TRIBUNJAKARTA.COM – Wakil Ketua DPRD Tangerang Selatan (Tangsel), Maria Teresa Suhardja, angkat bicara soal kasus korupsi di tubuh Dinas Lingkungan Hidup (LH) Tangsel.
Seperti diketahui, Kepala Dinas (Kadis) LH, Wahyunoto Lukman dan Kepala Bidang (Kabid) Kebersihan Dinas LH, TB Apriliadhi Kusumah Perbangsa, ditetapkan sebagai tersangka korupsi pengelolaan sampah oleh Kejaksaan Tinggi Banten. Hasil penyidikan menunjukkan, keduanya kongkalikong dengan Direktur PT Ella Pratama Perkasa (EPP), Sukron Yuliadi Mufti, yang juga tersangka, dalam menjalankan aksinya.
Maria mengingatkan kepada Wali Kota Tangsel, Benyamin Davnie, agar lebih ketat dalam menyeleksi pejabat, terutama untuk level kadis.
“Wali Kota dalam mengangkat pejabat di lingkaran dinas harus lebih ketat lagi dalam profiling person untuk menduduki jabatan tertentu,” kata Maria saat dihubungi TribunJakarta, Kamis (17/4/2025).
Pejabat pemerintah kota harus memiliki keahlian sesuai bidang kerjanya dan antikorupsi.
“Selain kemampuan literasi teknokrasi, juga perilaku jujur dan bersih dari perilaku koruptif,” jelasnya.
Politikus Gerindra itu juga meminta Wali Kota memagari para pejabatnya dari penyalahgunaan wewenang dengan menggandeng penegak hukum, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Wali Kota juga harus bisa bekerja sama dengan institusi penegak hukum seperti KPK, kejaksaan dan lain sebagainya untuk sering-sering melaksanakan pembinaan. Wali Kota juga harus menciptakan pemerintahan yang clean and clear menuju good government,” kata Maria.
Maria pun menyoroti sektor pengelolaan sampah di Tangsel, yang proyeknya sedang dalam pusaran korupsi.
Dalam sehari, produksi sampah di kota satelit Jakarta itu mencapai 1.000 ton lebih.
Menurutnya, pemerintah kota harus lebih serius memikirkan permasalahan sampah yang sudah darurat.
“Ini yang harus dipikirkan secara serius, karena masalah sampah di Tangsel sudah masuk ke kategori darurat.”
“Pemkot harus segera mencarikan solusi cepat,” tegas Maria.
Anggota dewan termuda itu menyerahkan kasus korupsi yang melibatkan dua pejabat Dinas LH Tangsel berjalan sesuai hukum yang berlaku.
“Yang jelas saya turut prihatin atas kasus yang menimpa Kadis LH yang sudah menjadi tersangka korupsi, terkait persoalan hukum yang menjerat beliau tentu saja itu menjadi ranah hukum dan penegakan hukum, saya tidak bisa terlalu banyak komentar, ikuti saja alurnya sesuai hukum, jika tidak bersalah pasti bebas, kalau bersalah ya ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku,” kata Maria.
“Namun ada sisi positif yang bisa diambil bahwa ini bisa menjadi sebuah pelajaran bagi kita bersama untuk selalu berhati-hati dalam menjaga amanah jabatan dan berjalan sesuai dengan koridor,” pungkasnya.
Kasus Korupsi 2 Pejabat Dinas LH Tangsel
Diberitakan sebelumnya, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Banten, Rangga Adekresna, menjelaskan peran Kadis LH Tangsel, Wahyunoto Lukman dan Kabid Kebersihan DInas LH Tangsel, TB Apriliadhi Kusumah Perbangsa, dalam kasus korupsi proyek pengelolaan sampah tahun 2024.
Wahyunoto ditetapkan tersangka setelah pemeriksaan selama lima jam di Kantor Kejati Banten, Serang, sejak pukul 09.00 WIB, Selasa (15/4/2025).
Rangga mengatakan, Wahyunoto langsung ditahan di Rutan Kelas II B Pandeglang selama 20 hari ke depan.
Kasus korupsi yang melibatkan Wahyunoto ini terkait proyek pengelolaan sampah senilai Rp 75 miliar.
Wahyunoto terlibat aktif dalam menentukan lokasi pembuangan dan pemrosesan sampah yang tak sesuai standar.
