Keamanan Digital Indonesia: Retak di Hulu, Bocor di Hilir
Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.
Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.
BERMULA
dari seringnya nomor telepon Whatsapp dibajak orang-orang yang tidak bertanggung jawab, kemudian oleh mereka digunakan untuk melakukan penipuan seolah-olah berinteraksi dengan nomor kontak yang ada di ponsel, saya tergerak menulis artikel ini.
Bukan semata-mata curhat pribadi, tetapi ada persoalan besar mengenai mudahnya data pribadi penduduk Indonesia, termasuk saya di dalamnya, dibajak oleh peretas. Mungkin juga pengalaman pribadi ini pernah dialami oleh para pembaca.
Dengan tulisan ini, niatan saya adalah berbagi pengetahuan dan pengalaman, jangan sampai pembajakan nomor telepon dan mungkin juga akun-akun penting lainnya terjadi pada para pembaca dan menjadi bencana digital.
Jujur, saya agak trauma tatkala nomor telepon atau akun media sosial kena bajak orang lain dengan tujuan busuk, yakni penipuan digital.
Tahun 2010, saat berkunjung ke markas Kaspersky di Moskow, Rusia, saya melihat paparan sekaligus demo bagaimana para peretas di kawasan Rusia dan negara-negara dekatnya seperti Estonia dan Ukraina, menjebol akun bank hanya menggunakan ponsel di telapak tangan.
Kaspersky sebagai produsen software antivirus terkemuka saat itu memperkenalkan antivirus khusus untuk ponsel.
Dalam demo itu diperlihatkan, bagaimana seorang peretas muda dengan mudah mencuri password akun bank seseorang hanya dalam hitungan menit. Padahal kata sandi yang diretas terdiri dari 13 karakter; gabungan angka, huruf dan lambang yang ada di keyboard ponsel atau laptop.
Dari sinilah saya “parno” seandainya tiba-tiba nomor Whatsapp saya diretas. Ini pastilah aksi sindikat terorganisir, pastilah ada orang berlatar IT atau seseorang yang punya bisnis menjual nomor-nomor Whatsapp ke sembarang orang.
Keamanan ponsel dari pabrikan itu dianggap biang dari penyerapan -kalau tidak mau disebut perampokan- data pribadi para penggunanya.
Dengan banyaknya aplikasi, seorang pengguna bisa dengan sukarela menyerahkan nomor KTP, nomor ponsel, alamat email beserta password-nya, lokasi di mana pengguna berada, rekening bank dan data-data sensitif lainnya.
Kembali kepada persoalan mengapa akun media sosial dan nomor Whatsapp demikian sering kena retas? Itulah yang membuat saya coba menesuri akar persoalannya, syukur-syukur bisa menjawab ketidakpahaman saya.
Tentu saya paham bahwa pemerintah Indonesia telah berupaya melindungi warganya di ranah digital melalui beberapa kebijakan dan institusi, utamanya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), yang mulai berlaku sejak 2022 dan mengatur hak subjek data, kewajiban pengendali data, serta sanksi atas pelanggaran.
Di sisi lain, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) bertugas mengawasi keamanan siber nasional, sementara Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) sering memblokir situs pinjaman online (pinjol) ilegal dan judi online (judol).
Ada juga strategi nasional keamanan siber untuk mencegah serangan dari dalam maupun dari luar.
Namun, secara realistis, perlindungan ini belum benar-benar efektif menjaga kerahasiaan data digital penduduk Indonesia. Buktinya Whatsapp saya sering coba dibajak.
Implementasi UU PDP masih lambat, kesadaran dan penegakan hukum rendah, serta insiden kebocoran data terus meningkat.
BSSN mencatat ratusan serangan siber setiap tahun, dan Indonesia sering masuk peringkat atas negara dengan kebocoran data terbanyak secara global. Saya termasuk salah satu “korban” di dalamnya tentu saja.
Contoh kasus kebocoran data yang merugikan rakyat yang masuk kategori kasus besar dalam kurun waktu 2023-2025, menunjukkan kerentanan sistem itu sendiri.
Kebocoran data Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2024, misalnya, di mana peretas berhasil membobol ratusan juta data pribadi dari berbagai instansi pemerintah, termasuk data ASN dan layanan publik. Perlindungan yang jauh dari maksimal.
