Tag: Bobby Nasution

  • 10
                    
                        Baru Dilantik Bobby Sehari, Sekda Sumut Langsung Bertemu Luhut
                        Medan

    10 Baru Dilantik Bobby Sehari, Sekda Sumut Langsung Bertemu Luhut Medan

    Baru Dilantik Bobby Sehari, Sekda Sumut Langsung Bertemu Luhut
    Tim Redaksi
    MEDAN, KOMPAS.com
    – Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, melantik Sekretaris Daerah (Sekda) Sumut,
    Togap Simangunsong
    pada Jumat (11/7/2025).
    Sehari setelah dilantik, Togap langsung mengikuti rapat untuk membahas pembentukan
    Kawasan Ekonomi Khusus
    (KEK)
    Danau Toba
    yang dipimpin Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN),
    Luhut Binsar Pandjaitan
    .
    Rapat ini juga dihadiri oleh para bupati dari daerah yang dikelilingi Danau Toba.
    Dalam rapat tersebut, Togap menekankan pentingnya pembentukan KEK di Danau Toba.
    Menurutnya, tujuan pembentukan ini adalah untuk meningkatkan investasi, optimalisasi ekspor-impor, percepatan pembangunan daerah, serta terobosan dalam pengembangan kawasan industri, pariwisata, dan perdagangan.
    “Penataan kawasan Danau Toba bukan sekadar pembangunan fisik atau destinasi wisata.”
    “Namun merupakan tanggung jawab menjaga warisan alam dan budaya sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat Sumut, khususnya di kawasan sekitar Danau Toba,” ujar Togap Simangunsong melalui keterangan tertulisnya, Minggu (13/7/2025).
    Togap juga menjelaskan bahwa Pemerintah Provinsi Sumut saat ini sedang menyiapkan segala kebutuhan terkait lahan, dokumen, dan administrasi untuk pembentukan KEK Danau Toba.
    “Bersama dengan kabupaten/kota dan DEN, kita akan berkolaborasi agar ini terwujud.”
    “Yang perlu diketahui, masing-masing harus tahu tugasnya sehingga pembentukan KEK ini berjalan dengan lancar, karena KEK Danau Toba akan memberikan dampak besar kepada masyarakat kita dan pembangunan,” tambahnya.
    Sementara itu, Ketua DEN, Luhut Binsar Pandjaitan, menjelaskan bahwa setiap daerah di Kawasan Danau Toba memiliki karakteristik dan potensi yang berbeda-beda.
    Ia menekankan bahwa pembentukan KEK akan mempertimbangkan kedua aspek tersebut, dan daerah diharapkan mengusulkan rencana bisnis yang akan dibangun.
    “Ada beberapa kegiatan usaha di KEK, seperti pariwisata, olahraga, pertanian, energi, pendidikan, dan kesehatan.”
    “Pemerintah daerah melihat itu, mana rencana bisnis yang tepat di daerahnya, kemudian pemerintah pusat memberikan dukungan infrastruktur, kelembagaan, badan usaha, dan evaluasi,” ujar Luhut.
    Luhut berharap pembentukan KEK Danau Toba ke depan dapat berjalan dengan lancar untuk mendorong pembangunan di kawasan ini.
    “Mari kita dukung bersama, semua bekerja keras, bekerja bersama agar ini terwujud, karena bila terwujud hasilnya akan dirasakan masyarakat kita. Lapangan kerja lebih terbuka, investasi meningkat, perekonomian meningkat,” tandasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pascakasus Korupsi Lingkaran Bobby Nasution, Anak Buah Tito Dilantik Jadi Sekda Sumut

    Pascakasus Korupsi Lingkaran Bobby Nasution, Anak Buah Tito Dilantik Jadi Sekda Sumut

    GELORA.CO – Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution merombak jajarannya seusai kasus korupsi menjerat orang dekatnya, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Sumut Topan Ginting. Bobby melantik Togap Simangunsong sebagai Sekretaris Daerah Pemprov Sumut. Togap sebelumnya merupakan Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.

    Selain Togap, Bobby juga melantik enam pejabat eselon II, yakni lima kepala dinas dan satu staf ahli gubernur, dalam pelantikan di Gedung Serbaguna VIP Bandara Kualanamu, Kabupaten Deli Serdang, Jumat (11/7/2025).

    Utak-atik jabatan dilakukan Bobby pascapenangkapan Topan dan empat tersangka lain oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis (26/6/2025). Sepekan setelah kasus itu, Bobby juga sudah mengganti 60 pejabat eselon III dan eselon IV di lingkungan Pemprov Sumut, Jumat (4/7/2025).

    Dalam acara pelantikan sekda tersebut, Bobby menekankan pentingnya loyalitas para bawahannya itu. ”Ini terus saya ingatkan kepada Bapak dan Ibu sekalian. Dalam bekerja, loyal kepada masyarakat itu pertama. Kemudian keluarga, jangan buat keluarga malu setelah Anda menduduki jabatan ini. Ketiga, loyal kepada pimpinan,” tutur Bobby.

    Bobby meminta Togap bersama pejabat lain membantu Sumut memberantas kemiskinan, narkoba, dan segera memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Bobby juga secara khusus meminta Togap segera mencairkan dana bagi hasil ke kabupaten dan kota.

    Selain itu, Bobby juga menggarisbawahi agar Pemprov Sumut memprioritaskan pembangunan kawasan Danau Toba sebagai anggota UNESCO Global Geopark. Saat ini, Geopark Kaldera Toba sedang menjalani penilaian ulang oleh tim penilai dari UNESCO.

