Tag: Boyamin Saiman

  • Aufaa Luqman Penggugat Jokowi Ternyata Adik Almas Tsaqibirru yang Muluskan Gibran Maju Cawapres 2024

    Aufaa Luqman Penggugat Jokowi Ternyata Adik Almas Tsaqibirru yang Muluskan Gibran Maju Cawapres 2024

    loading…

    Aufaa Luqman Re A (19), pemuda asal Solo melayangkan gugatan perdata kepada Joko Widodo (Jokowi) terkait pembelian Mobil Esemka. Foto/SindoMNews

    JAKARTA – Sosok Aufaa Luqman Re A (19), pemuda asal Solo kini menjadi sorotan usai melayangkan gugatan perdata kepada tiga pihak yakni Joko Widodo ( Jokowi ), Ma’ruf Amin, dan PT Solo Manufaktur Kreasi ke Pengadilan Negeri (PN) Solo, Selasa 8 April 2025.

    Lantas siapakah sosok Aufaa Luqman Re A? Aufaa tak lain ternyata merupakan adik dari Almas Tsaqibirru atau sosok yang juga pernah melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat batas usia pencalonan Presiden dan Wakil Wali RI di Pemilu pada 2023.

    Kakak Aufaa kala itu memenangkan gugatan hingga mampu melenggangkan sosok eks Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka menjadi Wakil Presiden RI mendampingi Prabowo Subianto.

    Kuasa hukum Aufaa, Sigit N Sudibyanto membenarkan bahwa kliennya memang adik dari Almas. “Benar memang klien kami adik dari mas Almas Tsaqibirru,” ucap Sigit.

    Artinya, Aufaa merupakan putra dari sosok yang cukup disegani yakni Boyamin Saiman yang merupakan salah satu aktivis anti korupsi yang berada di bawah naungan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI). “Iya, memang putra dari Bapak Boyamin Saiman,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Aufaa menggugat tiga pihak tersebut lantaran merasa dirugikan usai tak kunjung bisa membeli mobil Esemka jenis Bima Pick-up yang sedianya akan digunakan untuk modal membuka usaha jasa angkutan barang.

    Pemuda berusia 19 tahun tersebut mengaku telah tertarik sejak lama dengan mobil yang pertama kali diperkenalkan Jokowi kala menjabat sebagai Wali Kota Solo pada 2012 silam.

    (cip)

  • MAKI Dorong Penjara untuk Koruptor Dibangun di Pulau Perbatasan Kalimantan

    MAKI Dorong Penjara untuk Koruptor Dibangun di Pulau Perbatasan Kalimantan

    Jakarta

    Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) Agus Andrianto menyiapkan kandidat lokasi penjara di pulau terpencil khusus koruptor. Dari ketiga lokasi yang disiapkan, Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) menilai Kalimantan sebagai lokasi yang paling pas membangun penjara untuk mengasingkan koruptor.

    “Jadi paling cocok Kalimantan Utara maupun Kalimantan Barat ada pulau-pulau yang letaknya dengan perbatasan,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada wartawan, Jumat (28/3/2025).

    Boyamin menuturkan banyak pulau-pulau di Kalimantan yang cocok untuk menjauhkan napi koruptor dari dunia luar. Nantinya, penjara dijaga ketat sehingga mereka akan sulit keluar masuk.

    “Selain untuk mengisolasi napi koruptor untuk jauh dari dunia luar supaya mereka nggak gampang keluar malam-malam atau dengan alasan sakit dia keluar,” jelasnya.

    Selain mengasingkan koruptor, Boyamin memandang keberadaan penjara dapat menjaga kedaulatan RI. Ia mencontohkan pulau-pulau kecil di sekitar Pulau Sebatik, Kalimantan Utara.

    “Dulu kita kan kalah dengan rebutan Pulau Sebatik. Di dekat Sebatik ada pulau lagi yang kosong-kosong. Selain menjauhkan napi koruptor supaya tidak main-main, sekaligus menjaga perbatasan kita. Dengan adanya penjara di situ maka tidak bisa diklaim Malaysia lagi,” ujarnya.

