Tag: Basir

  • Jenazah Aulia Belinda korban kebakaran Glodok dimakamkan di Toraja

    Jenazah Aulia Belinda korban kebakaran Glodok dimakamkan di Toraja

    Jakarta (ANTARA) – Jenazah korban kebakaran Glodok Plaza, Jakarta Barat yang sudah teridentifikasi atas nama Aulia Belinda Kurapak (28) akan dibawa keluarga ke Makassar pada Sabtu pagi (25/1) untuk dimakamkan di Sangalla Selatan, Toraja, Sulawesi Selatan.

    “Jam 5 pagi kan berangkat, terus sampai sana jam 8, tunggu ibadah di rumahnya kan dulu, jam 10 malam baru berangkat ke Toraja. Nanti baru dimakamkan di situ,” kata salah satu anggota keluarganya, Basir di Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat.

    Jenazah Aulia Belinda baru akan dimakamkan di pemakaman keluarga pada Senin (27/1). Jenazahnya akan diterbangkan dengan pesawat ke Makassar, lalu akan dibawa ke Toraja.

    “Kalau hari Minggu, Toraja nggak ini (tidak boleh). Kalau hari Senin, mungkin. Toraja mayoritas Kristen semua. Rumah pribadinya di Gunung Sari, kuburan keluarga. Nanti sampai Toraja, ada pesta lagi saya tidak tahu. Kalau Toraja kan unik. Biasanya berapa hari apa dulu, saya bilang ‘nggak usah’, kasihan ibunya kerja juga,” lanjut Basir.

    Ibunda Aulia Belinda sendiri sudah sepekan ini berada di Jakarta untuk menunggu kabar anaknya yang hilang usai kejadian kebakaran Glodok Plaza.

    Ibunda Aulia menginap di RS Polri bersama keluarga Basir yang kebetulan juga dirawat inap di sana.

    Rumah Sakit Bhayangkara Tk I Pusdokkes Polri (RS Polri) berhasil mengidentifikasi tiga dari 14 korban yang dilaporkan hilang akibat kebakaran Glodok Plaza, Jakarta Barat, pada Rabu (15/1).

    Hasil identifikasi itu berdasarkan 14 kantong “body part” (potongan tubuh) korban. Sedangkan sembilan kantong jenazah lainnya masih dalam proses identifikasi mendalam.

    Tiga jenazah yang berhasil identifikasi itu berdasarkan pemeriksaan DNA dan medis.

    Tiga jenazah itu, yakni sebagai berikut:

    1. Zukhi Fitria Rahdja, laki-laki 42 tahun, teridentifikasi berdasarkan pemeriksaan DNA

    2. Aulia Belinda Kurapak, perempuan 28 tahun, teridentifikasi berdasarkan pemeriksaan DNA dan medis

    3. Osima Yukari, perempuan 29 tahun, teridentifikasi berdasarkan pemeriksaan DNA

    Sementara sembilan kantong jenazah lainnya yang berisi potongan tubuh yang belum berhasil diidentifikasi.

    Adapun 14 korban hilang yang dilaporkan, yakni Ade Aryati (29), Sinta Amelia (20), Aldrinas (29), Aulia Belinda (28), Osima Yukari (29), Deri Saiki (25), Indira Seviana Bela (25) dan Keren Shalom J (21). Selain itu Intan Mutiara (26), Desty dan Zukhi Radja (42), Chika Adinda Yustin (26), Muljadi (56) serta Dian Cahyadi (38).

    Pewarta: Siti Nurhaliza
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

  • Viral, Video Remaja Perempuan di Makassar Dianiaya hingga tersungkur, 3 Orang Ditangkap
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        27 Desember 2024

    Viral, Video Remaja Perempuan di Makassar Dianiaya hingga tersungkur, 3 Orang Ditangkap Regional 27 Desember 2024

