Tag: Budi Gunadi Sadikin

  • Menkes Update Data Keracunan MBG, Soroti Kasus di NTT yang Menimpa Bayi-Bumil

    Menkes Update Data Keracunan MBG, Soroti Kasus di NTT yang Menimpa Bayi-Bumil

    Jakarta

    Pemerintah memperbaiki sistem pelaporan keracunan makanan bergizi gratis (MBG) agar terintegrasi, demi memantau setiap kasus. Langkah ini dilakukan untuk memastikan penanganan lebih cepat dan tepat di lapangan.

    Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, sejak libur panjang beberapa waktu lalu, kasus baru sempat berhenti muncul. Namun, data terbaru pada 4 Oktober 2025 mencatat dua kejadian baru yang dilaporkan resmi ke Kementerian Kesehatan.

    “Sekarang tiap hari kita lihat. Karena liburan jadi nggak ada. Tapi tanggal 4 kemarin saya dapat laporan. Satu di Soe, NTT, dan satu lagi di Jakarta. Dua-duanya tidak ada yang fatal, anak-anaknya sudah dirawat,” kata Budi di Jakarta, Senin (6/10/2025).

    Ia menambahkan, laporan tersebut kini tidak hanya berasal dari media sosial seperti pada awal pelaksanaan program, tetapi juga langsung dari dinas kesehatan daerah yang sudah dilibatkan secara aktif.

    “Sekarang laporan itu sudah terintegrasi. Dinas kesehatan di daerah sudah mengisi laporan secara resmi. Kalau ada di media sosial, kita langsung cocokkan agar penanganannya lebih cepat,” jelas Budi.

    Melalui sistem baru ini, Kemenkes dapat segera memberikan umpan balik ke Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai pelaksana program MBG. Nantinya, BGN bersama dinas kesehatan akan turun langsung melakukan audit tata kelola dan prosedur implementasi di lapangan.

    “BGN sedang membangun infrastruktur di daerah, memang belum lengkap semua. Tapi dengan laporan dari dinas kesehatan, kita bisa cepat feedback ke BGN. Mereka akan turun bersama untuk memperbaiki tata kelola dan prosedur implementasinya di satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG),” ujar Budi.

    Langkah ini, menurutnya, mirip dengan sistem pelaporan COVID-19 yang dilakukan secara real-time. Data kasus kini diperbarui setiap hari, memungkinkan pengawasan lebih akurat terhadap potensi kejadian luar biasa (KLB) pangan di berbagai daerah.

    “Iya, datanya sekarang tiap hari kita masuk. Mirip seperti COVID-19 dulu,” kata Budi.

    Meski tidak menyebut angka pasti, Budi mengatakan bahwa jumlah anak terdampak di dua lokasi terakhir mencapai ratusan orang.

    Kementerian Kesehatan memastikan, selain memberikan perawatan bagi anak-anak yang terdampak, pemerintah juga memprioritaskan evaluasi sistem penyediaan dan distribusi makanan. Audit bersama BGN diharapkan dapat mengidentifikasi titik rawan, mulai dari bahan baku, penyimpanan, hingga proses distribusi makanan bergizi gratis ke sekolah-sekolah.

    Program MBG sendiri merupakan salah satu program prioritas pemerintah untuk meningkatkan status gizi dan ketahanan pangan anak-anak sekolah dasar dan menengah. Namun, beberapa kali laporan dugaan keracunan di sejumlah daerah memicu evaluasi serius terhadap mekanisme pengawasan pangan di tingkat daerah.

    “Yang tahu duluan kan daerah. Dengan keterlibatan dinas kesehatan, kita bisa langsung tangani dan perbaiki,” tegas Budi.

    Sebelumnya diberitakan, Korban keracunan usai menyantap makan bergizi gratis (MBG) di Kota Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT) bertambah menjadi 384 dari sebelumnya 331 orang.
    Kepala Dinas Kesehatan TTS, dr. R.A. Karolina Tahun mengatakan korban diduga keracunan MBG bertambah sebanyak 53 orang pada Sabtu (4/10).

    “Iya ada tambahan hari kedua (Sabtu 4/10) jadi 384 orang,” kata Karolina, dikutip dari CNNIndonesia.

