Tag: Benny K Harman

  • Anggaran Pembangunan IKN Diblokir, Politisi Demokrat: Jangan Sampai Mangkrak

    Anggaran Pembangunan IKN Diblokir, Politisi Demokrat: Jangan Sampai Mangkrak

    FAJAR.CO.ID — Anggota DPR RI dari Fraksi Demokrat, Benny K Harman mengomentari terkait pemblokiran anggaran pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

    “Betul kah berita ini? Mengapa anggarannya diblokir?,” kata Benny K Harman dalam akun X, pribadinya, Sabtu, (8/2/2025).

    Menurutnya, dalam situasi keuangan negara yang sangat berat tentu pemerintah harus memilih.

    “Harus ada pilihan. Apakah melanjutkan pembangunan IKN atau mensukseskan program makan siang gratis,” tuturnya.

    Dikatakan, jika menggunakan rational choice, akal sehat, sudah barang tentu negara akan set aside pembangunan IKN dan mengutamakan kepentingan rakyat. Mensukseskan makan siang gratis itu adalah kepentingan rakyat yang utama.

    “Jika uang sudah cukup baru lah dilanjutkan. Jangan sampai IKN mangkrak. Setuju kan? Mari kita diskusi bebas. #RakyatMonitor#,” tandasnya.

    Sebelumnya, Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo menyebut anggaran pembangunan IKN tahun 2025 masih diblokir.

    “Kan anggaran kita diblokir semua, kok tanya progres kemana sih, anggarannya enggak ada,” kata Dody kepada, Kamis (6/2/2025).

    Hal ini tak terlepas Inpres Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025.

    Akibat pemblokiran ini, progres pembangunan IKN di tahun 2025 masih terhambat.

    Meski demikian, pemerintah tetap menegaskan bahwa IKN telah dianggarkan Rp48 Triliun untuk lima tahun ke depan. Hanya saja penganggarannya belum dibuka. (*)

  • Presiden Prabowo Beri Ultimatum ke Pejabat Negara, Kader Partai Demokrat: Mari Kita Dukung

    Presiden Prabowo Beri Ultimatum ke Pejabat Negara, Kader Partai Demokrat: Mari Kita Dukung

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Presiden RI, Prabowo Subianto, memberikan ultimatum kepada seluruh aparat penegak hukum dan institusi negara.

    Ultimatum tersebut meminta agar para pejabat negara membersihkan dirinya masing-masing dari tindak pidana korupsi.

    Ini dilakukan Presiden Prabowo agar bisa menyukseskan program-program pemerintah.

    Prabowo memperingatkan bahwa ia bakal menindak aparat yang menghalang-halangi kebijakan yang disiapkan pemerintah untuk membantu rakyat Indonesia.

    Terkait hal ini, Kader Partai Demokrat, Benny K Harman menyambut baik pernyataan dari orang nomor satu Indonesia itu

    Ia menyebut ini sebagai langkah yang baik agar kedepannya Pemerintahan di Indonesia bisa bersih.

    “Luar biasa pernyataan dan penegasan Bpk Presiden Prabowo,” tulis Benny dicuitan akun X pribadinya dikutip Jumat (7/2/2025).

    “Kepada para pejabat negara diminta utk segera bersihkan diri sebelum dibersihkan,” tuturnya.

    Benny pun dengan tegas mendukung langkah dan ultimatum yang diberikan oleh Presiden Prabowo agar ke depannya cita-cita Indonesia bisa tercapai.

    “Mari kita dukung Presiden Prabowo agar cita-cita Indonesia Raya terwujud. Medeka! #RakyatMonitor#,” terangnya.

    (Erfyansyah/fajar)

  • Kata Waketum Demokrat Soal Wacana Penghapusan Parliamentery Threshold

    Kata Waketum Demokrat Soal Wacana Penghapusan Parliamentery Threshold

    Jakarta

    Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Benny K Harman menyampaikan tanggapan soal peluang penghapusan ambang batas parlemen atau parliamentery threshold. Benny mengatakan, belum ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai parliamentery threshold.

    Benny menyampaikan, partainya mendukung penghapusan ambang batas presiden atau presidential threshold. Dia mengatakan penghapusan presidential threshold merupakan perjuangan Partai Demokrat.

    “Presidential threshold kan sudah dihapus oleh MK. Kalau kami dukung itu, sebab itu perjuangan kami dari dulu. Demokrat memang mendukung tidak boleh ada ambang batas untuk pilpres,” kata Benny K Harman di TMII, Jakarta Timur, Selasa (21/1/2025).