    Seperti diketahui, Presiden Prabowo Subianto ingin membangun penjara di pulau terpencil khusus koruptor. Menteri Imipas, Agus Andrianto tengah menyiapkan kandidat lokasi penjara tersebut.

    “Perlu saya informasikan bahwa Bapak Presiden bercita-cita untuk membangun Lembaga Pemasyarakatan yang modern, super-maximum security yang tempatnya di pulau terpencil. Ini kami pilih di mana lokasi yang tepat untuk membangun Lapas modern super-maximum security,” kata Agus dalam sambutannya pada acara pemberian remisi khusus Hari Raya Nyepi dan Idul Fitri di Lapas Kelas IIA Cibinong, Bogor, Jumat (28/3).

    “Saya sudah komunikasi dengan Menteri Kehutanan untuk minta beberapa lokasi. Satu lokasi sudah kami dapat di Jawa Barat, kami minta untuk di Jawa Timur, dan satu lagi di wilayah Kalimantan,” ucapnya.

    Nantinya, dia akan meminta arahan dari Prabowo untuk lokasi yang dipilihnya. Lokasi tersebut nantinya akan dibangun penjara dengan keamanan maksimal.

    (taa/idh)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Surati Jampidsus, MAKI Minta Usut Keterlibatan Broker Importir BBM

    Surati Jampidsus, MAKI Minta Usut Keterlibatan Broker Importir BBM

    Surati Jampidsus, MAKI Minta Usut Keterlibatan Broker Importir BBM
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (
    MAKI
    ) meminta Tim Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (
    Kejagung
    ) memperluas penyidikan kasus dugaan korupsi di PT Pertamina (Persero).
    Koordinator MAKI Boyamin Saiman juga meminta penyidik Jampidsus untuk memeriksa broker importir minyak mentah dan broker importir bahan bakar minyak (BBM) terkait kasus itu.
    MAKI juga turut menyurati Jampidsus Febrie Adriansyah pada Rabu (26/3/2025), terkait hal tersebut.
    Adapun surat yang disampaikan Boyamin kepada Jampidsus ini juga ditembuskan kepada Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin
    “Menemukan keganjlan, MAKI minta Kejaksaan Agung memperluas penyidikan dengan memeriksa broker minyak dan lima perusahaan pengangkut minyak yang diduga melakukan
    mark up
    hingga sebesar 30 persen,” kata Boyamin dalam keterangannya, Kamis (27/3/2025).
    Sebab, MAKI memandang ada keganjilan dalam penyidikan
    korupsi Pertamina
    yang diduga merugikan negara sebesar Rp 193,7 triliun.
    Boyamin menilai proses penyidikan tidak sesuai dengan tema besar yang diusung oleh Kejaksaan Agung, yakni dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018–2023.
    “Keganjilan itu lantaran tidak ada tersangka yang ditetapkan berasal dari unsur KKKS, broker importir minyak mentah dan dan broker importir BBM yang merugikan negara total sebesar Rp11,7 Triliun,” tulis dia.
    Menurut dia, telah beredar juga nama-nama broker minyak mentah dan BBM yang menguasai Pertamina selama kurun waktu 10 tahun sejak tahun 2014.
    Oleh karenanya, ia mendorong Jampidsus Kejagung mengusut hal ini.
    “MAKI meminta agar jaksa penyidik segera melakukan pemeriksaan terhadap nama-nama tersebut, guna menghindari kesan adanya praktek tebang pilih “ kata Boyamin.
    Sebelumnya diberitakan, Kejagung tengah mengusut kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
    PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian di-blending menjadi Pertamax.
    Namun, pada saat pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax.
    Hingga kini, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka atas kasus tersebut, di mana enam di antaranya merupakan petinggi dari anak usaha atau subholding Pertamina.
    Para tersangka yakni Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; Agus Purwono selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.
    Yoki Firnandi (YF) selaku pejabat di PT Pertamina International Shipping; Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim.
    Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak; Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga; Edward Corne (EC) selaku VP trading operation PT Pertamina Patra Niaga.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sadap-menyadap di Revisi KUHAP tapi Ada Asas Khusus bagi KPK

    Sadap-menyadap di Revisi KUHAP tapi Ada Asas Khusus bagi KPK

    Jakarta

    Parlemen tengah membahas revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). KPK tak mengikuti aturan soal penyadapan dalam draf revisi KUHAP, karena penyadapan oleh KPK diatur khusus dalam UU KPK.