Kemudian Data Dukcapil dan NPWP (2023-2024) di mana peretas seperti Bjorka membocorkan jutaan data kependudukan dan pajak untuk kemudian dijual di forum gelap.
Bank Syariah Indonesia dan BPJS Kesehatan juga tidak luput dari serangan peretas di mana jutaan data nasabah dan pasien bocor, menyebabkan risiko penipuan identitas dan kerugian finansial. Mengerikan.
KPU dan PLN Mobile jelas berisi data pemilih dan pelanggan listrik, juga bocor dengan total ratusan juta rekaman pada 2023-2025.
Kasus-kasus ini jelas merugikan rakyat karena data pribadi (NIK, nomor HP, alamat) digunakan untuk penipuan, pinjol ilegal, atau pencurian identitas, menyebabkan kerugian materiil dan psikologis.
Pertanyaan yang menggantung pada benak saya, mengapa momor telepon (Whatsapp) sering dibajak? Boleh jadi nomor telepon, terutama yang terkait Whatsapp, karena banyaknya layanan digital (bank, email, media sosial) menggunakan verifikasi SMS/OTP (One Time Password).
Indonesia merupakan salah satu pengguna Whatsapp terbanyak di dunia, sehingga menjadi target empuk sasaran penipuan digital. Diperkirakan mencapai lebih dari 112 juta pengguna pada tahun 2025, menempatkan Indonesia di peringkat ketiga dunia setelah India dan Brasil.
Dari literatur yang saya susuri, saya paham bagaimana cara utama pembajakan, yakni dengan cara yang disebut SIM Swapping, yakni kejahatan siber di mana pelaku menipu operator seluler untuk mentransfer nomor ponsel korban ke kartu SIM mereka, sehingga pelaku bisa menerima SMS dan panggilan korban, termasuk kode OTP untuk membajak akun bank, e-wallet dan media sosial, lalu menguras dana atau mencuri data.
Bagaimana cara kerjanya? Penjahat siber mengumpulkan data pribadi korban (via phishing atau kebocoran data), lalu menghubungi operator seluler dengan berpura-pura sebagai korban untuk memindahkan nomor ke SIM baru mereka.
Mereka lalu menerima OTP dan mengambil alih Whatsapp/akun bank sebagaimana telah saya jelaskan tadi.
Phishing
dan
social engineering
juga sering dilakukan, yakni mengirim
link
(tautan) palsu atau menipu korban dengan memberikan kode verifikasi Whatsapp, atau menggunakan data bocor untuk reset akun email/media sosial.
Banyak cara lainnya, termasuk serangan
malware
sebagaimana yang saya lihat di Moskow, Rusia itu.
Tatkala ponsel Whatsapp saya digunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab dengan maksud melakukan penipuan, jelas saya dirugikan.
Setidak-tidaknya kredibilitas saya jatuh karena dalam aksi penipuannya para pembajak bisa berpura-pura meminjam uang atau menawarkan produk tertentu, biasanya lelang fiktif.
Memang saya tidak kehilangan akses akun Whatsapp, email atau media sosial, tetapi penjahat tentu telah berkirim pesan ke “circle” saya dengan maksud menipu teman atau keluarga. Paling sering modus pinjam uang itu tadi, misalnya.
Mungkin orang lain yang lebih sial dari saya telah kehilangan akses terhadap ponselnya sendiri di mana aplikasi Whatsapp ada di ponsel tersebut.
Padahal, di dalamnya ada aplikas bank dan boleh jadi akses rekening bank seperti transfer ilegal dapat mengakibatkan kerugian jutaan bahkan miliaran rupiah.
Penyebaran data pribadi yang dilakukan oleh seseorang juga dapat digunakan untuk teror, pinjol ilegal, atau pencemaran nama baik.
Apa dampak dari nomor Whatsapp yang dibajak orang berkali-kali? Jelas akan waswas dan traumatis, apalagi “parno” yang tidak hilang begitu saja setelah melihat bagaimana anak-anak remaja di Rusia sedemikian gampangnya membobol akun bank dengan
password
rumit sekalipun.
Tambahan lagi dampak psikologis berupa stres dan kehilangan privasi. Di berbagai tempat, banyak kasus bunuh diri akibat teror melalui
peretasan
akun aplikasi percakapan maupun akun media sosial.
Pemerintah Indonesia aktif memblokir ribuan situs judol dan pinjol ilegal, serta ada Satgas Pemberantasan Judi Online.
