Tag: Boyamin Saiman

  • MAKI Ungkap Info Riza Chalid Kini Tinggal di Johor, Diduga Nikahi Kerabat Sultan

    MAKI Ungkap Info Riza Chalid Kini Tinggal di Johor, Diduga Nikahi Kerabat Sultan

    GELORA.CO – Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) memastikan tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah Muhammad Riza Chalid saat ini berada di Malaysia dan diduga sudah menikahi kerabat sultan dari salah satu negara bagian Negeri Jiran. Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman di Kuala Lumpur, Sabtu (26/7/2025), menyampaikan pernikahan itu ditengarai telah dilakukan sejak empat tahun lalu.

    “Dalam konteks ini saya sudah memastikan Riza Chalid ada di Malaysia, dan diduga sudah menikah dengan orang yang punya kekerabatan dengan raja atau sultan di Malaysia, empat tahun lalu,” kata Boyamin.

    Menurut informasi yang diperoleh Boyamin, Riza Chalid menikah dengan kerabat sultan dari negara bagian berinisial J atau negara bagian berinisial K. “Sultan itu kalau tidak dari negara bagian J, dari negara bagian K,” ungkapnya.

    Dia mengatakan Riza Chalid saat ini lebih banyak tinggal di Johor, Malaysia. Berdasarkan temuannya ini, Boyamin menyatakan akan merekomendasikan Kejaksaan Agung untuk segera mengajukan permohonan resmi red notice. Menurutnya melalui red notice, kepolisian Malaysia akan tunduk dengan aturan Interpol sehingga memudahkan penangkapan Riza Chalid.

    “Walau upaya ekstradisi tetap bisa dilakukan, tetapi tetap harus mengupayakan red notice,” kata Boyamin.

    Di sisi lain, apabila red notice tidak dapat dilakukan, Boyamin mendorong agar dilakukan sidang in absentia tanpa kehadiran Riza Chalid, agar harta atau aset Riza Chalid di dalam negeri maupun di luar negeri bisa disita dan atau dibekukan, karena dapat dikenakan pasal pencucian uang.

    Adapun Kejaksaan Agung menyatakan Muhammad Riza Chalid mangkir dari panggilan pertama, Kamis (24/7/2025), sebagai tersangka dalam kasus yang menjeratnya. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna mengatakan penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) sedang mengagendakan pemanggilan kedua terhadap Riza Chalid sebagai tersangka.

    Terkait keberadaan Riza Chalid di Malaysia, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemen Imipas) telah menggandeng Kejagung serta pihak imigrasi dan polisi Malaysia untuk memantau Riza Chalid. Menteri Imipas Agus Andrianto mengatakan Riza sudah meninggalkan Indonesia sejak Februari 2025 untuk datang ke Malaysia.

  • Teka-teki Keberadaan Eks Staf Nadiem Jurist Tan, di Australia atau Singapura?

    Teka-teki Keberadaan Eks Staf Nadiem Jurist Tan, di Australia atau Singapura?

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) merespons soal pernyataan Koordinator Masyarakat Anti-korupsi (MAKI) Boyamin Saiman mengenai keberadaan tersangka korupsi pengadaan Chromebook, Jurist Tan.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum alias Kapuspenkum Kejagung RI, Anang Supriatna menyatakan bahwa pihaknya memang sudah mendengar informasi terkait dengan keberadaan Jurist Tan di Australia.

    “Yang jelas kalau JT, ya kalau saya pernah dengar bahwa ada menyebutkan bahwa ada di Australia,” ujar Anang di Kejagung, Jumat (25/7/2025).

    Meskipun begitu, Anang menekankan, saat ini penyidik korps Adhyaksa masih berfokus pada prosedur pemanggilan terhadap bekas anak buah Nadiem Makarim itu.

    Dalam catatan Bisnis, Jurist Tan telah dilakukan pemanggilan dua kali dan selalu mangkir. Oleh karena itu, penyidik akan menjadwalkan panggilan ketiga dan dilanjutkan dengan penerbitan red notice.

    “Kan tinggal pemanggilan ketiga, biasanya pemanggilan ketiga itu disertai dengan penyertaan DPO,” pungkasnya.

    Boyamin Ungkap Jurist di Australia

    Dalam keterangan tertulisnya, Boyamin menyatakan telah berkeliling selama satu pekan ke Australia dari 17-25 Juli 2025. Selama di Australia, pria yang mengaku menjadi detektif partikelir ini tengah berusaha melacak keberadaan Jurist Tan.

    “Selama di Australia telah berusaha melacak keberadaan Tersangka Jurist Tan dan terdapat dugaan dia tinggal di Sydney tepatnya kawasan Waterloo , New South Wales, Australia, bersama suaminya inisial ADH dan seorang putranya,” ujar Boyamin.

    Dia juga mengemukakan bahwa Jurist memang sempat berada di Singapura seperti pencatatan perlintasan terakhir imigrasi Tanah Air. Namun, Jurist kemudian terlacak berada di Australia.

    Atas informasi itu, Boyamin mengklaim bahwa dirinya telah mengirimkan dokumen terkait Jurist Tan kepada penyidik Kejagung RI agar segera dapat memboyongnya ke Indonesia.

    “Selain data alamat, saya kepada Penyidik telah menyerahkan data-data berupa foto ADH [suami Jurist Tan] dan nomor Ponsel Indonesia yang digunakan Jurist Tan dan suaminya ADH,” jelasnya.

    Melintas ke Singapura 

    Sementara itu, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) mengungkap tersangka Jurist Tan telah melintas ke luar negeri sejak 13 Mei 2025.

    Plt Direktur Jenderal Imigrasi Yuldi Yusman mengatakan berdasarkan catatan penerbangan terakhir di Indonesia, anak buah Nadiem itu menuju Singapura.

    “Pengecekan pada sistem SIPP, yang bersangkutan terbang keluar dari Indonesia menuju Singapura dengan menggunakan pesawat, dengan pesawat Singapore Airlines,” ujar Yuldi saat dihubungi, Rabu (23/2/2025).

