Tim Pemenangan Imam-Ririn Bantah Tuduhan “Serangan Fajar” sebagai Rekayasa Jahat
Tim Redaksi
DEPOK, KOMPAS.com
– Sekretaris tim pemenangan pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Depok,
Imam Budi Hartono
-Ririn Farabi A Rafiq, Dindin Syafrudin, membantah tuduhan politik uang yang dialamatkan kepada pihaknya.
“Menanggapi pemberitaan adanya
money politic
atau politik uang yang dituduhkan ke pasangan calon Imam-Ririn, maka dengan ini kami menyatakan bahwa itu tidak benar, rekayasa pemberitaan jahat yang sudah menjurus ke fitnah,” kata Dindin dalam keterangan resminya, Selasa (26/11/2024).
Dindin menjelaskan, isu “serangan fajar” yang beredar di media sosial terkait amplop berisi uang dari timnya adalah tidak benar.
Ia juga menyinggung foto dan video yang viral di media sosial, yang disebut mengatasnamakan paslon Imam-Ririn karena adanya stiker dalam amplop tersebut.
“Itu rekayasa jahat yang sengaja dibuat oleh orang-orang tidak bertanggung jawab dengan tujuan mendiskreditkan paslon Imam-Ririn,” tegas Dindin.
Menurutnya, tuduhan tersebut bertentangan dengan prinsip timnya yang menolak politik uang. Dindin memastikan bahwa paslon Imam-Ririn akan mengambil tindakan tegas jika menemukan praktik tersebut.
“Paslon 01 Imam-Ririn menolak aksi
money politic
dan akan melakukan tangkap tangan serta melaporkan ke Bawaslu jika ada temuan politik uang,” ungkapnya.
Dindin juga menyatakan pihaknya akan menempuh langkah hukum terhadap siapa pun yang menyebarkan informasi tanpa bukti atau merekayasa berita.
“Kami akan ambil langkah hukum terkait dengan pihak yang memberitakan tanpa bukti atau merekayasa berita,” ujarnya.
Ia mengimbau warga Depok untuk bijak dalam menyikapi informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
“Kami meminta agar warga jangan mau dirayu atau dibujuk untuk ikutan atau bersaksi palsu menerima
money politic
, karena itu akan ada konsekuensi hukumnya,” tutup Dindin.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Budi Hartono
-

Geisz Chalifah yakin Mas Pram-Bang Doel tidak khianati janjinya
Sumber foto: Antara/elshinta.com.
Pilkada Jakarta 2024
Geisz Chalifah yakin Mas Pram-Bang Doel tidak khianati janjinya
Dalam Negeri
Editor: Sigit Kurniawan
Rabu, 20 November 2024 – 13:55 WIBElshinta.com – Loyalis Anies Baswedan, Geisz Chalifah, menceritakan ihwal para pendukung Anies Baswedan akhirnya menjatuhkan pilihan pilihan kepada Calon Gubernur (Cagub) dan Calon Wakil Gubernur (Cawagub) Pramono Anung (Mas Pram) dan Rano Karno (Bang Doel).
“Bagj para pendukung Pak Anies ini adalah sebuah pilihan yang harus kami ambil. Tadinya kami semua pengennya mendukung kotak kosong tapi usulan agar ada pilihan kotak kosong di surat suara sudah ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK),” kata Geisz Chalifah saat diwawancarai Jurnalis Senior TV, Reinhard Sirait, di Jakarta, Senin (18/11/2024).
Menurut Geisz, apabila pendukung Anies Baswedan tetap mengambil sikap memilih kotak kosong maka pilihan itu tidak berdampak apapun terhadap hasil pilkada Jakarta.
Kemudian ada beberapa pilihan yang mungkin dipilih adalah mendukung paslon Mas Pram-Bang Doel atau Dharma-Kun.
Sedangkan Ridwan Kamil-Suswono tidak masuk pilihan bagi pendukung Anies Baswedan karena dianggap RK-Suswono termasuk kelompok pengkhianat yang menjegal langkah Anies Baswedan maju Pilgub Jakarta.
“Akhirnya Kamis pekan kemarin Pak Anies sudah mengarahkan kepada kami semua bahwa dukungan itu diberikan kepada Mas Pram dan Bang Doel. Karena merekalah yang paling komit terhadap keberkelanjutan dari program-program Pak Anies,” kata Geisz.
Geisz menegaskan, sudah tidak ada jalan lain, harapan para pendukung Anies adalah bersama-sama dalam satu perahu untuk mendukung kemenangan Mas Pram dan Bang Doel.
“Bukan dalam rangka memenangkan Mas Pram dan Bang Doel saja tapi juga menyelamatkan warga Jakarta. Terutama keluarga Kampung Bayam, warga Kampung Akuarium, warga-warga Kampung Kumuh yang akses air bersihnya belum belum selesai,” kata Geisz.
Geisz mengatakan, ada yang aneh perlakuan Pemda DKI Jakarta pasca Gubernur Anies Baswedan. Sebab sebagian besar warga sudah memegang IMB kawasan, warga Kampung Bayam juga sudah mendapatkan nomor rumah yang kemudian tidak diberikan oleh PJ Gubernur Jakarta Heru Budi Hartono yang notabene adalah penunjukan dari Presiden saat itu yakni Joko Widodo (Jokowi).