    Saat diwawancarai wartawan, Togap mengatakan siap mengemban tugas yang diberikan Bobby kepadanya. Togap menyebut ada empat pesan Bobby kepadanya. ”Ada empat itu, loyal, loyal, loyal, dan pintar,” ucap Togap yang pernah menjadi Penjabat Gubernur Kalimantan Utara.

    Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Sumut, Faisal Riza, mengatakan tidak melihat upaya bersih-bersih dari pengisian jabatan di lingkungan Pemprov Sumut. Pelantikan hanya bersifat birokratif dan administratif.

    Padahal, Bobby sedang menghadapi isu korupsi yang sangat krusial, yakni penangkapan Topan Ginting yang merupakan orang kepercayaan Bobby. Lima tersangka ditangkap oleh KPK dalam kasus korupsi pembangunan jalan ke desa terpencil dan tertinggal itu.

    Kelima tersangka itu ialah Topan Ginting (TOP), Rasuli Efendi Siregar (RES) selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut, serta Heliyanto (HEL) dari Satker PJN Wilayah I Sumut. Dua lainnya merupakan kontraktor, yaitu M Akhirun Efendi Siregar (KIR) selaku Direktur Utama PT DNG dan M Rayhan Dulasmi Pilang (RAY) selaku Direktur PT RN.

    Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (28/6/2025), mengatakan, korupsi proyek pembangunan jalan di PUPR Sumut bermula pada 22 April 2025 ketika KIR dan DNG selaku calon kontraktor bersama dengan Topan dan RES melakukan survei dengan kendaraan off-road.

    Bobby bersama para tersangka kemudian ikut meninjau jalan itu pada 24 April. KPK menyebutkan, seharusnya calon kontraktor tidak bisa berhubungan dengan pejabat pemerintahan.

    Setelah survei tersebut, kata Asep, Topan memerintahkan RES untuk menunjuk KIR sebagai rekanan/penyedia tanpa melalui mekanisme dan ketentuan dalam pengadaan barang dan jasa di proyek pembangunan jalan Sipiongot-batas Labuhanbatu Selatan dan proyek pembangunan jalan Hutaimbaru-Sipiongot.

    Topan diduga telah menerima Rp 2 miliar sebagai pembayaran awal dari komisi 4-5 persen atau berkisar Rp 9 miliar-Rp 11 miliar dari total nilai proyek Rp 231,8 miliar. Penyidik KPK telah menyita Rp 231 juta yang diduga bagian dari Rp 2 miliar. Dalam penggeledahan lanjutan, KPK juga menemukan Rp 2,8 miliar di rumah Topan (Kompas.id, 2/7/2025). Uang itu diduga hasil korupsi dari sejumlah proyek.

    Selama empat bulan kepemimpinan Bobby sebagai Gubernur Sumut, sudah tiga kepala dinas yang ditangkap karena kasus korupsi. Kasus korupsi Topan sangat penting karena merupakan orang dekat Bobby yang diboyong dari Pemkot Medan.

    ”Ini seharusnya sangat krusial ketika dikaitkan dengan isu korupsi di pusaran Pemprov Sumut. Pelantikan itu mestinya dijadikan momentum deklarasi antikorupsi,” ujar Faisal.

    Ia menyebut, publik tidak menemukan pesan pemberantasan korupsi dari Bobby. Bobby hanya menekankan sinergi, kolaborasi, dan loyalitas kepada pimpinan. ”Gubernur tampaknya masih pada upaya penguatan kerja koordinatif dan kolaboratif antara daerah dan pusat pemerintahan. Saya belum melihat penekanan prinsip pemerintahan yang bersih dari Gubernur,” kata Faisal.

    Jika dilihat lebih jauh sejak Bobby menjabat Gubernur Sumut pada 20 Februari 2025, Faisal menyebut, para birokrat yang mengisi jabatan di Pemprov Sumut adalah mereka yang dianggap bisa menyesuaikan diri dengan Bobby.

    Beberapa hari setelah dilantik, Bobby langsung mengganti 12 pejabat teras Pemprov Sumut. Mereka yang diganti adalah orang dekat gubernur Sumut sebelumnya, Edy Rahmayadi, yang menjadi rival Bobby pada Pemilihan Gubernur Sumut yang berlangsung panas.

    Tiga orang dekat Bobby dari Pemkot Medan ditempatkan di posisi strategis. Topan yang sebelumnya merupakan Kepala Dinas Sumber Daya Air, Bina Marga, dan Bina Konstruksi Pemkot Medan diangkat menjadi Kepala Dinas PUPR Sumut. Topan juga merupakan Penjabat Sekretaris Daerah Kota Medan saat Pemilihan Gubernur Sumut 2024. Sebelum ditangkap, namanya masuk dalam bursa calon sekda Pemprov Sumut.

    Ada juga Sulaiman Harahap yang diangkat dari Kepala Inspektorat Pemkot Medan menjadi Kepala Inspektorat Pemprov Sumut. Lalu, Sutan Tolang Lubis dipromosikan dari Kepala Badan Pendapatan Daerah Medan menjadi Kepala Badan Kepegawaian Daerah Sumut.

    Direktur Utama Bank Sumut Babay Parid Wazdi juga dicopot dari jabatannya melalui mekanisme pengunduran diri, Selasa (3/6/2025). Dua komisaris Bank Sumut yang juga pejabat eselon II yang diangkat Edy Rahmayadi juga sudah dicopot. Saat ditanya wartawan, Bobby mengatakan, Parid mengundurkan diri dari badan usaha milik Pemprov Sumut itu tanpa menyebut alasannya.