    Dengan demikian, Yuldi menekankan bahwa berdasarkan data perlintasan imigrasi hingga Kamis (17/7/2025), Jurist Tan dinyatakan sudah tidak berada di Indonesia.

    “Dari data perlintasan per Kamis 17 Juli 2025 pukul 17.30 WIB yang bersangkutan tidak berada di Indonesia,” pungkasnya.

  • Kejagung Segera Masukkan Eks Mantan Stafsus Nadiem Dalam Daftar Red Notice Interpol

    Kejagung Segera Masukkan Eks Mantan Stafsus Nadiem Dalam Daftar Red Notice Interpol

    Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) akan segera memasukkan Jurist Tan, tersangka kasus dugaan korupsi pada Kemendikbudristek dalam program digitalisasi pendidikan periode 2019–2022, ke dalam daftar pencarian orang (DPO).

    Jurist Tan alias JT telah ditetapkan sebagai salah satu tersangka dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek pada era Nadiem Makarim. 

    “Yang jelas, kami tidak lagi melakukan pemanggilan. Mungkin nantinya penyidik berencana akan menetapkan DPO dan nanti ditindaklanjutinya dengan Red Notice Interpol,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Anang Supriatna dikutip dari Antara, Rabu (16/7/2025).

    Terkait waktunya, Anang mengatakan bahwa rencananya akan dilakukan dalam waktu dekat.

    Sementara itu, terkait Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman yang menyebut bahwa Jurist Tan diduga berada di Australia, Anang mengatakan bahwa informasi tersebut akan ditampung terlebih dahulu oleh penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).

    “Semua informasi nanti kami tampung. Nanti kami deteksi keberadaannya, benar atau tidaknya, untuk memastikan,” katanya.

    Dia mengatakan bahwa saat ini penyidik masih memastikan keberadaan posisi Jurist Tan.

    “Nanti kami berkoordinasi dengan negara-negara tetangga atau negara yang dianggap terdeteksi ada keberadaan yang bersangkutan,” ujarnya.

    Sebelumnya, Kejagung menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi pada Kemendikbudristek dalam program digitalisasi pendidikan periode tahun 2019–2022.

    Direktur Penyidikan pada Jampidsus Abdul Qohar mengungkapkan bahwa empat tersangka itu adalah JT (Jurist Tan) selaku Staf Khusus (Stafsus) Mendikbudristek tahun 2020–2024 dan IBAM (Ibrahim Arief) selaku mantan konsultan teknologi di Kemendikbudristek.

    Kemudian, SW (Sri Wahyuningsih) selaku Direktur Sekolah Direktur Sekolah Dasar (SD) Direktorat PAUD Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek Tahun 2020–2021 sekaligus sebagai kuasa pengguna anggaran di lingkungan Direktorat Sekolah Dasar pada tahun anggaran 2020–2021.

    Terakhir, MUL (Mulyatsyah) selaku Direktur Sekolah Menengah Pertama (SMP) Direktorat PAUD Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek Tahun 2020–2021 sekaligus sebagai kuasa pengguna anggaran di lingkungan Direktorat Sekolah Menengah pertama tahun anggaran 2020–2021.

    “Dalam pelaksanaan pengadaan tersebut, SW, MUL, JT, dan IBAM telah melakukan perbuatan melawan hukum menyalahgunakan kewenangan dengan membuat petunjuk pelaksanaan yang mengarah ke produk tertentu, yaitu Chrome OS untuk pengadaan TIK pada tahun anggaran 2020–2022,” kata Qohar.

    Akibat perbuatan para tersangka, negara diperkirakan mengalami kerugian sekitar Rp1,9 triliun.

    Untuk selanjutnya, tersangka SW dan MUL akan ditahan di Rutan Kejaksaan Agung Cabang Salemba selama 20 hari ke depan sejak Selasa (15/7).

    Sementara itu, tersangka Ibrahim Arief akan menjadi tahanan kota karena memiliki penyakit jantung kronis, sedangkan keberadaan Jurist Tan masih diburu oleh penyidik.

  • 10
                    
                        Kasus-kasus yang Menyeret Nama Riza Chalid Selain Korupsi Pertamina, Ada "Papa Minta Saham"
                        Nasional