    Korban yang terdampak termasuk seorang ibu hamil dan tiga orang balita berusia 1,6 tahun, 2,7 tahun dan 2 tahun 10 bulan serta satu bayi berusia sembilan bulan.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Video KuTips: Catat Pertolongan Pertama Jika Anak Keracunan Makanan!”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/kna)

  • Perintah Tegas Presiden Prabowo ke SPPG Usai Kasus Keracunan MBG – Page 3

    Perintah Tegas Presiden Prabowo ke SPPG Usai Kasus Keracunan MBG – Page 3

    Ada tiga sertifikat yang harus dimiliki SPPG untuk memastikan dapur higienis. Yakni Sertifikat Laik Higiene Sanitasi/SLHS, Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP) dan sertifikasi halal.

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan ketiga sertifikat itu adalah standar minimum bagi SPPG.

    “Nah ketiga proses sertifikasi ini akan ditambah satu lagi rekognisi dari BPOM. Jadi Kementerian Kesehatan dan BPOM dan BGN nanti akan bekerja sama untuk melakukan sertifikasi,” kata Budi dalam konferensi pers usai rakor.

    Sertifikasi HACCP bertujuan memastikan kualitas fasilitas pengolahan makanan, sementara SLHS adalah untuk sertifikasi sumber daya manusianya.

  • Menkes Ungkap Kondisi 9 Pasien di RS Fatmawati yang Terpapar Radioaktif di Cikande

    Menkes Ungkap Kondisi 9 Pasien di RS Fatmawati yang Terpapar Radioaktif di Cikande

    Jakarta

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut 9 pasien yang terkena paparan zat radioaktif cesium-137 di Cikande, Banten, berangsur membaik. Mereka semula menjalani pengobatan di RS Fatmawati.

    Menkes mengklaim kadar cemaran radioaktif cesium-137 yang ditemukan pada 9 pasien tersebut relatif rendah.

    “Sekarang sudah membaik. Itu kan ada ambang batasnya. Mereka belum sampai di taraf yang membahayakan,” sebut Menkes saat ditemui di Gedung BPOM RI, Jakarta Pusat, Senin (6/10/2025).

    “Jadi boleh dikasih obat saja cukup dan bisa pulang. Jadi nggak ada yang perlu dirawat,” tandasnya.

    Pemerintah menyediakan program pemeriksaan kesehatan gratis bagi warga sekitar yang berada di zona berisiko tinggi yakni Cikande, Banten, Jawa Barat. Karenanya, ia mengimbau masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas tersebut demi melihat kemungkinan paparan.

    “Imbauan-nya untuk masyarakat yang ada di sekitar melakukan program cek kesehatan gratis dengan alat itu ada namanya Geiger Muller untuk cek radiasinya.”

    Alat tersebut disebutnya bisa memantau eksposure seseorang terhadap radiasi.

    (naf/kna)

  • Kemenkes RI Buka Hotline Pengaduan Keracunan MBG, Bisa Lapor Lewat WA

    Kemenkes RI Buka Hotline Pengaduan Keracunan MBG, Bisa Lapor Lewat WA

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) mengimbau masyarakat untuk segera melaporkan jika mengalami gejala mual, muntah, pusing, atau sesak napas setelah mengonsumsi makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG).

    Imbauan ini dikeluarkan dalam rangka mempercepat penanganan darurat terhadap dugaan kasus keracunan akibat MBG yang berpotensi membahayakan keselamatan masyarakat.

    Apabila mengalami gejala tersebut, masyarakat diminta untuk segera menghubungi layanan darurat medis melalui nomor 119 yang siaga 24 jam dan bebas pulsa.

    “Mual, muntah, pusing, atau sesak setelah mengonsumsi MBG?” demikian kata Kemenkes melalui akun X, dikutip Senin (6/10/2025).

    “Jangan tunggu parah, segera hubungi 119 atau datang ke Puskesmas terdekat untuk mendapat penanganan cepat,” tuturnya.

    Masyarakat juga dapat menghubungi nomor WhatsApp +62 87777591097 atau mendatangi puskesmas terdekat untuk mendapatkan pertolongan pertama dan pemeriksaan lebih lanjut.

