Tag: Boni Hargens

  • Boni Hargens: Jangan karena Benci, Gibran Diminta Dimakzulkan

    Boni Hargens: Jangan karena Benci, Gibran Diminta Dimakzulkan

    Jakarta, Beritasatu.com — Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens menilai, permintaan sejumlah kelompok untuk memakzulkan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka merupakan tindakan yang tidak konstitusional. Selain itu, berpotensi mencederai demokrasi jika hanya dilandasi kebencian atau sentimen politik.

    “Semua orang harus mengakui memiliki persamaan hak, derajat, dan kewajiban. Jangan karena tidak suka atau sentimen politik, lalu mendorong pemakzulan,” ujar Boni kepada wartawan, Jumat (13/6/2025).

    Boni menyebut tidak ada alasan yang sah untuk memakzulkan Gibran. Menurutnya, pemakzulan tidak konstitusional jika tanpa dasar hukum yang kuat, sebab presiden dan wakil presiden adalah satu paket dalam sistem pemilu Indonesia sehingga tidak bisa dicopot salah satunya tanpa melanggar Pasal 7A UUD 1945.

    Jika pemakzulan dipaksakan tanpa putusan hukum tetap, hal ini bisa menjadi preseden buruk bagi masa depan politik nasional dan membuka jalan bagi praktik ketidakadilan berbasis kebencian pribadi atau politik.

    Selain itu, calon pengganti wapres belum tentu merupakan tokoh yang membawa perbaikan bagi demokrasi, bahkan bisa memperburuknya dengan dominasi kekuatan oligarki.

    “Karena itu, saya mengajak semuanya agar fokus membantu pemerintah Prabowo-Gibran untuk mengatasi berbagai tantangan, khususnya geopolitik global,” tegasnya.

    Sebelumnya, Forum Purnawirawan Prajurit TNI telah mengirimkan surat kepada DPR dan MPR untuk meminta pemakzulan Gibran. Permintaan itu didasarkan pada dugaan pelanggaran prinsip hukum, etika publik, dan konflik kepentingan terkait pencalonan Gibran sebagai cawapres, yang terjadi setelah perubahan batas usia. 
     

  • Tanggapi Soal Isu Pemakzulan Gibran, Boni Hargens: Jangan Karena Benci, Lalu Kita Tidak Adil

    Tanggapi Soal Isu Pemakzulan Gibran, Boni Hargens: Jangan Karena Benci, Lalu Kita Tidak Adil

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens menyayangkan permintaan kelompok masyarakat untuk melakukan pemakzulan terhadap Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka. Menurut Boni Hargens, langkah tersebut inkonstitusional dan mengingatkan publik agar tidak mengambil langkah inkonstitusional hanya karena didasari kebencian sehingga berlaku tidak adil.

    “Jangan donk! Pertama, itu tidak konstitusional, Kalau dari awal memang bermasalah, harusnya pemilunya yang diboikot, bukan hasilnya,” ujar Boni Hargens kepada wartawan, Jumat (13/6/2025).

    Kedua, kata Boni, presiden dan wakil presiden adalah dwitunggal dalam sistem pemilu Indonesia. Karena itu, kata Boni, tidak bisa dicopot salah satunya kecuali melanggar pasal 7A UUD 1945.

    “Jika pemakzulan terjadi tanpa adanya pelanggaran berkekuatan hukum tetap, maka hal tersebut akan menjadi preseden buruk bagi perkembangan politik kedepan,” tegas Boni.

    Ketiga, kata Boni, permintaan pemakzulan tersebut akan menjadi preseden buruk bagi perkembangan politik ke depannya. Termasuk, kata dia, permintaan pemakzulan tersebut menjadi dasar historis ketidakstabilan pemerintahan di masa depan.

    “Sebab tanpa dasar putusan hukum tetap, kemudian ada sanksi atau hukuman, ini sama artinya dengan tiadanya hukum. Yang bisa nantinya mengakibatkan dasar tidak suka, benci, sentimen, bisa dijadikan delik hukum,” jelas Boni.

    Keempat, lanjut Boni, calon pengganti wapres belum tentu orang yang berpihak pada perubahan demokrasi, bisa saja sosok yang memperkeruh perkembangan demokrasi seperti oligarki dan lain sebagainnya.