    Pada Pasal 124 hingga 128 draf RUU KUHAP diatur soal penyadapan yang dilakukan aparat penegak hukum. Dalam Pasal 124 tertulis bahwa penyadapan harus atas seizin ketua pengadilan negeri. Penyadapan tanpa izin ketua pengadilan negeri baru dapat dilakukan jika dalam keadaan mendesak.

    Berikut ini bunyinya:

    (1) Penyidik, PPNS, dan/atau Penyidik Tertentu dapat melakukan Penyadapan untuk kepentingan Penyidikan
    (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat izin ketua pengadilan negeri
    (3) Dalam keadaan mendesak, Penyadapan dapat dilaksanakan tanpa izin ketua pengadilan negeri

    Keadaan mendesak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
    a. potensi terjadi bahaya maut atau ancaman luka berat;
    b. telah terjadi permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap keamanan negara; dan/atau
    c. telah terjadi permufakatan dalam tindak pidana terorganisasi

    (5) Pelaksanaan Penyadapan yang dilakukan dalam keadaan mendesak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib segera dimohonkan persetujuan ketua pengadilan negeri dalam waktu paling lama 1 (satu) Hari terhitung sejak Penyadapan tanpa izin dilaksanakan.

    (6) Dalam hal ketua pengadilan negeri menolak untuk memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Penyadapan yang sedang dilakukan wajib dihentikan serta hasil Penyadapan tidak dapat dijadikan sebagai barang bukti dan dimusnahkan.

    Pada Pasal 125, dinyatakan penyadapan dapat dilakukan dalam jangka waktu maksimal 30 hari. Namun, waktu penyadapan itu dapat diperpanjang jika diajukan ke ketua pengadilan negeri.

    Sementara Pasal 126 mengatur penyimpanan hasil penyadapan dilakukan hingga adanya putusan pengadilan terhadap perkara terkait. Sedangkan Pasal 127 menjelaskan soal hasil penyadapan harus dimusnahkan jika tidak sesuai dengan perkara atau habis masa penyimpanannya. Pasal 128 mengatur hasil penyadapan bersifat rahasia.

    “Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyadapan sebagaimana diatur dalam Pasal 124 sampai dengan 128 diatur dengan Undang-Undang mengenai Penyadapan,” demikian tertulis dalam draf tersebut.

    KPK Pakai Asas Lex Spesialis

    Ilustrasi penggeledahan KPK. (Ari Saputra/detikcom)

    KPK mengatakan aturan penyadapan dalam draf revisi KUHAP tidak akan mempengaruhi penyadapan yang dilakukan KPK. KPK mengatakan kewenangannya sudah diatur secara khusus dalam UU Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK.

    “KPK menjalankan kewenangan penyelidikan penyidikan dan penuntutan berdasarkan KUHAP, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang KPK. Selama ini sih begitu. Lex spesialis,” kata Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto, Senin (24/3).

    Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan aturan penyadapan untuk KPK telah diatur di UU KPK. Tanak mengatakan penyadapan dalam draf RUU KUHAP bersifat umum.

    “Penyadapan yang diatur dalam KUHAP lebih bersifat umum karena dapat dilakukan dalam perkara tindak pidana apa saja dan dapat dilakukan oleh penyidik Polri dan penyidik lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan,” kata Tanak.

    Tanak mengatakan penyadapan yang dilakukan KPK tetap berpatokan kepada UU KPK. KPK, katanya, tidak mengikuti aturan yang diatur dalam KUHAP.

    “Dengan demikian berdasarkan asas ‘lex spesialis derogat legi generalis’ KPK dapat saja melakukan penyadapan berdasarkan UU nomor 19 Tahun 2019 tanpa perlu mengikuti ketentuan yang diatur dalam KUHAP,” sebutnya.