    Elfanda Ananda, pengamat anggaran dan kebijakan publik yang juga mantan Ketua Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sumut, menyebutkan, selama menjabat Wali Kota Medan, Bobby bersama orang dekatnya hampir tidak bisa disentuh meskipun dalam kasus yang sudah terang benderang.

    Namun, saat ini, orang paling dekat Bobby yang ditangkap KPK. Menurut Elfanda, apa yang dihadapi Bobby tidak lepas dari peta kekuatan politik nasional yang sudah berubah. Kasus Topan diharapkan menjadi pintu masuk untuk membongkar dugaan korupsi lainnya….

  • KPK ‘Ciut’ Periksa Bobby Nasution, Mahfud MD Sebut Lembaga ‘Titipan’ hingga ‘Boneka’

    KPK ‘Ciut’ Periksa Bobby Nasution, Mahfud MD Sebut Lembaga ‘Titipan’ hingga ‘Boneka’

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai ‘ciut’ memeriksa Gubernur Sumatra Utara (Sumut) Bobby Nasution dalam perkara dugaan korupsi proyek pengadaan jalan di wilayahnya. Kasus itu terungkap usai KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT).

    Pun, Bobby Nasution dikaitkan dengan pengusutan kasus dugaan korupsi proyek jalan di Sumatra Utara ini. Hal ini menyusul penetapan Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut, Topan Obaja Putra Ginting, sebagai tersangka oleh KPK.

    Menyoal itu, mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD juga meyakini KPK tidak berani. “Saya tidak melihat Bobbynya ya, (tapi) melihat KPK-nya. KPK ini sekarang, akhir-akhir ini kan kelihatan tidak lagi menarik ya sambutan publik, sorak-sorai publik itu untuk KPK sudah tidak seperti dulu. Malah sekarang sorak-sorak publik pindah ke Kejaksaan Agung,” kata Mahfud dalam sebuah wawancara dinukil Monitorindonesia.com, Jumat (11/7/2025).

    Menurut Mahfud, hal ini dikarenakan opini publik memandang KPK saat ini adalah ‘KPK titipan’ untuk menyortir perkara yang boleh dan tidak untuk diungkap. “Melihat itu maka mungkin, mungkin ya, agak sulit membayangkan, tapi mudah-mudahan saya salah, agak sulit membayangkan KPK itu akan melibatkan Bobby, akan memanggil, memeriksa apalagi menersangkakan,” beber Mahfud.

    “Tentu jawaban Bobby standar kan kalau ‘saya dipanggil siap hadir’, ya tidak ada orang yang tidak, presiden sekalipun akan selalu mengatakan kalau saya perlukan, saya datang, kan gitu,” timpal Mahfud.

    Dirinya pun mengaku belum bisa membayangkan KPK akan memanggil Bobby. “Apalagi melibatkannya dalam kasus ini. Ini objektif saya, mungkin banyak orang berpikir, “wah, kalau begitu nggak benar hukumnya’. Terserah orang mengatakan apa, tapi ini pandangan saya dari sudut politis,” lanjut Mahfud.

    Hal ini, menurut Mahfud, menjadi momentum bagi KPK untuk mengembalikan kepercayaan publik. “KPK akhir-akhir ini sedang berusaha untuk memulihkan dirinya dari persepsi publik bahwa dia lembaga titipan, lembaga boneka dan sebagainya.” 

    “Dan momentumnya sedang ada. Karena secara politis bagaimanapun kita melihat Pak Jokowi tidak sekuat dulu lagi cengkeramannya. Sehingga ke yang lain gak nyengkeram, ke KPK juga cengkeramannya sudah lemah sehingga dia bisa masuk ke urusan Medan,” jelas Mahfud.

    Oleh karena itu, Mahfud menyarankan KPK untuk tidak ragu memanggil Bobby apabila diperlukan. “Kalau KPK memang begitu mestinya dia segera panggil Bobby Nasution. Dan menurut saya dalam sebulan terakhir ini KPK lumayan loh sudah mulai berani kan,” katanya.

    “Mantan gubernur sudah mulai dipanggil, ada penangkapan di sana di sini. Dan yang terakhir yang bagus itu menurut saya ya, Sekretaris Mahkamah Agung begitu bebas ditangkap lagi,” sambung Mahfud.

    Mahfud pun berharap agar KPK bisa bangkit menegakkan hukum tanpa pandang bulu. “Mudah-mudahan ini terus agar dia (KPK) bangkit lagi gitu sebagai sebuah lembaga yang dulu pernah sangat legendaris lah sampai sekarang ya.”

    “KPK 10 tahun lalu dan sebelumnya tuh kan hebat banget ya. Sekarang sudah tenggelam. Mestinya dia harus bangkit. Harus dia yang bangkit menunjukkan keberaniannya,” imbuh Mahfud.

    KPK sebelumnya menyatakan bahwa tidak akan mencari-cari kesalahan Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby Nasution, dalam perkara dugaan korupsi proyek pengadaan jalan di wilayahnya. Namun jika ditemukan dugaan keterkaitan maka tidak ada alasan untuk tidak memeriksa menantu Joko Widodo alias Jokowi itu.