    Kemenkes mengatakan, Tim Public Safety Center (PSC) akan segera menindaklanjuti laporan yang masuk dan memastikan setiap korban mendapatkan penanganan medis secara cepat dan tepat.

    Tindakan ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap kesehatan masyarakat secara menyeluruh.

    Sebelumnya, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin, memastikan biaya perawatan rumah sakit bagi anak yang menjadi korban keracunan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) akan ditanggung oleh pemerintah.

    Hal ini diungkapkannya saat menjawab pertanyaan di konferensi pers di Jakarta Selatan terkait Penanggulangan KLB pada Program Prioritas Makan Bergizi Gratis.

    “Nanti ini ditanggung biayanya oleh pemerintah dan hal ini oleh BGN,” katanya, Kamis (2/10).

    Senada, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menjelaskan ada dua mekanisme penanggulangan biaya.

    “Bila sudah terjadi (KLB), jadi ada dua daerah menetapkan KLB di daerah kota dan kabupaten, dan ketika pemerintah kota dan kabupaten sudah menetapkan (KLB) maka itu pemerintah daerah bisa mengklaim pendanaan itu ke asuransi,” ujar Dadan dalam kesempatan yang sama.

    “Lalu bagi daerah-daerah yang tidak menetapkan KLB seluruh biaya sejauh ini ditanggung oleh badan gizi nasional,” tandasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (suc/kna)

  • 127 Orang Keracunan MBG di Purworejo, Ternyata SPPG Belum Bersertifikat Laik Higiene
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        3 Oktober 2025

    127 Orang Keracunan MBG di Purworejo, Ternyata SPPG Belum Bersertifikat Laik Higiene Regional 3 Oktober 2025

    127 Orang Keracunan MBG di Purworejo, Ternyata SPPG Belum Bersertifikat Laik Higiene
    Tim Redaksi
    PURWOREJO, KOMPAS.com –
    Kasus dugaan keracunan makanan yang menimpa 127 orang di Kecamatan, Purwodadi, Kabupaten Purworejo membuka fakta baru.
    Dapur penyedia Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang memasok hidangan untuk para korban ternyata belum mengantongi Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
    Ratusan orang dari SMAN 3 dan SMPN 8 Purworejo diduga menjadi korban keracunan. 104 orang dilakukan rawat jalan dan 23 lainnya harus rawat inap diberbagai rumah sakit dan Puskesmas.
    “Proses sertifikasi sedang berjalan, namun memang belum ada yang selesai dan terbit izinnya,” ujar ketua Satgas MBG Kabupaten Purworejo dr Tolkha pada Jumat (3/10/2025).
    Meski demikian kata Tolkha, pihaknya sudah memanggil semua dapur yang sudah beroperasi dan merekomendasikan agar secepatnya mengajukan sertifikasi tersebut. Ada 19 dapur yang saat ini sedang mengurus sertifikasi tersebut.
    “Iya semuanya lagi mengurus, semoga cepat keluar sertifikasi nya,” kata Tolkha.
    Diberitakan sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menargetkan semua dapur MBG atau SPPG mendapatkan Sertifikasi Laik Higiene dan Sanitasi dalam sebulan ini.
    “Kalau ditanya kapan saya dan pak Dandan (Kepala BGN) itu sudah menargetkan paling lama satu bulan,” kata Budi dalam konferensi pers di kantor Kemenkes Jakarta Selatan Kamis (2/10/2025).
    Diketahui keracunan di Kabupaten Purworejo melibatkan 127 orang.
    Pemkab Purworejo menanggung seluruh biaya perawatan melalui Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda), karena kasus tersebut tidak tercakup BPJS Kesehatan.
    Penanganan para korban dilakukan di sejumlah fasilitas kesehatan, termasuk:
    Pemkab juga memberikan perhatian serius terhadap pelayanan dan pengawasan selama masa perawatan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dampak MBG Akan Diukur Lewat Survei Gizi Nasional Tiap Tahun
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        3 Oktober 2025

    Dampak MBG Akan Diukur Lewat Survei Gizi Nasional Tiap Tahun Nasional 3 Oktober 2025

