Tag: Bhima Yudhistira

  • Pimpin Danantara, Rosan Roeslani dan Dony Oskaria Disarankan Jangan Rangkap Jabatan

    Pimpin Danantara, Rosan Roeslani dan Dony Oskaria Disarankan Jangan Rangkap Jabatan

    JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto telah resmi meluncurkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) atau Danantara Indonesia.

    Prabowo juga telah menunjuk Rosan Roeslani sebagai kepala alias Chief Executive Officer (CEO) Danantara, Dony Oskaria sebagai Chief Operating Officer (COO) dan Pandu Sjahrir sebagai Chief Investment Officer (CIO) Danantara.

    “Danantara akan dipimpin oleh Bapak Rosan Roslani, nanti akan dibantu Bapak Dony Oskaria sebagai Holding Operasional dan Bapak Pandu Syahrir yang akan memegang Holding Investasi,” Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi, di Istana Merdeka, Jakarta, Senin, 24 Februari.

    Kemudian, Dewan Pengawas (Dewas) Danantara juga ditunjuk langsung oleh Presiden. Hasan bilang Menteri BUMN, Erick Thohir ditunjuk menjadi Ketua Dewas dan Muliaman Hadad menjadi Wakil Ketua.

    “Ketua Dewan Pengawas yang sudah ditunjuk oleh Presiden adalah Bapak Erick Thohir, dan Wakil Ketua Dewan Pengawas Bapak Mulyamman Hadad,” tutur Hasan.

    Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyarankan agar menteri yang merangkap jabatan sebaiknya mundur dan fokus bekerja di Danantara.

    “Soal menteri rangkap jabatan sebaiknya mundur dan fokus untuk bekerja di Danantara,” ujarnya kepada VOI, Senin, 24 Februari.

    Ia menekankan bahwa rangkap jabatan dapat mengganggu konsentrasi, terutama mengingat banyaknya harapan dari investor dan publik terhadap keberadaan Danantara.

    “Jangan sampai rangkap jabatan menganggu konsentrasi apalagi banyak harapan investor dan publik soal kehadiran Danantara,” tegasnya.

    Untuk diketahui, berdasarkan Pasal 23 UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara mengatur larangan Menteri merangkap jabatan. Dalam rangka meningkatkan profesionalisme, menteri dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, komisaris dan direksi pada perusahaan, dan pimpinan organisasi yang dibiayai dari APBN dan/atau APBD.

    Selain itu, dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 80/PUU-XVII/2019 tentang larangan rangkap jabatan oleh Wakil Menteri.

    Meskipun keputusan MK tersebut belum tercantum dalam UU, namun tetap memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan langsung berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 47 UU No. 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

    Dengan demikian, Presiden Prabowo diharuskan untuk melakukan reshuffle kabinet Kabinet Merah Putih untuk kedua kalinya, setelah sebelumnya melantik Brian Yuliarto sebagai Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, dalam menggantikan Satryo Soemantri Brodjonegoro.

  • Wanti-wanti Ekonom ke Prabowo soal Tata Kelola hingga Calon Bos Danantara

    Wanti-wanti Ekonom ke Prabowo soal Tata Kelola hingga Calon Bos Danantara

    Bisnis.com, JAKARTA – Mimpi lama Sumitro Djojohadikusumo agar Indonesia memiliki Super Holding BUMN sebentar lagi jadi kenyataan saat anaknya, yaitu Presiden Prabowo Subianto, meluncurkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara di Istana Merdeka, pada Senin (24/2/2025) pukul 10.00 WIB.

    Dalam forum internasional bergengsi World Government Summit 2025, Prabowo mengumumkan kesiapan Indonesia meluncurkan Danantara. Dia mengungkapkan bahwa Danantara akan memiliki aset kelolaan lebih dari US$900 miliar atau setara dengan Rp14.725 triliun. 

    Dana tersebut akan digunakan untuk mengembangkan proyek berkelanjutan di sektor energi terbarukan, manufaktur canggih, industri hilir, produksi pangan, dan lainnya.

    “Danantara, yang akan diluncurkan pada 24 Februari ini, akan menginvestasikan sumber daya alam dan aset negara kami ke dalam proyek yang berkelanjutan dan berdampak tinggi di berbagai sektor seperti energi terbarukan, manufaktur canggih, industri hilir, produksi pangan, dan lain-lain,” ujarnya dalam forum itu.

    Prabowo mengatakan bahwa semua proyek tersebut diharapkan akan berkontribusi pada pencapaian target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8%. 

    “Kami tengah mempersiapkan peluncuran Danantara Indonesia, sovereign wealth fund terbaru kami, yang menurut evaluasi awal kami akan mengelola lebih dari US$900 miliar aset dalam pengelolaan (AUM),” katanya.

    Lebih lanjut, orang nomor satu di Indonesia itu pun mengungkapkan bahwa initial funding atau pendanaan awal Danantara diproyeksi mencapai US$20 miliar.

    “Kami berencana untuk memulai sekitar 15 hingga 20 proyek bernilai miliaran dolar, yang akan menciptakan nilai tambah yang signifikan bagi negara kami. Saya sangat yakin, saya sangat optimistis. Indonesia akan maju dengan kecepatan penuh,” pungkas Prabowo.

    Di balik ambisi besar Prabowo, masih banyak pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan agar Danantara tidak menjadi bumerang bagi perekonomian nasional. 

    Kepala Center of Macroeconomics and Finance Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M Rizal Taufikurahman menyoroti sejumlah tantangan utama yang harus diantisipasi oleh pemerintah sebelum Danantara resmi beroperasi.

    Salah satu pekerjaan rumah utama yang harus segera diselesaikan dalam jangka pendek, katanya, yaitu integrasi antar-BUMN, tata kelola, pengawasan, dan manajemen.  Dia mengingatkan bahwa jika tidak dikelola dengan presisi dan ketegasan, skema ini berpotensi menjadi jebakan birokrasi baru yang justru memperlambat kinerja BUMN.

    “Alih-alih menciptakan sinergi, tanpa strategi yang solid, penggabungan ini bisa melahirkan konglomerasi kompleks yang lamban dalam pengambilan keputusan dan sarat dengan kepentingan politik,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (24/2/2025).