    Viral, Video Remaja Perempuan di Makassar Dianiaya hingga tersungkur, 3 Orang Ditangkap
    Tim Redaksi
    MAKASSAR, KOMPAS.com 
    – Video aksi
    penganiayaan
    terhadap remaja perempuan di Kota
    Makassar
    , Sulawesi Selatan (Sulsel) bereda di media sosial. Korban yang diketahui berinisial SIT (15) itu dianiaya hingga tersungkur ke tanah.
    Berdasarkan informasi, peristiwa penganiayaan itu terjadi di bilangan Jalan Sultan Abdullah II, Kecamatan Tallo, Kota Makassar, Sulsel, pada Kamis (12/12/2024) lalu.
    Kanit Reskrim Polsek Tallo Iptu Saiful Basir mengatakan, usai video penganiayaan itu viral tiga terduga pelaku yang juga merupakan remaja perempuan berinisial KA (16), FA (18), dan HA (18), langsung ditangkap.
    “Sudah diamankan dan diserahkan ke Polrestabes, di Polres ditangani,” kata Saiful dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (27/12/2024).
    Saiful bilang, ketiga remaja itu diamankan di kediamannya dan langsung digiring di unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polrestabes Makassar, pada Kamis (26/12/2024) malam kemarin.

    “Iya tiga diamankan dan dibawa ke Polrestabes, karena terduga pelaku perempuan jadi pemeriksaan di Unit PPA Polrestabes Makassar,” ungkap Saiful.
    Saiful bilang, korban dan pelaku diketahui masih berteman. Namun, pemicu penganiayaan lantaran salah seorang pelaku emosi dengan perkataan atau sikap korban.
    “Masih diperiksa, untuk motifnya kemungkinan ketersinggungan,” beber Saiful.
    Berdasarkan video yang beredar, nampak korban SIT menggunakan pakaian warna abu-abu sedang dipukuli oleh salah satu pelaku.
    Korban dipukul beberapa kali di bagian kepala hingga hijab yang digunakannya lepas.
    Pelaku yang menggunakan baju berwarna coklat, tanpa ampun tetap memukuli korban hingga jatuh ke tanah. Korban terlihat hanya bisa menangis histeris.
    Penganiayaan
    pun berhenti ketika salah satu remaja perempuan yang diduga rekan pelaku datang dan melerai.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Daftar Vonis 6 Terdakwa Kasus Korupsi Timah di Bawah Tuntutan Jaksa

    Daftar Vonis 6 Terdakwa Kasus Korupsi Timah di Bawah Tuntutan Jaksa

    Daftar Isi

    Jakarta, CNN Indonesia

    Enam terdakwa kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk 2015-2022 divonis lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Padahal, kasus ini merugikan keuangan negara hingga Rp300 triliun.

    Baik jaksa maupun para terdakwa menyatakan bakal memanfaatkan waktu selama tujuh hari untuk pikir-pikir merespons putusan hakim dimaksud.

    CNNIndonesia.com merangkum vonis bagi enam terdakwa tersebut.

    Harvey Moeis

    Harvey Moeis yang mewakili PT Refined Bangka Tin (RBT) divonis dengan pidana 6,5 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Ia juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar subsider 2 tahun penjara.

    Seluruh aset Harvey yang terkait dengan perkara diputuskan hakim dirampas untuk negara sebagai bagian dari pembayaran uang pengganti.

    Suami dari artis Sandra Dewi ini dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP di PT Timah Tbk tahun 2015-2022 dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

    Hal itu sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan dan denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan,” ujar ketua majelis hakim Eko Aryanto saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (23/12).

    Sebelumnya, dalam tuntutannya, jaksa ingin Harvey dihukum dengan pidana penjara selama 12 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan plus uang pengganti sejumlah Rp210 miliar subsider enam tahun penjara.

    Suparta

    Direktur Utama PT RBT sejak tahun 2018 Suparta divonis dengan pidana 8 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Ia juga dihukum dengan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sejumlah Rp4.571.438.592.561,56 (Rp4,5 triliun) subsider 6 tahun penjara.

    Suparta dinilai terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Vonis tersebut lebih rendah dari keinginan jaksa yang menuntut Suparta dengan pidana 14 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan ditambah uang pengganti Rp4,5 triliun subsider 8 tahun penjara.

    Reza Andriansyah

    Direktur Pengembangan PT RBT Reza Andriansyah divonis dengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp750 juta subsider 3 bulan kurungan. Kemudian, ia juga dibebankan biaya perkara sebesar Rp7.500.

    Anak buah Suparta ini juga dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama.

    Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa yang ingin Reza dihukum dengan pidana penjara selama 8 tahun dan denda sebesar Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan.

    Rosalina

    General Manager Operasional PT Tinindo Internusa sejak Januari 2017-2020 Rosalina divonis dengan pidana 4 tahun penjara dan denda sebesar Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan. Hakim memerintahkan jaksa membuka blokir rekening bank milik Rosalina.

    Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa yang ingin Rosalina dihukum dengan pidana enam tahun penjara.