    10 Kasus-kasus yang Menyeret Nama Riza Chalid Selain Korupsi Pertamina, Ada "Papa Minta Saham" Nasional

    Kasus-kasus yang Menyeret Nama Riza Chalid Selain Korupsi Pertamina, Ada “Papa Minta Saham”
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kejaksaan Agung (
    Kejagung
    ) menetapkan Muhammad
    Riza Chalid
    (MRC) sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023
    Riza Chalid ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan delapan orang lainnya karena diduga menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 285 triliun.
    “(Ditetapkan sebagai tersangka adalah) MRC selaku beneficial owner PT Orbit Terminal Merak,” ujar Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Abdul Qohar, saat konferensi pers di Lobi Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta, Kamis (10/7/2025).
    Kejagung diketahui telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus ini. Sehingga, total sudah ada 18 tersangka dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Pertamina tersebut.
    Sebelum ditetapkan sebagai tersangka di kasus
    korupsi Pertamina
    , nama Riza Chalid beberapa kali terseret dalam sejumlah skandal minyak dan gas (migas).
    Berikut sejumlah kasus yang menyeret nama Riza Chalid dirangkum
    Kompas.com
    .
    Nama Riza Chalid sempat terseret dalam skandal “
    papa minta saham
    ” yang membuat Ketua DPR RI periode 2014-2019, Setya Novanto, mengundurkan diri dan diproses oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR.
    Riza disebut berada dalam pertemuan antara Setya Novanto dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia ketika itu, Maroef Sjamsoeddin di salah satu hotel di Jakarta pada 8 Juni 2015.
    Keberadaan Riza itu diketahui dari rekaman percakapan yang direkam Maroef. Dalam pertemuan itu diduga ada permintaan saham Freeport Indonesia oleh Setya Novanto dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla.
    Adanya Riza Chalid dalam pertemuan itu lantas dilaporkan Maroef kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat itu, Sudirman Said.
    Sudirman Said akhirnya membuat laporan terkait adanya rekaman tersebut dan dugaan keterlibatan Setya Novanto ke MKD DPR RI.
    Pelaporan dan proses sidang etik oleh MKD tersebut membuat Setya Novanto mengundurkan diri dari posisi Ketua DPR RI.
    Setya Novanto menyampaikan pengunduran diri melalui surat tertanggal 16 Desember 2015 yang ditandatanganinya di atas meterai dan ditembuskan kepada pimpinan MKD.
    Dalam surat itu disebutkan bahwa mundur sehubungan dengan penanganan dugaan pelanggaran etika yang ditangani di DPR RI, untuk menjaga martabat, dan untuk menciptakan ketenangan masyarakat.
    Kejagung juga diketahui menyelidiki kasus dugaan permintaan saham tersebut karena adanya dugaan pemufakatan jahat.
    Bahkan,
    kejagung
    sudah meminta keterangan Sudirman Said, Sekjen DPR, dan Maroef Sjamsuddin.
    Namun, Kejagung selalu gagal menghadirkan Riza Chalid untuk dimintai keterangan.
    Hingga akhirnya, Setya Novanto mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penyadapan atau perekaman yang dijadikan barang bukti dalam penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan.
    MK lantas memutuskan, penyadapan terhadap satu pihak harus dilakukan oleh aparat penegak hukum dengan ketentuan sesuai UU ITE. Dengan kata lain, rekaman “papa minta saham” itu tidak bisa menjadi bukti dan patut dikesampingkan.
    Adanya putusan MK itu membuat penyidikan di Kejaksaan terhenti. Jaksa Agung ketika itu, HM Prasetyo menjelaskan bahwa tidak semua perkara itu berkonotasi ke persidangan.
    “Tergantung kepada fakta dan bukti yang ada, kalian tahu persis perjalan kasus itu. Ada gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai hasil rekaman yang dinyatakan bukan barang bukti. Kamu tahu enggak itu? Tahu tidak tuh?” kata Prasetyo sebagaimana diberitakan Kompas.com pada 18 Juli 2018.
    “Jadi bukti-bukti yang tadinya kita anggap sebagai bisa melengkapi penanganan perkara ini, ternyata oleh MK dinyatakan tidak sah sebagai barang bukti itu, dan sekarang prosesnya sudah selesai,” ujarnya lagi.
    Senada dengan Kejagung, MKD DPR juga akhirnya mengabulkan permintaan pemulihan nama baik Setya Novanto yang diajukan Fraksi Partai Golkar.
    Nama Riza Chalid juga disebut-sebut terkait dengan kasus mafia migas yang diduga terjadi di dalam tubuh perusahaan Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) yang telah dibubarkan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) pada 2015.
    Menurut laporan
    DW.com
    , selama bertahun-tahun Riza Chalid disebut mengendalikan Pertamina Energy Trading Ltd (Petral), anak usaha PT Pertamina.
    Kasus yang berawal dari audit investigatif terhadap Petral yang dipimpin oleh Faisal Basri menemukan adanya kecurangan dalam proses pengadaan minyak melalui perusahaan minyak pemerintah asing (ENOC).
    Kemudian, Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) menetapkan Mantan Direktur Utama Petral Bambang Irianto yang pernah menjadi Managing Director Pertamina Energy Service Pte. Ltd (PES) sebagai tersangka kasus suap terkait dengan
    kasus Petral
    .
    “KPK menetapkan satu orang sebagai tersangka, yakni, BTO, Managing Director Pertamina Energy Service Pte. Ltd periode 2009-2013,” kata Wakil Ketua KPK saat itu Laode M Syarif dalam konferensi pers pada 10 September 2019.
    Dalam kasus ini, Bambang diduga menerima 2,9 juta Dollar AS dari perusahaan Kernel Oil yang merupakan dalam perdagangan minyak mentah dan produk kilang untuk PES atau Pertamina.
    Uang itu diperoleh Bambang atas jasanya mengamankan jatah alokasi kargo perusahaan itu dalam tender pengadaan atau penjualan minyak mentah atau produk kilang.
    Laode mengungkapkan, dalam proses tender pada 2012, Bambang dan sejumlah pejabat PES lainnya diduga menentukan sendiri rekanan yang akan diundang mengikuti tender tanpa mengacu pada ketentuan yang berlaku.
    Salah satu peserta tender yang akhirnya terpilih asalah perusahaan Emirates National Oil Company (ENOC). Namun, ENOC dalam kasus ini hanyalah ‘perusahaan bendera’ untuk menyamarkan Kernel Oil yang tidak masuk daftar.
    Namun, penyidikan kasus ini tidak berkembang hingga memasuki pertengahan tahun 2025.
    Bahkan, KPK sempat digugat oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) bersama Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia ( LP3HI ) dan Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (ARUKKI) lantaran dugaan mangkraknya kasus Petral dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
    “Gugatan Praperadilan ini dimaksudkan memaksa KPK untuk terlibat melakukan pembenahan tata kelola BBM yang diduga telah terjadi penyimpangan puluhan tahun. KPK harus berani berlomba dengan Kejagung yang telah menangani kasus di Pertamina,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangannya pada 18 Maret 2025.
    Masih terkait dengan Petral, Riza Chalid juga pernah tersandung kasus impor minyak Petral pada tahun 2008.
    Dikutip dari pemberitaan
    Kompas.id
    pada 2 Maret 2025, kala itu, Petral membeli 600 barel minyak seharga 54 juta dollar AS atau setara dengan Rp 524 miliar melalui perusahaan Global Resources Energy dan Gold Manor. Kedua perusahaan itu ditengarai terafiliasi dengan Riza.
    Saat itu, impor minyak oleh Petral tersebut menuai kontroversi karena minyak yang diimpor itu disebut jenis baru yakni Zatapi.
    Anggota Komisi Komisi VII DPR kala itu, Alvin Lie mengatakan, Zatapi kemungkinan besar merupakan campuran minyak mentah Sudan Dar Blend dengan minyak mentah Malaysia.
    Menurut dia, berdasarkan pemberitaan Kompas pada 24 Maret 2008, harga Zatapi disamakan harga Tapis, yaitu sekitar 100 dollar Amerika Serikat (AS) per barel. Padahal, harga sebenarnya Dar Blend sekitar 70 dollar AS.
    Kemudian, kasus impor minyak Zatapi ini akhirnya ditangani Mabes
    Polri
    dan lima orang ditetapkan sebagai tersangka
    Mereka adalah Direktur Gold Manor SN, VP; Bagian Perencanaan dan Pengadaan Chrisna Damayanto; Manajer Pengadaan Kairuddin; Manajer Perencanaan Rinaldi; dan staf Perencanaan Operasi Suroso Atmomartoyo.
    Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri saat itu, Irjen Pol Abubakar Nataprawira menyebut, kelima tersangka tersebut terbukti melanggar Pasal 2 dan atau 3 Undang-Undang No. 31 tahun 99 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah menjadi UU No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Pemberantasan Tipikor.
    Namun, pada Februari 2010, Polri memutuskan untuk menghentikan penyidikan kasus impor minyak Zatapi itu. Dengan alasan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tidak menemukan adanya kerugian negara dalam perkara tersebut.
    “Sudah kami hentikan sejak beberapa minggu lalu karena menurut BPKP tidak ada kerugian negara,” ujar Kapolri saat itu, Jenderal Bambang Hendarso Danuri di Gedung DPR, Jakarta pada 23 Februari 2010.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • MAKI Kecewa MA Sunat Hukuman Bui Setya Novanto: Nggak Ada PK Mengurangi