Namun, regulasi itu masih longgar dibanding Eropa, yang menerapkan GDPR (General Data Protection Regulation) yang sangat ketat soal data dan batasan usia untuk media sosial/ponsel. Misalnya, anak di bawah 13-16 tahun dilarang memakai platform tertentu tanpa izin orangtua.
Di Indonesia, anak muda sangat rentan, mereka banyak terjebak pinjol ilegal (bunga mencekik, teror penagihan) dan judol (kecanduan cepat).
Dampaknya tentu parah, yakni kerugian finansial, utang menumpuk, depresi, gangguan mental, hingga bunuh diri.
Laporan menunjukkan korban pinjol/judol didominasi usia 19-35 tahun, sering dari kalangan mahasiswa atau pekerja muda.
Dari penelusuran ini timbul pertanyaan pada diri saya, apakah penipuan digital ini terorganisir dan justru melibatkan aparat yang paham seluk-beluk data penduduk?
Bukan saya berburuk sangka, tetapi memang banyak penipuan digital (terutama judol dan scam investasi) karakteristiknya menurut para pemerhati siber bersifat terorganisir, sering melibatkan sindikat internasional (WNA China , Rusia dan Ukraina di Indonesia atau WNI dipaksa menjadi bagian dari kriminalitas ilegal digital di Kamboja dan Myanmar).
Ini seperti “bisnis” dengan
call center, script
penipuan, dan target korban massal.
Soal keterlibatan aparat, ada dugaan oknum aparat penegak hukum terlibat di beberapa kasus lokal, misalnya “kebal hukum” karena kuatnya
backing
, tetapi ini bukan bukti sistematis atau melibatkan institusi secara keseluruhan.
Kebanyakan kasus yang terungkap justru ditangani aparat, seperti penggerebekan sindikat WNA. Rumor ini sering beredar di media sosial, tetapi sumber kredibel lebih menunjuk ke korupsi oknum secara individu ketimbang konspirasi besar institusi.
Atas semua fakta dan kejadian itu, secara pribadi saya berpendapat bahwa pemerintah Indonesia belum cukup serius dan efektif dalam melindungi rakyat di ranah digital, meski ada kemajuan seperti UU PDP tadi.
Bukti nyata adalah kebocoran data masih saja terus terjadi, bahkan setelah regulasi baru diberlakukan dan hal itu menunjukkan
enforcement
masih lemah, tata kelola buruk, dan kurangnya investasi di keamanan siber di sini.
Sementara semua layanan (e-KTP, bank, pemilu) sudah beralih online, rakyat dibiarkan “terpapar” tanpa perlindungan memadai. Ini ibaratnya seperti membangun pasar digital besar tanpa pagar dan personel keamanan yang kuat.
Bandingkan dengan Eropa dan Singapura di mana mereka sangat peduli terhadap generasi mudanya dengan pemberlakuan ketat batas usia dan sanksi berat bagi perusahaan yang melanggar privasi.
Sementara di sini, anak muda justru “terpenjara” pinjol/judol hanya karena edukasi literasi digital yang tidak serius, bahkan masih minim, regulasi yang masih longgar, dan blokir situs mudah diakali VPN (Virtual Private Network).
Penipuan terorganisir memang seperti bisnis haram yang menguntungkan segelintir orang, dan dugaan oknum aparat terlibat semakin memperburuk kepercayaan publik. Bagi saya, ini mencerminkan masalah korupsi struktural yang lebih dalam lagi.
Solusi yang saya usulkan adalah perlunya penegakan hukum super tegas (sanksi berat bagi pengelola data ceroboh), edukasi masif sejak di sekolah, batasan usia untuk platform berisiko, dan kolaborasi internasional melawan sindikat digital terorganisir.
Tanpa itu, rakyat akan terus menjadi korban di “pasar digital” yang tak terkendali ini.
Pemerintah harus bertindak lebih proaktif, bukan reaktif setelah kejadian demi kejadian. Jangan juga seolah menjadi korban seperti yang saya alami dan kesannya putus asa dengan terus menerusnya bertambah korban dari waktu ke waktu.
