Tag: Bashar al-Assad

  • Duduk Perkara Geger Serangan Israel ke Dekat Istana Kepresidenan Suriah

    Duduk Perkara Geger Serangan Israel ke Dekat Istana Kepresidenan Suriah

    Tel Aviv

    Israel melakukan serangan miiter ke Suriah. Bahkan serangan tersebut dekat dengan istana kepresidenan di Damaskus, Ibu Kota Suriah. Bagaimana duduk perkaranya?

    Sebagaimana diketahui, awal bulan lalu Suriah menuduh Israel sedang melancarkan serangan destabilisasi yang mematikan setelah gelombang serangan menghantam target militer dan menewaskan 13 orang. Israel pun mengklaim pihaknya melakukan serangan untuk menanggapi tembakan dari orang-orang bersenjata selama operasi di Suriah selatan.

    Dilansir AFP, Kamis (3/4/2025), Israel memperingatkan Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa bahwa Suriah akan menghadapi konsekuensi berat jika keamanan Israel terancam. Israel telah melakukan pengeboman yang luas terhadap aset militer Suriah sejak pemberontak yang dipimpin Islamis menggulingkan Bashar al-Assad pada November 2024.

    Israel juga telah melakukan serangan darat ke Suriah selatan dalam upaya untuk menjauhkan pasukan pemerintah baru dari perbatasan. Pihak berwenang di provinsi selatan, Daraa, mengatakan sembilan warga sipil tewas dan beberapa lainnya terluka dalam penembakan Israel di dekat kota Nawa.

    Terbaru, Israel kembali menyerang Suriah. Pengumuman soal serangan Israel terhadap target di dekat istana kepresidenan Suriah itu, seperti dilansir Reuters, Jumat (2/5/2025), disampaikan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu pada Jumat (2/5) pagi waktu setempat.

    Itu menandai kedua kalinya Israel menyerang wilayah Suriah dalam beberapa hari terakhir, menindaklanjuti janji untuk melindungi kelompok minoritas yang terlibat dalam kekerasan sektarian melawan orang-orang bersenjata dari kalangan Sunni pada awal pekan ini.

    Bagaimana tanggapan Suriah? Baca halaman berikutnya.

    Israel Tak Percaya Kaum Sunni

    Foto: Pelabuhan Latakia Suriah Kembali Beroperasi Setelah Hancur Dibom Israel pada 2024 (AP/Ghaith Alsayed)

    Druze merupakan komunitas minoritas yang menganut agama yang menjadi cabang dari Islam dan memiliki para pengikut di Suriah, Lebanon, dan Israel.

    Serangan Israel terhadap target di dekat istana kepresidenan Suriah itu mencerminkan ketidakpercayaan Tel Aviv yang mendalam terhadap kaum Islamis Sunni yang menggulingkan rezim mantan Presiden Bashar al-Assad pada Desember tahun lalu.

    Hal itu memberikan tantangan lebih lanjut terhadap upaya Presiden Suriah, Ahmed al-Sharaa, untuk membangun kendali atas negara yang pernah terpecah-belah tersebut.

    “Israel telah menyerang tadi malam di dekat istana kepresidenan di Damaskus,” kata Netanyahu dalam pernyataan bersama dengan Menteri Pertahanan (Menhan) Israel Katz.

    “Ini merupakan pesan yang jelas kepada rezim Suriah: Kami tidak akan mengizinkan pasukan (Suriah) dikerahkan ke area selatan Damaskus atau memberikan ancaman apa pun kepada komunitas Druze,” tegasnya.

    Militer Israel dalam pernyataannya menyebut pasukannya menyerang “area dekat Istana Ahmed Hussein al-Sharaa di Damaskus”, namun tanpa menjelaskan lebih lanjut soal target yang diserang.

    Bagaimana Respons Suriah?

    Foto: Warga Suriah memeriksa bungker militer yang hancur akibat serangan udara Israel (AFP/BAKR ALKASEM)

    Sejauh ini belum ada komentar langsung dari pemerintah Suriah.

    Sharaa yang kini memimpin Suriah, merupakan komandan Al-Qaeda sebelum memutuskan hubungan dengan kelompok itu tahun 2016 lalu. Dia telah berulang kali berjanji untuk memerintah Suriah secara inklusif.

    Namun rentetan insiden kekerasan sektarian, termasuk pembunuhan ratusan warga etnis Alawi pada Maret lalu, semakin memperparah ketakutan kelompok-kelompok minoritas di Suriah.

    Kekerasan sektarian pekan ini dimulai pada Selasa (29/4) ketika bentrokan terjadi antara orang-orang bersenjata dari Druze dan dari kalangan Sunni di area Jaramana yang mayoritas penduduknya menganut Druze. Bentrokan itu disebut dipicu oleh rekaman suara yang mengutuk Nabi Muhammad SAW, yang diduga oleh militan Sunni setempat dibuat oleh seorang penganut Druze.

    Lebih dari selusin orang dilaporkan tewas pada Selasa (29/4), sebelum kekerasan sektarian menyebar ke kota Sahnaya di pinggiran Damaskus pada Rabu (30/4).