  • Riuh Desakan Wapres Gibran Mundur di Tengah Jalan, Boni Hargens: Mustahil

    Riuh Desakan Wapres Gibran Mundur di Tengah Jalan, Boni Hargens: Mustahil

    Sebelumnya, Forum Purnawirawan Prajurit TNI secara resmi menyampaikan delapan tuntutan politik yang mengguncang jagat perpolitikan nasional.

    Para tokoh militer yang turut membubuhkan tanda tangan di antaranya, Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto dan Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan.

    Pernyataan ini juga disahkan oleh Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno selaku pihak yang “mengetahui”. Total, dokumen tersebut ditandatangani oleh 103 jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel.

    Yang mencuri atensi publik adalah dokumen tersebut berbingkai gambar bendera Merah Putih dengan tulisan tegas: “Kami Forum Purnawirawan Prajurit TNI Mendukung Presiden Prabowo Subianto Menyelamatkan NKRI.”

    Salah satu poin paling kontroversial adalah tuntutan agar Indonesia kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 versi asli, yang mereka anggap sebagai pondasi hukum dan pemerintahan yang murni dan tidak tercemar kepentingan politik.

    Tuntutan yang paling politis, sekaligus menggugah perhatian publik, adalah desakan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk mencopot Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

    Mereka menilai keputusan Mahkamah Konstitusi terkait Pasal 169 huruf Q UU Pemilu cacat hukum dan bertentangan dengan UU Kekuasaan Kehakiman.

    Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto menghargai dan memahami pernyataan sikap yang disampaikan Forum Purnawirawan Prajurit TNI yang berisi delapan poin saran terkait berbagai isu kebangsaan.

    “Presiden memang menghormati dan memahami pikiran-pikiran itu. Karena kita tahu beliau dan para purnawirawan satu almamater, satu perjuangan, satu pengabdian, dan tentu punya sikap moral yang sama dengan jiwa Sapta Marga dan Sumpah Prajurit itu. Oleh karena itu, beliau memahami itu,” ujar Penasihat Khusus Presiden Bidang Politik dan Keamanan, Wiranto di Istana Kepresidenan Jakarta, pada Kamis, 24 April 2025.

  • Isu Ijazah Palsu Jokowi Dinilai Upaya Gembosi Gibran

    Isu Ijazah Palsu Jokowi Dinilai Upaya Gembosi Gibran

    Jakarta, Beritasatu.com – Analis Politik Boni Hargens membeberkan motif politik di balik terus diembuskannya isu ijazah palsu Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) oleh berbagai kelompok. Menurut Boni, isu ijazah palsu merupakan salah satu upaya menyudutkan Jokowi dengan target politik 2029, khususnya terkait dengan putranya Gibran Rakabuming Raka yang kini menjabat wakil presiden (wapres).

    “Yang kita lihat di permukaan itu kan ada orang bergerombol menuntut soal kepastian ijazah. Namun, sebetulnya ada kepentingan besar di balik itu terkait kekuasaan 2029. Ada kelompok yang tidak ingin Mas Wapres Gibran itu stabil apalagi makin kuat di dalam posisinya sebagai wakil presiden dan yang berpotensi menjadi presiden Indonesia di masa depan,” ujar Boni dalam diskusi bertajuk “Langkah Hukum Jokowi, Pelajaran Berdemokrasi” yang digelar oleh Gerakan#IndonesiaCerah di kawasan Semanggi, Jakarta, Kamis (24/4/2025).

    Apalagi, kata Boni, terdapat kelompok yang sudah melirik jabatan wapres pada Pemilu 2029. Karena itu, kata dia, isu ijazah palsu Jokowi diduga kuat terkait dengan usulan sejumlah purnawirawan TNI yang menghendaki agar Gibran dihentikan dari jabatan wapres.

    “Tentu saja, mereka sekarang bekerja untuk menghancurkan Jokowi dalam rangka melemahkan posisi tawar dari Mas Wapres Gibran di dalam kancah politik ini menuju 2029 dengan cara menggerus semua legacy Pak Jokowi,” jelas Boni.

    Boni juga menduga kuat bahwa kelompok yang menyudutkan Jokowi dan Gibran berasal dari kelompok politik yang dendam atau sakit hati karena kalah pada kontestasi Pemilu 2024 lalu. Termasuk, kata dia, berasal dari dark oposition atau oposisi gelap, yaitu kelompok pragmatis yang dikecewakan oleh kebijakan-kebijakan Jokowi saat menjabat presiden selama 2014-2024. 