    Suwito Gunawan & Robert Indarto

    Suwito Gunawan alias Awi selaku Beneficiary Owner PT Stanindo Inti Perkasa dan Robert Indarto selaku Direktur PT Sariwiguna Binasentosa sejak tanggal 30 Desember 2019 divonis dengan pidana penjara selama 8 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

    Teruntuk Awi, ia juga dihukum membayar uang pengganti sejumlah Rp2.200.704.628.766,6 (Rp2,2 triliun) subsider 6 tahun penjara.

    Sedangkan Robert dihukum membayar uang pengganti sejumlah Rp1.920.273.791.788,36 (Rp1,9 triliun) subsider 6 tahun penjara.

    Awi dan Robert dinilai hakim telah terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Vonis terhadap Awi dan Robert juga di bawah tuntutan jaksa yang ingin keduanya dihukum dengan pidana 14 tahun penjara.

    Seluruh perkara tersebut diperiksa dan diadili oleh ketua majelis hakim Eko Aryanto dengan anggota Suparman Nyompa, Eryusman, Jaini Basir dan Mulyono Dwi Purwanto.

    (ryn/DAL)

    [Gambas:Video CNN]

  • Hakim Kasus Harvey Perintahkan Sita Aset Sandra Dewi, Pengacara: Mereka Sudah Pisah Harta

    Hakim Kasus Harvey Perintahkan Sita Aset Sandra Dewi, Pengacara: Mereka Sudah Pisah Harta

    Hakim Kasus Harvey Perintahkan Sita Aset Sandra Dewi, Pengacara: Mereka Sudah Pisah Harta
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pengacara terdakwa dugaan korupsi pada tata niaga timah,
    Harvey Moeis
    , Andi Ahmad merasa heran dengan keputusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang memerintahkan semua aset kliennya disita, termasuk atas nama istrinya,
    Sandra Dewi
    .
    Andi mengatakan, Harvey Moeis dan Sandra Dewi telah meneken perjanjian pisah harta.
    Namun, hakim tetap memerintahkan jaksa untuk merampas aset atas nama Sandra Dewi.
    Adapun aset Sandra Dewi yang turut dirampas di antaranya adalah 88 tas
    branded
    yang diklaim diperoleh dari endorsement (iklan).
    “Kalau semua harta ini disita, termasuk yang atas nama Sandra Dewi, padahal mereka sudah pisah harta, ini tentu perlu kami kaji lebih dalam,” kata Andi saat ditemui usai sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (23/12/2024).
    Menurut Andi, perintah penyitaan ini membuat tim kuasa hukum mempertanyakan pertimbangan majelis hakim.
    Sebab, dalam hukum, perjanjian pisah harta membuat kepemilikan dan penguasaan aset suami istri terpisah.
    Sementara itu, aset yang sudah dipisah secara hukum tidak bisa dianggap tercampur.
    Artinya, kekayaan milik istri yang tidak terjerat hukum tidak bisa dianggap sebagai bagian dari aset sang suami yang menjadi terdakwa dan bisa disita.
    Meski demikian, pihaknya masih membutuhkan waktu untuk menentukan sikap atas perintah penyitaan seluruh aset tersebut.
    Tim kuasa hukum belum menerima salinan putusan dari pihak Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
    “Tapi yang jelas, kami akan mempertimbangkan langkah hukum lebih lanjut dalam waktu tujuh hari ke depan,” ujar Andi.
    Andi menuturkan, tidak sedikit aset kliennya yang diperintahkan majelis hakim kepada jaksa untuk dirampas itu diperoleh sebelum terjadinya tindak pidana (
    tempus delicti
    ) korupsi pada tata niaga timah di Bangka Belitung.
    Adapun
    tempus delicti
    tata niaga timah ini terjadi pada kurun 2015-2022.
    Deposito senilai Rp 33 miliar, tas
    branded
    , dan perhiasan Sandra Dewi misalnya, sudah diperoleh sejak sebelum 2015 dari kerja-kerjanya sebagai model dan aktris.
    “Ada aset yang didapat pada 2012 dan 2010, jauh sebelum dugaan tindak pidana terjadi. Ini yang akan kami dalami dalam analisis kami,” tutur Andi.
    Dalam perkara ini, Harvey divonis 6 tahun dan 6 bulan penjara, denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan, serta uang pengganti Rp 210 miliar subsidair 2 tahun kurungan.
    Hukuman ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni hukuman 12 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan, dan denda Rp 210 miliar.
    Namun, dalam pertimbangannya, hakim sepakat dengan jaksa terkait barang-barang yang milik dan terkait terdakwa yang dirampas untuk negara.
    “Majelis hakim berpendapat bahwa barang bukti aset milik terdakwa tersebut dirampas untuk negara dan diperhitungkan sebagai pengganti kerugian keuangan negara yang akan dibebankan kepada terdakwa,” kata hakim anggota Jaini Basir saat membacakan pertimbangannya di ruang sidang, Senin (23/12/2024).
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tiga Terdakwa Kasus Timah Divonis 4-8 Tahun Penjara