    Dampak MBG Akan Diukur Lewat Survei Gizi Nasional Tiap Tahun
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pemerintah akan melakukan Survei Gizi Nasional setiap tahun sebagai upaya untuk memantau efektivitas Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan status gizi anak-anak Indonesia.
    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, survei semacam itu sebelumnya dilakukan untuk anak-anak stunting.
    Kini, dengan adanya program MBG, seluruh penerima manfaat dari anak usia sekolah di atas lima tahun akan dicek secara berkala.
    “Dan setiap tahun sekali, kita akan melakukan survei gizi nasional,” ujar Budi di kantornya, Jakarta, Kamis (2/10/2025).
    “Dulu kan kita lakukan untuk stunting saja yang setiap tahun. Ini nanti akan ditambah juga untuk di atas lima tahun khusus untuk anak-anak sekolah,” lanjutnya.
    Selain survei tahunan, pemerintah juga akan memantau kondisi gizi penerima manfaat MBG secara berkala setiap enam bulan sekali.
    “Tadi juga sudah disetujui bahwa setiap 6 bulan para peserta atau penerima manfaat gizi MBG akan kita ukur tinggi badan dan berat badannya,” kata Budi.
    Data hasil pengukuran tersebut akan dimasukkan secara individual (by name, by address) dalam sistem pelaporan kesehatan nasional.
    Dengan demikian, perkembangan gizi anak-anak dapat dipantau secara menyeluruh dan terintegrasi.
    “Sehingga kita bisa tahu efektivitas programnya ini seperti apa,” jelasnya.
    Budi menegaskan, hasil survei dan pemantauan gizi tersebut akan menjadi parameter utama untuk mengevaluasi efektivitas MBG serta bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan kesehatan dan gizi nasional di masa mendatang.
    “Kita bisa melihat perkembangan status gizi seluruh anak-anak kita, dan kita akan menggunakan itu sebagai masukan untuk kebijakan-kebijakan yang efektif nanti akan kita lakukan,” ujarnya.
    Survei dan pengawasan gizi nasional ini akan dilakukan dengan menggandeng Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Gizi Nasional (BGN), hingga Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
    “Jadi, itu bidang pengawasan yang nanti akan dilakukan antara kombinasi antara Kemenkes, Kemendagri, BGN, dan juga BPOM,” tutur Budi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • P2G Kritik Dapur MBG Baru Diwajibkan Sertifikat HACCP: Mestinya dari Awal

    P2G Kritik Dapur MBG Baru Diwajibkan Sertifikat HACCP: Mestinya dari Awal

    Jakarta

    Pemerintah kini tak hanya mewajibkan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) alias dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) punya Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS), tapi juga wajib punya sertifikat Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP). Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyayangkan syarat sertifikasi baru diwajibkan sekarang.

    “Ini (syarat sertifikasi) mestinya dari awal gitu. Dari awal sudah disiapkan oleh BGN (Badan Gizi Nasional). Sejak sebelum program MBG itu dilaksanakan, diimplementasikan gitu,” ujar Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim kepada wartawan, Juamt (2/10/2025).

    Satriwan menyebut adanya syarat sertifikasi usai program MBG jalan berbulan-bulan menandakan Badan Gizi Nasional tidak siap melaksanakan program unggulan dari Presiden Prabowo Subianto. Satriwan juga menyoroti pemerintah yang baru membuat syarat sertifikasi untuk dapur MBG usai banyak korban keracunan.

    “Tentu kita sangat sedih sekali ya sudah jatuh korban gitu. Sudah menyebar luas (kasus keracunan) bahkan makin meningkat ya sebaran anak-anak yang keracunan termasuk guru gitu. Nah kemudian SOP nya baru disiapkan. Kemudian apa sertifikasi standar gizi manajemen risikonya baru disiapkan. Nah ini dari segi perencanaan tentu tidak baik gitu,” kata Satriwan.

    Satriwan meminta program MBG tidak dipukul rata dibagikan kepada pelajar di seluruh Indonesia. Namun, lebih ditargetkan kepada anak-anak yang tidak mampu.

    Satriwan turut menyorot adanya sekolah yang pelajarnya berasal dari keluarga mampu juga mendapatkan MBG. Padahal di sekolah bonafit tersebut, terangnya, juga disediakan program makan siang mandiri yang dari segi kualitas dan harga di atas MBG.

    “Sekolah-sekolah seperti ini selayaknya mereka tidak perlu mendapatkan MBG dari pemerintah gitu. Makanya kami sangat menyayangkan sekali ketika sekolah-sekolah swasta yang sudah punya program MBG secara mandiri kemudian diwajibkan oleh pemerintah daerah gitu ya untuk mengikuti program MBG juga,” jelasnya.

    Dia meminta ahli gizi dilibatkan di sekolah untuk mencoba MBG sebelum diberikan kepada pelajar. Nantinya, yang mencicipi MBG di sekolah adalah ahli gizi, bukan guru.

    “Guru tidak memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk mengecek apakah makanan ini bergizi atau tidak bergizi,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Kementerian Kesehatan RI bersama Badan Gizi Nasional menyepakati setiap dapur MBG harus mempunyai sertifikat HACCP. Sertifikat ini berkaitan dengan standar gizi dan manajemen risiko.

    “Kita juga membereskan masalah sertifikasinya. Jadi standar minimum SPPG-nya. Kita juga sudah menyepakati BGN akan mewajibkan sertifikasi layak higiene dan sanitasi dari Kemenkes. Kemudian ada proses HACCP untuk prosesnya, terutama berkaitan dengan standar gizi dan manajemen risikonya,” jelas Menkes Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Selatan, Kamis (2/10/2025).

    Selian itu, Budi mengatakan setiap SPPG nantinya akan memiliki sertifikasi halal. Dia menyebutkan proses sertifikasi ini akan ditambah dengan rekognisi atau pengakuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

    “Kementerian Kesehatan dan BPOM dan BGN nanti akan bekerja sama untuk melakukan sertifikasi. Ini proses standarisasi awal minimalnya seperti apa. Kita juga sudah membahas bagaimana ada akselerasi dari sisi masing-masing penerbit sertifikasi agar prosesnya bisa cepat, kualitasnya baik, dan tidak ada biaya izin yang mahal-mahal,” kata dia.

    Halaman 2 dari 3

    (isa/ygs)

  • Kenapa Makanan Basi Keluar Lendir? Kenali Juga Tanda Bahaya Lainnya

    Kenapa Makanan Basi Keluar Lendir? Kenali Juga Tanda Bahaya Lainnya

    Jakarta

    Hingga September 2025, tercatat 6.517 kasus keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG). Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam rapat kerja bersama DPR-RI Komisi IX mengusulkan Upaya Kesehatan Sekolah (UKS) untuk membantu mengawasi keamanan dalam program Makanan Bergizi (MBG).

    Selain itu, Menkes juga usulkan mata pelajaran wajib dalam kurikulum sekolah mengenai keamanan pangan dan gizi. Menurutnya, usulan ini adalah upaya agar anak sekolah memahami makanan yang disajikan dalam program MBG masih layak dikonsumsi atau tidak.

    Meski biasanya makanan yang sudah dimasak aman dikonsumsi, makanan yang disimpan terlalu lama atau tidak sesuai standar penyimpanan makanan akan memberi kesempatan terjadinya kontaminasi bakteri atau rentan basi. Karena itu, menurut Menkes penting untuk tahu ciri-ciri makanan yang sudah tidak layak konsumsi.

    Beberapa ciri makanan tidak layak konsumsi yang bisa dikenali antara lain sebagai berikut.

    Bau dan Rasa Berubah

    Indra penciuman dan perasa menjadi cara paling cepat untuk mendeteksi keamanan makanan yang akan dikonsumsi. Nasi basi akan beraroma asam yang menusuk, sayur bening yang rusak akan berbau masam, sementara lauk bersantan cenderung langu atau tengik.

    Perubahan ini terjadi karena pertumbuhan bakteri pembusuk. Misalnya, Bacillus cereus yang sering muncul pada nasi menghasilkan asam organik saat memecah pati, sehingga muncul aroma kecut. Begitu pula pada sayur berkuah, bakteri fermentatif memecah kandungan karbohidrat sayuran menjadi asam, membuat rasanya berubah. Minyak dalam santan yang teroksidasi juga menghasilkan bau tengik.

