Perbaiki Sistem Rujukan BPJS, Menkes: Kasihan Pasien Dirujuk Berkali-kali sampai Dapat RS Tepat
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin merasa kasihan dengan pasien yang harus dirujuk dari satu rumah sakit (RS) ke rumah sakit lainnya akibat sistem rujukan BPJS Kesehatan yang selama ini berlaku.
Budi mengatakan, pasien-pasien itu selama ini harus dilempar-lempar antara
rumah sakit
, sebelum akhirnya mendapatkan RS yang tepat.
“Kasihan pasiennya itu mesti beberapa kali rujuk sebelum dia sampai di rumah sakit yang tepat untuk memberikan tindakan kepada yang bersangkutan,” ujar Budi saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (13/11/2025).
Budi menegaskan, sistem berjenjang pada rujukan rumah sakit bakal diperbaiki.
Dia menyebut, pasien akan dirujuk ke RS tertentu berdasarkan kondisi medisnya, tanpa perlu merasakan dilempar-lempar dari RS tipe D sampai tipe A.
“Jadi kalau orang sudah diperiksa misalnya di puskesmas, ‘oh dia perlu dipasang ring gitu jantungnya’, itu enggak usah harus ke tipe D dulu. ‘Oh dicek tipe D enggak bisa pasang ring, naikin lagi tipe C, enggak bisa pasang ring langsung ke tipe B’. Dia akan langsung masuk ke tipe B,” paparnya.
“Jadi buat pasien akan jauh lebih cepat prosesnya.
Anyway
, dia akan masuk ke tipe B, justru akan mengurangi antrean pasien di tipe D dan tipe C, karena enggak usah menjalani tiga rumah sakit, dia langsung ke rumah sakit tujuan,” sambung Budi.
Budi mengatakan, dengan reformasi sistem rujukan berjenjang ini, maka pengeluaran BPJS Kesehatan juga akan berkurang.
Sebab, BPJS hanya perlu membayar ke satu rumah sakit saja, yakni tempat pasien langsung dirujuk.
“Harusnya lebih sedikit, karena BPJS bayarnya langsung ke rumah sakit terakhir kan, enggak usah ke tiga kali rumah sakit,” jelasnya.
Sementara itu, Budi menekankan, pasien harus tetap berkunjung ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) sebelum dirujuk ke rumah sakit yang tepat.
Sebab, di FKTP, pasien akan ditentukan oleh dokter, rumah sakit tipe apa yang cocok untuknya.
“Harus ke faskes, tapi faskes yang pertama akan menentukan, dia itu level layanannya itu tingkat apa. Kalau dia ternyata sakit stroke, strokenya cukup di tingkat C, nanti dia akan dikirim ke rumah sakit yang memiliki layanan stroke tingkat C,” kata Budi.
“Kalau dia strokenya ternyata susah gitu casenya, tingkat B, dia akan dikirim langsung ke rumah sakit yang memiliki layanan stroke tingkat B,” imbuhnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Budi Gunadi Sadikin
-
/data/photo/2025/11/13/6915d47700d91.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Perbaiki Sistem Rujukan BPJS, Menkes: Kasihan Pasien Dirujuk Berkali-kali sampai Dapat RS Tepat
-

Buka-bukaan Menkes Bakal Ubah Rujukan BPJS: Nggak Perlu 3 Kali, Keburu Wafat
Jakarta –
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mewacanakan perubahan besar sistem rujukan peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan. Ia menilai, sistem berjenjang yang berlaku saat ini sering kali memperlambat penanganan pasien dengan kondisi gawat darurat, sekaligus menimbulkan pemborosan biaya layanan.
“Kita akan ubah rujukannya berbasis kompetensi supaya bisa menghemat BPJS juga,” kata Menkes dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Kamis (13/11/2025).
Selama ini, pasien BPJS yang membutuhkan layanan lanjutan harus melalui mekanisme rujukan berjenjang dari fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) seperti puskesmas, ke rumah sakit tipe C, lalu tipe B, sebelum akhirnya sampai ke rumah sakit tipe A.
Padahal, tidak semua jenis penyakit memerlukan proses berlapis demikian.
“Sekarang kalau orang misalnya kena serangan jantung dan butuh bedah jantung terbuka, dia dari puskesmas masuk dulu ke rumah sakit tipe C, di tipe C rujuk lagi ke tipe B, ujungnya ke tipe A. Padahal yang bisa lakukan itu sudah jelas tipe A,” lanjut Menkes.
