Tag: Bima Sakti

  • Di Blok M, Makmur Jaya Bongkar Resep 3 Menu Eksklusif ala Luar Angkasa

    Di Blok M, Makmur Jaya Bongkar Resep 3 Menu Eksklusif ala Luar Angkasa

    Jakarta:  Makmur Jaya Coffee Roaster memberi kejutan di barisan sajian berbagai jenama minuman yang hadir dalam The Experience Bar: Omakase-Style Journey yang eksklusif dan unik di Toffin Booth Camp (TBC) di Blok M Hub, Jakarta 27-30 November 2025. Tak sekadar menyajikan minuman kopi biasa, Makmur Jaya tampil dengan tiga menu ajaibnya yang menunya belum pernah disajikan di tokonya.

    Tiga minuman tersebut dikemas dalam konsep Outerspace, dengan tiga minuman ajaib Nebula Fusion, The Milky Way, dan Interstellar. Di mana ketiganya menyimpan konsep filosofis mendalam yang menggambarkan tiga masa, yakni masa lalu, masa kini, dan masa depan.

    Makmur Jaya menjelaskan alasan di balik pembagian konsep menu yang unik ini. “Kami ingin menghadirkan pengalaman yang lebih dari sekadar rasa. Tiga konsep ini mewakili perjalanan kami,” ujar perwakilan Makmur Jaya.
    1. Nebula Fusion “Baru Lahir”
    Konsep menu pertama dinamai Nebula Fusion yang bermakna “Baru Lahir” atau “Masa Lalu”. Menu ini merepresentasikan awal mula lahirnya Makmur Jaya.  Menghadirkan “Jenny” sebagai fondasi hasil perpaduan 70% Ethiopia Konga Full Wash dan 30% Columbia Jairo Archila Honey Yeast Lechi Co-fermentation yang menjadi ciri khas Makmur Jaya.

    Pada menu pertama ini, Jenny diracik dengan susu dan coklat, yang menjadikan Dua minuman andalan yang menjadi favorit sejak awal adalah Es Kopi Susu dan Es Coklat Java. “Ini adalah fondasi dan kenangan pertama kami,” tambahnya.
    2. Masa Kini: “The Milky Way”
    Konsep kedua, “The Milky Way”, melambangkan masa sekarang. Nama ini terinspirasi dari galaksi Bima Sakti tempat manusia berada. “Di tengah galaksi ada black hole. Ibaratkan black hole ini adalah espresso yang menjadi pusat minuman kami. Sedangkan bintang-bintang yang berputar di sekitarnya adalah susu yang kami gunakan. Dari sanalah nama The Milky Way lahir,” paparnya.

    Menu ini pun merupakan representasi dari kekuatan dan keseimbangan yang ada di masa kini.

    The Milky Way. Foto: Medcom/Citra Larasati

    3. Masa Depan: “Interstellar”
    Konsep ketiga adalah “Interstellar”, yang berarti ruang di antara bintang-bintang. Konsep ini mewakili masa depan. Minuman dalam menu ini memiliki lapisan (layer) antara espresso dan clarified milk, yang diibaratkan seperti dua galaksi berbeda, Galaksi A dan Galaksi B yang bertemu dalam satu wadah.

    “Seperti dalam film Interstellar, di mana ada perbedaan waktu dan lompatan ke masa depan. Ini melambangkan bagaimana Kopi Jenny akan berkembang ke depannya. Masa depan seperti apa? Kami belum tahu, tapi kami terus berinovasi,” jelasnya.

    Proses meracik Interstellar. Foto: Medcom/Citra Larasati

    Proses Kreasi dan Rasa yang Unik
    Di balik ketiga konsep tersebut, proses research and development (R&D) dilakukan dengan serius. Untuk menciptakan menu The Milky Way, tim Makmur Jaya melakukan trial and error selama sekitar satu bulan.

    Pemilihan biji kopi pun tidak main-main. “Sebenarnya pemilik kami sudah mengembangkan ide ini sebelum kompetisi. Tapi untuk espresso-nya, kami mencari yang paling pas. Akhirnya kami memilih campuran 70 persen Ethiopia,” ujar perwakilan Makmur Jaya.

    Biji kopi andalan mereka memiliki nama khusus. Untuk produk kaleng, mereka menggunakan nama “Jenny”. Sementara untuk sajian di store, beberapa bulan lalu mereka meluncurkan “Nexus Blend”, yang merupakan perpaduan 70% Ethiopia Konga Full Wash dan 30% Columbia Jairo Archila Honey Yeast Lechi Co-fermentation.

    “Singkatnya, dari Jenny sampai Nexus Blend, ini adalah perjalanan rasa dan cerita kami,” tutupnya.

    Dengan tiga konsep yang dalam, Kopi Jenny dari Makmur Jaya mengajak pelanggannya untuk menikmati lebih dari sekadar secangkir kopi, tapi juga sebuah narasi tentang waktu, ruang, dan eksplorasi rasa tanpa batas.
    Toffin Booth Camp 2025
    Toffin Booth Camp sendiri merupakan sebuah festival Food & Beverage (F&B) yang mengusung konsep experience bar, kolaborasi, dan pop-up market dalam satu rangkaian acara. Festival ini berlangsung pada 27–30 November 2025 di Blok M Hub, Jakarta.

    Menghadirkan lebih dari top 40 brand F and B dan 10 brand lifestyle, membuat Toffin Booth Camp menjadi ruang kolaboratif yang merayakan kreativitas, inovasi, serta perkembangan gaya hidup kuliner Indonesia dengan mempertemukan para brand, kreator, dan inovator lokal dalam satu tempat.  Merek seperti Gigi Susu, Roti Macan, Makmur Jaya Coffee Roasters, Bali Boozy, Kibo x Warung SCI, Secondfloor, Knots, Braud, Kissa, Crio, Wone Café menjadi line-up yang ditunggu-tunggu di TBC kali ini.

    Ario Fajar, Vice President of Marketing PT Toffin Indonesia, menjelaskan bahwa konsep TBC tahun ini hadir dengan pendekatan yang berbeda. Jika sebelumnya TBC berbentuk workshop, pada 2025 pihaknya mengembangkan konsep acara menjadi sebuah festival yang lebih besar, menghubungkan konsumen dengan pelaku bisnis dalam bentuk menu kolaborasi.

    “Tahun ini adalah tahun kolaborasi, di mana Toffin sebagai pemimpin pasar mengambil peran sebagai penggerak sekaligus wadah bagi brand untuk berinovasi bersama dan mendorong kemajuan ekosistem F&B di Indonesia,” ujar Ario.

    The Experience Bar: Omakase-Style Journey yang Eksklusif dan Unik Experience Bar di Toffin Booth Camp hadir sebagai ruang eksplorasi rasa yang tidak bisa ditemukan di tempat lain. Di sini, para pengunjung diajak masuk ke dunia omakase menu singkat yang dikurasi langsung oleh brand-brand terbaik di industri F&B. Setiap sesi menghadirkan perjalanan rasa selama 90 menit, lengkap dengan 2-4 hidangan eksklusif yang diracik khusus untuk festival ini.

    Dengan kapasitas hanya 18-20 orang per sesi, Experience Bar memberikan pengalaman intim, personal, dan premium, sebuah kesempatan langka untuk berinteraksi langsung dengan kreator, chef, dan barista di balik brand favorit. Pengunjung bisa melihat proses, mendengar cerita, dan merasakan kolaborasi nyata antara Toffin dan para pelaku industri F&B yang sama-sama ingin mendorong inovasi.