    Halaman 2 dari 3

    (rdp/lir)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Duduk Perkara Geger Serangan Israel ke Dekat Istana Kepresidenan Suriah

    Tegang! Israel Serang Target di Dekat Istana Kepresidenan Suriah

    Tel Aviv

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pasukan militer negaranya telah menyerang target di dekat istana kepresidenan di Damaskus, ibu kota Suriah. Serangan Tel Aviv itu berkaitan dengan komunitas Druze di Suriah, dengan Netanyahu bersumpah untuk melindungi para anggota komunitas Druze.

    Pengumuman soal serangan Israel terhadap target di dekat istana kepresidenan Suriah itu, seperti dilansir Reuters, Jumat (2/5/2025), disampaikan Netanyahu pada Jumat (2/5) pagi waktu setempat.

    Itu menandai kedua kalinya Israel menyerang wilayah Suriah dalam beberapa hari terakhir, menindaklanjuti janji untuk melindungi kelompok minoritas yang terlibat dalam kekerasan sektarian melawan orang-orang bersenjata dari kalangan Sunni pada awal pekan ini.

    Druze merupakan komunitas minoritas yang menganut agama yang menjadi cabang dari Islam dan memiliki para pengikut di Suriah, Lebanon, dan Israel.

    Serangan Israel terhadap target di dekat istana kepresidenan Suriah itu mencerminkan ketidakpercayaan Tel Aviv yang mendalam terhadap kaum Islamis Sunni yang menggulingkan rezim mantan Presiden Bashar al-Assad pada Desember tahun lalu.

    Hal itu memberikan tantangan lebih lanjut terhadap upaya Presiden Suriah, Ahmed al-Sharaa, untuk membangun kendali atas negara yang pernah terpecah-belah tersebut.

    “Israel telah menyerang tadi malam di dekat istana kepresidenan di Damaskus,” kata Netanyahu dalam pernyataan bersama dengan Menteri Pertahanan (Menhan) Israel Katz.

    Militer Israel dalam pernyataannya menyebut pasukannya menyerang “area dekat Istana Ahmed Hussein al-Sharaa di Damaskus”, namun tanpa menjelaskan lebih lanjut soal target yang diserang.

    Sejauh ini belum ada komentar langsung dari pemerintah Suriah.

    Sharaa yang kini memimpin Suriah, merupakan komandan Al-Qaeda sebelum memutuskan hubungan dengan kelompok itu tahun 2016 lalu. Dia telah berulang kali berjanji untuk memerintah Suriah secara inklusif.

    Namun rentetan insiden kekerasan sektarian, termasuk pembunuhan ratusan warga etnis Alawi pada Maret lalu, semakin memperparah ketakutan kelompok-kelompok minoritas di Suriah.

    Kekerasan sektarian pekan ini dimulai pada Selasa (29/4) ketika bentrokan terjadi antara orang-orang bersenjata dari Druze dan dari kalangan Sunni di area Jaramana yang mayoritas penduduknya menganut Druze. Bentrokan itu disebut dipicu oleh rekaman suara yang mengutuk Nabi Muhammad SAW, yang diduga oleh militan Sunni setempat dibuat oleh seorang penganut Druze.

    Lebih dari selusin orang dilaporkan tewas pada Selasa (29/4), sebelum kekerasan sektarian menyebar ke kota Sahnaya di pinggiran Damaskus pada Rabu (30/4).

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Netanyahu Bilang Israel Pernah Cegat Pesawat Iran Coba Selamatkan Assad

    Netanyahu Bilang Israel Pernah Cegat Pesawat Iran Coba Selamatkan Assad

    Tel Aviv

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengungkapkan sejumlah pesawat tempur Israel, tahun lalu, mencegat pesawat Iran yang terbang menuju ke Suriah untuk menyelamatkan mantan Presiden Bashar al-Assad yang saat itu di ambang penggulingan.

    Netanyahu menyebut pengerahan pesawat-pesawat tempur Israel bertujuan mencegah Teheran mengirimkan pasukan yang dimaksudkan untuk membantu Assad pada saat itu. Assad lengser dari kekuasaannya di Suriah pada Desember 2024 lalu, setelah penyerbuan pasukan pemberontak dengan cepat ke Damaskus.

    Pernyataan ini, seperti dilansir Associated Press, Selasa (29/4/2025), disampaikan oleh Netanyahu saat berbicara dalam konferensi yang digelar oleh Jewish News Syndicate, kantor berita pro-Israel, pada Minggu (27/4) waktu setempat.

    Pengakuan Netanyahu itu juga memberikan pandangan baru tentang pemikiran Israel di hari-hari terakhir kekuasaan Assad, musuh lama Tel Aviv.

    Netanyahu, dalam pernyataannya, mengklaim bahwa musuh bebuyutannya, Iran, ingin menyelamatkan Assad setelah menyaksikan kelompok Hizbullah yang mereka dukung di Lebanon mengalami kerugian besar dalam pertempuran dengan militer Israel.