    Menurut penelitian yang terbit di Jurnal Foods (2025), senyawa volatil hasil metabolisme mikroba inilah yang memunculkan bau dan rasa tak sedap, meski secara kasat mata makanan kadang masih terlihat normal.

    Tekstur Tidak Normal

    Perubahan tekstur pada makanan juga dapat mengindikasikan makanan tidak layak. Nasi yang pulen bisa berubah menjadi kering, menggumpal, bahkan berlendir jika sudah basi. Pada sayur berkuah, kuah yang semula jernih bisa menjadi kental atau berbusa. Lauk bersantan biasanya mengalami pecah santan, yaitu minyak terpisah dan terlihat mengambang di permukaan.

    Penyebabnya bisa datang dari tiga faktor yaitu aktivitas mikroba, enzim alami makanan yang masih aktif meski sudah dimasak, serta suhu penyimpanan yang tidak tepat. Kombinasi faktor ini mempercepat kerusakan makanan matang, bahkan sebelum ada tanda lain seperti bau menyengat.

    Warna Berubah

    Warna juga bisa menjadi indikator. Sayur bening yang biasanya jernih bisa berubah keruh, sop ayam yang cerah bisa menjadi keabu-abuan, dan lauk bersantan bisa tampak cokelat kusam.

    Menurut penelitian yang dipublikasikan di International Journal of Food Science & Technology tahun 2024, perubahan warna ini umumnya dipicu oleh oksidasi lemak, pemecahan pigmen alami bahan makanan, serta pertumbuhan mikroba. Pada santan misalnya, oksidasi membuat warnanya berubah gelap, sementara aktivitas bakteri pada sayur bisa membuat kuahnya menjadi keruh.

    Tidak Selalu Gampang Dikenali

    Namun perlu diingat, tidak semua makanan matang yang terkontaminasi akan menunjukkan tanda-tanda perubahan. Ada kalanya makanan tetap tampak normal, tapi sebenarnya berbahaya.

    Contohnya, nasi goreng atau mie goreng yang disimpan di suhu ruang bisa terkontaminasi Staphylococcus aureus, meski bau dan rasanya masih sama. Lauk berkuah juga bisa mengandung Salmonella atau E. coli tanpa perubahan fisik yang jelas.

    Selain bakteri, ada pula risiko dari histamin. Pada lauk berbahan ikan laut seperti tongkol atau cakalang, bakteri tertentu bisa memecah histidin menjadi histamin. Masalahnya, histamin bisa bertahan meski ikan sudah dimasak. Akibatnya, makanan tampak normal namun bisa memicu gejala keracunan seperti wajah memerah, sakit kepala, mual, hingga diare. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety (2020) menyebut fenomena ini sebagai scombroid poisoning, yang kerap luput terdeteksi.

    Dampak Mengonsumsi Makanan Tidak Layak

    Mengonsumsi makanan matang yang sebenarnya sudah tidak layak bisa memicu berbagai masalah kesehatan. Gejalanya bisa muncul cepat, beberapa jam setelah makan, atau tertunda hingga sehari kemudian, tergantung jenis mikroba maupun toksin yang terbentuk.

    1. Gangguan saluran cerna

    Gejala paling umum adalah mual, muntah, sakit perut, hingga diare. Bacillus cereus pada nasi basi, misalnya, dikenal memicu muntah dan diare akibat toksin yang tahan panas.

    2. Keracunan bakteri berbahaya

    Jika makanan terkontaminasi Salmonella atau E. coli, gejalanya bisa lebih berat, seperti demam, kram perut, diare berdarah, bahkan dehidrasi parah. Kondisi ini butuh penanganan medis cepat, terutama pada anak-anak.

    3. Reaksi mirip alergi

    Pada ikan yang menghasilkan histamin, gejala muncul menyerupai alergi: wajah dan tubuh memerah, sakit kepala, jantung berdebar, hingga rasa panas di kulit. Kondisi ini dikenal sebagai scombroid poisoning, yang sering tidak disadari karena makanan terlihat normal.

    Halaman 2 dari 4

    Simak Video “Video: Jenguk Korban Dugaan Keracunan MBG, Ini Kata Walkot Palembang”
    [Gambas:Video 20detik]
    (mal/up)

    Gaduh Keracunan MBG

    23 Konten

    Ribuan anak sekolah dilaporkan mengalami keracunan usai menerima Makan Bergizi Gratis (MBG). Apa saja kemungkinan penyebabnya, dan bagaimana mencegahnya di kemudian hari?