“Pada saat pelaksanaan pekerjaan, tersangka WL bersama-sama dengan saudara Zeki Yamani, telah secara aktif berperan dalam menentukan titik lokasi buang sampah.”
“Lokasi-lokasi itu tidak memenuhi kriteria tempat pemrosesan tempat akhir pembuangan sebagaimana ketentuan yang berlaku,” papar Rangga.
Rangga menjelaskan, titik lokasi yang dijadikan tempat sampah ilegal tersebut tersebar di sejumlah wilayah, mulai dari Kabupaten Tangerang, Bogor dan Bekasi.
“Itu lahan-lahan tersebut merupakan lahan-lahan orang per orangan, jadi bukan lahan tempat pemrosesan akhir,” jelasnya.
Rangga menambahkan, dampak dari pembuangan sampah ke lokasi tidak semestinya telah merugikan warga sekitar, terutama terkait pencemaran lingkungan.
“Yang jelas dampak yang dirasakan itu justru di Kabupaten Tangerang. Di tempat dilakukannya pembuangan sampah. Di mana itu warga di sekitar Desa Gintung, area Desa Gintung itu komplain. Karena di wilayahnya terjadi tempat pembuangan sampah ilegal,” ujarnya.
Sebelumnya, Wahyunoto juga kongkalikong dengan Direktur PT EPP, Sukron Yuliadi Mufti.
Wahyunoto bersekongkol dengan Sukron untuk mengurus Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) PT EPP agar memiliki KBLI pengelolaan sampah, bukan hanya KBLI pengangkutan.
“Padahal, PT EPP tidak memiliki fasilitas, kapasitas, atau kompetensi sebagai perusahaan yang dapat melakukan pekerjaan pengelolaan sampah sesuai ketentuan yang berlaku.”
“Agar dapat mengikuti proses pengadaan tersebut, tersangka SYM telah bersekongkol dengan WL,” ungkap Rangga, dikutip dari Kompas.com.
Mengenai aliran dana yang masuk ke Wahyunoto, Rangga menyatakan bahwa penyidik masih mendalami hal tersebut.
“Untuk sementara, tim masih melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap aliran dananya,” katanya.
Sukron juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama dan saat ini ditahan di Rumah Tahanan Kelas IIB Serang.
Sementara itu, ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu (16/4/2025).
Rangga menjelaskan, Apriliadhi merupakan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada proyek pengelolaan sampah yang sedang diusut ini.
“Tim penyidik kembali melakukan penahanan terhadap tersangka TAKP yang menjabat KPA dan merangkap PPK dalam perkara tindak pidana korupsi kegiatan pekerjaan jasa layanan pengangkutan dan pengelolaan sampah,” kata Rangga kepada wartawan di kantornya, Serang, Banten, Rabu (16/4/2025), dikutip dari Kompas.com.
Menurut Rangga, sejak tahap awal pemilihan penyedia jasa, Apriliadhi dinilai telah menyalahi aturan.
Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang disusun tersangka sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tidak disusun secara profesional dan tidak berdasarkan data yang bisa dipertanggungjawabkan.
Selain itu, Apriliadhi tidak melakukan klarifikasi teknis maupun evaluasi fungsi dan kinerja produk pada katalog elektronik kepada PT EPP selaku penyedia.
“Rancangan kontrak yang disahkan oleh tersangka dan dijadikan dokumen kontrak juga tidak disusun dengan benar. Tidak mengatur tujuan lokasi pengangkutan sampah dan tidak mengatur teknis pengelolaan sampah yang harus dilakukan PT EPP,” ujar Rangga.
Pada tahap pelaksanaan, Apriliadhi disebut mengetahui bahwa PT EPP tidak menjalankan pekerjaan sebagaimana mestinya, namun tetap membiarkan kondisi tersebut.
Tersangka juga tidak melakukan pengawasan maupun monitoring terhadap lokasi pembuangan sampah.
“Faktanya, PT EPP tidak membuang sampah ke lokasi yang sesuai kriteria tempat pemrosesan akhir sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan,” katanya.
Meski PT EPP tidak melengkapi persyaratan administrasi, TAKP tetap menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) dan melakukan pembayaran 100 persen.
“Akibat perbuatannya, TAKP dikenakan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 KUHP,” tandas Rangga.
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya