Tag: Budi Setiyono

  • Bonus Demografi Indonesia di Tengah Tantangan Penduduk yang Mulai Menua

    Bonus Demografi Indonesia di Tengah Tantangan Penduduk yang Mulai Menua

    Jakarta

    Bonus demografi menjadi peluang besar Indonesia untuk melompat menjadi negara maju. Di masa ini, populasi usia produktif yakni mereka yang berusia 15 hingga 64 tahun mencapai proporsi dominan dalam struktur penduduk. Namun, peluang ini bukan tanpa tantangan. Tanpa strategi yang tepat, momentum bonus demografi malah berpotensi menjadi bencana sosial yang membebani generasi mendatang.

    Sekretaris Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Sekretaris Utama BKKBN Prof Budi Setiyono, menyampaikan saat ini sekitar 70 persen penduduk Indonesia berada dalam kelompok usia produktif. Namun, tidak semua dari mereka memiliki pekerjaan di sektor formal, dan sebagian besar tidak memberikan kontribusi fiskal secara langsung, utamanya dalam bentuk pajak.

    “Kalau mereka tidak produktif, tidak bekerja, atau terpaksa bekerja di sektor informal yang pendapatannya tidak pasti, tentu tidak bisa menyumbang bagi negara. Ini mengancam stabilitas fiskal,” ujarnya dalam Orientasi Program Kependudukan Pembangunan Keluarga, dan Keluarga Berencana bagi Jurnalis di UPT Balai Diklat KKB Ambarawa, Sabtu (26/7/2025).

    Bahkan, sebagian dari kelompok ini terseret dalam aktivitas kriminal seperti pencurian, pembunuhan, korupsi dan kejahatan lain tekanan ekonomi atas beban biaya hidup menanggung banyak anggota keluarga.

    Dalam teori demografi, ketika dua orang produktif harus menggendong satu orang non-produktif anak atau lansia, keluarga tersebut masih bisa mengelola beban ekonomi. Namun faktanya, banyak keluarga justru menghidupi lebih dari itu, anak banyak, orang tua ikut tinggal, sementara pendapatan minim.

    “Kalau dua-duanya bekerja dan cuma punya satu anak, tanpa menanggung orang tua, keluarga itu bisa lebih sejahtera. Tapi kalau anaknya banyak dan harus menanggung kanan kiri, maka tanggal 1 gajian, tanggal 5 sudah habis. Hidupnya dari hutang ke hutang,” tegas Budi.

    Jika tidak dikelola dengan benar, bonus demografi juga akan ‘berbalapan’ dengan tantangan aging population. Pada 2024, jumlah lansia sudah mencapai 34,8 juta jiwa atau sekitar 12 persen dan diperkirakan akan naik menjadi 65,8 juta jiwa yakni 20,3 persen pada 2045.024.

    Belum lagi, kontribusi pajak terhadap PDB Indonesia masih berada di angka 10,31 persen, sangat rendah dibandingkan negara-negara maju seperti Finlandia 59 persen, Jepang 52 persen, dan Korea Selatan 45 persen. Sementara itu, hanya 42 persen dari tenaga kerja Indonesia yang berada di sektor formal. Selebihnya bekerja di sektor informal yang tidak terproteksi dan tidak menyumbang fiskal.

    Siasat Mencapai Bonus Demografi

    Jika ingin memiliki jaminan kesehatan universal, jaminan hari tua yang menyeluruh, serta pendidikan gratis dan berkualitas, kontribusi fiskal rakyat disebutnya harus naik, terutama dari kelompok usia produktif. Jika tidak, negara dinilai akan terus berhutang.

    Kemendukbangga bersama lintas kementerian telah menyusun strategi konvergensi program pembangunan manusia melalui indikator Indeks Pembangunan Keluarga Berwawasan Kependudukan IPBK, yang mencakup indikator seperti:

    Persentase penduduk bekerja di sektor formalRasio pajak terhadap PDBAngka kematian ibu dan bayiTotal fertility rate (TFR) perempuan

    Namun, hal ini perlu lebih dari sekadar koordinasi sektoral. Diperlukan grand design nasional yang menjadikan kapitalisasi bonus demografi sebagai isu strategis lintas pemerintahan dan lintas generasi, salah satunya melalui revisi Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Menurut Prof Budi, revisi tersebut nantinya bisa merinci lebih detail indikator-indikator untuk mencapai keberhasilan bonus demografi.

    Setelah 2045, Indonesia akan masuk lebih dalam berada di era aging population. Artinya, proporsi penduduk lansia sudah lebih besar dibandingkan kelompok usia muda. Hal ini dibarengi dengan fakta hanya 5 persen dari lansia yang memiliki pensiun. Imbasnya, jutaan orang tua akan hidup dalam ketidakpastian, menjadi beban bagi keluarga dan negara.

    Sebagai mitigasi, program seperti Bina Keluarga Lansia (BKL) dan Sidaya Lansia dihidupkan. Di sini, lansia dilibatkan dalam aktivitas sosial, pelatihan produktif, pemeriksaan kesehatan rutin, hingga pelatihan kewirausahaan sesuai kapasitas. Harapannya, lansia tetap aktif, sehat, dan mandiri.

    Indonesia saat ini berada di puncak bonus demografi (2025) yang akan perlahan tertutup pada 2045, ketika rasio ketergantungan mencapai 50:50 antara usia produktif dan non-produktif.

    “Jika tidak dikelola dengan baik, kita akan kehilangan kesempatan langka ini.”

    Bonus demografi adalah jendela peluang yang tidak terbuka selamanya. Jika tidak dirancang dengan cerdas, ia akan menutup sebelum hasilnya terasa.

    “Jangan biarkan 70 persen usia produktif kita hanya menjadi angka statistik, pepesan kosong. Jadikan mereka motor penggerak kemajuan, bukan beban masa depan.”

    Halaman 2 dari 3

    (naf/kna)

  • Siasat BKKBN Agar Lansia RI Tak Berakhir ‘Lonely Death’ seperti Jepang

    Siasat BKKBN Agar Lansia RI Tak Berakhir ‘Lonely Death’ seperti Jepang

    Semarang

    Jepang menjadi salah satu negara dengan jumlah populasi lansia terbanyak, berumur panjang hingga 100 tahun. Meski termasuk negara maju, faktanya banyak lansia yang ditemukan lonely death atau meninggal kesepian.

    Fenomena ‘mati kesepian’ di Jepang dinamakan kodokushi. Trennya dinilai sudah memgkhawatirkan lantaran 68 ribu warga Jepang diperkirakan meninggal dalam kesendirian sampai akhir tahun 2024.

    Indonesia juga memasuki aging population dengan perhitungan sekitar 30 persen populasi di 2045 adalah lansia. Risiko yang sama tentu tidak bisa 100 persen dihindari, mengingat kesejahteraan lansia saat ini juga belum terpenuhi.

    Sekretaris Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Sekretaris Utama BKKBN Prof Budi Setiyono menyebut pemerintah sebetulnya sudah mengupayakan pemberdayaan lansia melalui program bina keluarga lansia (BKL) yang sudah berjalan di beberapa daerah.

    “Kita berusaha mengantisipasi persoalan itu, ada pertemuan rutin itu di mana lansia melaukan cek kesehatan, yang kedua melakukan olahraga bersama, yang ketiga saling mengecek kondisi satu sama lain, paling tidak satu kali seminggu menanyakan kabar rekan satu sama lain,” sorotnya, dalam diskusi bersama media di perjalanan menuju Ambarawa, Semarang, Jumat (25/7/2025).

    Prof Budi ikut menyoroti tren di Jepang terkait lonely death yang umumnya lansia ditemukan sudah tidak bernyawa berbulan-bulan bahkan setahun setelah meninggal. Sebagai negara maju, Jepang saja disebutnya ‘ketar-ketir’ menghadapi tren tersebut dengan kemudian memperbanyak shelter untuk menampung lansia kesepian.

    Jepang bahkan melibatkan tenaga kerja asing termasuk dari Indonesia sebagai perawat lansia atau caregiver di tengah keterbatasan usia produktif.

    Prof Budi mengingatkan saat ini Indonesia sudah menghadapi aging population yakni 11 persen dari populasi adalah lansia, peningkatan ke 15 persen bisa terjadi di tahun berikutnya, dan 30 persen pada 2045.

    “Maka dari itu celaka bila kita tidak punya tabungan untuk taking carr of them, memastikan kesejahteraan mereka, apalagi bila tidak punya uang pensiun, kita akan menderita,” pungkasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (kna/kna)

  • BKKBN Bicara Alasan Wajah Warga +62 Kurang Glowing, Stres Kebanyakan Beban

    BKKBN Bicara Alasan Wajah Warga +62 Kurang Glowing, Stres Kebanyakan Beban

    Jakarta

    Ada alasan medis di balik warga negara Eropa kebanyakan lebih glowing dan charming ketimbang warga Indonesia. Hal ini disinggung Sekretaris Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Sekretaris Utama BKKBN Prof Budi Setiyono.