    “Seperti pembubaran ormas, kelompok bisnis yang tersingkir, termasuk diduga kelompok yang menuding kekalahan di pilpres itu sebagai rekayasa politik dari pemerintah pada saat itu dan seterusnya. Jadi kelompok barisan-barisan sakit hati ini, kemudian mengkristal jadi satu gugus politik baru,” jelas dia.

    Kelompok-kelompok tersebut, kata Boni, akan terus secara konsisten menekan Jokowi dan menyudutkan keluarganya. Target mereka, kata Boni adalah menghancurkan citra dan legacy politiknya. 

    “Ini supaya masa depan politik dari anak-anak Pak Jokowi itu juga ikut terganggu. Kan itu aja sebetulnya. Jangka pendeknya adalah destabilitas politik yang nanti akan merugikan Pak Presiden Prabowo juga. Jadi atas pertimbangan itu pula, langkah Pak Jokowi untuk membawa proses ini ke ranah hukum itu langkah yang sangat strategis dan juga demokratis,” jelas dia.

    Senada dengan Boni Hargens, Koordinator Gerakan #IndonesiaCerah, Febri Wahyuni Sabran menduga ada kepentingan lebih besar di balik isu ijazah palsu. Menurut dia, selain untuk membunuh karakter Jokowi, isu tersebut juga memiliki motif politik untuk memisahkan Jokowi dengan Prabowo dan kepentingan politik kekuasaan 2029.

    “Dari upaya hukum yang ditempuh oleh Pak Jokowi nanti kita bisa cermati apakah akan ada isu lain yang muncul yang menyasar Pak Jokowi. Bila masih ada, bahkan terus berlanjut, ini tidak hanya membunuh karakter Pak Jokowi tetapi ada kepentingan politik yang saling bertarung untuk memperebutkan kedekatan Pak Jokowi dengan Presiden Prabowo. Bisa jadi pula sebagai jalan untuk memuluskan kelompok ini menggapai kepentingan politiknya di pemilu 2029,” jelas Febri.

    Febri juga optimistis Presiden Prabowo akan obyektif dan rasional mencermati isu-isu yang menyerang Jokowi dan keluarganya.

    “Prabowo pastikan sudah mencermati dan menilai mana pihak-pihak yang hanya bekerja untuk kepentingan kelompoknya atau bangsanya,” ujar Febri menanggapi isu ijazah palsu Jokowi.

  • Boni Hargens: Ini pelajaran berdemokrasi

    Boni Hargens: Ini pelajaran berdemokrasi

    Sumber foto: Radio Elshinta/ Arie Dwi Prasetyo

    Tudingan Ijazah palsu, Jokowi tempuh jalur hukum

    Boni Hargens: Ini pelajaran berdemokrasi
    Dalam Negeri   
    Editor: Valiant Izdiharudy Adas   
    Kamis, 24 April 2025 – 17:39 WIB

    Elshinta.com – Menanggapi tudingan ijazah palsu Joko Widodo (Jokowi) yang disikapi lebih lanjut melalui jalur hukum, ahli ilmu politik Boni Hargens mengapresiasi langkah Jokowi sebagai pelajaran penting dalam berdemokrasi.

     “Apa yang ditunjukkan Pak Jokowi merupakan terobosan strategis sekaligus pelajaran bagi semua orang tentang bagaimana demokrasi hukum seharusnya bekerja,” ungkap Boni dalam Diskusi Publik yang bertajuk, “Langkah Hukum Jokowi, Pelajaran Berdemokrasi” yang digelar oleh Gerakan#IndonesiaCerah. Diskusi itu dilangsungkan di Jakarta, pada Kamis, (24/4), seperti yang dilaporkan Reporter Elshinta Arie Dwi Prasetyo.

     

    Lebih lanjut, Boni menjelaskan bahwa dalam negara demokrasi, setiap warga negara berdiri pada jarak yang sama kalau ditarik dari garis Konstitusi. Artinya, lanjut doktor lulusan terbaik Universitas Walden Amerika Serikat itu, setiap orang sama di mata hukum.

