Tag: Budi Gunadi Sadikin

  • Kagetnya Menkes Banyak Anak di RI Kena Diabetes

    Kagetnya Menkes Banyak Anak di RI Kena Diabetes

    Jakarta

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin kaget mengetahui banyak anak-anak di Indonesia yang terkena diabetes. Dia pun menekankan pentingnya deteksi dini dan penanganan diabetes pada anak-anak.

    Hal ini karena ia khawatir terhadap peningkatan kasus diabetes tipe 1 pada anak-anak di Indonesia maupun dunia.

    “Saya juga kaget bahwa ternyata, banyak anak di dunia dan juga di Indonesia yang terkena diabetes sejak kecil, istilahnya diabetes tipe 1. Diabetes tipe 1 ini jika tidak dirawat dengan cepat, bisa meninggal dalam waktu 6 bulan sampai 1 tahun,” ucapnya dikutip dari laman Kemenkes RI.

    Menkes mengatakan diabetes tipe 1 yang tak segera mendapatkan pengobatan dapat berdampak fatal, bahkan kematian. Dalam upaya menangani permasalahan ini, pemerintah berinisiatif menerapkan skrining kesehatan gratis untuk masyarakat Indonesia, termasuk anak-anak pada 2025.

    “Kebetulan kan Pak Prabowo akan launching Skrining Kesehatan untuk masyarakat di Indonesia. Nah, saya sudah putuskan memasukan skrining diabetes ini untuk kelompok anak-anak, supaya ketahuan lebih dini. Dengan begitu, kita bisa lakukan pengobatannya segera mungkin,” tambahnya.

    Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik utama pada anak yang sifatnya kronis dan potensial mengganggu tumbuh kembang anak. Pada anak dikenal 2 jenis diabetes yang paling banyak dijumpai, yaitu DM tipe-1 dengan jumlah kadar insulin rendah akibat kerusakan sel beta pankreas, dan DM tipe-2 yang disebabkan oleh resistensi insulin, walaupun kadar insulin dalam darah normal.

    Faktor penyebab utama DM tipe-1 adalah faktor genetik dan autoimun, sedangkan pada DM tipe-2 biasanya disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat dan kegemukan.

    Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sebelumnya merilis data yang menunjukkan bahwa prevalensi anak pengidap diabetes meningkat 70 kali lipat pada januari tahun 2023 dibandingkan tahun 2010. IDAI mencatat 1.645 anak di Indonesia mengidap diabetes, prevalensinya sebesar 2 kasus per 100.000 anak. Hampir 60 persen pengidapnya adalah anak perempuan. Sedangkan berdasarkan usianya, sebanyak 46 persen berusia 10-14 tahun, dan 31 persen berusia 14 tahun ke atas.

    (suc/naf)

  • Menkes: Komplikasi Serius Terjadi pada 70 Persen Pasien Diabetes yang Terlambat Ditangani

    Menkes: Komplikasi Serius Terjadi pada 70 Persen Pasien Diabetes yang Terlambat Ditangani

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, diabetes yang terlambat ditangani menyebabkan komplikasi serius, seperti ketoasidosis diabetik (KAD). Adapun 70% pasien diabetes yang terlambat ditangani merupakan komplikasi serius. 

    “KAD atau komplikasi serius ini terjadi pada 70% pasien diabetes yang terlambat ditangani. Jika sudah dalam kondisi itu, risiko kematiannya jauh lebih besar. Oleh karena itu, deteksi dini sangat penting,” kata Menkes dalam peringatan Hari Diabetes Sedunia di RSUP Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, Minggu (24/11/2024) dilansir Antara.

    Dia mengatakan, penanganan diabetes sejak dini jauh lebih murah dan efektif dibandingkan penanganan pada tahap lanjut. 

    Menkes juga menekankan pentingnya deteksi dini dan penanganan diabetes pada anak-anak, mengingat kekhawatiran peningkatan kasus diabetes tipe 1 pada anak-anak baik di Indonesia maupun dunia.

    “Saya kaget ternyata banyak anak-anak di dunia, termasuk Indonesia, yang terkena diabetes tipe 1 sejak kecil. Jika tidak diobati dengan cepat, diabetes tipe 1 ini bisa berakibat fatal,” ujar Budi Gunadi Sadikin.