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • Dedi Mulyadi Hentikan SPPG Pemicu Keracunan Makanan MBG di Jabar – Page 3

    Dedi Mulyadi Hentikan SPPG Pemicu Keracunan Makanan MBG di Jabar – Page 3

    Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana angkat bicara soal kasus kematian siswi SMKN 1 Cihampelas Kabupaten Bandung Barat (KBB). Dia menegaskan, kejadian ini tidak terkait dengan keracunan makanan MBG.

    “Itu kan sudah dijelaskan dari sana (Dinas Kesehatan KBB) bahwa itu tidak ada hubungan,” kata Dadan usai rapat koordinasi (rakor) soal MBG di Gedung Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kamis (2/10/2025).

    BGN tidak menginvestigasi kasus ini. Sebab, orang tua korban menolak anaknya diautopsi.

    “Kemarin sebenarnya kita bertanya, tapi orang tuanya kan tidak boleh tidak mengizinkan untuk autopsi. Jadi kita serahkan ke pemerintah setempat yang menyampaikan ya,” ujar Dadan.

    Dalam kesempatan itu, Menkes Budi Gunadi Sadikin juga memberi respons soal kematian siswi tersebut. Budi mengatakan, dirinya telah mendapatkan laporan dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat (KBB) yang menyatakan bahwa meninggalnya siswi kelas 12 itu bukan akibat keracunan menu MBG.

    “Untuk kematian di Cihampelas mungkin lebih tepat ditanyakan ke sana, saya sudah menerima laporan dari Kepala Dinas Kesehatan sana bahwa kematiannya itu tiga hari atau empat hari setelah (makan MBG) tapi kalau untuk kematiannya karena apa saya rasa lebih baik ditanyakan ke sana,” kata Budi.

  • Pantang Surut Program MBG, Tetap Lanjut Meski Ada Keracunan

    Pantang Surut Program MBG, Tetap Lanjut Meski Ada Keracunan

    Jakarta

    Pemerintah melakukan rapat koordinasi dan konferensi pers sebagai tindak lanjut penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) pada program prioritas Makan Bergizi Gratis (MBG). Hal ini karena MBG belakangan menjadi sorotan akibat ribuan anak-anak mengalami keracunan.

    Meskipun MBG tengah menuai kontroversi, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menegaskan program prioritas Presiden Prabowo Subianto ini akan tetap berjalan. Sembari pihaknya melakukan evaluasi terhadap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang bermasalah.

    “Saya tetap diperintahkan oleh pak Presiden untuk melakukan percepatan-percepatan karena banyak anak, banyak orang tua yang menantikan kapan menerima MBG,” kata Kepala BGN Dadan Hindayana, dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Kamis (2/10/2025).

    “Di luar perintah itu, saya tetap melaksanakan (MBG), kecuali nanti pak Presiden mengeluarkan perintah lain,” lanjutnya.

    BGN Perintahkan SPPG Obati Trauma Korban Keracunan

    Dadan mengatakan bahwa SPPG yang saat ini disetop sementara imbas kasus keracunan harus ikut membantu dalam hal pertanggungjawaban. Seperti mengobati trauma psikis dari pasien dan orang tua.

    “Karena setiap kali kejadian kan ada yang tersakiti ya, setiap kali kejadian kan ada orang tua yang khawatir, setiap kali kejadian kan juga ada kepercayaan publik yang terganggu, yang tergores,” beber Dadan

    “Oleh sebab itu, maka SPPG yang bersangkutan, baik itu kepala SPPG maupun mitranya, harus melakukan pendekatan-pendekatan terkait dengan trauma yang muncul di masyarakat,” lanjutnya.

    Pemerintah Tanggung Perawatan Korban

    Pada kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin, memastikan biaya perawatan rumah sakit bagi anak yang menjadi korban keracunan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) akan ditanggung oleh pemerintah.

    Hal ini diungkapkannya saat menjawab pertanyaan di konferensi pers di Jakarta Selatan terkait Penanggulangan KLB pada Program Prioritas Makan Bergizi Gratis.

