Tag: Burhan Dahlan

  • Kaleidoskop 2024 : Kematian Vina Cirebon, Viral Berkat Film dan Usaha Cari Kebenaran yang Belum Usai – Halaman all

    Kaleidoskop 2024 : Kematian Vina Cirebon, Viral Berkat Film dan Usaha Cari Kebenaran yang Belum Usai – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kasus pembunuhan Vina dan Eky sempat menjadi perhatian masyarakat di sepanjang bulan Juli hingga Desember 2024 ini.

    Sejumlah pihak terbelah, ada yang beraggapan Vina memang dibunuh namun ada juga yang menduga kecelakaan lalu lintas biasa.

    Kasus ini kembali mencuat setelah film yang diadaptasi dari kasusnya, “Vina: Sebelum 7 Hari”, dirilis dan menjadi perbincangan publik.

    Kasus ini terjadi pada 2016 silam. Vina dirudapaksa dan dibunuh oleh sejumlah anggota geng motor.

    Kekasih Vina, Eky juga menjadi korban keberingasan anggota geng motor.

    Dalam kasus ini, polisi telah menangkap delapan dari 11 pelaku, tujuh di antaranya dijatuhi hukuman penjara sumur hidup.

    Mereka adalah Rivaldi Aditya Wardana, Eko Ramadhani, Hadi Saputra, Jaya, Eka Sandi, Sudirman, dan Supriyanto.

    Sementara satu terpidana lainnya, Saka Tatal dijatuhi hukuman 8 tahun penjara.

    8 tahun berlalu, satu pelaku yang masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) Pegi Setiawan ditangkap polisi pada Selasa (21/5/2024).

    Dengan penangkapan Pegi, dua orang yang masuk DPO dinyatakan tidak ada dan dihapuskan.

    Hingga akhirnya Pegi Setiawan sendiri dibebaskan dan status tersangkanya gugur setelah menang dalam gugatan praperadilan.

    Sementara kini, tujuh terpidana kasus Vina yang divonis penjara seumur hidup melawan melalui jalur peninjauan kembali (PK).

    Sampai saat ini peristiwa yang terjadi pada tahun 2016 silam itu masih menyisakan tanda tanya di dalam benak keluarga korban Vina Cirebon.

    Bahkan bukan saja keluarga Vina, keluarga 7 tersangka yang diduga sebagai pelaku juga meminta keadilan.

    Pasalnya mereka menduga, mereka yang ditahan dan diduga pelaku bukanlah pelaku sebenarnya melainkan ‘dikorbankan’ agar kasus selesai.

    Aminah, kakak dari Supriyanto, salah satu terpidana Kasus Vina Cirebon masih menaruh harapan pada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Presiden Prabowo Subianto untuk bisa membebaskan para terpidana kasus Vina Cirebon.

    Kepada Kapolri, Aminah berharap agar ia bisa membantu membebaskan tujuh terpidana kasus Vina Cirebon.

    Aminah juga memohon agar Kapolri bisa membantu untuk mengecek kembali berkas-berkas kasus Vina Cirebon pada tahun 2016 silam.

    Apalagi ada pengakuan pelaku yang telah vonis bebas yakni Saka Tatal (23) yang mengaku disiksa polisi untuk mengakui perbuatannya.

    Cerita pilu terpidana dan mantan terpidana kembali terungkap menjelang putusan PK Kasus Vina Cirebon. (Tribunnews)

    Dalam wawancara di rumahnya yang berlokasi sekitar SMPN 11 Cirebon, Jawa Barat, Saka menceritakan pengalaman pahitnya.

    “Kronologi saya kurang paham (soal kasus Vina dan Eki), karena saya tidak ada di tempat waktu itu. Saya ada di rumah, lagi sama kakak saya dan paman saya dan teman-teman. Saya enggak kenal sama Eki dan Vina,” ujarnya, Sabtu (18/5/2024).

    Ia menyampaikan, bahwa sebelum ditangkap, ia sedang diperintahkan membeli bensin oleh sang paman.

    “Jadi ceritanya, waktu itu sebelum ditangkap saya disuruh sama paman untuk beli bensin bareng sama adiknya paman. Setelah isi bensin, saya niat nganterin motor paman itu. Pas baru nyampe, sudah ada polisi,” ucapnya.

    Menurutnya, ia menjadi korban penangkapan tanpa alasan jelas.

     “Saya sudah jelasin, saya waktu itu cuma nganterin motor (ke paman), eh ikut ketangkep juga, tanpa penyebab apapun, tanpa penjelasan apapun, langsung dibawa,” ujar dia, dengan nada getir.

    Di kantor Polres, Saka mengaku mengalami penyiksaan yang memaksanya agar mengakui perbuatan yang tidak ia lakukan.

    “Nyampe kantor Polres, saya langsung dipukulin, suruh mengakui yang enggak saya lakuin.”

    “Saya dipukulin, diinjak, segala macam sampe saya disetrum.”

    “Yang mukulnya pokoknya anggota polisi, cuma enggak tahu namanya, karena enggak kuat dari siksaan, saya akhirnya mengaku juga, terpaksa, enggak kuat lagi,” katanya.

    Kekerasan fisik saat BAP

    Para terdakwa kasus pembunuhan dan pemerkosaan Vina dan pacarnya Eki mengaku mendapat kekerasan fisik selama proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

    Pengakuan tersebut diungkapkan pengacara dari lima 5 terdakwa kasus pembunuhan Vina dan pacarnya Eki, Jogi Nainggolan dalam konferensi pers yang di Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (18/5/2024).

    Ia menjelaskan, penyampaian informasi ini bertujuan untuk mengeliminasi narasi yang berkembang di masyarakat serta pernyataan dari para pakar yang tidak mengetahui secara detail perjalanan kasus ini.

    “Pertama, kami kuasa hukum dari delapan terdakwa kasus Vina, khususnya saya menerima kuasa 5 terdakwa yang notabenenya dari keluarga yang tidak mampu. Mereka adalah pekerja bangunan, yang mana tersangka-tersangka ini sudah dilimpahkan ke Polda Jabar,” ucapnya.

    Pengacara tujuh terpidana kasus pembunuhan Vina, Jutek Bongso mengaku kliennya disiksa oleh Iptu Rudiana. (Tribunnews)

    Ia juga menegaskan, bahwa kliennya menerima tekanan fisik saat BAP di Polres Cirebon Kota.

    “Justru saat BAP lah, klien kami mendapatkan tekanan atau perlakuan fisik seperti foto-foto yang tersebar di media sosial sekaligus ini,” jelas dia.

    Saat kekerasan fisik ini dialami kliennya, kata Jogi, tidak didampingi oleh pengacara.

    “Keterangan yang disampaikan mereka di BAP di Polres Cirebon Kota itu penuh tekanan, karena saat itu tidak didampingi lawyer dan saat itu para terdakwa ini mendapatkan perlakuan fisik seperti foto-foto yang tersebar di media sosial,” katanya.

    Dalam konferensi pers yang digelar di sebuah kantor advokat di Jalan Raya Kalitanjung, Kota Cirebon pada Sabtu (18/5/2024), mereka pun mengungkapkan sejumlah fakta mencengangkan.