    Owner Gigi Susu, Budianto Basari menambahkan, Toffin Booth Camp jadi momen untuk membuka wawasan dan belajar hal yang bisa langsung dipakai di kafe. Sebagai merek yang masih berkembang, pengalaman seperti ini akan meningkatkan kemampuan pegawai. “Pada akhirnya, tujuan kami simpel, bikin semua orang yang datang ke Gigi Susu merasa dapat rasa yang konsisten dan vibe yang hangat. TBC ini jadi reminder kalau proses belajar nggak pernah berhenti, dan justru itu yang bikin perjalanan ini seru,” katanya.

    Pop-Up Market: 50 Brand Ternama dalam Satu Destinasi Selain Experience Bar, TBC 2025 menghadirkan Area Pop-Up Market yang mempertemukan lebih dari 40 brand F&B dan 10 brand lifestyle. Di sini, pengunjung bisa menikmati sajian dari para Top Brands seperti Knots, Braud, Kissa, Mamitoko, Kibo, dan Crio juga Local Brands seperti Blue Doors, Atomic, Lull BakeHouse, Taralle, UD Jaya, HATS, dan masih banyak lagi.

    Head of Alternative Trade Channel Frisian Flag Indonesia, Munkadir Winata, menambahkan, pihaknya sangat antusias dapat menjadi bagian dari Toffin Boothcamp (TBC) 2025 sebagai official milk sponsor. TBC menjadi ruang kolaborasi penting bagi Frisian Flag Indonesia dan para pelaku industri F&B untuk menghadirkan solusi sajian nikmat berbasis produk susu bagi konsumen Indonesia.

    “Di TBC 2025, kami membawa berbagai activation menarik, mulai dari menu demo, Bar Take Over, hingga Latte Art Show bersama Bryan Masga, Pemenang Indonesia Latte Art Championship 2025. Kami juga menghadirkan penawaran terbaik bagi komunitas F&B serta seluruh pengunjung TBC 2025.” ucap Mundakir.

    Pengunjung dapat menikmati beragam pilihan menu, mulai dari kopi, matcha, teh, cocktail, mocktail, es krim, pastry, bakery, cake, hingga burger dan banyak sajian lainnya. Tidak hanya menawarkan pengalaman rasa yang lengkap, acara ini juga memberikan keuntungan ekstra bagi pengunjung. Bank BCA menghadirkan cashback 20% untuk setiap transaksi minimal Rp100 ribu.

    Tidak hanya itu, TBC 2025 juga menghadirkan sebuah panggung yang akan diisi dengan berbagai kegiatan menarik, mulai dari mini workshop seputar kopi dan pastry, hingga hiburan musik akustik, DJ, dan vinyl. Untuk informasi lebih lengkap mengenai Toffin Booth Camp, kunjungi laman resmi di toffin.id/toffin-boothcamp-2025 atau Instagram @toffin.id. Toffin Indonesia.

    Toffin merupakan penyedia solusi bisnis food and beverage terdepan di Indonesia yang menghadirkan beragam produk, layanan, dan inovasi untuk mendukung pertumbuhan industri F&B. Toffin merupakan distributor resmi lebih dari 30 bland global seperti Victoria Arduino, Nuova Simonelli, Hario, BWT, dan masih banyak lagi.

    Jakarta:  Makmur Jaya Coffee Roaster memberi kejutan di barisan sajian berbagai jenama minuman yang hadir dalam The Experience Bar: Omakase-Style Journey yang eksklusif dan unik di Toffin Booth Camp (TBC) di Blok M Hub, Jakarta 27-30 November 2025. Tak sekadar menyajikan minuman kopi biasa, Makmur Jaya tampil dengan tiga menu ajaibnya yang menunya belum pernah disajikan di tokonya.
     
    Tiga minuman tersebut dikemas dalam konsep Outerspace, dengan tiga minuman ajaib Nebula Fusion, The Milky Way, dan Interstellar. Di mana ketiganya menyimpan konsep filosofis mendalam yang menggambarkan tiga masa, yakni masa lalu, masa kini, dan masa depan.
     
    Makmur Jaya menjelaskan alasan di balik pembagian konsep menu yang unik ini. “Kami ingin menghadirkan pengalaman yang lebih dari sekadar rasa. Tiga konsep ini mewakili perjalanan kami,” ujar perwakilan Makmur Jaya.
    1. Nebula Fusion “Baru Lahir”
    Konsep menu pertama dinamai Nebula Fusion yang bermakna “Baru Lahir” atau “Masa Lalu”. Menu ini merepresentasikan awal mula lahirnya Makmur Jaya.  Menghadirkan “Jenny” sebagai fondasi hasil perpaduan 70% Ethiopia Konga Full Wash dan 30% Columbia Jairo Archila Honey Yeast Lechi Co-fermentation yang menjadi ciri khas Makmur Jaya.

    Pada menu pertama ini, Jenny diracik dengan susu dan coklat, yang menjadikan Dua minuman andalan yang menjadi favorit sejak awal adalah Es Kopi Susu dan Es Coklat Java. “Ini adalah fondasi dan kenangan pertama kami,” tambahnya.

    2. Masa Kini: “The Milky Way”
    Konsep kedua, “The Milky Way”, melambangkan masa sekarang. Nama ini terinspirasi dari galaksi Bima Sakti tempat manusia berada. “Di tengah galaksi ada black hole. Ibaratkan black hole ini adalah espresso yang menjadi pusat minuman kami. Sedangkan bintang-bintang yang berputar di sekitarnya adalah susu yang kami gunakan. Dari sanalah nama The Milky Way lahir,” paparnya.
     
    Menu ini pun merupakan representasi dari kekuatan dan keseimbangan yang ada di masa kini.
     

    The Milky Way. Foto: Medcom/Citra Larasati

    3. Masa Depan: “Interstellar”
    Konsep ketiga adalah “Interstellar”, yang berarti ruang di antara bintang-bintang. Konsep ini mewakili masa depan. Minuman dalam menu ini memiliki lapisan (layer) antara espresso dan clarified milk, yang diibaratkan seperti dua galaksi berbeda, Galaksi A dan Galaksi B yang bertemu dalam satu wadah.
     
    “Seperti dalam film Interstellar, di mana ada perbedaan waktu dan lompatan ke masa depan. Ini melambangkan bagaimana Kopi Jenny akan berkembang ke depannya. Masa depan seperti apa? Kami belum tahu, tapi kami terus berinovasi,” jelasnya.
     

    Proses meracik Interstellar. Foto: Medcom/Citra Larasati

    Proses Kreasi dan Rasa yang Unik
    Di balik ketiga konsep tersebut, proses research and development (R&D) dilakukan dengan serius. Untuk menciptakan menu The Milky Way, tim Makmur Jaya melakukan trial and error selama sekitar satu bulan.
     
    Pemilihan biji kopi pun tidak main-main. “Sebenarnya pemilik kami sudah mengembangkan ide ini sebelum kompetisi. Tapi untuk espresso-nya, kami mencari yang paling pas. Akhirnya kami memilih campuran 70 persen Ethiopia,” ujar perwakilan Makmur Jaya.
     
    Biji kopi andalan mereka memiliki nama khusus. Untuk produk kaleng, mereka menggunakan nama “Jenny”. Sementara untuk sajian di store, beberapa bulan lalu mereka meluncurkan “Nexus Blend”, yang merupakan perpaduan 70% Ethiopia Konga Full Wash dan 30% Columbia Jairo Archila Honey Yeast Lechi Co-fermentation.
     
    “Singkatnya, dari Jenny sampai Nexus Blend, ini adalah perjalanan rasa dan cerita kami,” tutupnya.
     
