Tag: Bhima Yudhistira

  • Pemerintah Diminta Perpanjang Insentif Pajak buat UMKM

    Pemerintah Diminta Perpanjang Insentif Pajak buat UMKM

    Jakarta

    Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang kebijakan tarif pajak 0,5% untuk omzet di bawah Rp 4,8 miliar berlaku hingga akhir 2024. Pemerintah diminta untuk memperpanjang fasilitas tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final sebesar 0,5% buat pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

    Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menjelaskan, insentif bagi UMKM ini harusnya diperpanjang. Tak hanya itu, Bhima bahkan mengusulkan agar pemerintah memberikan tarif yang lebih rendah sebagai stimulus kepada para pelaku UMKM agar bisnisnya tetap bisa berjalan.”Jadi bukan hanya PPh 0,5% harus dicegah sehingga tidak naik tahun depan, tapi disarankan PPh UMKM itu diturunkan menjadi 0,1 sampai 0,2% dari omzet,” kata dia, ditulis Minggu (24/11/2024).

    Ia mengungkapkan, pertimbangan berikutnya adalah UMKM membutuhkan stimulus fiskal yang jauh lebih besar karena UMKM akan terkena dampak secara langsung dari kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai tahun depan.

    Selain itu, pertumbuhan kredit UMKM juga tengah melambat. “Jadi perlu dukungan stimulus perpajakannya berpihak kepada UMKM. Yang terpenting UMKM ini patuh dalam membayar pajak, jadi semakin rendah tarifnya dia semakin patuh membayar pajak. Kepatuhan dari sisi UMKM ini akan mendongkrak penerimaan pajak dibandingkan tarifnya dinaikkan,” ujarnya.

    Sebagai motor penggerak perekonomian, Bhima menambahkan, UMKM harus benar-benar mendapatkan perlindungan dari pemerintah. Apalagi dengan serapan 117 juta tenaga kerja atau 97 persen di sektor ini, ia berharap, insentif yang lebih rendah akan memberi kepastian bagi UMKM.”Bukan hanya mencegah PPh UMKM dinaikan di 2025 tapi juga memastikan tarifnya lebih rendah lagi, sehingga serapan tenaga kerja di UMKM bisa meningkat untuk mengompensasi terjadinya PHK di sektor industri padat karya,” kata dia.

    Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto juga mengatakan, sebaiknya insentif ini diperpanjang mengingat UMKM masih memerlukan dukungan insentif fiskal, khususnya UMKM di sektor-sektor yang belum pulih dari Pandemi. Jika dicabut, maka beban UMKM akan bertambah, makin sulit bersaing dengan non UMKM.

    “Insentif ini lebih ke UMKM, kalau ke pembeli/konsumennya ya sebaiknya PPN tidak perlu dinaikkan dulu, tunda sampai ekonomi membaik, tumbuh di sekitar 6%,” tambah Eko.

    Sebelumnya, Kementerian UMKM berencana mengusulkan perpanjangan tarif pajak penghasilan (PPh) 0,5% untuk pelaku usaha mikro kecil dan menengah. Kebijakan perpanjangan PPh 0,5% dianggap penting bagi UMKM dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar supaya tetap mendapatkan insentif pajak yang meringankan beban usaha.

    Menteri UMKM Maman Abdurrahman menyampaikan bahwa pihaknya sedang berdiskusi dengan Kementerian Keuangan yang dipimpin oleh Sri Mulyani untuk memperpanjang insentif pajak ini. Saat ini, aturan tersebut masih berlaku hingga akhir 2024 sesuai dengan PP Nomor 23 Tahun 2018.

    Adapun setelah masa tarif PPh Final berakhir, pelaku usaha dengan omzet hingga Rp4,8 miliar dapat menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). UMKM dengan omzet di atas Rp4,8 miliar atau yang memilih tidak menggunakan NPPN akan dikenakan pajak berdasarkan tarif progresif dengan rincian:

    5% untuk penghasilan kena pajak hingga Rp60 juta15% untuk Rp60 juta-Rp250 juta25% untuk Rp250 juta-Rp500 juta30% untuk Rp500 juta-Rp1 miliar35% untuk lebih dari Rp1 miliar

    (kil/kil)

  • Prabowo Bawa Oleh-oleh Investasi Rp294 Triliun Usai 2 Pekan Keliling China-AS

    Prabowo Bawa Oleh-oleh Investasi Rp294 Triliun Usai 2 Pekan Keliling China-AS

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto memastikan membawa komitmen investasi senilai US$18,57 miliiar atau sekitar Rp294,80 triliun (asumsi kurs Rp15.880 per US$) dari lawatannya ke lima negara dalam 2 pekan terakhir.