Menurut Budi, sistem tersebut tidak hanya memakan waktu, tetapi juga membuat biaya BPJS membengkak karena satu pasien bisa dicover tiga kali, di tiga rumah sakit berbeda.
“Harusnya BPJS nggak usah keluar uang tiga kali. Cukup sekali saja, langsung dinaikin ke rumah sakit yang paling atas. Dari sisi BPJS lebih efisien, dari sisi masyarakat juga senang, nggak perlu rujuk tiga kali, keburu wafat nanti dia kan,” ucapnya.
Budi menegaskan, sistem baru yang sedang disiapkan akan berbasis pada kompetensi layanan rumah sakit, bukan sekadar tingkatan administratif. Artinya, pasien akan langsung dirujuk ke fasilitas yang memang memiliki kemampuan menangani penyakitnya.
“Lebih baik pasien langsung dikirim ke tempat di mana dia bisa dilayani sesuai anamnesa awalnya,” jelasnya.
Langkah ini diharapkan bisa memangkas waktu penanganan kasus darurat dan mempercepat akses masyarakat pada layanan spesialistik yang sesuai kebutuhan medisnya.
Revisi Tarif INA-CBG’s
Selain sistem rujukan, Kemenkes juga tengah menyiapkan perubahan sistem tarif INA CBG’s, yaitu mekanisme pembayaran klaim layanan rumah sakit yang digunakan BPJS Kesehatan.
Budi menjelaskan, selama ini kelompok tarif INA-CBG’s yang digunakan di Indonesia mengacu pada sistem dari Malaysia, sehingga seringnya tidak sesuai dengan kondisi dan pola penyakit di Indonesia.
“Rumah sakit banyak yang komplain, BPJS juga merasa bayarnya kok kebanyakan seperti ini. Jadi kita duduk bareng dengan organisasi profesi, rumah sakit, kolegium, untuk kita sederhanakan, supaya nggak memberatkan administrasi dan lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat,” tuturnya.
Sebagai contoh, Budi menyebut kategori konsultasi rawat jalan yang sebelumnya hanya satu jenis, kini diubah menjadi 159 jenis untuk mencerminkan variasi kebutuhan pasien.
“Jadi pembayarannya bisa lebih pas, pasien juga dilayani lebih baik, nggak perlu datang dua atau tiga kali untuk hal yang sama,” katanya.
“Tujuannya agar masyarakat mendapatkan pelayanan cepat dan tepat, tanpa berbelit, dan BPJS juga lebih hemat dalam pembiayaan,” pungkas Menkes.
Halaman 2 dari 2
(naf/up)
-

Menkes Curhat UU Kesehatan Digugat Terus, Persebaran Dokter Spesialis Mandek
Jakarta –
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan saat ini RI masih kekurangan dokter spesialis. Ia menyebut selama 80 tahun Indonesia merdeka, jumlah dokter spesialis di sejumlah wilayah belum memenuhi target.
Hal itu disampaikan Menkes Budi dalam Rakat Kerja dengan Komisi IX DPR RI, Kamis (13/11/2025). Budi Gunadi mengatakan pemerintah saat ini tengah menggencarkan hospital based dalam rangka pemerataan dokter spesialis.
“Sampai sekarang 80 tahun merdeka belum penuh juga baru 47 (persen) yang diisi. Nah ini gimana caranya. Memang kita sekarang kan lagi bikin hospital based, kita rencana hospital based kan Pak Presiden minta 500 kalau bisa di setiap kabupaten/kota dibikin sehingga dokter spesialis itu nggak usah rebutan, orang Nias rebutan sama orang Jakarta, pasti kalah lah dia kalau dokter spesialis. Orang Nias, di Nias aja,” ujar Budi Gunadi dalam rapat di DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (13/11/2025).
Budi mengatakan UU Kesehatan yang mengatur soal pendidikan bagi dokter spesialis itu berulang kali digugat ke MK. Budi meminta hakim MK yang berasal dari DPR untuk membantu Kemenkes.
“Jadi rumah sakitnya di sana, walaupun ini membuat beberapa teman-teman nggak seneng, kemudian digugat ke MK udah menang 4, ini masih digugat lagi nggak berhenti-berhenti itu digugat kita,” kata Budi Gunadi.