    Berbeda dengan presidential threshold, Benny mengaku, belum bisa menyampaikan sikap Partai Demokrat terhadap penghapusan parliamentery threshold. Karena belum ada putusan MK mengenai hal itu.

    Dia mengaku, Partai Demokrat belum bisa menyampaikan apakah akan mendukung penghapusan parliamentery threhold atau tidak. Menurutnya, sikap Partai Demokrat masih menunggu jika ada putusan MK mengenai parliamentery threshold.

    “Untuk ambang batas parpol menurut saya sampai saat ini belum ada putusan MK ya. Kita tunggu seperti apa putusan MK nanti,” katanya.

    Sebelumnya, peluang MK membatalkan parliamentary threshold disampaikan oleh Menko Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra. Dia yang juga tokoh Partai Bulan Bintang (PBB) itu menyebut penghapusan parliamentary threshold sebagai konsekuensi dari putusan MK yang telah membatalkan presidential threshold.

    “Itu adalah konsekuensi dari pembatalan presidential threshold yang juga adalah pembatalan parliamentary threshold. Ini paling tidak memberikan secercah harapan bagi partai politik, khususnya Partai Bulan Bintang,” kata Yusril saat berpidato di Muktamar VI PBB di Denpasar, Bali, dilansir detikBali, Selasa (14/1).

    “Kemendagri, sebagai bagian dari pemerintah, kami akan, satu, di Kemendagri saya sudah memerintahkan staf saya untuk melakukan semacam FGD (Forum Group Discussion), apa tindak lanjutnya merespons itu,” kata Tito usai rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (17/1).

    (dnu/dnu)

  • DPR Harap Kejagung Profesional Terkait Kasus Tom Lembong – Page 3

    DPR Harap Kejagung Profesional Terkait Kasus Tom Lembong – Page 3

    Senada, Anggota Komisi III DPR RI, Benny K Harman menekan, hukum harus diterapkan secara equal untuk memenuhi asas persamaan di depan hukum. Artinya, semua orang sama di depan hukum.

    Apalagi, adanya praduga motif politik di balik penetapan Tom Lembong sebagai tersangka. Soal ini, Benny menilai Kejaksaan Agung harus menepis anggapan tersebut dengan memberi penjelasan secara transparan kepada publik.

    “Asas bersamaan hukum itu adalah intinya hukum yang sama harus diterapkan kepada semua orang tanpa perbedaan kalau ada pelanggaran hukum maka sanksinya harus diterapkan kepada semua siapapun yang melanggar hukum, nah itu prinsipnya,” papar Benny.

    Ia memandang, transparansi menjadi tanggung jawab aparat penegak hukum. Keterbukaan pun menjadi jawaban Kejagung atas penilaian publik bahwa proses hukum yang menjerat mantan Mendag bermuatan politik.

    Bahkan, Benny meminta konstruksi hukum dipublikasi secara luas, jika hal tersebut sudah dapat dibuktikan secara valid.

    “Ya peristiwa hukum itu untuk menentukan apakah ini peristiwa hukum pidana atau tidak apakah ini peristiwa tindak pidana korupsi atau tidak. Kalau sudah diketahui dipastikan bahwa ada peristiwa hukum pidana korupsi disitu maksudnya, baru dicari siapa pelakunya,” katanya.

    Karena itu penting bagi Kejaksaan Agung untuk membuka kasus ini secara terang benderang di depan publik, sehingga masyarakat bisa mengawasi dengan lebih seksama.

    “Karena selama ini kan hanya seolah-olah impor gula. Impor gula kan semua menteri di kementerian itu kan impor gula, impor gula itu kan kebijakan, itu belum tentu ada unsur perbuatan melawan hukum disitu, kan kita gak tau unsur itu kan waktu itu,” sebut Benny.

    Demi menghindari bola panas secara liar terus berlanjut, DPR bahkan meminta Kejaksaan Agung melalui Jampidsus bisa melaporkannya secara terbuka kepada wakil rakyat.

    “Kita minta kalau bisa Kejaksaan Agung dan Jampisdsusnya itu memberikan penjelasan secara lebih terbuka secara lengkap kepada komisi III tentang soal ini. Kenapa? Supaya tidak ada tuduhan-tuduhan yang tadi itu, itu yang kita minta. kita kan gak tau bener tapi kan kita gak bisa berprasangka untuk mencegah prasangka-prasangka itu. Kita minta kejaksaan agung harus jelaskan itu terbuka,” sebut Benny.

