Tag: Bhima Yudhistira

  • Industri Tekstil Indonesia Terancam Imbas Tarif Donald Trump – Page 3

    Industri Tekstil Indonesia Terancam Imbas Tarif Donald Trump – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira menilai kebijakan kenaikan tarif yang diumumkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan berdampak terhadap sektor padat karya antara lain tekstil dan pakaian jadi Indonesia.

    “Sektor padat karya seperti pakaian jadi dan tekstil diperkirakan makin terpuruk,” kata Bhima kepada Liputan6.com, Kamis (3/4/2025).

    Lantaran, sebagian besar merek internasional yang memproduksi di Indonesia memiliki pasar utama di AS. Jika tarif impor ke AS meningkat, merek-merek ini kemungkinan besar akan mengurangi jumlah pesanan dari pabrik-pabrik di Indonesia.

    “Sebagian besar brand internasional yang ada di Indonesia, punya pasar besar di AS. Begitu kena tarif yang lebih tinggi, brand itu akan turunkan jumlah order/ pemesanan ke pabrik Indonesia,” ujarnya.

    Sementara itu, di dalam negeri, industri tekstil dan pakaian jadi juga menghadapi ancaman dari produk impor, terutama dari Vietnam, Kamboja, dan China yang berusaha mencari pasar alternatif.

    “Di dalam negeri, kita bakal dibanjiri produk Vietnam, Kamboja dan China karena mereka incar pasar alternatif,” katanya.

    Dia menilai, regulasi yang belum direvisi, seperti Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024, membuat ekspor semakin sulit, sementara impor semakin menekan pemain domestik. Oleh karena itu, diperlukan perubahan kebijakan yang cepat untuk melindungi industri dalam negeri dari tekanan eksternal ini.

    “Permendag 8/2024 belum juga di revisi, jadi ekspor sulit, impor akan menekan pemain tekstil pakaian jadi domestik. Ini harus diubah regulasi nya secepatnya,” ujarnya.

     

  • Tarif Baru Trump terhadap Indonesia Dinilai Bisa Picu Resesi di Kuartal IV-2025

    Tarif Baru Trump terhadap Indonesia Dinilai Bisa Picu Resesi di Kuartal IV-2025

    PIKIRAN RAKYAT – Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira melihat tarif timbal balik atau resiprokal Presiden Amerika Serikat (AS) sebesar 32 persen terhadap Indonesia bisa memicu resesi ekonomi pada kuartal IV-2025. Adapun, Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif impor baru yang menargetkan sejumlah negara, termasuk Indonesia.

    “Bisa picu resesi ekonomi Indonesia di kuartal IV-2025,” kata Bhima dikutip dari Antara, Kamis, 3 April 2025.

    Tarif timbal balik tersebut akan berdampak signifikan terhadap ekonomi Indonesia. Selain memengaruhi kuantitas ekspor Indonesia ke AS, kata Bhima, dampak negatif berkelanjutan ke volume ekspor ke negara lain juga turut terdampak.

    Sektor otomotif dan elektronik Indonesia bakal di ujung tanduk. Pasalnya konsumen AS menanggung tarif dengan harga pembelian kendaraan yang lebih mahal sehingga dapat memicu penurunan penjualan kendaraan bermotor di AS.

    “Produsen otomotif Indonesia tidak semudah itu shifting ke pasar domestik, karena spesifikasi kendaraan dengan yang diekspor berbeda. Imbasnya layoff dan penurunan kapasitas produksi semua industri otomotif di dalam negeri,” kata Bhima.

    Dia mengatakan karena adanya korelasi ekonomi Indonesia dan AS dengan persentase 1 persen penurunan pertumbuhan ekonomi AS maka ekonomi Indonesia turun 0,08 persen.

    Lebih lanjut, Bhima melihat industri padat karya seperti tekstil dan pakaian jadi pun bisa ikut terkena dampak akibat tarif Presiden AS tersebut. Dia mengatakan bahwa banyak jenama global asal AS memiliki pangsa pasar besar di Indonesia. Akibatnya pasar Indonesia akan dibanjiri produk seperti China karena mengincar pasar alternatif.

    “Begitu kena tarif yang lebih tinggi, brand itu akan turunkan jumlah order atau pemesanan ke pabrik Indonesia. Sementara di dalam negeri, kita bakal dibanjiri produk Vietnam, Kamboja dan China karena mereka incar pasar alternatif,” kata Bhima.

    Di sisi lain, Bhima menyampaikan solusi agar Indonesia tidak terlalu terpengaruh terhadap tarif resiprokal yang diterapkan AS yakni, pemerintah perlu mengejar peluang relokasi pabrik dengan cara memberikan regulasi yang konsisten, efisiensi perizinan, kesiapan infrastruktur pendukung kawasan industri, sumber energi terbarukan yang memadai untuk memasok listrik ke industri, dan kesiapan sumber daya manusia.

    Pemerintah AS mengumumkan tarif baru terhadap sejumlah negara dan mengenakan tarif timbal balik atau resiprokal sebesar 32 persen terhadap Indonesia. Indonesia termasuk dalam kelompok negara Asia Tenggara, paling terdampak kebijakan tarif baru Trump tersebut. Besaran tarif sebesar 32 persen, Indonesia berada di bawah Thailand (36 persen) namun lebih tinggi dibandingkan Brunei dan Malaysia (masing-masing 24 persen).***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Tarif Impor Trump Bisa Perlambat Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

    Tarif Impor Trump Bisa Perlambat Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

    Jakarta, Beritasatu.com – Ekonom dari Center of Economics and Law Studies (Celios) memperingatkan bahwa kebijakan tarif impor baru yang diumumkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berisiko memperlambat pertumbuhan ekonomi Indonesia.

    Langkah ini dinilai dapat berdampak serius, terutama bagi sektor otomotif dan elektronik yang selama ini menjadi andalan ekspor Indonesia ke AS.

    Trump menerapkan tarif impor sebesar 32% untuk barang-barang asal Indonesia yang masuk ke pasar Amerika. Menurut Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira, kebijakan ini dapat memberikan efek jangka panjang hingga kuartal IV 2025, bahkan meningkatkan risiko resesi global.

    “Dampak kenaikan tarif resiprokal yang diumumkan Trump akan berdampak signifikan pada ekonomi Indonesia,” ungkap Bhima kepada Beritasatu.com, Kamis (3/4/2025).

    Ia melanjutkan, sektor otomotif dan elektronik menjadi yang paling terpukul, mengingat kedua sektor ini mengalami pertumbuhan ekspor rata-rata 11% per tahun dalam periode 2019-2023.

    “Dengan tarif 32%, sektor otomotif dan elektronik Indonesia berada di ujung tanduk. Pertumbuhan ekspor akan menyusut tajam,” ujar Bhima.

    Data Celios menunjukkan, total ekspor produk otomotif Indonesia ke AS pada 2023 mencapai US$ 280,4 juta atau sekitar Rp 4,64 triliun (asumsi kurs Rp 16.600). Bhima memperkirakan dengan tarif impor baru, harga kendaraan di AS akan meningkat, yang pada akhirnya bisa menurunkan permintaan di pasar.