Ia berharap sentra rumah sakit pendidikan untuk dokter spesialis tak hanya berpusat di Pulau Jawa saja. Budi Gunadi menargetkan RI bisa membuka sentra pendidikan dokter spesialis di 514 kabupaten atau kota.
“Nggak mungkin kita punya center-nya bikinnya kayak sekarang 26 center hanya di Jawa aja. Nggak mungkin menang orang-orang Kalimantan, Maluku bertarung sama anak-anak Jakarta untuk jadi dokter spesialis, pasti kalah,” ucapnya.
“Itu sebabnya kita pengin buka di RS-RS di 514 kab/kota. Jadi putar-putar daerah nggak usah saingan sama orang-orang Jakarta atau orang Brawijaya. Itu kan Pak Dokter Benny (Wamenkes) orang Ambon, mana bisa orang Ambon saingan sama orang Surabaya? pasti kalah, bapaknya siapa, anaknya siapa,” ujar Menkes Budi.
“Biarin orang Ambon yang masuk sekolahnya di Ambon aja. Nah itu cita-cita kita dengan hospital based. Jadi ada tiga Pak wakil DPR di MK ya, tolong dibantuin supaya jangan dikalahin lah kita, masa balik lagi ke zaman dulu,” imbuhnya.
(dwr/azh)
-

Penghapusan Kelas 1,2,3 BPJS Kesehatan Jadi Nggak? Ini Bocorannya
Jakarta –
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin membeberkan perkembangan rencana penerapan kelas rawat inap standar (KRIS) BPJS Kesehatan.
Skema ini nantinya akan mengantikan sistem kelas 1, 2 dan 3 untuk memastikan layanan yang sama bagi semua peserta jaminan kesehatan nasional.
“Sekarang kita nunggu, Perpresnya (Peraturan Presiden) ini satu paket. Itu sekarang sedang dalam proses untuk finalisasi,” ujar Budi Gunadi usai rapat kerja dengan Komisi IX DPR, di Jakarta, Kamis (13/11/2025).
Budi Gunadi mengatakan KRIS adalah upaya menstandarisasi fasilitas pelayanan rawat inap untuk kesetaraan akomodasi pasien.
Ia juga menekankan BPJS Kesehatan fokus mengurusi masyarakat kelas bawah, sementara untuk kelas atas dibiarkan ke asuransi swasta.
“Rencana kita akan lakukan kelas rawat inap standar. Ini maksudnya apa? Supaya udah, BPJS tuh fokusnya ke yang bawah saja, BPJS nggak usah cover yang kaya-kaya deh. Kenapa? Karena yang kaya, kelas satu itu, biar dia sama swasta,” tutur Budi.
Sebelumnya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR RI pada Mei 2025, Budi Gunadi mengusulkan agar masa transisi penerapan KRIS BPJS Kesehatan diperpanjang sampai 31 Desember 2025.
“Dengan masih perlu adanya penyesuaian dan Perpres-nya, masa transisi implementasi KRIS diperpanjang sampai 31 Desember 2025,” ujar Budi Gunadi.
Agenda tersebut mundur dari rencana sesuai Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 yang mengamanatkan ketentuan soal penetapan manfaat, tarif dan iuran baru BPJS Kesehatan oleh pemerintah paling lambat pada 1 Juli 2025, seiring dengan mulai berlakunya sistem pelayanan rawat inap standar, yang tak lagi fokus pada klasifikasi kelas 1, 2, 3 BPJS Kesehatan.
(aid/hns)
-

Menkes Pastikan Penghapusan Tunggakan Iuran Tak Ganggu Keuangan BPJS Kesehatan
Jakarta –
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memastikan penghapusan tunggakan iuran tidak akan mempengaruhi keuangan BPJS Kesehatan. Penghapusan tunggakan ini rencananya diperuntukkan bagi masyarakat miskin yang betul-betul tidak mampu membayar iuran.
“Ini pemutihan tidak ada pengaruhnya kepada cash yang masuk ke BPJS sekarang,” kata dia usai rapat di DPR RI, Jakarta Pusat, Kamis (13/11/2025).
Secara detail mengenai kebijakan ini berada di tangan Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar (Cak Imin). Budi enggan memberikan keterangan lebih lanjut.