    Fokus utama penyidik saat ini adalah menyelesaikan pokok perkara secara objektif dan cepat. Adapun proses penyidikan baru berjalan kurang dari 2 minggu, sehingga seluruh perhatian diarahkan untuk membuktikan unsur-unsur utama dugaan korupsi terlebih dahulu.

    “Penyidik fokus kepada perkara pokoknya dulu. Karena ada masa penahanan selama 20 hari dan kemungkinan perpanjangan 40 hari. Jangan sampai masa penahanan habis, sementara perkara belum jelas,” kata Ketua KPK, Setyo Budiyanto, di Jakarta, Jumat (11/7/2025).

    Pun, Setyo memastikan KPK akan bertindak secara profesional dan tidak akan melibatkan seseorang bila tidak memiliki relevansi terhadap kasus.

    “Sampai sekarang belum ada rencana pemanggilan Bobby Nasution. Jika hasil pemeriksaan saksi dan tersangka menunjukkan ada keterkaitan, tentu akan dipanggil, tetapi kalau tidak ada, ya kami tidak akan mencari-cari,” kata Setyo.

    Setyo Budiyanto kembali menekankan, jika Bobby Nasution benar-benar tidak terkait, maka tidak akan ada alasan memanggilnya hanya karena tekanan publik atau opini. “KPK tidak bekerja berdasarkan persepsi publik. Kami bekerja berdasarkan alat bukti dan kebutuhan penyidikan,” pungkas Setyo.

    Sebelumnya KPK menetapkan lima tersangka, di antaranya mantan Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut Topan Obaja Putra Ginting, Kepala UPTD Gunung Tua merangkap PPK Rasuli Efendi Siregar, PPK Satker PJN Wilayah I Heliyanto, Direktur Utama PT DNG M Akhirun Efendi Siregar, dan Direktur PT RN M Rayhan Dulasmi Pilang.

    Di lain sisi, penyidik KPK telah menggeledah rumah Topan Obaja Ginting di Medan pada 2 Juli 2025 menghasilkan temuan mengejutkan. Selain dua pucuk senjata api, KPK juga menemukan uang tunai sebesar Rp 2,8 miliar yang diduga berasal dari pengaturan proyek.

    Adapun perkara ini melibatkan dua proyek infrastruktur besar di Sumatera Utara, yakni pembangunan Jalan Sipiongot-Batas Labuhanbatu Selatan senilai Rp 96 miliar dan pembangunan Jalan Hutaimbaru-Sipiongot senilai Rp 61,8 miliar.

    Jumlah anggaran proyek mencapai Rp 231,8 miliar. KPK menduga Topan Obaja Ginting mengatur pemenang lelang agar mendapat keuntungan ekonomi pribadi. Ia dijanjikan fee sebesar Rp 8 miliar dari pihak kontraktor pemenang proyek.

    Sementara itu, dua tersangka dari pihak swasta, yaitu Akhirun dan Rayhan, telah menarik dana sebesar Rp 2 miliar yang diduga disiapkan untuk disalurkan kepada pejabat yang membantu mereka memenangkan proyek.

    Dalam penanganan kasus ini, KPK ingin memastikan bahwa seluruh proses berjalan transparan, berdasarkan bukti, bukan asumsi.

  • Mahfud MD Sentil KPK, Beranikah Panggil Bobby Nasution dalam Kasus Korupsi Proyek Jalan?

    Mahfud MD Sentil KPK, Beranikah Panggil Bobby Nasution dalam Kasus Korupsi Proyek Jalan?

    GELORA.CO  – Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Prof Mahfud MD tidak yakin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal melibatkan Gubernur Sumatra Utara (Sumut) Bobby Nasution dalam kasus dugaan korupsi proyek jalan.

    Hal itu dikatakan Mahfud MD dalam siniar yang ditayangkan melalui kanal YouTube Forum Keadilan TV, Selasa (8/7/2025) lalu.

    Diketahui, nama Bobby Nasution sempat dikaitkan dengan pengusutan kasus dugaan korupsi proyek jalan di Sumatera Utara ini.

    Hal ini menyusul penetapan Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut, Topan Obaja Putra Ginting, sebagai tersangka oleh KPK.

    Topan Obaja Putra Ginting disebut-sebut sebagai orang dekat menantu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) itu.

    “Saya tidak melihat Bobbynya ya, (tapi) melihat KPK-nya. KPK ini sekarang, akhir-akhir ini kan kelihatan tidak lagi menarik ya sambutan publik, sorak-sorai publik itu untuk KPK sudah tidak seperti dulu.”

    “Malah sekarang sorak-sorak publik pindah ke Kejaksaan Agung,” ungkap Mahfud.

    Menurut Mahfud, hal ini dikarenakan opini publik memandang KPK saat ini adalah ‘KPK titipan’ untuk menyortir perkara yang boleh dan tidak untuk diungkap.

    “Nah, melihat itu maka mungkin, mungkin ya, agak sulit membayangkan, tapi mudah-mudahan saya salah, agak sulit membayangkan KPK itu akan melibatkan Bobby, akan memanggil, memeriksa apalagi menersangkakan,” ungkap Mahfud.

    “Tentu jawaban Bobby standar kan kalau ‘saya dipanggil siap hadir’, ya tidak ada orang yang tidak, presiden sekalipun akan selalu mengatakan kalau saya perlukan, saya datang, kan gitu.”

    Mahfud mengatakan sampai saat ini dirinya belum bisa membayangkan KPK akan memanggil Bobby.

    “Apalagi melibatkannya dalam kasus ini,” ujarnya.