    Lebih lanjut, Bhima menyoroti bahwa kebijakan tarif impor yang diumumkan Trump ini berpotensi meningkatkan risiko resesi ekonomi AS, yang pada gilirannya akan berdampak pada Indonesia. Berdasarkan analisis Celios, setiap penurunan 1% dalam pertumbuhan ekonomi AS dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia turun sebesar 0,08%

  • Angka Pemudik Turun, Waketum Kadin: Daya Beli Masyarakat Tidak Baik-baik Saja – Halaman all

    Angka Pemudik Turun, Waketum Kadin: Daya Beli Masyarakat Tidak Baik-baik Saja – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia, Sarman Simanjorang, menyampaikan saat ini daya beli masyarakat tidak baik-baik saja. Hal ini terpotret dari menurunnya angka pemudik sebesar 24 persen.

    “Penyebabnya adalah daya beli masyarakat kita yang sedang tidak baik baik saja,” ujar Sarman saat dihubungi, Rabu (2/4/2025).

    Selain itu, kata dia, masyarakat juga tengah melakukan penghematan. Misalnya, untuk mengantisipasi biaya masuk sekolah pada tahun ajaran baru bulan Juni nanti. Beberapa indikator lainnya, juga disebabkan menurunnya perekonomian kelas menengah.

    “Kondisi kelas menengah baru kita juga yang semakin menurun yang selama ini merupakan penggerak ekonomi kita,” tutur Sarman.

    Informasi mengenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), juga turut mempengaruhi psikologis masyarakat. Kini, warga lebih berhati-hati dan selektif dalam berbelanja.

    Sarman juga menyoroti realisasi Rp 67,1 triliun uang layak edar (ULE) untuk kebutuhan masyarakat pada periode Ramadan dan Idul Fitri atau hanya terserap sekitar 37 persen dari total yang disediakan Bank Indonesia (BI) sebesar Rp 180,9 triliun hingga Senin (17/3/2025).

    “Tentu ini mengurangi perputaran uang,” tambahnya.

    Sarman meminta kepada pemerintah menjadikan Lebaran 2025 pembelajaran untuk tahun berikutnya. Misalnya, terkait pengumuman diskon tarif pesawat, kereta api, dan transportasi lainnya.

    “Sebaiknya diumumkan jauh-jauh hari sehingga masyarakat bisa membuat perencanaan,” tutur Sarman.

    Setelah momen Lebaran, ucap Sarman, pemerintah harus menggenjot daya beli masyarakat dengan menjaga stabilitas harga-harga pangan, gas, dan listrik. Penyaluran barbagai bantuan sosial juga harus tepat waktu dan tepat sasaran.

    “Termasuk mengevaluasi kembali pemangkasan anggaran seperti perjalanan dinas, seminar dan forum di hotel semakin selektif agar berbagai sektor usaha sektor pariwisata dapat semakin produktif,” tutur Sarman.

    Sarman juga menyoroti sejumlah kementerian teknis di bidang perekonomin harus lebih ‘lincah’ untuk menggerakkan perekonomian. Terutama, harus berorientasi bagaimana agar daya beli masyarakat semakin meningkat dan target pertumbuhan ekonomi tercapai.

    Berdasarkan, jajak pendapat Kompas pada 4-7 Maret 2025 menangkap fenomena ini. Berwisata masuk dalam lima besar aktivitas favorit untuk mengisi waktu pada hari libur Lebaran.

    Sebanyak 26,8 persen responden mengatakan bahwa berwisata menjadi salah satu kegiatan yang akan mereka lakukan pada Lebaran tahun ini. Berwisata merupakan aktivitas favorit tertinggi ketiga setelah silaturahmi (71,9 persen) dan menghabiskan waktu bersama keluarga di rumah (38,8 persen).

    Sekalipun masih menjadi aktivitas pilihan saat Lebaran, gairah wisata masyarakat di tahun ini terbilang menurun. Saat ditanyakan secara spesifik ke mana responden akan berwisata, hanya 56,2 persen responden yang menjawab tujuan wisata mereka. Sementara, 43,8 persen lainnya dengan tegas menyatakan tidak akan berwisata pada libur Lebaran tahun ini.

    Minat wisata ini terpantau menurun dibandingkan Lebaran 2024. Tahun lalu, dalam jajak pendapat serupa yang dilakukan Litbang Kompas terpotret bahwa sedikitnya 71 persen responden menyatakan sudah memiliki rencana untuk berwisata.

    Hanya 28,6 persen responden yang memutuskan tidak berwisata. Bahkan, Statistik Wisatawan Nusantara 2024 oleh BPS mencatat, perjalanan wisatawan Nusantara saat itu mencapai puncak tertingginya pada saat Idul Fitri.

    Turunnya minat wisata pada Lebaran tahun ini juga menjadi perhatian banyak pihak, khususnya para pelaku usaha di bidang pariwisata.

    Angka Pemudik Turun, Ekonomi UMKM Lesu

    Ketua Umum Asosiasi PKL Indonesia Ali Mahsun, melihat ekonomi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) ikut lesu, karena jumlah pemudik lebaran 2025 yang menurun jika dibandingkan tahun sebelumnya.

    Ali melihat turunnya angka pemudik bisa jadi peringatan untuk pemerintah. Apalagi, ini terjadi meski diskon tarif tol, pesawat, hingga mudik gratis diberikan oleh pemerintah.

    “Kenyataan ini harus jadi warning bagi pemerintah,” ujar Ali saat dihubungi Rabu (2/4/2025).

    Seharusnya, kata Ali, mudik lebaran jadi peak season atau periode waktu di mana permintaan untuk produk atau layanan meningkat secara signifikan sehingga terjadi lonjakan perekonomian nasional.

    “Namun kenapa lebaran 2025 terjadi penurunan drastis pemudik sebesar 24 perseb? Banyak faktor yang jadi penyebabnya,” kata Ali.

    Menurutnya, saat ini perputaran ekonomi rakyat UMKM makin lesu akibatkan daya beli masyarakat melemah. Kemudian, lebih dari 9,8 juta kelas menengah jatuh miskin dan mereka perketat ikat pinggang atau efisiensi ditengah makin beratnya beban hidup.

    “Faktor lain, melonjaknya pengangguran akibat PHK marak dimana-mana sebelum dan jelang ramadhan 2025,” tutur Ali.

    Sebagian pelaku UMKM memilih tidak mudik lebaran 2025 daripada kehabisan modal usaha pasca lebaran. Dan, penggelontoran berbagai subsidi, bantuan sosial dan diskon tiket belum mampu mendongkrak jumlah pemudik kebaran 2025.

    “Turunnya pemudik lebaran 2025 hingga 24 persen akan berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan demikian harus jadi lampu kuning bagi pemerintah untuk memberikan solusi tercepat dongkrak perputaran ekonomi rakyat, juga perekonomian nasional,” sambungnya.

    Pertumbuhan Ekonomi triwulan I 2025 Hanya 5,03 Persen

    Center of Economic and Law Studies (Celios) memaparkan sejumlah indikator pelemahan daya beli saat Lebaran 2025 melemah. Apa saja indikatornya?.

    Direktur Ekonomi Celios Nailul Huda menerangkan, terdapat beberapa indikator penyebab melemahnya daya beli. Misalnya, karena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang marak terjadi. 