    MAKI Kecewa MA Sunat Hukuman Bui Setya Novanto: Nggak Ada PK Mengurangi

    Jakarta

    Mahkamah Agung (MA) mengurangi hukuman mantan Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP usai mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK). Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyebut PK seharusnya tidak ada yang mengurangi masa hukuman.

    “Saya kecewa dengan dikabulkannya PK Setya Novanto, dan itu rasanya mencederai keadilan. Kalau memang hukumannya berapa ya cukup di level kasasi, PK harusnya ditolak, nggak ada PK itu mengurangi hukuman itu nggak ada,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada wartawan, Kamis (3/7/2025).

    Boyamin menyebut jika PK dikabulkan, pada konsepnya, Setya Novanto malah bisa bebas dari jeratan hukum. Dia menyayangkan putusan yang dijatuhkan MA.

    “Dalam konsep ideologisnya nggak ada, PK itu hanya mengabulkan dan menolak. Kalau kabul berarti bebas, artinya novum itu mementahkan putusan-putusan sebelumnya sehingga putusannya bebas kalau dikabulkan, kalau ditolak artinya tidak ada cerita mengurangi hukuman,” katanya.

    “Jadi menurut saya Mahkamah Agung semakin membuktikan dirinya bukan teladan yang baik. Kalau teladan yang baik ditolak karena ideologisnya begitu, dan ini mestinya bagian dari pemberantasan korupsi MA harus lebih keras,” tambahnya.

    Lebih lanjut, Boyamin berharap MA melakukan perubahan seperti era pimpinan Artidjo Alkostar. “Kalau zaman Pak Artidjo itu malah nambah-nambah malah, ini kok malah mengurangi, ini kan kontradiktif dengan zaman dulu. Ini menjadikan masyarakat semakin apatis bahwa korupsi apa bisa diberantas, gitu,” ujarnya.

    Novanto juga dihukum membayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan dan uang pengganti (UP) USD 7,3 juta. Uang pengganti itu dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan ke penyidik KPK.

    Pidana tambahan Novanto berupa pencabutan hak menduduki jabatan publik juga dikurangi dari 5 tahun menjadi 2,5 tahun setelah masa pidana selesai. Putusan tersebut diketok oleh majelis hakim yang diketuai Hakim Agung Surya Jaya dengan anggota Sinintha Yuliansih Sibarani dan Sigid Triyono pada 4 Juni 2025.

    (azh/rfs)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Orang Dekat Bobby Terjaring OTT, MAKI Desak KPK Usut Proyek Pemkot Medan saat Dipimpin Menantu Jokowi

    Orang Dekat Bobby Terjaring OTT, MAKI Desak KPK Usut Proyek Pemkot Medan saat Dipimpin Menantu Jokowi

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pejabat yang diduga orang dekat Bobby telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni Topan Obaja Putra Ginting selaku Kepala Dinas PUPR Pemprov Sumut.

    Terkait hal itu, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman mengatakan, KPK perlu melakukan pendalaman kasus dugaan suap yang melibatkan pejabat saat itu.

    Tidak hanya dugaan suap proyek di Dinas PUPR Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga harus mengusut semua proyek di Pemerintah Kota Medan saat dipimpin Bobby Nasution.

    “Karena Topan ini sepemahaman saya orang dekat Bobby sejak zaman kampanye 2020, kampanye Walikota (Medan). Dia diduga melompat langsung jadi Kepala Dinas PUPR karena jadi tim sukses. Itu harus didalami proyek-proyek di Pemkot Medan selama empat tahun yang lalu,” kata Boyamin dilansir dari kantor berita politik RMOL, Rabu (2/7/2025).

    Untuk itu, KPK perlu segera memeriksa Bobby yang juga mantan Walikota Medan dalam perkara tersebut untuk mengembangkan proyek-proyek yang ditangani tersangka Topan dan swastanya selama di Pemkot Medan.

    “Ini bisa menyasar pemerintahan sebelumnya di Pemprov Sumut kalau di-hire oleh Pemprov Sumut sebelumnya. Atau bisa jadi mereka di-hire Pemkot Medan oleh Topan. Ini harus didalami dengan memanggil Bobby sebagai saksi,” terang Boyamin.

    Bukan hanya itu, Boyamin pun meminta KPK agar mendalami pergerakan tersangka Topan selama menjadi orang dekat Bobby.

    “Apakah betul-betul dia jadi ‘koboinya’ Bobby. Itu beberapa kesempatan tampak kedekatan yang bersangkutan. Untuk menggali kedekatan itu maka harus didalami itu tadi, pengembangan itu jadi penting,” pungkas Boyamin.