    Dengan tiga konsep yang dalam, Kopi Jenny dari Makmur Jaya mengajak pelanggannya untuk menikmati lebih dari sekadar secangkir kopi, tapi juga sebuah narasi tentang waktu, ruang, dan eksplorasi rasa tanpa batas.
    Toffin Booth Camp 2025
    Toffin Booth Camp sendiri merupakan sebuah festival Food & Beverage (F&B) yang mengusung konsep experience bar, kolaborasi, dan pop-up market dalam satu rangkaian acara. Festival ini berlangsung pada 27–30 November 2025 di Blok M Hub, Jakarta.
     
    Menghadirkan lebih dari top 40 brand F and B dan 10 brand lifestyle, membuat Toffin Booth Camp menjadi ruang kolaboratif yang merayakan kreativitas, inovasi, serta perkembangan gaya hidup kuliner Indonesia dengan mempertemukan para brand, kreator, dan inovator lokal dalam satu tempat.  Merek seperti Gigi Susu, Roti Macan, Makmur Jaya Coffee Roasters, Bali Boozy, Kibo x Warung SCI, Secondfloor, Knots, Braud, Kissa, Crio, Wone Café menjadi line-up yang ditunggu-tunggu di TBC kali ini.
     
    Ario Fajar, Vice President of Marketing PT Toffin Indonesia, menjelaskan bahwa konsep TBC tahun ini hadir dengan pendekatan yang berbeda. Jika sebelumnya TBC berbentuk workshop, pada 2025 pihaknya mengembangkan konsep acara menjadi sebuah festival yang lebih besar, menghubungkan konsumen dengan pelaku bisnis dalam bentuk menu kolaborasi.
     
    “Tahun ini adalah tahun kolaborasi, di mana Toffin sebagai pemimpin pasar mengambil peran sebagai penggerak sekaligus wadah bagi brand untuk berinovasi bersama dan mendorong kemajuan ekosistem F&B di Indonesia,” ujar Ario.
     
    The Experience Bar: Omakase-Style Journey yang Eksklusif dan Unik Experience Bar di Toffin Booth Camp hadir sebagai ruang eksplorasi rasa yang tidak bisa ditemukan di tempat lain. Di sini, para pengunjung diajak masuk ke dunia omakase menu singkat yang dikurasi langsung oleh brand-brand terbaik di industri F&B. Setiap sesi menghadirkan perjalanan rasa selama 90 menit, lengkap dengan 2-4 hidangan eksklusif yang diracik khusus untuk festival ini.
     
    Dengan kapasitas hanya 18-20 orang per sesi, Experience Bar memberikan pengalaman intim, personal, dan premium, sebuah kesempatan langka untuk berinteraksi langsung dengan kreator, chef, dan barista di balik brand favorit. Pengunjung bisa melihat proses, mendengar cerita, dan merasakan kolaborasi nyata antara Toffin dan para pelaku industri F&B yang sama-sama ingin mendorong inovasi.
     
    Owner Gigi Susu, Budianto Basari menambahkan, Toffin Booth Camp jadi momen untuk membuka wawasan dan belajar hal yang bisa langsung dipakai di kafe. Sebagai merek yang masih berkembang, pengalaman seperti ini akan meningkatkan kemampuan pegawai. “Pada akhirnya, tujuan kami simpel, bikin semua orang yang datang ke Gigi Susu merasa dapat rasa yang konsisten dan vibe yang hangat. TBC ini jadi reminder kalau proses belajar nggak pernah berhenti, dan justru itu yang bikin perjalanan ini seru,” katanya.
     
    Pop-Up Market: 50 Brand Ternama dalam Satu Destinasi Selain Experience Bar, TBC 2025 menghadirkan Area Pop-Up Market yang mempertemukan lebih dari 40 brand F&B dan 10 brand lifestyle. Di sini, pengunjung bisa menikmati sajian dari para Top Brands seperti Knots, Braud, Kissa, Mamitoko, Kibo, dan Crio juga Local Brands seperti Blue Doors, Atomic, Lull BakeHouse, Taralle, UD Jaya, HATS, dan masih banyak lagi.
     
    Head of Alternative Trade Channel Frisian Flag Indonesia, Munkadir Winata, menambahkan, pihaknya sangat antusias dapat menjadi bagian dari Toffin Boothcamp (TBC) 2025 sebagai official milk sponsor. TBC menjadi ruang kolaborasi penting bagi Frisian Flag Indonesia dan para pelaku industri F&B untuk menghadirkan solusi sajian nikmat berbasis produk susu bagi konsumen Indonesia.
     
    “Di TBC 2025, kami membawa berbagai activation menarik, mulai dari menu demo, Bar Take Over, hingga Latte Art Show bersama Bryan Masga, Pemenang Indonesia Latte Art Championship 2025. Kami juga menghadirkan penawaran terbaik bagi komunitas F&B serta seluruh pengunjung TBC 2025.” ucap Mundakir.
     
    Pengunjung dapat menikmati beragam pilihan menu, mulai dari kopi, matcha, teh, cocktail, mocktail, es krim, pastry, bakery, cake, hingga burger dan banyak sajian lainnya. Tidak hanya menawarkan pengalaman rasa yang lengkap, acara ini juga memberikan keuntungan ekstra bagi pengunjung. Bank BCA menghadirkan cashback 20% untuk setiap transaksi minimal Rp100 ribu.
     
    Tidak hanya itu, TBC 2025 juga menghadirkan sebuah panggung yang akan diisi dengan berbagai kegiatan menarik, mulai dari mini workshop seputar kopi dan pastry, hingga hiburan musik akustik, DJ, dan vinyl. Untuk informasi lebih lengkap mengenai Toffin Booth Camp, kunjungi laman resmi di toffin.id/toffin-boothcamp-2025 atau Instagram @toffin.id. Toffin Indonesia.
     
    Toffin merupakan penyedia solusi bisnis food and beverage terdepan di Indonesia yang menghadirkan beragam produk, layanan, dan inovasi untuk mendukung pertumbuhan industri F&B. Toffin merupakan distributor resmi lebih dari 30 bland global seperti Victoria Arduino, Nuova Simonelli, Hario, BWT, dan masih banyak lagi.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News


    Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id

    (CEU)

  • Astronom Deteksi Sinyal Radio Pertama dari Komet Antar Bintang 3I/ATLAS, Alien?

    Astronom Deteksi Sinyal Radio Pertama dari Komet Antar Bintang 3I/ATLAS, Alien?

    GELORA.CO – Para astronom baru saja mendeteksi sinyal radio pertama yang berasal dari komet antar bintang 3I/ATLAS, tepat ketika benda langit itu melintasi separuh perjalanannya menembus tata surya. Penemuan ini mungkin terdengar seperti bukti bahwa komet tersebut berasal dari peradaban alien, tapi kenyataannya justru sebaliknya.

    3I/ATLAS merupakan objek antar bintang (interstellar object/ISO) ketiga yang pernah melintas di sekitar Bumi. Komet ini pertama kali terlihat pada awal Juli lalu, melaju ke arah Matahari dengan kecepatan lebih dari 210.000 kilometer per jam, meski belakangan ditemukan bahwa pengamatannya sudah terekam sejak Mei.

    Sebagian besar ilmuwan sepakat bahwa 3I/ATLAS memang sebuah komet alami, kemungkinan besar yang tertua yang pernah terdeteksi. Ia diyakini berasal dari sistem bintang asing di pinggiran galaksi Bima Sakti, dan telah terlempar ke luar sekitar 7 miliar tahun lalu.

    Meski begitu, sekelompok kecil peneliti yang dipimpin oleh astrofisikawan Harvard sekaligus pemburu alien ternama, Avi Loeb, berspekulasi bahwa komet itu sebenarnya pesawat luar angkasa buatan makhluk cerdas. Teori tanpa bukti itu pun menyebar luas, menimbulkan berbagai cerita sensasional yang justru mengaburkan riset ilmiah sebenarnya. Fenomena serupa juga pernah terjadi pada ISO pertama yang ditemukan, Oumuamua, yang juga sempat diklaim Loeb sebagai kapal induk alien.

    Maka ketika para astronom di teleskop radio MeerKAT, Afrika Selatan, mengumumkan deteksi sinyal radio dari 3I/ATLAS, para pendukung teori Loeb pun sontak bersemangat. Mereka berharap temuan ini akan menjadi bukti adanya transmisi alien tersembunyi, apalagi sinyal itu muncul bertepatan dengan momen perihelion, titik terdekat komet ke Matahari, pada 29 Oktober lalu.

    Sayangnya, bagi para pemburu UFO, sinyal itu bukan berasal dari teknologi alien. Menurut analisis ilmiah, pancaran tersebut disebabkan oleh penyerapan gelombang radio pada panjang gelombang tertentu yang berkaitan dengan keberadaan radikal hidroksil (OH) di komanya, lapisan gas yang menyelimuti inti komet.

    Radikal hidroksil ini terbentuk dari pemecahan molekul air yang terlepas dari inti komet melalui proses alami bernama outgassing, yakni sebuah tanda klasik dari aktivitas komet yang sehat, sebagaimana dijelaskan dalam studi tahun 2016.

    Ini juga bukan pertama kalinya air terdeteksi di 3I/ATLAS. Pada awal Oktober lalu, ilmuwan NASA bahkan menemukan bahwa komet itu memuntahkan air seperti selang pemadam. Kini, pengamatan terbaru menunjukkan bahwa air tersebut kemudian terurai akibat radiasi Matahari, seperti yang memang biasa terjadi saat perihelion.

    Avi Loeb sendiri mengakui adanya deteksi radikal hidroksil tersebut lewat unggahan di blog pribadinya yang diikuti lebih dari 100 ribu pembaca. Namun, ia tidak menjelaskan apakah temuan itu menandakan aktivitas komet alami atau sesuatu yang lain.

    Japan released this image of 3i Atlas, meanwhile NASA has been extremely quiet about it. It’s said that it’s because of government fusing issues due to the shutdown, but I’m not buying that. 🤔pic.twitter.com/n7xe8R7AGH

    — AlphaFox (@alphafox) November 12, 2025

    Adapun sinyal radio pertama kali terdeteksi pada 24 Oktober 2025, tak lama setelah 3I/ATLAS sempat menghilang di balik Matahari selama perihelion. Saat itu, komet juga menunjukkan perubahan warna dan peningkatan kecerahan secara tiba-tiba. Setelah kembali muncul awal November, ia tampak seolah kehilangan ekornya meski kemudian terbukti hanya efek optik semata.

    Menariknya, 3I/ATLAS memang memiliki sejumlah sifat aneh yang sempat memicu teori konspirasi, seperti permukaan yang sangat terpapar radiasi, kandungan karbon dioksida berlebih, hingga “anti-ekor” misterius. Namun, seluruh fenomena tersebut telah dijelaskan secara ilmiah dan dipastikan alami oleh komunitas astronom internasional.

    Bahkan, teori lain yang sempat menghebohkan baru-baru ini soal objek antar bintang yang mendekati Bumi pada 11 November 2025 juga terbantahkan. Beberapa rumor menyebut benda itu mungkin “probe” kiriman 3I/ATLAS, tapi klaim itu langsung ditepis, termasuk oleh Loeb sendiri. Objek yang dimaksud, C/2025 V1 (Borisov), ternyata hanyalah komet biasa dari tata surya kita.

    Sementara itu, laporan lain yang mengutip perhitungan Loeb tentang percepatan non-gravitasi 3I/ATLAS sempat menyebut komet itu mungkin meledak akibat kehilangan massa berlebihan. Tapi pengamatan terbaru kembali memastikan, tidak ada ledakan apa pun, dan 3I/ATLAS tetap melanjutkan perjalanannya dengan tenang.

  • Ilmuwan Sebut Alien Tahu Gerak-gerik Manusia di Bumi, Kok Bisa?

    Ilmuwan Sebut Alien Tahu Gerak-gerik Manusia di Bumi, Kok Bisa?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Bukti keberadaan alien masih menjadi tanda tanya besar. Ilmuwan terus mencari bukti jejak kehidupan di luar Bumi, namun belum bisa memastikan 100% keberadaan mereka.

    Kendati demikian, ada kemungkinan bahwa alien sebenarnya sudah mengetahui kehidupan di Bumi. Sebab, berbagai aktivitas manusia, baik secara sengaja maupun tidak, telah meninggalkan jejak yang menunjukkan adanya peradaban maju.

    Menurut laporan BBC, sejauh ini manusia telah berhasil menemukan lebih dari 5.500 planet di galaksi yang sama dengan Bumi. Para astronom memperkirakan masih ada triliunan planet lain di luar galaksi Bima Sakti.

    Meski begitu, hingga kini para peneliti di Bumi belum mendapatkan bukti nyata adanya kehidupan cerdas di planet lain.

    Untuk mencari keberadaan alien, para astronom menggunakan berbagai metode, mulai dari mendeteksi sinyal kimia di atmosfer hingga mencari sinyal teknologi seperti gelombang radio.

    Jika alien di planet lain menggunakan metode yang sama dengan manusia di Bumi, seharusnya mereka sudah lama tahu bahwa ada kehidupan cerdas di Bumi.

    Tanda-tanda kehidupan di Bumi sudah tersiar lama ke seluruh penjuru galaksi. Bahkan, sinyal tersiar lebih intens dan luas pada 1900-an hingga era Perang Dunia II.

    “[Mereka dari zaman Perang Dunia] membutuhkan sinyal yang lebih kuat karena radio yang digunakan oleh masyarakat saat itu tidak memiliki antena radio yang sensitif,” kata Howard Isaacson dari UC Berkeley dikutip dari Futurism, Selasa (11/11/2025).

    Hingga saat ini, gelombang radio masih memancar dari dan ke seluruh penjuru Bumi dalam bentuk sinyal seluler hingga televisi, meskipun lebih sulit terdeteksi. “Stasiun radio tentunya tidak bertujuan mengirim sinyal ke luar angkasa, tetapi ke permukaan Bumi,” kata Thomas Beatty dari University of Wisconsin.

    Manusia juga telah menerbangkan sejumlah wahana ke segala penjuru Tata Surya, bahkan lebih jauh ke wilayah lain di antariksa. Setiap wahana luar angkasa tersebut dilengkapi oleh transmisi gelombang sendiri.

    Menurut Isaacson, misi Voyager paling tidak akan mengirim sinyal ke lebih dari 1.000 bintang pada 2030. “Sinyal yang diterima akan tampak jelas sebagai sinyal buatan,” katanya kepada BBC. Isaacson menambahkan, alien yang tinggal di sekitar yang bintang terdekat dari Bumi sudah punya waktu untuk menerima dan mengirim sinyal balasan dalam 8 tahun ke depan.

    Tidak hanya gelombang radio. Pengamat dari planet lain juga bisa menerka ada kehidupan di Bumi dengan mengamati atmosfer Bumi. Cahaya lampu yang memancarkan sodium juga bisa jadi tanda peradaban yang sudah maju.

    Menrut Paul Rimmer, ahli astrokimia dari University of Cambridge, indikator terbaik dari kehidupan di Bumi adalah oksigen, nitrogen, dan uap air. “Ketiganya adalah indikasi samudra berisi cairan yang stabil.”

    Perlu dicatat, analisa dan hipotesis ini masih membutuhkan penelitian dan eksplorasi lebih lanjut. Kita tunggu saja!

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Ganti Warna 3 Kali dan Berakselerasi Misterius, Komet Antarbintang 3I/ATLAS Ungkap Perilaku Aneh

    Ganti Warna 3 Kali dan Berakselerasi Misterius, Komet Antarbintang 3I/ATLAS Ungkap Perilaku Aneh

    GELORA.CO – Komet antarbintang 3I/ATLAS kemungkinan sedang mengembangkan rona kebiruan setelah mengalami peristiwa pencerahan yang cepat dan tak terduga saat bersembunyi di balik Matahari.

    Ini adalah ketiga kalinya para ahli mencatat potensi perubahan warna komet—tetapi, sejauh ini, tidak ada yang permanen.

    Komet 3I/ATLAS, objek antarbintang ketiga yang diketahui mengunjungi Tata Surya kita, terlihat melesat menuju Matahari dengan kecepatan lebih dari 130.000 mph (210.000 km/jam) pada awal Juli.

    Dikutip Live Science, komet ini berpotensi menjadi yang tertua dari jenisnya yang pernah dilihat dan kemungkinan terlontar dari sistem bintang asalnya, di suatu tempat di perbatasan Bima Sakti, lebih dari 7 miliar tahun lalu.

    Sejak saat itu, ia telah berlayar melalui ruang antarbintang, sebelum membuat pertemuan saat ini dengan Tata Surya kita.

    Selain itu, tim peneliti lain mendeteksi adanya tanda-tanda akselerasi non-gravitasi pada komet saat mendekati titik terdekatnya dengan Matahari (perihelion).

    Objek antarbintang ketiga yang dikonfirmasi ini menjadi sorotan sejak pertama kali ditemukan pada 1 Juli lalu oleh ATLAS (Asteroid Terrestrial-impact Last Alert System).

    Dengan kecepatan dan eksentrisitas yang ekstrem, komet ini dipastikan berasal dari luar Tata Surya, menyusul 1I/’Oumuamua dan 2I/Borisov.

    Misteri Warna Biru dan Percepatan di Balik MatahariKetika 3I/ATLAS mendekati perihelion pada 29 Oktober, komet tersebut terhalang dari pandangan teleskop Bumi.

    Namun, astronom berhasil mengamatinya menggunakan wahana antariksa seperti STEREO, SOHO, dan satelit cuaca GOES-19.

    Hasil observasi ini mengungkap fakta mengejutkan: komet itu mencerah secara signifikan hingga sekitar magnitudo 9.

    “Salah satu temuan utama adalah bahwa fotometri warna menunjukkan komet jauh lebih biru daripada Matahari,” kata peneliti dikutip IFL Science.

    Namun, penyebab pencerahan cepat ini masih menjadi misteri, jauh melebihi laju pencerahan komet Oort cloud yang lebih umum.

    Bersamaan dengan perubahan warna ini, observasi yang dilaporkan oleh Davide Farnoccia, insinyur navigasi di NASA’s Jet Propulsion Laboratory, mengindikasikan bahwa komet tersebut menunjukkan tanda-tanda “non-gravitational acceleration” atau percepatan yang tidak hanya disebabkan oleh gravitasi.

    Avi Loeb, astronom Harvard, menjelaskan bahwa percepatan non-gravitasi ini terukur pada jarak perihelion 3I/ATLAS sebesar 1,36 astronomical units (sekitar 203 juta kilometer).

    Bukan Serangan Alien, Melainkan Perilaku Komet yang Tidak Biasa

    Meskipun fenomena akselerasi non-gravitasi sempat memicu spekulasi liar—termasuk hipotesis alien yang dilontarkan oleh Avi Loeb—hampir semua astronom menolak spekulasi tersebut.

    Percepatan non-gravitasi justru dianggap sebagai bukti lebih lanjut dari perilaku komet yang tidak biasa.

    Akselerasi ini terjadi karena komet mulai mengeluarkan gas (outgassing) secara signifikan saat mendekati Matahari, menyebabkan hilangnya massa.

    Dorongan dari gas yang dikeluarkan inilah yang menghasilkan percepatan tambahan.

    Loeb menjelaskan, jika kecepatan pancaran termal gas komet beberapa ratus meter per detik, komet akan kehilangan sekitar sepersepuluh massanya selama melintasi perihelion.

    “Hilangnya massa yang masif seperti itu harus dapat dideteksi dalam bentuk gumpalan gas besar di sekitar 3I/ATLAS selama bulan-bulan mendatang, November dan Desember 2025,” tulis Loeb dalam unggahan blognya.

    Misteri yang Belum Terpecahkan

    Kabar baiknya, wahana JUICE (European Space Agency) yang sedang menuju Jupiter mungkin dapat mendeteksi hilangnya massa ini selama awal November.

    Tim peneliti yang menggunakan observatorium Matahari menyimpulkan bahwa outgassing yang signifikan kemungkinan telah terjadi, memperkuat bukti perilaku komet yang menarik.

    “Alasan untuk pencerahan cepat 3I yang jauh melebihi laju pencerahan sebagian besar komet Oort cloud pada jarak serupa, masih belum jelas,” tambah tim tersebut.

    Para ilmuwan berspekulasi bahwa percepatan ini mungkin terkait dengan sublimasi air (H2O) yang dihambat oleh pendinginan dari sublimasi karbon dioksida (CO2), yang tetap dominan pada jarak tertentu.

    Karena ini baru objek antarbintang ketiga yang dikonfirmasi, banyak misteri yang masih harus dipecahkan.

    “Tanpa penjelasan fisik yang pasti, prospek perilaku 3I pasca-perihelion tetap tidak pasti,” ungkap kesimpulan tim tersebut.

    “Observasi lanjutan dapat membantu memberikan penjelasan yang lebih definitif untuk perilaku komet.”(*)

  • Komet 3I/ATLAS Terpantau Ganti Warna untuk Ketiga Kalinya

    Komet 3I/ATLAS Terpantau Ganti Warna untuk Ketiga Kalinya

    Jakarta

    Komet antarbintang 3I/ATLAS kemungkinan berubah warna rona kebiruan setelah mengalami pencerahan yang cepat dan tak terduga saat tersembunyi di balik Matahari, demikian menurut hasil pengamatan terbaru.

    Ini adalah ketiga kalinya para ahli mencatat potensi perubahan warna komet. Namun sejauh ini, belum ada yang berhasil. 3I/ATLAS, objek antarbintang ketiga yang diketahui mengunjungi Tata Surya kita, terlihat melesat menuju Matahari dengan kecepatan lebih dari 210 ribu km/jam pada awal Juli.

    Komet ini berpotensi menjadi yang tertua dari jenisnya yang pernah terlihat dan kemungkinan terlempar dari sistem bintang induknya, di suatu tempat di perbatasan Bima Sakti, lebih dari 7 miliar tahun yang lalu. Sejak itu, ia telah melintasi ruang antarbintang, sebelum mencapai titik pertemuannya saat ini dengan Tata Surya kita.

    Setelah mendekati Mars pada awal Oktober, komet antarbintang ini telah menghabiskan beberapa minggu terakhir di sisi berlawanan Matahari dengan Bumi, sehingga sebagian besar tidak dapat diamati dari planet kita, meskipun beberapa pesawat ruang angkasa yang mengorbit masih dapat melihatnya. Namun, kini komet ini mulai terlihat kembali oleh teleskop berbasis Bumi.

    Komet tersebut mencapai titik terdekatnya dengan matahari, yang dikenal sebagai perihelion, pada 29 Oktober, ketika ia sebagian besar tersembunyi dari kita, mencapai jarak minimum 210 juta kilometer dari bintang induk kita, sekitar 1,4 kali lebih jauh dari Matahari daripada Bumi.

    Sehari sebelumnya, dua peneliti yang menganalisis data dari wahana antariksa yang masih dapat melihat 3I/ATLAS mengungkapkan bahwa komet tersebut telah menjadi lebih terang beberapa kali lipat setelah menghilang dari pandangan, yang tidak dapat sepenuhnya dijelaskan oleh kedekatannya dengan Matahari.

    Dalam makalah yang sama, para peneliti juga menulis bahwa komet tersebut tampak jelas lebih biru daripada Matahari. Hal ini mengejutkan mengingat warna ini belum pernah terlihat sebelumnya. Perubahan warna ini kemungkinan besar disebabkan oleh gas tertentu, seperti karbon monoksida atau amonia, yang bocor dari komet. Studi mengenai hal tersebut belum melalui tinjauan sejawat, dan sejauh ini belum ada pengamatan lain yang mengonfirmasi warna biru tersebut.

    Para peneliti mencatat bahwa warna biru komet sangat kontras dengan rona merah awal yang dipancarkan komet selama pengamatan awal Juli, yang kemungkinan besar disebabkan oleh banyaknya debu yang keluar dari permukaannya. Kemudian, pada September, komet tersebut tampak berubah menjadi hijau untuk sementara waktu, kemungkinan karena kandungan dikarbon atau sianida di dalam komanya.

    Namun, perubahan warna ini hanya sementara, dan saat ini belum jelas penyebabnya. Hanya waktu dan pengamatan lanjutan yang akan membuktikan apakah warna baru komet ini akan bertahan.

    Selama beberapa minggu ke depan, komet ini akan semakin terlihat oleh para pengamat bintang di Belahan Bumi Utara saat bergerak ke utara di langit malam. Namun, komet ini tidak akan terlihat dengan mata telanjang, sehingga memerlukan teleskop yang memadai atau teropong bintang untuk bisa melihatnya.

    3I/ATLAS akan mencapai titik terdekatnya dengan planet kita pada 19 Desember, dengan jarak minimal 270 juta km atau sekitar 1,8 kali jarak Bumi-Matahari. Mulai saat itu, para peneliti akan dapat mengamati komet tersebut dengan lebih baik, sehingga mereka dapat mempelajarinya lebih detail. Dua pesawat ruang angkasa ESA juga mungkin akan terbang melintasi ekor panjang komet tersebut sebelum memulai perjalanannya kembali keluar dari Tata Surya.

    Entitas ekstrasurya ini telah menunjukkan beberapa sifat yang tidak biasa sejak pertama kali ditemukan, termasuk kelimpahan karbon dioksida, tingkat kebocoran air yang tinggi, dan ekor yang membingungkan. Para peneliti juga percaya bahwa cangkang esnya mungkin telah berubah akibat pemboman sinar kosmik selama miliaran tahun, yang berpotensi mempersulit pelacakan materi sistem bintang induknya.

    Akibat karakteristik anomali ini, beberapa peneliti secara kontroversial mengusulkan bahwa 3I/ATLAS mungkin merupakan teknologi alien yang disamarkan. Namun, tidak ada bukti kuat yang mendukung teori ini, dan sebagian besar ahli berpendapat bahwa objek tersebut berperilaku persis seperti komet.

    (rns/rns)

  • Diselimuti Kerak Radiasi Kosmis Miliaran Tahun

    Diselimuti Kerak Radiasi Kosmis Miliaran Tahun

    GELORA.CO – Komet Antarbintang 3I/ATLAS, si pendatang dari luar Tata Surya, kini mengungkap rahasia perjalanannya selama miliaran tahun.

    Pengamatan terbaru menggunakan Teleskop Luar Angkasa James Webb (JWST) menunjukkan bahwa komet tersebut memiliki kerak tebal yang teradiasi kosmis, membuat komposisinya tidak lagi mencerminkan material dari sistem bintang asalnya.

    Penelitian ini mengisyaratkan bahwa 3I/ATLAS telah menyerap begitu banyak sinar kosmik galaksi selama perjalanan antarbintangnya melintasi Bima Sakti sehingga mengembangkan kerak teradiasi yang dalam.

    Kerak inilah yang menutupi materi aslinya.

    Karbon Dioksida Ekstrem Akibat Sinar Kosmik

    Menggunakan data JWST dan simulasi komputer, para peneliti menyimpulkan bahwa tingginya kadar karbon dioksida (CO2) pada komet tersebut berasal dari radiasi luar angkasa yang diserap selama perkiraan usia 7 miliar tahunnya.

    Dikutip Live Science, Sinar kosmik galaksi—sejenis radiasi luar angkasa yang terdiri dari partikel berenergi tinggi dari luar Tata Surya—menghantam karbon monoksida (CO) di ruang angkasa, mengubahnya menjadi karbon dioksida (CO2).

    Di dalam Tata Surya kita, heliosfer (gelembung radiasi yang dipancarkan Matahari) melindungi Bumi dan tetangganya dari sebagian besar radiasi kosmik ini.

    Namun, di ruang antarbintang, tempat 3I/ATLAS menghabiskan sebagian besar hidupnya, tidak ada perlindungan seperti itu.

    Romain Maggiolo, penulis utama studi tersebut dan ilmuwan riset di Royal Belgian Institute for Space Aeronomy, menjelaskan dampak jangka panjangnya.

    “Itu sangat lambat, tetapi selama miliaran tahun, itu adalah efek yang sangat kuat,” kata Maggiolo.

    Para penulis studi menyimpulkan bahwa selama miliaran tahun, sinar kosmik telah secara signifikan mengubah keadaan fisik es komet 3I/ATLAS, hingga kedalaman sekitar 15 hingga 20 meter.

    Pergeseran Paradigma Studi Objek Antarbintang

    Temuan ini, yang digambarkan para peneliti sebagai “paradigm shift” (pergeseran paradigma) dalam studi objek antarbintang, menyiratkan bahwa objek seperti 3I/ATLAS sebagian besar terdiri dari materi yang telah diproses oleh sinar kosmik galaksi, daripada materi murni yang merupakan representasi dari lingkungan tempat mereka terbentuk.

    Dengan kata lain, komet 3I/ATLAS kini adalah produk dari perjalanan antarbintangnya, bukan dari tempat asalnya—setidaknya di bagian luarnya.

    3I/ATLAS yang diperkirakan berusia sekitar 3 miliar tahun lebih tua dari Tata Surya kita yang berumur 4,6 miliar tahun, saat ini tengah terbang mengelilingi Matahari.

    Komet itu baru saja mencapai perihelion (titik terdekat dengan bintang kita) pada 29 Oktober lalu.

    Maggiolo mencatat bahwa gas yang dikeluarkan komet sebelum perihelion hanyalah dari cangkang luarnya yang teradiasi.

    Meskipun tidak mungkin, erosi Matahari mungkin cukup kuat untuk membuka materi murni yang terkunci di dalam inti komet.

    “Akan sangat menarik untuk membandingkan pengamatan sebelum perihelion, jadi pengamatan pertama yang kami miliki ketika ia tiba di tata surya, dengan pengamatan yang dilakukan setelah perihelion ketika terjadi beberapa erosi,” kata Maggiolo.

    “Mungkin dengan melihat perbedaan ini, kita bisa mendapatkan beberapa indikasi tentang komposisi awalnya.”

    Para peneliti menyimpulkan bahwa meskipun 3I/ATLAS telah menua dan berubah, komet ini tetap merupakan sumber informasi yang sangat menarik.

  • Polisi tangkap pria yang curi motor dan ponsel pacar di Jaksel

    Polisi tangkap pria yang curi motor dan ponsel pacar di Jaksel

    Jakarta (ANTARA) – Polisi menangkap pria berinisial RA (25) karena diduga mencuri motor dan ponsel milik pacarnya yang tengah tertidur di salah satu hotel di kawasan Pondok Labu, Cilandak, Jakarta Selatan.

    “Unit 5 Resmob berhasil mengamankan pelaku pencurian dengan pemberatan dan atau penipuan,” kata Kanit Resmob Polres Metro Jakarta Selatan AKP Bima Sakti kepada wartawan di Jakarta, Jumat.

    Dia mengatakan korban dan pelaku diketahui sudah saling mengenal selama satu tahun dan menjalin hubungan asmara. Pelaku yang sempat bekerja bersama korban itu kemudian mengundurkan diri dari pekerjaannya.

    Kemudian, kasus itu bermula dari laporan korban yang diterima polisi pada 15 September 2025. Korban melaporkan kehilangan satu unit motor dan satu ponsel saat menginap bersama pelaku di sebuah hotel di kawasan Pondok Labu, Cilandak, pada 3 September 2025.

    “Saat kejadian, pelaku melihat kesempatan ketika korban tertidur sekitar pukul 04.00 WIB pagi. Ia mengambil ponsel dan motor milik korban, lalu kabur,” ujar Bima.

    Setelah itu, diketahui pelaku menjual barang-barang hasil curian tersebut melalui media sosial Facebook dan memperoleh uang sekitar Rp5 juta.

    Uang itu lalu digunakan pelaku untuk pindah ke Yogyakarta selama satu minggu. Namun setelah kehabisan uang dan gagal mendapatkan pekerjaan, pelaku kembali ke Jakarta.

    “Pelaku sempat menghubungi korban melalui pesan langsung di media sosial untuk meminta uang tebusan sebesar Rp1,5 juta dengan janji akan mengembalikan motor korban. Namun setelah uang ditransfer, motor tidak dikembalikan,” ucap Bima.

    Pelaku diamankan di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat, pada Rabu (15/10) malam setelah sempat melarikan diri dan menjual barang hasil curiannya.

    Polisi mengimbau masyarakat agar lebih berhati-hati dalam menjalin hubungan dengan orang baru.

    “Jangan terlalu mudah memberikan kepercayaan, apalagi sampai memberikan hati kepada orang yang salah,” tutur Bima.

    Atas kejadian tersebut, polisi menyita sejumlah barang bukti, yakni satu ponsel milik pelaku, kartu ATM yang digunakan untuk menerima uang hasil penjualan ponsel korban, kartu identitas pelaku, bukti transaksi penjualan, serta uang tunai Rp132 ribu sisa hasil kejahatan.

    Terkait perbuatannya, pelaku dijerat dengan Pasal 363 KUHP tentang pencurian dengan pemberatan dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan, dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara.

    Pewarta: Luthfia Miranda Putri
    Editor: Rr. Cornea Khairany
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Bukti Alien Tahu Kehidupan Manusia di Bumi, Ini Kata Ilmuwan

    Bukti Alien Tahu Kehidupan Manusia di Bumi, Ini Kata Ilmuwan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Ada kemungkinan bahwa alien, telah mengetahui keberadaan kehidupan di Bumi. Sebab, berbagai aktivitas manusia, baik secara sengaja maupun tidak, telah meninggalkan jejak yang menunjukkan adanya peradaban maju.

    Menurut laporan BBC, sejauh ini manusia telah berhasil menemukan lebih dari 5.500 planet di galaksi yang sama dengan Bumi. Para astronom memperkirakan masih ada triliunan planet lain di luar galaksi Bima Sakti.

    Meski begitu, hingga kini para peneliti di Bumi belum mendapatkan bukti nyata adanya kehidupan cerdas di planet lain.

    Untuk mencari keberadaan alien, para astronom menggunakan berbagai metode, mulai dari mendeteksi sinyal kimia di atmosfer hingga mencari sinyal teknologi seperti gelombang radio.

    Jika alien di planet lain menggunakan metode yang sama dengan manusia di Bumi, seharusnya mereka sudah lama tahu bahwa ada kehidupan cerdas di Bumi.

    Tanda-tanda kehidupan di Bumi sudah tersiar lama ke seluruh penjuru galaksi. Bahkan, sinyal tersiar lebih intens dan luas pada 1900-an hingga era Perang Dunia II.

    “[Mereka dari zaman Perang Dunia] membutuhkan sinyal yang lebih kuat karena radio yang digunakan oleh masyarakat saat itu tidak memiliki antena radio yang sensitif,” kata Howard Isaacson dari UC Berkeley dikutip dari Futurism, Jumat (24/10/2025).

    Hingga saat ini, gelombang radio masih memancar dari dan ke seluruh penjuru Bumi dalam bentuk sinyal seluler hingga televisi, meskipun lebih sulit terdeteksi. “Stasiun radio tentunya tidak bertujuan mengirim sinyal ke luar angkasa, tetapi ke permukaan Bumi,” kata Thomas Beatty dari University of Wisconsin.

    Manusia juga telah menerbangkan sejumlah wahana ke segala penjuru Tata Surya, bahkan lebih jauh ke wilayah lain di antariksa. Setiap wahana luar angkasa tersebut dilengkapi oleh transmisi gelombang sendiri.

    Menurut Isaacson, misi Voyager paling tidak akan mengirim sinyal ke lebih dari 1.000 bintang pada 2030. “Sinyal yang diterima akan tampak jelas sebagai sinyal buatan,” katanya kepada BBC. Isaacson menambahkan, alien yang tinggal di sekitar yang bintang terdekat dari Bumi sudah punya waktu untuk menerima dan mengirim sinyal balasan dalam 8 tahun ke depan.

    Tidak hanya gelombang radio. Pengamat dari planet lain juga bisa menerka ada kehidupan di Bumi dengan mengamati atmosfer Bumi. Cahaya lampu yang memancarkan sodium juga bisa jadi tanda peradaban yang sudah maju.

    Menrut Paul Rimmer, ahli astrokimia dari University of Cambridge, indikator terbaik dari kehidupan di Bumi adalah oksigen, nitrogen, dan uap air. “Ketiganya adalah indikasi samudra berisi cairan yang stabil.”

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Gelombang Raksasa Tiba-tiba Muncul di Antariksa, Ilmuwan Bingung

    Gelombang Raksasa Tiba-tiba Muncul di Antariksa, Ilmuwan Bingung

    Jakarta, CNBC Indonesia – Peneliti mengidentifikasi gelombang raksasa yang bergerak melintasi Galaksi Bima Sakti. Hal ini memengaruhi bintang-bintang yang berjarak puluhan ribu tahun cahaya dari Matahari.

    Sebagai informasi, para astronom selama ini telah mengetahui bahwa bintang-bintang mengorbit ke inti Bima Sakti. Teleskop Gaia telah melacak kecepatan dan lintasannya secara akurat.