    Pada Januari 2025, terjadi penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) hingga 0,4 persen (month-to-month) dibandingkan IKK Desember 2024.

    “Situasinya cukup anomali. Jika kita mengacu pada periode 2022 hingga 2024, biasanya terjadi kenaikan IKK di bulan Januari karena ada optimisme konsumen di awal tahun. Kondisi keyakinan konsumen melemah juga terjadi di bulan Februari 2025,” ujar Huda saat dihubungi, Rabu (2/4/2025).

    Data lainnya juga menunjukkan hal yang serupa dimana ada penurunan angka Indeks Penjualan Riil (IPR) pada Januari 2025. Pada Desember 2024, angka IPR sebesar 222 poin dan angka IPR turun menjadi 211,5 di Januari 2025.

    “Jika kita tengok pergerakan di Desember 2023 ke Januari 2024 masih bergerak positif. Artinya, konsumen yang tidak yakin akan perekonomian tahun 2025, mendorong penjualan eceran kita juga turun. Akibatnya, daya beli masyarakat kian terperosok di awal tahun 2025,” imbuh Huda.

    Dengan kondisi tersebut Huda menyampaikan bahwa perputaran uang di momen Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri akan melemah dibandingkan dengan tahun lalu.

    Tambahan Jumlah Uang yang Beredar (JUB) dalam artian sempit (M1) di momen Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 2025, akan melemah sebesar -16,5 persen dibandingkan momen yang sama di tahun 2024.

    “Tambahan uang beredar hanya di angka Rp114,37 triliun. Sedangkan tahun 2024, tambahan uang beredar ketika momen Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri mencapai Rp136,97 triliun,” terang Huda.

    Uang Beredar

    Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, menambahkan dengan penurunan tambahan uang beredar di momen Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri tahun ini, maka berdampak pada pembentukan PDB secara nasional yang tidak optimal.

    “Berdasarkan modelling yang dilakukan Celios pada tahun 2024, tambahan PDB akibat adanya momen Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri mencapai Rp168,55 triliun. Sedangkan tahun 2025 hanya Rp140,74 triliun atau turun 16,5 persen,” katanya.

    Sedangkan keuntungan pengusaha hanya Rp84,19 triliun, jauh di bawah tambahan pendapatan tahun lalu yang mencapai Rp100,83 triliun.

    Indikator lain yang memotret pelemahan daya beli masyarakat adalah menurunnya porsi simpanan perorangan yang hanya mencapai 46,4 persen terhadap total Dana Pihak Ketiga (DPK).

    Hal ini tidak pernah terjadi di awal pemerintahan sebelumnya. Pada awal periode Jokowi-JK, simpanan perorangan porsinya 58,5 persen dan Jokowi-Amin sebesar 57,4 persen.

    Pertumbuhan Ekonomi Stagnan

    Merosotnya porsi tabungan perorangan, mengindikasikan masyarakat cenderung bertahan hidup dengan menguras simpanan, karena upah riil terlalu kecil, tunjangan berkurang, dan ancaman PHK masih berlanjut.

    “Dengan berbagai indikator perekonomian tersebut, Celios memperkirakan pertumbuhan ekonomi triwulan I tahun 2025 hanya 5,03 persen (year-on-year). Angka ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi triwulan I 2024 yang mencapai 5,11 persen,” lanjut Bhima.

    Perkiraan pertumbuhan memperhitungkan dampak dari momen Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 2025 yang secara siklus mendorong konsumsi rumah tangga lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2024. 

    Namun, faktor seasonal yang di ikuti pembagian THR tetap tidak mampu membuat ekonomi tumbuh lebih tinggi. Bahkan dikhawatirkan ekonomi bakal melambat paska lebaran, karena tidak ada lagi motor penggerak konsumsi yang signifikan.

    “Belanja pemerintah yang sedang efisiensi besar-besaran juga berpengaruh ke consumer confidences. Pelemahan kurs rupiah juga menambah kehati-hatian dari masyarakat untuk membelanjakan uangnya,” ujar Bhima.

    Hotel Sepi

    Okupansi atau jumlah hunian hotel yang terisi pada periode libur lebaran 2025 ini mengalami penurunan bila dibandingkan tahun lalu.

    Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengungkapkan penurunan okupansi kali ini kisarannya mencapai 20 persen jika dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu. Kondisi ini terjadi di beberapa daerah tujuan wisata, seperti Yogyakarta, Bali dan Solo.

    “(Penurunan okupansi hotel) seperti diduga lebih rendah dari tahun lalu. Saya tadi sempat telpon beberapa daerah Solo, Jogja, Bali memang turun,” tutur Hariyadi ditemui usai menghadiri halal bihalal di kediaman rumah dinas Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani di kawasan Widya Chandra Jakarta, Selasa (1/4).

    Ia menduga, penurunan okupansi hotel disebabkan daya beli masyarakat masih melemah tahun ini. Pasalnya, masa hunian hotel pada lebaran tahun ini lebih singkat bila dibandingkan tahun lalu.

    Hariyadi mencatat, rata-rata  waktu tinggal masyarakat di hotel hanya hingga h-2 lebaran saja, atau lebih pendek dan tidak menghabiskan waktu hingga libur selesai pada 7 Maret 2025.

    “Misalnya di Solo hanya sampai tanggal 4, tanggal 5 langsung check out, di Jogja tanggal 6. Bali turun juga nggak full sampai tanggal 7,” jelasnya.

    Lebih lanjut, untuk mengembalikan kondisi okupansi hotel setidaknya ke kondisi yang normal, ia berharap ada peranan pemerintah dalam eksekusi anggaran. Pasalnya, pasca adanya efisiensi anggaran, konsumsi perhotelan dari pemerintah menurun.

    Padahal pasar pemerintah untuk industri hotel masih cukup besar yakni mencapai 40 persen. Menurutnya, peranan pemerintah juga sangat penting agar hotel-hotel tidak banyak yang tutup, dan akhirnya berdampak pada PHK karyawan.

    “Jadi, kalau pemerintah tidak melakukan eksekusi untuk spending, pasti akan banyak yang tutup lagi (hotel),” ungkapnya.

  • Asosiasi PKL: Angka Pemudik Turun, Ekonomi UMKM Lesu – Halaman all

    Asosiasi PKL: Angka Pemudik Turun, Ekonomi UMKM Lesu – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Umum Asosiasi PKL Indonesia Ali Mahsun, melihat ekonomi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) ikut lesu, karena jumlah pemudik lebaran 2025 yang menurun jika dibandingkan tahun sebelumnya.

    Ali melihat turunnya angka pemudik bisa jadi peringatan untuk pemerintah. Apalagi, ini terjadi meski diskon tarif tol, pesawat, hingga mudik gratis diberikan oleh pemerintah.

    “Kenyataan ini harus jadi warning bagi pemerintah,” ujar Ali saat dihubungi Rabu (2/4/2025).

    Seharusnya, kata Ali, mudik lebaran jadi peak season atau periode waktu di mana permintaan untuk produk atau layanan meningkat secara signifikan sehingga terjadi lonjakan perekonomian nasional.