    Tiga Terdakwa Kasus Timah Divonis 4-8 Tahun Penjara

    Jakarta, CNN Indonesia

    Tiga terdakwa kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk 2015-2022 divonis dengan pidana 4 hingga 8 tahun penjara.

    General Manager Operasional PT Tinindo Internusa sejak Januari 2017-2020 Rosalina divonis dengan pidana empat tahun penjara dan denda sebesar Rp750 juta subsider enam bulan kurungan. Hakim memerintahkan jaksa membuka blokir rekening bank milik Rosalina.

    Vonis tersebut lebih rendah daripada tuntutan jaksa yang ingin Rosalina dihukum dengan pidana enam tahun penjara.

    Sementara itu, Suwito Gunawan alias Awi selaku Beneficiary Owner PT Stanindo Inti Perkasa dan Robert Indarto selaku Direktur PT Sariwiguna Binasentosa sejak tanggal 30 Desember 2019 divonis dengan pidana penjara selama delapan tahun dan denda sebesar Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.

    Teruntuk Awi, ia juga dihukum membayar uang pengganti sejumlah Rp2.200.704.628.766,6 (Rp2,2 triliun) subsider enam tahun penjara.

    Sedangkan Robert dihukum membayar uang pengganti sejumlah Rp1.920.273.791.788,36 (Rp1,9 triliun) subsider enam tahun penjara.

    Awi dan Robert dinilai hakim telah terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    “Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama sama dan tindak pidana pencucian uang secara bersama-sama,” ujar ketua majelis hakim Eko Aryanto di ruang sidang Hatta Ali Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (23/12) petang.

    Vonis terhadap Awi dan Robert juga di bawah tuntutan jaksa yang ingin keduanya dihukum dengan pidana 14 tahun penjara.

    Kasus ini disebut merugikan keuangan negara hingga Rp300,003 triliun berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI).

    Perkara ini diperiksa dan diadili oleh ketua majelis hakim Eko Aryanto dengan anggota Suparman Nyompa, Eryusman, Jaini Basir dan Mulyono Dwi Purwanto.

    (ryn/isn)

    [Gambas:Video CNN]

  • Alasan Hakim Vonis Harvey Moeis dkk di Bawah Tuntutan Jaksa

    Alasan Hakim Vonis Harvey Moeis dkk di Bawah Tuntutan Jaksa

    Jakarta, CNN Indonesia

    Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menilai tuntutan pidana terhadap Harvey Moeis dkk terlalu berat apabila disandingkan dengan perbuatan yang telah dilakukan terdakwa.

    Atas dasar itu, Harvey dkk dijatuhi hukuman lebih rendah daripada tuntutan jaksa.

    “Menimbang bahwa tuntutan pidana penjara selama 12 tahun terhadap diri terdakwa Harvey Moeis, majelis hakim mempertimbangkan tuntutan pidana penjara tersebut terlalu berat jika dibandingkan dengan kesalahan terdakwa,” ujar ketua majelis hakim Eko Aryanto saat membacakan pertimbangan di ruang sidang Hatta Ali di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (23/12).

    Menurut hakim, PT Timah Tbk dan PT Refined Bangka Tin (RBT) tidak melakukan penambangan ilegal di Bangka Belitung karena memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP).

    Berikut kronologi yang mengungkap peran Harvey bersama Direktur Utama PT RBT sejak tahun 2018 Suparta dan Direktur Pengembangan Usaha PT RBT Reza Andriansyah yang disampaikan majelis hakim:

    Bahwa terdakwa Harvey Moeis pada mulanya terkait dalam usaha atau bisnis timah berawal dari ada kondisi pada PT Timah TBK selaku pemegang IUP, penambangan timah di wilayah Bangka Belitung sedang berusaha untuk meningkatkan produksi timah dan meningkatkan penjualan ekspor timah, di lain pihak ada perusahaan smelter swasta di Bangka Belitung juga sedang berusaha meningkatkan produksinya, salah satu smelter swasta tersebut adalah PT Refined Bangka Tin (RBT).