    Lebih lanjut, dia menekankan bahwa jika tata kelola tidak profesional dan transparan, maka Danantara bisa berubah menjadi alat sentralisasi kekuasaan atas aset strategis negara yang hanya menguntungkan segelintir elite, bukan kepentingan nasional secara luas.

    Secara konseptual, Danantara menjanjikan efisiensi dan daya saing BUMN serta aset negara yang strategis. Namun, Rizal mengingatkan bahwa dampak negatifnya bisa jauh lebih berbahaya jika tidak dikendalikan dengan disiplin manajerial yang ekstrem.

    “Kehilangan otonomi masing-masing BUMN bisa menjadi bumerang, menyebabkan perusahaan-perusahaan strategis justru kehilangan fleksibilitas dalam pengambilan keputusan bisnis,” imbuhnya.

    Selain itu, resistensi internal terhadap kebijakan super holding juga menjadi tantangan besar. Perusahaan yang selama ini sudah memiliki ekosistem bisnis yang mapan bisa mengalami friksi internal yang dapat merusak stabilitas sektor BUMN secara keseluruhan. 

    Tak hanya itu, Rizal juga memperingatkan bahwa tanpa mekanisme pengawasan yang ketat, Danantara bisa menjadi monopoli yang menekan kompetisi pasar, membunuh inovasi, dan menghambat pertumbuhan sektor swasta. Hal ini akan bertentangan dengan visi awal pembentukannya yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing.

    “Beberapa hal yang dapat menjadi penghambat utama dalam mencapai visi-misi Danantara adalah aspek regulasi dan birokrasi yang masih berbelit. Penggabungan banyak entitas ke dalam satu super holding memerlukan harmonisasi kebijakan yang kompleks, yang jika tidak diselesaikan dengan cepat, justru akan memperlambat efektivitasnya,” tuturnya.

    Belum lagi, kata Rizal, faktor kepemimpinan dan tata kelola menjadi aspek krusial yang tidak boleh diabaikan. Tanpa pemimpin yang memiliki kompetensi tinggi serta pemahaman mendalam terhadap tantangan bisnis global, Danantara bisa gagal mencapai tujuan utamanya.

    Salah satu hal yang juga perlu diperhatikan adalah pengawasan terhadap alokasi anggaran. Jika tidak ditangani dengan baik, alih-alih meningkatkan daya saing, Danantara justru bisa menjadi beban baru bagi kinerja ekonomi nasional.

    “Mekanisme transparansi dan akuntabilitas juga harus diperkuat agar holding ini tidak menjadi alat bagi kelompok tertentu untuk mengonsolidasikan kekuasaan ekonomi tanpa memberikan manfaat nyata bagi negara dan masyarakat,” pungkas Rizal.

    Perbesar

    Hati-Hati Pilih Pimpinan Danantara 

    Di sisi lain, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira Adhinegara melihat bahwa jelang peluncuran Danantara sebagai super investment vehicle, berbagai tantangan tata kelola dan independensi manajemen menjadi sorotan utama.

    Dia menekankan bahwa tata kelola (governance) yang baik harus menjadi prioritas utama agar Danantara dapat menarik kerja sama investasi internasional dan menghindari risiko politik serta korupsi. 

    “Danantara ini sebagai super investment vehicle untuk menarik kerja sama internasional. Pembelajaran dari pengalaman Indonesia Investment Authority (INA-SWF) sebelumnya menunjukkan bahwa tata kelola menjadi hal yang sangat penting. Good Corporate Governance [GCG] dan standar investasi berkelanjutan (ISG) harus dijunjung tinggi agar dapat menarik investasi,” ujarnya kepada Bisnis.

    Bhima menyoroti pentingnya pemilihan board yang lebih didominasi oleh profesional ketimbang figur politik yang ditunjuk oleh pemerintah.

    Menurutnya, proporsi yang tidak seimbang dalam dewan direksi dan komisaris dapat menimbulkan konflik kepentingan dan menurunkan reputasi Danantara di mata investor global.

    “Kami sudah sarankan sejak awal bahwa proporsi board yang berasal dari profesional harus lebih dominan, bukan dari penunjukan pemerintah. Jika board diisi oleh politisi atau mantan pejabat, ini bisa menimbulkan konflik kepentingan yang besar,” tegasnya.

    Lebih lanjut, Bhima mengingatkan bahwa Indonesia sedang dalam proses aksesi ke Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), yang mensyaratkan standar tata kelola perusahaan yang lebih tinggi, termasuk bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan entitas seperti Danantara.

    “Kalau kita ingin menarik investasi dari negara maju, termasuk Sovereign Wealth Fund dari Timur Tengah maupun Norwegia, maka standar tata kelola Danantara harus sesuai dengan standar OECD. Ini adalah peluang sekaligus tantangan bagi pemerintah,” imbuhnya.

    Bhima juga mengingatkan risiko trust issue atau hilangnya kepercayaan investor jika tata kelola Danantara tidak dijaga dengan baik. Hal ini berisiko menurunkan minat kerja sama dari investor strategis, meningkatkan potensi korupsi, dan bahkan merugikan BUMN yang asetnya dikonsolidasikan dalam Danantara.

    “Kalau ada trust issue dalam Danantara, pertama, investor yang tertarik bekerja sama bisa berkurang. Kedua, potensi korupsinya tinggi, apalagi kerugian Danantara tidak dianggap sebagai kerugian negara. Ketiga, ini bisa berdampak langsung pada BUMN yang asetnya masuk ke dalam Danantara,” katanya.

    Selain itu, Bhima menyoroti risiko finansial bagi Danantara jika governance risk tidak dikelola dengan baik. Jika Danantara nantinya menerbitkan surat utang dengan jaminan aset BUMN yang dikelolanya, maka persepsi risiko yang buruk akan berdampak pada imbal hasil yang lebih tinggi bagi investor.

    “Artinya, Danantara harus membayar bunga jauh lebih mahal karena adanya risiko tata kelola. Ini harusnya jadi perhatian utama, bukan malah fokus menjadikan Danantara sebagai alat politik,” ujarnya.

    Bhima menekankan bahwa konsep Danantara sebagai investment vehicle yang lebih baik dari INA-SWF sebenarnya adalah langkah positif. Namun, jika tidak dikawal dengan tata kelola yang ketat dan transparan, ada risiko besar bahwa Danantara justru menjadi mesin politik alih-alih instrumen investasi yang kredibel.