    “Namun kenapa lebaran 2025 terjadi penurunan drastis pemudik sebesar 24 perseb? Banyak faktor yang jadi penyebabnya,” kata Ali.

    Menurutnya, saat ini perputaran ekonomi rakyat UMKM makin lesu akibatkan daya beli masyarakat melemah. Kemudian, lebih dari 9,8 juta kelas menengah jatuh miskin dan mereka perketat ikat pinggang atau efisiensi ditengah makin beratnya beban hidup.

    “Faktor lain, melonjaknya pengangguran akibat PHK marak dimana-mana sebelum dan jelang ramadhan 2025,” tutur Ali.

    Sebagian pelaku UMKM memilih tidak mudik lebaran 2025 daripada kehabisan modal usaha pasca lebaran. Dan, penggelontoran berbagai subsidi, bantuan sosial dan diskon tiket belum mampu mendongkrak jumlah pemudik kebaran 2025.

    “Turunnya pemudik lebaran 2025 hingga 24 persen akan berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan demikian harus jadi lampu kuning bagi pemerintah untuk memberikan solusi tercepat dongkrak perputaran ekonomi rakyat, juga perekonomian nasional,” sambungnya.

    Menurut hasil survei Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan, jumlah pemudik Lebaran 2025 diproyeksikan hanya sekitar 146,48 juta orang, turun 24,4 persen dibandingkan dengan tahun lalu yang mencapai 193,6 juta orang. Penurunan ini menjadi anomali karena dalam satu dekade terakhir tren jumlah pemudik cenderung meningkat setiap tahun, kecuali saat pandemi.

    Turunnya jumlah pemudik berdampak pada berbagai moda transportasi. Data dari Sistem Informasi Angkutan dan Sarana Transportasi Indonesia (Siasati) menunjukkan akumulasi pergerakan penumpang dari lima moda transportasi umum hingga H-3 Lebaran sebesar 6,75 juta orang, atau turun 4,8 persen dari tahun lalu.

    Penurunan paling tajam terjadi pada moda bus antarkota antarprovinsi (AKAP), yakni 10,2 persen. Diikuti moda pesawat yang turun 6,8 persen dan kapal laut 4,8 persen.

    Pertumbuhan Ekonomi triwulan I 2025 Hanya 5,03 Persen

    Center of Economic and Law Studies (Celios) memaparkan sejumlah indikator pelemahan daya beli saat Lebaran 2025 melemah. Apa saja indikatornya?.

    Direktur Ekonomi Celios Nailul Huda menerangkan, terdapat beberapa indikator penyebab melemahnya daya beli. Misalnya, karena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang marak terjadi. 

    Pada Januari 2025, terjadi penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) hingga 0,4 persen (month-to-month) dibandingkan IKK Desember 2024.

    “Situasinya cukup anomali. Jika kita mengacu pada periode 2022 hingga 2024, biasanya terjadi kenaikan IKK di bulan Januari karena ada optimisme konsumen di awal tahun. Kondisi keyakinan konsumen melemah juga terjadi di bulan Februari 2025,” ujar Huda saat dihubungi, Rabu (2/4/2025).

    Data lainnya juga menunjukkan hal yang serupa dimana ada penurunan angka Indeks Penjualan Riil (IPR) pada Januari 2025. Pada Desember 2024, angka IPR sebesar 222 poin dan angka IPR turun menjadi 211,5 di Januari 2025.

    “Jika kita tengok pergerakan di Desember 2023 ke Januari 2024 masih bergerak positif. Artinya, konsumen yang tidak yakin akan perekonomian tahun 2025, mendorong penjualan eceran kita juga turun. Akibatnya, daya beli masyarakat kian terperosok di awal tahun 2025,” imbuh Huda.

    Dengan kondisi tersebut Huda menyampaikan bahwa perputaran uang di momen Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri akan melemah dibandingkan dengan tahun lalu.

    Tambahan Jumlah Uang yang Beredar (JUB) dalam artian sempit (M1) di momen Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 2025, akan melemah sebesar -16,5 persen dibandingkan momen yang sama di tahun 2024.

    “Tambahan uang beredar hanya di angka Rp114,37 triliun. Sedangkan tahun 2024, tambahan uang beredar ketika momen Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri mencapai Rp136,97 triliun,” terang Huda.

    Uang Beredar

    Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, menambahkan dengan penurunan tambahan uang beredar di momen Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri tahun ini, maka berdampak pada pembentukan PDB secara nasional yang tidak optimal.

    “Berdasarkan modelling yang dilakukan Celios pada tahun 2024, tambahan PDB akibat adanya momen Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri mencapai Rp168,55 triliun. Sedangkan tahun 2025 hanya Rp140,74 triliun atau turun 16,5 persen,” katanya.

    Sedangkan keuntungan pengusaha hanya Rp84,19 triliun, jauh di bawah tambahan pendapatan tahun lalu yang mencapai Rp100,83 triliun.

    Indikator lain yang memotret pelemahan daya beli masyarakat adalah menurunnya porsi simpanan perorangan yang hanya mencapai 46,4 persen terhadap total Dana Pihak Ketiga (DPK).

    Hal ini tidak pernah terjadi di awal pemerintahan sebelumnya. Pada awal periode Jokowi-JK, simpanan perorangan porsinya 58,5 persen dan Jokowi-Amin sebesar 57,4 persen.

    Pertumbuhan Ekonomi Stagnan

    Merosotnya porsi tabungan perorangan, mengindikasikan masyarakat cenderung bertahan hidup dengan menguras simpanan, karena upah riil terlalu kecil, tunjangan berkurang, dan ancaman PHK masih berlanjut.

    “Dengan berbagai indikator perekonomian tersebut, Celios memperkirakan pertumbuhan ekonomi triwulan I tahun 2025 hanya 5,03 persen (year-on-year). Angka ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi triwulan I 2024 yang mencapai 5,11 persen,” lanjut Bhima.

    Perkiraan pertumbuhan memperhitungkan dampak dari momen Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 2025 yang secara siklus mendorong konsumsi rumah tangga lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2024. 

    Namun, faktor seasonal yang di ikuti pembagian THR tetap tidak mampu membuat ekonomi tumbuh lebih tinggi. Bahkan dikhawatirkan ekonomi bakal melambat paska lebaran, karena tidak ada lagi motor penggerak konsumsi yang signifikan.

    “Belanja pemerintah yang sedang efisiensi besar-besaran juga berpengaruh ke consumer confidences. Pelemahan kurs rupiah juga menambah kehati-hatian dari masyarakat untuk membelanjakan uangnya,” ujar Bhima.

    Hotel Sepi

    Okupansi atau jumlah hunian hotel yang terisi pada periode libur lebaran 2025 ini mengalami penurunan bila dibandingkan tahun lalu.

    Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengungkapkan penurunan okupansi kali ini kisarannya mencapai 20 persen jika dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu. Kondisi ini terjadi di beberapa daerah tujuan wisata, seperti Yogyakarta, Bali dan Solo.

    “(Penurunan okupansi hotel) seperti diduga lebih rendah dari tahun lalu. Saya tadi sempat telpon beberapa daerah Solo, Jogja, Bali memang turun,” tutur Hariyadi ditemui usai menghadiri halal bihalal di kediaman rumah dinas Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani di kawasan Widya Chandra Jakarta, Selasa (1/4).

