Tag: Budi Gunadi Sadikin

  • Bahlil Ungkap Kunjungan ke Rumah Jokowi Bukan Bertemu ‘Bos’: Jangan Dipolitisir itu Lagi Lebaran – Halaman all

    Bahlil Ungkap Kunjungan ke Rumah Jokowi Bukan Bertemu ‘Bos’: Jangan Dipolitisir itu Lagi Lebaran – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Umum DPP Partai Golkar Bahlil Lahadalia memberikan penjelasan soal kedatangan dirinya ke kediaman Presiden ke-7 RI Joko Widodo, di Solo saat momen lebaran Idulfitri 1446H kemarin.

    Kedatangan Bahlil ke kediaman Jokowi itu dinilai sebagai kunjungan menteri dengan ‘bos’ nya yang pernah bekerja bersama di Kabinet Indonesia Maju.

    Pasalnya, diketahui ada beberapa menteri di era Jokowi yang masih menemui ayah dari Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka itu.

    Terkait dengan isu itu, Bahlil memberikan penjelasan, menurut dia, kunjungannya ke rumah Jokowi hanyalah sebatas silaturahmi lebaran.

    “Ya pertama, silaturahmi, ini hari raya, semua masyarakat itu disunahkan untuk melakukan silaturahmi tanpa batas,” kata Bahlil saat ditemui awak media di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta, Rabu (16/4/2025).

    Kata dia, pertemuan dirinya dengan Jokowi juga melibatkan keluarga masing-masing.

    Pasalnya, saat ke Solo, Bahlil mengaku turut memboyong keluarganya untuk sowan ke kediaman Jokowi.

    “Dan sebagai umat muslim, momen lebaran itu adalah momen dimana bertemu dan saling memaafkan, saling mendoakan, saling apa ya, membangun hubungan kekerabatan keluarga. Tidak lebih dari itu,” ujar dia.

    Atas hal itu, Menteri ESDM tersebut meminta kepada publik untuk tidak mempolitisasi kegiatannya saat lebaran kemarin.

    Kata dia, momen untuk politik ada ruangnya sendiri yakni pada saat Pemilu.

    “Saya hadir bersama keluarga saya juga melakukan hari raya, pas hari raya ketujuh atau kedelapan waktu itu tidak ada hal hal yang lain yang ada adalah silaturahmi hari raya yang namanya hari raya, jangan dipolitisir,” kata dia.

    “Ya, nanti tunggu pemilu, pileg, baru ada harinya. Jangan hari raya dijadikan hari politik, enggak ada. Ya, itu satu,” tandas Bahlil.

    Penyebutan “bos” untuk Jokowi mengemuka seusai beberapa menteri Prabowo bersilaturahmi Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah ke kediaman Jokowi di Solo, Jawa Tengah.

    Mereka mengunjungi kediaman Jokowi saat Prabowo sedang melakukan lawatan ke luar negeri. 

    Para menteri tersebut adalah mereka yang pernah menjadi menteri dalam Pemerintahan Jokowi sebelumnya.

    Mereka di antaranya Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Ketua Umum Partai Golkar itu menemui Jokowi di Solo pada Selasa (8/4/2025).

    Kemudian sehari setelahnya Menteri Koordinator Bidang Pangan (Menko Pangan) Zulkifli Hasan (Zulhas) juga melakukan hal yang sama. Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut menemui Jokowi pada Rabu (9/4/2025) siang.

    Dua hari kemudian giliran Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin temui Jokowi. Mereka datang pada Jumat (11/4/2025) siang.

    Kedua menteri masih memanggil Jokowi sebagai “bos”. 

    “Silaturahmi sama bekas bos saya. Sekarang masih bos saya,” kata Trenggono berkelakar seusai bertemu Jokowi. 

    Setelah Trenggono, gantian Budi yang bersilaturahmi dengan Jokowi dan memanggilnya sebagai bos. 

    “Silaturahmi karena Pak Jokowi kan bosnya saya. Jadi, saya sama Ibu mau silaturahmi mohon maaf lahir dan batin. Juga (minta) doain supaya Pak Presiden dan Ibu itu sehat, karena saya masih jadi Menteri Kesehatan kan,” ujar Budi.

    Menanggapi itu, Politikus PKS Mardani Ali Sera lantas mengingatkan fenomena ‘matahari kembar’. 

    “Yang pertama tentu silaturahmi tetap baik, tapi yang kedua tidak boleh ada matahari kembar,” kata Mardani, Jumat (11/4/2025).

    Mardani sebenarnya meyakini bahwa Prabowo tidak akan merasa tersinggung dengan kunjungan para menterinya ke Presiden terdahulu.

    Namun, dia menekankan pentingnya jajaran kabinet untuk menjaga kewibawaan sosok pemimpin tertinggi dalam sistem pemerintahan.

    “Bagaimanapun presiden kita Pak Prabowo, dan Pak Prabowo sudah menunjukkan determinasinya, kapasitasnya, komitmennya. Dan saya pikir Pak Prabowo juga tidak tersinggung ketika ada menterinya yang ke Pak Jokowi,” tutur Mardani.

    “Namun, yang jadi pesan saya cuma satu, jangan ada matahari kembar. Satu matahari saja lagi berat, apalagi kalau dua,” ucap Mardani.

  • Bahlil minta silaturahminya ke Jokowi di momen Lebaran tak dipolitisir

    Bahlil minta silaturahminya ke Jokowi di momen Lebaran tak dipolitisir

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Umum DPP Partai Golkar yang juga Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia meminta agar kunjungan silaturahimnya bertemu Presiden Ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo ke Solo, Jawa Tengah, saat momen Lebaran, untuk tidak dipolitisir.

    Menurut dia, silaturahim itu merupakan kegiatan yang biasa dilakukan pada momen Hari Raya Idul Fitri. Bahkan, kata dia, setiap Muslim pun disunahkan untuk melaksanakan silaturahim tanpa batas.

    “Waktu itu tidak ada hal-hal yang lain, yang ada adalah silaturahim hari raya, yang namanya hari raya, jangan dipolitisir,” kata Bahlil saat konferensi pers Halal Bihalal Partai Golkar di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Rabu.

    Sebagai Muslim, menurut dia, momen Lebaran itu adalah momen di mana bertemu dan saling memaafkan, saling mendoakan, dan saling membangun hubungan kekerabatan keluarga. Menurut dia, kunjungan silaturahimnya tersebut tidak lebih dari itu.

    “Nanti tunggu pemilu, pileg, baru ada harinya (politik). Jangan hari raya dijadikan hari politik, nggak ada,” kata dia.

    Sebelumnya, Bahlil berkunjung ke kediaman Jokowi di Solo, Jawa Tengah, pada hari Selasa (8/4). Dia bertemu dengan Jokowi bersama Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Wihaji, yang juga kader Partai Golkar.

    Selain Bahlil, sejumlah menteri dari Kabinet Merah Putih yang mengunjungi Jokowi, di antaranya Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan, Menteri Koperasi Budi Arie.

    Kemudian Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Pratikno, Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya, hingga Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Triono Subagyo
    Copyright © ANTARA 2025

  • Tepis Mardani, Elite Golkar Tegaskan Tak Ada Istilah Matahari Kembar dalam Konstitusi Indonesia – Halaman all

    Tepis Mardani, Elite Golkar Tegaskan Tak Ada Istilah Matahari Kembar dalam Konstitusi Indonesia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Adies Kadir menegaskan, dalam konstitusi negara tidak ada istilah matahari kembar.

    Hal itu disampaikannya merespons pernyataan politikus PKS Mardani Ali Sera yang mengingatkan jangan ada matahari kembar.

    Pernyataan Mardani disampaikan usai banyaknya menteri di Kabinet Merah Putih yang mengunjungi Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) pada momen lebaran tahun ini.

    “Undang-Undang Dasar konstitusional juga bilang begitu. Jadi tidak ada itu istilah matahari kembar,” kata dia di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/4/2025).

    Sebab itu, dia menegaskan bahwa sistem pemerintahan Indonesia dipimpin oleh presiden dan wakil presiden.

    “Golkar melihat sistem pemerintahan kita itu kan ada presiden, ada wakil presiden. Presiden kita terpilih secara demokratis, Bapak Prabowo dan Pak Gibran. Jelas itu,” pungkas Wakil Ketua DPR RI itu.

    Sebelumnya sejumlah Menteri di Kabinet Merah Putih menemui Presiden Ketujuh Joko Widodo (Jokowi) di kediamannya di Solo, Jawa Tengah. Para menteri tersebut sebagian temui Jokowi disaat Presiden Prabowo tengah melakukan lawatan luar negeri.

    Menteri yang menemui Jokowi tersebut merupakan Menteri yang pernah duduk di Kabinet pada era Jokowi.

    Di antaranya Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Ketua Umum Partai Golkar itu menemui Jokowi di Solo pada Selasa (8/4/2025).

    Kemudian sehari setelahnya Menteri Koordinator Bidang Pangan (Menko Pangan) Zulkifli Hasan (Zulhas) juga melakukan hal yang sama. Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut menemui Jokowi pada Rabu (9/4/2025) siang.

    Dua hari kemudian giliran Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin temui Jokowi. Mereka datang pada Jumat (11/4/2025) siang.

    Kedua menteri masih memanggil Jokowi sebagai “bos”. 

    “Silaturahmi sama bekas bos saya. Sekarang masih bos saya,” ujar Trenggono berkelakar saat diwawancarai awak media usai pertemuan dengan Jokowi. 

    Setelah Trenggono, gantian Budi yang bersilaturahmi dengan Jokowi dan memanggilnya sebagai bos. 

    “Silaturahmi karena Pak Jokowi kan bosnya saya. Jadi, saya sama Ibu mau silaturahmi mohon maaf lahir dan batin. Juga (minta) doain supaya Pak Presiden dan Ibu itu sehat, karena saya masih jadi Menteri Kesehatan kan,” ujar Budi.

    Matahari Kembar

    Menanggapi itu, Politikus PKS Mardani Ali Sera lantas mengingatkan fenomena ‘matahari kembar’. 

    “Yang pertama tentu silaturahmi tetap baik, tapi yang kedua tidak boleh ada matahari kembar,” kata Mardani, Jumat (11/4/2025).

    Mardani sebenarnya meyakini bahwa Prabowo tidak akan merasa tersinggung dengan kunjungan para menterinya ke Presiden terdahulu.

    Namun demikian, ia menekankan pentingnya jajaran kabinet untuk menjaga kewibawaan sosok pemimpin tertinggi dalam sistem pemerintahan.

    “Bagaimanapun presiden kita Pak Prabowo, dan Pak Prabowo sudah menunjukkan determinasinya, kapasitasnya, komitmennya. Dan saya pikir Pak Prabowo juga tidak tersinggung ketika ada menterinya yang ke Pak Jokowi.”

    “Namun, yang jadi pesan saya cuma satu, jangan ada matahari kembar. Satu matahari saja lagi berat, apalagi kalau dua,” kata Mardani.
     

  • Mencari Solusi Indonesia Defisit Dokter Gigi

    Mencari Solusi Indonesia Defisit Dokter Gigi

    Jakarta

    Baru-baru ini dunia kesehatan, khususnya kedokteran gigi dibuat geger. Pasalnya, menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut jika masalah kekurangan jumlah dokter gigi di Indonesia bisa diatasi dengan menarik tukang gigi ke Puskesmas. Kekurangan jumlah tenaga kesehatan gigi memang bukanlah masalah baru. Beberapa daerah khususnya wilayah pelosok memiliki prevalensi penyakit gigi dan mulut lebih tinggi di kawasan perkotaan.

    Pernyataan ini dikuatkan dari temuan Kemenkes dari hasil penyelenggaraan cek kesehatan gratis. Diketahui, lebih dari 50 persen masyarakat Indonesia mengalami masalah kesehatan gigi dan mulut. Hal ini kongruen dengan data yang dimiliki Kemenkes yang menyebutkan bila sekitar dua ribu Puskesmas utamanya yang berada di kawasan Tertinggal, Terdepan, Terluar (3T) tidak memiliki dokter gigi.

    Hal inilah yang mula-mula membuat Menteri BGS menyebut solusi tersebut. Meski beberapa waktu kemudian, Kementerian Kesehatan mengklarifikasinya. Disebutkan jika yang dimaksud sebagai tukang gigi adalah Tenaga terapis gigi dan mulut (TGM) yang telah mengantongi pendidikan formal.

    “Pernyataan Menkes yang akan mendidik tukang gigi agar bisa ditingkatkan skill-nya merupakan kesalahan istilah. Yang beliau maksud adalah terapis gigi dan mulut (TGM),” demikian klasifikasi yang dirilis Kemenkes RI, Selasa (15/4/2025).

    Merangkum detikHealth, gap kebutuhan dokter gigi di level nasional saat ini mencapai lebih dari 10 ribu orang. Jika dibandingkan dengan jumlah lulusan dokter gigi dalam setahun, maka kebutuhan tersebut baru dapat akan dicukupi dalam waktu 4 tahun.

    Untuk mendorong jumlah dokter gigi yang baru menyumbang lulusan sekitar 2.600 orang per tahun, muncullah wacana pemberdayaan tenaga kesehatan lain, dalam hal ini TGM untuk diatur pemberian kompetensi tambahan, sesuai dengan Permenkes No. 19 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Puskesmas.