“Rencananya sedang dikoordinasi dengan Menko Muhaimin untuk bisa mengeluarkan detail. Saya tidak… lebih cocok pak Menko,” tambahnya.
Sebelumnya dalam rapat, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menegaskan bahwa penghapusan tunggakan iuran BPJS Kesehatan hanya dilakukan sekali. Program itu juga hanya diperuntukkan bagi masyarakat kelas bawah yaitu desil 1 sampai 5.
“Tetap disampaikan jangan sampai disalahartikan, orang yang mampu kemudian ‘saya nunggu saja nunggak, nggak usah bayar’. Meskipun yang menentukan dua, kalau dia mampu bayar, jangan nunggu itu. Ini cuma sekali (penghapusan tunggakan) barangkali,” jelasnya dalam rapat dengan Komisi IX dan Menkes.
Untuk diketahui, rencana penghapusan tunggakan atau pemutihan tagihan iuran BPJS Kesehatan disampaikan oleh Menko Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar. Dia menyampaikan kebijakan itu rencananya dilakukan pada akhir tahun ini.
Pria yang karib disapa Cak Imin itu bilang akan ada registrasi ulang untuk masyarakat yang berhak dihapus tunggakan iurannya di BPJS Kesehatan.
“Pemutihan utang peserta BPJS Kesehatan akan segera dilakukan dengan melalui registrasi ulang. Kepada para peserta BPJS Kesehatan untuk bersiap-siap registrasi ulang, dan registrasi ulang itu membuat para peserta aktif kembali,” papar Cak Imin di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (4/11/2025).
Dia mengatakan, tunggakan iuran yang terutang bagi masyarakat yang berhak akan dibebankan kepada BPJS Kesehatan yang mendapat suntikan dana dari pemerintah.
(ada/ara)
-
/data/photo/2025/11/12/6913fcf4b2cf3.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Menkes Tegaskan Rumah Sakit Tak Boleh Tolak Pasien Tanpa KTP
Menkes Tegaskan Rumah Sakit Tak Boleh Tolak Pasien Tanpa KTP
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskanM rumah sakit (RS) tidak boleh menolak pasien tanpa kartu tanda penduduk (KTP), apalagi jika pasien dalam kondisi sakit dan kritis.
Hal tersebut disampaikan Budi merespons kasus masyarakat
suku Baduykorban begal
di Jakarta Pusat yang ditolak masuk RS karena tidak mengantongi kartu identitas.
“Ya seharusnya kalau ada pasien masuk
rumah sakit
dan kritis itu tidak boleh ditolak ya. Itu saya sudah bicara sama Pak Ghufron, harusnya bisa dibicarakan dengan rumah sakit daerah, agar diterima,” ujar Budi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (13/11/2025).
Budi memastikan, rumah sakit di bawah Kementerian Kesehatan bakal menerima pasien-
pasien tanpa KTP
.
Meski begitu, ia meminta BPJS Kesehatan memastikan semua rumah sakit di daerah untuk menerima pasien tanpa KTP.
“Nanti kan rumah sakit-rumah sakit daerah ini kan mitranya BPJS, itu yang nanti akan dipastikan. Tapi kalau masuk ke rumah sakit Kemenkes, kita sih kalau ada emergency pasti kita (terima),” ucap Budi.
Diberitakan sebelumnya, Repan (16), warga suku Baduy Dalam yang menjadi korban pembegalan di Jalan Pramuka Raya, ternyata sempat tidak mendapat pertolongan medis yang maksimal saat mendatangi salah satu rumah sakit (RS) di Jakarta Pusat.
Repan menceritakan, usai dibegal ia langsung berjalan kaki menuju RS terdekat yang ditemuinya.
Kondisinya saat itu mengalami luka sayat di tangan kiri, sedikit luka di pipi, dan memar di punggung lantaran terkena serangan empat orang begal bersenjata tajam.
Melihat kedatangan Repan, petugas RS sempat bertanya soal kartu identitas dan surat administrasi pengantar.
Namun, sebagai warga Baduy Dalam, Repan tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Dia juga tidak memiliki surat pengantar karena tidak sempat bertemu warga setelah kejadian pembegalan.