    Ia menduga, penurunan okupansi hotel disebabkan daya beli masyarakat masih melemah tahun ini. Pasalnya, masa hunian hotel pada lebaran tahun ini lebih singkat bila dibandingkan tahun lalu.

    Hariyadi mencatat, rata-rata  waktu tinggal masyarakat di hotel hanya hingga h-2 lebaran saja, atau lebih pendek dan tidak menghabiskan waktu hingga libur selesai pada 7 Maret 2025.

    “Misalnya di Solo hanya sampai tanggal 4, tanggal 5 langsung check out, di Jogja tanggal 6. Bali turun juga nggak full sampai tanggal 7,” jelasnya.

    Lebih lanjut, untuk mengembalikan kondisi okupansi hotel setidaknya ke kondisi yang normal, ia berharap ada peranan pemerintah dalam eksekusi anggaran. Pasalnya, pasca adanya efisiensi anggaran, konsumsi perhotelan dari pemerintah menurun.

    Padahal pasar pemerintah untuk industri hotel masih cukup besar yakni mencapai 40 persen. Menurutnya, peranan pemerintah juga sangat penting agar hotel-hotel tidak banyak yang tutup, dan akhirnya berdampak pada PHK karyawan.

    “Jadi, kalau pemerintah tidak melakukan eksekusi untuk spending, pasti akan banyak yang tutup lagi (hotel),” ungkapnya.

  • Daya Beli Lesu, Ramadan dan Lebaran 2025 Diramal Belum Bisa Dongkrak Ekonomi – Page 3

    Daya Beli Lesu, Ramadan dan Lebaran 2025 Diramal Belum Bisa Dongkrak Ekonomi – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Pertumbuhan ekonomi di momen Lebaran 2025 ini diramal belum bisa mencuat, lantaran adanya pelemahan daya beli masyarakat. Padahal di tahun-tahun sebelumnya, momentum Ramadan dan Lebaran kerap jadi indikator utama penguat ekonomi.

    Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad bahkan memperkirakan, momentum Ramadan dan Lebaran tahun ini belum bisa mengangkat pertumbuhan ekonomi ke level 5 persen.

    Untuk diketahui, bulan suci Ramadan tahun ini berjalan penuh di Maret 2025, dengan Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah diprediksi jatuh pada 31 Maret. Artinya, semua itu terjadi di kuartal I 2025.

    Sayangnya, Tauhid menilai, faktor-faktor seperti pelemahan daya beli hingga maraknya aksi pemutusan hubungan kerja (PHK) diklaim belum mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi di Ramadan dan Lebaran kali ini.

    “Saya kira kuartal pertama menurut hitungan saya masih sekitar 4,9 persen. Agak berat untuk mencapai di angka 5 persen,” ujar dia kepada Liputan6.com, dikutip Sabtu (29/3/2025).

    Di sisi lain, Tauhid memperkirakan perputaran uang di momen pasca Lebaran 2025 bakal meningkat. Namun secara hitungan ekonomi, itu akan terjadi pada April 2025 atau di awal kuartal II.

    “Konsumsi meningkat di perhitungan bulan April, yaitu kuartal kedua, pasca Lebaran. Kalau di Maret, month to month-nya pasti lebih tinggi (dibanding Februari 2025). Cuman, year on year-nya dibandingkan bulan Maret tahun lalu jelas pasti terjadi kontraksi. Itu yang menurut saya memang perlu ada perbaikan lah untuk itu,” bebernya.

    Senada, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menganggap, momen Ramadan dan Lebaran yang terjadi di penghujung kuartal I tahun ini belum bisa mengangkat pertumbuhan ekonomi.

     

  • Ekonom: Waspadai Penurunan Daya Beli, Ekonomi Bisa Amblas

    Ekonom: Waspadai Penurunan Daya Beli, Ekonomi Bisa Amblas

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah perlu mewaspadai penurunan kinerja konsumsi rumah tangga dalam situasi Idulfitri/Lebaran tahun ini yang akan mempengaruhi kinerja ekonomi secara umum. 

    Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengungkapkan bahwa Ramadan maupun Lebaran merupakan momentum kenaikan konsumsi rumah tangga tertinggi dibandingkan bulan-bulan biasa. 

    “Ini situasi yang bikin kami khawatir, apabila dalam momen tersebut saja ekonomi lesu, efeknya akan berpengaruh terhadap total pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (27/3/2025). 

    Di tengah situasi saat ini dengan adanya tren penurunan pendapatan, terutama pada pedagang informal seperti UMKM dan kaki lima yang berdampak pada penurunan prediksi jumlah pemudik, ekonomi ditaksir berada pada level 4,95%—5,03% pada kuartal I/2025. 

    Ramalan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) yang lebih rendah dari kuartal I/2024 yang sebesar 5,11% year on year (YoY) tersebut turut diakibatkan oleh sikap pekerja formal yang lebih memilih menabung penghasilan dari Tunjangan Hari Raya (THR) ketimbang berbelanja. 

    Bhima melihat adanya kekhawatiran dari para pekerja formal akan adanya pemutusan hubungan kerja (PHK), sehingga bersiap dengan menunda mudik hingga menyediakan dana darurat dari THR. 

    Padahal dalam kegiatan tahunan mudik Lebaran turut menjadi pendorong ekonomi daerah, mulai dari transportasi, makan dan minum, suvenir, serta akomodasi berupa hotel. 

    Bhima bahkan menyebutkan tidak sedikit pengusaha di daerah yang memperoleh omzet jumbo selama musim lebaran, yang bahkan mampu menutup operasional sepanjang tahun. 

    Lantas, apa yang pemerintah harus lakukan untuk memaksimalkan konsumsi rumah tangga di tengah sentiment daya beli lesu?

    Bhima menuturkan hal yang paling utama, yakni pemerintah tak perlu membuat kebijakan aneh yang mendistorsi daya beli. 

    “Termasuk efisiensi belanja pemerintah itu jangan brutal kaya begini, semua akhirnya kena, banyak sektor di daerah basis pariwiasta terdampak,” tuturnya. 

    Menurutnya, kebijakan seperti diskon tarif listrik perlu digelontorkan lebih lanjut bahkan sepanjang tahun ini, karena ampuh untuk melindungi daya beli.

    Sementara perlindungan sosial tetap perlu disalurkan baik tunai maupun pangan, dengan catatan tepat sasaran, untuk melindungi masyarakat. 

    Dampak Mudik Minim 

    Sebelumnya, peneliti Makroekonomi dan Pasar Keuangan di LPEM FEB UI Teuku Riefky menyampaikan turunnya jumlah pemudik akan semakin berdampak terhadap koreksi ekonomi kuartal I/2025.  

    Riefky melihat pelemahan efek Ramadan maupun Idulfitri/Lebaran kemungkinan besar sudah muncul sejak periode yang sama tahun lalu, tetapi pada 2024 terdapat buffer berupa kegiatan Pemilu sehingga ekonomi mampu tumbuh 5,11%. 

    Membandingkan dengan kuartal I/2024 pun, kala itu awal Ramadan jatuh pada 11 Maret 2024. Sementara Lebaran masuk pada April atau sudah memasuki kuartal II/2024. 