    “Ini objektif saya, mungkin banyak orang berpikir, “wah, kalau begitu gak benar hukumnya’. Terserah orang mengatakan apa, tapi ini pandangan saya dari sudut politis,” tegas Mahfud.

    Momentum bagi KPK

    Mahfud menilai, ini menjadi momentum bagi KPK untuk mengembalikan kepercayaan publik.

    “KPK akhir-akhir ini sedang berusaha untuk memulihkan dirinya dari persepsi publik bahwa dia lembaga titipan, lembaga boneka dan sebagainya.”

    “Dan momentumnya sedang ada. Karena secara politis bagaimanapun kita melihat Pak Jokowi tidak sekuat dulu lagi cengkeramannya.”

    “Sehingga ke yang lain gak nyengkeram, ke KPK juga cengkeramannya sudah lemah sehingga dia bisa masuk ke urusan Medan,” urai Mahfud.

    Oleh karena itu, Mahfud menyarankan KPK untuk tidak ragu memanggil Bobby apabila diperlukan.

    “Nah, kalau KPK memang begitu mestinya dia segera panggil Bobby Nasution. Dan menurut saya dalam sebulan terakhir ini KPK lumayan loh sudah mulai berani kan.”

    “Mantan gubernur sudah mulai dipanggil, ada penangkapan di sana di sini. Dan yang terakhir yang bagus itu menurut saya ya, Sekretaris Mahkamah Agung begitu bebas ditangkap lagi,” ungkap Mahfud.

    Mahfud berharap agar KPK bisa bangkit menegakkan hukum tanpa pandang bulu.

    “Mudah-mudahan ini terus agar dia (KPK) bangkit lagi gitu sebagai sebuah lembaga yang dulu pernah sangat legendaris lah sampai sekarang ya.”

    “KPK 10 tahun lalu dan sebelumnya tuh kan hebat banget ya. Sekarang sudah tenggelam. Mestinya dia harus bangkit. Harus dia yang bangkit menunjukkan keberaniannya,” ujar Mahfud.

    KPK Belum Berencana Panggil Bobby

    Sementara itu, KPK memastikan belum ada rencana untuk memanggil Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Bobby Nasution terkait dugaan kasus korupsi proyek pembangunan jalan di wilayah tersebut. 

    Penegasan ini disampaikan langsung oleh Ketua KPK, Setyo Budiyanto, pada Kamis (10/7/2025).

    “Ya, sementara sih. Sampai dengan hari ini belum ada,” kata Setyo kepada awak media di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta.

    Setyo menjelaskan bahwa hingga saat ini, belum ada informasi atau laporan dari tim penyidik KPK yang merekomendasikan pemanggilan menantu Presiden ke-7 RI Joko Widodo itu.

    Penyidik KPK, menurut Setyo, masih berfokus pada pemeriksaan pihak-pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

    “Penyidik masih fokus dengan pokok perkaranya terhadap Kepala Dinas dan PPK. Termasuk juga yang untuk di Balai Besar,” tambahnya.

    Diketahui, lima orang ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan operasi tangkap tangan (OTT) KPK terkait dugaan kasus korupsi proyek jalan.

    Mereka ialah Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut, Topan Obaja Putra Ginting; Rasuli Efendi Siregar (RES) selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK); Heliyanto (HEL) selaku PPK Satker PJN Wilayah I Provinsi Sumut; M. Akhirun Efendi Siregar (KIR) selaku Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup (DNG); dan M. Rayhan Dulasmi Pilang (RAY) selaku Direktur PT Rona Na Mora (RN)

  • Eks Ketua BEM Unpad Blak-blakan: Semua Pejabat Bermasalah Era Prabowo Harus Diganti

    Eks Ketua BEM Unpad Blak-blakan: Semua Pejabat Bermasalah Era Prabowo Harus Diganti

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Eks Ketua BEM Universitas Padjadjaran (Unpad), Virdian Aurellio, melontarkan pernyataan keras soal situasi politik tanah air.

    Ia dengan tegas menyebut semua pejabat bermasalah di pemerintahan Presiden Prabowo Subianto harus diganti.

    “Semua aktor yang memimpin hari ini harus diganti, semua!” kata Virdian di Instagram pribadinya @virdian_aurellio, Kamis (10/7/2025).

    Virdian bahkan menyinggung soal konten Polisi AI yang ramai di Instagram dan TikTok.

    Dalam video itu, terlihat tokoh-tokoh penting seperti Mendagri Tito Karnavian, Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution, Wapres Gibran Rakabuming, hingga mantan Presiden Jokowi, ditangkap oleh polisi berbasis AI.

    “Gue lihat video itu, saking mustahilnya kita mengadili pejabat negara, sampai-sampai harus pakai AI buat nangkep mereka,” ucapnya.

    Ia membandingkan kondisi Indonesia dengan Amerika Serikat, yang menurutnya masih memungkinkan pemimpin negaranya untuk diadili.

    “Trump itu masih bisa di-impeach, bisa ditaruh di pengadilan. Gue gak bisa bayangin Jokowi ditaruh di pengadilan. Luhut dipanggil ke pengadilan aja, pengadilan bisa tutup. Baru Luhut aja tuh yang bikin pengadilan tutup,” sindirnya.

    Virdian menegaskan, seluruh pejabat yang bertanggung jawab atas kerusakan negeri ini, baik kerusakan ekologis, sosial, pendidikan, budaya, hingga politik, harus diadili.