    Hal senada juga disampaikan oleh Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI). MAKI menilai KPK tidak perlu mengikuti aturan penyadapan dalam revisi KUHAP.

    “Betul (tak perlu ikuti aturan RUU KUHAP). KPK ketika akan menyita dan menggeledah, termasuk menyadap, kan tidak perlu izin ketua pengadilan negeri. Jadi praktiknya sudah ada selama ini, gitu,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada wartawan, Selasa (25/3).

    Boyamin mengatakan KPK mempunyai kewenangan lex specialis, yang berarti bisa mengabaikan aturan yang lebih umum karena ada aturan lebih khusus. Dalam penyadapan, KPK hanya perlu meminta izin kepada pimpinan.

    “Jadi itu istilahnya tetap khusus, undang-undang khusus lex specialis, yang khusus mengesampingkan yang umum,” kata dia.

    “Kalau KPK ya tetap punya kewenangan sesuai itu tadi, tidak perlu izin ketua pengadilan, cukup perintah dari pimpinan KPK,” tambahnya.

    Halaman 2 dari 2

    (rfs/isa)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Boyamin Sebut Ada Pemain Besar yang Belum Tersentuh dalam Kasus Korupsi Pertamina

    Boyamin Sebut Ada Pemain Besar yang Belum Tersentuh dalam Kasus Korupsi Pertamina

    Boyamin Sebut Ada Pemain Besar yang Belum Tersentuh dalam Kasus Korupsi Pertamina
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI),
    Boyamin Saiman
    , mengungkapkan bahwa pihaknya akan melaporkan temuan baru terkait kasus dugaan megakorupsi tata kelola minyak mentah dan BBM di
    Pertamina
    .
    Menurut Boyamin, ada pemain besar yang hingga kini belum tersentuh dalam kasus yang diklaim merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun itu.
    “Saya sudah mengklaster temuan ini dan sudah saya laporkan dalam bentuk kasar. Minggu depan saya yakin akan saya laporkan dalam bentuk yang lebih komplet, termasuk beberapa diagram terkait pemain yang lebih besar yang tidak tersentuh,” kata Boyamin dalam acara
    Kompas.com Talks
    , dikutip dari
    YouTube Kompas.com
    , Jumat (21/3/2025).
    Boyamin juga menyoroti dugaan adanya skenario untuk menghambat produksi minyak dalam negeri.
    Ia menyebut beberapa perusahaan yang memiliki kontrak lifting atau pengeboran justru diminta untuk menghentikan operasinya tanpa alasan yang jelas.
    “Beberapa perusahaan yang punya kontrak
    lifting
    atau ngebor itu bahkan determinasi (dihentikan). Bahkan,
    Kejaksaan Agung
    melalui Jamdatun turun tangan untuk memediasi agar produksi berjalan kembali, tetapi setelah perdamaian terjadi, tetap saja mereka tidak diperintahkan bekerja selama tiga tahun,”kata dia.
    Boyamin menduga ada unsur kesengajaan dalam pengurangan produksi minyak domestik.
    Menurut dia, ini sejalan dengan kebijakan yang memaksa produk dalam negeri dijual ke luar negeri dengan alasan tidak sesuai spesifikasi.
    “Kalau produk dalam negeri dianggap tidak sesuai spek dan dipaksa dijual ke luar negeri, padahal di luar negeri tetap dipakai sebagai bahan bakar minyak, mestinya kan cukup di dalam negeri saja,” kata Boyamin.
    Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa penanganan kasus ini tidak boleh sekadar menjadi ajang penegakan hukum tanpa perbaikan tata kelola industri minyak dan gas di Indonesia.
    Boyamin memastikan pihaknya akan terus mengawal kasus ini agar tidak ada pihak tertentu yang mendapatkan perlakuan istimewa atau bahkan dibiarkan lolos dari proses hukum.
    Diberitakan sebelumnya, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka atas kasus tersebut, di mana enam di antaranya merupakan petinggi dari anak usaha atau subholding Pertamina.
    Keenamnya adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan; Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi; Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin.
    Kemudian, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono; Direktur Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusuma; dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne.
    Sementara itu, ada tiga broker yang menjadi tersangka, yakni Muhammad Kerry Adrianto Riza selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
    Kejagung menaksir dugaan kerugian negara pada kasus ini mencapai Rp 193,7 triliun.
    Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pimpinan KPK Usul Koruptor Tak Disediakan Makanan, MAKI: Nanti Melanggar HAM