    Di mana pertumbuhan ekonomi kuartal II/2024 sebesar 5,05% YoY atau lebih rendah dari kuartal I/2024. 

    “Dampaknya terhadap perekonomian kuartal I/2025 masih mungkin 5%, tetapi sangat tipis, mungkin 5,0% sekian,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (25/3/2025). 

  • IHSG Koreksi 96,96 Poin, Ekonom Sebut Pemerintah Harus Dengarkan Publik untuk Kembalikan Kepercayaan Investor

    IHSG Koreksi 96,96 Poin, Ekonom Sebut Pemerintah Harus Dengarkan Publik untuk Kembalikan Kepercayaan Investor

    PIKIRAN RAKYAT – Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan bahwa pemerintah perlu mendengarkan masukan publik guna memulihkan kembali kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI).

    Bhima menambahkan, melemahnya IHSG disebabkan oleh akumulasi preseden negatif yang terjadi beberapa waktu silam. Salah satunya, yakni terkait tata kelola Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara.

    Menurutnya, para investor di IHSG memiliki kehati-hatian dengan konsep Danantara yang mengelola keuntungan dari BUMN, terutama dari sektor perbankan.

    Lebih lanjut, Minggu ini akan diselenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) bank Himbara yang diyakini akan semakin memengaruhi sentimen para investor di IHSG.

    Lalu, penunjukan Thaksin Shinawatra sebagai Dewan Penasihat Danantara juga diyakini berdampak terhadap kepercayaan investor, mengingat rekam jejak mantan PM Thailand tersebut beberapa waktu yang lalu.

    “Harusnya mendengar masukan dan gunakan Danantara untuk memasukkan talenta terbaik,” kata Bhima, dilansir Pikiran-Rakyat.com dari Antara, Senin, 24 Maret 2025.

    Di lain sisi, dinamika politik domestik juga diyakini turut memicu pelemahan IHSG, serta aksi demonstrasi penolakan RUU TNI yang direspons dengan draf menjadi UU juga dianggap memicu instabilitas politik.

    Menurutnya perluasan partisipasi militer, termasuk dalam pos-pos di sektor ekonomi, memiliki potensi dalam menekan kepercayaan investor dalam menginvestasikan dananya ke IHSG.

    “Akan ada perubahan stance. Investor akan melihat Indonesia menjadi pasar yang berisiko,” ujarnya.

    Ia pun mengingatkan pemerintah supaya memperbaiki kepercayaan publik untuk menghindari risiko yang berlanjut.

    Hal itu karena bila pasar saham terus mengalami koreksi, kinerja Foreign Direct Investment (FDI) juga bisa terdampak.

    Lalu ada Chief Economist & Head of Research Mirae Asset Sekuritas Rully Arya Wisnubroto menilai yang menyebabkan IHSG koreksi bukan dari pengumuman struktur pengurus Danantara.

    Menurut Rully, kepengurusan Danantara diisi oleh para profesional yang memiliki pengalaman yang memadai untuk mengelola badan pengelola investasi tersebut.

    Kemudian dari Chief Executive Officer (CEO) Rosan Perkasa Roeslani pun meyakini bahwa struktur kepengurusan Danantara akan memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia dan akan membawa kebaikan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

    Dalam pantauan di sesi II perdagangan pasar saham, IHSG ditutup melemah sebesar 96,96 poin atau 1,55 persen ke posisi 6.161,22. Sementara indeks LQ45 turun 11,00 poin atau 1,59 persen ke posisi 681,02.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Menanti Jurus Prabowo Pulihkan IHSG, Bakal Intervensi Pasar Modal?

    Menanti Jurus Prabowo Pulihkan IHSG, Bakal Intervensi Pasar Modal?

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto harus berjibaku untuk memulihkan kepercayaan pasar dan pelaku ekonomi setelah serangkaian sentimen negatif yang datang silih berganti. 

    Prabowo memang kerap melontarkan sejumlah pernyataan yang memicu kontroversi. Dia pernah menyamakan trading saham bagi investor kecil dengan main judi. Prabowo juga sempat mengaku ‘diintimidasi’ Indeks Harga Saham Gabungan alias IHSG bakal rontok jika tetap menerapkan program makan bergizi gratis alias MBG.

    Singkat cerita, pada Selasa (18/3/2025) lalu, IHSG anjlok menyentuh 6%. Prabowo kemudian memanggil tim ekonominya ke istana. Ada sosok Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, serta anggota DEN lainnya seperti Chatib Basri dan Mari Elka Pangestu.

    Meski sejatinya pertemuan itu tidak secara spesifik membahas kinerja IHSG, Luhut sempat mengatakan bahwa Presiden Prabowo segera memanggil para investor saham untuk menentukan dosis kebijakan yang tepat guna menjaga stabilitas pasar keuangan.

    “Presiden akan bertemu dengan anu, investor saham, [waktunya] pak Seskab yang atur,” ujar Luhut.

    Ketua DEN Luhut Binsar Pandjaitan./IstimewaPerbesar

    Sekadar informasi, Indeks harga saham gabungan (IHSG) sempat ambrol hingga 6,12%. Otoritas kemudian memilih skema trading halt supaya perdagangan saham tidak terkoreksi lebih dalam. 

    Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) pada perdagangan sesi pertama hari ini, Selasa (18/3/2025), IHSG ambrol 395,87 poin atau 6,12% ke level 6.076,08. Di level itu, IHSG sudah anjlok lebih dari 14,18% dari level penutupan pada akhir 2024 di posisi 7.079,9.

    Sebelum peristiwa Selasa lalu, trading halt yang dipicu penurunan IHSG mencapai 5% pernah terjadi sewaktu pandemi Covid-19. BEI waktu itu mengeluarkan Surat Keputusan Direksi BEI Nomor: Kep-00024/BEI/03-2020 tanggal 10 Maret 2020 perihal Perubahan Panduan Penanganan Kelangsungan Perdagangan di Bursa Efek Indonesia dalam Kondisi Darurat.

    Adapun Luhut tidak menjelaskan secara spesifik siapa saja investor saham yang akan bertemu dengan Prabowo. Dia juga tidak memaparkan, apakah investor yang dimaksud sama dengan para konglomerat yang diundang Prabowo belum lama ini.

    Yang jelas Luhut cukup optimistis bahwa IHSG akan segera mengalami pemulihan dalam waktu dekat. “Ya ada saja bisa terjadi peristiwa sejenis. Tapi saya pikir hari ini [kemarin] rebound. Kita awasi lah dengan cermat ke depan semua,” katanya.

    Sempat Panggil Konglomerat 

    Peristiwa anjloknya kinerja saham hingga di atas 5% cukup menarik. Pasalnya, peristiwa itu terjadi kurang dari dua pekan setelah Presiden Prabowo Subianto memanggil para konglomerat ke istana. 

    Pemanggilan para konglomerat terjadi di tengah tren penurunan kinerja IHSG yang entah secara kebetulan atau tidak beriringan dengan peluncuran BPI Danantara. Kehadiran Danantara memang belum direspons positif oleh pasar. Alih-alih bikin pasar modal melejit, saham-saham bank milik negara justru amblas pasca peluncuran Danantara.