    Sayangnya hingga kini belum ada penjelasan rinci dari aparat penegak hukum. Apalagi dasar penetapan tersangka juga dipertanyakan karena menggunakan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

    “Yang punya kewenangan untuk menghitung ada tidak ada kerugian anggara itu kan hanya BPK, tapi selama ini kan suka-suka penegak hukum lah. Cuman kan kita gak bisa berduga-duga juga, karena itu kita minta coba yuk jelaskan sejelas-jelasnya kepada rakyat melalui kami sebagai wakil rakyat,” ujar Benny.

     

  • Mertua Kiky Saputri, Gusrizal Setuju Revisi UU KPK agar Dewas Tak Jadi Macan Ompong

    Mertua Kiky Saputri, Gusrizal Setuju Revisi UU KPK agar Dewas Tak Jadi Macan Ompong

    Bisnis.com, JAKARTA — Calon Dewan Pengawas atau Cadewas Gusrizal menyatakan sepakat soal stigma dewan pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diibaratkan seperti “macan ompong”.

    Hal ini dia sampaikan saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan alias fit and proper test oleh Komisi III DPR RI, di Gedung DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, pada Rabu (20/11/2024).

    “Saya sependapat [dengan apa yang] disampaikan waktu KPK mempertanggungjawabkan sekali setahun dengan Komisi III. Salah seorang dari anggota Komisi III menyebut ‘dewas ini ibarat macan ompong’,” ujarnya di hadapan anggota Komisi III DPR RI.

    Gusrizal menambahkan, ini dikarenakan dewas KPK tidak memiliki kewenangan yang jelas jika merujuk pada Pasal 37 UU KPK, lantaran pasal itu hanya mengatur tentang hak, tidak mengatur kewenangan dari dewas KPK.

    “Karena dalam pasal 37 hanya mengatur hak aja. Kewenangan gak ada, hanya rekomendasi saja terhadap si pelanggar saja. ‘Mau diapain kamu? mengundurkan diri ya? Kamu minta maaf ya’. Itu aja. Coba ada kewenangan misalnya berikan gajinya stop sekian jika melakukan pelanggaran,” ujarnya.

    Mertua artis Kiky Saputri ini menyebut jika ada kewenangan seperti itu, dewas KPK akan disegani oleh para insan KPK, terutama Pimpinan KPK.

    “Nah itu pak, di pasal 37 itu. Sependapat dengan yang disampaikan oleh Bapak Komisi III ketika itu tentang pertanggungjawaban KPK. Ada yang menyampaikan bahwa dewas ini ibarat macan ompong. Memang demikian dalam pasal 37 itu,” jelasnya.

    Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Rano Al Fath menanyakan pendapat Gusrizal apakah dirinya akan setuju jika ada opsi UU KPK akan direvisi. 

    Pertanyaan itu pun dijawab setuju oleh Gusrizal. Dia kembali menegaskan bahwa dalam Pasal 37 UU KPK memang harus ada kewenangan yang jelas bagi dewas KPK.

    “Sangat-sangat setuju, saya merasa [pasal] 37 itu ada kewenangan,” tandasnya.

    Sebelumnya pada periode lalu, anggota Komisi III DPR RI Benny K Harman mengkritisi tugas dewas KPK. Menurutnya ada atau tidak adanya Dewas KPK sama saja, pemberantasan korupsi masih tidak maksimal. 

    Pernyataan tersebut dia ungkapkan saat, Rapat Dengar Pendapat dengan Dewas KPK, di ruang rapat Komisi III DPR RI, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (5/6/2024).

    Benny mengungkapkan tugas Dewas KPK adalah untuk mengawasi pelaksanaan wewenang Pimpinan KPK dalam melakukan supervisi dan koordinasi dengan aparat penegak hukum lain, Polri, dan Kejaksaan.

    “Pak Tumpak [Ketua Dewas sejak 2018] saya ingin tahu tugas Dewas itu untuk mengawasi pelaksanaan wewenang Pimpinan KPK untuk melakukan supervisi dan koordinasi, penanganan pemberantasan korupsi oleh APH, dalam hal ini Kepolisian dan Kejaksaan. Makanya saya bilang Dewas ini seperti macan ompong,” ujar Benny.

  • Capim Michael Rolandi Setuju Adanya Revisi UU KPK Demi Kembalikan Independensi – Page 3

    Capim Michael Rolandi Setuju Adanya Revisi UU KPK Demi Kembalikan Independensi – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Michael Rolandi Cesnanta Brata mengaku setuju apabila Undang-Undang KPK kembali direvisi. Hal itu menurutnya dapat mengembalikan independensi penyidik lembaga antirasuah ke depannya.