    Pria yang juga memiliki pengalaman di berbagai organisasi profesional termasuk UNDP dan UNFPA tersebut menyinggung pengaruh hormon stres atau kortisol pada penampilan wajah kebanyakan warga Indonesia.

    “Kenapa orang Eropa, atau warga negara di negara maju lebih banyak warga yang charming, glowing? Itu dipastikan mereka tidak ada kekhawatiran menghadapi disrupsi kehidupan,” sorot Prof Budi dalam diskusi bersama media di perjalanan menuju Ambarawa, Semarang, Jumat (25/11/2025).

    Berbanding terbalik dengan beban yang dihadapi warga Indonesia, banyak kekhawatiran terkait finansial dan keberlangsungan masa depan. Bahkan, untuk sekadar mencukupi kebutuhan dasar sehari-hari pun sulit.

    “Jadi sebenarnya tidak melulu karena DNA-nya, di kita pengaruhnya adalah hormon stres atau hormon kortisol, yang otomatis keluar dari tubuh saat menghadapi adanya ancaman, kelaparan, ketidakpastian, saat itulah hormon kortisol bergerak,” sorot dia.

    Semakin banyak hormon kortisol yang keluar, semakin besar berpengaruh pada penampilan. Sesederhana seperti melihat seseorang tengah stres, sakit, dan menghadapi beban masalah yang menumpuk.

    “Itu yang terjadi, wajah orang Indonesia sehari-hari dipenuhi dengan kortisol. Kalau kita ingin wajah kita berubah, maka kita harus mengikuti pola penjaminan hidup di atas garis kesejahteraan benar-benar terjamin,” kata dia.

    Itu pula yang disebutnya tengah diupayakan pemerintah dengan menyediakan program makan bergizi gratis, pengadaan koperasi merah putih, serta berdirinya sekolah rakyat. Meski menurutnya, belum banyak masyarakat yang benar-benar memahami program pemerintah tengah berjalan ke target tersebut.

    Prof Budi juga membandingkan tampilan wajah Korea Utara dan Korea Selatan. Meski etnik, bahasa, dan kulturnya sama, perbandingan wajah populasi umum kedua negara tersebut jelas berbeda, dengan mengesampingkan maraknya juga tren operasi plastik.

    “Lebih enak dilihat Korsel bukan karena oplas tapi Korsel itu secara hukum sudah terbebas dari kebutuhan dasar, Korea Utara belum, sehingga wajahnya berbeda,” tandasnya.

    Hal yang sama juga diklaim terjadi di masa Jerman Barat dan Timur saat dipisahkan oleh tembok Berlin. Penampilan orang Jerman timur sama seperti Korut, sementara Jerman barat seperti Korsel.

    “Jerman Barat cantik-cantik, Jerman Timur tidak, seperti kita, itu bukti keterjaminan, ketakutan, pemenuhan dasar itu berpengaruh kepada ada tidaknya hormon kortisol,” pungkasnya.

    Hal yang kemudian bisa dipelajari untuk merubah wajah penduduk Indonesia adalah jaminan hidup layak. Memperbaiki keturunan tidak selalu harus menikah dengan orang Eropa, tapi yang utama adalah memperbaiki kesejahteraan hidup atau setidaknya ansuransi hingga hari tua.

    Seluruh penduduk disebutnya perlu diupayakan mendapatkan penghasilan yang sesuai minimal dengan kebutuhan dasar, pendidikan dasar 12 tahun terpenuhi, dan hadirnya sertifikat kompetensi yang menjadi bekal ‘market’ pekerjaan banyak warga negara Indonesia.

    Belum lagi dengan persoalan prevalensi stunting yang perlu ditekan seminimal mungkin bahkan bila memungkinkan hingga zero case. Ia berharap ke depan 70 persen penduduk usia produktif Indonesia benar-benar memastikan kesehariannya produktif alias memiliki pekerjaan yang kemudian bisa ikut mengcover tanggungan 30 persen penduduk non-produktif di tengah aging population. Perhitungannya, pada 2045 sekitar 30 persen warga Indonesia berusia lansia.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/kna)

  • BKKBN Peringatkan Ancaman Ledakan Penduduk Jika Alkon Tak Cukup

    BKKBN Peringatkan Ancaman Ledakan Penduduk Jika Alkon Tak Cukup

    JAKARTA – Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN akan mengusulkan tambahan anggaran pengadaan alat obat kontrasepsi (alkon) untuk tahun 2026.