“Karena kejadiannya pas azan subuh. Memang ada lalu lintas yang lewat, tapi melaju dengan cepat-cepat. Saya langsung jalan cari rumah sakit,” ujar Repan saat dijumpai
Kompas.com
di kawasan Tanjung Duren Dalam, Jakarta Barat, Rabu (5/11/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Pemerintah Belum Membicarakan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
Jakarta –
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan sampai sekarang pemerintah belum membicarakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Untuk itu, demi menjaga kondisi keuangan, BPJS Kesehatan diberikan suntikan dana Rp 20 triliun.
“Berkaitan dengan rencana kenaikan iuran, pemerintah sampai sekarang belum membicarakan mengenai kenaikan iuran,” kata Budi dalam rapat dengan Komisi IX DPR RI, di Gedung DPR RI, Kamis (13/11/2025).
Budi menjelaskan suntikan dana Rp 20 triliun dilakukan untuk menjaga keberlanjutan kondisi keuangan BPJS Kesehatan. Jika tidak dilakukan penyuntikan dana, maka kondisi keuangan dan layanan kesehatan BPJS Kesehatan tidak akan berkelanjutan.
“Tetapi kami sadar BPJS bisa nggak sustain. Itu sebabnya Rp 20 triliun diberikan untuk menjaga sustainabilitas keuangan BPJS. Mekanismenya bagaimana? Rp 10 triliun sudah masuk di kita, tinggal kita salurkan, tetapi yang Rp 10 triliun masih di Kemenkeu. Makanya saya bilang ke Pak Ghufron (Dirut BPJS Kesehatan) ‘yuk kita percepat prosesnya’, sehingga kalau bisa masuk ke BPJS Januari, jangan lama-lama,” terangnya.
Dalam paparan, Budi mengatakan secara historis kondisi keuangan BPJS Kesehatan positif ketika iuran naik. Sementara saat iuran tidak naik, keuangan BPJS Kesehatan selalu defisit.
Berdasarkan data Kemenkes, pendapatan BPJS Kesehatan positif hanya pada 2016, 2019, 2020, 2021, dan 2022. Sementara sisa tahun lainnya selalu mengalami defisit. Kenaikan iuran BPJS Kesehatan terakhir dilakukan pemerintah pada 2016 dan 2020.
“BPJS itu nggak pernah sustainable, dia positif kalau ada kenaikan iuran. Jadi, kenaikan iuran selalu telat, 2016 positif, 2021, 2022 positif. Ini negatif (tahun 2023, 2024, September 2025). Lagi, ini dinamika kenaikan iuran BPJS memang sensitif,” jelasnya.
Pada 2023, pendapatan iuran BPJS Kesehatan sebesar Rp 151,7 triliun, sementara beban JKN yang harus dibayarkan Rp 158,9 triliun. Lalu pada 2024, pendapatan iuran BPJS Kesehatan Rp 165,3 triliun dan beban Rp 175,1 triliun. Melihat kondisi tersebut, Budi menyebut iuran BPJS Kesehatan harus terus dikaji agar layanan kesehatan bisa berkelanjutan.
“Tetapi ini harus dikaji terus untuk menjaga sustainability dari kemampuan BPJS dalam memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat. Maka kita bersama mengatakan bahwa iuran sangat-sangat murah dan menguntungkan bagi kesehatan masyarakat,” tuturnya.
(ada/ara)
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5411883/original/024776200_1763024628-1000151886.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Menkes Buka-bukaan Keuangan BPJS Kesehatan: Bisa Positif Kalau Iuran Naik
Liputan6.com, Jakarta Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin buka-bukaan kondisi keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Ternyata, BPJS Kesehatan baru bisa mencatatkan positif ketika ada kebaikan iuran.
Budi menuturkan, beban jaminan kesehatan nasional (JKN) kerap lebih tinggi dibandingkan pendapatan iuran BPJS Kesehatan. Ada beberapa kali kondisi positif, namun itu atas pengaruh kenaikan iuran.
“Memang BPJS itu enggak pernah sustainable, dia positif kalau dinaikin iuran. Jadi kenaikan iuran itu selalu telat, minus, minus, minus, naikin, di 2016 positif, kemudian ada Covid, di 2020, 2021, 2022 positif, ini (2023) negatif lagi,” ungkap Budi dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR, di Jakarta, Kamis (13/11/2025).
Mengutip data yang dipaparkan Budi, beban klaim JKN lebih tinggi di 2014-2018. Beban sedikit lebih tinggi dari pendapatan pada 2015-2016 saat ada kenaikan iuran.