    Berdasarkan catatan Bisnis, delapan konglomerat RI yang bertemu dengan Prabowo kemarin malam meliputi Anthony Salim (Salim Group), Sugianto Kusuma alias Aguan (Agung Sedayu Group), Prajogo Pangestu (PT Barito Pacific Tbk.) dan Garibaldi Thohir atau Boy Thohir (Adaro).

    Kemudian, Franky Widjaja (Sinar Mas Group), Dato Sri Tahir (Mayapada Group), James Riady (Lippo Group) serta Tomy Winata (Artha Graha Group).

    Prabowo bertemu dengan para konglomerat./IstimewaPerbesar

    Sementara itu, pada siang, Jumat (7/3/2025), lebih banyak lagi konglomerat yang hadir mereka antara lain, Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam (Jhonlin Group), Chairul Tanjung (Trans Corp) serta Hilmi Panigoro (Medco).

    Ketua Umum Kadin Anindya Bakrie mengatakan bahwa pertemuan siang ini digelar Prabowo untuk memberikan arahan ke para pengusaha. Salah satu pesan kunci yang disampaikan Kepala Negara adalah kekompakan di tengah situasi gonjang-ganjing akibat faktor eksternal belakangan ini. 

    “Nah ini kan gonjang-ganjing ini banyak karena faktor eksternal, jadi ya dari sisi domestik kita musti kompak. Kadin itu kan termasuk juga pemain-pemain pelaku di daerah termasuk pengusahanya maupun perusahaannya. Jadi kita dengarkanlah arahan beliau masukan beliau,” ujarnya, Jumat (7/3/2025) lalu. 

    Anindya menuturkan bahwa kondisi saat ini mirip dengan yang terjadi pada sejumlah krisis yang pernah terjadi seperti krisis 1998 maupun yang terjadi akibat pandemi Covid-19 di 2020 lalu.

    Dia menilai, pada saat itu pemerintah dan dunia usaha kompak dan bahu membahu. “Dan banyak sekali juga hal-hal yang menjadi peluang dengan Danantara ini tentunya investasi bisa terpusat, efisiensi bisa terlaksana. Mudah-mudahan lah kita teman-teman di Kadin bisa berkolaborasi,” ucapnya. 

    Sementara itu, Boy Thohir mengaku bahwa pertemuan para pengusaha dengan Prabowo di Istana siang ini dalam rangka menyambut tamu negara. Namun demikian, dia tidak mengungkap siapa tamu yang dimaksud olehnya itu. 

    Adapun untuk pertemuan semalam, Kamis (6/3/2025), kakak dari Menteri BUMN Erick Thohir itu mengaku bahwa Prabowo turut berpesan soal beberapa program prioritasnya. Misalnya, Makan Bergizi Gratis (MBG), 3 juta rumah serta sovereign wealth fund baru RI, Danantara. 

    Boy menyebut Prabowo meminta agar pengusaha dan masyarakat bergotong royong membangun negara. “Semua pihak baik itu pengusaha, masyarakat menengah, individu semua lah kita bergotong royong bersama-sama membangun negara ini. Karena memang kalau bukan kita siapa lagi kan,” terangnya.

    Boy mengaku sempat menyinggung aksi korporasi yang dilakukan dirinya dan sejumlah pengusaha di pasar modal untuk memulihkan kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sempat menurun beberapa waktu lalu. 

    “Hari Selasa saya sama teman-teman di capital market begitu saham turun kan kita juga support, kan ada buy back apa segala macam langsung kan rebound,” tuturnya.

    Polisi Pasar Modal 

    Di sisi lain, pasar modal sempat bergejolak ketika mendengar Bareskrim Polri bakal ikut memantau pergerakan saham. Wacana ini memicu pro kontra. Ada ketakutan, keterlibatan penegak hukum dalam pengawasan transaksi saham yang sangat cair, akan menimbulkan guncangan apalagi kalau sampai ikut cawe-cawe alias intervensi pasar.

    Sebaliknya, polisi merasa perlu ikut mengawasi pasar saham. Tidak dalam kapasitas intervensi pasar, tetapi mendukung program Presiden Prabowo Subianto. Kehadiran polisi hanya untuk penegakan hukum. Apalagi, banyak kasus kejahatan terjadi di pasar modal. Korupsi Taspen, Jiwasraya, kemudian skandal ‘mafia listing’ yang melibatkan oknum Bursa Efek Indonesia (BEI) adalah contohnya.

    Kasus terakhir cukup menarik karena melibatkan orang dalam BEI. Ada 5 orang yang diduga menerima suap untuk memuluskan listing perusahaan tercatat. Praktik ini diduga telah berlangsung bertahun-tahun. Sayangnya, ujungnya tidak jelas, apakah kasus itu lanjut ke pidana atau cukup dengan pemecatan oleh otoritas bursa. Kasus ini menguap begitu saja.

    Selain soal skandal, keterlibatan polisi dalam memantau bursa tidak lepas dari keberadaan Badan Pengelola Investasi alias BPI Danantara. Badan baru ini mengelola BUMN jumbo, termasuk sebagian yang telah tercatat di lantai bursa. Polisi, sebagai lembaga penegak hukum di bawah presiden, tergerak untuk mengawasi gerak-gerik saham supaya tidak muncul skandal baru yang berpotensi merugikan negara triliunan rupiah.

    “Bareskrim juga punya concern [memantau saham] dan berkoodinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) khususnya dalam bidang pengawasan saham,” kata Kasubdit 5 Bareskrim Polri Kombes Pol M Irwan Susanto, Rabu (5/3/2025) lalu. 

    Namun demikian, Irwan menegaskan bahwa pemantauan yang dilakukan Bareskrim tidak akan mengganggu pasar. Polri, kata dia, hanya ingin memberikan kepastian kepada nasabah dan menciptakan ekosistem investasi yang positif baik di pasar modal, asuransi, maupun sektor keuangan lainnya.

    “Ini dijaga sehingga bisa menopang satu sisi ekonomi dan kepastian kepada nasabah.”

    Keterlibatan Polri dalam pengawasan sektor keuangan sebenarnya bukan hal yang baru. Polri adalah salah satu anggota Satuan Tugas alias Satgas Waspada Investasi. Namun demikian, sejauh ini, tugas Satgas tersebut terbatas kepada pengawasan dan pemberantasan praktik investasi ilegal. Paling banyak menindak pinjaman online alias pinjol ilegal.

    Polisi berjaga di sebuah lokasi./IstimewaPerbesar

    Padahal, kalau menilik data Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan alias PPATK, jumlah kasus transaksi yang terindikasi pencucian uang hasil kejahatan di pasar modal cukup banyak. Setiap tahun transaksinya terus meningkat. 

    Tahun 2024 lalu, misalnya, lembaga intelijen keuangan mencatat sebanyak 2.818 indikasi pidana di dalam laporan transaksi keuangan mencurigakan atau LTKM di pasar modal. Jumlah ini naik sekitar 125% dari transaksi tahun 2023 yang tercatat di angka 1.248. 