    Menkes Budi mengungkapkan, diabetes tipe 1 yang terlambat ditangani dapat berakibat fatal dan bisa menyebabkan kematian.

    Dalam upaya menangani masalah ini, Menkes mengungkapkan dukungannya terhadap inisiatif pemerintah yang dipelopori Presiden Prabowo Subianto, yaitu program skrining kesehatan untuk masyarakat Indonesia, termasuk anak-anak.

    “Saya sudah memutuskan untuk memasukkan skrining diabetes ini untuk kelompok anak-anak, agar masalah ini bisa terdeteksi lebih dini dan penanganannya lebih cepat,” kata Menkes.

    Dia mengatakan, untuk menangani diabetes sejak dini, ke depan puskesmas juga dapat melayani penderita diabetes dengan pemberian insulin. Saat ini pihaknya sedang mengkaji dan melakukan penelitian terkait kesiapan puskesmas untuk memberikan insulin kepada penderita diabetes.

    “Kami sedang melakukan kajian dan penelitian, karena diabetes kalau terlambat ditangani bisa bahaya. Sementara jika deteksi lebih dini, jauh lebih murah dan lebih cepat sembuh,” ujar Menkes 

  • Menkes Dorong Puskesmas Layani Penderita Diabetes dengan Insulin

    Menkes Dorong Puskesmas Layani Penderita Diabetes dengan Insulin

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin berharap puskesmas di Indonesia dapat segera melayani penderita diabetes. Menkes menyatakan saat ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sedang mengkaji kesiapan puskesmas dalam mendistribusikan dan memberikan insulin.

    “Kami sedang melakukan kajian dan penelitian. Diabetes, jika ditangani sejak dini, jauh lebih murah dan cepat sembuh,” ujar Budi dalam peringatan Hari Diabetes Sedunia di RSUP Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, Minggu (24/11/2024) dilansir Antara.

    Menurut Menkes, penanganan dini dapat mencegah komplikasi serius seperti ketoasidosis diabetik (KAD), yang sering terjadi pada pasien diabetes yang terlambat ditangani.

    “KAD ini terjadi pada 70% pasien yang terlambat dirawat, dan risiko kematiannya lebih tinggi. Oleh karena itu, deteksi dini sangat penting,” tambahnya.

    Menkes menekankan pentingnya keterlibatan puskesmas dalam melayani penderita diabetes. Ia meminta rumah sakit rujukan seperti RSCM untuk mendukung persiapan sarana dan pelatihan tenaga medis di puskesmas.

    “Jangan hanya rumah sakit saja yang ditingkatkan, justru puskesmas harus diampu hingga siap,” katanya.

    Sebagai langkah awal, program deteksi dini diabetes secara nasional akan dimulai pada 2025 dengan sejumlah puskesmas terpilih menjadi pilot project.

    Jika berhasil, insulin akan didistribusikan lebih luas. Meski demikian, Menkes mengakui istribusi insulin menghadapi tantangan terkait fasilitas penyimpanan khusus dan pelatihan tenaga medis.

    “Saya minta ahlinya untuk menurunkan kompetensi ke dokter umum di puskesmas. Mereka harus bisa mendeteksi dengan benar dan menata laksana penderita diabetes,” ungkapnya.

    Menkes Budi berharap langkah ini akan meningkatkan akses penderita diabetes ke perawatan yang tepat waktu, sehingga dapat menurunkan angka kematian akibat komplikasi diabetes yang terlambat ditangani.

    “Kami ingin meningkatkan kualitas hidup penderita diabetes di Indonesia dengan memastikan mereka mendapatkan perawatan lebih dini dan lebih baik,” tegas Menkes.

    Kebijakan puskesmas yang melayani penderita diabetes akan meningkatkan kualitas hidup penderita, sekaligus memastikan mereka mendapatkan perawatan lebih dini dan lebih baik.

  • Menkes Budi Kaget Banyak Anak-anak Indonesia Kena Diabetes Tipe 1

    Menkes Budi Kaget Banyak Anak-anak Indonesia Kena Diabetes Tipe 1

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menekankan pentingnya deteksi dini dan penanganan diabetes pada anak-anak. Dia mengaku khawatir terhadap peningkatan kasus diabetes tipe 1 pada anak-anak, khususnya di Indonesia.