    “Setuju Pak Undang-Undang KPK untuk direvisi kembali. Ini memang Pak kalau di Undang-Undang yang lama, Undang-Undang 30 tahun 2002, KPK tidak di bawah rumpun eksekutif,” tutur Michael dalam fit and proper test capim KPK di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin 18 November 2024 malam.

    “KPK bisa menjadi pilar keempat ya Pak dalam hal ketatanegaraan. Namun demikian, kalau saya melihatnya adalah di sisi Independensi yang harus dilaksanakan oleh KPK,” sambungnya.

    Ketika KPK yang sekarang berada dalam rumpun eksekutif, kata Michael, hal itu membuat independensi secara kelembagaan hanya di rumpun eksekutif saja.

    “Tetapi Independensi secara fungsional, dia seharusnya bebas, bebas dalam hal tetap independen untuk melakukan kegiatan-kegiatan pelaksanaan tugas dan fungsinya Pak,” jelas dia.

    “Penyidik-penyidik ini memang harus bersikap independen Pak, dari manapun instansinya sebetulnya dia dalam hal kegiatan penyelidikan, penyidikan, itu harus mempunyai sikap independen,” lanjut Michael.

    Hal itu menanggapi pertanyaan dari Anggota Komisi III DPR RI Benny K Harman yang memintanya menanggapi peluang revisi kembali Undang-Undang KPK.

    “Kerusakan KPK itu bukan karena tata kelolanya ini, tapi karena mengapa faktor Undang-undang KPK. Revisi UU KPK yang menempatkan itu bagian masuk dalam rumpun kekuasaan eksekutif itu salah satu faktor,” ujar Benny.

    Dia lantas menyinggung kondisi penyidik KPK yang tidak menjadi independen, namun malah dilucuti integritasnya yang salah satunya dilakukan lewat Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

    “Apakah setuju kalau penyidik KPK, penuntut KPK, jadi penyidik independen,” tanyanya.

  • 2
                    
                        Mengapa Anggota DPR Kompak Mencecar Jaksa Agung Terkait Kasus Tom Lembong?
                        Nasional