    Informasi yang diterima, kedelapan tersangka yang kini mendekam di penjara itu ditangani tiga kuasa hukum.

    Mereka adalah Jogi Nainggolan yang memegang lima tersangka, masing-masing Eko Ramdani bin kosim, Hadi Saputra Kasanah, Jaya bin Sabdul, Eka Sandy bin Muran dan Supriyanto bin Sutadi.

    Lalu, Titin yang menjadi kuasa hukum terdakwa dari Saka Tatal dan Sudirman.

    Kemudian, tersangka Rivaldy Aditiya Wardhana bin Asep Kusnadi alias Ucil menunjuk Wiwit Widianingsih dan Shindy sebagai kuasa hukumnya.

    Ketiga kuasa hukum tersebut mengawal para tersangka sejak bulan Januari 2017 hingga selesai persidangan.

    “Ini para terdakwa yang selama ini berada di dalam sel bukan pelaku pembunuhan,” ujar Titin di depan para awak media, Sabtu (18/5/2024).

    Aep Jadi Saksi Kunci 

    Salah seorang saksi yang melihat kasus pembunuhan itu adalah Aep.

    Aep diketahui memberikan beberapa kesaksian, termasuk dirinya yang melihat secara langsung bahwa Vina dan Eky diburu oleh geng motor.

    Aep menjadi sosok di balik penangkapan delapan terpidana oleh Ayah Eky, Iptu Rudiana.

    Berdasarkan kesaksian Aep, Iptu Rudiana langsung turun tangan menangkap para terpidana yang saat ini berada di penjara.

    Bahkan setelah Pegi ditangkap, Aep juga mengaku bahwa Pegi adalah sosok yang ia lihat saat Vina dan Eky dikejar oleh anggota geng motor

    Eks Kabareskrim Susno Yakini 100 Persen Kasus Kecelakaan

    Eks Kabareskrim Komjen Pur Susno Duadji meyakini kasus Vina bukan pembunuhan melainkan kecelakaan tunggal lalu lintas.

    “Kalau saya katakan 100 persen kecelakaan, sampai hari ini tidak ada seorang pun yang membuktikan itu sebagai tindak pidana,” kata Susno Duadji, Senin (22/7/2024).

     Untuk itu Susno Duadji yang juga pernah menjabat sebagai Kapolda Jawa Barat ini mewanti-wanti hakim yang mengadili sidang Peninjauan Kembali (PK) Saka Tatal untuk berlaku adil.

    Menurut Susno, bukti bahwa kasus Vina adalah kecelakaan sudah sangat jelas.

    Sementara bila itu pembunuhan, tidak ada seorangpun yang dapat membuktikannya dan hanya berupa tudingan.

    “Sepeda motornya, dagingnya, kemudian posisi korban, darah menumpuk di situ. Kemudian TKP Cirebon Kabupaten jadi yurisdiksi daripada Polres Cirebon Kabupaten, bukan Polres Cirebon Kota,” jelasnya.

    (Dari kiri ke kanan) Mega, Vina, dan Widi. Terungkap detik-detik Vina Cirebon jelang ajalnya. Widi dan Mega sempat bisikkan kalimat syahadat sebelum Vina meninggal. (Kolase Tribunnews.com)

    Selain itu, Susno Duadji juga meyakini bahwa yang jadi tempat kejadian perkara (TKP) itu hanya satu, yakni deket flyover Talun.

    “TKP-nya satu, bukan di dua atau tiga tempat,” tegasnya.

    Ia mengatakan, jika Vina dan Eky dibunuh maka akan aneh karena saat ditemukan Vina dalam kondisi masih hidup.

    “Mana ada pembunuh menyisakan nyawa dari yang dibunuh. Vina masih hidup kan? Masa gak dihabisi? Kemudian ngapaian bunuh orang di 3 tempat? Bunuh dan perkosa di belakang showroom, dibawa lagi ke jembatan, edan apa?,” jelas Susno.

    Namun jika kasus itu adalah kecelakaan, maka sudah terbukti dengan kesimpulan yang diambil oleh Polres Cirebon.

    “Polres Cirebon Kabupaten memprosesnya sudah tepat. Kalau ini mau dijadikan pembunuhan ayo, siapa yang bisa membuktikan? Sampai kiamat gak akan terbukti, wong bukan pembunuhan kok,” tandasnya.

    Saksi kunci kasus Vina dan Eky di Cirebon, Jawa Barat, Adi Hariyadi menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (29/8/2024).

    Adi mendatangi Bareskrim Polri didampingi perwakilan dari Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Williard Malau.

    Williard mengatakan, Adi adalah orang pertama yang melihat kejadian tersebut.

    Dia menuturkan, kliennya menyaksikan Vina dan Eky meninggal akibat kecelakaan tunggal, bukan pembunuhan.

    “Iya (orang pertama yang melihat kejadian). Dia yang melihat pertama kejadian itu.”

    “Tidak ada kejar-kejaran, tidak ada apa-apa, dia hanya melihat motor itu celaka,” ungkapnya kepada wartawan, Kamis (29/8/2024), dilansir Kompas.com.

    Setelah itu, baru sejumlah orang datang. Kala itu, Adi sempat meminta satu di antara orang yang datang ke lokasi untuk menghubungi polisi.

     “Dia meminta kepada satu orangyang hadir di situ untuk menelepon polisi dan gak berapa lama polisi datang mengambil dua korban tersebut,” jelasnya.

    Menurutnya, Adi merupakan saksi baru dalam kasus Vina.

    Awalnya, Adi menganggap kejadian itu hanya kecelakaan biasa. Selain itu, kliennya ini hanya pendatang yang kebetulan menyaksikan kejadian nahas di Cirebon 2016.

    “Waktu itu dia melihatnya hanya kecelakaan biasa kan, jadi sudah setelah itu sudah berlalu, dia (kira) hanya kecelakaan biasa.”

    “Tapi setelah di tahun 2024 ini dia melihat, lha kok jadi begini. Sehingga dia mau bersaksi,” tandasnya.

    Dalam pemeriksaan itu, Adi dicecar 29 pertanyaan oleh penyidik.

    “Seputar posisi dia dari apa yang dia lihat, apa yang dia dengar dari sebelum kejadian dan sesudah kejadian,” tukasnya.

    Dede Diperintahkan Beri Kesaksian Palsu 

    Dede, saksi kunci kasus Vina mengakui diperintahkan untuk memberi kesaksian palsu pada 2016 lalu.

    Menurut Dede, perintah itu disampaikan langsung oleh Iptu Rudiana dan saksi kunci lainnya, Aep.

    Pengakuan palsu itulah yang kemudian menjerat 8 terpidana kasus Vina ke penjara.

     Dede menyebut, dihantui rasa bersalah selama 8 tahun terakhir.

    Ia mengaku terpaksa mengikuti perintah Iptu Rudiana dan Aep untuk memberi kesaksian palsu lantaran tidak mengerti soal hukum.

    “Awalnya malam, sekitar jam berapa saya lupa. Aep nelepon saya, ‘De, anterin saya ke Polres yuk’. Saya posisi di rumah, rumah di Tangkil,” ujar Dede, dikutip dari TribunJakarta.com, Minggu (21/7/2024).