    Bahwa terdakwa apabila dikaitkan dengan PT RBT, jika ada pertemuan dengan PT Timah TBK, terdakwa tampil mewakili dan atas nama PT RBT, namun terdakwa tidak termasuk dalam struktur pengurus PT RBT, terdakwa tidak masuk komisaris, tidak masuk dalam direksi, serta bukan pemegang saham.

    Terdakwa beralasan hanya bermaksud membantu temannya yaitu Direktur Utama Suparta karena terdakwa memiliki pengalaman mengelola usaha tambang batu bara di Kalimantan.

    Bahwa terdakwa bukan pengurus perseroan PT RBT, sehingga terdakwa bukan pembuat keputusan kerja sama antara PT Timah TBK dan PT RBT. Begitu pula terdakwa tidak mengetahui administrasi dan keuangan baik pada PT RBT dan PT Timah TBK.

    Bahwa dengan keadaan tersebut terdakwa tidak berperan besar dalam hubungan kerja sama peleburan timah antara PT Timah TBK dengan PT RBT maupun dengan para pengusaha smelter, peleburan timah lainnya yang menjalin kerja sama dengan PT Timah TBK.

    Bahwa PT Timah TBK dan PT RBT bukan penambang ilegal, keduanya memiliki IUP dan IUJP. Pihak yang melakukan penambangan ilegal adalah masyarakat yang jumlahnya ribuan orang.

    Menimbang bahwa berdasarkan fakta tersebut, sehingga majelis hakim berpendapat tuntutan pidana penjara yang diajukan penuntut umum terhadap diri terdakwa Harvey Moeis, Suparta dan Reza Andriansyah terlalu tinggi dan harus dikurangi.

    Perkara ini diperiksa dan diadili oleh ketua majelis hakim Eko Aryanto dengan anggota Suparman Nyompa, Eri Usman, Jaini Basir dan Mulyono Dwi Purwanto.

    Harvey divonis dengan pidana penjara selama enam tahun dan enam bulan serta denda sebesar Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan. Harvey juga dihukum membayar uang pengganti sejumlah Rp210 miliar dengan memperhitungkan aset yang telah disita subsider dua tahun penjara.

    Sementara itu, Suparta divonis dengan pidana delapan tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan ditambah uang pengganti sejumlah Rp4.571.438.592.561,56 (Rp4,5 triliun) subsider enam tahun penjara.

    Sedangkan Reza Andriansyah divonis dengan pidana penjara selama lima tahun dan denda sebesar Rp750 juta subsider tiga bulan kurungan.

    Sebelumnya, dalam tuntutannya, jaksa ingin Harvey dihukum dengan pidana 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan ditambah uang pengganti sejumlah Rp210 miliar subsider enam tahun penjara.

    Sementara Suparta dituntut dengan pidana 14 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan plus uang pengganti Rp4.571.438.592.561,56 subsider delapan tahun penjara.

    Teruntuk Reza dituntut dengan pidana penjara selama delapan tahun dan denda sebesar Rp750 juta subsider enam bulan kurungan.

    (ryn/gil)

    [Gambas:Video CNN]

  • Warga Blok 8 Perumnas Antang: Kami Ada, Tolong Perhatikan Kami Juga

    Warga Blok 8 Perumnas Antang: Kami Ada, Tolong Perhatikan Kami Juga

    FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Di Blok 8 Perumnas Antang, Kecamatan Manggala, Kota Makassar, banjir masih menggenangi kawasan ini hingga hari keempat.

    Namun, tidak semua warga menikmati bantuan yang dijanjikan. Di RT 2, 48 kepala keluarga (KK) bertahan di tengah kondisi sulit dengan fasilitas seadanya.

    Basir (50), salah satu warga yang ditemui di lokasi memilih untuk tetap di lokasi demi membantu tetangganya.

    Dengan nada penuh keprihatinan, ia menceritakan bagaimana bantuan yang datang hanya sampai ke Masjid.

    “Ada bantuan, tapi cuma sampai di Masjid. Alasannya RT bilang yang terdaftar di atas hanya delapan KK, padahal di sini ada 48 KK yang terdampak,” kata Basir sambil menunjukkan tenda sederhana yang ia dirikan sendiri.