     “Implikasinya,siapa pun harus tunduk pada supremasi hukum. Mereka yang menempuh cara jalanan dengan mengerudug rumah Jokowi di Solo sambil mengusung narasi hoaks soal izasah Jokowi, harus sadar bahwa Indonesia adalah negara hukum. Mereka harus mempertanggungjawabkan tudingannya di ruang hukum, bukan dengan membuat kegaduhan di tengah masyarakat”, lanjutnya

     

    Lebih lanjut, Direktur Eksekutif Lembaga Pemilih Indonesia ini juga menyampaikan ucapan terimakasihnya pada Jokowi. “Saya berterima kasih ya pada Pak Jokowi karena Beliau memberikan teladan yang sangat bagus di dalam hidup berdemokrasi. Bahwa kalau orang memprotes, orang melakukan aksi perlawanan, atau menuding pihak lain, semua bisa diselesaikan lewat proses hukum.Nah, semua kita memang harus menghargai rule of the game dalam sistem demokrasi hukum. Jadi apa yang dilakukan Pak Jokowi itu terobosan yang bagus dan teladan yang menghidupkan demokrasi hukum,” ujar Boni. 

     

    Ia melanjutkan, mereka yang menuding ijazah palsu Jokowi harus dapat membuktikannya di pengadilan dan tidak asal tuduh atau menebar fitnah.

     

    “Bahwa orang-orang ini yang terus secara konsisten menuding bahwa ijazah Pak Jokowi itu palsu harus berhadapan dengan pengadilan. Karena di dalam proses persidangan itu kan otomatis barang bukti akan dihadirkan, yaitu ijazah aslinya. Nah ini sangat bernilai karena dapat akan mendidik masyarakat Indonesia bahwa kita tidak bisa melakukan fitnah atau hoaks apalagi dengan motif politik tertentu yang dilakukan secara berjemaah, vulgar, konsisten dan simultan,”sambung mantan Dewan Pengawas Lembaga Kantor Berita Negara (LKBN) ANTARA tersebut. 

     

    Saat ditanya lebih lanjut mengapa Jokowi kerap disudutkan, Boni menduga bahwa ada beragam motif yang sengaja dihembuskan oleh ragam kelompok yang mempunyai aneka kepentingan berbeda-beda. 

     

    “Kita semua tahu, bahwa sejak awal Pak Jokowi ini kerap menjadi sasaran tembak untuk disudutkan dengan berbagai isu negatif. Ya contohnya, ketika karir awalnya setelah menjabat walikota Solo lalu hijrah ke Jakarta dalam kontestasi Pilgub lalu berlanjut menjadi presiden dua periode, banyak sekali fitnah, character assassination, yang dilakukan lawan politiknya. Itu banyak sekali sentimen negatif yang , ya bisa dikatakan, untuk membunuh karakternya. Yang kita lihat di permukaan itu kan ada orang bergerombol menuntut soal kepastian ijazah. Tapi sebetulnya ada kepentingan besar di balik itu terkait kekuasaan 2029. Ada kelompok yang tidak ingin Mas Wapres Gibran itu stabil apalagi makin kuat di dalam posisinya sebagai Wakil Presiden dan yang berpotensi menjadi presiden Indonesia di masa depan. Sudah ada kelompok politi k yang sudah melirik jabatan Wakil Presiden di 2029. Sehingga, tentu saja, mereka sekarang bekerja untuk menghancurkan Jokowi dalam rangka melemahkan posisi tawar dari Mas Wapres Gibran di dalam kancah politik ini menuju 2029 dengan cara menggerus semua legacy Pak Jokowi, ” urainya. 

     

    Ia menambahkan, bisa jadi kelompok kepentingan itu berasal dari kelompok politik yang dendam atau sakit hati untuk merebut posisi Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, mungkin juga dark oposition, oposisi gelap, yaitu kelompok pragmatis yang dikecewakan oleh kebijakan-kebijakan Jokowi saat menjabat presiden selama 2014-2024. 

     

    “Seperti pembubaran ormas, kelompok bisnis yang tersingkir, termasuk diduga kelompok yang menuding kekalahan di Pilpres itu sebagai rekayasa politik dari pemerintah pada saat itu dan seterusnya. Jadi kelompok barisan-barisan sakit hati ini, kemudian mengkristal jadi satu gugus politik baru. Dan mereka terus secara konsisten menekan Pak Jokowi, menyudutkan keluarga Pak Jokowi. Karena sasarannya adalah bagaimana menghancurkan citra Pak Jokowi dan legacy politiknya. Supaya masa depan politik dari anak-anak Pak Jokowi itu juga ikut terganggu. Kan itu aja sebetulnya. Dan jangka pendeknya adalah destabilitas politik yang nanti akan merugikan Pak Presiden Prabowo juga. Jadi atas pertimbangan itu pula, langkah Pak Jokowi untuk membawa proses ini ke ranah hukum itu langkah yang sangat strategis dan juga demokrasi,” tukasnya. 