    “Sekarang, yang perlu dilakukan adalah adili semua orang yang bertanggung jawab atas kerusakan Indonesia!,” tegasnya.

    Ia juga mengajak publik untuk tidak lagi memandang pejabat sebagai sosok suci atau nabi yang tidak bisa dikritik.

  • Mengapa KPK Belum Panggil Bobby Nasution di Kasus Pembangunan Jalan Sumut?

    Mengapa KPK Belum Panggil Bobby Nasution di Kasus Pembangunan Jalan Sumut?

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto mengungkapkan hingga saat ini pihaknya masih belum berencana memanggil Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution terkait kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan jalan di wilayah provinsi tersebut.

    Dia menyebut saat ini penyidik KPK masih fokus dengan pokok perkaranya terhadap Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut dan pejabat pembuat komitmen (PPK). 

    “Ya, sementara sih, sampai dengan hari ini belum ada. Belum ada informasi atau laporan dari penyidik [untuk memanggil Bobby],” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (10/7/2025).

    Meski demikian, dia tidak menutup kemungkinan Bobby akan dipanggil untuk dimintai keterangan bila sudah ada hasil peneriksaan tersangka dan saksi-saksi yang lain.

    “Kalau memang ada, ya tidak menutup kemungkinan [Bobby Nasution] akan dipanggil dan diminta keterangan. Tapi kalau memang tidak ada, karena memang tidak ada relevansi, ya penyidik juga tidak akan mencari-cari,” ucapnya.

    Lebih jauh, Setyo menyebut kasus ini masih dalam tahap awal dan juga belum genap dua minggu. Sebab itu, penyidik masih fokus kepada perkara pokoknya dulu.

    “Karena kan dihitung ada masa penahanan 20 hari, perpanjangan 40 hari. Jangan sampai nanti masa penahanan habis, kemudian perkara pokoknya, ya perpanjangannya terlalu lama lagi. Intinya fokus ke situ dulu,” tuturnya.

    Diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang memeriksa Gubernur Sumatra Utara (Sumut) Bobby Nasution terkait kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan jalan di wilayah provinsi tersebut. 

    Hal itu disampaikan Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu ketika menjawab pertanyaan awak media yang menanyakan soal adanya kedekatan antara tersangka TOP selaku Kepala Dinas (Kadis) PUPR Provinsi Sumut dengan Bobby Nasution. 

    “Kalau memang bergerak ke salah seorang, misalkan ke kepala dinas yang lain atau ke gubernurnya, kami akan minta keterangan,” katanya dikutip dari Antara, Sabtu (28/6/2025).

    Siapa pun yang diduga terlibat dalam aliran uang tersebut, kata dia, akan dimintai keterangan, tidak terkecuali Bobby Nasution.

  • Hukum atau Dendam? Berturut-turut, Dua Musuh Politik Presiden Ketujuh Jokowi Dituntut 7 Tahun

    Hukum atau Dendam? Berturut-turut, Dua Musuh Politik Presiden Ketujuh Jokowi Dituntut 7 Tahun

    GELORA.CO –  Dua tokoh penting dalam dunia politik dan pemerintahan Indonesia, yakni Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dan mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong, sama-sama dituntut 7 tahun penjara oleh jaksa dalam dua perkara korupsi berbeda.

    Namun, kemiripan vonis, waktu sidang, dan keterkaitan nama Presiden ke-7, Joko Widodo dalam proses persidangan keduanya memunculkan dugaan kuat di tengah publik bahwa ini bukanlah kebetulan semata.

    Pada Kamis, 4 Juli 2025, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan tuntutan 7 tahun penjara dan denda Rp600 juta (subsider 6 bulan kurungan) kepada Hasto Kristiyanto dalam kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dan penghalangan penyidikan kasus Harun Masiku.

    Sehari kemudian, Jumat, 5 Juli 2025, mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong juga dituntut 7 tahun penjara dan denda Rp750 juta, dalam kasus dugaan korupsi importasi gula yang terjadi saat ia menjabat antara 2015-2016.

    Publik langsung menyoroti kesamaan vonis, denda, dan pola penanganan kasus keduanya yang terjadi dalam waktu hampir bersamaan, meski berasal dari latar belakang kasus berbeda.

    Yang mengejutkan, nama Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, terseret dalam keterangan persidangan keduanya.

    Dalam sidang Hasto Kristiyanto, kuasa hukumnya Makdir Ismail menyampaikan bahwa Hasto pernah mendapat dua pesan, yaitu:

    Diminta mundur dari jabatan Sekjen PDIP,

    Dilarang menendang Jokowi dari PDIP.

    Hal ini memperkuat dugaan bahwa proses hukum terhadap Hasto bermuatan dendam politik internal, terutama setelah isu Jokowi dikeluarkan dari partai yang membesarkannya.

    Sementara itu, dalam kasus Tom Lembong, ia menyebut dalam sidang bahwa tindakannya saat menjabat menteri merupakan instruksi langsung dari Presiden Jokowi.

    Namun, meski disebut hanya menjalankan perintah, ia tetap dituntut 7 tahun penjara.

    Padahal, hasil audit BPK pada tahun 2017 menyatakan tidak ada kerugian negara dalam kebijakan yang diambilnya.

    Kemiripan pola tuntutan, waktu sidang, dan munculnya nama Presiden dalam kesaksian kedua tokoh ini memunculkan spekulasi liar di masyarakat.

    Banyak pihak mempertanyakan, apakah ini bagian dari kriminalisasi terhadap tokoh-tokoh yang kini dianggap sebagai oposisi politik Jokowi?