    Menyoal pernyataan pertama Menkes soal menarik tukang gigi ke Puskesmas, Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) terang-terangan menolak hal tersebut. Menurut Ketua Umum PDGI, Usman Sumantri, hal tersebut tidak menjamin masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan yang sesuai standar.

    Lalu bagaimana tanggapan PDGI soal penarikan TGM untuk menutup kebutuhan dokter gigi di wilayah-wilayah 3T? Adakah solusi lain yang dimiliki PDGI untuk memperbaiki kondisi ini? Menghadirkan Usman Sumantri, Ketua Umum PDGI, temukan jawabannya dalam Editorial Review.

    Beralih ke Banyuwangi, detikSore akan bergabung dengan Jurnalis detikJatim untuk mengulas lebih dalam peristiwa unik yang terjadi di sana. Seperti diberitakan detikJatim sebelumnya, 3 ekor kucing di Banyuwangi memperoleh hadiah istimewa dari majikannya, yaitu pesta ulang tahun meriah. Layaknya pesta, acara ini juga menyuguhkan pentas music serta makan bersama yang dihadiri sejumlah warga. Siapa pemilik kucing-kucing itu? detikSore akan menghadirkannya untuk anda.

    Sunsetalk hari ini akan mengulas strategi untuk bertahan di saat ekonomi sedang dalam situasi sulit. Seperti diketahui, kebijakan Donald Trump memberi dampak signifikan ke market Indonesia. Meski demikian, ada sejumlah peluang yang dapat digunakan di masa-masa sulit seperti itu. Dengan sedikit kejelian, masyarakat dapat mampu membalik keadaan. Benarkah saat sulit bisa menjadi peluang menambang berkah? Ikuti diskusinya dalam Sunsetalk bersama Mirna Elok Anggarini, Perencana Finansial dari Mega Capital.

    Ikuti terus ulasan mendalam berita-berita hangat detikcom dalam sehari yang disiarkan secara langsung langsung (live streaming) pada Senin-Jumat, pukul 15.30-18.00 WIB, di 20.detik.com dan TikTok detikcom. Jangan ketinggalan untuk mengikuti analisis pergerakan pasar saham jelang penutupan IHSG di awal acara. Sampaikan komentar Anda melalui kolom live chat yang tersedia.

    “Detik Sore, Nggak Cuma Hore-hore!”

    (far/vys)

  • Menteri Loyalis Jokowi Bahayakan Presiden Prabowo

    Menteri Loyalis Jokowi Bahayakan Presiden Prabowo

    GELORA.CO – Kelakuan sejumlah menteri Kabinet Merah Putih yang kerap menemui sekaligus menerima arahan dari Presiden ke-7 RI Joko Widodo alias Jokowi berpeluang membahayakan jalannya pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

    Sebab hal itu menguatkan dugaan bahwa Jokowi masih bekerja di belakang layar dalam menggerakkan roda pemerintahan Presiden Prabowo.

    Demikian analisa pengamat komunikasi kolitik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga kepada RMOL, Rabu 16 April 2025. 

    “Ini tentunya sangat membahayakan pemerintahan Prabowo. Prabowo akan sulit menuntaskan program kerjanya karena para menterinya tidak fokus,” kata Jamiluddin.

    Di sisi lain, Jamiluddin juga berpandangan bahwa para menteri di Kabinet Merah Putih terkesan memiliki dua pimpinan.

    “Kalau hal itu yang terjadi, maka ada dua matahari atau nakhoda dalam pemerimtahan Prabowo. Hal ini tentu preseden buruk dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata Jamiluddin. 

    Atas dasar itu, Jamiluddin menilai Presiden Prabowo harus berani dan tegas dalam mendisiplinkan para menterinya di kabinet. 

    “Para menteri tersebut selayaknya dievaluasi,” pungkasnya.

    Dalam beberapa hari terakhir, sejumlah menteri Kabinet Merah Putih silih berganti datang ke kediaman Jokowi di Solo, Jawa Tengah. 

    Mulai dari Menko Pangan, Zulkifli Hasan; hingga Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia; Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono; Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin. 

    Sementara itu, dua menteri dalam hal ini Sakti Wahyu Trenggono dan Budi Gunadi Sadikin masih memanggil Jokowi sebagai “bos”. 

    “Silaturahmi sama bekas bos saya. Sekarang masih bos saya,” ujar Trenggono. 

    Setelah Trenggono, Budi Gunadi yang bersilaturahmi dengan Jokowi pun turut memanggilnya sebagai bos. 