Karena
keamanan digital
bukan sekadar pilihan, tapi keharusan bagi negara untuk melindungi rakyatnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: bjorka
-
/data/photo/2024/11/18/673a850fcc4d1.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Keamanan Digital Indonesia: Retak di Hulu, Bocor di Hilir
-

Polisi Belum Bisa Pastikan Sosok Bjorka yang Telah Ditangkap Asli atau Bukan: Nggak Tahu
GELORA.CO – Polda Metro Jaya mengaku belum dapat memastikan sosok hacker Bjorka yang ditangkap baru-baru ini adalah asli atau bukan. Saat ini, pihaknya masih melakukan pelacakan terhadap hacker Bjorka.
“Masih kita melakukan pelacakan. Jadi, kalau ditanya apakah ini Bjorka yang asli, saya nggak tahu,” kata Wakil Direktur Reserse Siber Polda Metro Jaya AKBP Fian Yunus kepada wartawan, Selasa (14/10/2025).
Fian memastikan, penangkapan seorang pria yang diduga hacker itu berawal dari laporan salah satu bank.
“Di mana begitu kita sentuh, ternyata orangnya, atau akun yang digunakan untuk melakukan itu bernama Bjorkanesia,” kata Fian.
Fian mengaku belum mengantongi barang bukti orang yang ditangkap merupakan Bjorka pada 2022 atau 2020. Ia berkata, pelaku kejahatan siber umumnya berupaya menyamarkan identitas agar tak terendus.
“Apakah itu Bjorka yang 2022, 2020? Kita belum tahu itu, karena memang barang buktinya, alat buktinya untuk menunjukkan hal tersebut, belum kita miliki. Kan begitu pelaku melakukan tindak pidana, dia akan berusaha mengaburkan dirinya sehingga semua bukti akan berusaha dihilangkan,” pungkas Fian
-

Teman Saya Baru WhatsApp Dia
GELORA.CO – Mantan Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Komjen Pol (Purn) Dharma Pongrekun, memastikan hacker peretas Bjorka yang asli masih berkeliaran dan belum ditangkap oleh polisi.
Purnawirawan jenderal bintang 3 kepolisian itu menyebut penangkapan Bjorka oleh Polda Metro Jaya merupakan suatu drama.
“Bjorka (ditangkap polisi) itu bohong. Itu drama,” kata Dharma Pongrekun, dikutip dari kanal YouTube Ngaji Roso, pada Sabtu (11/10/2025).
Mantan calon gubernur Jakarta itu mengaku temannya baru saja berkirim pesan dengan Bjorka yang asli melalui WhatsApp.
Ia menuturkan Bjorka yang asli tidak berada di Indonesia.
“Kawan saya baru kemarin dia WA WA-an sama Bjorka yang asli, dan bukan di Indonesia yang asli ya,” kata Dharma.
Menurut Dharma Pongrekun, banyak akun yang mengklaim mereka adalah Bjorka asli.
“Kalau yang pakai akun-akun seperti itu ya silakan saja. Ini kan permainan opini,” kata dia.
Baca juga: Kasus Bjorka Dinilai Jadi Ujian Konsistensi Penegakan UU Perlindungan Data Pribadi
Dharma menegaskan, informasi tersebut ia dapat dari temannya.
Ia mendapat informasi dari temannya melalui sambungan telepon Bjorka yang asli belum tertangkap.
“Kawan saya (yang memberitahu), bukan saya. Nanti mereka-mereka cari Pak Dharma. Kawan saya tadi barusan teleponan. Bukan saya ya,” ucapnya.
Hacker berjuluk Bjorka yang paling diburu disebut ditangkap oleh Direktorat Reserse Siber Polsa Metro Jaya.
Bjorka melakukan ilegal akses hingga memanipulasi data di forum Dark Web.
Aktivitasnya di Dark Web sudah dilakukan sejak tahun 2020 yang berarti umur Bjorka saat itu masih di bawah umur (17 tahun).
Dalam video yang diterima, petugas polisi berpakaian sipil melakukan penggerebekan terhadap WFT (22), sosok Bjorka yang ditangkap), ke dalam sebuah rumah.
Ternyata rumah tersebut milik pacar dari WFT.
Dalam sebuah rekaman 25 detik yang beredar, WFT terlihat tak berkutik di kursi panjang bersama dua wanita.
Salah seorang wanita itu tampak berusia paruh baya.
Mereka hanya duduk terpaku menyaksikan polisi melalukan interogasi terhadap WFT.