    Pimpinan KPK Usul Koruptor Tak Disediakan Makanan, MAKI: Nanti Melanggar HAM

    Jakarta

    Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengusulkan narapidana korupsi tak disediakan makanan. Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) menyebut usulan itu hanya sebatas ungkapan emosi.

    “Boleh dipenjara paling terpencil dengan keamanan maksimum, tapi ya tetap harus dikasih makan, nanti melanggar HAM. Mungkin itu ungkapan kemarahan, kejengkelan terhadap koruptor, ‘jangan dikasih makan!’ itu gapapa,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada wartawan, Kamis (20/3/2025).

    Boyamin menyebut usulan itu tentu tidak bisa dilakukan. Bahkan dia mengusulkan KPK agar memaksimalkan hukuman mati.

    “Saya kira itu ungkapan kejengkelan, tapi kalau dipraktikkan nggak bisa karena itu melanggar HAM. Ya sudah dihukum mati aja, toh korupsi ada hukuman mati kalau dalam keadaan bencana, kalau seumur hidup ya harus dikasih makan, nanti kalau tidak malah dianggap kejam kita,” katanya.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto berencana membangun penjara untuk koruptor di pulau terpencil. Wakil Ketua KPK Johanis Tanak sepakat dengan usulan Prabowo tersebut.

    “Saya sependapat bila Presiden membuat penjara di pulau yang terpencil dan terluar yang ada di sekitar Pulau Buru untuk semua pelaku tindak pidana korupsi,” kata Tanak ketika dihubungi, Selasa (18/3/2025).

    “Pemerintah tidak perlu menyediakan makanan untuk mereka, cukup sediakan alat pertanian, supaya mereka berkebun, bercocok tanam di ladang atau di sawah untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri yang berasal dari hasil keringat mereka sendiri,” sebutnya.

    (azh/idn)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • MAKI Nilai Aksi DPRD OKU Tagih Fee Jelang Lebaran Menantang KPK

    MAKI Nilai Aksi DPRD OKU Tagih Fee Jelang Lebaran Menantang KPK

    Jakarta

    Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyoroti aksi ketiga anggota DPRD Ogan Komering Ulu (OKU) yang menagih fee sehari usai KPK memberi peringatan kepada penyelenggara negara. Ia menilai tindakan tersebut seolah-olah menantang KPK.

    “Mereka kesannya malah menantang KPK karena KPK sudah memberikan edaran untuk tidak menerima gratifikasi itu kembali lagi suap. Menurut saya itu kurang ajar,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada wartawan, Senin (17/3/2025).

    Boyamin mengaku terkejut mengetahui jatah pokir yang diminta DPRD sebesar 20%. Padahal, kata dia, semestinya DPRD berperan sebagai pengawas.

    “Kalau sudah dipalak itu 20% gitu oleh oknum DPRD sama dengan yang ngawasi malah menyuruh korupsi gitu, bukan hanya sekedar pagar makan tanaman, ini malah pagar menyuruh tanamannya mati gitu. Jadi itu yang paling kaget saya apa dari kasus di OKU itu” tegasnya.

    “Apalagi ini dilakukan menjelang Lebaran dengan alasan THR, masa sesuatu yang ibadah sakral itu habis puasa dan lebaran harusnya ini beribadah dan melakukan sedekah gitu, eh ini malah memalak, melakukan korupsi, memeras pemborong dengan nilai yang begitu fantastis,” sambungnya.