    Sebagian warga memilih mengungsi ke tempat indekos, namun banyak juga yang tetap bertahan di rumah.

    Mereka khawatir akan potensi pencurian, terutama kendaraan yang terparkir di sekitar rumah.

    “Kalau malam, kita harus berjaga. Jangan sampai ada yang kehilangan,” jelas Basir.

    Bagi mereka yang tetap tinggal di lokasi, tenda seadanya menjadi satu-satunya tempat berlindung.

    “Belum ada bantuan yang masuk ke sini. Sudah empat hari kami menunggu, tapi tetap tidak ada,” tambah Basir.

    Meski rumahnya tidak terendam, Basir merasa kasihan pada warga yang kesulitan.

    “Kalau saya punya uang, saya ingin bikin dapur umum. Tapi apa daya,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.

    Sambil mengatur tenda, Basir berharap pemerintah dapat melihat kondisi di RT 2.

    “Kami di sini juga masyarakat yang terdampak. Jangan hanya yang di Masjid yang diperhatikan. Kami juga butuh bantuan,” pintanya penuh harap.

  • Pengungkapan Kasus Sindikat Uang Palsu, 4 Pelaku Termasuk ASN Pemprov Sulbar Ditangkap di Mamuju

    Pengungkapan Kasus Sindikat Uang Palsu, 4 Pelaku Termasuk ASN Pemprov Sulbar Ditangkap di Mamuju

    Mamuju, Beritasatu.com – Tim Resmob Satreskrim Polresta Mamuju berhasil menangkap dua orang aparatur sipil negara (ASN) Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) yang terlibat dalam sindikat peredaran uang palsu di UIN Alauddin Makassar, Sulawesi Selatan. Kedua ASN tersebut, yakni TA (52) dan MMB (40), berperan sebagai pengedar dan pencari pembeli uang palsu di Kabupaten Mamuju.

    Berdasarkan hasil pengembangan, Resmob Polresta Mamuju bekerja sama dengan Polres Gowa dan Polda Sulawesi Selatan, berhasil menangkap empat orang terduga pelaku sindikat uang palsu. Keempatnya adalah TA (52) merupakan ASN Pemprov Sulbar, IH (42) seorang wiraswasta, WY (32) wiraswasta, dan MMB (40) ASN Pemprov Sulbar. Mereka diduga terlibat dalam pembuatan dan peredaran uang palsu Rp 20 juta.

    Dari hasil penyidikan, polisi menyita uang palsu senilai Rp 11 juta, sementara Rp 9 juta di antaranya telah tersebar di sejumlah wilayah, termasuk Kabupaten Mamuju.

    Kasus ini bermula dari terungkapnya sindikat pembuatan dan peredaran uang palsu yang diproduksi di UIN Alauddin Makassar
    dan dijual di Kabupaten Mamuju pada pertengahan November 2024. Uang palsu tersebut kemudian tersebar di beberapa wilayah, termasuk Sulawesi Barat.

    Penangkapan ini merupakan kelanjutan dari penyidikan yang diawali dengan ditangkapnya MB (35) seorang staf honorer di UIN Alauddin Makassar. 

    MB diperintahkan oleh kepala perpustakaan UIN Alauddin, yang kini menjadi salah satu tersangka, untuk mencari jaringan pengedar di Mamuju.

    Setelah menerima perintah tersebut, MB menghubungi TA (52) seorang ASN di Pemprov Sulbar, yang kemudian berperan dalam mencari pembeli uang palsu. 

    MB menawarkan uang palsu kepada IH (42), seorang tukang jahit di Mamuju. Setelah transaksi berhasil, MB memberikan uang sebesar Rp 1 juta kepada TA sebagai ucapan terima kasih. Kemudian, uang palsu tersebut disalurkan kepada pelaku lainnya, termasuk MMB dan WY.

    Setelah ditangkap, keempat pelaku tersebut dibawa ke Polres Gowa untuk kepentingan penyelidikan lebih lanjut. Penyerahan ini diharapkan dapat mengungkap lebih banyak jaringan peredaran uang palsu yang lebih besar.

    Kasi Humas Polresta Mamuju IPDA Herman Basir menjelaskan, penangkapan sindikat pembuatan dan peredaran uang palsu ini bermula, penangkapan ini bermula dari keterangan MB yang menghubungi oknum ASN di Pemprov Sulbar untuk mencari pembeli uang palsu yang diproduksi di Kampus UIN Alauddin Makassar. 