    Dengan potensi besar yang dimiliki, keberhasilan Danantara sangat bergantung pada seberapa baik pemerintah dapat menjaga independensi, transparansi, dan profesionalisme dalam pengelolaannya.

    “Ekspektasi investor terhadap Danantara itu tinggi. Jangan sampai blunder dalam governance membuat kita kehilangan peluang besar untuk menarik investasi global,” pungkas Bhima.

    Calon petinggi BPI Danantara, (dari kiri) Dony Oskaria, Rosan Roeslani, dan Pandu Sjahrir. JIBI/Maria Y. BenyaminPerbesar

    Tata Kelola Danantara Harus Jelas

    Setali tiga uang, Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy dalam waktu dekat, Danantara akan menghadapi sejumlah tugas mendesak yang sangat krusial untuk menentukan fondasi keberhasilannya.  

    Salah satu langkah pertama yang harus diambil adalah membangun kerangka hukum dan tata kelola yang jelas, terutama mengingat peran Danantara yang masih ambigu dalam ekosistem BUMN.  

    Tanpa adanya mandat yang tegas, transparansi yang memadai, serta mekanisme pengawasan yang kuat, risiko tumpang tindih wewenang atau bahkan penyalahgunaan kekuasaan dapat muncul, yang tentu saja akan sangat merugikan.

    “Danantara harus segera memiliki landasan hukum yang kokoh dan tata kelola yang jelas, agar tidak ada celah untuk penyalahgunaan wewenang atau korupsi. Tanpa itu, sulit bagi Danantara untuk mewujudkan tujuan utamanya, yaitu meningkatkan efisiensi dan daya saing BUMN,” ujarnya kepada Bisnis.

    Selain itu, menurut Yusuf, penilaian terhadap kesehatan finansial BUMN yang menjadi bagian dari portofolio Danantara juga sangat penting. Hal ini melibatkan identifikasi perusahaan-perusahaan yang membutuhkan restrukturisasi atau bahkan penutupan.  

    Tanpa langkah-langkah ini, kata Yusuf negara berisiko menanggung beban yang semakin berat dan bisa menggangu kelancaran operasional BUMN yang sudah berjalan dengan stabil.  

    “Danantara perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kondisi keuangan BUMN yang dikelolanya. Beberapa di antaranya mungkin perlu restrukturisasi, sementara yang lainnya mungkin harus ditutup agar tidak menambah beban fiskal negara,” imbuhnya.

    Menurutnya, keberhasilan Danantara juga sangat bergantung pada bagaimana entitas ini menyeimbangkan potensi keuntungan dan risiko dari konsolidasi superholding BUMN. Dengan total aset mencapai Rp9.400 triliun, Danantara memiliki potensi besar untuk meningkatkan efisiensi, menarik investasi asing, dan mendukung proyek-proyek strategis nasional.

    Namun, di sisi lain, skala besar ini juga membawa tantangan tersendiri, seperti risiko inefisiensi, korupsi, dan campur tangan politik yang bisa mengalihkan fokus dari tujuan utamanya.

    “Skala besar Danantara memang menawarkan peluang, tetapi juga membawa potensi risiko yang tinggi. Tanpa pengawasan yang ketat dan tata kelola yang transparan, Danantara berisiko menjadi alat patronase atau bahkan birokrasi tambahan yang menghambat tujuan ekonomi yang lebih luas,” jelasnya.

    Tidak hanya tantangan manajerial dan finansial, Yusuf pun menyoroti bahwa Danantara juga harus siap menghadapi resistensi dari birokrasi dan BUMN yang sudah memiliki kepentingan politik dan ekonomi yang mengakar. Selain itu, ketidakjelasan hukum bisa memicu konflik dalam hal kewenangan antar lembaga, yang pada akhirnya akan memperlambat implementasi kebijakan.

    “Birokrasi yang sudah memiliki vested interest tentu akan menantang model ini, karena akan ada perubahan dalam pengelolaan dan pengawasan. Jika Danantara tidak mampu menanggapi resistensi ini dengan baik, proses konsolidasi bisa terhambat,” ungkapnya.

    Meski model seperti Temasek yang sukses di Singapura bisa menjadi inspirasi, Yusuf menekankan bahwa Indonesia memiliki lanskap politik dan ekonomi yang jauh lebih kompleks.

    Tanpa adanya komitmen yang kuat terhadap transparansi dan akuntabilitas, Danantara berisiko hanya menjadi instrumen politik atau bahkan lapisan birokrasi tambahan yang hanya menyimpang dari misi awalnya.

    “Dalam konteks Indonesia yang penuh dinamika politik, jika tidak ada pengawasan yang ketat, Danantara bisa saja kehilangan arah dan tujuan. Di sinilah pentingnya peran masyarakat sipil, media, dan lembaga pengawasan untuk memastikan bahwa Danantara tetap pada jalur yang benar,” pungkas Yusuf.

  • Prabowo Luncurkan Danantara Besok 24 Februari 2025, Simak Jadwalnya – Page 3

    Prabowo Luncurkan Danantara Besok 24 Februari 2025, Simak Jadwalnya – Page 3

    Ekonom sekaligus Direktur eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira berharap Danantara bisa menjaga tata kelolanya yang dijanjikam transparan, setelah nantinya resmi diluncurkan.

    Bhima juga berharap, Danantara dapat menerapkan standar ESG yang tinggi.

    “Karena untuk menarik dana investasi asing terutama dari negara maju mereka tentu perlu melakukan penyamaan standard dulu, jadi ESG menjadi standar yang penting dan harus dikejar,” kata Bhika kepada Liputan6.com di Jakarta, dikutip Jumat (21/2/2025).

    “Jadi proyek-proyek yang ditawarkan ke investor adalah proyek-proyek yang berkelanjutan, proyek-proyek yang hijau,” ujar dia.

    Terkait tata kelola, terutama penunjukkan direksi Danantara diharapkan bebas dari kepentingan politik atau konflik kepentingan.

    “Itu yang harus dijaga,” jelasnya.

    Selain itu, juga harus ada tata kelola dan safeguard untuk melindungi dari praktek-praktek korupsi, Bhima menambahkan. “Karena nilai aset dari Danantara juga sangat besar,” imbuhnya.

    Seperti diketahui, Indonesia akan meluncurkan Danantara, sebuah badan pengelola dana investasi senilai hampir USD 900 miliar atau sekitar Rp 14.568 triliun.

  • Danantara Bisa Pancing Aliran Modal ke Indonesia – Page 3

    Danantara Bisa Pancing Aliran Modal ke Indonesia – Page 3

    Ekonom sekaligus Direktur eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira berharap Danantara bisa menjaga tata kelolanya yang dijanjikam transparan, setelah nantinya resmi diluncurkan.

    Bhima juga berharap, Danantara dapat menerapkan standar ESG yang tinggi.

    “Karena untuk menarik dana investasi asing terutama dari negara maju mereka tentu perlu melakukan penyamaan standard dulu, jadi ESG menjadi standar yang penting dan harus dikejar,” kata Bhika kepada Liputan6.com di Jakarta, dikutip Jumat (21/2/2025).

    “Jadi proyek-proyek yang ditawarkan ke investor adalah proyek-proyek yang berkelanjutan, proyek-proyek yang hijau,” ujar dia.

    Terkait tata kelola, terutama penunjukkan direksi Danantara diharapkan bebas dari kepentingan politik atau konflik kepentingan.

    “Itu yang harus dijaga,” jelasnya.

    Selain itu, juga harus ada tata kelola dan safeguard untuk melindungi dari praktek-praktek korupsi, Bhima menambahkan. “Karena nilai aset dari Danantara juga sangat besar,” imbuhnya.

    Seperti diketahui, Indonesia akan meluncurkan Danantara, sebuah badan pengelola dana investasi senilai hampir USD 900 miliar atau sekitar Rp 14.568 triliun.

     

  • Peluncuran Danantara Jadi Momentum Indonesia Perkuat Kedaulatan Ekonomi

    Peluncuran Danantara Jadi Momentum Indonesia Perkuat Kedaulatan Ekonomi

    Jakarta: Pemerintah akan meresmikan Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) pada 24 Februari 2025. Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa Danantara akan menjadi kekuatan ekonomi baru yang menopang pembangunan nasional di berbagai sektor strategis.

    Pengumuman mengenai peresmian Danantara disampaikan langsung oleh Presiden dalam forum internasional World Governments Summit 2025 di Dubai, Uni Emirat Arab. Presiden menyebutkan bahwa Danantara adalah bentuk konsolidasi aset strategis negara guna memperkuat ketahanan ekonomi nasional.

    “Danantara adalah konsolidasi semua kekuatan ekonomi kita yang ada di pengelolaan BUMN. Ini adalah energi dan kekuatan masa depan Indonesia,” ujar Presiden Prabowo.
     

    Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan bahwa pendanaan awal Danantara mencapai 25 miliar dolar AS atau setara Rp 327,2 triliun. Salah satu sumber pendanaan berasal dari investasi pihak asing, termasuk investor dari Abu Dhabi yang berkomitmen menanamkan modal sebesar 10 miliar dolar AS untuk proyek pembangkit listrik hijau berkapasitas 10 gigawatt.

    “Dari Abu Dhabi akan membangun 10 gigawatt, itu mau masuk untuk energi terbarukan. Nilainya itu 10 miliar dolar AS,” ungkap Luhut.

    Sejumlah ekonom menilai Danantara dapat menjadi terobosan dalam pengelolaan aset negara. Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai bahwa pembentukan Danantara akan mengurangi ketergantungan BUMN terhadap Penyertaan Modal Negara (PMN) dan meningkatkan fleksibilitas dalam menarik investasi.

    “Format Danantara membuatnya lebih lincah menarik investasi dibandingkan format BUMN konvensional. Dampaknya, ketergantungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terhadap PMN akan bisa dikurangi,” ujarnya.

    Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menyebutkan bahwa Danantara dapat menjadi motor utama dalam pendanaan proyek energi baru terbarukan (EBT) serta program pensiun dini bagi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.

    “Yang terpenting adalah aset yang dijaminkan ini adalah aset-aset di luar PLTU batu bara,” katanya.

    BPI Danantara dibentuk setelah disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan ketiga atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR pada 4 Februari 2025. Lembaga ini diproyeksikan mengelola aset lebih dari 900 miliar dolar AS atau sekitar Rp 14.000 triliun, dengan dana awal sebesar 20 miliar dolar AS (sekitar Rp 320 triliun). Dana tersebut akan digunakan untuk membiayai proyek-proyek berkelanjutan, termasuk energi terbarukan, manufaktur canggih, dan industri hilirisasi.

    Peluncuran Danantara diharapkan menjadi awal dari transformasi ekonomi Indonesia yang lebih mandiri dan berkelanjutan. Dengan tata kelola yang transparan dan berbasis investasi jangka panjang, Danantara diyakini mampu menjadi instrumen utama dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional dan menarik lebih banyak investasi asing ke Tanah Air.

    Jakarta: Pemerintah akan meresmikan Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) pada 24 Februari 2025. Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa Danantara akan menjadi kekuatan ekonomi baru yang menopang pembangunan nasional di berbagai sektor strategis.

    Pengumuman mengenai peresmian Danantara disampaikan langsung oleh Presiden dalam forum internasional World Governments Summit 2025 di Dubai, Uni Emirat Arab. Presiden menyebutkan bahwa Danantara adalah bentuk konsolidasi aset strategis negara guna memperkuat ketahanan ekonomi nasional.

    “Danantara adalah konsolidasi semua kekuatan ekonomi kita yang ada di pengelolaan BUMN. Ini adalah energi dan kekuatan masa depan Indonesia,” ujar Presiden Prabowo.
     

    Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan bahwa pendanaan awal Danantara mencapai 25 miliar dolar AS atau setara Rp 327,2 triliun. Salah satu sumber pendanaan berasal dari investasi pihak asing, termasuk investor dari Abu Dhabi yang berkomitmen menanamkan modal sebesar 10 miliar dolar AS untuk proyek pembangkit listrik hijau berkapasitas 10 gigawatt.

    “Dari Abu Dhabi akan membangun 10 gigawatt, itu mau masuk untuk energi terbarukan. Nilainya itu 10 miliar dolar AS,” ungkap Luhut.

    Sejumlah ekonom menilai Danantara dapat menjadi terobosan dalam pengelolaan aset negara. Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai bahwa pembentukan Danantara akan mengurangi ketergantungan BUMN terhadap Penyertaan Modal Negara (PMN) dan meningkatkan fleksibilitas dalam menarik investasi.