     

    Hadir di kegiatan itu, Koordinator Gerakan “IndonesiaCerah, Febry Wahyuni Sabran, Pengamat Politik Indonesian Public Institute, Karyono Wibowo, Pakar Kebijakan Publik dari Wellbeing Technology, Asep Kususanto, dan Analis Ekonomi Politik Mardiyanto. 

    Sumber : Radio Elshinta

  • Tanggapi Soal Isu Pemakzulan Gibran, Boni Hargens: Jangan Karena Benci, Lalu Kita Tidak Adil

    Jokowi Tempuh Jalur Hukum Soal Tudingan Ijazah Palsu, Pengamat Politik: Ini Pelajaran Berdemokrasi

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Menanggapi tudingan ijazah palsu Joko Widodo (Jokowi) yang disikapi lebih lanjut melalui jalur hukum, ahli ilmu politik Boni Hargens mengapresiasi langkah Jokowi sebagai pelajaran penting dalam berdemokrasi.

    “Apa yang ditunjukkan Pak Jokowi merupakan terobosan strategis sekaligus pelajaran bagi semua orang tentang bagaimana demokrasi hukum seharusnya bekerja,” ungkap Boni dalam Diskusi Publik yang bertajuk, “Langkah Hukum Jokowi, Pelajaran Berdemokrasi” yang digelar oleh Gerakan#IndonesiaCerah. Diskusi itu dilangsungkan di Jakarta, pada Kamis (24/4/2025).

    Mengapa strategis dalam konteks demokrasi? Boni menjelaskan bahwa dalam negara demokrasi, setiap warga negara berdiri pada jarak yang sama kalau ditarik dari garis Konstitusi. Artinya, lanjut doktor lulusan terbaik Universitas Walden Amerika Serikat itu, setiap orang sama di mata hukum.

    “Implikasinya,siapa pun harus tunduk pada supremasi hukum. Mereka yang menempuh cara jalanan dengan mengerudug rumah Jokowi di Solo sambil mengusung narasi hoaks soal izasah Jokowi, harus sadar bahwa Indonesia adalah negara hukum. Mereka harus mempertanggungjawabkan tudingannya di ruang hukum, bukan dengan membuat kegaduhan di tengah masyarakat”, lanjut Direktur Eksekutif Lembaga Pemilih Indonesia tersebut.

    Boni juga menyampaikan ucapan terimakasihnya pada Jokowi. “Saya berterima kasih ya pada Pak Jokowi karena Beliau memberikan teladan yang sangat bagus di dalam hidup berdemokrasi. Bahwa kalau orang memprotes, orang melakukan aksi perlawanan, atau menuding pihak lain, semua bisa diselesaikan lewat proses hukum.Nah, semua kita memang harus menghargai rule of the game dalam sistem demokrasi hukum. Jadi apa yang dilakukan Pak Jokowi itu terobosan yang bagus dan teladan yang menghidupkan demokrasi hukum,” ulasnya.

  • Pengamat Sebut 3 Eks Menteri Indonesia Maju Ingin Berguru dengan Jokowi

    Pengamat Sebut 3 Eks Menteri Indonesia Maju Ingin Berguru dengan Jokowi

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pengamat politik Boni Hargens memberikan pandangannya soal Joko Widodo (Jokowi) melakukan pertemuan dengan eks menterinya di Kabinet Indonesia Maju.

    Boni mengatakan pertemuan itu adalah hal yang lumrah dilakukan, karena Jokowi sukses memimpin dua periode.

    “Para menteri yang mau berguru. Tentu saja insight, pemikiran, dan nasihat Pak Jokowi diperlukan,” kata Boni saat dihubungi, Rabu (23/4).

    Menurutnya, Jokowi saat ini masih menjadi sentrum dari narasi politik nasional. “Wajar sekali kalau para menteri masih mau berguru ya,” katanya.

    “Apa pun yang terjadi dengan Jokowi niscaya menjadi sorotan karena magnetnya masih kuat. Rakyat masih ingat dan masih cinta,” tutup Boni.