    2 Mengapa Anggota DPR Kompak Mencecar Jaksa Agung Terkait Kasus Tom Lembong? Nasional

    Mengapa Anggota DPR Kompak Mencecar Jaksa Agung Terkait Kasus Tom Lembong?
    Penulis
    Penetapan eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong (
    Tom Lembong
    ) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait
    impor gula
    pada tahun 2015-2016 menjadi sorotan dalam rapat kerja Komisi III
    DPR
    RI bersama Kejaksaan Agung (
    Kejagung
    ).
    Dalam rapat yang digelar pada Rabu, 13 November 2024, anggota DPR RI ramai-ramai mencecar
    Jaksa Agung
    Sanitiar Burhanuddin dan jajaran Kejagung untuk memberikan penjelasan terkait penanganan kasus impor gula karena menjadi sorotan publik.
    Pada awal rapat, Wakil Ketua Komisi III DPR Rano Al Fath langsung menyinggung soal penetapan tersangka terhadap Tom Lembong.
    “Ada beberapa perkara yang memang sedang ditangani oleh Kejagung ini cukup menarik jadi publik benar-benar hari ini melihat kinerja dari Kejagung. Salah satunya dibicarakan oleh masyarakat itu perkara penetapan tersangka mantan menteri Tom Lembong,” ujar Rano.
    Diketahui, Tom Lembong ditetapkan menjadi tersangka karena mengizinkan impor gula saat stok gula di dalam negeri tengah surplus.
    Beberapa anggota Komisi III DPR RI kemudian menggali lebih dalam mengenai dugaan motif di balik penetapan tersangka terhadap Tom Lembong.
    Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat, Hinca Panjaitan bahkan mendesak Kejagung memberikan penjelasan yang lebih rinci.
    Hinca mengungkapkan bahwa penanganan kasus impor gula tersebut menimbulkan dugaan adanya balas dendam politik.
    “Kami merasakan, mendengarkan percakapan di publik, penanganan penangkapan kasus Tom Lembong itu sarat dengan dugaan balas dendam politik,” ujar Hinca.
    Hinca pun berharap Kejagung dapat memberikan penjelasan yang lebih komprehensif tentang penanganan kasus ini, agar tidak terjadi kesalahpahaman yang semakin memperburuk citra hukum di mata publik.
    “Karena anggapan itu yang kami dengarkan, itu yang kami rekam, karena itu kami sampaikan. Harus dijelaskan ini ke publik lewat Komisi III ini supaya betul-betul kita dapatkan,” kata Hinca.
    Anggota DPR lainnya, Benny K Harman, ikut memberikan sorotan tajam. Dia berpendapat bahwa penetapan Tom Lembong sebagai tersangka jangan berhenti pada individu tersebut saja.
    Dia menyebut, Kejagung harus menggunakan ini untuk menjadikan kasus ini sebagai jalan untuk membongkar kasus korupsi yang lebih luas di sektor impor gula.
    “Itu pintu masuk, mudah-mudahan pintu masuk betul Pak Jaksa Agung. Jadi jangan sampai batas sampai di pintu masuk,” ujar Benny.
    Benny juga menyarankan agar Kejagung tidak hanya sekadar membuka satu pintu kasus, tetapi juga menggali lebih dalam untuk mengungkap dugaan korupsi yang lebih besar.
    “Masuk lebih dalam lagi, tapi bagaimana masuk lebih dalam kalau yang dangkal ini belum disentuh? Sentuh yang dangkal dulu baru masuk ke laut yang lebih dalam lagi. Kami menunggu,” ungkap Benny.
    Tidak sedikit anggota DPR yang menilai bahwa penetapan Tom Lembong sebagai tersangka terlalu terburu-buru.
    Politikus Partai Gerindra, Muhammad Rahul, mengungkapkan soal kekhawatirannya terkait cepatnya proses penetapan tersangka ini.
    “Saya langsung saja, menurut saya itu terlalu terkesan terburu-buru Pak Jaksa Agung. Dalam artian, proses hukum publik harus dijelaskan dengan detail konstruksi hukum kasus dugaan tindak pidana korupsi tersebut,” ujar Rahul.
    Dia khawatir bahwa ketergesaan dalam penetapan tersangka bisa menciptakan kesan bahwa hukum dipakai sebagai alat politik oleh pemerintah.
    “Pak Jaksa Agung jangan sampai kasus ini menggiring opini yang negatif kepada publik dan beranggapan bahwa pemerintah menggunakan hukum sebagai alat politik,” kata Rahul.
    Anggota Komisi III dari Fraksi PKS, Nasir Djamil lantas menyoroti masalah keadilan dalam penegakan hukum terkait kasus Tom Lembong. Dia mempertanyakan mengapa hanya Tom Lembong yang menjadi sorotan, padahal ada banyak Menteri Perdagangan lain yang juga terlibat dalam kebijakan impor.
    “Kasus Tom Lembong menimbulkan banyak pertanyaan di tengah masyarakat, bahwa dia bukan satu-satunya menteri perdagangan. Ada banyak menteri perdagangan yang juga melakukan impor, dan tentu saja ada pimpinan yang di atas,” ujar Nasir.
    Nasir juga menegaskan bahwa penegakan hukum harus dilakukan secara adil dan humanis, tanpa pandang bulu.
    Dia lalu mengingatkan Kejagung untuk memastikan bahwa proses hukum dilakukan dengan asas pembuktian yang jelas dan tegas.
    “Jadi ini harapan kami mudah-mudahan bisa dijawab dengan baik, meskipun tidak memengaruhi proses hukum yang sedang dijalankan Kejagung,” katanya.
    Menanggapi banyaknya pertanyaan dan kritik yang diajukan oleh anggota DPR, Jaksa Agung RI, Sanitiar Burhanuddin dengan tegas membantah bahwa penanganan kasus ini memiliki motivasi politik.
    “Untuk kasus Tom Lembong, kami sama sekali tidak pernah maksud soal politik. Kami hanya yuridis, dan itu yang kami punya,” kata Burhanuddin.
    Burhanuddin juga menegaskan bahwa Kejagung mengusut kasus ini dengan sangat hati-hati, mengikuti prosedur yang berlaku.
    “Untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka itu tidak mudah. Kami melalui proses-proses tahapan-tahapan yang sangat rigit dan tidak mungkin kami menentukan seseorang sebagai tersangka, ini akan melanggar HAM. Kami pasti hati-hati,” katanya lagi.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dankorbrimob Bantah Isu Pengepungan Gedung Kejagung: Tidak Ada yang Superior di Negara ini

    Dankorbrimob Bantah Isu Pengepungan Gedung Kejagung: Tidak Ada yang Superior di Negara ini

    Bisnis.com, JAKARTA – Komandan Korps Brimob (Dankorbrimob) Komjen Imam Widodo membantah Jaksa Agung ST Burhanuddin terkait pengepungan Gedung Kejagung oleh Brimob Polri. 

    Imam menyampaikan tidak ada pengepungan yang dilakukan oleh pihaknya ke Kejagung. Dia juga menyatakan bahwa isu itu hanya framing semata.