    “Format Danantara membuatnya lebih lincah menarik investasi dibandingkan format BUMN konvensional. Dampaknya, ketergantungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terhadap PMN akan bisa dikurangi,” ujarnya.

    Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menyebutkan bahwa Danantara dapat menjadi motor utama dalam pendanaan proyek energi baru terbarukan (EBT) serta program pensiun dini bagi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.

    “Yang terpenting adalah aset yang dijaminkan ini adalah aset-aset di luar PLTU batu bara,” katanya.

    BPI Danantara dibentuk setelah disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan ketiga atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR pada 4 Februari 2025. Lembaga ini diproyeksikan mengelola aset lebih dari 900 miliar dolar AS atau sekitar Rp 14.000 triliun, dengan dana awal sebesar 20 miliar dolar AS (sekitar Rp 320 triliun). Dana tersebut akan digunakan untuk membiayai proyek-proyek berkelanjutan, termasuk energi terbarukan, manufaktur canggih, dan industri hilirisasi.

    Peluncuran Danantara diharapkan menjadi awal dari transformasi ekonomi Indonesia yang lebih mandiri dan berkelanjutan. Dengan tata kelola yang transparan dan berbasis investasi jangka panjang, Danantara diyakini mampu menjadi instrumen utama dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional dan menarik lebih banyak investasi asing ke Tanah Air.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (WAN)

  • Ekonom : Danantara bisa percepat pembiayaan transisi energi

    Ekonom : Danantara bisa percepat pembiayaan transisi energi

    Jadi, ini adalah kunci yang sangat penting untuk bisa mempercepat masuknya dana-dana dari asing untuk bisnis ataupun untuk proyek-proyek yang berkelanjutan

    Jakarta (ANTARA) – Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyampaikan hadirnya Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) dapat mempercepat pembiayaan transisi energi di tanah air.

    Adapun, pembiayaan transisi energi itu baik untuk program pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara ataupun untuk pengembangan energi baru terbarukan (EBT).

    Saat dihubungi oleh ANTARA di Jakarta, Senin, ia menjelaskan caranya yaitu aset PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang dikonsolidasikan ke Danantara dapat dijadikan sebagai jaminan untuk pembiayaan transisi energi.

    “Yang terpenting adalah aset yang dijaminkan ini adalah aset-aset yang di luar dari aset PLTU batu bara,” ujar Bhima ​​​​​​.

    Ia melanjutkan bahwa PLN dengan bantuan aset dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lainnya bisa mendapatkan investasi yang sangat besar.

    “Dan total kan diharapkan 900 miliar dolar AS aset Danantara. Jadi, ini adalah kunci yang sangat penting untuk bisa mempercepat masuknya dana-dana dari asing untuk bisnis ataupun untuk proyek-proyek yang berkelanjutan,” ujar Bhima.

    Lebih dari itu, Ia menyebut program-program pemerintah seperti Program 3 Juta Rumah dan program terkait dengan ketahanan pangan juga dapat dibiayai dengan mekanisme Danantara.

    “Jadi, Danantara menjadi super investment vehicle atau kendaraan investasi yang sangat penting. Dengan berbagai mekanisme investasinya, diharapkan memang bisa mendorong mempercepat realisasi investasi,” ujar Bhima.

    Dengan demikian, lanjutnya, apabila realisasi investasi sudah banyak masuk melalui Danantara, hal tersebut dapat mendorong serapan tenaga kerja, terutama di sektor formal yang lebih besar lagi.

    “Tentunya bisa berkontribusi dalam pengembangan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi langsung,” ujar Bhima.

    Terkait Danantara ini, ia menjelaskan bahwa yang perlu dijaga yaitu terkait dengan tata kelolaannya.

    Pertama, ia menyebut Danantara harus menerapkan aspek Environmental, Social, and Governance (ESG) berstandar yang tinggi karena untuk menarik dana investasi asing, terutama dari negara maju.

    “Mereka tentu melakukan penyamaan standar dulu. Jadi, ESG menjadi standar penting yang harus dikejar. Jadi, proyek-proyek yang didanai dan ditawarkan kepada investor adalah proyek-proyek yang berkelanjutan, proyek-proyek yang hijau,” ujar Bhima.

    Kedua, lanjutnya, terkait dengan tata kelola termasuk penunjukan direksi dari Danantara harus bebas dari kepentingan politik ataupun konflik kepentingan, karena memiliki saham misalnya di industri yang rawan konflik kepentingan.

    “Itu yang harus dijaga dan juga harus ada tata kelola dan safe guard untuk melindungi dari praktek korupsi, karena nilai aset Danantara juga sangat besar,” ujar Bhima.

    Pewarta: Muhammad Heriyanto
    Editor: Faisal Yunianto
    Copyright © ANTARA 2025

  • Prabowo Sebut Ada ‘Raja Kecil’ Melawan Efisiensi Anggaran, Siapakah Dia?

    Prabowo Sebut Ada ‘Raja Kecil’ Melawan Efisiensi Anggaran, Siapakah Dia?

    Jakarta

    Presiden Prabowo Subianto sempat menyinggung ‘raja kecil’ melawan kebijakan efisiensi belanja anggaran. Menurut Prabowo, raja kecil tersebut merasa kebal hukum.

    Kira-kira siapakah ‘raja kecil’ yang dimaksud Prabowo? Direktur Segara Institut Piter Abdullah menilai, istilah ‘raja kecil’ ini lebih ditujukan kepada kepala daerah, khususnya kabupaten/kota.

    Menurutnya, tidak sedikit dari kepala daerah yang sudah bersikap seperti ‘raja kecil’ sejak lama.

    “Saya kira itu lebih ditujukan ke kepala daerah, khususnya kabupaten kota yang memang sudah cukup lama berperilaku seperti raja kecil dengan kewenangan dan anggaran yang mereka miliki,” kata Piter, saat dihubungi detikcom, Senin (10/2/2025).

    Menurut Piter ketentuan otonomi daerah di mana mereka dipilih langsung dan memiliki banyak kewenangan, membuat mereka seperti terpisah dan tidak perlu mematuhi pemerintah provinsi dan pusat. Akibatnya, koordinasi sering menjadi sulit.

    Senada, Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira juga menduga bahwa kepala daerah sebagai sosok yang disinggung sebagai ‘raja kecil’.