    “Mereka (Iran-red) harus menyelamatkan al-Assad,” ucap Netanyahu, mengklaim bahwa Iran pada saat itu ingin mengirimkan “satu atau dua divisi udara” untuk membantu mantan pemimpin Suriah itu.

    “Kami menghentikannya. Kami mengirimkan beberapa F-16 ke sejumlah pesawat Iran yang mengudara melewati beberapa rute ke Damaskus. Mereka berbalik arah,” sebutnya.

    Dalam pertempuran musim gugur lalu, Israel mendalangi ledakan massal ratusan pager dan walkie-talkie, yang dipasangi bom kecil, yang digunakan mayoritas anggota Hizbullah di Lebanon. Beberapa hari setelah itu, salah satu gempuran Tel Aviv berhasil menewaskan pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah.

    Saat berbicara dalam konferensi tersebut, Netanyahu mengungkapkan bahwa dirinya mendorong serangan bom pager itu setelah Israel menyadari Hizbullah mulai curiga dan mengirimkan beberapa perangkat ke Iran untuk diuji.

    “Saya mengatakan, ‘Kita harus melakukannya sekarang juga’,” katanya.

    Israel dan Hizbullah yang melemah telah mencapai kesepakatan gencatan senjata pada November tahun lalu, yang mengakhiri pertempuran selama lebih dari setahun. Namun hingga kini, pasukan Israel masih ada di beberapa bagian wilayah Lebanon bagian selatan.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Presiden Suriah Ahmad al-Sharaa Kecam Seruan Kurdi untuk Federalisme – Halaman all

    Presiden Suriah Ahmad al-Sharaa Kecam Seruan Kurdi untuk Federalisme – Halaman all

    Presiden Suriah Ahmad al-Sharaa Kecam Seruan Kurdi untuk Federalisme

    TRIBUNNEWS.COM- Kantor Presiden Suriah Ahmad al-Sharaa mengecam seruan Kurdi baru-baru ini untuk federalisme di Suriah, dengan mengatakan seruan itu bertentangan dengan kesepakatan yang dicapai antara Damaskus dan otoritas dari Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin Kurdi di wilayah otonomi timur laut negara itu.

    Kantor Sharaa mengeluarkan pernyataan yang menyerukan SDF untuk dengan tulus mematuhi perjanjian yang disepakati dengan pemerintah Suriah dan memprioritaskan kepentingan nasional tertinggi.

    Pada 10 Maret, para pemimpin SDF mencapai kesepakatan dengan pemerintah Sharaa untuk mengintegrasikan pasukannya ke dalam Kementerian Pertahanan. SDF saat ini menguasai wilayah timur laut Suriah, mengelola wilayah tersebut bersama pasukan pendudukan AS sebagai wilayah otonom. Wilayah timur laut yang dikuasai SDF mencakup ladang minyak terbesar di Suriah.

    Kepemimpinan SDF tidak dapat memonopoli pengambilan keputusan di Suriah timur laut, pernyataan dari kantor Sharaa menambahkan, sembari memperingatkan agar tidak mengganggu kinerja lembaga negara Suriah di wilayah yang dikuasai SDF.

    “Persatuan Suriah, tanahnya dan rakyatnya, adalah garis merah,” pernyataan itu menyimpulkan, seraya mengklaim bahwa hak-hak suku Kurdi, serta hak-hak semua komponen rakyat Suriah, akan dilindungi.

    Sharaa mengeluarkan pernyataan itu sebagai tanggapan atas seruan federalisme yang dikeluarkan menyusul konferensi untuk mempromosikan persatuan Kurdi yang berlangsung di timur laut Suriah pada Sabtu, 26 April.

    Konferensi Persatuan dan Konsensus Kurdi di Kurdistan Barat mengumpulkan lebih dari 400 orang Kurdi dari Suriah, Wilayah Kurdistan Irak, dan Turki.

    Kelompok politik Kurdi yang menghadiri konferensi tersebut menyepakati visi bersama untuk “negara demokrasi terdesentralisasi” yang menjamin hak-hak Kurdi dan menyerukan dialog nasional untuk membentuk kembali masa depan negara tersebut, menurut pernyataan akhir yang dikeluarkan oleh konferensi tersebut.

    “Visi tersebut melindungi hak-hak etnis Kurdi, menegakkan prinsip-prinsip dan perjanjian hak asasi manusia internasional, dan mempromosikan hak-hak dan partisipasi perempuan di seluruh bidang politik, sosial, dan militer,” bunyi pernyataan tersebut.

    “Ia berkontribusi dalam membangun Suriah baru yang mengakomodasi semua rakyatnya tanpa pengecualian atau marginalisasi terhadap komponen mana pun, jauh dari dominasi sepihak dalam pemikiran dan praktik,” bunyi pernyataan itu.

    Pernyataan akhir konferensi tersebut merekomendasikan agar visinya diadopsi sebagai landasan bagi dialog nasional antara kelompok politik Kurdi dan antara Kurdi dan pemerintahan baru di Damaskus.