    PPATK juga mencatat jumlah transaksi mencurigakan melalui perusahaan efek juga naik signifikan. Perusahaan efek adalah perusahaan yang beraktivitas di pasar modal. Pada tahun 2024 lalu, transaksi gelap melalui perusahaan efek mencapai 12.335. Naik berkali-kali lipat dibandingkan tahun 2023 yang hanya 1.534 transaksi. Kalau dipersentase sebanyak 704,1% kenaikannya.

    Adapun kalau merujuk kepada Undang-undang No.8/1995 tentang pasar modal, kejahatan di pasar modal bisa digolongkan kepada tiga jenis kejahatan yakni fraud termasuk penipuan di dalamnya, insider trading alias perdagangan orang dalam, serta manipulasi pasar.

    Sementara itu, Undang-undang Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau UU PPSK, mengamanatkan penyidikan di pasar modal hanya dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

    Dalam catatan Bisnis, tidak hanya pasar modal, semula UU PPSK menegaskan bahwa satu-satunya penyidik yang berhak melakukan penyidikan tindak pidana keuangan adalah penyidik dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

    Namun demikian, beleid turunan UU yakni Peraturan Pemerintah Nomor 5/2023 tentang Penyidikan Tindak Pidana di Sektor Keuangan memberikan relaksasi. Polri tetap bisa melakukan penyidikan tindak pidana di sektor keuangan. Penegasan mengenai kewenangan Polri itu tertuang dalam pasal 2 ayat 1 huruf a.

    Polisi Tak Boleh Intervensi 

    Sebelumnya, Analis Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengungkapkan kekhawatirannya terhadap langkah Polri di pasar modal. Menurutnya, kalau memang ada penegakan hukum yang mengatur agar pihak kepolisian bisa ikut memantau transaksi pasar modal, seharusnya diperlukan koordinasi antarlembaga.

    Koordinasi antarlembaga, katanya, bisa memberikan dan meningkatkan keyakinan maupun kepercayaan kepada para investor supaya bisa berinvestasi di pasar modal dengan sangat kondusif. “Apalagi hal tersebut juga bertujuan untuk mencegah terjadinya manipulasi perdagangan di pasar modal. Jadi ini benar-benar bisa menciptakan ekosistem pasar modal di Tanah Air yang kondusif, harapannya seperti itu,” jelasnya.

    Nafan berharap polisi bergerak sesuai koridor dan tidak mengintervensi pasar saat memantau pergerakan harga saham di pasar modal. “Yang terpenting sesuai dengan koridornya masing-masing, asalkan tujuannya bukan intervensi. Namanya market ‘kan sebenarnya tidak menginginkan adanya intervensi pasar,” tuturnya.

    Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira justru mempertanyakan rencana Bareskrim Polri ikut memantau pergerakan harga saham di pasar modal.

    Keterlibatan penegak hukum menurutnya, bisa jadi menjadi sinyal kegentingan atas yang terjadi di pasar modal. Tahun lalu, misalnya, meski asal-usulnya tidak jelas, ada sekitar Rp4.086,3 triliun dana yang lari dari Indonesia ke Singapura. 

    “Ada kegentingan apa ya, Bareskrim ikut memantau pengawasan pasar modal? Berarti ini sinyal bahwa ada kegentingan yang memaksa pihak kepolisian ikut turun melakukan pengawasan.”

  • Dampak Revisi UU TNI Merembet ke Ekonomi: Perebutan Lapangan Kerja hingga Defisit APBN

    Dampak Revisi UU TNI Merembet ke Ekonomi: Perebutan Lapangan Kerja hingga Defisit APBN

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom mewanti-wanti Revisi UU TNI dapat memunculkan masalah baru dalam tatanan ekonomi, yakni perebutan posisi dengan masyarakat sipil.

    Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira memandang penempatan TNI aktif di jabatan sipil, apabila RUU TNI disahkan jadi UU, dapat menimbulkan masalah inefisiensi sumber daya.

    Hal tersebut didasarkan pada gap keahlian militer yang berbeda dengan pekerjaan sipil, terutama dalam pengambilan keputusan strategis.

    “Jika semua masalah ditarik pada konteks keamanan dan pertahanan, terdapat risiko proses pembangunan akan bias kepentingan militer,” ujar Bhima, dikutip pada Rabu (19/3/2025).

    Pasalnya, muncul beragam polemik atas revisi tersebut, terutama terkait ketentuan yang disinyalir bertujuan untuk membangkitkan Dwifungsi ABRI. Sorotan kian kuat karena RUU disetujui ke rapat paripurna.

    Polemik tersebut, salah satunya, muncul karena pemerintah bersama DPR menambah daftar K/L—dari 10 menjadi 16—yang memperbolehkan TNI tetap aktif.

    Bhima turut melihat potensi terjadinya crowding out effect apabila TNI aktif boleh berbisnis karena militer mengambil porsi pekerjaan yang harusnya dilakukan oleh pelaku swasta, UMKM, bahkan petani.

    Sebagai contoh, sudah terjadi pada program makan bergizi gratis dengan dapur umum tersentralistik, dan food estate yang dikerjakan TNI.

    “Artinya ada potensi lapangan pekerjaan masyarakat diperebutkan militer aktif,” lanjutnya.

    Lain halnya penempatan anggota TNI di BUMN terbukti tidak berkorelasi terhadap berbagai indikator kinerja, baik sebagai PSO maupun penyumbang laba.

    Kemungkinan yang justru akan terjadi adalah demoralisasi pada manajerial dan staff BUMN karena puncak karier ditentukan oleh political appointee bukan karena meritrokrasi. Jika BUMN tidak memiliki konsep meritrokrasi dikhawatirkan brain drain akan merugikan BUMN itu sendiri.

    Dari sisi investasi, keberadaan TNI di posisi yang diperuntukkan untuk sipil tersebut memberikan kesan ekonomi kembali pada sistem komando bukan berdasarkan pada inovasi dan persaingan sehat.

    Khawatirnya, investor akan menimbang ulang berinvestasi di Indonesia dan target penanaman modal asing atau foreign direct investment (FDI) yang ditetapkan pemerintah senilai Rp3.414 triliun pada 2029, bakal sulit tercapai.

    Sementara salah satu poin revisi, yakni perpanjangan usia dinas, perlu pertimbangan ruang APBN di tengah berkoarnya kebijakan efisiensi.

    Melihat total belanja pegawai pemerintah tahun ini saja sudah tembus Rp521,4 triliun atau meningkat tajam 85,5% dalam 10 tahun terakhir.

    “Jika umur pensiun TNI ditambah, defisit APBN diperkirakan menembus 3% dalam waktu singkat yang artinya bisa melanggar konstitusi UU Keuangan Negara 2003,” tutupnya.

    Melihat defisit tahun ini, pemerintah menetapkan sebesar 2,53% terhadap produk domestik bruto (PDB) atau setara dengan Rp616,2 triliun. Baru dua bulan berjalan APBN 2025, sejumlah lembaga pun memandang defisit terus berpotensi melebar ke level 2,9%.

    Komisi I DPR RI pun akan menggelar rapat dengan pemerintah dalam rangka pembicaraan tingkat I untuk pengambilan keputusan terhadap revisi Undang-Undang tentang Perubahan Atas UU Nomor 34/2004 tentang TNI hari ini, Selasa (18/3/2025).