    Dede mengatakan, kala itu Aep mengajaknya untuk menjadi saksi kasus tewasnya Vina dan anak Iptu Rudiana, Eky.

    Ia yang tidak mengetahui apa pun terkait peristiwa itu sempat diberi arahan oleh Iptu Rudiana dan Aep.

     “Cuma saya sudah di dalam, saya bisa apa. Cuma saya bingung, saya takut. Saya kan istilahnya gak ngerti hukum Pak. Itu makanya saya ungkapin di sini, saya mikirnya bahwa saya enggak pernah tahu peristiwa itu sama sekali,” ujar Dede.

    Setibanya di kantor polisi, Dede langsung menjalani BAP.

    Saat itu, Dede diminta mengatakan melihat detik-detik pembunuhan Vina dan Eky.

    “Sebelum masuk ke ruangan kan dibilangin dulu Pak (sama Rudiana dan Aep), kamu bilang aja lagi nongkrong di warung, ada orang nongkrong segerombolan anak-anak ngelempar batu, bawa bambu, sama pengejaran.”

    “Itu udah diomongin dari luar dulu Pak (sebelum masuk ruangan pemeriksaan),” papar Dede.

    “Aep sama Rudiana ngasih tahu (yang mengarahkan) saya Pak,” tambahnya.

    Semua kesaksian Dede di BAP sudah sesuai dengan arahan Iptu Rudiana.

    Ia mengaku di BAP selama satu setengah jam.

    Semenjak memberi kesaksian palsu itu, Dede terus dihantui rasa bersalah.

    Terlebih, ada sejumlah orang tak bersalah yang masuk penjara akibat kesaksian palsunya itu.

    Dede mengaku bingung dan ketakutan atas apa yang dia perbuat di masa lalu.

    “Setiap hari saya berpikir, susah tidur, jam 3, jam 2 malam baru tidur, saya mikir terus,” kata Dede.

    Tak tahan dengan penderitaan tersebut, Dede akhirnya memberanikan diri untuk berbicara di hadapan publik.

    Ia mengaku sudah siap menerima semua konsekuensi atas keputusannya tersebut. Termasuk, jika ia harus berhadapan dengan pihak kepolisian.

    “(Dilaporkan) Tahu, (terancam masuk penjara) pasti,” ungkap Dede.

    Pengajuan PK 7 Terpidana Ditolak 

    Mahkamah Agung (MA) memutuskan menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) para terpidana kasus pembunuhan Vina dan Muhammad Rizky alias Eky di Cirebon, Jawa Barat.

    Diketahui, para terpidana tersebut di antaranya ada Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Eko Ramadhani, Hadi Saputra, Sudirman, Rivaldi Aditya Wardana.

    Jubir Mahkamah Agung, Yanto, mengungkapkan apa yang menjadi pertimbangan majelis hakim dalam menolak permohonan PK terpidana kasus Vina Cirebon ini.

     Yanto menuturkan, MA menilai tak ada kekhilafan dari majelis hakim dalam mengadili para terpidana.

    Selain itu, bukti baru atau novum yang diajukan dalam PK terpidana kasus vina juga bukanlah bukti baru.

    “Tidak terdapat kekhilafan dalam mengadili para terpidana. Bukti baru yang diajukan oleh terpidana bukan merupakan bukti baru sebagaimana ditentukan dalam pasal 263 ayat 2 A KUHAP,” kata Yanto dalam konferensi pers MA hari ini, Senin (16/12/2024).

    Lebih lanjut Yanto mengatakan, dengan ditolaknya permohonan PK terpidana kasus Vina ini, maka putusan sebelumnya tetap berlaku.

    Artinya, ketujuh terpidana kasus Vina Cirebon ini akan tetap menjalani hukuman penjara seumur hidup.

     “Dengan ditolaknya permohonan PK para terpidana tersebut maka putusan yang dimohonkan PK tetap berlaku,” terang Yanto.

    Sebagai informasi, permohonan PK kasus Vina Cirebon ini terbagi dalam dua berkas perkara masing-masing dengan nomor perkara 198/PK/PID/2024 dengan terpidana Eko Ramadhani dan Rivaldi Aditya.

    Sementara, berkas perkara dengan nomor 199/PK/PID/2024 terdaftar nama terpidana Eka Sandi, Hadi Saputra, Sudirman, Supriyanto dan Jaya.

    Meski berbeda berkas perkara, sidang PK tersebut sama-sama diadili oleh Ketua Majelis Hakim Burhan Dahlan.

    “Amar putusan, Tolak PK para terpidana,” demikian bunyi putusan tersebut dikutip dari laman resmi MA, Senin.

    Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, memberikan tanggapannya terkait putusan MA terkait permohonan PK para terpidana kasus Vina Cirebon

    Akses Terbatas ke Barang Bukti: Para terpidana tidak memiliki akses untuk melakukan pengujian tandingan terhadap barang bukti.

    Bukti Komunikasi Elektronik: Bukti yang diajukan oleh para terpidana belum pernah divalidasi secara resmi.

    Putusan ini juga membuat Iptu Rudiana cs bebas dari hukum.

    Reza juga menyarankan agar tim penasihat hukum (PH) mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait poin ketiga yang telah disebutkan di atas.

    Ia menegaskan nurani pimpinan Polri patut diketuk lebih keras untuk mencari keadilan.

     

     

  • Anaknya Batal Bebas, Air Mata Kosim Ayah Terpidana Kasus Vina Cirebon Mengering – Halaman all

    Anaknya Batal Bebas, Air Mata Kosim Ayah Terpidana Kasus Vina Cirebon Mengering – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kosim, ayah dari Eko Ramadani terpidana kasus Vina Cirebon harus menelan pil pahit.

    Hingga kini Kosim masih terpukul, dia tak menyangka anaknya (Eko Ramadani) batal bebas.

    Ini buntut Mahkamah Agung (MA) menolak peninjauan kembali (PK) tujuh terpidana kasus Vina Cirebon termasuk Eko Ramadani.

    Karena kecewa berat, kini berat badan Kosim turun dan air matanya mengering.

     

    Kosim Batal Sujud Syukur

    Padahal Kosim sebelumnya telah semangat menyambut kebebasan para terpidana kasus Vina Cirebon.

    Tapi kenyataanya berbeda, PK yang diajukan para terpidana termasuk anaknya, Eko Ramadani ditolak Mahkamah Agung (MA).

    Dikatakannya, gara-gara keptusan MA itu, berat badan Kosim sampai turun 7 kilogram.

    “Seharusnya kemarin itu saya sujud syukur karena bakal menyambut anak bebas,” ucap Kosim dilihat dari Youtube Feriochannel, Rabu (18/12/2024).

     

    Air Mata Kosim Mengering

    Saking kecewanya, air mata Kosim sampai mengering.

    “Saya kecewa, nangis ngebatin,” paparnya.

    “Maunya nangis tapi air mata sampai tidak keluar, mengering,” sambungnya.

    Kendati demikian, Kosim berharap ada pertolongan lain hingga nantinya keadilan berpihak kepada para terpidana.