    “Silaturahmi karena Pak Jokowi kan bosnya saya. Jadi, saya sama Ibu mau silaturahmi mohon maaf lahir dan batin. Juga (minta) doain supaya Pak Presiden dan Ibu itu sehat, karena saya masih jadi Menteri Kesehatan kan,” kata Budi.

  • PDGI Tegaskan Tukang Gigi Tidak Bisa Praktik Medis Seperti Dokter Gigi – Halaman all

    PDGI Tegaskan Tukang Gigi Tidak Bisa Praktik Medis Seperti Dokter Gigi – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI) menegaskan, tukang gigi tidak boleh menyentuh praktik medis yang biasa yang dilakukan oleh dokter gigi.

    Hal ini merespons pernyataan Menteri Kesehatan (Menkes RI) Budi Gunadi Sadikin, yang menyinggung tentang peningkatan kompetensi tukang gigi di tengah meningkatnya permasalahan gigi di masyarakat.

    Ketua PB PDGI drg. Usman Sumantri menuturkan, tukang gigi merupakan praktik tradisional yang berkembang di masyarakat.

    Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 39 Tahun 2014, mereka hanya diperbolehkan membuat dan memasang gigi tiruan lepasan sederhana tanpa tindakan medis, dan dengan izin praktik tertentu.

    “Tukang gigi bukan bagian dari tenaga kesehatan resmi, tidak menempuh pendidikan kedokteran gigi, dan tidak dibekali pemahaman tentang anatomi, patologi, serta pengendalian infeksi. Kami menilai bahwa memperluas kewenangan tukang gigi hingga menyentuh ranah tindakan medis bukan solusi tepat, melainkan langkah mundur dalam sistem pelayanan kesehatan,” tutur dia saat ditemui di Jakarta, Selasa (15/4/2025).

    Namun di satu sisi, kekurangan tenaga dokter gigi memang menjadi persoalan serius, terutama di daerah terpencil kepulauan dan perbatasan.

    Saat ini, Indonesia kekurangan lebih dari 10.000 dokter gigi. Dari 32 fakultas kedokteran gigi yang aktif, hanya sekitar 2.650 lulusan dihasilkan per tahun. Bahkan, enam fakultas kedokteran gigi baru belum meluluskan satu pun dokter.

    Namun, tantangan terbesarnya bukan hanya jumlah, melainkan distribusi.

    Rasio satu dokter gigi umum melayani lebih dari 5.000 penduduk, sementara dokter gigi spesialis bahkan melayani hingga 55.000 penduduk.

    Dokter Usman mengatakan, kesehatan gigi dan mulut adalah masalah sistemik.

    Kesehatan gigi bukan hanya urusan mulut. Bukti ilmiah semakin kuat menunjukkan keterkaitan erat antara penyakit gigi dan berbagai penyakit sistemik seperti diabetes, penyakit jantung, bahkan kehamilan berisiko.

    “Tingginya angka kejadian masalah gigi yang menempati urutan teratas dalam hasil skrining kesehatan nasional menjadi sinyal bahwa sistem pelayanan kesehatan belum sepenuhnya mengintegrasikan dimensi oral dalam pendekatan promotif dan preventif,” ungkap drg Usman.

    Data menunjukkan dari 57,6 persen penduduk Indonesia mengalami masalah gigi dan mulut, tetapi hanya 10,2 persen yang mendapatkan perawatan dari tenaga medis gigi.

    Rekomendasi PB PDGI untuk Tangani Kasus Gigi yang Tinggi

    PB PDGI mengajak Kementerian Kesehatan mewujudkan Revolusi Kesehatan Gigi Nasional untuk bersama-sama mengakselerasi integrasi dimensi oral health dalam kebijakan kesehatan nasional.

    1. Peningkatan literasi kesehatan gigi dan mulut dengan pendekatan berbasis komunitas, bekerja sama dengan kader, perawat gigi, dan bidan.

     

    2. Penugasan strategis dokter gigi pasca-internship di daerah prioritas dengan insentif dan jaminan karier.

    3. Pemanfaatan teledentistry dan teknologi digital untuk menjangkau masyarakat terpencil secara efisien.

     

    4. Menambah kuota dan fasilitas pendidikan dokter gigi spesialis dan Meningkatkan kapasitas pendidikan kedokteran gigi dan mempercepat moratorium pembukaan FKG baru (sudah dilakukan moratorium oleh pemerintah)

     

    5. Pendidikan berkelanjutan dan redistribusi tenaga spesialis secara adil dan berbasis kebutuhan. Pelaksanaan SIP yang berbasis data kebutuhan tenaga kesehatan, seperti diatur dalam Pasal 263 UU No. 17/2023.