    “Nanti ini ditanggung biayanya oleh pemerintah dan hal ini oleh BGN,” kata Menkes Budi.

    Ada dua mekanisme penanggulangan biaya. Bila Pemerintah Kota atau Pemerintah Daerah telah menetapkan KLB, maka mereka bisa mengklaim pendanaan tersebut ke asuransi. Sementara, daerah-daerah yang tidak menetapkan KLB, maka biaya perawatan ditanggung oleh BGN.

    Menkes Budi tidak menampik bahwa ada kemungkinan kasus keracunan di program MBG jika tidak ditekan bisa naik statusnya menjadi KLB nasional.

    “Kalau KLB naik menjadi KLB nasional itu sudah ada aturannya ya di undang-undang dan sama peraturan presiden,” ujar Menkes.

    “Saya untuk jawab sekarang jadi KLB nasional itu memang harus ada beberapa provinsi beberapa banyak itu ya tapi sekarang belum masuk ya,” sambungnya.

    Update Harian Kasus Keracunan MBG seperti COVID-19

    Untuk mendapatkan data akurat dan sebagai upaya evaluasi, Menkes Budi mengatakan bahwa dirinya mendapatkan mandat untuk memperbaiki sistem pengawalan program MBG.

    Budi menyebut tidak menutup kemungkinan ke depan pencatatan laporan keracunan MBG akan mirip dengan catatan COVID-19 harian maupun mingguan. Hal ini menjadi standarisasi pelaporan angka, berdasarkan hasil rapat koordinasi bersama Kementerian dan lembaga lain pada Kamis (2/10/2025).

    “Kita akan menggunakan angka sistem laporan yang sekarang sudah terjalin untuk keracunan pangan dari puskesmas dan Dinkes, baik apakah itu setiap hari, setiap minggu ada dan angkanya akan dikonsolidasikan antara BGN dan Kemenkes,” katanya dalam konferensi pers.

    “Kalau perlu misalnya ada update harian mingguan bulanan seperti yang dulu kita lakukan saat COVID-19,” sambungnya.

    Percepat Sertifikat Higiene untuk SPPG

    Kemenkes ingin mempercepat proses sertifikasi Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS) pada dapur MBG. Hal ini sebagai upaya untuk menekan angka keracunan.

    “Kalau yang sertifikat layak higienis dan sanitasi ini, kan kemarin angkanya sekitar 20-an ya, jadi dalam waktu 2-3 hari, per kemarin tuh sudah 96, jadi naik dari 36 ke 96 dan per hari ini sudah di atas 100 angkanya. Jadi angka itu sekarang per hari kita review,” ujar Menkes.

    “Kalau ditanya targetnya kapan, saya dan Pak Dadan (Kepala BGN) sudah menargetkan paling lama 1 bulan yang sudah ada surat resminya. Diharapkan semua SPPG-nya ini sudah mendapatkan SLHS,” sambungnya.

    Memantau Keberhasilan MBG

    Di sisi lain, pemerintah juga akan melakukan monitoring terhadap keberhasilan MBG setiap 6 bulan sekali. Pemantauan itu nantinya akan melengkapi data Cek Kesehatan Gratis (CKG). Monitoring ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas program MBG apakah sudah berjalan sebagaimana mestinya atau tidak.

    “Di luar itu, memonitor program setiap 6 bulan para penerima MBG ini akan kita ukur tinggi badan dan berat badan dan itu akan masuk by name by address ke laporan melengkapi CKG anak sekolah supaya kita bisa tahu efektivitas programnya,” ujar Menkes.

    Pemantauan juga akan dilakukan melalui Survei Gizi Nasional (SGN) tiap tahun. Jika sebelumnya survei tersebut lebih fokus pada masalah stunting, SGN nantinya juga akan dilakukan untuk melihat perkembangan status gizi anak pasca mendapatkan MBG. Data tersebut nantinya bisa digunakan sebagai evaluasi hingga penetapan kebijakan kesehatan masyarakat.

    Halaman 2 dari 4

    Simak Video “Video: Puluhan Pelajar di Lampung Keracunan Sosis Berjamur di MBG”
    [Gambas:Video 20detik]
    (dpy/up)