    Alasannya, dengan ditambahnya anggaran untuk ketersediaan alat kontrasepsi ini, maka pemerintah dapat mengontrol jumlah populasi penduduk yang seimbang melalui revitalisasi pelayanan program Keluarga Berencana (KB).

    “Kami akan mengajukan kepada Presiden terutama agar berkenan untuk memperhatikan isu ini,” Sekretaris Kemendukbangga/BKKBN Budi Setiyono kepada wartawan di Pinang, Kota Tangerang, Senin, 30 Juni.

    “Dan kemudian blokir anggaran untuk persediaan alat kontrasepsi barangkali bisa untuk dibuka dan kemudian harapannya minimal mendapatkan anggaran yang sama dengan anggaran tahun lalu,” sambungnya.

    Ia mengungkapkan bila tahun ini dalam penyediaan alat obat kontrasepsi hanya mendapat Rp200 miliar setelah adanya pemblokiran dalam efisiensi anggaran pemerintah.

    Hal ini berbanding dengan tahun sebelumnya yakni mendapat anggaran sebesar Rp850 miliar.

    “Kalau kita tidak menyediakan alat kontrasepsi yang mencukupi maka struktur penduduk kita yang sekarang itu sudah relatif flat, itu akan bisa melebar kembali di bawah,” katanya.

    Menurutnya, ancaman dari ke tidak seimbangan stuktur penduduk yang saat ini terus mengalami peningkatan. Maka membludaknya kembali penduduk di Indonesia.

    Oleh sebab itu, pihaknya harus segera mencari solusi alternatif dalam pengendalian potensi tambahan jumlah penduduk tersebut.

    Salah satunya, lanjut Budi, yaitu berkoordinasi dengan seluruh provinsi perwakilan masing-masing untuk menghitung berapa kebutuhan yang real berdasarkan pada jumlah penduduk yang ada.

    “Jumlah penduduk bisa meledak kembali dan itu tentu akan mempengaruhi banyak sektor di dalam penyediaan-penyediaan fasilitas umum, misalnya atau juga di dalam tata wilayah atau transportasi dan seterusnya. Oleh karena itu kita perlu memastikannya itu,” ujarnya.

  • DPR: Masyarakat Harus Ubah Mindset, BKKBN Tak Lagi Fokus Kontrasepsi, tapi…
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        20 Juni 2025

    DPR: Masyarakat Harus Ubah Mindset, BKKBN Tak Lagi Fokus Kontrasepsi, tapi… Bandung 20 Juni 2025

    DPR: Masyarakat Harus Ubah Mindset, BKKBN Tak Lagi Fokus Kontrasepsi, tapi…
    Tim Redaksi
    BANDUNG, KOMPAS.com
    – Pemerintah pusat melalui Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (
    BKKBN
    ) terus berupaya membangun
    keluarga berkualitas
    .
    Namun, masih banyak masyarakat yang menganggap program BKKBN hanya sebatas program keluarga berencana (KB).
    Wakil Ketua
    DPR
    RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, menilai pentingnya kolaborasi antara BKKBN dan berbagai pihak, termasuk DPR RI. Misalnya, dalam menyampaikan kebijakan pemerintah kepada masyarakat terkait pembangunan keluarga.
     
    “Selama ini mindset masyarakat soal BKKBN masih sebatas urusan KB. Padahal, sekarang kita mendorong lahirnya komunitas berencana yang menitikberatkan pada pembentukan keluarga yang sehat, kuat, dan siap menyongsong masa depan,” ujarnya usai kegiatan
    Program Bangga Kencana
    di Solokanjeruk, Bandung, Jumat (20/6/2025).
    Cucun juga menekankan pentingnya kesadaran masyarakat mengenai isu
    stunting
    , yang menjadi perhatian utama Presiden RI Prabowo Subianto.
    DPR mendukung penuh program-program strategis BKKBN, baik dari sisi regulasi maupun penguatan anggaran.