    Ataukah memang ini merupakan bagian dari proses hukum yang murni dan profesional?

    Para pendukung kedua tokoh, terutama dari kalangan pendukung Anies Baswedan dan PDIP garis keras, ramai menghadiri sidang dan menyuarakan dugaan adanya “order kekuasaan” di balik tuntutan hukum yang dianggap tidak proporsional.

    Keduanya akan menjalani sidang pledoi (nota pembelaan). Tom Lembong pada 9 Juli 2025, sementara Hasto Kristiyanto pada 10 Juli 2025.

    Para kuasa hukum dari kedua tokoh tersebut menyatakan akan melawan dengan strategi hukum yang kuat, karena mereka menilai banyak kejanggalan dalam dakwaan dan pembuktian yang diberikan oleh pihak jaksa.

    Di tengah panasnya kasus Hasto dan Tom Lembong, pertanyaan besar lainnya juga kembali mencuat: mengapa aparat penegak hukum tak pernah menyentuh dugaan pelanggaran hukum oleh anggota keluarga Presiden Jokowi?

    Beberapa nama yang disebut publik antara lain:

    Gibran Rakabuming Raka (Wapres),

    Bobby Nasution (Gubernur dan menantu Jokowi).

    Padahal, beredar banyak laporan dan sorotan publik atas potensi pelanggaran etika dan hukum yang dilakukan oleh mereka, namun belum satu pun kasus tersebut masuk ke tahap penyidikan.

    Dua tuntutan dengan angka yang identik, dua tokoh yang memiliki hubungan erat dengan kubu oposisi pemerintahan, dan dua nama yang sama-sama menyeret mantan Presiden Jokowi dalam kesaksian mereka, telah mengubah arah opini publik.

  • Bobby Nasution Baperan dan Mending Urus Kadis yang Ditangkap KPK

    Bobby Nasution Baperan dan Mending Urus Kadis yang Ditangkap KPK

    GELORA.CO -Keterlibatan Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Obaja Putra Ginting dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Pemprov Sumut dan di Satuan Kerja (Satker) Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumut telah membuat Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution gerah.

    Tudingan itu dilontarkan Anggota Komisi II DPR Fraksi DPIP Deddy Yevri Sitorus dalam sebuah video yang diunggah akun Facebook Palti Hutabarat. Dalam unggahan tersebut juga disertakan postingan bertuliskan ‘Kadis PUPR Sumut Kena OTT, Bobby Nasution Gampang Baperan?! Ga usah panik kali lah kan mertua masih kontrol KPK’, dikutip RMOL, Kamis, 10 Juli 2025.

    Dalam video berdurasi sekitar 4 menit itu, Deddy mengutarakan dalam kunjungannya ke Sumut bersama mitra, yakni Kementerian ATR/BPN untuk membahas masalah PNBP.

    “Jadi kunjungan spesifik, isu yang dibahas memang spesifik tentang PNBP. Nah ternyata sampai di sana suda ada juga selain gunernur, ada kepala-kepala daerah juga gitu. Ini hal yang terjadi dalam prosesnya kurang lazim,” ucap Deddy.

    Lanjut dia, pembahasan berjalan lancar diawali sambutan ketua rombongan dan pemaparan dari kepala daerah soal HGU PTPN. Menurut Deddy, waktu yang diberikan untuk rapat sangat singkat, yakni sekitar dua jam.

    “Lalu yang terjadi apa, saya mengingatkan kepada mereka bahwa persoalan konflik eks lahan PTPN tidak dibicarakan dalam forum ini, karena, pertama kunspek (kunjungan spesifik) itu bicara PNBP. Kedua, waktunya sangat terbatas. Ketiga, pembicaraan lahan konflik eks HGU tidak mungkin dibahas dengan Komisi II saja, tapi juga menghadirkan Kementerian Kuangan terutama Dirjen Kekayaan Negara,” jelasnya.

    Deddy kemudian merasa geram ketika di tengah rapat, Gubernur Sumut Bobby Nasution mengeluarkan pernyataan yang dianggap kurang pantas.

    “Eh nggak tahu kenapa nih gubernur, tiba-tiba nih dengan nyolot gitu kan, dia ngompor-ngomporin kepala daerah ‘ya sudahlan kalua ada yang mengatakan tidak perlu mendengar aspirasi daerah, keluhan kami tidak didengar, kepala daerah keluar aja dari ruangan, tinggalkan saja ruangan ini’. Dan itu disebut berkali-kali, lalu saya ambil mic, saya tidak mengatakan tidak ingin mendengar, mungkin gubernurnya ya sedikit lagi galau ya karena kasus tertangkapnya Kepala Dinas Provinsi Sumatera Utara ya,” beber dia.

    Padahal, Deddy juga sudah menjelaskan mengenai perlunya dijadwalkan rapat pembahasan eks HGU PTPN yang melibatkan mitra lain seperti Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan. 

    “Jadi si Gubernur Bobby ini sok mau mengadu domba saya dengan kepala daerah itu yang berkepentingan dengan eks lahan HGU PTPN, kan gitu nih. Jadi nggak usah lah cobain saya, elo anak Medan, gue anak Siantar, gitu ya,” tegasnya. 