    Boyamin mendorong agar Anggota DPRD OKU yang kini tersangka kasus suap meminta jatah pokir Rp 40 miliar dari proyek Dinas PUPR dihukum berat. Ia memandang hukuman yang mesti dijatuhkan minimal 20 tahun penjara.

    “Menurut saya sangat keterlaluan dan mestinya ini dihukum berat nanti. Jangan hanya 5 tahun, 10 tahun, ini minimal 20 tahun atau seumur hidup ini karena pola korupsinya yang sudah keterlaluan,” jelasnya.

    “Inilah yang menurut saya mudah-mudahan KPK nanti bisa melakukan pencegahan yang lebih baik lah bukan hanya sekedar menindak hukum jadi, belajar di kasus OKU ini KPK harus kita paksa untuk membuat mekanisme supaya anggaran-anggaran baik pusat maupun daerah bisa dikelola lebih baik supaya tidak dicuri lagi,” tegasnya.

    Seperti diketahui, KPK mengungkap tiga anggota DPRD OKU yang menjadi tersangka suap dan pemotongan anggaran proyek menagih fee ke Kadis PUPR OKU menjelang hari raya Idul Fitri atau Lebaran. Ternyata, permintaan fee itu terjadi sehari usai KPK memberi peringatan kepada para penyelenggara negara.

    – Ferlan Juliansyah (FJ) selaku Anggota Komisi III DPRD OKU

    – M Fahrudin (MFR) selaku Ketua Komisi III DPRD OKU

    – Umi Hartati (UH) selaku Ketua Komisi II DPRD OKU

    – Nopriansyah (NOP) selaku Kepala Dinas PUPR OKU

    – M Fauzi alias Pablo (MFZ) selaku swasta

    – Ahmad Sugeng Santoso (ASS) selaku Swasta

    KPK menyebut tiga anggota DPRD OKU itu menagih fee proyek yang telah disepakati sejak Januari 2025 ke Nopriansyah karena sudah mendekati Lebaran. Nopriansyah pun menjanjikan fee yang diambil dari sembilan proyek di OKU tersebut cair sebelum Lebaran.

    “Menjelang hari raya Idul Fitri pihak DPRD yang diwakili oleh saudara FJ (Ferlan Juliansyah) yang merupakan anggota dari Komisi III, kemudian saudara MFR (M Fahrudin), kemudian saudari UH (Umi Hartati), menagih jatah fee proyek kepada saudara NOP (Nopriansyah) sesuai dengan komitmen yang kemudian dijanjikan oleh saudara NOP akan diberikan sebelum hari raya Idul Fitri,” ujar Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (16/3).

    Pada 13 Maret 2025, Nopriansyah menerima uang Rp 2,2 miliar dari Fauzi selaku pengusaha. Nopriansyah juga telah menerima Rp 1,5 miliar dari Ahmad. Uang itu diduga akan dibagikan ke Anggota DPRD OKU.

    Pada 15 Maret, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap para tersangka itu. KPK pun mengamankan uang Rp 2,6 miliar dan mobil Fortuner dari OTT itu.

    Menurut KPK, OTT itu terjadi sehari setelah KPK menerbitkan surat edaran tentang pencegahan dan pengendalian gratifikasi terkait hari raya atau SE nomor 7 tahun 2025. KPK pun menganggap kelakuan para tersangka itu ironi.

    “Hal ini menjadi ironis, di saat sehari sebelumnya KPK menerbitkan surat edaran tentang pencegahan dan pengendalian gratifikasi terkait hari raya (SE Nomor 7 Tahun 2025),” ujar tim Jubir KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan, Senin (17/3/2025).

    (taa/aud)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Dorong Perampasan Aset, Maki: Kejar Harta Koruptor hingga Ahli Waris!

    Dorong Perampasan Aset, Maki: Kejar Harta Koruptor hingga Ahli Waris!

    Jakarta, Beritasatu.com – Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (Maki), Boyamin Saiman, menekankan pentingnya membentuk kembali Satuan Tugas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) untuk memaksimalkan perampasan aset koruptor. Menurut Boyamin, selain hukuman penjara, pemerintah juga harus menindaklanjuti putusan pengadilan dengan menggugat harta para koruptor, termasuk milik ahli waris mereka.