Kemudian, pada 2017-2018 bebannya kembali lebih tinggi. Lalu, ada kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada 2019. Pada saat itu hingga 2022 pendapatan BPJS Kesehatan membaik, bahkan cukup jauh lebih tinggi dari beban JKN. Namun, pada 2023, bebannya kembali melambung.
“Walaupun secara politis memang ini sensitif, ini harus dikaji terus untuk menjaga sutainability dari kemampuan BPJS dalam memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat kita, dan tugas kita bersama untuk menjaga,” tutur dia.
“Bahwa iuran BPJS itu sangat-sangat murah dan mengutungnkan bagi kesehatan masyarakat,” sambungnya.
-

Pak Menkes! ASN Buncit Jangan Langsung Diajak Lari, Rawan Cedera Sendi Lho
Jakarta –
Menteri Kesehatan (Menkes RI) Budi Gunadi Sadikin berkelakar bahwa aparatur sipil negara (ASN) Kemenkes yang masuk kategori obesitas abdominal atau ‘buncit’ akan diajak lari bersama.
Tetapi, olahraga lari termasuk high impact dan sangat rawan terjadi cedera sendi bagi mereka yang kelebihan berat badan, termasuk mereka yang ‘buncit’.
Spesialis ortopedi dr Langga Sintong, SpOT(K) dari Siloam Hospitals Mampang mengatakan sebenarnya saran dari Menkes BGS termasuk bagus untuk membantu ‘mengusir’ lemak perut, namun pemilihan jenis olahraga juga penting.
“Obesitas sebaiknya olahraga untuk cardio-nya jangan berlari, karena tumpuan ke sendinya berat. Sebaiknya yang low impact exercise,” kata dr Langga saat dihubungi detikcom, Kamis (13/11/2025).
“Low impact exercise untuk cardio seperti sepeda dan berenang, sama latihan (penguatan) otot dengan tujuan menaikkan massa otot, agar membantu membakar kalori,” sambungnya.
Sebagai tenaga medis, dr Langga sangat mendukung saran dari Menkes BGS kepada ASN untuk hidup lebih sehat. Ini sebagai salah satu bentuk pelayanan kepada masyarakat agar optimal.
Namun, kepada para ASN ‘buncit’ yang ingin mencoba olahraga lari, sebaiknya melihat kondisi tubuh terlebih dulu.
“Bisa start dari olahraga jalan atau yang low impact. Tapi yang sudah terbiasa, bisa olahraga lari,” katanya.
Sebelumnya, Menkes membahas temuan banyaknya usia dewasa yang masih produktif, tetapi malas untuk bergerak dan akhirnya menimbulkan obesitas.
“Ternyata banyak yang dewasa-dewasa tuh, usia-usia ini nih, usia produktif, malas gerak dan terjadi obesitas. Itu dulu itunya tuh. Kami bertiga (Wamenkes Dante dan Wamenkes Benyamin) nggak ada yang kelihatan obesitas ya,” ucap Budi saat ditemui di Kantor Kemenkes, Jakarta Selatan, Rabu (12/11/2025).
Lalu Menkes menanggap pertanyaan wartawan terkait bagaimana bila ada ASN Kemenkes yang perutnya masih terlihat ‘buncit’. Setelah itu, Menkes mengatakan para ASN yang ‘buncit’ akan diajak lari oleh Wamen.
Halaman 2 dari 2
(dpy/up)
-

Video Pesan Menkes ke Anak Muda agar Mental Sehat: Jangan Terlalu Ambisius
Jakarta – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyoroti kesehatan jiwa yang kerap menjadi masalah di kalangan anak muda. Menurut Menkes anak muda harus menjaga hidup sehat. Menkes Budi pun memberi pesan agar kesehatan jiwa anak muda bisa terjaga.
“Gimana caranya supaya kita mencegah, karena itu tadi kan, menjaga hidup sehat, sehat mental penting, itu pikirannya harus dijaga. Jangan terlalu stres, jangan terlalu memiliki apa, ambisi yang besar yang di luar kemampuan kita, jangan terlalu banyak dipikirin juga kalau susah, ya, dan yang penting harus rajin berdoa, harus rajin meditasi. Karena itu nanti akan membantu kita agar kondisi mentalnya baik kembali”, jelasnya.
Klik di sini untuk menonton video lainnya!
(/)