    “Tidak ada. Framing saja. Tidak ada,” ujar Imam di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Kamis (14/11/2024). 

    Jenderal Polisi bintang tiga itu menyatakan bahwa lembaga di Tanah Air harus saling menguatkan, sebab tidak ada lembaga yang superior di Indonesia.

    “Jadi kita ini sama dalam republik tercinta ini. Tidak ada yang superior, tapi kita saling menguatkan. Yang menjadi prioritas daripada bangsa ini semua kementerian/lembaga ini saling memperkuat. Itu saja sebenarnya. Jadi tidak ada namanya kita yang itu adalah framing sajalah,” tambahnya. 

    Sebagaimana diketahui, beredar isu mobilisasi korps Bhayangkara terhadap Kejaksaan Agung pada Mei 2024. Saat itu, Kejagung tengah mengusut kasus timah.

    Salah satu dugaan teror itu yakni saat Kejagung meringkus anggota Polri yang kedapatan telah menguntit Jampidsus.

    Dalam pemeriksaan, anggota tersebut disebut tengah melakukan pembuatan profil atau profiling hingga pengambilan foto terhadap Jampidsus Febrie. Setelahnya, anggota tersebut diserahkan ke Direktorat Paminal Polri.

    Dia juga membenarkan ada konvoi yang dilakukan satuan Brimob di sekitar gedung kantor pusat Korps Adhyaksa. Konvoi itu menurutnya masih terkait dengan peristiwa penguntitan terhadap Jampidsus, Febrie Adriansyah oleh oknum Densus 88.

    Isu itu kembali mencuat usai anggota Komisi III Benny K Harman yang meminta kejelasan mengenai insiden tersebut dalam rapat Komisi III DPR pada Rabu (13/11/2024).

    Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan bahwa ada oknum anggota Brimob yang terlibat dalam pengepungan di Kejagung saat pengusutan kasus korupsi timah. 

    “Pengepungan Kejaksaan Agung dilakukan, jujur saja, dilakukan oleh oknum Brimob,” ujar Burhanuddin.

  • 1
                    
                        Bantah Jaksa Agung, Dankorbrimob: Enggak Ada Brimob Kepung Kejagung, "Framing" Saja
                        Nasional

    1 Bantah Jaksa Agung, Dankorbrimob: Enggak Ada Brimob Kepung Kejagung, "Framing" Saja Nasional

    Bantah Jaksa Agung, Dankorbrimob: Enggak Ada Brimob Kepung Kejagung, “Framing” Saja
    Tim Redaksi
     
    DEPOK, KOMPAS.com
    – Komandan Korps Brimob (Dankorbrimob) Komjen Imam Widodo membantah Jaksa Agung ST Burhanuddin terkait pengepungan Gedung Kejagung oleh Brimob Polri.
    Imam menyebut tidak ada pengepungan yang dilakukan oleh Brimob. Imam menyebut Brimob hanya di-
    framing
    .
    “Enggak ada.
    Framing
    saja. Enggak ada,” ujar Imam di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Kamis (14/11/2024).
    Imam menjelaskan, tidak ada yang superior dalam Republik Indonesia ini.
    Menurutnya, semua kementerian/lembaga harus saling memperkuat.
    “Jadi kita ini sama dalam republik tercinta ini. Tidak ada yang superior, tapi kita saling menguatkan. Yang menjadi prioritas daripada bangsa ini semua kementerian/lembaga ini saling memperkuat. Itu saja sebenarnya. Jadi tidak ada namanya kita yang… Itu adalah
    framing
    sajalah,” jelasnya.
    Saat ditanya mengenai apakah ada Brimob yang disanksi, Imam justru bertanya balik.
    Dia kembali mengingatkan bahwa Brimob hanya di-
    framing
     oleh Jaksa Agung.
    “Sanksi yang gimana ya? Nanti mungkin… Itu
    framing
    saja. Sebabnya tidak ada yang lain-lain. Itu saja,” kata Imam.
    “Enggak ada ya. Brimob ini kan kepolisian. Kita ini tidak berdiri sendiri. Tapi kita bagian dari Kepolisian Negara Republik Indonesia. Jadi apa yang menjadi statement Bapak Kapolri ya itu yang akan kita laksanakan,” imbuhnya.
    Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkapkan bahwa ada oknum anggota Brimob yang terlibat dalam pengepungan kantor Kejaksaan Agung (Kejagung) saat pengusutan kasus korupsi timah.
    Pernyataan ini disampaikan Burhanuddin dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI, menjawab pertanyaan anggota Komisi III Benny K Harman yang meminta kejelasan mengenai insiden tersebut.
    “Pengepungan Kejaksaan Agung dilakukan, jujur saja, dilakukan oleh oknum Brimob,” ujar Burhanuddin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Rabu (13/11/2024).
    Ia menambahkan, pihaknya telah menyerahkan oknum Brimob yang terlibat kepada Mabes Polri dan tidak lagi memantau perkembangan kasus tersebut.
    Dalam rapat itu, Benny K Harman meminta penjelasan lebih lanjut mengenai peristiwa yang terjadi pada saat itu.
    Benny juga mengingatkan tentang insiden penguntitan yang melibatkan dua anggota Densus 88 terhadap Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Ariansyah di sebuah restoran di Cipete, Jakarta Selatan, pada 19 Mei 2024.
    “Kami mohon penjelasan yang pertama adalah kalau bisa kami dijelaskan apa ceritanya kantor Kejaksaan Agung itu dikepung oleh pasukan coklat. Coklat atau Brimob? Sampai saat ini belum ada penjelasan, hanya muncul berita di publik kemudian bersalaman lalu selesai. Tapi apa peristiwa sesungguhnya publik ingin mendapatkan penjelasan sejelas-jelasnya,” ungkap Benny.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 2
                    