    Prabowo menyebut bahwa total komitmen itu melebihi target yang diperkirakan usai melakukan lawatan di ke China, Amerika Serikat, Peru, Brasil, dan Inggris.

    “Agak-agak melebihi [target ya]. Jadi saya pulang bawa komitmen total US$18,5 miliar. Jadi saya kira ini cukup bagus, menunjukkan kepercayaan global terhadap ekonomi Indonesia, ya,” ujar Prabowo usai menghadiri jamuan santap siang yang digelar oleh Wakil Perdana Menteri (PM) Inggris Angela Rayner di Lancaster House, pada Kamis (21/11/2024) waktu setempat, dikutip dari siaran pers. 

    Secara terperinci, komitmen investasi tersebut terdiri atas China sebesar US$10,07 miliar, dari British Petroleum (BP) sebesar US$7 miliar, dan US$1,5 miliar berasal dari CEO Roundtable Forum di Inggris.

    “Total [dari Inggris] mereka sudah commit investasi US$8,5 miliar. US$7 miliar BP, US$1,5 miliar dari beberapa perusahaan lain,” imbuhnya.

    Prabowo menuturkan bahwa agendanya pada Kamis (21/11/2024) menjadi hari yang cukup produktif karena mampu menarik minat investasi.

    Orang nomor satu di Indonesia itu mengaku senang perusahaan-perusahaan besar itu sangat ingin masuk ke Indonesia, apalagi sebagian besar pihak yang tertarik juga sudah beroperasi di Indonesia sejak lama.

    “Prestasi mereka juga cukup baik. Saya kira ini menunjukan optimisme mereka terhadap ekonomi kita. Kepercayaan ini juga di Brasil juga demikian, di Amerika Serikat juga demikian, di China juga demikian. Alhamdulillah, sangat produktif,” tuturnya.

    Lebih lanjut, Prabowo mengungkapkan, dalam CEO Forum, ada sekitar 19 tokoh maupun pemimpin beberapa perusahaan besar yang ditemui.

    “Jadi kita tentunya harus lebih hati-hati, kita tentunya [ingin] pemerintah yang bersih, mereka sangat menghargai iktikad kita,” tandas Prabowo.

    Presiden Prabowo Subianto bertemu dengan sejumlah pemimpin perusahaan di Inggris dalam CEO Rountable Forum, Kamis (21/11/2024)/BPMI Setpres-Muchlis JrPerbesar

    Kendati demikian, pejalanan orang nomor satu di Indonesia itu belum usai, sebab usai dari Inggris Prabowo akan melanjutkan lawatan luar negeri ke titik terakhir, yaitu Abu Dhabi, Uni Emirat Arab pada Sabtu (23/11/2024) dan akan kembali pulang ke Tanah Air pada Minggu (24/11/2024).

    Presiden Ke-8 RI itu mulai bertolak sejak Jumat (8/11/2024) untuk menjalankan misi diplomatik secara maraton ke sejumlah negara di dunia. Kunjungan luar negeri Prabowo itu pun membuahkan sejumlah kesepakatan di bidang ekonomi.

    Apabila diperinci, China menjadi negara dengan komitmen paling tinggi mencapai investasi US$10,07 miliar atau sekitar Rp158 triliun (asumsi kurs Rp15.880). Investasi itu tertuang dalam nota kesepahaman (MoU) antara perusahaan Indonesia dan China.

    Kerja sama itu digagas oleh Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan Komite Tiongkok (KIKT). Kerja sama itu melibatkan 20 perusahaan dari dua negara di bidang manufaktur, kesehatan, hilirisasi, ketahanan pangan, dan keuangan.

    Bahkan, kunjungan Prabowo turut menghasilkan komitmen pemerintah China untuk mendukung pendanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Dukungan pembiayaan itu disampaikan saat Prabowo menemui Presiden China Xi Jinping yang dituangkan dalam nota kesepahaman (MoU) bertajuk Food Supplementaion and School Feeding Programme in Indonesia.

    Menuju ke Amerika Serikat (AS), Indonesia disambut dengan komitmen dari Presiden AS Joe Biden untuk mendukung ketahanan pangan Indonesia melalui pertanian berkelanjutan serta mempromosikan kolaborasi penelitian di titik temu kecerdasan buatan (AI).

    Tak hanya itu, kedua negara juga berkomitmen memperkuat ketahanan pangan Indonesia melalui promosi praktik pengelolaan berkelanjutan untuk perikanan dan akuakultur, serta meningkatkan efektivitas pengelolaan kawasan lindung laut Indonesia sejalan dengan hukum yang berlaku.