WFT mengenakan kaos hitam lusuh dan celana pendek.
Wajahnya nampak tegang saat ditanyai polisi.
Seorang petugas menunjuk handphone yang diduga dipakai WFT untuk melakukan kejahatan.
Diduga handphone itu yang digunakan sang tersangka dengan menggunakan username Bjorka.
-

Begini Tanggapan Polisi Usai Disebut Salah Tangkap Pemilik Akun Bjorka
Bisnis.com, JAKARTA – Polda Metro Jaya mengklaim telah menangkap sosok di balik akun Bjorka. Dia adalah pria berinisial WFT (22). Namun setelah penangkapan itu, sosok Bjorka lain muncul dengan mengancam menyebar data terkait program Makan Bergizi Gratis (MBG) melalui akun Instagram @bjorkanism.
Unggahan itu sontak mendapatkan respons dari publik akan sosok Bjorka yang asli. Sejumlah warganet juga mempertanyakan apakah WFT merupakan orang yang mengendalikan akun bjorka.
Kasubid Penmas Polda Metro Jaya, AKBP Reonald Simanjuntak menjelaskan bahwa setiap orang bisa saja menyampaikan ancaman tersebut di media sosial.
“Sudah saya sampaikan, Wadirsiber juga sampaikan everybody can be anybody di internet, siapapun bisa jadi siapa saja di internet,” katanya, dikutip Selasa (7/10/2025).
Reonald menerangkan berbagai pihak bisa saja mengaku-ngaku sebagai bjorka dan mengancam penyebaran data program MBG.
Namun dia berjanji akan mengusut sosok bjorka di balik akun @bjorkanism apakah berkaitan dengan bjorka yang saat ini ditangkap Polisi.
Bersamaan dengan itu, dia menyampaikan bahwa saat ini Polri baru bisa memberikan penjelasan mengenai sosok WFT.
Sebab, WFT beberapa kali mengganti akun untuk mengelabui penyidik untuk mencari keberadaannya.
Dalam catatan Bisnis, Wadirsiber Polda Metro Jaya AKBP Fian Yunus mengatakan Bjorka terkenal dengan pemilik akun di dark web sejak 2020. Dia juga sempat mengganti akunnya beberapa kali seperti @SkyWave, @ShintHunter, hingga terakhir @Opposite6890 pada Agustus 2025.
“Pelaku mengklaim bahwa yang bersangkutan memiliki data-data dari beberapa institusi baik di dalam maupun di luar negeri dan itu diperjualbelikan,” tutur Fian.
Meski begitu, Polisi masih melakukan uji laboratorium forensik untuk mengumpulkan barang bukti untuk menetapkan sosok bjorka yang asli.
-

Netizen Ragu Hacker Bjorka Sudah Ditangkap Polisi, Ini Alasannya
Jakarta, CNBC Indonesia – Pihak kepolisian mengklaim telah menangkap sosok di balik hacker Bjorka. Pengumuman penangkapan tersangka juga telah diumumkan Kamis pekan lalu.
Pria berinisial WFT berusia 22 asal Minahasa Sulawesi Utara disebut sebagai Bjorka. Penangakapan dilakukan karena pria itu diduga melakukan akses ilegal pada data nasabah bank.
WFT diduga mengunggah data 4,9 juta akun nasabah melalui akun X bernama @bjorkanesiaa. Kemudian juga mengirimkan pesan ke akun resmi bank untuk mengklaim keberhasilan peretasan.
Selain itu, dia diduga mendapatkan data ilegal dari sektor kesehatan dan perusahaan swasta tanah air. Data kemudian dijual di media sosial senilai hingga puluhan juta rupiah.
Namun tak lama kemudian, sosok Bjorka lain diketahui masih aktif di internet. Beredar informasi dia masih mengunggah story menyanggah penangkapan tersebut dan klaim membocorkan data dari Badan Gizi Nasional.
Hal tersebut membuat banyak pihak ragu hacker yang sempat membuat heboh Indonesia beberapa waktu lalu tertangkap kamera.
Termasuk para pengguna X (Twitter) yang langsung menyuarakan keraguan itu. Bahkan banyak dari mereka mengunggah ulang tangkapan layar story Bjorka yang mengatakan dirinya masih bebas.