    Sejak 1950-an, para ilmuwan menyadari bahwa cakram galaksi tidak datar, melainkan melengkung. Kemudian pada 2020, Gaia menemukan bahwa cakram melengkung ini berosilasi pelan-pelan seiring waktu. Gerakannya mirip dengan gasing yang berputar.

    Terbaru, para peneliti mengidentifikasi adanya gelombang raksasa yang melintasi Bima Sakti. Fenomena ini seperti batu yang dijatuhkan ke dalam kolam, yang riak-riaknya menyebar ke luar.

    Bedanya, riak-riak gelombang raksasa di lintasan Galaksi Bima Sakti terdiri dari bintang-bintang, bukan air. Gerakannya membentang hingga ke wilayah terluar galaksi.

    Meskipun tidak ada wahana antariksa yang dapat menjelajah ke luar galaksi, pengukuran Gaia yang luar biasa presisi memungkinkan para ilmuwan membangun tampilan Bima Sakti dari atas ke bawah dan dari tepi.

    Pemetaan itu mengungkap bahwa gelombang tersebut meluas ke bagian cakram yang luas, memengaruhi bintang-bintang yang terletak sekitar 30.000 hingga 65.000 tahun cahaya dari pusat galaksi.

    Sebagai informasi, Bima Sakti sendiri berukuran sekitar 100.000 tahun cahaya.

    “Yang membuat hal ini makin menarik adalah kemampuan kita, berkat Gaia, untuk juga mengukur gerak bintang-bintang di dalam cakram galaksi,” kata Eloisa Poggio, seorang astronom di Istituto Nazionale di Astrofisica (INAF) di Italia, dan memimpin tim ilmuwan yang menemukan gelombang tersebut, dikutip dari Science Daily, Rabu (22/10/2025).

    “Bagian yang menarik bukan hanya tampilan visual struktur gelombang dalam ruang 3D, tetapi juga perilakunya yang seperti gelombang ketika kita menganalisis gerakan bintang-bintang di dalamnya,” ia menambahkan.

    Poggio membandingkan fenomena ini dengan kerumunan penonton di stadion yang sedang melakukan aksi gerakan gelombang. Jika diperhatikan momen tersebut, beberapa orang akan berdiri tegak, lalu yang lain akan langsung duduk setelah gelombang berlalu.

    Kemudian beberapa akan segera berdiri saat gelombang mendekat. Skala waktu galaksi jauh lebih panjang, tetapi prinsipnya serupa.

    Poggio dan timnya mendeteksi gerakan luar biasa ini dengan mempelajari bintang-bintang raksasa muda dan bintang-bintang Cepheid secara saksama, yang keduanya memiliki kecerahan yang bervariasi dengan cara yang dapat diprediksi sehingga mudah diamati oleh Gaia dari jarak yang jauh.

    Karena bintang-bintang ini tampaknya bergerak bersama gelombang, para peneliti menduga bahwa gas di cakram galaksi mungkin juga ikut serta dalam gerakan skala besar ini.

    Bintang yang baru terbentuk dapat menyimpan informasi dari gas tempat mereka dilahirkan, melestarikan semacam “ingatan” gelombang.

    Penyebab osilasi galaksi yang sangat besar ini masih belum pasti. Salah satu kemungkinannya adalah Bima Sakti pernah mengalami pertemuan atau tabrakan dengan galaksi katai yang lebih kecil, tetapi analisis lebih lanjut diperlukan untuk mengonfirmasi hal ini.

    Gelombang raksasa yang baru ditemukan ini mungkin juga memiliki kaitan dengan struktur bergelombang yang lebih kecil yang dikenal sebagai Gelombang Radcliffe, yang terletak sekitar 500 tahun cahaya dari Matahari dan membentang sekitar 9.000 tahun cahaya.

    “Namun, Gelombang Radcliffe adalah filamen yang jauh lebih kecil, dan terletak di bagian cakram galaksi yang berbeda dibandingkan dengan gelombang yang kami teliti. Posisinya jauh lebih dekat ke Matahari daripada gelombang besar. Kedua gelombang ini mungkin terkait atau mungkin juga tidak. Itulah sebabnya kami ingin melakukan penelitian lebih lanjut,” tambah Eloisa.

    Ilmuwan Proyek Gaia di ESA, Johannes Sahlmann, mengatakan rilis data keempat dari Gaia yang akan dibagikan selanjutnya akan mencakup posisi dan pergerakan bintang-bintang Bima Sakti yang lebih baik, termasuk bintang variabel seperti Cepheid.

    “Ini akan membantu para ilmuwan membuat peta yang lebih baik lagi, dan dengan demikian memajukan pemahaman kita tentang fitur-fitur karakteristik ini di galaksi asal kita,” ujarnya.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Kiamat Makin Dekat, Ilmuwan Jepang Hitung Tanggalnya

    Kiamat Makin Dekat, Ilmuwan Jepang Hitung Tanggalnya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Ilmuwan Jepang memprediksi nasib Bumi tidak akan bertahan selamanya. Mereka bahkan sudah menyebut angka 1.000.002.021 sebagai batas waktu paling lambat untuk berakhirnya kehidupan di planet ini.

    Para peneliti dari Universitas Toho di Jepang menyebutkan bahwa suatu saat Matahari akan mengalami fase akhir kehidupannya dan menghancurkan seluruh kehidupan yang tersisa.

    Pada akhirnya nanti, kata mereka, Matahari akan mengembang menjadi Raksasa Merah dan menelan Merkurius, Venus, dan Bumi. Kendati demikian, Bumi diperkirakan sudah lama punah sebelum itu.

    Hal ini diperkirakan akan terjadi sekitar lima miliar tahun lagi ketika bintang tersebut selesai membakar hidrogennya, yang memaksa lapisan luar mengembang dan memakan tiga planet bagian dalam dan Bulan.

    Namun, para peneliti percaya tidak akan ada orang yang melihatnya karena, pada saat tahun satu miliar, kondisi di Bumi sudah terlalu buruk untuk mendukung kehidupan.

    Energi termal dari Matahari akan menghancurkan organisme di planet ini dengan panas yang mematikan dan lontaran massa koronal, serta pelepasan sinar gamma yang sangat radioaktif.

    Dua yang terakhir sudah terjadi melalui Suar Matahari, yang jika menghantam Bumi dapat mengganggu komunikasi radio, operasi satelit, dan sistem GPS.

    Manusia tidak secara langsung dirugikan oleh atmosfer planet ini, meskipun ini dapat berubah dalam jutaan tahun mendatang tergantung pada tingkat aktivitas matahari dan perubahan iklim.

    Umat manusia mungkin tidak punah saat itu, berdasarkan bagaimana teknologi berkembang. Umat manusia dapat menyebar melintasi bintang-bintang dan mulai menjajah planet-planet lain di galaksi Bima Sakti – dengan Mars sebagian besar diperkirakan menjadi yang pertama dalam agenda.

    Namun, ancaman yang lebih mendesak bukanlah perluasan Matahari. Itu jauh lebih dekat dengan rumah. Perubahan iklim. Peningkatan suhu global berpotensi mengakhiri periode Holosen dan menyebabkan gangguan besar pada pola cuaca di seluruh planet.

    Hal ini dapat menyebabkan lebih banyak bencana alam, serta kerusakan tanaman dan panen, yang menempatkan manusia di bawah tekanan kritis.

    Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan dampak buruk pada kehidupan manusia dapat dimulai paling cepat pada tahun 2030, ketika diyakini akan ada 250.000 lebih banyak kematian daripada biasanya karena penyakit.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]