    Pertemuan Jokowi dengan para mantan menteri berlangsung sekitar 30 menit di salah satu restoran Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (22/4).

    Tiga mantan menteri yang hadir ialah mantan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama, serta mantan Menteri Koperasi Teten Masduki.

    Jokowi tampak mengenakan kemeja batik cokelat. Sementara para mantan menteri mengenakan kemeja.

    “Iya ngobrol-ngobrol saja,” ujar Wishnutama seusai pertemuan.

    Setelah pertemuan dengan para mantan menteri, Jokowi melanjutkan pertemuan dengan tim kuasa hukumnya. Mereka berbincang di salah satu ruangan. (Pram/Fajar)

  • Inkonstitusional, Usulan Gantikan Wapres Gibran Mustahil Terjadi

    Inkonstitusional, Usulan Gantikan Wapres Gibran Mustahil Terjadi

    Jakarta, Beritasatu.com – Analis Politik Boni Hargens menilai usulan kontroversial untuk menggantikan Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka yang muncul belakangan ini, mustahil terjadi. Menurut Boni, usulan tersebut inkonstitusional dan bisa memperkeruh suasana politik nasional.

    “Dalam demokrasi konstitusional Indonesia, hal macam itu (usulan mengganti wapres) mustahil bisa terjadi. Presiden dan wakil presiden adalah dwitunggal yang dipilih secara bersama dan secara langsung oleh rakyat dalam Pemilu. Adalah suatu hal yang inkonstitusional apabila ada upaya menggantikan wakil presiden di tengah jalan,” ujar Boni kepada wartawan, Selasa (22/4/2025). 

    Boni mengatakan, tidak ada satu pun aturan di dalam peraturan perundang-undangan baik UUD NRI 1945 ataupun di dalam undang-undang yang memperbolehkan pergantian wapres di tengah jalan. Pasal 7A UUD 1945, kata Boni, hanya menetapkan beberapa dasar pemakzulan presiden dan atau wakil presiden dalam masa jabatannya.

    “Nah, hal itu terjadi apabila salah satu atau keduanya terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya maupun terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden atau wakil presiden. Sejauh ini, tidak ada satu pun dari klausul itu yang dilakukan oleh wakil presiden Gibran,” tegas Boni.

    Lebih lanjut, Boni menduga kuat para pengusung ide penggantian Wapres Gibran ini hanya mau memperkeruh suasana politik nasional. Padahal, kata dia, pemerintah sedang bekerja keras dan solid mengatasi potensi ancaman multidimensi, terutama di bidang ekonomi sebagai dampak dari perang dagang antara Amerika Serikat dan China.  

    “Kita harus bisa membedakan politik kekuasaan dan politik kebangsaan. Politik kekuasaan berbicara soal merebut kekuasaan dan itu ranahnya ada di Pemilu. Kalau tidak menyukai presiden atau wakil presiden ya silakan bersaing lagi di pemilu berikutnya. Sedangkan, politik kebangsaan berbicara tentang komitmen dan aksi nyata dalam membangun bangsa dan negara,” jelas dia.

    Karena itu, Boni mengingatkan semua elemen bangsa menahan diri agar tidak terjebak dalam politik kekuasaan semata. Menurut dia, demokrasi sudah memberi ruang kepada semuanya untuk bertanding dan bersanding.

    “Apa yang dilakukan oleh kelompok yang menyudutkan Wapres Gibran adalah politik kekuasaan yang vulgar dan inkonstitusional. Gerakan macam ini berpotensi mengganggu stabilitas politik dan jalannya pemerintahan demokratis hasil Pemilu,” pungkas Boni.

    Sebelumnya, sejumlah purnawirawan TNI mengeluarkan delapan pernyataan tuntutan tentang kondisi Indonesia sekarang. Salah satunya adalah meminta wapres Gibran Rakabuming Raka diganti. 

  • Analis Boni Hargens Sebut Usulan Ganti Wapres Gibran Hanya Perkeruh Situasi Politik, Ini Alasannya

    Analis Boni Hargens Sebut Usulan Ganti Wapres Gibran Hanya Perkeruh Situasi Politik, Ini Alasannya

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Analis Politik Boni Hargens menegaskan usulan kontroversial untuk menggantikan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang muncul belakangan ini, hanya memperkeruh suasana politik nasional. Menurut Boni, usulan tersebut inkonstitusional dan mustahil terjadi.