  • MAKI Desak KPK Periksa Bobby Nasution, Sebut Topan Teman Dekat Menantu Jokowi

    MAKI Desak KPK Periksa Bobby Nasution, Sebut Topan Teman Dekat Menantu Jokowi

    PIKIRAN RAKYAT – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera memanggil dan memeriksa Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Bobby Nasution.

    Pemanggilan itu terkait operasi tangkap tangan (OTT) dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dan Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional Wilayah I Sumut.

    Sebelumnya, KPK resmi menahan Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Obaja Putra Ginting (TOP), usai terjaring operasi OTT pada Kamis malam, 26 Juni 2025. Penahanan Topan menjadi sorotan lantaran ia baru dilantik sebagai Kadis PUPR oleh Bobby Nasution pada 24 Februari 2025.

    Ketua MAKI, Boyamin Saiman, menegaskan pihaknya akan menggugat KPK melalui praperadilan jika Bobby tidak segera diperiksa dalam waktu dua pekan ke depan.

    “Saya meminta KPK melakukan beberapa hal. Segera memanggil dan memeriksa Bobby Nasution minimal sebagai saksi di KPK. Ini harus segera. Kalau tidak dipanggil dalam waktu dua Minggu, KPK akan saya gugat praperadilan,” Boyamin dalam keterangannya, Senin, 30 Juni 2025.

    Boyamin menilai pemeriksaan terhadap kepala daerah sangat lazim dilakukan penyidik KPK, terutama dalam perkara yang melibatkan kepala dinas atau pejabat eselon II di lingkungan pemerintah daerah.

    “Bahkan biasanya kalau KPK menangkap kepala dinas atau eselon dua selama ini menyasar kepala daerahnya,” ucap Boyamin.

    Topan Orang Dekat Bobby

    Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution.

    Boyamin mendesak KPK mendalami kasus ini lantaran Topan adalah orang dekat Bobby sejak zaman kampanye Pilwalkot Medan 2020. Menurutnya, KPK harus melakukan pendalaman menyeluruh, termasuk proyek-proyek lain yang pernah ditangani Topan.

    “Dia (Topan) diduga melompat langsung jadi Kepala Dinas PUPR karena jadi tim sukses,” tutur Boyamin.

    “Harus didalami proyek-proyek di Pemkot Medan selama empat tahun yang lalu. Untuk kepentingan itulah Bobby harus dimintai keterangan,” ujarnya melanjutkan.

    Pulihkan Citra KPK

    Menurut Boyamin, pemeriksaan Bobby penting bukan hanya untuk kepentingan penegakan hukum, tetapi juga untuk memulihkan citra KPK yang dinilai belakangan ini menurun.

    “Kalau enggak memanggil Bobby, semakin terpuruk citranya karena dianggap takut dengan kekuasaan,” tutur Boyamin.

    MAKI juga menilai wajar jika Bobby diperiksa sebagai saksi, tanpa menuduhnya bersalah atau terlibat, semata-mata untuk menjunjung asas praduga tak bersalah sekaligus prinsip keadilan.

    “Ini bukan berarti Bobby bersalah atau tidak atau terlibat atau tidak, azas praduga tak bersalah harus tetap berlaku. Namun, sebagai atasan harus dimintai keterangan untuk azas keadilan,” ucapnya.

    Lebih jauh, ia meminta KPK mengembangkan penyidikan dengan menelusuri kemungkinan aliran dana atau proyek-proyek lain yang dikendalikan oleh Topan, baik di Pemkot Medan maupun di Pemprov Sumut.

    “Berikutnya pengembangan. Misalnya ke mana pergerakan Topan selama jadi orang dekat Bobby. Apakah betul-betul dia jadi Koboinya Bobby,” kata Boyamin.

    Nilai Proyek Rp231,8 Miliar

    KPK menahan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumatera Utara, Topan Obaja Putra Ginting (rompi tahanan nomor 19).

    Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyebut penahanan Topan terkait dugaan tindak pidana korupsi pengaturan proyek pembangunan jalan senilai total Rp231,8 miliar di Sumatera Utara.

    “Kegiatan tangkap tangan dugaan tindak pidana korupsi (TPK) terkait proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara dan di Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional Wilayah I Sumatera Utara,” ujar Asep Guntur Rahayu, di gedung KPK, Jakarta Selatan, Sabtu, 28 Juni 2025.

    Menurut Asep, perkara bermula ketika Topan Obaja Putra Ginting (TOP) bersama Rasuli Efendi Siregar (RES), yang menjabat Kepala UPTD Gunung Tua merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), diduga menunjuk M. Akhirun Efendi Siregar (KIR), Direktur Utama PT DNG, sebagai penyedia proyek pembangunan jalan Sipiongot batas Labuhanbatu Selatan dan Hutaimbaru Sipiongot, dengan nilai total sekitar Rp157,8 miliar. Proses penunjukan dilakukan tanpa prosedur lelang resmi.

    “KIR kemudian dihubungi oleh RES yang memberitahukan bahwa pada bulan Juni 2025 akan tayang proyek pembangunan jalan dan meminta KIR menindaklanjutinya dan memasukkan penawaran,” tutur Asep.

    Pada 23 sampai 26 Juni 2025, Akhirun Efendi Siregar memerintahkan stafnya untuk berkoordinasi dengan Rasuli Efendi Siregar dan staf UPTD untuk mempersiapkan hal-hal teknis sehubungan dengan proses e-catalog.

    Selanjutnya Akhirun Efendi Siregar bersama-sama Rasuli Efendi Siregar dan staf UPTD mengatur proses e-catalog sehingga PT DGN dapat menang proyek pembangunan jalan Sipiongot Batas Labusel. Untuk proyek lainnya disarankan agar penayangan paket lainnya diberi jeda seminggu agar tidak terlalu mencolok.

    Dalam pengaturan proses e-catalog di Dinas PUPR Pemprov Sumut terdapat pemberian uang dari Akhirun Efendi Siregar dan Rayhan Dulasmi Pilang untuk Rasuli Efendi Siregar, yang dilakukan melalui transfer rekening.