    “Saya sangat kaget bahwa ternyata banyak anak-anak di dunia, termasuk Indonesia, yang terkena diabetes tipe 1 sejak kecil. Jika tidak diobati dengan cepat, diabetes tipe 1 ini bisa berakibat fatal,” ujar Menkes Budi Gunadi Sadikin saat Peringatan Hari Diabetes Sedunia di RSUP Dr Cipto Mangunkusomo (RSCM) dikutip dari Antara, Minggu (24/11/2024). 

    Menkes Budi mengungkapkan diabetes tipe 1 yang tidak segera ditangani dengan tepat dapat berakibat fatal. Bahkan, ada kemungkinan bisa menyebabkan kematian pada anak.

    Dalam upaya untuk menangani masalah ini, Menkes mengungkapkan dukungannya terhadap inisiatif pemerintah yang dipelopori oleh Presiden Prabowo Subianto, yaitu program skrining kesehatan untuk masyarakat Indonesia, termasuk anak-anak.

    “Saya sudah memutuskan untuk memasukkan skrining diabetes ini untuk kelompok anak-anak, agar masalah ini bisa terdeteksi lebih dini dan penanganannya lebih cepat,” ujarnya. 

    Budi Gunadi juga mengapresiasi langkah kolaboratif antara IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) dan pihak terkait yang telah mengembangkan aplikasi PrimaKu yang terintegrasi dengan Satu Sehat.

    Aplikasi ini diharapkan dapat mempermudah pemantauan dan tindak lanjut pasien diabetes anak. Dalam paparannya, Menkes Budi menyebutkan sudah terdapat 160 ribu pengukuran pada 883 pasien yang terdaftar di sistem PrimaKu.

    “Dengan integrasi antara Primaku dan Satu Sehat, data pasien akan lebih rapi dan terintegrasi dengan baik. Ini akan memungkinkan kita untuk memantau anak-anak yang terkena diabetes secara lebih efektif dan memberikan pengobatan yang lebih baik,” kata Menkes.

    Data yang ada menunjukkan lebih dari ribuan anak di bawah usia 18 tahun di Indonesia menderita diabetes, dan sebagian besar dari mereka diperkirakan mengalami diabetes tipe 1.

    Menkes berharap integrasi aplikasi ini akan meningkatkan kualitas pemantauan dan pengobatan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan tingkat kesembuhan dan mengurangi angka kematian akibat diabetes pada anak-anak.

    “Semoga dengan adanya sistem yang lebih baik, kita bisa memastikan bahwa anak-anak yang menderita diabetes mendapatkan perawatan yang tepat dan terjangkau. Dengan deteksi dini dan penanganan yang cepat, kita dapat meningkatkan peluang mereka untuk hidup sehat,” kata Budi Gunadi Sadikin. 

  • Hadiah dari Prabowo, Deteksi Kanker Masuk Kado Ultah Skrining Kesehatan 2025

    Hadiah dari Prabowo, Deteksi Kanker Masuk Kado Ultah Skrining Kesehatan 2025

    Jakarta

    Deteksi dini kanker akan menjadi bagian dari program skrining kesehatan nasional. Deteksi dini ini diharapkan dapat meningkatkan kesembuhan dan mengurangi tingkat kematian akibat kanker.

    “Deteksi dini kanker ini juga masuk ke program skriningnya hadiah dari Pak Prabowo, jadi kalau ada indikasi-indikasi kanker dini dapat kita atasi,” kata Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin dalam keterangannya dikutip Minggu (24/11/2024).

    Program skrining kesehatan gratis sesuai umur ini akan diluncurkan pada Januari 2025. Untuk memudahkan akses masyarakat, program skrining ini akan dilaksanakan di berbagai fasilitas kesehatan pemerintah, baik di puskesmas maupun rumah sakit pemerintah.

    Menkes mengatakan skrining kanker akan mencakup pemeriksaan darah lengkap menggunakan alat hematoanalyzer dan blood chemical analyzer. Pemeriksaan ini untuk mendeteksi indikasi kanker sejak dini.

    “Kanker itu penyakitnya tidak menakutkan, bisa disembuhkan, tapi catatannya harus ketahuannya sejak dini, misalnya kanker payudara paling banyak ini, kalau ketahuannya stadium 1 itu 90 persen bisa sembuh. Jadi, jangan takut untuk deteksi dini kanker payudara,” ujar Menkes.