    “Dalam demokrasi konstitusional Indonesia, hal macam itu (usulan mengganti wapres) mustahil bisa terjadi. Presiden dan Wakil Presiden adalah dwitunggal yang dipilih secara bersama dan secara langsung oleh rakyat dalam Pemilu. Adalah suatu hal yang inkonstitusional apabila ada upaya menggantikan wakil presiden di tengah jalan,” ujar Boni kepada wartawan, Selasa (22/4/2025).

    Menurut Boni, tidak ada satupun aturan di dalam peraturan perundang-undangan baik UUD NRI 1945 ataupun di dalam undang-undang yang membolehkan pergantian wapres di tengah jalan. Pasal 7A UUD 1945, kata Boni, hanya menetapkan beberapa dasar pemakzulan presiden dan atau wakil presiden dalam masa jabatannya.

    “Hal itu terjadi apabila salah satu atau keduanya terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya maupun terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden atau wakil presiden. Sejauh ini, tidak ada satu pun dari klausul itu yang dilakukan oleh wakil presiden Gibran,” jelas Direktur Eksekutif Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) ini.

    Boni menduga kuat para pengusung ide penggantian Wapres ini hanya mau memperkeruh suasana politik nasional di saat pemerintah sedang bekerja keras dan solid mengatasi potensi ancaman multidimensi. Terutama, kata dia, di bidang ekonomi sebagai dampak dari perang dagang antara Amerika Serikat dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) alias China.

  • Muncul Desakan Lengserkan Wapres Gibran, Boni Hargens Sebut Mustahil

    Muncul Desakan Lengserkan Wapres Gibran, Boni Hargens Sebut Mustahil

    GELORA.CO – Pengamat politik Boni Hargens menganggap munculnya desakan dari elemen masyarakat agar Gibran Rakabuming Raka dilengserkan dari kursi wakil presiden RI sebagai wacana yang sulit terwujud di Tanah Air.

    Boni Hargens mengatakan hal tersebut, menanggapi usulan dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI agar MPR RI mengganti Wapres RI Gibran Rakabuming Raka.

    “Dalam demokrasi konstitusional Indonesia, hal macam itu mustahil bisa terjadi,” kata Boni Hargens melalui layanan pesan, Selasa (22/4).

    Sebab, kata dia, presiden dan wakil presiden merupakan dwitunggal yang dipilih secara bersama dan langsung oleh rakyat melalui pemilu.

    “Suatu hal yang inkonstitusional apabila ada upaya menggantikan wakil presiden di tengah jalan,” ujar Boni.

    Dia mengatakan tidak ada satu pun aturan di dalam UUD 1945 dan peraturan perundangan-undangan di Indonesia yang memperbolehkan wapres RI diganti.

    Boni bahkan menyebut Pasal 7A UUD 1945 hanya menetapkan beberapa dasar pemakzulan presiden dan atau wakil presiden dalam masa jabatan.

    Menurut dia, beberapa dasar pemakzulan itu dilakukan apabila satu atau keduanya terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lain.

    “Sejauh ini, tidak ada satu pun dari klausul itu yang dilakukan oleh Wakil Presiden RI Gibran,” lanjut Boni.

    Dia menduga para pengusung ide penggantian Wapres RI hanya mau memperkeruh perpolitikan nasional ketika pemerintah berupaya mengatasi ancaman multidimensi, terutama di bidang ekonomi.

    “Apa yang dilakukan oleh kelompok yang menyudutkan Wapres Gibran adalah politik kekuasaan yang vulgar dan inkonstitusional. Gerakan macam ini berpotensi mengganggu stabilitas politik dan jalannya pemerintahan demokratis hasil Pemilu,” katanya.

    Sebelumnya, Forum Purnawirawan Prajurit TNI yang terdiri dari ratusan jenderal serta puluhan laksamana, marsekal, dan kolonel membuat sebuah pernyataan yang berisi delapan poin.

    Satu di antara pernyataan forum itu ialah mengusulkan kepada MPR untuk mengganti Gibran sebagai wapres RI.

    “Mengusulkan pergantian wapres kepada MPR karena keputusan MK terhadap Pasal 169 Huruf Q UU Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan UU Kekuasaan Kehakiman,” demikian satu butir pernyataan Forum Purnawirawan Prajurit TNI seperti dikutip Senin.