    Stunting
    adalah masalah serius yang harus kita tangani bersama. Maka dari itu, melalui fungsi anggaran dan legislasi di DPR, kami siap memberikan dukungan, termasuk saat pembahasan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian dan Lembaga (RKKL). Ini menjadi momentum penting untuk menyinergikan program kerja antara eksekutif dan legislatif,” tuturnya.
    Cucun menambahkan, program-program seperti Kampung KB, yang melibatkan tokoh agama, kader KB, dan masyarakat luas, terbukti efektif dalam membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya membangun keluarga yang berdaya.
    Ia juga menyoroti bahwa pembangunan generasi unggul tidak hanya berkaitan dengan fisik dan gizi, tetapi juga penguatan daya pikir dan pendidikan.
    “Bukan hanya makanan bergizi gratis, tapi juga gizi untuk pikirannya. Maka program-program pendidikan seperti sekolah rakyat, sekolah unggulan, adalah bagian dari strategi menciptakan generasi unggul,” jelasnya.
    Sekretaris Utama BKKBN, Prof Budi Setiyono menjelaskan, transformasi peran BKKBN saat ini tidak lagi berfokus hanya pada kontrasepsi, melainkan telah melampaui konsep
    family planning
    .
    “Program KB kini telah mencapai tahap kedewasaan, masyarakat sudah paham manfaatnya,” ujar Budi.
    Saat ini, BKKBN tengah menyusun
    roadmap
    (peta jalan) pembangunan kependudukan yang presisi dan terintegrasi dari tingkat pusat hingga desa, guna memastikan ketersediaan sarana dan layanan publik sesuai dengan kebutuhan penduduk.
    “Kita ingin pembangunan berbasis data kependudukan yang akurat, sehingga kebutuhan masyarakat dari pendidikan, kesehatan, hingga pekerjaan dapat dipenuhi dengan tepat. Dengan cara ini, Indonesia Emas tidak hanya menjadi slogan, tetapi realitas yang diraih bersama,” pungkasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Wamen BKKBN Pamer Program MBG dalam Sidang di Markas Besar PBB 
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        8 April 2025

    Wamen BKKBN Pamer Program MBG dalam Sidang di Markas Besar PBB Nasional 8 April 2025

    Wamen BKKBN Pamer Program MBG dalam Sidang di Markas Besar PBB
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga atau BKKBN, Ratu Ayu
    Isyana Bagoes Oka
    , memamerkan program prioritas pemerintahan Presiden
    Prabowo Subianto
    dalam sidang Commission on Population and Development (CPD) sesi ke-58 di Markas Besar PBB, New York.
    Salah satu hal yang dipamerkan Isyana di depan para delegasi PBB yakni program
    Makan Bergizi Gratis
    (MBG) dan
    Pemeriksaan Kesehatan Gratis
    yang masuk dalam program prioritas Prabowo.
    “Program mencakup penguatan layanan kesehatan universal, peningkatan kualitas pendidikan, perlindungan sosial, serta upaya menanggulangi kemiskinan dan kekurangan gizi, melalui program Makan Bergizi Gratis dan Pemeriksaan Kesehatan Gratis,” kata dia dalam sidang di Markas Besar PBB, dikutip dalam keterangan resmi, Selasa (8/4/2025).
    Sidang CPD sesi ke-58 mengangkat tema “Ensuring Health Lives and Promoting Well-being for All at All Ages” yang berfokus pada pentingnya kehidupan sehat dan mempromosikan kesejahteraan untuk semua orang di segala usia.
    Isyana menyoroti tiga substansi pokok, yakni Capaian Indonesia dalam SDGs dan ICPD Program of Action, dengan mencatatkan peningkatan angka harapan hidup masyarakat Indonesia dan keberhasilan dalam menurunkan angka kematian ibu dan anak.
    Kemudian, Cakupan Layanan Kesehatan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang semakin luas, dengan penekanan pada akses yang adil bagi seluruh masyarakat.
    “Pentingnya penguatan kerjasama multi-pihak, khususnya kerjasama Selatan-Utara, Selatan-Selatan, dan Triangular, untuk mendukung pencapaian SDGs dan ICPD Program of Action dalam menghadapi masalah kesehatan kependudukan,” kata dia.
    Sekretaris Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Budi Setiyono, juga menyampaikan upaya Indonesia mengembangkan pendekatan holistik yang mencakup seluruh siklus hidup manusia.
    “Pendekatan ini untuk memastikan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia di setiap tahap kehidupan,” ucap Budi.
    Budi mengatakan, Indonesia telah mencapai cakupan layanan JKN yang kini mencapai 96 persen berkat kerja sama antara masyarakat dan lembaga pemerintahan.
    “Keberhasilan ini tidak terlepas dari integrasi digital (
    platform e-health
    ), peran pekerja kesehatan masyarakat, serta kemitraan publik-swasta yang memastikan akses kesehatan yang adil bagi seluruh masyarakat Indonesia,” kata dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Laksanakan Program Pengasuhan Anak, Kemendukbangga Rilis Kelompok Usia yang Masuk Kategori

    Laksanakan Program Pengasuhan Anak, Kemendukbangga Rilis Kelompok Usia yang Masuk Kategori

    JAKARTA – Sekretaris Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga), Prof. Budi Setiyono, S.Sos, M.Pol. Admin., Ph.D menyambut positif atas diterimanya Indeks Pengasuhan Anak Usia Dini oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (KemenPPN)/Bappenas sebagai salah satu indikator rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.

    Di dalam indeks ini terdapat variabel yang menjadi fokus. Yaitu, hanya 14% orang tua mendampingi anak usia dini dalam penggunaan gadget/media sosial/internet (BPS, 2021); Hanya 69% anak usia dini berbincang-bincang/mengobrol dengan orang tua (BPS, 2021); Hanya 59% anak usia 6-23 bulan yang makan makanan beragam (BPS, 2023); dan Terbatasnya jumlah anak usia dini dari keluarga desil 1 s/d 4 yang memiliki akte lahir, jaminan kesehatan dan tinggal di rumah layak huni, terutama di NTT dan Papua.

    Sebagai upaya meningkatkan Indeks Pengasuhan Anak Usia Dini, Kemendukbangga/BKKBN menggelar kegiatan Call to Action: Indeks. Pengasuhan Anak Usia Dini secara daring, belum lama ini.

    Ketika membuka kegiatan tersebut, Prof. Budi menyinggung tentang proyeksi jumlah dan persentase penduduk usia 0 sampai 9 tahun terhadap total jumlah penduduk yang mengalami penurunan sejak 2025, dan akan berlanjut hingga 2050.

    “Hal ini tentunya memiliki implikasi pada nilai anak dan pola pengasuhan yang tepat. Data ini dapat menjadi dasar dalam penentuan kebijakan kependudukan dan pembangunan keluarga untuk memastikan pengasuhan yang optimal dan mencapai Indonesia Emas,” ujar Prof. Budi.

    Sebagai dasar dalam penentuan kebijakan kependudukan dan pembangunan keluarga, menteri mengatakan bahwa Kemendukbangga/BKKBN telah melaksanakan Pemutakhiran Pendataan Keluarga tahun 2024. Pada pemutakhiran ini terdapat 75,6 juta keluarga yang terdata.

    Berdasarkan data ini, terdapat 12.926.644 keluarga balita yang terdiri dari 3.784.725 keluarga yang memiliki anak usia 0-23 bulan dan 9.141.919 keluarga yang memiliki anak usia 24-59 bulan. “Kelompok umur ini merupakan sasaran penting dalam pelaksanaan program pengasuhan yang kita laksanakan,” tutur Prof. Budi.

    Selain tercantum dalam Rancangan RPJMN 2025-2029, Indeks Pengasuhan Anak Usia Dini juga telah tercantum dalam Rancangan Rencana Strategis (Renstra) Kemendukbangga/BKKBN 2025-2029. Indeks ini terdiri dari lima dimensi yang diukur dengan 13 variabel. Adapun dimensi tersebut adalah kesehatan; gizi; stimulasi dini; pengasuhan resposif; serta keamanan dan keselamatan.

    Menurutnya, pada 2023 Indeks Pengasuhan Anak Usia Dini tercatat 54,31 dan meningkat pada 2024 menjadi 55,06. Indikasi target indeks ini tahun 2025 hingga 2029 menurut provinsi telah ditetapkan. Tahun 2029 indikasi target secara nasional sebesar 57,43.

  • Tren #KaburAjaDulu Bikin Populasi di Indonesia Turun?

    Tren #KaburAjaDulu Bikin Populasi di Indonesia Turun?

    Tren #KaburAjaDulu Bikin Populasi di Indonesia Turun?
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sekretaris Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN Budi Setiyono menilai, tren #
    KaburAjaDulu
    yang ramai dibahas di media sosial, tidak akan berdampak besar terhadap penurunan populasi di Indonesia.
    Mengutip
    Antara
    , Budi mengatakan, tren itu hanyalah sekadar luapan sesaat akibat ketidaktahuan warganet mengenai prosedur panjang yang perlu ditempuh apabila ingin menjadi penduduk tetap negara lain.
    “Saya kira tidak sampai sejauh itu (penurunan populasi). Kecil kemungkinan untuk jadi ancaman penurunan populasi,” ujar Budi, Senin (17/2/2025).
    Menurut dia, migrasi besar-besaran ke negara lain bukanlah sebuah perkara mudah. Sebab hanya orang yang memiliki kualifikasi tertentu yang bisa terserap di dunia kerja negara luar.
    “Migrasi ke negara lain secara besar-besaran bukan suatu perkara mudah karena hanya orang yang memiliki kualifikasi tertentu yang dibutuhkan suatu negara bisa mendaftar visa kunjungan atau menjadi permanent resident (penduduk tetap) di suatu negara,” lanjut dia.
    Ia pun menegaskan, saat ini pemerintahan Prabowo-Gibran tengah bekerja keras melakukan penyesuaian anggaran agar program-program dapat berjalan lebih efektif, optimal, dan tepat sasaran ke rakyat yang membutuhkan, utamanya generasi muda.
    “Pemerintah di bawah Presiden Prabowo justru sedang bekerja keras menata masa depan generasi muda sebaik-baiknya. Kita justru sedang lakukan
    rightsizing
    (penyesuaian) anggaran agar pemerintahan berjalan lebih efektif dan program-programnya bermanfaat optimal bagi rakyat, jelas dan gamblang perintah Pak Presiden itu,” papar dia.
    Di sisi lain, menurutnya masyarakat perlu melihat tren #KaburAjaDulu dari sisi positif. Fenomena ini mestinya dilihat dari sisi banyak generasi muda terdidik dan berbakat memilih bekerja dan belajar di luar negeri dan meningkatkan devisa negara.
    “Itu (
    brain drain
    ) justru akan memperluas diaspora, dan jejaring internasional, yang tentu saja bisa bermanfaat bagi negara,” ucap dia.
    Ia menegaskan, Kemendukbangga/BKKBN akan menanggapi fenomena tersebut sebagai masukan untuk bekerja lebih keras dalam rangka peningkatan kualitas SDM dan mengintegrasikan kebijakan kependudukan dengan ketenagakerjaan agar pengangguran berkurang.
    “Kami juga melaksanakan berbagai program untuk meningkatkan kualitas pendampingan bagi anak muda (terutama generasi Z) dalam menghadapi tantangan, sehingga tidak perlu meninggalkan negara untuk mencapai impian mereka,” lanjut dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kemendukbangga: Pemanfaatan Bonus Demografi Belum Dikonstruksikan Secara Holistik dan Integratif – Halaman all

    Kemendukbangga: Pemanfaatan Bonus Demografi Belum Dikonstruksikan Secara Holistik dan Integratif – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sekretaris Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (Kemendukbangga) Prof. Budi Setiyono, S.Sos, M. Pol. Admin, Ph.D, membeberkan, pemanfaatan bonus demografi belum dikontruksikan secara holistik dan integratif.

    Akibatnya, isu tentang bonus demografi kemungkinan tidak sesuai harapan.

    Padahal, dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Kemendukbangga)/BKKBN harus dapat mewujudkan Indonesia Emas  tahun 2045, dimana salah satu komponennya adalah pemanfaatan bonus demografi.

    Karena itu pihaknya mendorong revisi Undang Undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

    Menurut Prof. Budi, bonus demografi harus bisa memanfaatkan surplus jumlah orang usia produktif sehingga menghasilkan kontribusi fiskal dari sektor pajak.

    Artinya, mereka harus memiliki pekerjaan di mana mereka bisa membayar pajak agar  penerimaan negara menjadi optimal.

    Dalam kerangka itu, dalam revisi tersebut perlu ada satu kerangka kebijakan kependudukan yang bersifat holistik, integratif dan komprehensif.

    “Itu hanya bisa dilakukan kalau di dalam proses pengendalian penduduk, dalam konteks kebijakan demografi, dikendalikan sepenuhnya  oleh pemerintah pusat, tidak diserahkan secara otonom kepada pemerintah daerah,” ujar Prof. Budi di kantor Kemendukbangga/BKKBN, Jakarta, pada Kamis (16/1/2024).

    Jika diserahkan secara otonom kepada pemerintah daerah, pemanfaatan bonus demografi tidak akan berjalan optimal.

    Pasalnya, di dalam program kependudukan ada banyak hal, di antaranya distribusi penduduk, kepadatan penduduk, migrasi, urbanisasi, lanskeping terkait kebutuhan fasilitas umum, rumah sakit, tenaga kerja dan lainnya.