    “Setelah itu, kami menangkap TA yang mengonfirmasi uang palsu tersebut dibeli oleh IH, seorang penjahit di Mamuju,” kata IPDA Herman kepada awak media, Rabu (18/12/2024).

    Lebih lanjut, IPDA Herman menambahkan uang palsu senilai Rp 20 juta telah disebar di sejumlah wilayah di Mamuju. Beberapa tokoh dan toko kecil di wilayah tersebut juga telah melaporkan transaksi menggunakan uang palsu.

    “Hasil identifikasi tim Resmob, sekitar Rp 9 juta uang palsu telah beredar di Mamuju, sementara Rp 11 juta berhasil kami amankan,” papar Herman mengurai sistem kerja sindikat uang palsu UIN Alauddin Makassar.

  • Buntut Panjang Kasus Uang Palsu di UIN Makassar, Pedagang Tolak Uang Pecahan Rp100 Ribu – Halaman all

    Buntut Panjang Kasus Uang Palsu di UIN Makassar, Pedagang Tolak Uang Pecahan Rp100 Ribu – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Dampak terbongkarnya sindikat produksi uang palsu di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Sulawesi Selatan dirasakan masyarakat.

    Para pedagang pun harus berhati-hati dalam bertransaksi.

    Bahkan, banyak pedagang yang menghindari transaksi menggunakan uang tunai pecahan Rp100 ribu.

    Mereka khawatir jadi korban uang palsu tersebut.

    Salah satu pedagang di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Daeng Maung (44), bahkan menolak pembeli yang membayar dengan uang pecahan Rp100 ribu.

    “Saya bahkan tolak pembeli membayar pakai yang pecahan seratus ribu karena jangan sampai uang palsu,” katanya.

    Mengutip Kompas.com, pedagang lainnya juga menuturkan hal serupa.

    Mereka khawatir dengan isu yang beredar bahwa uang palsu telah mencapai miliaran rupiah.

    “Kami khawatir jadi korban peredaran uang palsu karena katanya sudah miliaran rupiah yang sudah beredar di masyarakat,” kata Daeng Bali, pedagang lainnya.

    Diketahui, terbongkarnya peredaran dan produksi uang palsu ini terjadi pada awal Desember 2024 ketika polisi menangkap salah satu tersangka di Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa, Sulsel.

    Kapolres Gowa, AKBP Reonald Simanjuntak, menuturkan bahwa pihaknya telah meringkus 15 orang.

    Sembilan di antaranya telah ditahan di Polres Gowa, sementara lima pelaku lainnya dalam perjalanan dari Mamuju, Sulawesi Barat.

    Sementara satu orang perjalanan dari Wajo, Sulsel.

    “Sudah 15 tersangka ditangkap. Sembilan sudah kami lakukan penahanan, lima dalam perjalanan dari Mamuju, satu perjalanan dari  Wajo,” jelasnya, dikutip dari Tribun-Timur.com.

    Ia juga menuturkan, tak menutup kemungkinan tersangka akan bertambah.

    “Mungkin masih ada lagi tersangka lanjutannya. Kami minta sabar dulu masih kami kembangkan,” jelasnya.

    Sosok 5 Pelaku yang Ditangkap di Mamuju

    Ada lima orang yang ditangkap di Mamuju, Sulawesi Barat.

    Lima orang pelaku tersebut berinisial MB (35), TA (52), IH (42), WY (32), MMB (40).

    Kelimanya memiliki profesi yang berbeda.

    MB merupakan staf honorer UIN Alauddin dan TA merupakan ASN Pemprov Sulbar.

    Lalu, tiga lainnya merupakan wiraswasta.

    Ipda Herman basir selaku Kasi Humas Polresta Mamuju membenarkan penangkapan kelima pelaku.

    Mereka membawa uang palsu yang dicetak di UIN Alauddin dan akan diedarkan di mamuju.

    Polisi mengamankan bukti uang palsu senilai Rp11 juta.

    “Anggota Polisi Polres Gowa sudah berada di Mamuju menjemput pelaku dan akan dibawa ke Makassar,” katanya.

    Sementara itu, Anggota Resmob Polresta Mamuju terus melakukan pengembangan karena diduga para pelaku memiliki komplotan lain.