    “Saya masih yakin anak saya bebas. Nanti semoga ada pertolongan tim khusus,” tuturnya.

    “Anak-anak ini kan tidak salah. Saya yakin mereka bebas,” tambahnya.

     

    Di sisi lain, Jutek Bongso, pengacara tujuh terpidana kasus Vina Cirebon menyiapkan langkah lanjutan usai Mahkamah Agung (MA) menolak peninjauan kembali kliennya, Senin (16/12/2024).

    Dia bakal berusaha keras membantu membuktikan jika tujuh terpidana kasus Vina Cirebon tidak bersalah.

    Namun sebelum merinci langkah yang akan ditempuh, Jutek Bongso terlebih dahulu menenangkan keluarga terpidana yang kecewa atas hasil keputusan MA.

    Melihat suasana haru keluarga terpidana kasus Vina Cirebon, Jutek Bongso meminta untuk semuanya saling menguatkan.

    Bahkan saat melihat ibu kandung Hadi (terpidana), Suteni tak kuasa menahan tangis kecewanya, Jutek Bongso langsung datang menghampiri.

    Dia merangkul dan memberi tepukan penyemangat.

    “Tetap semangat, kita masih berjuang, tetap semangat ya bu,” ucapnya dilihat TribunnewsBogor.com dari Youtube feriochanel.

    Jutek Bongso, menyebut putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak peninjauan kembali (PK) sebagai sebuah tragedi bagi keadilan di Indonesia. 

    “Putusan ini bukan kiamat, tetapi menurut kami, ini adalah tragedi buat Indonesia,” ujar Jutek Bongso.

    Jutek menjelaskan bahwa pihaknya telah menghadirkan fakta-fakta baru yang sebelumnya belum pernah diungkap dalam persidangan. 

    Namun, hakim memutuskan untuk tidak menganggap fakta-fakta tersebut sebagai novum.

    Ia merujuk pada tiga fakta penting yang diajukan dalam sidang PK, yaitu ekstraksi percakapan dari ponsel Widi, kesaksian yang menyebut bahwa peristiwa tersebut merupakan kecelakaan, bukan pembunuhan, serta pencabutan pengakuan dari salah satu saksi, Dede, yang mengaku telah diarahkan oleh seseorang untuk memberikan kesaksian palsu.

    “Ekstraksi handphone Widi kami lakukan hingga dua minggu dengan izin majelis hakim, tetapi mengapa ini tidak dianggap sebagai novum? Kami juga membawa kesaksian yang menyebutkan bahwa peristiwa ini adalah kecelakaan, bukan pembunuhan, dan pengakuan Dede yang mencabut kesaksian palsunya. Apakah semua ini tidak cukup?” ujar Jutek. 
     
    Meski demikian, ia menegaskan tetap menghormati putusan MA

     

    Minta Bantuan Presiden Prabowo

    Suasana duka dan kekecewaan menyelimuti keluarga tujuh terpidana kasus Vina di Cirebon, Jawa Barat setelah Mahkamah Agung (MA) menolak pengajuan Peninjauan Kembali (PK) mereka.

    Putusan ini dibacakan pada Senin (16/12/2024) dan disaksikan langsung oleh keluarga di sebuah hotel di Jalan Wahidin, Kota Cirebon.

    Tangis pecah saat Juru Bicara MA, Yanto, membacakan putusan tersebut melalui siaran langsung.

    Keluarga para terpidana merasa harapan untuk mendapatkan keadilan sirna setelah keputusan itu.

    Adam, perwakilan keluarga terpidana, mengungkapkan harapannya kepada Presiden Prabowo Subianto untuk turun tangan membantu membebaskan anak-anak mereka.

    “Kami keluarga terpidana kasus Vina Cirebon telah melihat dan mendengar putusan MA yang mengecewakan.”

    “Oleh karena itu, kami berharap Bapak Presiden Prabowo Subianto mau membantu membebaskan para terpidana keluarga kami,” ujar Adam.

    Keluarga tujuh terpidana kasus Vina memberikan pesan khusus kepada Presiden Prabowo Subianto. (Tribunnews)

    Kasana, ayah dari Hadi Saputra, salah satu terpidana, juga menyampaikan keluh kesahnya.

    Dengan nada pilu, ia memohon perhatian Presiden untuk mendengar harapan orang tua.

    “Sebagai orang tua, harapan kami hanya ingin anak-anak kami bebas. Mereka sebenarnya tidak bersalah dan tidak pernah melakukan perbuatan sekeji itu.”

    “Bapak Presiden, tolong dengarkan keluh kesah rakyat kecil ini. Jangan biarkan hukum mencekik anak-anak kami di dalam tahanan,” ungkap Kasana sambil menahan tangis.

    Kosim, ayah dari Eka Sandi, menambahkan rasa kecewanya atas putusan MA.

    Ia berharap Presiden dapat memberikan perhatian kepada rakyat kecil yang merasa tidak berdaya.

    “Hasil putusan MA tidak memuaskan anak-anak kami. Semoga Pak Presiden Prabowo Subianto mendengar kondisi kami dan bersedia membantu membebaskan anak-anak kami,” jelas Kosim penuh harap.

     

    Pindah Negara hingga Mati di Penjara

    Penolakan peninjauan kembali alias PK oleh Mahkamah Agung (MA) yang diajukan tujuh terpidana kasus Vina Cirebon masih menjadi sorotan.

    Seperti diberitakan, MA melalui Majelis Hakim Burhan Dahlan menolak permohonan PK yang diajukan oleh tujuh terpidana seumur hidup pada Senin (16/12/2024).

    Buntut dari penolakan tersebut, keluarga para terpidana merasa kecewa.

    Suasana persidangan juga penuh emosi.

    Dimulai dari pengacara terpidana, Titin Prialianti, yang mendadak pingsan saat mengikuti nonton bareng putusan PK di sebuah hotel di Cirebon, Jawa Barat.

    Dalam momen tersebut, suara tangis dan harapan dari keluarga terpidana menggema di ruangan, menyeruak keharuan yang mendalam.

    Berikut kumpulan pernyataan dari keluarga terpidana kasus Vina yang kecewa terhadap putusan MA:

    1. Gimana Adik Saya di Dalam Sana?

    Dalam putusan yang disampaikan melalui siaran pers resmi, Jurus Bicara MA, Yanto, mengumumkan penolakan tersebut.

    Ketika kalimat penolakan dibacakan, tangis pecah di ruang tersebut.

    Asep Kusnadi, ayah dari terpidana Rivaldi Aditya, terlihat sangat terpukul.

    Ia memegang kepala sambil menggelengkan kepala, meneteskan air mata di pipinya yang keriput.

    Begitu pun kakak Supriyanto, Aminah.

    “Ya Allah, gimana adik saya di dalam sana?” ujar Aminah, kakak Supriyanto, sambil terisak histeris.

    2. Sudah Tidak Percaya Lagi

    Asep mengungkapkan kekecewaannya terhadap sistem hukum.

    “Saya sudah tidak percaya lagi sama kalian. Kalian itu kejam, jahat. Tidak ada keadilan di negeri ini,” ucap Asep dengan suara bergetar.