    “Selain itu juga diduga terdapat penerimaan lainnya oleh TOP dari KIR dan RAY melalui perantara,” ucap Asep.

    Selain proyek di lingkungan Pemprov Sumatera Utara, KPK juga mencium praktik serupa di Satuan Kerja PJN Wilayah 1 Sumatera Utara.

    Heliyanto (HEL), yang menjabat PPK di satker tersebut, diduga menerima uang sebesar Rp120 juta dari Akhirun Efendi Siregar dan Rayhan Dulasmi Pilang setelah mengatur proses lelang elektronik sehingga PT DNG dan PT RN terpilih sebagai pelaksana pekerjaan.

    PT DNG dan PT RN telah mendapatkan pekerjaan di Sumatera Utara sejak tahun 2023 sampai saat ini, antara lain:

    Preservasi Jalan Sp. Kota Pinang – Gunung Tua – SP. Pal XI tahun 2023 dengan nilai proyek sebesar Rp56,5 miliar (Rp56.534.470.100,00), dengan pelaksana proyek PT DNG; Preservasi Jalan Sp. Kota Pinang – Gunung Tua – Sp. Pal XI tahun 2024 dengan nilai proyek sebesar Rp17,5 miliar (Rp17.584.905.519,70),dengan pelaksana proyek PT DNG; Rehabilitasi Jalan Sp. Kota Pinang – Gunung Tua – Sp. Pal XI dan Penanganan Longsoran tahun 2025, dengan pelaksana proyek PT DNG; Preservasi Jalan Sp. Kota Pinang – Gunung Tua Sp. Pal XI tahun 2025, dengan pelaksana proyek PT RN.

    “Dalam kegiatan tangkap tangan ini, KPK selain mengamankan sejumlah 6 pihak, juga mengamankan sejumlah uang tunai senilai Rp231 juta, yang diduga merupakan Sebagian atau sisa komitmen fee dari proyek-proyek tersebut,” kata Asep.

    Setelah melakukan gelar perkara, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka, yakni Topan Obaja Putra Ginting (TOP), Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara, Rasuli Efendi Siregar (RES), Kepala UPTD Gunung Tua merangkap PPK Dinas PUPR Sumut.

    Selanjutnya, Heliyanto (HEL), PPK Satker PJN Wilayah I Provinsi Sumatera Utara, M. Akhirun Efendi Siregar (KIR), Direktur Utama PT DNG, dan terakhir M. Rayhan Dulasmi Pilang (RAY), Direktur PT RN.

    Atas perbuatannya, KPK menahan kelima tersangka di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih untuk 20 hari pertama terhitung mulai 28 Juni hingga 17 Juli 2025.

    “Kegiatan tangkap tangan ini sebagai pintu masuk, dan KPK masih akan terus menelusuri dan mendalami terkait proyek atau pengadaan barang dan jasa lainnya,” ujar Asep.***

  • Profil Jurist Tan dan Fiona, Eks Stafsus Nadiem yang Terseret Korupsi Laptop Rp9,9 Triliun

    Profil Jurist Tan dan Fiona, Eks Stafsus Nadiem yang Terseret Korupsi Laptop Rp9,9 Triliun

    GELORA.CO – Dua mantan staf khusus Mendikbudristek Nadiem Makarim menjadi sorotan terkait dugaan keterlibatan mereka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Program Digitalisasi Pendidikan tahun 2019–2022, khususnya pengadaan laptop dengan sistem operasi Chrome/Chromebook senilai Rp9,98 triliun.

    Kedua eks staf khusus yang dimaksud adalah Fiona Handayani (Staf Khusus Bidang Isu-Isu Strategis) dan Jurist Tan (Staf Khusus Bidang Pemerintahan).

    Mereka diduga terlibat dalam penyusunan kajian yang mendorong penggunaan sistem operasi Chrome/Chromebook, menggantikan kajian sebelumnya yang merekomendasikan penggunaan sistem operasi Windows.

    Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung pun sedang mendalami siapa pihak yang memerintahkan penyusunan kajian tersebut.

    Padahal, kata Harli, berdasarkan uji coba terhadap 1.000 unit Chromebook oleh Pustekkom pada 2018–2019, ditemukan berbagai kendala. Salah satunya adalah perangkat hanya dapat berfungsi secara optimal apabila didukung oleh jaringan internet yang stabil, sementara infrastruktur internet di berbagai wilayah Indonesia saat itu belum merata. Akibatnya, penggunaan Chromebook dinilai tidak efektif untuk pelaksanaan AKM.

    “Mereka yang nganalisis, tapi atas perintah siapa itu yang nanti dicari,” kata Harli kepada awak media di Jakarta, dikutip pada Senin (2/6/2025).

    Sebagai bagian dari penyidikan, penyidik telah menggeledah dua unit apartemen yang diduga milik Fiona Handayani (FH) dan Jurist Tan (JT) pada Rabu, 21 Mei 2025. Penggeledahan dilakukan di Apartemen Kuningan Place dan Apartemen Ciputra World 2, Jakarta Selatan.

    Dalam penggeledahan tersebut, penyidik menyita 24 barang bukti yang terdiri dari sembilan barang bukti elektronik dan 15 dokumen, termasuk buku agenda, laptop, dan ponsel. Selain itu, penyidik juga telah memeriksa 28 saksi, termasuk dua mantan staf khusus Mendikbudristek.

    Setelah penggeledahan, keduanya dipanggil oleh penyidik Jampidsus Kejagung. Harli membenarkan bahwa Fiona Handayani dijadwalkan menjalani pemeriksaan pada Senin (2/6/2025).

    “FH dijadwal diperiksa hari ini,” ujar Harli ketika dihubungi Inilah.com, Senin (2/6/2025).

    Sementara itu, penyidik Jampidsus Kejagung juga dikabarkan akan memeriksa Jurist Tan pada Selasa (3/6/2025). Informasi yang diterima tim redaksi Inilah.com menyebutkan bahwa pemanggilan Jurist akan dilakukan di Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta Selatan.

