Tag: Candra Fajri Ananda

  • Selamat Datang Tahun Transformasi

    Selamat Datang Tahun Transformasi

    loading…

    Candra Fajri Ananda, Staf Khusus Menteri Keuangan RI. Foto/SINDOnews

    Candra Fajri Ananda
    Staf Khusus Menteri Keuangan RI

    TAHUN 2024 menjadi salah satu periode penting bagi perekonomian Indonesia, dengan berbagai capaian yang patut diapresiasi meski masih terdapat tantangan perlu dihadapi. Pada Desember 2024, tingkat inflasi tahunan Indonesia tercatat sebesar 1,57%, sedikit meningkat dari 1,55% pada November 2024.

    Angka tersebut berada dalam kisaran target Bank Indonesia, yaitu 1,5% hingga 3,5%, yang menunjukkan keberhasilan menjaga stabilitas harga. Selain itu, angka kemiskinan pada Maret 2024 turun menjadi 9,03%, sebuah pencapaian signifikan dibandingkan tahun sebelumnya.

    Meski demikian, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, yang menyentuh Rp16.098 per dolar pada akhir tahun, perlu menjadi perhatian yang serius. Berbagai kondisi tersebut memberikan gambaran bahwa meskipun arah kebijakan telah berada di jalur yang tepat, diperlukan pendekatan baru dan strategi yang lebih inovatif di tahun 2025.

    Tidak hanya untuk memastikan keberlanjutan capaian positif, tetapi juga untuk menjawab tantangan struktural yang terus mengemuka. Kini, memasuki 2025, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo dihadapkan pada tantangan untuk memastikan pembangunan nasional berjalan lebih efektif dan tepat sasaran.

    Meski sejumlah capaian ekonomi pada tahun 2024 menunjukkan kemajuan, beberapa persoalan struktural, seperti kebocoran anggaran dan praktik korupsi, masih memerlukan perhatian serius. Oleh sebab itu, kebijakan yang diterapkan pada tahun sebelumnya tidak boleh diulang begitu saja tanpa evaluasi dan pembaruan.

    Pendekatan baru yang lebih inovatif dan strategis sangat diperlukan agar kebijakan pembangunan dapat memberikan dampak nyata bagi masyarakat sekaligus memperkuat fondasi ekonomi nasional. Digitalisasi sistem pengelolaan keuangan negara dan penguatan pengawasan anggaran menjadi langkah penting untuk meminimalkan potensi kebocoran, sehingga setiap anggaran yang dialokasikan benar-benar digunakan secara efektif sesuai kebutuhan.

    Presiden Prabowo dalam berbagai kesempatan menegaskan komitmennya untuk menciptakan pemerintahan yang bersih, transparan, dan bebas dari praktik korupsi. Pemerintah diharapkan tidak hanya memperbaiki tata kelola keuangan, tetapi juga mengadopsi pendekatan pembangunan yang lebih partisipatif dan inklusif dengan melibatkan masyarakat dan sektor swasta dalam proses perencanaan serta pengawasan.

    Dengan demikian, rasa kepemilikan bersama terhadap proyek pembangunan dapat terbangun, sehingga mengurangi potensi penyalahgunaan anggaran. Fokus pembangunan juga harus diarahkan pada sektor-sektor prioritas yang memiliki dampak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.

    Tahun 2025 menjadi titik krusial untuk merealisasikan janji-janji politik yang telah disampaikan sebelumnya. Pemerintah diharapkan mampu mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan mendorong kepercayaan publik terhadap pemerintahan, serta menyusun program yang berorientasi pada kepentingan masyarakat luas dengan mengedepankan transparansi, akuntabilitas, dan efektivitas.

  • Kebutuhan Infrastruktur: Pembiayaan Alternatif?

    Kebutuhan Infrastruktur: Pembiayaan Alternatif?

    loading…

    Candra Fajri Ananda, Staf Khusus Menteri Keuangan RI. Foto/SINDOnews

    Candra Fajri Ananda
    Staf Khusus Menteri Keuangan RI

    INFRASTRUKTUR memegang peranan penting dalam menciptakan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan merata. Fasilitas seperti jalan tol, pelabuhan, bandara, air bersih, listrik, dan jalur kereta api memiliki peran strategis dalam mendukung kelancaran distribusi barang dan jasa, ekosistem sektor industri, yang berujung pada peningkatan efisiensi kegiatan ekonomi.