    Sebagian artikel ini telah tayang di Tribun-Timur.com dengan judul Begini Awal Mula Terungkapnya Pabrik Uang Palsu di UIN Alauddin, Kini Sudah 15 Tersangka Ditangkap

    (Tribunnews.com, Muhammad Renald Shiftanto)(TribunTimur.com, Sayyid Zulfadli)(Kompas.com, Abdul Haq)

  • Uang Palsu yang Dicetak di UIN Alauddin Makassar Tidak Bisa Terdeteksi X-Ray, Polisi: Canggih – Halaman all

    Uang Palsu yang Dicetak di UIN Alauddin Makassar Tidak Bisa Terdeteksi X-Ray, Polisi: Canggih – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Polres Gowa berhasil membongkar peredaran uang palsu di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Sulawesi Selatan.

    Terbongkarnya peredaran dan produksi uang palsu ini terjadi pada awal Desember 2024 ketika polisi menangkap salah satu tersangka di Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa, Sulsel.

    Barang bukti uang palsu senilai Rp500 ribu pun disita.

    Kasus pun berkembang hingga akhirnya polisi menggerebek gedung perpustakaan di dalam Kampus UIN Alauddin Makassar yang terletak di Jl Yasin Limpo, Kecamatan Somboapu, Kabupaten Gowa.

    Mesin cetak canggih pun disita jadi salah satu barang bukti.

    Kapolres Gowa, AKBP Reonald Simanjuntak menuturkan, uang palsu yang dicetak dalam pecahan seratus ribu rupiah emisi keluaran terbaru ini sulit terdeteksi alat X-Ray.

    Ia menuturkan, pengungkapan sindikat uang palsu ini cukup menantang karena harus melibatkan beberapa bank milik pemerintah dan swasta.

    Pasalnya uang palsu yang dicetak terbilang cukup canggih dan sulit terdeteksi.

    “Pengembangan ini kami harus melibatkan beberapa bank karena uang palsu yang dicetak terbilang canggih,”

    “Kami juga harus bekerja sama dengan salah satu kampus negeri di Kabupaten Gowa, sebab uang palsu ini diproduksi di dalam kampus,” jelas Reonald Simanjuntak, dikutip dari Kompas.com.

    Belasan Orang Diringkus

    AKBP Reonald Simanjuntak juga menuturkan bahwa pihaknya telah meringkus 15 orang.

    Sembilan di antaranya telah ditahan di Polres Gowa, sementara lima pelaku lainnya dalam perjalanan dari Mamuju, Sulawesi Barat.

    Sementara satu orang perjalanan dari Wajo, Sulsel.

    “Sudah 15 tersangka ditangkap. Sembilan sudah kami lakukan penahanan, lima dalam perjalanan dari Mamuju, satu perjalanan dari  Wajo,” jelasnya, dikutip dari Tribun-Timur.com.

    Ia juga menuturkan bahwa tak menutup kemungkinan tersangka akan bertambah.

    “Mungkin masih ada lagi tersangka lanjutannya. Kami minta sabar dulu masih kami kembangkan,” jelasnya.

    Sosok 5 Pelaku yang Ditangkap di Mamuju

    Ada lima orang yang ditangkap di Mamuju, Sulawesi Barat.

    Lima orang pelaku tersebut berinisial MB (35), TA (52), IH (42), WY (32), MMB (40).

    Kelimanya memiliki profesi yang berbeda.

    MB merupakan staf honorer UIN Alauddin dan TA merupakan ASN Pemprov Sulbar.

    Lalu tiga lainnya merupakan wiraswasta.

    Ipda Herman basir selaku Kasi Humas Polresta Mamuju membenarkan penangkapan kelima pelaku.

    Mereka membawa uang palsu yang dicetak di UIN Alauddin dan akan diedarkan di mamuju.

    Polisi mengamankan bukti uang palsu senilai Rp11 juta.

    “Anggota Polisi Polres Gowa sudah berada di Mamuju menjemput pelaku dan akan di bawa ke Makassar,” katanya.

    Sementara itu, Anggota Resmob Polresta Mamuju terus melakukan pengembangan karena diduga para pelaku memiliki komplotan lain.

    Sebagian artikel ini telah tayang di Tribun-Timur.com dengan judul Begini Awal Mula Terungkapnya Pabrik Uang Palsu di UIN Alauddin, Kini Sudah 15 Tersangka Ditangkap

    (Tribunnews.com, Muhammad Renald Shiftanto)(TribunTimur.com, Sayyid Zulfadli)(Kompas.com, Abdul Haq)