    Menanggapi hal tersebut, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, mengaku belum memperoleh informasi dari penyidik.

    “Itu belum ada info,” kata Harli saat dihubungi Inilah.com, Senin (2/6/2025).

    Profil Jurist Tan dan Fiona Handayani

    Jurist Tan dikenal luas di ekosistem startup Indonesia dan disebut-sebut pernah terlibat dalam pengelolaan awal Gojek bersama Brian Cu. Ia meraih gelar Magister Administrasi Publik dalam Pembangunan Internasional (MPA/ID) dari Yale University.

    Informasi lain yang diterima redaksi Inilah.com menyebut bahwa suami JT merupakan petinggi Google Asia Tenggara dan berkewarganegaraan Australia. Hal ini yang kemudian membuat Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman mendorong agar penyidik Jampidsus ikut memeriksa suami Jurist Tan.

    Menurut Boyamin, suami JT perlu dipanggil oleh Kejagung untuk mendalami potensi konflik kepentingan dalam proyek pengadaan Chromebook tersebut.

    “Jadi konflik kepentingan itu. Apalagi ini diduga merubah kajian. Bahwa kajiannya mestinya itu laptop biasa gitu… Nah ini perlu suaminya dipanggil gitu,” ungkapnya.

    Sementarara Fiona Handayani, diketahui lulusan ITB dan Northwestern University. Sebelumnya, ia bekerja sebagai analis di McKinsey & Company, staf Wakil Gubernur DKI Jakarta bidang kesejahteraan sosial pada masa Gubernur Ahok, dan Senior Sustainability Manager di Djarum Foundation.

    Inilah.com masih berusaha untuk menghubungi Jurist Tan dan Fiona untuk mengkonfirmasi dugaan keterlibatan keduanya di kasus korupsi pengadaan laptop chromebook.  

  • Dugaan Korupsi Chromebook Rp10 Triliun Era Nadiem, MAKI Minta Google Diperiksa

    Dugaan Korupsi Chromebook Rp10 Triliun Era Nadiem, MAKI Minta Google Diperiksa

    GELORA.CO – Kejaksaan Agung tengah menyelidiki kasus dugaan korupsi besar-besaran dalam proyek pengadaan laptop Chromebook di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

    Proyek ini berlangsung dalam rentang waktu 2019 hingga 2022 dan menyedot anggaran hampir Rp10 triliun dari APBN.

    Namun, penggunaan anggaran tersebut diduga tidak sesuai dengan kebutuhan riil di lapangan karena spesifikasi laptop yang dipilih disebut-sebut tidak mendukung kondisi infrastruktur digital di banyak wilayah Indonesia.

    Pengadaan Chromebook ini sempat menuai tanda tanya besar karena rekomendasi awal dari tim teknis sebenarnya mengusulkan sistem operasi Windows.

    Namun, entah mengapa, keputusan tersebut berubah haluan ke ChromeOS milik Google yang akhirnya menimbulkan pertanyaan mengenai kemungkinan adanya intervensi atau kepentingan lain di balik perubahan kebijakan tersebut.

    Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyoroti kemungkinan adanya keterlibatan pihak luar negeri dalam proyek pengadaan ini, terutama Google sebagai pengembang sistem operasi ChromeOS yang digunakan dalam laptop tersebut.

    Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, mendorong Kejagung untuk tidak hanya fokus pada aktor lokal, melainkan juga menelusuri apakah ada aliran dana dari proyek ini ke perusahaan asing tersebut.

    Menurut Boyamin, penyidikan akan menjadi tidak tuntas bila tidak membuka peluang pemeriksaan ke seluruh pihak yang secara teknis maupun finansial terlibat dalam proyek.

    “Kalau nanti ditemukan ada unsur pidana lintas negara, Kejagung bisa melakukan kerja sama hukum internasional. Itu sah secara hukum dan bisa dilakukan,” ungkapnya.

    Langkah Kejagung sendiri sudah cukup progresif.

    Sejauh ini, tim penyidik telah memeriksa sebanyak 28 saksi, termasuk dua mantan staf khusus Menteri Pendidikan saat itu, Nadiem Makarim, yakni FH dan JT.

    Keduanya bahkan telah digeledah rumahnya guna mencari bukti tambahan.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menegaskan bahwa pihaknya tidak menutup kemungkinan akan memanggil siapa pun yang relevan, termasuk mantan Menteri Nadiem Makarim, jika diperlukan untuk memperdalam penyidikan.

    “Siapa pun yang dianggap memiliki keterkaitan akan dipanggil. Tidak terkecuali pejabat di masa lalu,” ujarnya.

    Yang menjadi perhatian besar publik adalah temuan bahwa penggunaan Chromebook ternyata tidak ideal bagi kondisi sekolah-sekolah di daerah.

    Uji coba internal sebelumnya menunjukkan bahwa perangkat dengan sistem operasi ChromeOS memiliki keterbatasan dalam hal konektivitas dan aplikasi, yang pada akhirnya menyulitkan guru maupun siswa dalam penggunaannya.

    Namun keputusan tetap diambil untuk memilih Chromebook, dan di sinilah dugaan rekayasa teknis muncul.

    Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Fajar Riza Ul Haq, memastikan bahwa proyek pengadaan laptop tersebut sudah dihentikan sejak era Nadiem Makarim berakhir.

    Ia juga menegaskan bahwa pihaknya menghormati proses hukum yang sedang berjalan di Kejaksaan Agung.

    Kasus ini pun menyoroti persoalan mendasar dalam sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah yang belum sepenuhnya bebas dari kepentingan non-teknis.

    Sektor pendidikan yang seharusnya menjadi prioritas pembangunan justru diselimuti oleh praktik yang merugikan negara.

    Dengan anggaran sebesar hampir Rp10 triliun, seharusnya manfaat dari pengadaan bisa langsung dirasakan oleh sekolah-sekolah di berbagai pelosok.

    Namun jika anggaran tersebut diselewengkan demi kepentingan segelintir pihak, maka yang dirugikan bukan hanya negara, tapi juga masa depan generasi muda Indonesia.