    Melalui pembangunan yang baik, terintegrasi, akan mampu menekan biaya logistik dan berujung pada penguatan daya saing produk. Selain itu, berkurangnya ketimpangan ekonomi antarwilayah, akses yang lebih luas pada pasar baru, dan munculnya pusat pertumbuhan ekonomi baru, semakin mudah diraih dengan makin terintegrasinya pembangunan infrastruktur.

    Pada sepuluh tahun terakhir – di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo – pembangunan infrastruktur menjadi salah satu prioritas utama pemerintah. Sejak awal masa kepemimpinannya pada tahun 2014, Presiden Joko Widodo telah menjadikan pembangunan infrastruktur sebagai prioritas utama.

    Hingga 2024, pemerintah terus mengalokasikan anggaran besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur strategis. Berdasarkan laporan Kementerian Keuangan 2023, tercatat bahwa anggaran infrastruktur meningkat signifikan dari Rp290 triliun pada 2015 menjadi Rp400 triliun pada 2023.

    Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong konektivitas antarwilayah serta meningkatkan efisiensi logistik nasional. Melalui alokasi anggaran besar dari APBN dan APBD, berbagai proyek strategis diluncurkan untuk menghubungkan wilayah-wilayah penting di Indonesia.

    Di samping itu, demi mendukung pembiayaan proyek-proyek besar, pemerintah juga mengadopsi berbagai skema pembiayaan inovatif. Berbagai inovasi pembiayaan seperti penerbitan obligasi dan skema kerja sama dengan sektor swasta turut diimplementasikan guna mempercepat pembangunan.

    Data Kementerian Keuangan 2023 mencatat bahwa penerbitan obligasi infrastruktur mencapai Rp45 triliun, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Selain itu, skema kerja sama dengan pihak swasta atau Public-Private Partnership (PPP) juga berhasil menarik investasi senilai Rp348 triliun sejak 2014, yang digunakan untuk mendanai berbagai proyek strategis di seluruh Indonesia.

    Hasilnya, beberapa proyek besar yang diinisiasi selama sepuluh tahun terakhir meliputi pembangunan Jalan Tol Trans Jawa dan Trans Sumatera, telah mulai memiliki dampak signifikan terhadap pengurangan waktu tempuh dan biaya transportasi. Artinya, hasil dari pembangunan infrastruktur yang masif ini telah mulai dirasakan oleh masyarakat dan dunia usaha.

    Berdasarkan laporan Bank Indonesia tahun 2024, infrastruktur berkontribusi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 1,5% per tahun. Selain itu, proyek-proyek strategis tersebut juga menciptakan lebih dari 1,2 juta lapangan kerja di berbagai sektor. Manfaat lainnya adalah peningkatan konektivitas yang mempercepat pertumbuhan kawasan industri baru, terutama di wilayah luar Jawa.

  • Peningkatan Kapasitas Daerah, Mengawal Janji Politik

    Peningkatan Kapasitas Daerah, Mengawal Janji Politik

    loading…

    Candra Fajri Ananda, Staf Khusus Menteri Keuangan RI. Foto: Dok SINDOnews

    Candra Fajri Ananda
    Staf Khusus Menteri Keuangan RI

    PEMILIHANKepala Daerah ( Pilkada ) serentak telah usai, meninggalkan ekspektasi tinggi di kalangan masyarakat terhadap realisasi janji-janji politik yang dilontarkan selama masa kampanye. Janji-janji tersebut, yang sering kali bersifat aspiratif dan idealis, kini menghadapi tantangan untuk diwujudkan dalam bentuk kebijakan teknokratis yang terukur.

    Terkait hal ini, kepala daerah terpilih harus mampu menerjemahkan visi-misi politiknya ke dalam bahasa teknokratis yang dapat dioperasionalkan. Artinya, slogan-slogan kampanye dan komitmen yang bersifat umum harus dipadukan dengan analisis kebutuhan daerah, prioritas pembangunan, serta kemampuan fiskal.

    Janji seperti “peningkatan kesejahteraan rakyat” atau “penguatan infrastruktur” harus mampu diuraikan menjadi program-program spesifik yang memiliki indikator keberhasilan yang jelas dan terukur. Tahun 2025, akan menjadi momen strategis untuk merealisasikan janji-janji tersebut melalui pengintegrasian dalam perencanaan dan penganggaran pemerintah daerah, sesuai dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.