    Namun selain kepala daerah, menurutnya sosok tersebut juga bisa berarti sosok menteri.

    “Ada dua, bisa kepala daerah atau menteri yang merasa bahwa pemangkasan anggaran dilakukan secara berlebihan tanpa melihat dampaknya,” ujar Bhima, dihubungi terpisah.

    Bhima menilai wajar ada protes dari berbagai sudut karena model pemangkasan prabowo dalam Inpres 1/2025 berbeda dengan automatic adjustment era Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) dulu.

    Dulu, menteri atau kepala lembaga bisa kirim surat rekomendasi untuk membuka blokir anggaran apabila dirasa efisiensi salah sasaran, namun sekarang tidak demikian.

    “Sekarang main pangkas saja, padahal esensial, akhirnya kena kemana-mana. Ada pegawai yang disuruh beli BBM sendiri untuk operasional, sampai gangguan layanan publik lainnya. Ini kan nggak bener ya main pangkas asal-asalan begitu,” katanya.

    Bhima sendiri menilai, pemangkasan anggaran perjalanan dinas (perjadin) atau rapat di hotel masih dibenarkan karena sudah ada ruang di gedung pemerintah untuk rapat. Namun apabila sampai pelayanan publik terganggu, menurutnya wajar bila menuai protes.

    “Begitu juga soal masalah kewenangan daerah mengelola sendiri anggarannya jadi terganggu karena pemerintah pusat intervensi sampai ke APBD. Apalagi banyak daerah yang kapasitas fiskalnya terbatas jadi terimbas pemangkasan,” ujar Bhima.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan alasannya menerapkan efisiensi anggaran di kementerian, lembaga, dan daerah, untuk masyarakat. Prabowo menyinggung ada ‘raja kecil’ yang melawan kebijakannya tersebut.

    “Saya melakukan penghematan, saya ingin pengeluaran-pengeluaran yang tidak perlu, pengeluaran-pengeluaran yang mubazir, pengeluaran-pengeluaran yang alasan untuk nyolong, saya ingin dihentikan, dibersihkan. Ada yang melawan saya, ada. Dalam birokrasi merasa sudah kebal hukum, merasa sudah menjadi ‘raja kecil’, ada. Saya mau menghemat uang, uang itu untuk rakyat, untuk memberi makan untuk anak-anak rakyat,” kata Prabowo saat memberikan sambutan di Kongres ke-XVIII Muslimat NU di Jatim Expo, Surabaya, Senin (10/2/2025) dikutip dari detikNews.

    (shc/hns)

  • Pemangkasan Anggaran Ancam Sektor MICE, Apa yang Harus Dilakukan Pemerintah?

    Pemangkasan Anggaran Ancam Sektor MICE, Apa yang Harus Dilakukan Pemerintah?

    Jakarta, Beritasatu.com – Sektor meeting, incentive, convention, and exhibition (MICE) sangat terancam dengan kebijakan pemangkasan anggaran yang diberlakukan Presiden Prabowo Subianto. Apa yang harus dilakukan pemerintah?

    Prabowo telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 meminta pemangkasan anggaran Rp 306,69 triliun dari APBN dan APBD 2025, untuk membiayai program-program prioritasnya. Belanja kementerian/lembaga dipotong Rp256,1 triliun dan dana transfer ke daerah disunat Rp 50,59 triliun.

    Dalam instruksinya, Prabowo meminta pejabat membatasi belanja untuk kegiatan seremonial, kajian, studi banding, percetakan, publikasi, seminar atau FGD, hingga perjalanan dinas.

    Sektor MICE yang mencakup industri perhotelan, restoran, pariwisata, event organizer (EO), biro perjalanan wisata, event marketing, hingga konsultan event selama ini sangat bergantung pada anggaran pemerintah terutama untuk perjalanan dinas, kegiatan seremonial, seminar, FGD, dan lainnya.

    Pembatasan belanja untuk program-program tersebut tentu saja berdampak langsung pada kehidupan bisnis MICE di Tanah Air.

    Pemangkasan anggaran perjalanan dinas tentu akan mengurangi jumlah acara MICE yang diselenggarakan, sehingga menurunkan pendapatan bagi hotel, penyedia transportasi, dan penyelenggara acara. 

    Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menilai pemangkasan anggaran perjalanan dinas sebesar 50% akan mengganggu upaya stimulus ekonomi dan memengaruhi perekonomian daerah.

    “Anggaran pemerintah untuk perjalanan dinas dan akomodasi ini sebetulnya juga berfungsi sebagai stimulus,” kata Ketua PHRI Hariyadi Sukamdani beberapa waktu lalu.

    Menurutnya pemerintah daerah akan merasakan dampak signifikan dari pemangkasan anggaran tersebut. Pendapatan daerah, khususnya dari pajak hotel dan restoran akan menurun, akibat berkurangnya perjalanan dinas.

    Hariyadi meminta pemerintah mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut.

    “Jangan hanya melihat sektor ini sebagai biaya, tetapi pahami bahwa ini adalah salah satu bentuk stimulus bagi daerah,” ujarnya.

    Infografik pemangkasan anggaran 2025. – (Investor Daily/Felicia Karen Agatha Handjojo)

    Data PHRI menyebut perjalanan dinas menyumbang hingga 45% dari okupansi hotel bintang tiga dan empat di Indonesia.

    “Kita lihat dari kacamata industri perhotelan, revenue share yang paling besar itu dari pasar pemerintah, hingga 45-50%. Banyak daerah yang bisa lebih besar dari itu,” kata Sekjen PHRI Maulana Yusran dikutip dari Investor.

    Menurut Maulana pemangkasan anggaran oleh pemerintah terutama untuk perjalanan dinas dan kegiatan seremonial dapat menjadi alarm bahaya bagi sektor perhotelan dan restoran di sejumlah daerah.

    “Mereka sangat mengandalkan kegiatan-kegiatan pemerintah tersebut. Belum lagi nanti banyak ekosistem yang akan terdampak dari kebijakan ini,” lanjut Maulana.

    Kemajuan sektor pariwisata menimbulkan multiplier effect bagi sektor-sektor di sekitarnya. Keuntungannya bukan hanya dirasakan oleh industri perhotelan, namun juga industri makanan dan minuman, tenaga kepariwisataan, transportasi, dan sebagainya. 