“Ketika Bjorka up story ig, Lalu siapa yang ditangkap???” tulis akun @Opposisi6890
[Gambas:Twitter]
“bjorka ketangkep? lah ini baru bikin stori instagram,dengan captions: Kamu pikir itu aku? Semua orang menggunakan namaku, tapi kamu tidak sadar aku masih bebas. orang yang muncul di tahun 2022 lah orang itu ngaku” bjorka,” kata akun @bilehlora.
[Gambas:Twitter]
Beberapa pengguna juga memenuhi akun X @Poldametrojaya_ yang mengunggah penangkapan Bjorka. Mereka menanyakan apakah itu Bjorka asli atau bukan dan juga memperlihatkan story buatan akun hacker tersebut.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
-

Hacker Bjorka Sindir Program MBG dan Lembaga Gizi Pemerintah
Bisnis.com, JAKARTA – Polisi sempat mengklaim telah menangkap hacker Bjorka ke publik, tetapi kini Bjorka menyuarakan kegelisahan masyarakat terkait program prioritas pemerintah yakni makan bergizi gratis (MBG) dimana muncul kasus keracunan hampir setiap hari.
Peretas (hacker) yang dikenal dengan nama Bjorka, menulis dalam akun @bjorkanism, membantah kabar dirinya telah ditangkap oleh pihak kepolisian adalah tidak benar. Bjorka juga mengatakan bahwa dirinya masih bebas.
Dia sekaligus menyindir pemerintah Indonesia agar fokus pada urusan lain seperti permasalahan makan bergizi gratis.
“Ya, aku masih hidup dan bebas. Urus saja lembaga gizi bodoh kalian itu, fokus pada masalah di negaramu sendiri, jangan bicarakan aku sebelum aku ungkap data sialan itu,” tulis akun tersebut dalam unggahan Instagram Story.
Postingan di Instagram itu muncul tak lama setelah Polda Metro Jaya menyatakan telah menangkap seorang pria yang mengaku sebagai pemilik akun Bjorka. Penangkapan tersebut terkait dugaan akses ilegal, manipulasi, dan peretasan data 4,9 juta nasabah bank.
Sebelumnya, Kasubidpenmas Polda Metro Jaya Kombes Reonald Simanjuntak mengatakan pria tersebut berinisial WFT (22). Dia ditangkap di Minahasa, Sulawesi Utara pada 23 September 2025.
“Yang bersangkutan ditangkap pada Selasa, 23 September 2025 di Desa Totolan, Kecamatan Kakas Barat, Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara,” ujar Reonald di Polda Metro Jaya, Kamis (2/10/2025).
Wadirsiber Polda Metro Jaya AKBP Fian Yunus mengatakan Bjorka terkenal dengan pemilik akun di dark web sejak 2020. Dia juga sempat mengganti akunnya beberapa kali seperti @SkyWave, @ShintHunter, hingga terakhir @Opposite6890 pada Agustus 2025.
Tujuan penggantian akun ini dilakukan untuk menyamarkan diri sendiri agar sulit dilacak oleh aparat penegak hukum (APH). Adapun, tindak pidana yang dipersangkakan terhadap Bjorka ini berkaitan dengan data yang diperjualbelikan
“Pelaku mengklaim bahwa yang bersangkutan memiliki data-data dari beberapa institusi baik di dalam maupun di luar negeri dan itu diperjualbelikan,” tutur Fian.
Sementara itu, Wakil Direktur Siber Polda Metro Jaya AKBP Fian Yunus mengakui bahwa pihaknya masih perlu menelusuri bukti lain untuk menyatakan bahwa WFT merupakan Bjorka asli.
Oleh karena itu, saat ini kepolisian tengah melakukan uji laboratorium forensik terkait dengan bukti digital yang telah dikumpulkan.
“Itu nanti akan kita bandingkan bukti digital yang lagi diproses di labfor ini. Nah begitu itu kita temukan, baru kita pastikan bahwa dia orang yang sama,” ujar Fian kepada wartawan, Sabtu (4/10/2025).
-

Usai Rilis Penangkapan, Bjorka Justru Bocorkan Data 341 Ribu Anggota Polri? Teguh Aprianto: yang Ditangkap Faker
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Tak lama setelah Polda Metro Jaya menyatakan telah menangkap seorang pria yang mengaku sebagai pemilik akun Bjorka, akun hacker tersebut kembali menghebohkan jagat maya.