    Skrining kesehatan gratis berdasarkan kelompok usia dewasa di atas 18 tahun ini difokuskan pada deteksi dini kanker, termasuk kanker payudara dan serviks, yang merupakan penyebab utama kematian pada wanita di Indonesia, serta kanker prostat pada laki-laki.

    Ke depannya, skrining kesehatan akan dilakukan di Puskesmas dan sekolah-sekolah sesuai dengan kategori usia yang relevan. Untuk mendukung pendataan, Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil).

    Warga yang berulang tahun cukup mendatangi Puskesmas terdekat dengan membawa identitas, dan petugas akan memverifikasi data berdasarkan basis data kependudukan untuk mengakses layanan ini.

    (kna/kna)

  • Atasi Kekurangan Spesialis, Menkes Bakal Kirim 100 Dokter Belajar ke 4 Negara

    Atasi Kekurangan Spesialis, Menkes Bakal Kirim 100 Dokter Belajar ke 4 Negara

    Jakarta

    Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menyampaikan upaya mempercepat kebutuhan dokter spesialis di Tanah Air. Dirinya mengatakan akan mengirim sekitar 100 dokter per tahun ke empat negara untuk menjalani program spesialis.

    Langkah ini diambil karena menurut Menkes, Indonesia masih kekurangan dokter onkologi. Hal ini menyebabkan penanganan kanker belum optimal.

    “Persoalan terbesar dalam penanganan kanker di Indonesia adalah dokternya, kita tidak punya dokter onkologi yang cukup,” kata Menkes dalam keterangan tertulis dikutip Minggu (24/11/2024).

    Kekurangan dokter ini juga menyebabkan distribusi alat kesehatan ke rumah sakit di daerah juga terhambat lantaran tidak ada dokter spesialis yang mengoperasikannya.

    Pemerintah Indonesia disebutnya telah menjalin kerjasama dengan pemerintah China, India, Jepang, dan Korea untuk mengirimkan 100 dokter setiap tahun. Seratus dokter ini akan mengikuti program fellowship dalam bidang seperti kardiologi intervensional dengan durasi pelatihan berkisar antara 6 hingga 24 bulan.

    Pemerintah mengambil kebijakan untuk mengirim belajar para dokter ke luar negeri dikarenakan terbatasnya kapasitas pendidikan di dalam negeri untuk program fellowship.

    “Karena kita mau mempercepat program fellowship, sehingga dokter spesialis penyakit dalam bisa melakukan kemoterapi,” terang Menkes.

    (kna/kna)

  • Percepat Operasional RS Kardiologi Emirates-Indonesia, Menkes Akan Datangkan Dokter dari RS Sardjito

    Percepat Operasional RS Kardiologi Emirates-Indonesia, Menkes Akan Datangkan Dokter dari RS Sardjito

    Solo, Beritasatu.com – Menteri Kesehatan atau Menkes Budi Gunadi Sadikin akan mendatangkan dokter dari RS Sardjito untuk mempercepat pengoperasionalan RS Kardiologi Emirates-Indonesia. Hal itu dilakukan untuk mempercepat operasional RS yang pembiayaannya berasal dana hibah dari Pemerintah Uni Emirat Arab (UEA) tersebut.

    Menkes Budi Gunadi Sadikin menyampaikan hal itu seusai meninjau RS Kardiologi Emirates-Indonesia di kompleks Solo Technopark (STP), Kota Solo, Jawa Tengah, Sabtu (23/11/2024).

    “Saya sudah berbicara dengan Manajemen RS Sardjito Yogyakarta untuk memindahkan ahli-ahli dan perawatnya ke sini (RS Kardiologi) sehingga bisa langsung beroperasi. Saya harapkan tidak lebih dari tiga bulan ke depan sudah bisa jalan,” ungkapnya.

    Menkes Budi Gunadi Sadikin mengatakan, opsi memindahkan dokter dan perawat dari rumah sakit lain, dalam hal ini RS Sardjito akan lebih baik dibandingkan merekrut dokter baru yang belum memiliki pengalaman. Apalagi, fasilitas yang dimiliki RS Kardiologi Emirates-Indonesia sudah sangat canggih.

    “Saya tidak mau cari dokter baru nanti dapatnya yang tidak berpengalaman. Banyak dokter (RS Sardjito) berpengalaman praktik berbagai tempat kita tempatkan ke sini. Tenaga SDM yang berpengalaman bisa mempercepat pelayanan,” tuturnya.