    Pemerintah diharapkan dapat lebih bijak dan mendukung ekosistem pariwisata daerah.

    Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan perlu paket kebijakan khusus sebagai kompensasi potensi kehilangan pendapatan di MICE imbas pemangkasan anggaran belanja pemerintah.

    “Adapun paket kebijakan khusus itu, misalnya pemangkasan pajak penghasilan (PPh) 21 bagi karyawan, diskon tarif listrik, hingga fasilitasi promosi event internasional,” kata Bhima dikutip dari Antara.

    Menurutnya efisiensi anggaran MICE dapat berdampak negatif ke sektor tersebut yang sebagian besar pelaku usaha MICE mengandalkan pendapatan dari event pemerintah.

    “Bahkan, setelah pandemi Covidd-19, kondisi pendapatan dari sektor MICE belum sepenuhnya pulih. Khawatir ada risiko PHK di sektor jasa akomodasi dan makan minum imbas efisiensi belanja pemerintah,” ujar Bhima.

    Dampak ekonomi paling kentara dari berkurangnya pendapatan sektor MICE di antaranya potensi kehilangan lapangan kerja mencapai 104.000 orang, sedangkan dari sisi PDB, potensi MICE terancam hingga Rp 103,9 triliun.

  • Pakar hingga DPR Bakal Kupas Tuntas Outlook Ekonomi dan Peran APBN 2025

    Pakar hingga DPR Bakal Kupas Tuntas Outlook Ekonomi dan Peran APBN 2025

    Jakarta

    Situasi ekonomi global dan domestik pada 2025 diperkirakan akan menghadapi tantangan besar. Ketidakpastian ekonomi global akibat konflik geopolitik, ketegangan dagang, dan perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia akan mempengaruhi stabilitas ekonomi Indonesia.

    Melihat kondisi tersebut, Direktur & Founder Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan tahun 2025 pertumbuhan ekonomi cukup menantang jadi proyeksinya hanya mencapai 4,7% year on year.

    “Kalau ingin capai 5,2% maka kunci nya pulihkan konsumsi rumah tangga khususnya kelompok menengah, porsi sektor industri manufaktur terhadap PDB harus di atas 21%, lindungi UMKM dari banjir impor terutama saat perang dagang AS China, pangkas anggaran harus terarah dan efektif tidak kontra produktif karena belanja pemerintah dibutuhkan untuk dorong pertumbuhan,” kata Bhima kepada detikcom, Selasa (4/2/2025).

    Untuk memperkuat ikat pinggang ekonomi dalam negeri, peran APBN juga dibutuhkan. Di sisi lain, terdapat kebijakan pemangkasan APBN untuk berbagai keperluan. Lantas, apakah kondisi itu akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia?

    Bhima mengatakan efisiensi anggaran pemerintah terkait belanja seremonial maupun ATK hingga sewa kendaraan merupakan langkah positif untuk tingkatkan ruang fiskal. Misalnya soal belanja rapat dan seminar memang bisa digantikan dengan rapat online, jauh lebih murah dan efektif.

    “ATK juga bisa digantikan dengan tanda tangan dokumen secara digital dan ramah lingkungan juga tidak boros kertas. Selama ini beban belanja birokrasi cukup disorot karena menyumbang pelebaran defisit APBN dan tambahan utang pemerintah,” ucapnya.

    Di sisi lain efek negatif ke bisnis, Meeting, Incentives, Convention and Exhibition juga signifikan. Menurutnya sebagian besar pelaku usaha MICE andalkan pendapatan dari event pemerintah. Bahkan paska pandemi kondisi pendapatan dari sektor MICE belum sepenuhnya pulih.

    “Khawatir ada risiko phk di sektor jasa akomodasi dan makan minum imbas efisiensi belanja pemerintah. Dampak ekonomi dari berkurangnya pendapatan sektor MICE mencakup potensi kehilangan lapangan kerja 104.000 orang. Sementara dari sisi PDB setidaknya potensi MICE terancam hingga Rp 103,9 triliun,” jelasnya.

    Dihubungi terpisah, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 diproyeksikan berada di kisaran 4,8% – 5%, lebih rendah dari target pemerintah yang sebesar 5,2%.

    “Hal ini mencerminkan tantangan besar yang dihadapi perekonomian Indonesia, baik dari sisi eksternal, seperti kebijakan proteksionisme AS dan pelemahan permintaan dari negara tujuan ekspor utama, maupun domestik, di mana pelemahan konsumsi kelas menengah dan kebijakan fiskal yang berpotensi menekan daya beli turut menambah beban,” ungkapnya.

    Untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, Yusuf mengatakan pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis, salah satunya dengan mereformulasi kebijakan fiskal agar lebih pro-pertumbuhan dan mendukung daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah.

    “Penyesuaian kebijakan pajak, seperti peninjauan kembali kenaikan PPN, perlu dipertimbangkan agar tidak semakin menekan daya beli. Selain itu, pengembangan infrastruktur harus difokuskan pada penciptaan efek pengganda ekonomi, dengan meningkatkan konektivitas dan efisiensi distribusi barang untuk menurunkan biaya produksi dan meningkatkan daya saing,” terangnya.

    Yusuf mengatakan pemerintah juga perlu mendorong sinergi antara BUMN, swasta, dan UMKM untuk menciptakan ekonomi inklusif yang memperkuat daya tahan ekonomi domestik, mengurangi ketergantungan pada impor, dan memperluas pasar domestik.

    “Untuk mendukung ini, kebijakan moneter yang cenderung ketat harus ditinjau agar memberikan ruang bagi konsumsi dan investasi, dengan langkah-langkah seperti penurunan suku bunga,”pungkasnya.

    Kondisi ekonomi dan peran APBN 2025 akan dikupas tuntas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hingga pakar nasional. Pembahasan oulook ekonomi akan dilakukan bersama Chairman CT Corp Chairul Tanjung dan Ketua Komisi XI Mukhamad Misbakhun dalam acara “OUTLOOK EKONOMI DPR : Bedah APBN 2025 Membangun Kepercayaan Pasar “.

    Dimoderatori Pemimpin Redaksi detikcom, Alfito Deannova, pada Panel Discussion bertema “Program Pemerintah Pro Pasar”, Chairul Tanjung atau akrab disapa CT akan membahas bagaimana kebijakan APBN 2025 dapat mendorong pertumbuhan sektor swasta dan meningkatkan investasi domestik.