    Salah satu instrumen penting untuk mewujudkan janji politik adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sebab itu, APBD tahun 2025 harus menjadi dokumen strategis yang merefleksikan prioritas kepala daerah sesuai dengan visi-misi yang disampaikan selama kampanye. Berbagai bahasa-bahasa politik yang sering kali bersifat umum dan abstrak harus diterjemahkan menjadi program yang praktis dan sesuai dengan aturan keuangan negara.

    Artinya, proses penyusunan APBD harus berbasis pada kebutuhan riil masyarakat, data empiris, dan mengacu pada regulasi pengelolaan keuangan negara. Pendekatan ini tidak hanya memastikan keberlanjutan program, tetapi juga menghindarkan daerah dari potensi ketidaksesuaian penggunaan anggaran.

    Pada akhirnya, Pilkada bukan sekadar kontestasi politik, melainkan awal dari komitmen untuk membangun daerah. Kepala daerah terpilih memiliki tanggung jawab moral dan administratif untuk memastikan janji politiknya tidak sekadar menjadi dokumen kosong, tetapi benar-benar memberikan dampak nyata bagi masyarakat.

    Transformasi janji politik menjadi kebijakan anggaran yang teknokratis, realistis, dan berbasis pada kebutuhan masyarakat adalah langkah strategis untuk mewujudkan pemerintahan yang kredibel dan responsif.

    Dinamika Realisasi Janji PilkadaKini, setelah berakhirnya Pilkada, perhatian masyarakat tertuju pada realisasi janji-janji politik yang telah disampaikan. Pembagian kewenangan yang jelas antar dinas di pemerintahan daerah menuntut setiap dinas yang menjadi penanggung jawab untuk menjalankan program dengan sasaran dan jenis bantuan yang terukur. Hal ini penting agar janji politik tidak hanya menjadi retorika, tetapi diwujudkan dalam tindakan nyata yang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

    Dalam konteks ini, dinas terkait harus mampu menyusun program kerja yang spesifik, terukur, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Misalnya, jika terdapat janji peningkatan kualitas pendidikan, Dinas Pendidikan harus merancang program yang mencakup peningkatan kompetensi guru, perbaikan sarana dan prasarana sekolah, serta penyediaan beasiswa bagi siswa berprestasi.

    Program-program tersebut harus dilengkapi dengan indikator kinerja yang jelas sehingga memudahkan evaluasi dan memastikan bahwa tujuan yang diharapkan tercapai.

  • Harga Rokok Siap-Siap Naik Lagi di 2025, Berapa? – Page 3

    Harga Rokok Siap-Siap Naik Lagi di 2025, Berapa? – Page 3

    Sebelumnya, Pengamat Ekonomi Candra Fajri Ananda mendorong pentingnya keseimbangan dalam kebijakan tarif cukai rokok sehingga dampak negatif terhadap kelangsungan industri hasil tembakau (IHT) dan perekonomian dapat diminimalisasi. Salah satu rekomendasi utamanya adalah mempertimbangkan moratorium.

    Dia mengatakan, moratorium kenaikan tarif cukai adalah opsi yang lebih bijaksana untuk menjaga keberlangsungan IHT dan mencegah lonjakan peredaran rokok ilegal, sembari tetap menjaga stabilitas penerimaan negara dan sektor tenaga kerja yang bergantung pada industri ini.

    Apabila tarif cukai ditujukan untuk mencapai keseimbangan pilar kebijakan IHT, maka tarif cukai sebesar 4 – 5% (dari tarif yang berlaku saat ini) adalah tarif cukai yang direkomendasikan untuk dapat diterapkan dalam mencapai keseimbangan antara penerimaan negara dan keberlangsungan industri hasil tembakau (IHT).

    “Kenaikan tarif di atas batas ini berisiko meningkatkan peredaran rokok ilegal karena konsumen beralih ke produk yang lebih murah dan tidak dikenai cukai,” kata dia dikutip Jumat (7/11/2024).

    Kajian Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (PPKE – FEB UB) menunjukkan, kenaikan tarif cukai yang tidak diimbangi dengan kemampuan daya beli masyarakat justru mendorong peningkatan peredaran rokok ilegal. Data simulasi yang dilakukan memperlihatkan bahwa setiap kenaikan tarif cukai mengakibatkan lonjakan persentase peredaran rokok illegal sehingga mengakibatkan berkurangnya potensi penerimaan negara hingga Rp 5,76 triliun per tahun.