    Kunjungan Prabowo ke Negeri Paman Sam juga menghasilkan komitmen RI dan AS untuk memperluas kolaborasi untuk mempercepat transisi energi bersih, termasuk melalui Kemitraan Transisi Energi yang Adil (JETP).

    Kemitraan dengan Indonesia ini juga dilakukan AS dengan ikut membiayai pembangunan satu unit pembangkit listrik tenaga panas bumi (geothermal) dan dua pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Indonesia. Investasi yang disalurkan untuk proyek ini mencapai US$239,5 juta atau setara Rp3,77 triliun (asumsi kurs Rp15.778 per dolar AS).

    Adapun, pembangunan geothermal dan PLTA itu akan dibiayai oleh United States Trade and Development Agency (USTDA) dan US Development Finance Corporation.

    Selain itu, AS juga akan memobilisasi jaringan mini energi terbarukan USTDA. Menurut Biden, nantinya kemitraan ini akan melibatkan publik-swasta dengan Laboratorium Nasional Kementerian Energi Amerika Serikat dalam rangka mencapai Net Zero World Initiative melalui mobilisasi US$6 juta hingga US$10 juta di lima lokasi dan akan memobilisasi hingga US$2 miliar dalam investasi untuk mengubah 500 MW diesel menjadi jaringan mini hibrida energi terbarukan.

    Selain itu, AS juga memberikan hibah sebesar US$275.000 akan membantu beberapa museum Indonesia untuk mengembangkan dan mendigitalkan sistem katalogisasi yang meningkatkan kapasitas kesiapsiagaan darurat mereka.

    Biden melanjutkan bahwa pemerintahannya juga bakal memberikan hibah sebesar US$299.800 untuk membantu mendokumentasikan dan melestarikan bahasa-bahasa lokal Indonesia melalui keterlibatan masyarakat dan platform digital sumber terbuka.  

    Selanjutnya, berlabuh di Peru. Kedua negara berkomitmen untuk menyelesaikan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA) dalam enam bulan ke depan. Prabowo optimistis perjanjian tersebut dapat ditandatangani pada kunjungan Presiden Peru Dina Boluarte ke Indonesia bersama delegasinya.

    Pokok pengaturan umum dalam CEPA meliputi perdagangan barang, perdagangan jasa, dan investasi. Adapun, tujuan masing-masing pengaturan adalah untuk menghapuskan tarif dan menangani hambatan nontarif, menjaga akses pasar dan memastikan kondisi yang kondusif bagi penyedia produk jasa, serta melindungi dan mendorong investasi.

    Brasil menjadi negara ke-4 yang dikunjungi dengan rayu dari orang nomor satu di Indonesia itu agar pengusaha Brasil dapat menyuntikkan modal di program hilirisasi pemerintah Indonesia. Mengingat, pemerintahannya bakal melakukan hilirisasi untuk 26 komoditas di Indonesia. Termasuk, Prabowo juga meminta bantuan Perdana Menteri India (PM) Narendra Modi untuk membantu proses keanggotaan RI di BRICS.

    Keberhasilan komitmen investasi terakhir berhasil diraih dari Inggris dengan besaran mencapai US$8,5 miliar atau sekitar Rp134,94 triliun (asumsi kurs Rp15.880 per US$). Kepala Negara menegaskan bahwa hasil tersebut menunjukkan optimisme para pelaku usaha Inggris terhadap ekonomi Indonesia.

    Harus Gerak Cepat

    Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menekankan agar Prabowo segera bergerak cepat dengan meminta tim ekonominya untuk menindaklanjuti komitmen investasi pasca-kunjungan luar negeri.

  • Pentingnya Stabilitas Kebijakan Hadapi Tantangan Ekonomi Global 2025 – Page 3

    Pentingnya Stabilitas Kebijakan Hadapi Tantangan Ekonomi Global 2025 – Page 3

    Perusahaan layanan jaminan, pajak, konsultasi, dan solusi proses bisnis, Grant Thornton Indonesia ajak terapkan environment, social and good governance (ESG) dalam strategi bisnis.

    Hal itu disampaikan CEO of Grant Thornton Indonesia, Johanna Gani pada acara Media Talkshow dengan tema “Overcoming Economic Challenges and Integrating ESG into Strategic Planning.” 

    “Seiring memasuki tahun 2025 ini, kita dihadapkan pada situasi global yang semakin dinamis dan penuh dalam tantangan. Tekanan inflasi global, pengetatan pasar tenaga kerja di negara-negara maju, dan ketegangan geopolitik di berbagai wilayah dunia, terus mempengaruhi stabilitas perekonomian global, termasuk juga Indonesia,” ujar dia dalam sambutannya pada Kamis (21/11/2024).

    Adapun acara ini menghadirkan Direktur dan Ekonom, Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira Adhinegara dan Assurance Partner, Grant Thornton Indonesia¸ Tagor Sidik Sigiro selaku pembicara.

    Melalui tema yang diangkat tahun ini, Grant Thornton berharap dapat membuka ruang diskusi yang mendalam mengenai tantangan ekonomi secara umum di tahun depan, serta langkah-langkah penting untuk menjaga stabilitas ekonomi di dalam negeri.  

    Johanna juga menambahkan diskusi ini membahas pentingnya memadukan prinsip-prinsip ESG (Environmental, Social, and Governance) ke dalam perencanaan strategis. Langkah ini tidak hanya bertujuan untuk menghadapi tantangan ekonomi tetapi diharapkan dapat mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif.

    “Kami berharap diskusi hari ini akan memberikan wawasan yang bermanfaat bagi kita semua untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi yang ada, serta mendorong pemikiran dan ide-ide inovatif yang dapat kita terapkan untuk membangun Indonesia yang lebih kuat dan berkelanjutan,” tutur Johanna. 

  • CELIOS prediksi ekonomi tumbuh 4,7-4,9 persen pada 2025

    CELIOS prediksi ekonomi tumbuh 4,7-4,9 persen pada 2025

    Jakarta (ANTARA) – Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira Adhinegara memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun depan mencapai 4,7-4,9 persen year-on-year (yoy).

    Angka tersebut lebih rendah dari asumsi dasar ekonomi makro APBN 2025 yang menyepakati target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen.

    “Untuk outlook ekonomi dari segi makro, kami proyeksikan pertumbuhan ekonomi ini berkisar 4,7 sampai dengan 4,9 persen untuk 2025, itu salah satunya dengan asumsi bahwa 10 pungutan baru yang rencananya dimulai tahun depan jadi diimplementasikan,” ucap Bhima Yudhistira Adhinegara di Jakarta, Kamis.

    Pihaknya mencatat bahwa terdapat 10 pungutan baru yang rencananya akan diterapkan pemerintah tahun depan, termasuk PPN 12 persen, dana pensiun wajib, asuransi kendaraan tanggung jawab hukum pihak ketiga (third party liability), Tapera, dan cukai minuman berpemanis dalam kemasan.

    Selain itu, terdapat pula kenaikan iuran BPJS Kesehatan, kenaikan UKT, berakhirnya keringanan PPh UMKM 0,5 persen, kenaikan harga BBM, serta penyesuaian tarif KRL berdasarkan NIK. Ia menilai bahwa pungutan-pungutan baru tersebut dapat mengurangi daya beli masyarakat.

    Bhima menuturkan bahwa selain sejumlah pungutan baru, perlambatan pertumbuhan ekonomi negara-negara mitra dagang utama Indonesia, seperti China, juga memengaruhi pertumbuhan ekonomi domestik pada tahun depan.

    Pergantian kepemimpinan di Amerika Serikat dari Joe Biden dan Donald Trump juga memberikan ketidakpastian terkait kebijakan The Fed yang nantinya akan berdampak pada tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) serta nilai tukar rupiah.

    “Nah ini juga terkait dengan cadangan devisa yang disumbang sektor-sektor berbasis komoditas, karena kalau tahun depan bonanza komoditasnya juga tidak terlalu bisa diandalkan, ini ada implikasi ke sana,” ujarnya.

    Bhima pun meminta pemerintah untuk lebih gencar mendorong investasi masuk ke Indonesia melalui kebijakan yang konkret serta menempatkan modal yang didapatkan tersebut pada sektor yang tepat.

    Ia juga mengingatkan pentingnya menjaga defisit anggaran dengan memprioritaskan implementasi program-program unggulan maupun proyek strategis nasional tertentu yang bisa memberikan dampak positif langsung kepada masyarakat tanpa membebani APBN.

    “Karena kalau defisit anggarannya jadi melebar akibat program pemerintah itu, nanti implikasinya kepada pajak dan juga implikasi pada crowding out effect di sektor pembiayaan utama,” imbuhnya.

    Pewarta: Uyu Septiyati Liman
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2024

  • Rakyat Bak Jatuh Tertimpa Tangga! PHK, Daya Beli Lesu, Eh PPN Naik Jadi 12%

    Rakyat Bak Jatuh Tertimpa Tangga! PHK, Daya Beli Lesu, Eh PPN Naik Jadi 12%

    Jakarta

    Masyarakat Indonesia harus menanggung beban lebih berat jika Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jadi naik 12% di 2025. Terlebih kebijakan itu berlangsung saat pemutusan hubungan kerja (PHK) sedang terjadi di mana-mana dan daya beli lesu.

    “Efek kenaikan PPN 12% akan langsung naikan inflasi umum, berbagai barang akan lebih mahal harganya,” kata Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira kepada detikcom, Selasa (19/11/2024).

    Untuk PHK, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat sebanyak 63 ribu tenaga kerja terkena PHK selama periode Januari-Oktober 2024. Karyawan terdampak tersebut tersebar di sejumlah provinsi, namun terbanyak berada di DKI Jakarta.

    “Pada periode Januari-Oktober 2024 terdapat 63.947 orang tenaga kerja yang ter-PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Tenaga kerja ter-PHK paling banyak terdapat di Provinsi DKI Jakarta yaitu sekitar 22,68 persen dari jumlah tenaga kerja ter-PHK yang dilaporkan,” tulis keterangan dalam situs Satu Data Kemnaker.

    Selain itu, daya beli masyarakat juga lesu. Hal itu ditunjukkan dari data Badan Pusat Statistik (BPS) selama empat kuartal terakhir konsumsi rumah tangga selalu di bawah 5%, di mana pada kuartal III-2024 hanya 4,91%.

    Lesunya daya beli juga ditunjukkan dengan laporan S&P Global yang mencatat PMI Manufaktur Indonesia berada di level 49,2 pada Oktober 2024 atau sama dengan bulan sebelumnya. Kontraksi itu sudah terjadi selama empat bulan berturut-turut.

    Di tengah kondisi itu, pemerintah justru berencana menerapkan kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Hal itu berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    “Jadi kami di sini sudah membahas bersama bapak ibu sekalian (DPR), sudah ada UU-nya, kita perlu menyiapkan agar itu bisa dijalankan, tapi dengan penjelasan yang baik sehingga kita tetap bisa,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (13/11) lalu.

    Sementara, laporan terbaru dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) menunjukkan meskipun kenaikan PPN berpotensi untuk meningkatkan penerimaan negara, kebijakan itu berisiko memperburuk tekanan inflasi.

    “Tarif PPN yang lebih tinggi biasanya mengakibatkan kenaikan harga barang dan jasa secara langsung sehingga meningkatkan biaya hidup secara keseluruhan,” tulis LPEM UI dalam laporannya.

    Efek ini dinilai dapat memberikan tantangan bagi rumah tangga berpenghasilan rendah yang mungkin mengalami penurunan daya beli. Hal itu mengarah pada penurunan pengeluaran dan konsumsi konsumen secara keseluruhan.

    “Efek distribusi dari kenaikan PPN dapat membebani rumah tangga berpenghasilan rendah secara tidak proporsional. Meskipun masyarakat berpenghasilan rendah membelanjakan sebagian kecil dari pendapatan mereka untuk barang dan jasa yang dikenai pajak, pengalaman terbaru di Indonesia menunjukkan bahwa kenaikan biaya hidup akan sangat membebani rumah tangga,” bunyi laporan itu lebih lanjut.

    Akibatnya, kenaikan PPN disebut bisa memperburuk tingkat kemiskinan dan memperlebar kesenjangan sosial, mendorong lebih banyak orang ke bawah garis kemiskinan dan semakin membebani kelompok rentan. Dampaknya terhadap daya saing juga menjadi perhatian, terutama di sektor-sektor seperti pariwisata.

    “Kenaikan tarif PPN dapat menghalangi pengunjung internasional yang menganggap Indonesia kurang hemat biaya dibandingkan dengan negara-negara tetangga yang memiliki tarif pajak yang lebih rendah,” jelasnya.

    (acd/acd)

  • Kenaikan PPN 12 Persen Akan Ancam Pertumbuhan Ekonomi

    Kenaikan PPN 12 Persen Akan Ancam Pertumbuhan Ekonomi

    Jakarta, Beritasatu.com – Ekonom dan Head of Research Group Celios Bhima Yudhistira mengatakan, pemerintah harus memikirkan kembali rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12% karena dapat mengancam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini karena sebagian pertumbuhan ekonomi Tanah Air disumbang dari konsumsi rumah tangga.

    “Pemerintah harus memikirkan kembali rencana kenaikan tarif PPN 12% karena akan mengancam pertumbuhan ekonomi yang disumbang dari konsumsi rumah tangga. Jelas kenaikan tarif PPN bukan solusi menaikkan pendapatan negara,” ucap Bhima kepada Beritasatu.com, Jumat (15/11/2024).

    Ia melanjutkan, jika konsumsi melambat, maka pendapatan negara dari berbagai pajak, termasuk PPN akan berdampak. Ia pun memberikan saran untuk rencana penyesuaian tarif PPN dibatalkan.

    “Kalau bisa dibatalkan, karena menaikkan tarif pajak itu sama saja dengan berburu di kebun binatang alias cara paling tidak kreatif,” ucap Bhima.

    Selain masyarakat, kenaikan PPN ini juga akan berimbas kepada masyarakat, khususnya para pengusaha. Menurut Bhima, kenaikan PPN 12% ini dapat menghambat produktivitas dunia usaha.

    “Imbas lain tentu ke pelaku usaha karena penyesuaian harga akibat naiknya tarif PPN dan kana berimbas ke omzet. Pada akhirnya, akan ada penyesuaian kapasitas produksi hingga jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan menurun. Khawatir tarif PPN naik, bisa jadi PHK di berbagai sektor,” tambah Bhima.

    Ia pun menyarankan agar pemerintah bisa mempertimbangkan pajak kekayaan (wealth tax) yang berpotensi menghasilkan Rp 86 triliun per tahun.

    Kemudian, pajak keuntungan komoditas tak terduga (windfall profit tax) dan penerapan pajak karbon juga bisa menjadi opsi dibandingkan kebijakan PPN 12%.

    “Untuk mendorong rasio pajak, lebih baik memperluas objek pajak, bukan mengutak-atik tarif,” ucap Bhima.

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa rencana kenaikan PPN menjadi 12% pada 1 Januari 2025 akan tetap dilaksanakan sesuai mandat Undang-Undang. Ia menegaskan, pihaknya akan berhati-hati dan memastikan penjelasan yang baik kepada masyarakat.

    “UU sudah ada. Kami perlu mempersiapkan agar kebijakan PPN 12% dapat diterapkan dengan baik,” pungkasnya.

  • Perluasan Objek Pajak Lebih Efektif Dongkrang Pendapatan Negara daripada Menaikkan PPN 12 Persen

    Perluasan Objek Pajak Lebih Efektif Dongkrang Pendapatan Negara daripada Menaikkan PPN 12 Persen

    Jakarta, Beritasatu.com – Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, perluasan objek pajak lebih efektif untuk meningkatkan pendapatan negara daripada menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12%.

    Ia menilai, pemerintah bisa mempertimbangkan pajak kekayaan (wealth tax) yang berpotensi menghasilkan Rp 86 triliun per tahun. Kemudian, pajak keuntungan komoditas tak terduga (windfall profit tax) dan penerapan pajak karbon juga bisa menjadi opsi dibandingkan kebijakan PPN 12 persen.

    “Untuk mendorong rasio pajak, lebih baik memperluas objek pajak, bukan mengutak-atik tarif,” papar Bhima kepada Beritasatu.com, Jumat (15/11/2024).

    Bhima berpendapat bahwa kenaikan tarif PPN di tengah kondisi ekonomi saat ini bukan solusi optimal untuk meningkatkan pendapatan negara.

    Jika tarif PPN naik menjadi 12 persen, hal ini berarti terjadi kenaikan total sebesar 20% dalam empat tahun terakhir, yakni dari 10 persen ke 11 persen lalu ke 12 persen, yang lebih tinggi dari rata-rata kenaikan inflasi tahunan.

    Kenaikan PPN sebesar 12 persen juga dapat berdampak langsung pada inflasi dan menyebabkan kenaikan harga barang, yang dapat mengurangi daya beli masyarakat, terutama bagi kelas menengah yang sudah menghadapi berbagai tekanan, seperti naiknya harga pangan dan sulitnya lapangan kerja.

    Selain itu, Bhima memperingatkan bahwa kebijakan ini berpotensi menurunkan penjualan produk sekunder, seperti elektronik, kendaraan bermotor, dan kosmetik, karena kelompok konsumen utama dari produk ini adalah kelas menengah.

    Dampaknya juga bisa terasa pada pelaku usaha, yang mungkin harus menyesuaikan harga, yang pada akhirnya memengaruhi omzet dan kapasitas produksi, hingga mengurangi kebutuhan tenaga kerja, yang dapat berujung pada risiko PHK di berbagai sektor.

    “Pemerintah perlu mempertimbangkan kembali rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen karena bisa berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang didukung konsumsi rumah tangga,” ungkap Bhima.

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa rencana kenaikan PPN menjadi 12% pada 1 Januari 2025 akan tetap dilaksanakan sesuai mandat Undang-Undang.

    Kesehatan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) menjadi pertimbangan utama dalam hal ini, agar APBN dapat tetap responsif terhadap krisis.

    Namun, Sri Mulyani menegaskan, pihaknya akan berhati-hati dan memastikan penjelasan yang baik kepada masyarakat.

    “UU sudah ada. Kami perlu mempersiapkan agar kebijakan PPN 12 persen dapat diterapkan dengan baik,” pungkasnya.

  • Kenaikan UMR 2025 hingga 10 Persen Kerek Pertumbuhan Ekonomi Nasional

    Kenaikan UMR 2025 hingga 10 Persen Kerek Pertumbuhan Ekonomi Nasional

    Jakarta, Beritasatu.com – Center of Economics and Law Studies (Celios) menyatakan kenaikan UMR atau upah minimum regional 2025 hingga 10% akan mendorong konsumsi nasional. Kenaikan konsumsi tersebut menunjukkan peningkatan daya beli masyarakat sebagai dampak langsung upah yang lebih tinggi.

    “Konsumsi rumah tangga ini dihasilkan dari dampak berganda dari kenaikan konsumsi pekerja. Pelaku UMKM mendapatkan dampak positif dari kenaikan konsumsi pekerja yang lebih besar,” ujar Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira dalam keterangan resmi yang diterima pada Minggu (10/11/2024).

    Dia mengatakan, kenaikan UMR 2025 akan menentukan apakah pertumbuhan ekonom Indonesia mampu tumbuh di atas 5% atau justru semakin mengalami tekanan dan memicu gelombang PHK. Momentum putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sebaiknya dijadikan game changer dalam mendorong permintaan domestik melalui instrumen upah.

    Jika dilihat setelah UU Cipta Kerja berlaku, kenaikan UMR dinilai terlalu rendah sehingga terjadi pelemahan upah riil pekerja. Dampaknya, kemampuan kelas menengah turun dalam menghadapi kenaikan harga barang kebutuhan pokok.  “Ada kaitan antara rendahnya UMR dengan jumlah kelas menengah yang menurun,” kata dia.

    Dia mengatakan, pemerintah dalam 10 tahun terakhir belum pernah menggunakan upah minimum sebagai kebijakan countercylical. Padahal UMR yang lebih baik akan mendorong konsumsi rumah tangga dan menguntungkan pelaku usaha serta pertumbuhan ekonomi.

    Direktur Ekonomi Celios Nailul Huda mengatakan, skenario kenaikan UMR 2025 sekitar 10% akan berkontribusi pada kualitas pertumbuhan ekonomi melalui penurunan angka kemiskinan ke 8,94% dibanding formula sebelumnya hanya berpengaruh sebesar 0,01%.  

    “Pertimbangan beberapa skenario lembaga penelitian sebaiknya dijadikan referensi pemerintah agar tidak mengambil langkah salah dan dapat memperburuk kondisi perekonomian,” kata Huda.

    Dari hasil modelling menunjukkan produk domestik bruto (PDB) akan naik Rp 122,2 triliun apabila kenaikan UMR 2025 sebesar 10% atau lebih tinggi dari formulasi PP 51/2023 yang membatasi alpha. 

    Sebelumnya, Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, pascaputusan MK terkait judicial review Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, serikat buruh meminta adanya formulasi baru dalam penetapan UMR 2025.

    Sebelumnya, pemerintah menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan dalam menetapkan upah minimum. Dengan dicabutnya Pasal 88 ayat (1) dalam Pasal 81 angka 27 UU Cipta Kerja, maka PP Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan tidak berlaku lagi dan tidak dapat dijadikan acuan dalam kenaikan UMR 2025.

    “Kenaikan UMR 2025 diusulkan sebesar inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi, dengan usulan nilai indeks tertentu (α) sebesar 1,0 hingga 2,0,” ucap Said.

  • Upah Minimum Naik 10%, Tingkat Konsumsi Masyarakat Bakal Terdongkrak

    Upah Minimum Naik 10%, Tingkat Konsumsi Masyarakat Bakal Terdongkrak

    Bisnis.com, JAKARTA – Tingkat konsumsi Indonesia diperkirakan meningkat cukup signifikan jika pemerintah bersedia menaikkan upah minimum hingga 10%. Kenaikkan upah juga bakal membuka lapangan pekerjaan serta kenaikan PDB hingga Rp122,2 triliun. 

    Menurut laporan terbaru dari Center of Economic and Law Studies (Celios) berjudul Skenario Kenaikan Upah Minimum terhadap Perekonomian Nasional 2025, kenaikan upah minimum sebesar 10% dapat memberikan dampak positif yang signifikan. 

    Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira menjelaskan menyatakan bahwa rendahnya kenaikan upah minimum pasca UU Cipta Kerja telah melemahkan daya beli pekerja, terutama kelas menengah, yang berimbas pada kemampuan menghadapi kenaikan harga kebutuhan pokok. 

    Dari hasil simulasi yang dilakukan Celios, jika kenaikan upah minimum sebesar 10%, maka efek ke konsumsi rumah tangga secara total diperkirakan bertambah Rp67,23 triliun. Konsumsi rumah tangga ini dihasilkan dari konsumsi pekerja dan dampak berganda yang ditimbulkan dari kenaikan konsumsi. 

    “Pelaku UMKM mendapatkan dampak positif dari kenaikan konsumsi pekerja yang lebih besar,” jelas Bhima dalam keterangan resmi, Sabtu (9/11/2024). 

    Direktur Ekonomi Celios Nailul Huda, menyebut bahwa hasil pemodelan menunjukkan potensi peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) hingga Rp122,2 triliun jika kenaikan upah minimum 2025 sebesar 10% atau lebih tinggi dari formulasi dalam PP 51/2023 yang membatasi “alpha”. 

    Sementara itu, skenario kenaikan yang mengacu pada PP 78/2015 yang menggunakan pertumbuhan ekonomi ditambah inflasi hanya menghasilkan dampak Rp106,3 triliun, sedangkan formulasi PP 51/2023 memberikan dampak lebih kecil, yaitu Rp19,32 triliun.

    Selain mendorong pendapatan tenaga kerja dan pelaku usaha, skenario kenaikan upah minimum sebesar 10% diperkirakan menciptakan hingga 1,19 juta lapangan kerja baru pada 2025, jauh lebih tinggi dibanding formula PP 51/2023 yang hanya mampu menciptakan 188 ribu kesempatan kerja. 

    Surplus usaha juga diprediksi meningkat Rp71,08 triliun sebagai hasil dari perputaran uang dan konsumsi yang lebih tinggi. Huda menambahkan bahwa skenario ini berpotensi menurunkan angka kemiskinan menjadi 8,94%, sementara formula sebelumnya hanya memberikan pengaruh kecil, sekitar 0,01%. 

    Tim Celios menjelaskan kenaikan upah minimum 2025 menjadi krusial dalam menentukan apakah Indonesia mampu mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 5% atau justru menghadapi tekanan konsumsi rumah tangga dan gelombang pemutusan hubungan kerja.

  • Donald Trump Menang Pilpres AS, Ekonomi Indonesia Bakal Amburadul? – Page 3

    Donald Trump Menang Pilpres AS, Ekonomi Indonesia Bakal Amburadul? – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Calon Presiden dari Partai Republik, Donald Trump memenangkan Pemilu Amerika Serikat (AS) 2024 dalam hasil hitungan cepat pada Rabu hingga Kamis ini.

    Kemenangan Donald Trump dalam Pilpres AS menuai ragam respons para ekonom, salah satunya terkait dampak ekonomi dari hasil Pilpres AS terhadap negara-negara di dunia dan mata uang dunia, tak terkecuali rupiah. 

    Rupiah ditutup melemah 84 poin terhadap Dolar AS (USD) pada perdagangan Rabu sore kemarin setelah AS mengumumkan posisi unggul Trump dalam Pilpres 2024. Rupiah kini diperkirakan semakin mendekati level 15.800 per dolar AS.

    Ekonom, sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira memprediksi tren pelemahan nilai tukar rupiah bisa berlanjut, menyusul kemenangan Trump dalam Pilpres AS.

    “Artinya ada proyeksi rupiah berada di atas Rp.16.000 dalam waktu yang singkat, karena Trump effect juga membuat investor menarik dana dari pasar negara berkembang. Misalnya terlihat pada 6 November 2024, net sales atau penjualan bersih saham investor asing itu tembus Rp 1,5 triliun,” kata Bhima kepada Liputan6.com, Kamis (7/11/2024).

    Ia menyebut, hal ini menandakan investor memang lebih banyak keluar dari pasar saham, dan mereka mencari instrumen yang aman, salah satunya Dolar AS.

    “Jadi Dolar AS, kemudian emas batangan itu mengalami kenaikan harga yang cukup signifikan. Inilah mengapa Trump effect menjadi perhatian utama, karena kebijakan proteksionisme, eskalasi perang dagang AS dengan China masih berlanjutnya,” papar Bhima.

    Selain itu, ketika tarif impor di AS meningkat untuk berbagai jenis barang, maka harga komoditas dan permintaan komoditas asal Indonesia ke pasar China ke pasar Amerika berisiko mengalami pelemahan dalam jangka menengah.

    “Paling tidak selama Trump menjabat akan terjadi pelemahan permintaan dari berbagai jenis komoditas, dan juga produk industri dari Indonesia terutama ke pasar 2 negara ini ya China dan Amerika,” imbuhnya.