    Untuk pengelolaan ke depan, Budi mengatakan selama dua tahun pertama pengoperasian RS Kardiologi Emirates-Indonesia akan berada di bawah Kementerian Kesehatan (Kemenkes). “Setelah itu akan dibicarakan Pemkot Solo dan Kemenkes untuk kelanjutan pengelolaanya,” ucapnya.

    Menkes Budi berharap ke depan semua rumah sakit milik Kemenkes maupun pemerintah daerah bisa seperti RS Kardiologi-Emirates Indonesia. 

    “Mudah-mudahan semua rumah sakit Kemenkes dan pemda bisa seperti ini (RS Kardiologi Emirates-Indonesia), desainnya seperti ini sehingga masyarakat sakit masuk sini langsung sehat balik pulang,” harap Menkes Budi Gunadi Sadikin.

  • Menkes Ungkap Data Kematian Akibat Penyakit Kardiovaskular di RI

    Menkes Ungkap Data Kematian Akibat Penyakit Kardiovaskular di RI

    Jakarta – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin hadiri International Cardiovascular Summit (IICS), Minggu (17/11). Dalam sambutannya, ia mengungkap data kematian akibat penyakit kardiovaskular yang diduga mencapat 1 juta per tahun di Indonesia.

    (/)

  • PPDS Hospital Based Bisa Atasi Kekurangan Spesialis Jantung di RI

    PPDS Hospital Based Bisa Atasi Kekurangan Spesialis Jantung di RI

    Jakarta

    Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin berbicara mengenai strategi pemerataan jumlah dokter di Indonesia melalui program pendidikan dokter spesialis berbasis hospital based atau rumah sakit pendidikan.

    Saat ini baru ada sekitar 1.500 jumlah dokter spesialis jantung di Indonesia. Rasionya sangat minim sehingga belum ideal untuk memberikan pelayanan maksimal ke masyarakat.

    “Strategi kita mendistribusikan SDM-nya karena penyakit jantung ini 90 menit harus tertangani,” tutur Menkes saat ditemui di agenda International Cardiovascular Summit (IICS) 2024, Jakarta Selatan, Minggu (17/11/2024).

    Idealnya menurut Menkes, harus ada 2 spesialis jantung di seluruh rumah sakit tingkat kabupaten/kota. Dengan kondisi tersebut, jumlah dokter spesialis jantung menurut dia harus berada di angka sekitar 750 orang.

    “Oleh karena itu kita butuh percepatan. Mendidik spesialis itu butuh praktek, ini yang harus dilakukan di rumah sakit-rumah sakit,” beber dia.

    Kementerian Kesehatan telah membuka enam program di rumah sakit penyelenggara pendidikan utama. Enam program studi kedokteran spesialis di enam rumah sakit penyelenggara pendidikan utama tersebut yakni spesialis mata, jantung, anak, saraf, orthopedi, dan ongkologi.

    Peserta calon dokter spesialis yang mengikuti program ini diutamakan berasal dari Daerah Tertinggal Perbatasan dan Kepulauan (DTPK), yakni luar Pulau Jawa. Sehingga setelah lulus, mereka dapat mengabdi di daerah terpencil yang masih kekurangan dokter spesialis.

    Menkes menegaskan tujuan utama program hospital based adalah mempercepat pemenuhan jumlah dokter spesialis, mendistribusikan dokter spesialis ke seluruh pelosok Indonesia agar penempatan tidak hanya terkonsentrasi di pulau Jawa dan mencetak dokter spesialis berkualitas internasional.

    “Jadi ada rumah sakit yang kasusnya banyak, dipakai sebagai tempat pembelajaran. Di RS Harapan Kita sudah mulai hospital based dan mengampu rumah sakit,” tandasnya.

    (kna/kna)

  • Menkes Dorong RS di Indonesia Gunakan Teknik Bedah Robotik

    Menkes Dorong RS di Indonesia Gunakan Teknik Bedah Robotik

    Menkes Budi Gunadi Sadikin dorong rumah sakit yang dikelola oleh Kemenkes untuk ikuti jejak RS Jantung dan Pembuluh Darah (RSJPD) Harapan Kita yakni menggunakan teknik bedah dengan robotik. Harapannya agar Indonesia bisa maju dalam operasi bedah apapun.