    “Jangan sok apalah ngompor-ngomporin jadi provokator. Kalau anda nggak ngerti tata cara pelepasan lahan eks HGU, tidak ngerti tugas dari Komisi-Komisi DPR, anda nggak usah ngomong, belajar dulu Bobby, kan jadi malu sendiri anda. Masak memaksakan membahas agenda yang tidak ada di dalam agenda, lalu membahas tanpa pihak-pihak terkait, aduh inilah jadi kelihatan agak-agak kurang gitu, agak baper, nggak jelas. Udah elo uruslah kadis elo yang ditangkap oleh KPK itu,” tandas Deddy.

    Praktis, pernyataan politikus Banteng itu mendapat banyak pujian dari netizen. Mereka menganggap kiprah Bobby belum layak menjadi gubernur alias karbitan. Menantu Jokowi itupun lantas menjadi bulan-bulanan netizen. 

  • Soal 5 Hari Sekolah di Sumut, Begini Kata Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti

    Soal 5 Hari Sekolah di Sumut, Begini Kata Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti

    Menteri Abdul Mu’ti menyerahkan bagi Pemerintah Daerah untuk menetapkan waktu belajar dalam seminggu. Tapi harus sesuai dengan peraturan yang sudah ditetapkan saat ini.

    “Apakah menetapkan lima hari atau enam hari, diserahkan kepada masing-masing pemerintah daerah,” bebernya.

    Gubernur Sumut, Bobby Nasution, akan mulai menerapkan sekolah 5 hari pada tahun ajaran baru 2025-2026. Bobby menekankan pentingnya peran orang tua pada pelaksanaan program ini.

    Bobby menyampaikan hal itu saat Focus Group Discussion penerapan sekolah 5 hari di Aula Raja Inal Siregar, Kantor Gubernur, Kota Medan, Kamis, 3 Juli 2025. Orang tua juga mesti berperan pada pengembangan karakter anak.

    “Dari orang tua kita inginkan ada khusus sehari atau dua hari terlibat. Jangan juga setelah program ini kita buat, justru masuk ke Bimbel semua,” sebutnya.

  • Mulai Seret Nama Bobby Nasution, Benarkah OTT KPK adalah Genderang Perang antara Prabowo dan Jokowi?

    Mulai Seret Nama Bobby Nasution, Benarkah OTT KPK adalah Genderang Perang antara Prabowo dan Jokowi?

    GELORA.CO – Operasi Tangkap Tangan KPK yang mulai menyeret nama Bobby Nasution, bisa saja merupakan isyarat dimulainya perang politik dengan Joko Widodo.

    Memiliki hubungan yang dekat dengan Joko Widodo, kemungkinan terhadap dugaan keterlibatan Bobby Nasution perlu disikapi secara serius oleh Presiden Prabowo.

    Sehingga komitmen Presiden Prabowo memerangi korupsi di Indonesia, bisa dimulai dengan mengikis kekuatan Orang-Orang Joko Widodo yang bertahan di pemerintahan.

    Penilaian mengenai kemungkinan dimulainya perang politik antara Jokowi dengan Prabowo Subianto, merupakan pandangan dari Analis Politik dan Militer Selamat Ginting.

    Disampaikan saat menjadi narasumber di sebuah siniar, Analis asal Universitas Nasional ini menganggap potensi perang politik tersebut mungkin saja terjadi.

    Namun demikian, Selamat berpendapat kemungkinan tersebut akan membawa beban politik tersendiri bagi Presiden Prabowo Subianto.

    Selain karena Orang-Orang yang dianggap sebagai bagian dari Jokowi masih berada di lingkaran kekuasaan, upaya penegakan hukum juga perlu mempertimbangkan banyak hal.

    Kasus OTT yang mulai menyeret menantu Joko Widodo menurut Selamat memang menarik untuk diselami, mengingat KPK memiliki riwayat mesra dengan Jokowi.

    Selamat berpendapat, Prabowo Subianto selaku Presiden sekaligus Elit Parpol memiliki peluang cukup besar untuk menanamkan legasinya di bidang penegakan hukum.

    “Ini sebenarnya lonceng kepada keluarga Jokowi, kalau dana itu mengalir sampai ke Solo, ya sudah ungkap saja,” tegas Selamat.

    Salah satu persoalan penting yang dianggap Selamat masih menjadi persoalan penting bagi Prabowo adalah menentukan momentum.

    Meminjam perumpamaan dengan istilah Menciduk Bubur Panas, Selamat menganggap Prabowo sedang melakukan kalkulasi secara politis.

    Pemerintahan Presiden Prabowo, menurut Selamat perlu secara senyap dan matang memutuskan dari bagian mana sajian Bubur Panas itu akan mulai diciduk.

    Dalam situasi seperti ini, Selamat mengaku sangat merindukan sosok Prabowo Subianto yang tegas, terencana dan berani mengambil resiko.

    Karakter penuh kedisiplinan dan pertimbangan yang menjadi bagian penting dari Prabowo saat menjadi Pasukan Khusus, menurut Selamat sedang dibutuhkan.

    “Presiden tidak boleh ragu menebang pohon beracun, jangan sampai mati karena buah dari pohon beracun itu,” imbuh Selamat.

    Sehubungan dengan langkah hukum yang sedang diupayakan KPK, Selamat berpendapat independensi perlu sangat dikedepankan.

    Dengan menjunjung independensi, Selamat optimis KPK dapat terbebas dari berbagai tuntutan dan desakan politik yang datang dari banyak pihak.

    “Publik tentu berharap KPM dapat menunjukkan integritasnya, karena Jokowi sudah bukan siapa-siapa lagi,” pungkas Selamat dikutip Ayojakarta dari  YouTube Forum Keadilan TV. ***