     

    6. Pelatihan dasar promotif-preventif bagi kader dan tenaga pendukung, dengan pengawasan dokter gigi untuk memperluas jangkauan tanpa mengorbankan mutu.

     

    7.  Program pendidikan berkelanjutan, menyelenggarakan program pendidikan berkelanjutan untuk meningkatkan kompetensi dokter gigi yang sudah ada dengan kewenangan tambahan hanya pada daerah-daerah yang belum ada dokter gigi spesialis

     

    “Dengan solusi yang berbasis regulasi, bukannya kompromi terhadap mutu, PB PDGI yakin pelayanan kesehatan gigi yang berkualitas dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat, tanpa harus mengorbankan keselamatan pasien. Tukang gigi adalah bagian dari sejarah sosial kita, namun bukan jawaban atas kebutuhan pelayanan kesehatan yang profesional. Jangan biarkan masyarakat menerima layanan setengah matang hanya karena alasan pragmatisme,” kata dia.

  • Kemenkes Klarifikasi Pernyataan Menkes soal Tukang Gigi – Halaman all

    Kemenkes Klarifikasi Pernyataan Menkes soal Tukang Gigi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) Budi Gunadi Sadikin memberikan klarifikasi terkait pernyataan Menteri Kesehatan (Menkes RI) yang akan mendidik tukang gigi untuk ditingkatkan skill-nya.

    Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes Aji Muhawarman menerangkan pernyataan tukang gigi itu merupakan kesalahan istilah.

    “Yang dimaksud adalah Terapis Gigi dan Mulut (TGM) yang memiliki pendidikan formal. Jadi jelas Menkes tidak akan meningkatkan skill tukang gigi,” kata kepada wartawan, Selasa (16/4/2025).

    Merujuk pada hasil Cek Kesehatan Gratis (CKG) lebih dari 50 persen  masyarakat Indonesia mengalami masalah kesehatan gigi dan mulut.

    Sementara jumlah dokter gigi kurang, per April 2025 di Indonesia terdapat 73,2 persen (7.475) Puskesmas yang sudah tersedia dokter gigi dan 26.8 persen (2.737) yang belum ada dokter gigi.

    Distribusinya pun lebih banyak di kota-kota besar, bukan di daerah, apalagi daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar).

    Di samping itu, masih terdapat gap sebesar 10.309 orang antara jumlah dokter gigi yang tersedia dengan kebutuhan ideal secara nasional.

    “Karena itu perlu terobosan cepat dan serius untuk memperbaiki kualitas kesehatan gigi masyarakat. Pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang sangat diperlukan masyarakat harus bisa segera diperluas dan dipermudah aksesnya,” jelas dia.

    Di beberapa daerah yang terdapat kekosongan dokter gigi upaya peningkatan kesehatan gigi masyarakat dapat dilakukan dengan pemberdayaan SDM kesehatan lainnya dengan pemberian kompetensi tambahan. Hal ini sudah diatur dalam Permenkes Nomor 19/2024 tentang Penyelenggaraan Puskesmas.

    Sebelumnya, Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI) menegaskan tukang gigi tidak boleh menyentuh praktik medis yang biasa yang dilakukan oleh dokter gigi.

    Ketua PB PDGI drg. Usman Sumantri menuturkan, tukang gigi merupakan praktik tradisional yang berkembang di masyarakat.

    Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 39 Tahun 2014, mereka hanya diperbolehkan membuat dan memasang gigi tiruan lepasan sederhana tanpa tindakan medis, dan dengan izin praktik tertentu.

    “Tukang gigi bukan bagian dari tenaga kesehatan resmi, tidak menempuh pendidikan kedokteran gigi, dan tidak dibekali pemahaman tentang anatomi, patologi, serta pengendalian infeksi. Kami menilai bahwa memperluas kewenangan tukang gigi hingga menyentuh ranah tindakan medis bukan solusi tepat, melainkan langkah mundur dalam sistem pelayanan kesehatan,” tutur dia saat ditemui di Jakarta, Selasa (15/4/2025).

     

     

  • Klarifikasi Kemenkes soal ‘Tukang Gigi’ Praktik di Puskesmas

    Klarifikasi Kemenkes soal ‘Tukang Gigi’ Praktik di Puskesmas

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) mengklarifikasi pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin soal usulan ‘tukang gigi’ praktik di puskesmas, berbekal tambahan skill atau kompetensi. Pernyataan Menkes mendadak ramai menjadi perbincangan dan menuai protes banyak pihak, utamanya sejawat dokter.