    “Bahwa kenaikan tarif cukai berpengaruh negatif pada volume produksi rokok legal. Peningkatan harga membuat permintaan beralih ke produk ilegal, sehingga industri rokok mengalami penurunan kapasitas produksi. Akibatnya, lapangan kerja di sektor ini terancam, terutama bagi pabrik kecil yang tidak mampu bersaing di tengah tingginya tarif cukai dan menurunnya permintaan,” terang Candra.

     

     

     

  • Penundaan Kenaikan Tarif Cukai Jadi Angin Segar Industri Tembakau

    Penundaan Kenaikan Tarif Cukai Jadi Angin Segar Industri Tembakau

    Jakarta

    Pemerintah memutuskan untuk menunda kenaikan tarif cukai rokok di 2025, hal ini menjadi angin segara bagi industri hasil tembakau (IHT).

    Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (PPKE – FEB UB) bahkan merekomendasikan agar pemerintah melakukan moratorium kenaikan tarif cukai demi menjaga kelangsungan IHT.

    Direktur PPKE-FEB UB, Prof. Candra Fajri Ananda mengatakan, moratorium kenaikan tarif cukaiadalah opsi yang lebih bijaksana untuk menjagakeberlangsungan IHT dan mencegah lonjakan peredaran rokok ilegal, sembari tetap menjaga stabilitas penerimaan negara dan sektor tenaga kerja yang bergantung pada industri ini.

    Apabila tarif cukai ditujukan untuk mencapai keseimbangan pilar kebijakan IHT, maka tarif cukai sebesar 4-5% (dari tarif yang berlaku saat ini) adalah tarif cukai yang direkomendasikan untuk dapat diterapkan dalam mencapai keseimbangan antara penerimaan negara dan keberlangsungan industri hasil tembakau (IHT).

    “Kenaikan tarif di atas batas ini berisiko meningkatkan peredaran rokok ilegal karena konsumen beralih ke produk yang lebih murah dan tidak dikenai cukai,” kata Candra, di Jakarta, Minggu (10/11/2024).
    Kajian PPKE-FEB UB juga menunjukkan, kenaikan tarif cukai yang tidak diimbangi dengan kemampuan daya beli masyarakat justru mendorong peningkatan peredaran rokok ilegal. Data simulasi yang dilakukan memperlihatkan bahwa setiap kenaikan tarif cukai mengakibatkan lonjakan persentase peredaran rokok ilegal sehingga mengakibatkan berkurangnya potensi penerimaan negara hingga 5,76 triliun rupiah per tahun.

    “Kenaikan tarif cukai berpengaruh negatif pada volume produksi rokok legal. Peningkatan harga membuat permintaan beralih ke produk ilegal, sehingga industri rokok mengalami penurunan kapasitas produksi. Akibatnya, lapangan kerja di sektor ini terancam, terutama bagi pabrik kecil yang tidak mampu bersaing di tengah tingginya tarif cukai dan menurunnya permintaan,” terang Prof. Candra.
    Candra mengatakan, temuan penting hasil kajian PPEK-FEB UB adalah bahwa ada titik optimal dalam kenaikan tarif cukai, dimana kenaikan lebih lanjut tidak efektif lagi dalam mencapai tujuan kebijakan. Berdasarkan simulasi, pihaknya menyarankan agar tarif cukai ditetapkan pada kisaran 4-5% untuk mencapai keseimbangan antara pengendalian konsumsi rokok, stabilitas penerimaan negara, dan keberlangsungan industri.

    “Pada kisaran ini, peredaran rokok ilegal masih terkendali, penerimaan negara tetap signifikan, dan industri rokok masih bisa bertahan tanpa mengorbankan terlalu banyak lapangan kerja,” tegas Candra.

    Ketua umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan mengamini hasil kajian PPKE-FEB UB. Henry Najoan sepakat pentingnya moratorium atau penundaan kenaikan tarif cukai dalam beberapa tahun mendatang untuk menekan peredaran rokok ilegal yang terus meningkat. Menurutnya, kenaikan cukai yang berlebihan menciptakan kondisi yang tidak stabil bagi industri dan menurunkan daya saing produk legal di pasar.

    Henry Najoan mengusulkan agar moratorium dilakukan selama tiga tahun, memberikan waktu bagi industri untuk beradaptasi dan memitigasi dampak negatif kenaikan tarif cukai.

    “Pentingnya pendekatan yang adil dalam kebijakan cukai dan meminta peningkatan pengawasan terhadap produsen rokok ilegal yang terus berkembang pesat. Sebab, keberhasilan kebijakan cukai akan sangat bergantung pada koordinasi erat antara bea cukai, aparat penegak hukum, dan industri tembakau,” terang Henry Najoan.

