu, ia mendorong agar rekomendasi yang muncul diarahkan pada perbaikan tata kelola dan bukan penghentian program.

    Menurutnya, tanpa perbaikan sistem, kasus keracunan akan terus berulang seiring bertambahnya jumlah dapur. Kondisi ini, kata Charles, bisa memunculkan trauma di kalangan orang tua sehingga anak-anak tidak lagi diizinkan mengkonsumsi makanan dari program MBG.

    “Kalau sistemnya tidak dirubah, maka hampir bisa dipastikan keracunan akan terus berulang. Jadi dalam beberapa bulan ke depan, tanpa adanya kampanye negatif sekalipun, saya punya keyakinan orang tua murid se-Indonesia akan punya trauma dan ketakutan untuk tidak lagi mengizinkan anaknya mengkonsumsi MBG. Jadi program ini akan mubazir, akan sia-sia. Anggaran ratusan triliun yang disediakan akan terbuang sia-sia,” tuturnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, dikutip pada Jumat (26/9/2025).

    Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Yahya Zaini mengusulkan solusi dan alternatif pengelolaan MBG agar masalah keracunan massal tak terjadi lagi. Misalnya menunjuk pihak sekolah untuk menyediakan menu MBG yang kualitasnya lebih terjamin dan fresh saat disajikan kepada para siswa.

  • BGN Tolak Usulan Makan Gratis Diberikan Dalam Bentuk Uang Tunai

    BGN Tolak Usulan Makan Gratis Diberikan Dalam Bentuk Uang Tunai

    Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Fraksi PDIP, Charles Honoris, sempat mengusulkan pemberian Makan Bergizi Gratis (MBG) diberikan dalam bentuk tunai kepada orang tua siswa. Hal ini diusulkan lantaran banyaknya kasus keracunan di beberapa daerah.

    Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, menolak usulan tersebut. Ia menyebut MBG jadi program prioritas presiden untuk intervensi gizi secara langsung.

    Klik di sini untuk melihat video lainnya!

  • BGN Tolak Usulan Skema MBG Diganti Uang Tunai Buntut Kasus Keracunan

    BGN Tolak Usulan Skema MBG Diganti Uang Tunai Buntut Kasus Keracunan

    Jakarta

    Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menolak ide skema penyaluran program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi bantuan tunai. Pasalnya, skema MBG yang kini digunakan sudah dirancang sejak lama oleh Presiden Prabowo Subianto.

    “Untuk uang tunai kan sudah ada bantuan langsung tunai (BLT). Jadi kami tidak ingin melakukan itu (ubah skema),” kata Dadan di Kantor BGN, Jakarta Pusat, Senin (22/9/2025).

    Menurut Dadan, dampak dari program MBG ini sudah menciptakan perputaran ekonomi baru di masyarakat. Ini karena Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) membeli bahan baku dari para pelaku usaha di sekitar mereka.

    “Jadi Anda harus tahu dengan 3.000 orang, itu adalah menciptakan new demand (permintaan baru) dan juga garansi pembelian. Satu SPPG itu akan mendorong kemandirian pangan lokal dan ketahanan pangan lokal,” kata Dadan.

    Usulan dari DPR RI

    Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi IX DPR dari Fraksi PDIP Charles Honoris menyoroti standar operasional prosedur (SOP) di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang kurang baik. Dia curiga kasus keracunan yang terjadi di sejumlah daerah akibat tidak dijalankannya SOP Badan Gizi Nasioal (BGN) oleh SPPG.

    Charles mendorong BGN mencoba pola lain dalam penyediaan makan bergizi gratis. Salah satu pola yang dia usulkan adalah memberikan uang kepada orang tua siswa agar bisa menyiapkan makan bergizi untuk anak masing-masing.

    “Bahkan opsi memberikan uang kepada orang tua murid misalnya. Sehingga orang tua murid bisa menyediakan makanan sendiri untuk anak-anaknya,” ujar Charles kepada wartawan, Jumat (19/9/2025), dikutip dari detikFinance.

    Respons Istana soal Usulan MBG Diganti Uang Tunai

    Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengatakan munculnya ide mengubah pola MBG menjadi uang tunai sah-sah saja. Namun, dia menegaskan konsep pemberian makan siang secara langsung kepada siswa di sekolah merupakan skema terbaik yang bisa dijalankan.

    “Ide kan banyak, bukan berarti ide tidak baik. Tapi konsep yang sekarang dijalankan dianggap oleh pemerintah dan BGN yang terbaik untuk dikerjakan,” ujar Prasetyo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (19/9/2025).

    Usulan pemberian uang tunai kepada orang tua siswa diungkapkan di tengah maraknya keracunan yang terjadi pada siswa penerima MBG di sekolah. Terkait itu, Prasetyo mengatakan pemerintah akan menampung berbagai aspirasi terkait program MBG tersebut sebagai bahan evaluasi.

    “Kalau nanti ada catatan ya kita akui dan kita perbaiki,” lanjut Prasetyo.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: BGN Cek Kondisi Siswa di Bandung Barat yang Keracunan MBG”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/kna)