    Kemenkes RI menekankan ‘tukang gigi’ yang dimaksud adalah terapis gigi dan mulut (TGM) yang memang menjalani pendidikan formal.

    “Pernyataan Menkes yang akan mendidik tukang gigi agar bisa ditingkatkan skill-nya merupakan kesalahan istilah. Yang beliau maksud adalah terapis gigi dan mulut (TGM),” demikian klatifikasi yang dirilis Kemenkes RI, Selasa (15/4/2025).

    Usulan tersebut didasari temuan hasil cek kesehatan gratis yang menunjukkan lebih dari 50 persen masyarakat Indonesia mengalami masalah kesehatan gigi dan mulut.

    Hal ini juga sejalan dengan kenyataan minimnya dokter gigi di puskesmas. Sekitar 2 ribu puskesmas utamanya di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar, tidak memiliki dokter gigi.

    “Distribusinya pun lebih banyak di kota-kota besar, bukan di daerah,” tandas Kemenkes.

    Kemenkes RI juga menyoroti ‘gap’ jumlah dokter gigi yang tersedia dengan proyeksi atau perkiraan kebutuhan secara nasional. Disebut masih kurang 10.309 dokter gigi.

    Sementara jumlah lulusan dokter gigi dalam setahjn hanya sekitar 2.600 orang. Karenanya, salah satu usulan adalah pemberdayaan tenaga kesehatan lain, dalam hal ini TGM untuk diatur pemberian kompetensi tambahan, sesuai dengan Permenkes No. 19 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Puskesmas.

    Kemenkes RI juga sudah lebih dulu memperbanyak kuota mahasiswa kedokteran (FKG) gigi dengan dibukanya fakultas kedokteran gigi di sejumlah universitas. Dari semula hanya 32 menjadi 38 FKG.

    Pemerintah juga berupaya memberikan prioritas beasiswa untuk putra-putri daerah, agar setelah lulus akan kembali bertugas di daerah.

    (naf/up)

  • Program Apotek Desa, IAI: Perlu Kepastian Tata Kelola, Regulasi, dan Studi Kelayakan – Halaman all

    Program Apotek Desa, IAI: Perlu Kepastian Tata Kelola, Regulasi, dan Studi Kelayakan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) memberikan dukungan penuh terhadap program Apotek Desa yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto melalui Instruksi Presiden (Inpres) No. 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. 

    Program ini dinilai sebagai langkah strategis dan brilian dalam menghadirkan layanan kesehatan yang lebih merata hingga ke pelosok desa.

    “Dalam Inpres tersebut, disebutkan bahwa Koperasi Merah Putih akan melaksanakan kegiatan termasuk pendirian Apotek Desa/Kelurahan di 80.000 desa dan kelurahan se-Indonesia,” ujar Ketua Umum PP IAI, apt. Noffendri Roestam, S.Si, dalam rapat pengurus harian di Jakarta, Selasa (15/4/2025).

    Apt Noffendri menekankan bahwa IAI sangat mendukung gagasan ini, namun mengingatkan pentingnya tata kelola yang baik agar program tidak mangkrak.

    Karena itu, PP IAI menggelar rapat khusus untuk menghimpun masukan, solusi, dan strategi implementasi Apotek Desa yang efektif.

    Dukungan juga datang dari Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang menyarankan agar tidak perlu membuat regulasi baru, melainkan cukup mengoptimalkan fasilitas kesehatan yang sudah ada seperti puskesmas, pustu, dan posyandu.

    “Tugas kami di IAI adalah menyiapkan tenaga apoteker yang siap mendukung program ini,” tegas apt. Noffendri.

    Ketua Hisfarkesmas PP IAI, apt. Maria Ulfah, menyambut baik rencana penambahan apoteker di puskesmas sebagai angin segar.

    Ia menegaskan bahwa sebagai penanggung jawab di apotek, hanya apoteker yang memiliki kompetensi untuk memenuhi standar pelayanan, mengelola pengadaan obat, serta menangani sistem keuangan dan e-katalog versi 6 yang kompleks.

    “Tenaga Vokasi Farmasi (TVF) bisa mendukung, tapi penanggung jawab tetap harus apoteker,” tegasnya.

    Wakil Ketua Umum Bidang Halal dan JKN, apt. Abdul Rahem, menyoroti belum jelasnya bentuk operasional Apotek Desa.

    Ia mengingatkan agar apotek tetap dijalankan sesuai regulasi, yaitu sebagai sarana praktik kefarmasian oleh apoteker.

    Senada dengan itu, apt. Nasrudin, Wakil Ketua Umum Bidang Advokasi dan Regulasi, meminta agar standar pelayanan dan manajemen obat tidak diabaikan.