    Ia bahkan mempertanyakan apakah harus pindah negara karena merasa putus asa dengan keadaan.

    Tujuh terpidana yang mengajukan PK adalah Eko Ramadhani, Rivaldi Aditya, Eka Sandy Hadi Saputra, Jaya Sudirman, dan Supriyanto.

    Mereka berusaha membongkar dugaan rekayasa kasus yang menghantui perkara pembunuhan Vina dan Eki pada 2016.

    Namun, langkah hukum tersebut tidak membuahkan hasil.

    “Kami hanya ingin keadilan, bukan penghakiman tanpa dasar. Tapi tampaknya itu terlalu mahal untuk kami,” jelas Asep sambil menatap kosong ke layar besar yang kini mati.

    3. Pilih Mati di Penjara

    Kuasa hukum tujuh terpidana kasus pembunuhan Vina Cirebon, Jutek Bongso, mengatakan kliennya menolak mengajukan grasi atau pengampunan dari Presiden Prabowo Subianto setelah upaya PK yang mereka ajukan ditolak MA.

    Jutek menjelaskan, sejatinya ia selaku tim penasihat hukum telah menawarkan beberapa cara kepada kliennya untuk menempuh langkah hukum lanjutan setelah MA menolak PK mereka, satu di antaranya grasi.

    Jutek mengatakan hal itu ditawarkan secara langsung kepada kliennya saat menyambangi Lapas Kesambi Cirebon tempat para terpidana menjalani masa tahanan.

    “Dua kali saya bertanya kepada para terpidana tadi di dalam Lapas bersama tim 20 orang, sampai dua kali saya sendiri bertanya ‘yakin tidak mau mengambil langkah grasi’,” kata Jutek menirukan ucapan para terpidana saat dihubungi Tribunnews.com, Senin.

    Kuasa hukum enam terpidana kasus Vina, Jutek Bongso (kanan) memberikan keterangan terkait perkembangan laporan kubu terpidana kasus pembunuhan Vina dan Eki Cirebon kepada Rudiana, Aep dan Dede di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (30/6/2024). (Tribunnews.com/Abdi Ryanda Shakti)

    Kata Jutek, alasan kliennya menolak mengajukan grasi lantaran mereka enggan jika harus diminta mengakui telah menjadi pelaku pembunuhan terhadap Vina dan kekasihnya Muhammad Rizky alias Eky.

    Pasalnya, satu syarat untuk mengajukan grasi, terpidana harus mengakui perbuatannya sehingga pengampunan presiden bisa diberikan.

    Bahkan kata Jutek, para terpidana itu sampai bersedia mati dipenjara ketimbang mengakui telah membunuh sejoli tersebut.

    “Mereka tidak mau melakukan langkah grasi, kenapa? Karena salah satu syarat grasi kan harus mengakui apa yang mereka perbuat,” ujar Jutek.

    “Kata mereka ‘Kalau kami harus mengakui atas perbuatan pembunuhan itu padahal kami tidak melakukan, lebih bagus kami mati dan mendekam terus di penjara sampai mati, dan membusuk’. Mereka tidak mau (ajukan grasi),” sambungnya.

     

    Alasan Hakim Tolak PK Terpidana Kasus Vina

    Dalam konferensi pers, Hakim Agung Dr Yanto S.H M.H mengurai penjelasan terkait alasan MA menolak permohonan PK para terpidana kasus Vina Cirebon.

    Diketahui, ada dua alasan yang diungkap Dr Yanto, yakni perihal aspek hukum dan barang bukti baru dari para terpidana.

    “Tidak terdapat kekhilafan yudikatif dan yudikyuris dalam mengadili para terpidana dan bukti baru atau novum yang diajukan oleh terpidana bukan merupakan bukti baru, sebagaimana ditentukan dalam pasal 263 ayat 2 huruf A KUHP,” ungkap Dr Yanto, dikutip dari siaran langsung Kompas TV.

    Adapun, PK para terpidana itu terbagi dalam dua perkara.

    Pertama teregister dengan nomor perkara: 198/PK/PID/2024 dengan terpidana Eko Ramadhani dan Rivaldi Aditya. 

    Perkara itu diadili oleh Ketua Majelis PK Burhan Dahlan serta dua anggota majelis, Yohanes Priyana dan Sigid Triyono.

    Sementara PK lima terpidana lainnya, yakni Eka Sandy, Hadi Saputra, Jaya, Sudirman, dan Supriyanto, teregister dalam perkara nomor: 199/PK/PID/2024. 

    Majelis PK yang mengadili perkara ini diketuai oleh Burhan Dahlan serta dua anggota majelis, Jupriyadi dan Sigid Triyono.

    Dengan adanya putusan ini, tujuh terpidana tetap dihukum penjara seumur hidup. 

    Sementara Saka Tatal yang dihukum 8 tahun penjara kini sudah bebas.

    Diketahui, kasus pembunuhan Vina dan Eki ini terjadi pada 2016 silam dan ada delapan orang yang diadili dalam kasus ini. (tribun network/thf/TribunnewsBogor.com/Tribunnews.com)

  • Susno Duadji Sindir Burhan Dahlan yang Adili PK 7 Terpidana Kasus Vina: Mungkin Linglung Mau Pensiun

    Susno Duadji Sindir Burhan Dahlan yang Adili PK 7 Terpidana Kasus Vina: Mungkin Linglung Mau Pensiun

    TRIBUNJAKARTA.COM – Eks Kabareskrim Polri, Komjen Purn Susno Duadji menyindir keputusan hakim ketua yang mengadili Peninjauan Kembali (PK) 7 terpidana Kasus Vina Cirebon, Burhan Dahlan. 

    Ia heran dengan keputusan Burhan yang terkesan tidak menganggap bukti-bukti baru yang sudah dikumpulkan dan diuji di sidang PK di Pengadilan Negeri Cirebon. 

    “Itu (bukti-bukti baru) tidak dianggap sebagai bukti baru jadi kelihatannya lucu. Nah, saya menelusuri wah lucu. Pantas lucu, mungkin beliau sudah linglung karena tanggal 1 Januari nanti beliau itu pensiun, ingin cepat-cepat mutusnya,” ujar Susno seperti dikutip dari Kompas TV yang tayang pada Selasa (17/12/2024). 

    Susno menganggap aneh bahwa MA menyebutkan tidak ada kekhilafan hakim atau kekeliruan hakim dalam penanganan Kasus Vina Cirebon tahun 2016 silam. 

    Padahal, eks Kapolda Jawa Barat itu menilai banyak sekali kekeliruan hakim dalam menyidangkannya. 

    “Contohnya, salah satu di antara terdakwa itu adalah anak-anak maka cara menyidangkannya pun harus sesuai dengan hukum acara peradilan anak, ternyata tidak dilakukan,” ujar Susno. 

    Kedua, katanya, para terdakwa diancam dengan hukuman di atas lima tahun penjara. 

    Maka, seharusnya wajib didampingi oleh penasihat hukum sejak awal. 