                        Mengapa Anggota DPR Kompak Mencecar Jaksa Agung Terkait Kasus Tom Lembong?
                        Nasional

    3 Ramai-ramai Anggota DPR Cecar Jaksa Agung soal Kasus Tom Lembong Nasional

    Ramai-ramai Anggota DPR Cecar Jaksa Agung soal Kasus Tom Lembong
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Penetapan tersangka terhadap eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) menjadi sorotan dalam rapat kerja Komisi III DPR RI bersama Kejaksaan Agung (Kejagung).
    Dalam rapat, anggota Komisi III DPR RI beramai-ramai mencecar Jaksa Agung RI Sanitiar Burhanuddin dan jajaran agar memberikan penjelasan soal kasus tersebut.
    Saat membuka rapat, Wakil Ketua Komisi III DPR Rano Al Fath langsung menyinggung kasus korupsi Tom Lembong yang menurutnya telah menjadi buah bibir masyarakat.
    “Ada beberapa perkara yang memang sedang ditangani oleh Kejagung ini cukup menarik jadi publik benar-benar hari ini melihat kinerja dari Kejagung. Salah satunya dibicarakan oleh masyarakat itu perkara penetapan tersangka mantan menteri Tom Lembong,” ujar Rano di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (13/11/2024).
    Sebagaimana diketahui, Kejaksaan Agung telah menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait impor gula pada tahun 2015-2016.
    Kejagung menilai Tom bersalah karena mengizinkan impor gula saat stok gula dalam negeri sedang surplus.
    Balas dendam politik
    Banyak anggota DPR RI menilai kasus ini sudah menjadi pertanyaan bagi publik. Salah satu anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Demokrat Hinca Panjaitan pun mendesak Kejagung memberikan penjelasan rinci terkait penetapan tersangka Tom Lembong.
    Sebab, ia menilai penetapan tersangka ini terkait dengan dugaan kasus korupsi impor gula yang dinilai oleh publik sebagai upaya balas dendam politik.
    “Kami merasakan, mendengarkan percakapan di publik, penanganan penangkapan kasus Tom Lembong itu sarat dengan dugaan balas dendam politik,” ujar Hinca saat rapat kerja.
    Hinca berharap Jaksa Agung dan jajarannya dapat memberikan penjelasan yang komprehensif mengenai penanganan perkara tersebut.
    “Karena anggapan itu yang kami dengarkan, itu yang kami rekam, karena itu kami sampaikan. Harus dijelaskan ini ke publik lewat Komisi III ini supaya betul-betul kita dapatkan,” jelas Hinca.
    Usut tuntas
    Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat lainnya, Benny K Harman juga mendesak penyidikan kasus impor gula jangan berhenti dengan penetapan Tom Lembong sebagai tersangka.
    Benny meminta Kejagung menjadikan kasus Tom Lembong sebagai jalan masuk untuk membongkar kasus korupsi yang lebih luas di sektor impor gula.
    “Itu pintu masuk, mudah-mudahan pintu masuk betul Pak Jaksa Agung. Jadi jangan sampai batas sampai di pintu masuk,” ujar Benny.
    Wakil Ketua Umum Partai Demokrat ini juga mengingatkan pihak-pihak yang pernah menjabat di Kementerian Perdagangan untuk bersiap jika harus diperiksa oleh Kejagung.
    Menurutnya, upaya untuk mengungkap dugaan korupsi di sektor gula harus dilakukan secara menyeluruh dan tidak sekadar menyentuh permukaan.
    “Menurut saya, kalau Pak Tom Lembong pada saat ini ditetapkan sebagai tersangka, menurut saya itu hanyalah strategi Kejaksaan Agung. Berarti yang lain-lainnya siap menanti peristiwa yang kurang enak itu,” sebutnya.
    Selain itu, Benny juga mendorong Jaksa Agung untuk berani mengambil langkah lebih dalam untuk menyelidiki dugaan korupsi impor gula.