    Suku Kurdi di timur laut Suriah, seperti kelompok minoritas lain di negara itu, khawatir dengan sentralisasi kekuasaan Sharaa dan ketergantungannya pada yurisprudensi Islam dalam konstitusi transisi yang telah diadopsi oleh pemerintah sementara di Damaskus.

    Sharaa menjadi presiden Suriah secara de facto setelah organisasinya, Hayat Tahir al-Sham (HTS), menggulingkan pemerintahan Bashar al-Assad pada bulan Desember. HTS adalah bekas afiliasi Al-Qaeda di Suriah dan mempromosikan ideologi sektarian yang bersifat genosida terhadap Muslim non-Sunni, khususnya terhadap kaum Alawi.

    Sharaa berjanji untuk membentuk “pemerintahan transisi inklusif yang akan mencerminkan keberagaman Suriah,” tetapi telah menghadapi kritik domestik dan internasional setelah pembunuhan sektarian massal terhadap warga Alawi baru-baru ini.

    Pada tanggal 7 Maret, orang-orang bersenjata yang berafiliasi dengan pemerintah Suriah menyerbu wilayah pesisir Suriah dan  membantai ribuan warga sipil Alawite. 

    Orang-orang bersenjata yang berafiliasi dengan Kementerian Pertahanan dan Keamanan Umum mendatangi rumah-rumah di lingkungan dan desa-desa Alawite, mengeksekusi semua pria yang cukup umur untuk berperang, serta beberapa wanita, orang tua, dan anak-anak. Orang-orang bersenjata tersebut juga menjarah dan membakar rumah-rumah.

     

    SUMBER: THE CRADLE

  • Ancaman Kelaparan, dan Kondisi Iran-Suriah

    Ancaman Kelaparan, dan Kondisi Iran-Suriah

    PIKIRAN RAKYAT – Pasukan Israel telah membunuh sedikitnya 17 orang dalam serangan yang terjadi sejak tengah malam kemarin hingga subuh, 27 April 2025.

    Sumber medis juga mengungkapkan bahwa pasukan Israel telah menewaskan sedikitnya 53 orang di seluruh Jalur Gaza pada hari Minggu.

    Gaza Terancam Kelaparan

    Lembaga bantuan di Gaza memperingatkan adanya “kondisi kelaparan skala penuh” di seluruh wilayah Gaza, setelah Israel memblokir masuknya semua barang, termasuk makanan, air, dan obat-obatan, sejak 2 Maret.

    Berikut adalah pernyataan terbaru dari Badan Pangan Dunia (WFP) PBB:

    Stok pangan WFP di Gaza telah habis sepenuhnya. Semua toko roti yang didukung oleh WFP telah tutup, terhalanglah akses roti bagi 800.000 orang. Semua distribusi reguler, termasuk paket makanan, telah dihentikan, dan pasokan terakhir yang ada telah disalurkan ke dapur yang menyajikan makanan panas, dan diperkirakan akan habis dalam beberapa hari. Di pasar, barang-barang dasar seperti daging, telur, dan produk susu sebagian besar tidak tersedia. Harga-harga meroket, dengan harga tepung naik 450 persen, dan biaya makanan secara keseluruhan meningkat hingga 1.400 persen. Pasar beroperasi kurang dari 40 persen kapasitas, dengan stok yang ada kemungkinan bertahan hingga dua minggu lagi. Lebih dari 116.000 ton makanan dari WFP, cukup untuk memberi makan satu juta orang selama hingga empat bulan, saat ini berada di luar Gaza dan siap untuk dikirim. Netanyahu Klaim Israel Gagalkan Pesawat Iran

    Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan bahwa Israel mengirim pesawat untuk mencegah pesawat Iran mencapai Suriah, pada hari di mana mantan Presiden Bashar al-Assad digulingkan Desember lalu.

    “Mereka harus menyelamatkan Assad,” kata Netanyahu dalam pidatonya pada Minggu malam, 27 April 2025.

    Ia juga mengklaim bahwa Iran ingin mengirim satu atau dua divisi udara untuk membantu pemimpin Suriah tersebut.

    “Kami menghentikan itu. Kami mengirim beberapa F-16 untuk menghentikan pesawat-pesawat Iran yang sedang menuju Damaskus, mereka berbalik,” ucapnya lagi.

    Tidak ada komentar lebih lanjut yang diberikan oleh Netanyahu, dan tidak ada tanggapan langsung dari Iran.

    Al-Assad meninggalkan Suriah menggunakan pesawat Rusia pada 8 Desember setelah pasukan oposisi menguasai ibu kota negara itu, Damaskus. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Pasukan Suriah Menahan Dua Pemimpin Perlawanan Palestina, Ini Nama Pejabat Jihad Islam yang Ditahan – Halaman all

    Pasukan Suriah Menahan Dua Pemimpin Perlawanan Palestina, Ini Nama Pejabat Jihad Islam yang Ditahan – Halaman all

    Pasukan Keamanan Suriah Menahan Pemimpin Perlawanan Palestina

    TRIBUNNEWS.COM- Dua pejabat tinggi gerakan Jihad Islam Palestina (PIJ) di Suriah telah ditahan oleh pasukan keamanan Suriah. 