    “Tapi nyatanya, tidak didampingi oleh penasihat hukum sejak awal. Nah, didampinginya pada tahap pertengahan. Itu sudah kekeliruan dan kekhilafan,” jelasnya. 

    Ketiga, ada alat bukti forensik yang ditemukan tetapi tidak digunakan di dalam pembuktian berupa chat Vina dengan temannya sesaat sebelum kejadian. 

    “Masih banyak lagi yang menyatakan kekeliruan dan kekhilafan hakim itu,” katanya. 

    Tidak ada novum?

    Susno juga kecewa dengan MA yang menyebut bahwa tidak ada novum (alat bukti baru) dalam PK yang diajukan tujuh terpidana kasus Vina. 

    Padahal, kata Susno, banyak sekali novum yang sudah dikumpulkan. 

    “Keterangan saksi yang dicari oleh Pak Dedi Mulyadi banyak benar yang belum pernah didengarkan oleh persidangan sebelumnya. Ditambah lagi keterangan ahli tentang analisis chat di hp Vina dengan Widi. Nah, itu alat bukti baru,” ujarnya. 

    Ia pun merasa aneh dengan pengumuman MA yang menolaknya. 

    “Alasan menolak tidak ada kekhilafan hakim, tapi tidak dijelaskan. Yang kedua tidak ada bukti baru, loh bukti baru yang sudah dikumpulkan sangat banyak dan diuji tapi tidak dianggap. Jadi, kelihatannya lucu,” pungkasnya. 

    Tolak grasi

    Tujuh terpidana bersikukuh bahwa mereka tidak pernah melakukan pembunuhan dalam Kasus Vina Cirebon. 

    Pendirian mereka tak goyah meski tim kuasa hukum sempat menawari mereka untuk menempuh jalur grasi usai Peninjauan Kembali (PK) ditolak Mahkamah Agung (MA).

    Sebab, mereka berpegang teguh kepada pendiriannya bahwa tidak terlibat dalam pembunuhan sadis itu. 

    “Konsekuensinya kalau grasi mereka harus mengakui perbuatannya, adanya pembunuhan ini, baru memohon ampun kepada presiden. Sampai dua kali saya tanya, mereka jawab tidak bersedia,” ujar kuasa hukum 7 terpidana, Jutek Bongso seperti dikutip Nusantara TV yang tayang pada Senin (16/12/2024). 

    Bahkan, ketujuh terpidana rela untuk menjalani hukuman seumur hidupnya ketimbang harus mengakui perbuatan yang tidak pernah mereka lakukan. 

    Ketujuh terpidana sampai saat ini bersikukuh bahwa mereka bukan pelakunya. 

    “Lebih bagus kami mati dan menjalani pidana ini sampai mati, sampai busuk di dalam penjara,” kata Jutek menirukan ucapan mereka. 

    Setelah MA mengumumkan menolak PK 7 terpidana, tim kuasa hukum mendatangi Lapas Kelas 1 Cirebon untuk menguatkan hati kliennya itu.

    “Secara manusia mereka terluka, frustrasi, putus asa, penuh dengan tangisan di dalam lapas, kami pun menenangkan mereka.

    Jutek mengatakan pihaknya menghargai putusan pertimbangan Mahkamah Agung. 

    Namun, Jutek dan tim tetap akan memperjuangkan keadilan bagi 7 terpidana.

    “Suka tidak suka kami harus akui langkah-langkah hukum tentu akan kami tempuh secara konstitusional yang dimungkinkan dalam sistem hukum negara RI,” pungkasnya. 

    MA tolak PK 7 terpidana Kasus Vina Cirebon

    Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) dari tujuh terpidana kasus pembunuhan Vina Cirebon yang terjadi pada tahun 2016 lalu.

    Adapun putusan tersebut diketok MA pada Senin (16/12/2024).

    “Tolak PK Para Terpidana,” demikian tertuang dalam putusan tersebut dikutip dari situs MA, pukul 11.45 WIB.

    Putusan PK dari MA itu terbagi dalam dua perkara.

    Untuk pemohon Eko Ramadhani dan Rivaldi Aditya Wardana tertuang dalam nomor perkara 198 PK/PID/2024.

    Sementara, lima pemohon lain yakni Eka Sandy, Hadi Saputra, Jaya, Sudirman, dan Supriyanto tertuang pada nomor perkara 199 PK/PID/2024.

    Selain itu, adapula perbedaan dari hakim yang memutuskan di mana PK dengan pemohon Eko Ramadhani dan Rivaldi Aditya dipimpin oleh ketua majelis hakim, Burhan Dahlan.

    Lalu, ada dua hakim anggota yaitu Yohanes Priyana dan Sigid Triyono serta adanya panitera pengganti yakni Carolina

    Sedangkan, ketua majelis hakim untuk lima pemohon lainnya tetap dipimpin oleh Burhan Dahlan tetapi hakim anggotanya berbeda.

    Mereka adalah Jupriyadi dan Sigid Triyono serta tetap dengan panitera pengganti yaitu Carolina.

    Dengan adanya putusan ini, maka seluruh terpidana kasus pembunuhan Vina Cirebon tetap akan dihukum seumur hidup.

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Nasib Pegi Setiawan Usai PK 7 Terpidana Vina Ditolak, Pegi Ditangkap dan Tersangka Lagi? – Halaman all

    Nasib Pegi Setiawan Usai PK 7 Terpidana Vina Ditolak, Pegi Ditangkap dan Tersangka Lagi? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ditolaknya permohonan peninjauan kembali (PK) kasus Vina Cirebon dapat berimbas pada status Pegi Setiawan.

    Pegi Setiawan beberapa waktu lalu ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan Vina dan Eky.

    Namun Majelis Hakim Pengadilan Negeri Cirebon memutuskan, penetapan Pegi Setiawan sebagai tersangka tidak sah.

    Akhirnya Pegi pun bebas dan lolos dari sangkaan sebagai otak dari pembunuhan Vina dan Eky melalui sidang praperadilan.

    Kini, setelah PK 7 terpidana ditolak, Pegi berpotensi untuk ditangkap dan dijadikan tersangka lagi.

    Hal itu diungkap oleh Pakar Psikolog Forensik, Reza Indragiri Amriel.

    Mulanya Reza Indragiri mengaku pikirannya kosong setelah mendengar putusan MA.

    Ia mengatakan, publik harus menerima bahwa Eky dan Vina tewas karena dibunuh, bukan kecelakaan.

    “Berkat putusan PK ini maka sah sudah bahwa Eky dan Vina meninggal akibat dibunuh, bahkan Vina sudah menjadi korban rudapaksa. Kita sebagai warga negara yang baik harus menganggukan kepala terhadap simpulan semacam itu yang sudah diperteguh oleh PK,” jelas dia dikutip dari Youtube Diskursus Net, Selasa (17/12/2024).

    Reza kemudian menanyakan padangan Frans sebagai sahabat Eky.

    “Kalau saya yakin kalau itu memang bukan pembunuhan,” kata Fransiskus Marbun lagi.

    “Ya sudah, selamat berjuang,” kata Reza Indragiri.

    Reza juga menyinggung soal nasib Pegi Setiawan usai putusan PK ditolak oleh MA.