    “Jaksa Agung harus diberi kewenangan penuh untuk mengejar aset koruptor sebagai uang pengganti. Dengan begitu, para koruptor akan berpikir seribu kali sebelum melakukan kejahatan,” tegasnya kepada Beritasatu.com, Jumat (14/3/2025).

    Ia menyoroti fakta banyak koruptor yang hanya mendapat hukuman ringan, seperti 4 tahun hingga 5 tahun penjara, tetapi tetap hidup kaya setelah bebas. Menurutnya, hukuman berat saja tidak cukup jika aset hasil korupsi tidak dirampas dan dikembalikan ke negara.

    “Kalau mereka hanya dipenjara sebentar dan tetap bisa menikmati hasil korupsi setelah keluar, maka korupsi akan terus merajalela,” tambahnya.

    Boyamin menekankan perampasan aset hasil korupsi harus dipulihkan sepenuhnya agar dapat digunakan untuk kepentingan rakyat.

    “Uang negara yang dikorupsi, meskipun sudah bertahun-tahun lalu, tetap harus dikembalikan. Nilai Rp 10 miliar sepuluh tahun lalu tentu berbeda dengan sekarang, tetapi tetap bisa digunakan untuk kesejahteraan rakyat,” ujarnya.

    Ia berharap Presiden Prabowo Subianto tidak hanya fokus membangun penjara bagi koruptor, tetapi juga menginstruksikan Kejaksaan Agung dan KPK untuk lebih agresif dalam menyita aset koruptor.

    “Dengan strategi perampasan aset ini, koruptor tidak hanya kehilangan kebebasan, tetapi juga kekayaannya. Ini akan menjadi efek jera yang lebih efektif,” tutupnya.

  • Maki: Koruptor Layak Dipenjara Seumur Hidup, Bukan hanya 50 Tahun

    Maki: Koruptor Layak Dipenjara Seumur Hidup, Bukan hanya 50 Tahun

    Jakarta, Beritasatu.com – Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (Maki), Boyamin Saiman, menilai hukuman 50 tahun penjara tidak cukup memberikan efek jera bagi pelaku korupsi, terutama yang merugikan negara lebih dari Rp 100 miliar. Ia mendukung penerapan hukuman penjara seumur hidup untuk para koruptor.

    “Jika seseorang sudah berusia 30 tahun lalu dihukum 50 tahun, mereka tetap bisa menikmati kebebasan di usia tua. Lebih baik langsung dipenjara seumur hidup tanpa remisi agar benar-benar jera,” ujar Boyamin kepada Beritasatu.com, Jumat (14/3/2025).

    Boyamin menjelaskan Mahkamah Agung (MA) telah mengarahkan hakim untuk menjatuhkan hukuman seumur hidup bagi koruptor dengan kerugian negara di atas Rp 100 miliar. Bahkan, menurutnya, batasan ini bisa diturunkan hingga Rp 10 miliar agar lebih banyak koruptor mendapat hukuman berat.

    Ia juga menegaskan hukuman seumur hidup harus dilakukan tanpa potensi pengurangan masa tahanan (remisi), bebas bersyarat, atau diskon hukuman. Dengan demikian, koruptor benar-benar menjalani hukuman penuh tanpa celah hukum untuk mengurangi masa tahanannya.

    Selain hukuman seumur hidup, Boyamin menilai perampasan aset menjadi langkah penting agar pelaku benar-benar kehilangan hasil kejahatannya. Jika hanya dipenjara tanpa kehilangan aset, para koruptor masih bisa menikmati hasil korupsinya secara tidak langsung melalui keluarga atau jaringan mereka.

    “Orang akan berpikir seribu kali untuk korupsi jika tahu mereka akan kehilangan segalanya, termasuk aset yang sudah dikumpulkan,” tegasnya.