    Desakan dari MAKI untuk menyelidiki keterlibatan perusahaan teknologi global seperti Google menjadi sorotan penting.

    Selain memperlihatkan keseriusan dalam menuntaskan kasus, langkah ini juga menjadi pengingat bahwa korupsi dalam proyek digitalisasi pendidikan bisa melibatkan aktor lintas negara.

    Penegakan hukum pun perlu menyesuaikan dengan kompleksitas tersebut.

    Kejaksaan Agung diharapkan mampu menggandeng otoritas hukum internasional jika diperlukan.

    Apalagi jika ada indikasi aliran dana mencurigakan ke luar negeri yang berkaitan langsung dengan pengambilan keputusan di proyek Chromebook ini.***

  • Kala Prabowo Dukung RUU Perampasan Aset dan Yusril Ihza Mahendra Sebut Belum Ada Urgensi Bikin Perpu – Halaman all

    Kala Prabowo Dukung RUU Perampasan Aset dan Yusril Ihza Mahendra Sebut Belum Ada Urgensi Bikin Perpu – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Membandingkan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menko KumHAM Imipas) Yusril Ihza Mahendra dan Presiden RI Prabowo Subianto soal Undang-undang (UU) Perampasan Aset.

    Prabowo Dukung Pengesahan RUU Perampasan Aset

    Adapun Prabowo menyatakan dukungan untuk pengesahan segera Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset menjadi UU di hadapan ribuan buruh dalam peringatan Hari Buruh 2025 atau May Day di lapangan Monas, Kamis (1/5/2025).

    Janji tersebut merupakan bagian dari komitmen Prabowo dalam memberantas korupsi.

    “Saudara-saudara, dalam rangka juga pemberantasan korupsi, saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Saya mendukung!” ujar Prabowo di atas panggung.

    Kemudian, Prabowo mengajak para buruh untuk meneruskan perlawanan terhadap kasus korupsi di Indonesia.

    “Bagaimana? Kita teruskan perlawanan terhadap koruptor?” tanya Prabowo yang selanjutnya dijawab setuju oleh para buruh yang memadati Lapangan Monas.

    Prabowo juga tegas akan menyikat maling negara dan tidak boleh ada kompromi terhadap para koruptor yang tidak mau mengembalikan uang hasil kejahatannya.

    “Enak aja, udah nyolong, enggak mau kembalikan aset. Gue tarik aja deh itu,” kata Prabowo, yang langsung disambut teriakan antusias dari massa buruh, “Setuju!”

    Adapun pengesahan RUU Perampasan Aset juga menjadi satu dari enam tuntutan buruh pada May Day 2025.

    HARI BURUH – Presiden RI Prabowo Subianto menghadiri acara peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day di Lapangan Monas, Jakarta Pusat, Kamis (1/5/2025). Peringatan Hari Buruh Internasional 2025 kali ini diselenggarakan di lapangan Monas yang dihadiri sekitar 200.000 Buruh dari berbagai elemen organisasi buruh. Peringatan Hari Buruh kali ini membawa enam tuntutan utama yaitu Penghapusan sistem outsourcing, Pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), Revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Realisasi upah layak, Pengesahan RUU Perampasan Aset untuk pemberantasan korupsi, Pembentukan Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK). Dalam pidatonya Prabowo menyampaikan akan membentuk Satgas PHK, meloloskan RUU perlindungan pekerja rumah tangga, serta berusaha memberantas korupsi di Indonesia. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/Jeprima)

    Maki Dorong Prabowo Terbitkan Perpu Perampasan Aset

    Selanjutnya, menanggapi dukungan Prabowo terhadap pengesahan RUU Perampasan Aset, Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) mendorong Prabowo untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang Perampasan Aset.

    “Urusan perampasan aset itu satu kata saja, Pak Prabowo membuat Perppu mengesahkan perampasan aset, kemudian diurus jadi Undang-Undang,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman, Sabtu (3/5/2025).

    Yusril Ihza Mahendra: Belum Ada Urgensi untuk Perpu Perampasan Aset

    Diwartakan Tribunnews.com, Yusril Ihza Mahendra mengatakan, belum ada urgensi bagi Prabowo untuk mengeluarkan Perpu Perampasan Aset.

    Hal itu disampaikan Yusril di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Senin, (5/5/2025).

    “Belum ada alasan untuk mengeluarkan Perppu untuk itu (perampasan aset),” kata Yusril.

    Menurutnya, penerbitan Perppu harus memenuhi sejumlah syarat, salah satunya yakni memenuhi unsur kegentingan memaksa.

    “Karena Perppu harus dikeluarkan hal ihwal kegentingan yang memaksa, sampai sekarang kita melihat ada kegentingan yang memaksa,” katanya.

    Yusril menilai terkait perampasan aset, UU yang ada sekarang baik itu Undang-undang Tipikor, Kepolisian, Kejaksaan maupun KPK sudah cukup efektif.

    “Jadi saya kira belum ada urgensinya untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Tapi ya semuanya terserah kita kembalikan kepada presiden,” pungkasnya.

    Diusulkan Masuk Prolegnas

    Bulan lalu, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan bahwa pemerintah akan mengusulkan RUU Perampasan Aset masuk program legislasi nasional (Prolegnas). 

    “Pada waktunya, seperti harapan seluruh masyarakat Indonesia dan juga teman-teman pers, saya yakin ini akan sesegera mungkin kita ajukan dalam revisi Prolegnas yang akan datang,” ujar Supratman di kantornya, Jakarta, Selasa (15/4/2025).

    Menurut Supratman, pemerintah sudah menyerahkan draf RUU Perampasan Aset ke DPR.

    Namun, pembahasannya sangat berkaitan erat dengan kekuatan politik.

    Supratman pun mengatakan, komunikasi dengan seluruh partai politik sangat diperlukan untuk menentukan nasib pembahasan RUU Perampasan Aset di DPR.

    “Karena RUU-nya sudah pernah diserahkan ke DPR. Nah, cuma kan seperti yang selalu saya sampaikan kemarin bahwa ini menyangkut soal politik,” kata Supratman.

    (Tribunnews.com/Rizki/Taufik Ismail)