    Sementara itu, apt. Dettie Yuliati, Wakil Ketua Umum Bidang Kerjasama, berharap Apotek Desa tidak hanya berorientasi bisnis, tetapi tetap mengedepankan aspek pelayanan.

    Ketua Hisfarma, apt. Surya Wahyudi, menambahkan pentingnya studi kelayakan dalam penerapan program ini.

    “Tidak semua desa bisa langsung memiliki Apotek Desa. Kita harus lihat kesiapan masing-masing desa,” ujarnya. Hisfarma siap mendukung studi kelayakan dan sistem manajemen keuangan hingga layanan farmasi klinik.

    Apoteker Siap ke Desa, Asal Dijamin Kesejahteraan

    Tantangan besar lainnya adalah ketersediaan apoteker di wilayah desa. Apt. Noffendri optimis bahwa banyak apoteker muda bersedia bekerja di desa jika ada jaminan kesejahteraan dan keamanan.

    Mengacu pada Permenkes No. 74 Tahun 2016, peran apoteker sangat vital hingga ke lini paling bawah, termasuk melalui home care dan farmasi klinik.

    Agar program berjalan optimal, IAI mengusulkan tujuh langkah strategis yakni program Tugas Khusus Apoteker Desa untuk lulusan baru, bekerja sama dengan APTFI,  formasi CPNS/PPPK dengan mencantumkan nama desa, bukan hanya kecamatan.

    Penguatan edukasi kesehatan melalui program Dagusibu, integrasi Layanan Primer (ILP) untuk memperkuat sistem layanan berbasis desa, kolaborasi dengan Pustu, penambahan apoteker di samping bidan/perawat.

    Kemitraan BPJS langsung dengan Pustu/Apotek Desa, tidak hanya puskesmas, revitalisasi Program Obat Serbu (Serba Seribu) agar obat murah dan berkualitas bisa tersedia, didukung oleh BUMN Indofarma dan BPOM.

    “Kami yakin, dengan sinergi semua pihak, Apotek Desa bisa jadi tonggak sejarah baru layanan kesehatan di Indonesia,” kata apt Noffendri. (*)

  • Menteri yang Panggil Jokowi Bos Rusak Wibawa Presiden Prabowo, Harus Dicopot!

    Menteri yang Panggil Jokowi Bos Rusak Wibawa Presiden Prabowo, Harus Dicopot!

    GELORA.CO –  Pernyataan sejumlah menteri Kabinet Merah Putih yang memanggil Presiden ke-7 RI dengan sebutan “bos”, dinilai bisa merendahkan muruah Presiden RI Prabowo Subianto. 

    “Situasi semacam itu memang anomali, dan bisa merusak kewibawaan Presiden Prabowo,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah kepada RMOL, Selasa 15 April 2025.. 

    Di sisi lain, Dedi menilai Jokowi sebagai Presiden periode sebelumnya bersikap tidak bijak dengan memfestivalkan tamu-tamunya ke publik, utamanya dari kalangan Menteri Kabinet Merah Putih. 

    “Bagaimanapun Jokowi sudah tidak lagi miliki kekuasaan, intensitas menteri yang berkunjung perlu diwaspadai adanya upaya ‘matahari kembar’ dalam politik Tanah Air,” tutur pengamat politik jebolan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

    Atas dasar itu, Dedi menilai bahwa Presiden Prabowo perlu menegur, bahkan perlu menimbang untuk mengganti menteri-menteri yang berkongsi dengan Jokowi. 

    “Perlu mengganti tokoh-tokoh tersebut dengan yang lebih profesional dan fokus pada kerja, bukan pada hubungan politis,” tandasnya. 

    Belakangan ini, sejumlah menteri Kabinet Merah Putih silih berganti datang ke kediaman Jokowi di Solo, Jawa Tengah. 

    Mulai dari Menko Pangan, Zulkifli Hasan; Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia; Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono; hingga Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin. 

    Bahkan Sakti Wahyu Trenggono dan Budi Gunadi Sadikin dengan lugas memanggil Jokowi sebagai “bos”. 

    “Silaturahmi sama bekas bos saya. Sekarang masih bos saya,” ujar Trenggono. 

    “Silaturahmi karena Pak Jokowi kan bosnya saya. Jadi, saya sama Ibu mau silaturahmi mohon maaf lahir dan batin. Juga (minta) doain supaya Pak Presiden dan Ibu itu sehat, karena saya masih jadi Menteri Kesehatan kan,” kata Budi.