    Lebih lanjut, ia mendukung penerapan hukuman mati bagi koruptor dalam kondisi tertentu, seperti saat bencana nasional. Menanggapi anggapan hukuman berat bagi koruptor melanggar hak asasi manusia (HAM), Boyamin menolak keras pernyataan tersebut. Menurutnya, justru koruptor yang lebih dulu melanggar HAM rakyat dengan mencuri uang negara.

    “Mereka mengambil uang yang seharusnya untuk rakyat, menyebabkan kemiskinan, menurunkan kualitas pendidikan, dan membuat rakyat sulit mendapatkan layanan kesehatan. Itu pelanggaran HAM yang sebenarnya,” katanya.

    Boyamin juga menyoroti fakta di negara lain, seperti Amerika Serikat, tetap menerapkan hukuman mati dalam kasus tertentu. Dengan demikian, tidak ada alasan Indonesia ragu dalam menegakkan keadilan bagi rakyat. Menurutnya, Presiden Prabowo Subianto hanya perlu memastikan KPK dan Kejaksaan Agung selalu menuntut hukuman berat untuk kasus-kasus korupsi besar.

    “Sudah ada hukuman seumur hidup bagi koruptor, terutama jika merugikan rakyat kecil, seperti kasus Jiwasraya dan Asabri,” ujar Boyamin.

    Boyamin menegaskan hukuman seumur hidup bagi koruptor tidak boleh mendapat diskon hukuman, remisi, atau bebas bersyarat.

    “Jika semua koruptor dihukum seumur hidup tanpa potongan, maka tidak ada peluang untuk bebas lebih cepat,” tegasnya.

    Selain penegakan hukum yang lebih tegas, ia juga menekankan pentingnya pencegahan korupsi melalui sistem yang lebih transparan dan bebas dari celah hukum yang bisa dimanfaatkan oleh koruptor.

    “Hukuman berat dan penjara koruptor saja tidak cukup, tetapi juga harus ada reformasi sistem pencegahan agar kasus serupa tidak terulang,” pungkasnya.

  • Maki: Perampasan Aset Lebih Efektif untuk Membuat Jera Koruptor

    Maki: Perampasan Aset Lebih Efektif untuk Membuat Jera Koruptor

    Jakarta, Beritasatu.com – Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (Maki), Boyamin Saiman, menanggapi rencana Presiden Prabowo Subianto untuk membangun penjara khusus bagi koruptor. Menurutnya, solusi utama dalam pemberantasan korupsi adalah perampasan aset.

    “Pemidanaan di Indonesia masih lemah. Hukuman bagi koruptor tergolong ringan, banyak remisi, pembebasan bersyarat, dan harta hasil korupsi pun sering tidak dimaksimalkan sebagai uang pengganti,” ujar Boyamin kepada Beritasatu.com, Jumat (14/3/2025).

    Sebelumnya, saat memberikan sambutan di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Kamis (13/3/2025), Presiden Prabowo Subianto menyebut akan membuat penjara kecil di lokasi terpencil khusus bagi para koruptor.

    Boyamin menilai meskipun penjara koruptor dibuat terpencil, tetap ada celah bagi mereka untuk menghindari hukuman penuh.

    “Banyak modus, misalnya pura-pura sakit agar dirawat di rumah sakit, atau alasan olahraga dan kepentingan hukum seperti sidang perceraian,” kata Boyamin.

    “Jika koruptor tetap bisa menikmati hasil kejahatannya, mereka tidak akan jera. Yang harus dilakukan adalah miskinkan mereka dengan menyita seluruh harta, termasuk milik keluarga yang diduga terkait dengan tindak pidana,” tambahnya.

    Ia juga mendorong pemerintah segera mengesahkan Undang-Undang Perampasan Aset. Jika DPR menolak, Boyamin menyarankan agar Prabowo menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu), seperti yang pernah dilakukan mantan Presiden Jokowi dalam berbagai kebijakan strategis.

    “Jika pemerintah serius ingin memberantas korupsi, maka UU Perampasan Aset harus segera disahkan. Pemberantasan korupsi bukan hanya soal memenjarakan pelaku, tetapi juga memastikan uang negara benar-benar digunakan untuk kesejahteraan rakyat,” kata Boyamin.