Hacker Bjorka melalui akun @bjorkanism di Instagram, membantah kabar dirinya telah ditangkap oleh pihak kepolisian.
Melalui unggahannya pada Sabtu (4/10/2025) kemarin, akun yang mengaku sebagai Bjorka itu menyatakan masih bebas. Dia bahkan menyindir pemerintah Indonesia agar fokus pada urusan lain seperti permasalahan makan bergizi gratis.
“Ya, aku masih hidup dan bebas. Urus saja lembaga gizi bodoh kalian itu, fokus pada masalah di negaramu sendiri, jangan bicarakan aku sebelum aku ungkap data sialan itu,” tulis akun itu dalam unggahan Instagram Story.
Menanggapi hal itu, Cybersecurity Consultant, Teguh Aprianto, membenarkan bahwa yang ditangkap bukanlah hacker Bjorka yang asli tetapi faker alias peniru.
“Polisi mengklaim menangkap Bjorka. Padahal yang ditangkap itu cuma faker alias peniru,” tulis Teguh melalui akun pribadinya yang bercentang biru di X, @secgron.
“Bjorka kemudian merespons dengan membocorkan 341 ribu data pribadi anggota Polri yang berisi informasi nama lengkap, pangkat, tempat bertugas, nomor hp dan email 😂,” tambah Founder of Ethical Hacker Indonesia itu, dikutip pada Minggu (5/10/2025).
Diberitakan sebelumnya, polisi merilis penangkapan seorang pria yang mengaku sebagai pemilik akun Bjorka. Penangkapan tersebut terkait dugaan akses ilegal, manipulasi, dan peretasan data 4,9 juta nasabah bank.
-

Terpopuler, HUT TNI hingga Jokowi bertemu Prabowo
Jakarta (ANTARA) – Sejumlah berita unggulan akhir pekan untuk disimak, TNI akan bagikan “doorprize” 200 motor dalam HUT ke-80 hingga Menhan benarkan Jokowi bertemu Prabowo di Kertanegara. Berikut berita-berita tersebut:
1. TNI akan bagikan “doorprize” 200 motor dalam HUT ke-80
TNI akan membagikan doorprize (hadiah lawang) sebanyak 200 motor dalam perayaan puncak Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 TNI yang digelar pada Minggu (5/10).
“Ada 200 motor, kemudian ada lemari es, kemudian TV. Saya rasa baguslah untuk masyarakat,” kata Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto. Selengkapnya di sini
2. Siapa sebenarnya sosok Bjorka? Fakta di balik penangkapan inisial WFT
Nama Bjorka sudah lama jadi misteri di dunia maya Indonesia. Sejak 2020, sosok ini muncul dengan sederet aksi peretasan yang membuat publik geger. Data jutaan pengguna bocor, institusi besar jadi korban, hingga pemerintah pun dibuat waspada.
Kini, penangkapan seorang pria muda berinisial WFT di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara pada, Selasa (23/9), kembali memunculkan pertanyaan lama, yakni siapa sebenarnya Bjorka? Untuk itu simak ulasan berikut ini untuk mengenali lagi sederet kasusnya, berdasarkan informasi yang telah dihimpun dari berbagai sumber. Selengkapnya di sini
3. Sean “Diddy” Combs dihukum 50 bulan penjara dalam kasus prostitusi
Rapper ternama Amerika Serikat, Sean “Diddy” Combs, dijatuhi hukuman penjara 50 bulan atau empat tahun dua bulan ditambah denda 500.000 dolar AS karena dinilai bersalah dalam dua dakwaan terkait pengangkutan orang untuk tujuan prostitusi. Baca selengkapnya di sini
4. Tugu Monas ditutup sementara untuk wisatawan saat HUT TNI besok
Pengelola Monumen Nasional (Monas) menutup sementara Tugu Monas untuk wisatawan saat peringatan HUT ke-80 TNI pada Minggu (5/10) yang diadakan di kawasan Jakarta Pusat tersebut. Baca selengkapnya di sini
5. Menhan benarkan Jokowi bertemu Prabowo di Kertanegara
Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin membenarkan Presiden RI ke-7 Joko Widodo bertemu dengan Presiden RI Prabowo Subianto di kediaman Kepala Negara di Jalan Kertanegara IV, Jakarta Selatan, Sabtu. Selengkapnya di sini
Pewarta: Tiara Hana Pratiwi
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