    Khaled Khaled, kepala operasi PIJ di Suriah, dan Yasser al-Zafari, kepala komite organisasi, ditangkap lima hari lalu. 

    Media Syria TV mengakui penangkapan tersebut, tetapi Damaskus belum mengomentari masalah tersebut secara resmi. 

    Penangkapan itu terjadi setelah adanya laporan bahwa AS telah mengeluarkan daftar persyaratan yang harus dipenuhi oleh otoritas Suriah.

    Sebagai imbalan atas keringanan sanksi yang dijatuhkan oleh Washington terhadap pemerintahan mantan presiden Suriah Bashar al-Assad.

    Kondisi-kondisi ini termasuk penghancuran senjata kimia apa pun, kerja sama dalam “kontra-terorisme,” dan memastikan pejuang asing tidak diberi posisi-posisi puncak, menurut Reuters . 

    Reuters juga mengatakan bahwa “salah satu syaratnya adalah menjaga jarak dari kelompok Palestina yang didukung Iran.” 

    Penangkapan tersebut bertepatan dengan perluasan pendudukan Israel yang berkelanjutan di Suriah selatan, dan terjadi setelah kunjungan Anggota Kongres AS Cory Mills ke Damaskus, yang mengadakan pembicaraan dengan Presiden sementara Suriah Ahmad al-Sharaa dan Menteri Luar Negeri Asaad al-Shaibani. 

    “Presiden dan para pemimpinnya telah menunjukkan kesediaan mereka untuk bekerja sama dengan Israel dalam upaya mereka mencegah Hashd al-Shaabi mentransfer senjata dari Irak melalui Suriah ke Lebanon,” kata Mills dalam wawancara dengan media Jusoor .

    Sayap bersenjata PIJ, Brigade Quds, merilis pernyataan tentang penangkapan tersebut pada tanggal 22 April. 

    Khaled dan Zafari ditahan “tanpa penjelasan apa pun mengenai alasan penangkapan mereka, dan dengan cara yang tidak kami harapkan akan terjadi pada saudara-saudara kami [di Suriah],” demikian pernyataan Brigade Quds. 

    “Hari kelima telah berlalu dan Anda memiliki dua kader terbaik kami,” katanya.

    “Kami di Brigade Quds berharap saudara-saudara kami di pemerintahan Suriah akan membebaskan saudara-saudara kami yang ditahan oleh mereka.”

    “Saat ini, setelah lebih dari satu setengah tahun kami terus-menerus memerangi musuh Zionis di Jalur Gaza tanpa menyerah, kami berharap mendapat dukungan dan penghargaan dari saudara-saudara Arab kami, bukan sebaliknya,” imbuhnya. 

    Di bawah pemerintahan Bashar al-Assad, Suriah menjadi surga bagi faksi perlawanan Palestina, termasuk PIJ dan Front Populer untuk Pembebasan Palestina – Komando Umum (PFLP–GC). 

    Beberapa hari setelah jatuhnya pemerintahan Assad, surat kabar Lebanon Al-Akhbar melaporkan bahwa pemerintahan baru di Suriah memerintahkan kelompok perlawanan Palestina untuk membubarkan semua formasi militer di negara itu. 

    Hayat Tahrir al-Sham (HTS), kelompok yang menggulingkan pemerintah sebelumnya, melancarkan gelombang penutupan yang menargetkan kantor-kantor faksi Palestina setelah memasuki Damaskus pada Desember 2024, menurut koresponden Palestina dari  The Cradle .

    Kantor-kantor milik Fatah al-Intifada, gerakan Al-Sa’iqa yang bersekutu dengan Baath, dan PFLP–GC ditutup, dan senjata, kendaraan, dan real estat mereka disita.

    Beberapa pejabat Palestina ditahan dan ditempatkan di tahanan rumah. 

     

    SUMBER: THE CRADLE

  • Suriah Tahan 2 Pemimpin Senior Jihad Islam, Alasannya Misterius

    Suriah Tahan 2 Pemimpin Senior Jihad Islam, Alasannya Misterius

    Damaskus

    Otoritas Suriah menahan dua pemimpin senior kelompok militan Jihad Islam, yang bermarkas di Jalur Gaza dan masih merupakan sekutu Hamas. Alasan penahanan kedua pemimpin senior Jihad Islam itu tidak diketahui secara jelas.

    Kabar penahanan kedua pemimpin Jihad Islam itu, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Rabu (23/4/2025), diungkapkan oleh sayap bersenjata kelompok militan itu, Brigade Al Quds, seorang pejabat Suriah yang enggan disebut namanya.

    Brigade Al Quds dalam pernyataannya menyebut identitas kedua pemimpin senior itu, yakni Khaled Khaled yang mengepalai operasi Jihad Islam di wilayah Suriah dan Yasser al-Zafari yang memimpin komite organisasinya.

    Disebutkan oleh Brigade Al Quds dalam pernyataan pada Selasa (22/4) bahwa keduanya sudah berada di dalam tahanan otoritas Suriah selama lima hari.

    Menurut Brigade Al Quds, kedua pemimpin senior Jihad Islam itu ditahan “tanpa penjelasan apa pun tentang alasannya” dan “dengan cara yang tidak kami harapkan dari saudara-saudara kami” di Suriah.

    Brigade Al Quds menyerukan pembebasan kedua pemimpinnya itu segera.

    Seorang pejabat Kementerian Dalam Negeri Suriah, yang tidak ingin disebut namanya, mengonfirmasi penahanan kedua pemimpin senior Jihad Islam tersebut. Namun pejabat Suriah itu tidak menanggapi pertanyaan lanjutan soal alasan penahanan keduanya.

    Jihad Islam ikut serta dalam serangan mematikan yang dipimpin Hamas terhadap Israel pada Oktober 2023 lalu, yang memicu perang tanpa henti di Jalur Gaza. Kelompok ini menerima pendanaan dan bantuan dari Iran, dan sudah sejak lama memiliki kantor di negara lain, seperti Suriah dan Lebanon.

    Namun, sekutu Jihad Islam yang ada di kedua negara tersebut baru-baru ini mengalami pukulan telak, di mana Hizbullah di Lebanon telah sangat dilemahkan oleh serangan udara dan darat Israel sejak tahun lalu, sedangkan mantan pemimpin Suriah Bashar al-Assad digulingkan oleh serangan pemberontak tahun lalu.

    Kepemimpinan baru di Damaskus telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran dan berharap untuk membangun kembali dukungan regional maupun internasional untuk Suriah, tidak hanya untuk menghilangkan sanksi dan mendanai rekonstruksi setelah perang brutal selama 14 tahun.

    Amerika Serikat (AS), menurut laporan Reuters bulan lalu, telah memberikan daftar persyaratan yang harus dipenuhi Suriah sebagai imbalan atas keringanan sebagian sanksi. Beberapa sumber menyebut salah satu persyaratannya adalah menjaga jarak dengan kelompok-kelompok militan Palestina yang didukung Iran.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Presiden Suriah Ahmad al-Sharaa Kecam Seruan Kurdi untuk Federalisme – Halaman all

    Pentagon Tarik 1000 Tentara dari Suriah: Ini Alasannya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pentagon, yang merupakan badan pertahanan Amerika Serikat, baru-baru ini mengumumkan keputusan untuk menarik sekitar 1000 tentara dari Suriah.

    Keputusan ini tidak hanya mengubah jumlah total pasukan di lapangan tetapi juga mencerminkan perubahan strategi militer AS di wilayah yang telah menjadi fokus selama satu dekade terakhir.

    Mengapa Pentagon Mengurangi Pasukan di Suriah?

    Pada Jumat, 18 April 2025, Pentagon menginformasikan bahwa mereka akan memangkas hampir setengah dari total personel mereka yang sebelumnya berjumlah sekitar 2000.

    Juru bicara Pentagon, Sean Parnell, menjelaskan bahwa proses penarikan akan dilakukan secara bertahap dan berdasarkan kondisi di lapangan.

    Walaupun tidak disebutkan lokasi spesifik, Parnell menyatakan bahwa pasukan akan dipusatkan di beberapa titik strategis.

    Apa Dampak dari Penarikan ini?

    Langkah ini menandai pergeseran signifikan dalam strategi militer Washington, terutama dalam perang melawan kelompok teroris Negara Islam (ISIS) yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun.

    Meskipun kekuatan ISIS telah berkurang sejak 2019, sisa-sisa militannya masih aktif, terutama di daerah pedesaan, dan sering kali melancarkan serangan sporadis.

    Presiden AS sebelumnya, Donald Trump, juga mengungkapkan pandangannya tentang keterlibatan militer AS di Suriah.

    Dalam sebuah pernyataan di platform Truth Social pada Desember lalu, Trump menegaskan, “Suriah memang kacau, tetapi bukan teman kita dan Amerika Serikat tidak boleh bergabung dengannya; ini bukan perjuangan kita.” Pernyataan ini menggambarkan perubahan arah kebijakan luar negeri AS yang lebih fokus pada isu domestik dan pengurangan keterlibatan militer di luar negeri.

    Bagaimana Situasi Politik dan Keamanan di Kawasan?

    Penarikan tentara ini juga terjadi di tengah dinamika politik dan keamanan yang kompleks di kawasan tersebut.

    Setelah presiden Suriah, Bashar al-Assad, digulingkan oleh pemberontak Islamis pada akhir 2024, AS sempat meningkatkan operasi militer mereka.

    Namun, fokus Washington mulai berubah ketika kelompok Houthi di Yaman melancarkan serangan terhadap jalur pelayaran internasional pada akhir 2023.

    Di samping itu, pasukan AS di Suriah dan Irak menjadi target serangan dari milisi pro-Iran, terutama sejak dimulainya perang Gaza pada Oktober 2023.

    Sebagai respons, AS melakukan serangan udara terhadap beberapa target yang terkait dengan Iran.

    Meskipun ketegangan ini telah mereda, risiko serangan terhadap pasukan AS tetap ada.

    Apakah AS Akan Sepenuhnya Menarik Diri dari Suriah?