    CT juga akan berbagi insight tentang seberapa penting insentif pajak dan penyederhanaan regulasi untuk meningkatkan daya tarik investasi hingga pentingnya kolaborasi pemerintah dan sektor swasta untuk memastikan kebijakan pro pasar berjalan efektif.

    Di tengah tren inflasi, CT akan membagikan tips bagaimana pengusaha menyikapi tren agar tidak mengurangi daya beli masyarakat. CT juga akan membahas seputar faktor dan kunci apa saja yang diperlukan dalam membangun kepercayaan investor terhadap ekonomi Indonesia di tengah tantangan global.

    Sementara itu Mukhamad Misbakhun akan berbicara seputar peran PPN dan Pajak Progresif, Evaluasi kebijakan PPN, dampaknya pada daya beli masyarakat, dan upaya meringankan beban kelas menengah ke bawah.

    Misbakhun juga akan membeberkan subsidi tepat sasaran sebagai strategi mengoptimalkan subsidi energi, pupuk, dan pangan agar lebih efektif membantu masyarakat rentan. Kemudian, langkah-langkah DPR dalam mendukung pemerintah menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok melalui inflasi.

    Tak hanya itu, Misbakhun juga akan membahas stabilitas nilai tukar dan dampaknya pada harga barang di mana DPR mendorong kebijakan moneter yang dapat meredam pelemahan Rupiah terhadap dolar AS. Selanjutnya, akan dibahas mengenai PPN dan Penerimaan Negara yang membahas sejauh mana kenaikan PPN bisa berkontribusi terhadap APBN tanpa menekan konsumsi masyarakat.

    Seluruh pembahasan menarik ini dapat disaksikan melalui “OUTLOOK EKONOMI DPR : Bedah APBN 2025 Membangun Kepercayaan Pasar”, yang akan digelar pada 5 Februari 2025 di Astor Ballroom St. Regis Jakarta pukul 12:00 – 15:00 WIB.

    Acara tersebut juga bakal diisi dengan sejumlah pakar yang berkompeten lainnya, yakni Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Mohamad Hekal Bawazier dan Senior Ekonom INDEF Tauhid Ahmad.

    Outlook Ekonomi DPR dipersembahkan oleh Komisi XI DPR RI bersama detikcom dan didukung oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Pertamina (Persero), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.

    (ada/rrd)

  • Pakar hingga DPR Bakal Kupas Tuntas Outlook Ekonomi dan Peran APBN 2025

    Tantangan Besar Genjot Ekonomi RI Tumbuh 5% Tahun Ini

    Jakarta

    Pemerintah berusaha menjaga sekaligus menggenjot pertumbuhan ekonomi di tengah kondisi ekonomi dunia yang tidak menentu. Lantas, bisakah ekonomi Indonesia 2025 tumbuh melampaui level 5%, atau justru masih tetap di kisaran yang sama?

    Beberapa ekonom pun memberikan pandangannya. Menurut perkiraan Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad, pertumbuhan ekonomi masih tetap di level 5%

    Alasannya, pertama, kondisi eksternal dari berbagai kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump juga ikut mempengaruhi.

    “Karena kan pemerintah menentukan Oktober, pada waktu itu kan ya kebijakan Trump mungkin masih ragu-ragu. Tapi kan saat ini Trump sudah mengenakan tarif kepada Meksiko, Kanada, China. Apa lagi ada ancam dengan BRICS, berarti saya kira itu salah satu faktor yang membuat ekonomi kita 5% aja sudah bagus sekali,” ujar Tauhid kepada detikcom, Senin (3/2/2025)

    Kedua, Tauhid menilai program pemerintah belum bisa berjalan efektif mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Pasalnya, dari sisi anggaran saja, pemerintah melakukan penyesuaian APBN yang berujung pada pemotongan.

    “Ada penyesuaian dan sebagainya, pasti di tahun-tahun awal ya jalannya nggak begitu cepat lah. Itu nggak bisa langsung gaspol, sehingga peranan dari government expenditure itu pasti relatif turun di 2025. Jadi, saya kira paling tinggi sih 5% lah bisa dicapai, tapi kalau 5,1% atau 5,2% kayaknya agak berat ya,” papar Tauhid.

    Sementara itu menurut Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira pertumbuhan ekonomi 2025 justru di bawah 5%. Prediksi Bhima adalah 4,7%

    “Outlook ekonomi 2025 pertumbuhan ekonomi hanya 4,7% YoY dibawah target pemerintah 5,2%,” kata Bhima.

    Pemicunya beban utang pemerintah, rasio pajak rendah, daya beli turun dan gagal menarik investasi di era perang dagang. Selain itu, program Makan Bergizi Gratis (MBG) dinilai meningkatkan beban belanja pemerintah.

    “Soal beban utang terkait dengan utang warisan era Jokowi yang membuat Prabowo harus membayar Rp 552 triliun untuk belanja pembayaran bunga utang. Selain itu utang jatuh tempo Rp 800 triliun. Sejauh ini Menteri Keuangan tidak memiliki senses of urgency untuk menyelesaikan masalah utang,” tutur Bhima.

    “MBG juga sebabkan peningkatan beban belanja pemerintah. Sementara sistem tata kelolanya sentralisasi dengan pelibatan dapur umum militer. Awalnya MBG berguna untuk dorong pelaku UMKM tapi sejauh ini belum efektif,” sambung Bhima.

    Di sisi lain Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah memprediksi pertumbuhan ekonomi pada 2025 nanti masih bisa mencapai angka di atas 5% atau lebih. Namun, trgantung pada bagaimana pemerintah menjalankan berbagai program unggulannya.

    Cuma, menurut Piter program pemerintah yang sudah berjalan saat ini belum menunjukkan hasil yang cukup memuaskan.

    “Jangankan segitu, 6% saja bisa tercapai. Tapi hingga saat ini belum kelihatan ada program-program yang bisa mendobrak pertumbuhan ekonomi ini,” kata Piter.

    “Jadi pertumbuhan pertumbuhan ekonomi ini bergantung pada bagaimana pemerintah ke depan apakah bisa membuat gebrakan,” tegasnya lagi.

    Tonton juga Video: Januari 2025, BI Rate Turun 5,75%

    (hns/hns)