    Dia menyarankan agar Kejagung menyentuh isu-isu yang lebih mendalam setelah menyelesaikan kasus yang ada saat ini.
    “Masuk lebih dalam lagi, tapi bagaimana masuk lebih dalam kalau yang dangkal ini belum disentuh? Sentuh yang dangkal dulu baru masuk ke laut yang lebih dalam lagi. Kami menunggu,” ungkapnya.
    Terburu-buru
    Penetapan Tom Lembong sebagai tersangka dinilai Anggota Komisi III DPR RI lainnya, Muhammad Rahul sangat tergesa-gesa.
    Politikus dari Partai Gerindra ini menilai bahwa penetapan tersangka ini dilakukan dalam waktu yang cepat.
    “Saya langsung saja, menurut saya itu terlalu terkesan terburu-buru Pak Jaksa Agung. Dalam artian, proses hukum publik harus dijelaskan dengan detail konstruksi hukum kasus dugaan tindak pidana korupsi tersebut,” ujar Rahul.
    Rahul mengungkapkan kekhawatirannya bahwa ketergesa-gesaan Kejagung dapat memicu anggapan di masyarakat bahwa pemerintahan saat ini menggunakan hukum sebagai alat politik.
    Menurut Rahul, pengusutan dan penegakan hukum setiap perkara korupsi seharusnya selaras dengan cita-cita pemerintah dalam memberantas korupsi.
    “Pak Jaksa Agung jangan sampai kasus ini menggiring opini yang negatif kepada publik dan beranggapan bahwa pemerintah menggunakan hukum sebagai alat politik,” kata Rahul.
    Banyak menteri lakukan impor
    Senada, anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS Nasir Djamil mengungkapkan keprihatinannya terhadap penetapan tersangka Tom Lembong Kejagung.
    Pasalnya, Nasir berpandangan, langkah Kejagung ini menimbulkan banyak pertanyaan di kalangan masyarakat.
    Nasir menyinggung bahwa Tom Lembong bukan satu-satunya menteri perdagangan yang melakukan kegiatan impor.
    “Kasus Tom Lembong menimbulkan banyak pertanyaan di tengah masyarakat, bahwa dia bukan satu-satunya menteri perdagangan. Ada banyak menteri perdagangan yang juga melakukan impor, dan tentu saja ada pimpinan yang di atas,” ujar Nasir dalam rapat.
    Dia juga menyorot bahwa penetapan tersangka ini menimbulkan spekulasi publik. Menurutnya, penegakan hukum seharusnya berkeadilan dan humanis, termasuk dalam perkara yang melibatkan Tom Lembong.
    Dia mengingatkan Kejagung bahwa asas pembuktian dalam pidana harus dijalankan secara tegas dan jelas untuk menjaga kepercayaan masyarakat.
    Jika tidak demikian, Nasir khawatir akan mencoreng citra Presiden yang menginginkan hukum ditegakkan seadil-adilnya.
    “Jadi ini harapan kami mudah-mudahan bisa dijawab dengan baik, meskipun tidak mempengaruhi proses hukum yang sedang dijalankan Kejagung,” ujarnya.
    Respons Jaksa Agung
    Merespons banyaknya sorotan soal kasus Tom Lembong, Jaksa Agung RI Sanitiar Burhanuddin membantah ada politisasi dalam kasus dugaan korupsi terkait impor gula tersebut.
    “Untuk kasus Tom Lembong, kami sama sekali tidak pernah maksud soal politik. Kami hanya yuridis, dan itu yang kami punya,” kata Burhanuddin dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI.
    Burhanuddin juga menegaskan kasus tersebut diusut secara hati-hati.
    Dia memastikan, jajarannya tidak akan sembarangan menetapkan seseorang sebagai tersangka karena ada tahapan dan prosedur yang mengatur hal ini.
    “Untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka itu tidak mudah. Kami melalui proses-proses tahapan-tahapan yang sangat rigit dan tidak mungkin kami menentukan seseorang sebagai tersangka, ini akan melanggar HAM. Kami pasti hati-hati,” kata Burhanuddin.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.