    Menurut dia, Pegi Setiawan berpotensi untuk terkena kasus hukum lagi.

    “Pegi Setiawan bisa saja sewaktu-waktu dipanggil kembali,” kata Reza Indragiri

    Namun menurut dia, Pegi bisa ditangkap lagi jika alat buktinya sudah cukup.

    “Kalau Polda Jabar berhasil menemukan alat bukti 2 terhadap Pegi Setiawan, berubah status orang itu,” jelasnya.

    Sebab menurut Reza, sidang yang dijalani Pegi Setiawan beberapa waktu lalu bukan untuk bukti apakah ia melakukan pembunuhan itu atau tidak.

    “Tapi hanya sebatas sah atau tidak Pegi Setiawan diputuskan sebagai tersangka,” katanya.

    “Kalau polisi menemukan bukti yang sah, maka PS bisa berubah statusnya, mengotaki malahan,” tambah dia.

    Padahal saat ini, kata Reza, Pegi sedang berusaha mengubah hidupnya dengan menyelesaikan pendidikan.

    “Mudah-mudahan ini tidak mengganggu studi Pegi Setiawan yang kini sedang mengejar Paket C,” tandasnya.

     

    Sahabat Eky Kecewa dengan Putusan MA 

    Putusan MA itu membuat sahabat Eky, Fransiskus Marbun turut kecewa.

    “Kaget juga sih, karena bukan mereka pelakunya kan.Harapannya diterima, saksi sudah lengkap, bukti novum juga sudah jelas. Bingung juga ditolak, tidak sesuai ekspektasi banget,” kata Frans dikutip dari Youtube Diskursus Net, Selasa (17/12/2024).

    Frans pun berharap polisi bisa menangkap pelaku lain jika memang PK para terpidana ditolak oleh MA.

    “Kalau memang mengacu sama putusan di 2016, pelaku lain segera ditangkap,” kata dia.

     

    MA Tolak PK 7 Terpidana Kasus Vina

    MA mengumumkan menolak PK yang diajukan tujuh terpidana kasus Vina Cirebon pada Senin (16/12/2024).

    Juru Bicara MA Yanto menyampaikan, alasan adanya bukti baru atau novum dan kekhilafan hakim tidak terbukti dalam proses persidangan. 

    “Pertimbangan majelis dalam menolak permohonan PK tersebut antara lain tidak terdapat kekhilafan judex facti dan judex juris dalam mengadili para terpidana,” kata Yanto dalam konferensi pers di Gedung MA, Jakarta.

    Terungkap alasan Mahkamah Agung (MA) tolak permohonan PK terpidana kasus Vina Cirebon. (Tribunnews)

    Selain itu, kata Yanto, bukti baru yang diajukan oleh para terpidana bukan merupakan bukti baru sebagaimana ditentukan dalam Pasal 263 Ayat (2) huruf a KUHAP. 

    “Dengan ditolaknya permohonan PK para terpidana tersebut, maka putusan yang dimohonkan PK tetap berlaku,” ucapnya.

    Delapan permohonan PK itu terbagi dalam tiga perkara. Pertama, teregister dengan nomor 198/PK/PID/2024 dengan terpidana atas nama Eko Ramadhani dan Rivaldi Aditya. 

    Kemudian, PK lima terpidana atas nama Eka Sandy, Hadi Saputra, Jaya, Sudirman, dan Supriyanto yang teregister dengan nomor 199/PK/PID/2024. 

    Selain itu, ada perkara eks narapidana anak dengan nomor 1688 PK/PID.SUS/2024 atau Saka Tatal yang diadili oleh Hakim Agung Prim Haryadi. 

    Adapun perkara Eko Ramadhani dan Rivaldi Aditya diadili oleh Ketua Majelis PK Burhan Dahlan serta dua anggota majelis, Yohanes Priyana dan Sigid Triyono.

    Majelis PK atas nama Eka Sandi, Hadi Saputra, Jaya, Sudirman, dan Supriyanto yaitu Burhan Dahlan serta dua anggota majelis, Jupriyadi dan Sigid Triyono. 

    Dalam kasus ini, total ada delapan orang terpidana. Tujuh di antaranya divonis penjara seumur hidup. 

    Sementara itu, Saka Tatal dihukum delapan tahun penjara. Saka Tatal kini sudah bebas murni.

    Diketahui 7 terpidana kasus Vina Cirebon menangis setelah tahu PK yang mereka ajukan ditolak MA.

    “Mereka menangis, manusiawi lah ya mereka sedih. Kami juga sebagai PH (penasihat hukum) sedih, kecewa pasti,” kata Jutek.

    Kendati pihaknya dan kliennya kecewa, Jutek mengaku tetap menghormati keputusan yang telah diambil Mahkamah Agung terkait PK tersebut.

    Dirinya juga menekankan kepada kliennya tidak bisa melawan putusan hukum tersebut dengan cara-cara di luar jalur konstitusional.

    “Tapi sekali lagi ini keputusan yang harus kita hormati bersama tidak bisa di luar hal-hal konstitusional, kita harus lawan secara hukum karena negara kita adalah negara hukum,” ucapnya.

     

  • Selain 7 Terpidana, MA Juga Tolak PK Saka Tatal Terkait Kasus Pembunuhan Berencana Vina Cirebon – Halaman all

    Selain 7 Terpidana, MA Juga Tolak PK Saka Tatal Terkait Kasus Pembunuhan Berencana Vina Cirebon – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mahkamah Agung (MA) telah menolak peninjauan kembali (PK) yang diajukan tujuh terpidana kasus pembunuhan Vina dan kekasihnya Muhammad Rizky alias Eky di Cirebon, Jawa Barat.

    Selain terhadap tujuh terpidana, MA juga menolak PK yang diajukan Saka Tatal yang merupakan mantan terpidana anak dalam kasus tersebut.

    Berstatusnya Saka sebagai terpidana anak lantaran pada saat kasus tersebut mencuat tahun 2016 lalu, Saka masih berusia dibawah umur.

    Adapun PK yang diajukan Saka Tatal terdaftar dalam Nomor perkara 1688 PK/PID.SUS/2024 dengan Terpidana Anak yang diperiksa oleh Hakim Tunggal Prim Haryadi.

    “Maka telah dilaksanakan musyawarah dan pembacaan putusan pada hari Senin tanggal 16 Desember 2024 dengan putusan yang pada pokoknya menolak permohonan Peninjauan Kembali Para Terpidana,” ucap Juru Bicara MA, Yanto dalam jumpa pers di Gedung Mahkamah Agung, Senin (16/12/2024).

    Terkait hal ini sebelumnya, MA juga telah menolak PK yang diajukan tujuh terpidana yakni Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Eko Ramadhani, Hadi Saputra, Sudirman, Rivaldi Aditya Wardana.

    Perkara tersebut terbagi dalam dua berkas perkara masing-masing dengan nomor perkara 198/PK/PID/2024 dengan terpidana Eko Ramadhani dan Rivaldi Aditya.

    Sedangkan berkas perkara dengan nomor 199/PK/PID/2024 terdaftar nama terpidana Eka Sandi, Hadi Saputra, Sudirman, Supriyanto dan Jaya.