    Sampai akhir 2024, Pentagon masih menempatkan sekitar 900 tentara di Suriah, meskipun jumlah ini sempat meningkat menjadi 2000 sebelum penarikan diumumkan.

    Langkah ini sejalan dengan rencana Irak untuk mengakhiri kehadiran militer internasional di wilayahnya.

    Saat ini, terdapat sekitar 2500 tentara AS di Irak, dengan misi militer koalisi dijadwalkan berakhir pada akhir 2025 di wilayah Irak federal dan 2026 di wilayah Kurdistan.

    Penarikan pasukan ini tentunya memunculkan berbagai spekulasi mengenai masa depan kehadiran militer AS di Suriah dan dampaknya terhadap stabilitas kawasan.

    Apakah ini menandakan akhir dari keterlibatan militer AS di Suriah, ataukah justru akan menjadi awal dari strategi baru?

    Dengan latar belakang yang semakin kompleks, keputusan ini tentunya akan memiliki implikasi yang luas, baik bagi AS maupun untuk stabilitas regional di Timur Tengah.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Akankah Amerika Serikat Benar-benar Angkat Kaki dari Suriah? – Halaman all

    Akankah Amerika Serikat Benar-benar Angkat Kaki dari Suriah? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Militer Amerika Serikat mulai menarik ratusan tentaranya dari Suriah.

    Langkah ini disebut Pentagon sebagai bentuk “konsolidasi pasukan” yang mencerminkan perubahan situasi keamanan di wilayah tersebut.

    “Dengan mengakui keberhasilan AS dalam melawan ISIS, termasuk kekalahan teritorialnya pada 2019 di bawah Presiden Donald Trump, hari ini Menteri Pertahanan mengarahkan konsolidasi pasukan AS di Suriah ke lokasi-lokasi tertentu,” kata Juru bicara Pentagon, Sean Parnell, dalam pernyataan yang dikutip The New York Times, Jumat (12/4).

    Parnell menjelaskan, proses ini akan dilakukan secara bertahap dan berbasis kondisi.

    Dalam beberapa bulan ke depan, jumlah pasukan AS di Suriah akan dikurangi menjadi kurang dari 1.000 orang.

    Keputusan ini mengingatkan pada upaya penarikan total pasukan oleh Trump pada 2018.

    Saat itu mendapat upaya tentangan dari petinggi militer dan menyebabkan pengunduran diri Menteri Pertahanan Jim Mattis.

    Seperti diketahui, Trump kembali menegaskan sikapnya setelah jatuhnya rezim Bashar al-Assad pada Desember lalu.

    “Suriah memang kacau, tetapi bukan teman kita. AMERIKA SERIKAT TIDAK BOLEH BERGABUNG DENGANNYA. INI BUKAN PERJUANGAN KITA,” tulis Trump di platform Truth Social saat kembali menjabat sebagai presiden terpilih.

    Tiga Pangkalan AS di Suriah Ditutup

    The New York Times melaporkan bahwa AS akan menutup tiga dari delapan pos militernya di timur laut Suriah.

    Sekitar 600 personel akan ditarik dari Mission Support Site Green Village, MSS Euphrates, dan satu fasilitas kecil lainnya.

    Menariknya, pada Desember 2024, pemerintahan Biden justru menambah jumlah pasukan di Suriah menjadi sekitar 2.000 orang.

    Peningkatan itu ditujukan untuk menghadapi ancaman dari ISIS dan milisi pro-Iran yang semakin aktif.

    Kembali ke Format Lama: 900 Tentara

    Kini, pengurangan pasukan akan membawa jumlahnya kembali ke kisaran 900—angka yang dipertahankan sejak ISIS dinyatakan kalah pada 2019.

    Pasukan ini tetap ditugaskan untuk memburu sisa-sisa ISIS, menahan kelompok pro-Iran, dan mencegah Turki menyerang Pasukan Demokratik Suriah (SDF) pimpinan Kurdi.

    Meski Pentagon meyakinkan bahwa konsolidasi ini tetap memungkinkan AS menekan ISIS dan merespons ancaman teroris lainnya, situasi di lapangan menunjukkan peningkatan aktivitas militan.

    Aktivitas ISIS Naik Dua Kali Lipat

    ISIS mengklaim 294 serangan di Suriah sepanjang 2024, naik drastis dari 121 serangan pada tahun sebelumnya, menurut data yang dikutip dari NYT.

    Sejak awal 2025, setidaknya 44 serangan telah terjadi, menurut laporan Institut Timur Tengah di Washington.

    Tekanan juga datang dari milisi pro-Iran.

    Pada Januari 2024, tiga tentara AS tewas dalam serangan drone di Yordania.

    Sejak 2014, AS memimpin koalisi internasional untuk melawan ISIS, mendukung pasukan lokal di Irak dan Suriah, termasuk SDF yang mayoritas Kurdi.

    Kemenangan atas ISIS diumumkan pada akhir 2017 di Irak dan pada Maret 2019 di Suriah, saat benteng terakhir kelompok itu direbut.