Hal yang sama juga dialami warga Kampung Akuarium yang hingga kini juga masih ada 2 tower lagi yang belum dibangun.
“Nah dengan mendukung Mas Pram dan Bang Doel insyaallah hal-hal yang seperti itu akan diselesaikan dan dilaksanakan. Menurut saya ini orang seperti Mas Pram dan Bang Doel tidak akan berkhianat terhadap janjinya,” pungkas Geisz.
Sumber : Radio Elshinta
-
/data/photo/2024/11/15/6736bc65a74f1.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pemprov Jakarta Bantah Pelantikan Pejabat Terkait Pembagian Bansos Jelang Pilkada Megapolitan 15 November 2024
Pemprov Jakarta Bantah Pelantikan Pejabat Terkait Pembagian Bansos Jelang Pilkada
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Penjabat (Pj) Gubernur Jakarta Teguh Setyabudi memastikan tak ada faktor yang bersifat pribadi dan transaksional dalam pelantikan 305 pejabat
Pemprov Jakarta
.
Menurut dia, para pejabat itu telah melewati proses seleksi yang ketat serta melalui persetujuan sesuai kompetensi dan pengalaman.
Proses ini dimulai sejak awal Agustus 2024 yang diajukan Pj Gubernur Jakarta sebelumnya, Heru Budi Hartono, ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Proses pelantikan sudah mengalami proses yang lama, sejak Agustus lalu,” kata Teguh dalam keterangannya, Jumat (15/11/2024).
Teguh mengatakan, proses seleksi tidak instan. Dia memastikan seleksi telah dilakukan sesuai
standard operating procedur
(SOP).
“Tidak ada faktor
like
dan
dislike,
tidak ada faktor transaksional. Apabila ditemukan faktor itu, silakan Bapak dan Ibu bisa melaporkannya,” kata dia.
Teguh menuturkan, pelantikan 305 pejabat administrator, pengawas dan ketua subkelompok (kasubkel) sudah melalui proses yang lama dengan melihat kebutuhan mendesak.
“Pengangkatan, pemberhentian, mutasi maupun promosi merupakan suatu sisi kebutuhan organisasi dan penyegaran bagi pejabat serta telah mendapat persetujuan dari Kemendagri,” kata Teguh.
“Jadi, bukan suatu proses instan melainkan sesuai SOP dan kewenangan,” imbuh dia.
Sebelumnya diberitakan, anggota DPRD Fraksi PDI-P, Dwi Rio Sambodo menyebut, pelantikan 305 pejabat eselon III dan IV di lingkungan Pemprov Jakarta dicurigai berkaitan dengan politisasi bantuan sosial (bansos).
Pasalnya, pelantikan para pejabat Pemprov itu digelar menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) Jakarta 2024.
“Jika demikian, ada dugaan kuat hal ini berkaitan dengan motif politisasi pendistribusian bantuan sosial (bansos) kepada warga untuk Pilkada Jakarta 2024 mendatang,” ujar Dwi Rio, Jumat.
Dwi Rio menuturkan, berdasarkan aturan, disebutkan bahwa mutasi tanpa persetujuan Kementerian Dalam Negeri merupakan tindak pidana.
Aturan itu juga merujuk pada Pasal 80 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
“Disebutkan bahwa pejabat pemerintahan yang terbukti menyalahgunakan wewenang dapat dikenakan sanksi administrasi berat,” imbuh dia.
Larangan kepala daerah merotasi anak buahnya menjelang Pilkada itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pilkada.
Ada dua pasal, yakni Pasal 71 ayat (2) dan 162 ayat (3) dalam undang-undang tersebut yang melarang setiap kepala daerah merotasi pejabat menjelang pelaksanaan kontestasi politik daerah, termasuk di Jakarta.
Pasal 71 ayat (2) berbunyi,
“Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati dan Wali Kota atau Wakil Wali Kota dilarang melakukan penggatian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri”.
“Jadi (larangan merotasi pejabat itu) enam bulan sebelum penetapan pasangan calon (kepala daerah), bukan enam bulan sebelum pencoblosan,” kata Sakhroji.
Sementara itu, Pasal 162 ayat (3) berbunyi,
“Gubernur, Bupati, atau Walikota yang akan melakukan penggantian pejabat di lingkungan pemerintah daerah provinsi atau kabupaten/kota, dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung tanggal pelantikan harus mendapatkan persetujuan tertulis dari menteri”.
Dengan demikian, kepala daerah atau penjabat kepala daerah yang melakukan mutasi pejabat menjelang Pilkada 2024 berpotensi akan disanksi pidana, sebagaimana yang tertuang pada Pasal 190 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Pasal 190 berbunyi
“Pejabat yang melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (2) atau Pasal 162 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 600.000 atau paling banyak Rp 6.000.000”.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2024/11/22/673fbd1dca09c.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2024/06/24/6679352188268.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)