    Meski berbeda berkas perkara, sidang PK tersebut sama-sama diadili oleh Ketua Majelis Hakim Burhan Dahlan.

    “Amar putusan, Tolak PK para terpidana,” demikian bunyi putusan tersebut dikutip dari laman resmi MA, Senin (16/12/2024).

    Adapun dalam perkara ini 7 terpidana sebelumnya telah divonis seumur hidup dalam kasus tersebut.

     

  • MA Tolak PK Terpidana Kasus Vina Cirebon

    MA Tolak PK Terpidana Kasus Vina Cirebon

    Jakarta, Beritasatu.com – Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan para terpidana dalam perkara pembunuhan Muhammad Rizki dan Vina, Cirebon. 

    “Amar putusan, tolak,” dikutip dari web MA, Senin (16/12/2204).

    PK tujuh terdakwa dibagi dalam dua perkara. Pertama, PK Nomor 198 PK/PID/2024 dengan pemohon Eko Ramadhani dan Rivaldi Aditya. PK ini diadili majelis hakim yang diketuai Burhan Dahlan dan anggota Yohanes Priyana serta Sigid Triyono. 

    Sementara PK kedua Nomor 199 PK/PID/2024 dengan pemohon Eka Sandy, Hadi Saputra, Jaya, Sudirman, dan Supriyanto. Majelis hakim untuk PK kedua ini terdiri dari Burhan Dahlan sebagai ketua serta Jupriyadi dan Sigid Triyono sebagai anggota.

    Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai, tidak ada kekeliruan baik dalam aspek yuridis maupun faktual yang dapat membenarkan pengajuan permohonan PK. 

    Selain itu, bukti baru yang diajukan para terpidana tidak memenuhi syarat yang sah menurut Pasal 263 ayat (2)a Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 

    Kasus pembunuhan Vina dan Eky pada 2016 kembali ramai jadi sorotan publik usai peristiwa ini diangkat ke film layar lebar. Tujuh orang divonis hukuman penjara seumur hidup. Sementara, satu orang telah bebas dari hukuman 8 tahun penjara, yakni Saka Tatal.

    Vonis para terpidana yang mengajukan PK ini tidak berubah sejak putusan Pengadilan Negeri Cirebon, banding, hingga kasasi.

  • MA Tolak PK 7 Terpidana Kasus Pembunuhan Vina Cirebon, Ini Kata Reza Indragiri Amriel – Halaman all

    MA Tolak PK 7 Terpidana Kasus Pembunuhan Vina Cirebon, Ini Kata Reza Indragiri Amriel – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh tujuh terpidana dalam kasus Vina.

    Penolakan ini diumumkan melalui situs resmi MA pada Senin, 16 Desember 2024.

    Dari informasi yang diperoleh, terdapat dua berkas PK dengan nomor perkara berbeda.

    PK pertama adalah nomor 198 PK/PID/2024 yang diajukan oleh pemohon Eko Ramadhani dan Rivaldi Aditya.

    Sedangkan PK kedua, nomor 199 PK/PID/2024, diajukan oleh Eka Sandy, Hadi Saputra, Jaya Sudirman, dan Supriyanto.

    Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel memberikan tanggapan terkait keputusan MA ini.

    Berikut poin-poin yang disoroti Reza Indragiri

    1. Akses Terbatas ke Barang Bukti: Para terpidana tidak memiliki akses untuk melakukan pengujian tandingan terhadap barang bukti.

    2. Bukti Komunikasi Elektronik: Bukti yang diajukan oleh para terpidana belum pernah divalidasi secara resmi.

    3. Putusan ini juga membuat Iptu Rudiana cs bebas dari hukum.

    Reza juga menyarankan agar tim penasihat hukum (PH) mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait poin ketiga yang telah disebutkan di atas.

    Ia menegaskan bahwa nurani pimpinan Polri patut diketuk lebih keras untuk mencari keadilan.

    Dengan keputusan ini, nasib tujuh terpidana kasus Vina semakin jelas, dan langkah hukum selanjutnya akan menjadi perhatian publik dan pihak terkait.

    Putusan MA

    Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) menolak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan tujuh terpidana kasus pembunuhan Vina dan Muhammad Rizky alias Eky di Cirebon yang terjadi beberapa waktu lalu.

    Adapun ketujuh terpidana tersebut yakni Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Eko Ramadhani, Hadi Saputra, Sudirman, Rivaldi Aditya Wardana.

    Dengan demikian ketujuh terpidana tetap dihukum penjara seumur hidup.

    Perkara tersebut terbagi dalam dua berkas perkara masing-masing dengan nomor perkara 198/PK/PID/2024 dengan terpidana Eko Ramadhani dan Rivaldi Aditya.

    Sedangkan berkas perkara dengan nomor 199/PK/PID/2024 terdaftar nama terpidana Eka Sandi, Hadi Saputra, Sudirman, Supriyanto dan Jaya.

    Meski berbeda berkas perkara, sidang PK tersebut sama-sama diadili oleh Ketua Majelis Hakim Burhan Dahlan.

    “Amar putusan, Tolak PK para terpidana,” demikian bunyi putusan tersebut dikutip dari laman resmi MA, Senin (16/12/2024).

    Adapun dalam perkara ini 7 terpidana sebelumnya telah divonis seumur hidup dalam kasus tersebut.

    Sejatinya terdapat satu terpidana lain dalam kasus ini yakni Saka Tatal, namun dia telah bebas setelah menjalani masa hukuman selama 8 tahun.

  • PN Jaksel Gelar Sidang Lanjutan Kasus Pencabulan Mario Dandy

    PN Jaksel Gelar Sidang Lanjutan Kasus Pencabulan Mario Dandy

    Jakarta, CNN Indonesia

    Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menggelar sidang lanjutan kasus dugaan pencabulan dengan terdakwa Mario Dandy Satriyo, anak dari mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo, Rabu (11/12). Sidang dilakukan tertutup.

    “Hari ini agenda permintaan keterangan saksi,” ujar Pejabat Humas PN Jakarta Selatan Djuyamto saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis, Rabu (11/12).

    Djuyamto menjelaskan sidang digelar secara tertutup karena menyangkut perkara kesusilaan. Nantinya, informasi terbatas akan disampaikan melalui pihak humas PN Jakarta Selatan.

    “Ya betul bahwa hari ini ada sidang perkara pencabulan atas nama terdakwa Mario Dandy, namun sidangnya dilakukan secara tertutup karena menyangkut perkara kesusilaan,” tutur dia.

    “Kepada teman-teman media bisa memperoleh informasi melalui humas nantinya,” sambungnya.

    Mario Dandy tengah menjalani pidana 12 tahun penjara atas kasus penganiayaan berat Cristalino David Ozora. Putusan kasasi nomor: 101/K/Pid/2024 itu diadili oleh ketua majelis Burhan Dahlan dengan hakim anggota Sutarjo dan Tama Ulinta Br Tarigan. Panitera pengganti Bayuardi. Putusan dikeluarkan pada Rabu, 21 Februari 2024.

    Vonis 12 tahun penjara tersebut sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum.

    (ryn/ugo)

    [Gambas:Video CNN]