    (rrd/rir)

  • Negara Boncos Rp5,76 Triliun Gegara Kenaikan Tarif Cukai

    Negara Boncos Rp5,76 Triliun Gegara Kenaikan Tarif Cukai

    Jakarta: Hasil kajian Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (PPKE -FEB UB) menyatakan, setiap kenaikan tarif cukai mengakibatkan lonjakan persentase peredaran rokok ilegal sehingga mengakibatkan berkurangnya potensi penerimaan negara hingga Rp5,76 triliun per tahun.
     
    Meskipun kebijakan kenaikan harga dan tarif cukai rokok bertujuan untuk mengurangi konsumsi, mayoritas konsumen lebih memilih alternatif yang lebih murah atau ilegal daripada berhenti.
     
    “Kenaikan tarif cukai yang tidak diimbangi dengan kemampuan daya beli masyarakat justru mendorong peningkatan peredaran rokok ilegal,” kata Direktur PPKE-FEB UB Candra Fajri Ananda dalam paparan hasil kajian, dikutip dari keterangan tertulis, Kamis, 7 November 2024.
     
    Menyikapi hal itu, Asisten Deputi Pengembangan Industri Kemenko Perekonomian Eko Harjanto mengatakan penindakan rokok ilegal perlu ditindaklanjuti sampai ujungnya.
     
    Jika ujungnya tidak dilakukan penindakan, maka rokok ilegal akan terus meningkat. “Bea Cukai tidak bisa sendirian, penegak hukum juga perlu berkontribusi,” tutur dia.
     
    Koordinator Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Mediator HI Kementerian Ketenagakerjaan Feryando Agung Santoso menyoroti dampak pemberlakuan PP 28/2024 tentang Peraturan Pelaksana UU No 17/2023 tentang Kesehatan.
     
    Feryando mengatakan, pemberlakuan PP 28/2024 salah satu dampaknya peredaran rokok ilegal yang semakin masif. “Industri hasil tembakau ini harus terus dipertahankan karena banyaknya tenaga kerja yang bergantung pada sektor ini, termasuk keluarga yang juga terdampak,” sebutnya.
     
    Perwakilan Kementerian Perindustrian Nugraha Prasetya Yogi mengatakan, tarif rokok yang tinggi membuat konsumen beralih ke jenis rokok lain. Untuk meminimalisir rokok ilegal, Kemenperin sedang merevisi Peraturan Menteri Perindustrian No. 72.
     
    Regulasi itu untuk memantau keberadaan mesin linting dengan titik koordinat yang lebih akurat. “Regulasi ini diharapkan mampu membatasi produksi rokok ilegal yang sulit diawasi karena melibatkan banyak pihak,” jelas dia.
     

     

    Tindak peredaran rokok ilegal di pasar online
     
    Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, peredaran rokok ilegal menjadi salah satu tantangan utama dalam penerimaan cukai yang optimal.
     
    Rokok ilegal, yang tidak dikenai cukai, berdampak pada berkurangnya penerimaan negara dan merugikan industri legal. Ia mengakui tingginya selisih harga antara rokok legal dan ilegal menjadi salah satu pendorong peralihan konsumen ke rokok ilegal.
     
    Menurutnya, sinergi antara Bea Cukai dan aparat penegak hukum lainnya, seperti kepolisian dan kementerian terkait, dalam memberantas rokok ilegal perlu ditingkatkan. Pihaknya pun telah bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Bareskrim Polri untuk memantau dan menindak peredaran rokok ilegal di pasar online.
     
    “Upaya ini perlu dilengkapi dengan kesadaran kolektif semua pihak agar pemberantasan rokok ilegal dapat dilakukan secara tuntas dan berkelanjutan,” tegasnya.
     
    Sementara, anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo mengapresiasi hasil kajian PPKE-FEB UB. Adanya fenomena down trading seiring dengan kenaikan tarif tembakau, menjadi perhatian di Komisi XI DPR. Selain itu, rencana pemerintah akan menaikkan harga jual eceran (HJE) perlu menjadi perhatian bersama.
     
    “Kami berharap hasil kajian ini bisa memberikan masukan tentang rencana kenaikan HJE tembakau karena akan memengaruhi fenomena downtrading. Tidak hanya pengaruh ke sektor ekonomi, tapi juga dari pajak pertambahan nilai,” tutup Andreas.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (HUS)