    “Kalau hal itu diotonomkan sepenuhnya kepada daerah, maka tidak bisa dilakukan rekonsiliasi dan sinergitas,” ujar Prof. Budi.

    Seperti kepadatan penduduk  di Jawa Barat dengan populasi 48 juta jiwa. Sementara ada provinsi yang jumlah penduduknya kurang dari 1 juta jiwa.

    “Kalau di provinsi dengan jumlah penduduk sedikit tapi di situ ada kawasan industri yang membutuhkan tenaga kerja banyak, dan di sisi lain ada provinsi yang kelebihan tenaga kerja tetapi keterbatasan lowongan kerja, itu tidak bisa dilakukan rekonsiliasi dan sinergi,” jelasnya.

    Prof. Budi mengatakan, pihaknya akan mencoba mengkonstruksi data kependudukan yang reliabel, bisa diandalkan.

    Tidak hanya data makro saja, seperti pertumbuhan jumlah angkatan kerja baru, tetapi juga harus memuat data tentang lowongan pekerjaan yang tersedia. Sehingga semua angkatan kerja bisa terserap di lowongan pekerjaan.

    Data kependudukan juga sangat dibutuhkan dunia pendidikan.

    Prof. Budi juga membeberkan data di saat bangsa ini sedang menuju (akhir) bonus demografi di 2030, di mana saat ini terdapat 190-an juta penduduk usia produktif. Ironisnya, jumlah kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP),  sebelum ada pemaduan NPWP dan  Nomor Induk Kependudukan (NIK), ada sekitar 61 juta penduduk.

    Data itu menunjukkan  penduduk usia produktif masih menanggung sebagian besar penduduk tidak produktif.

    Hal ini terjadi, karena pembangunan yang dijalankan belum  memiliki data kependudukan yang komprehensif dan kebijakan yang belum berwawasan kependudukan, serta tidak ada persiapan perencanaan awal yang reliabel.

    Tentu ini menjadi beban bagi upaya menggapai bonus demografi menuju Indonesia Emas 2045.

  • Pilkada Rohul Digugat ke MK, Puluhan Polisi Razia Malam Jaga Ketertiban Masyarakat

    Pilkada Rohul Digugat ke MK, Puluhan Polisi Razia Malam Jaga Ketertiban Masyarakat

    Liputan6.com, Rokan Hulu – Puluhan personel Polres Rokan Hulu (Rohul) gelar razia di berbagai titik rawan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat. Tujuannya menjaga kondusivitas usai pemungutan suara dan pleno penetapan peraih suara terbanyak Pilkada 2024. Penetapan pemenang Pilkada Rohul pekan lalu tidak diterima salah satu pasangan calon bupati dan wakil bupati. Gugatannya sudah terdaftar di Mahkamah Konstitusi (MK), menunggu pembuktian oleh majelis hakim.

    Kapolres Rohul AKBP Budi Setiyono menjelaskan, razia pada Sabtu malam itu, 7 Desember 2024, mengerahkan personel dari berbagai satuan. Mulai dari Brimob, Sabhara, Lalu Lintas hingga Binmas. “Rokan Hulu merupakan salah satu dari 7 wilayah di Riau yang akan menghadapi gugatan Pilkada di MK, sehingga keamanan masyarakat harus tetap diutamakan,” ujar Budi, Senin (9/12/2024) siang.

    Gudang logistik KPU Rohul menjadi salah satu titik yang mendapat perhatian. Begitu juga dengan kantor KPU serta Bawaslu untuk menghindari hal tak diinginkan. Tak luput, jalan raya juga mendapatkan pengamanan oleh personel Satuan Lalu Lintas Polres Rohul. Kehadiran petugas bertujuan memberikan rasa aman kepada masyarakat pengguna jalan dari adanya balap liar. “Kemudian tempat hiburan malam di berbagai lokasi mencegah penyalahgunaan narkotika dan minuman keras,” sebut Budi.

    Razia skala besar berakhir pada dini hari. Budi mengucapkan terima kasih kepada personel dan masyarakat Rohul karena selalu menjaga keamanan lingkungan setelah pemungutan dan pleno terbuka selesai. Budi menjelaskan, kehadiran polisi di tengah-tengah aktivitas masyarakat pada malam hari bisa mencegah potensi tindak pidana. “Ini juga cipta kondisi sebagai persiapan Operasi Lilin menyambut Natal dan pergantian tahun,” ujar Budi.

     

    *** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.