    Meski kekhalifahan ISIS runtuh, para jihadis masih aktif di pedesaan terpencil.

    AS secara berkala melancarkan operasi militer untuk menggagalkan kebangkitan kelompok tersebut.

    Setelah jatuhnya Assad, perhatian militer AS juga mulai beralih ke Yaman, di mana kelompok Houthi menyerang jalur pelayaran internasional sejak akhir 2023.

    AS membalas dengan serangan udara terhadap target yang dianggap terkait Iran.

    Irak juga Bersiap Akhiri Kehadiran AS

    Di sisi lain, Irak juga berupaya mengakhiri kehadiran koalisi pimpinan AS di wilayahnya.

    Washington dan Baghdad telah menyepakati bahwa misi militer AS di Irak akan berakhir pada akhir 2025, dan di wilayah Kurdistan pada September 2026.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Profil Ahmed al-Sharaa, Presiden Suriah yang Masuk 100 Tokoh Paling Berpengaruh Versi TIME – Halaman all

    Profil Ahmed al-Sharaa, Presiden Suriah yang Masuk 100 Tokoh Paling Berpengaruh Versi TIME – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa atau yang juga dikenal sebagai Abu Muhammad Al Julani masuk dalam daftar 100 tokoh paling berpengaruh di dunia tahun 2025 versi Majalah TIME.

    Al-Sharaa banyak disorot media dunia setelah dia dan kelompoknya, Hayat Tahrir al-Sham (HTS), berhasil menumbangkan rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad.

    “Bulan Desember lalu, setelah bertahun-tahun membangun faksi bersenjata yang kuat, yakni Hayat Tahrir al-Sham yang dikategorikan secara internasional sebagai kelompok teroris, Ahmed al-Sharaa dan aliansi pemberontaknya menggulingkan pemerintahan brutal Bashar Assad di Suriah,” demikian keterangan Robert Ford, Duta Besar AS untuk Suriah tahun 2011-2024, pada laman Majalah TIME.

    Ford menyebut al-Sharaa pernah terkait dengan kelompok al-Qaeda dan ISIS, tetapi dia kemudian melawan kedua kelompok itu dengan agresif.

    “Dia membentuk aliansi dengan pemberontak Suriah lainnya, sering kali dengan todongan senjata, dan mengamankan dukungan Turki.”

    “Sekarang al-Sharaa menjadi presiden sementara di seluruh Suriah. Dia menyeimbangkan militan yang pernah dipimpinnya dengan warga Suriah liberal yang lega setelah Assad pergi.”

    Ford mengatakan para pengamat kini penasaran apakah al-Sharaa seorang ekstremis yang sikap moderatnya hanya taktik demi keuntungan politik sementara, atau dia seorang politikus yang memanfaatkan kelompok ekstremis demi meraih kekuasaan.

    Profil al-Sharaa

    Dikutip dari Encyclopedia Britannica, Al-Sharaa lahir tahun 1982 di Riyadh, Arab Saudi. Keluarganya berasal dari Dataran Tinggi Golan di Suriah yang kini diduduki Israel.

    Dia besar di Arab Saudi yang menjadi negara tempat ayahnya bekerja sebagai insinyur minyak. Pada tahun 1989 keluarganya kembali ke Suriah dan tinggal di Kota Damaskus.

    Menurut Al-Sharaa, peristiwa Intifada Kedua di Palestina pada tahun 2000 adalah momen yang memicu dia untuk memutuskan berjuang melawan para penindas.

    Dia pergi ke Irak untuk melawan pasukan Amerika Serikat (AS). Al-Sharaa bergabung dengan Al-Qaeda di Irak (AQI).

    AHMED AL-SHARAA – Tangkapan layar YouTube Al Jazeera pada Senin (10/3/2025) menunjukkan Pidato Presiden Sementara Suriah, Ahmed Al-Sharaa tentang bentrokan di Latakia dan Tartous pada Minggu (9/3/2025). al-Sharaa, telah mengumumkan pembentukan sebuah komite untuk melakukan penyelidikan terkait peristiwa berdarah yang terjadi di pesisir Suriah (Tangkapan layar YouTube Al Jazeera)

    Pada tahun 2005 dia ditangkap oleh pasukan AS dan dipenjada di Camp Bucca bersama para militan Irak.

    Ketika dibebaskan tahun 2009, dia kembali ke AQI yang namanya digant menjadi Negara Islam Irak. Dia diangkat sebagai panglima.

    Saat fase awal Perang Saudara Suriah yang dimulai tahun 2011, dia dikirim ke Suriah untuk membentuk kontingen Al-Qaeda yang bisa ikut campur dalam perang itu.

    Al-Sharaa lalu membentuk Front Nusrah setahun kemudian dan merekrut para pejuang muda Suriah yang tidak tahu hubungan al-Sharaa dengan Al-Qaeda.

    Berbeda dengan ISI, Front Nusrah lebih menargetkan pasukan pemerintah dan faksi-faksi saingannya.

    Pada tahun 2016 Al-Sharaa mengumumkan Front Nusrah telah memutuskan hubungan dengan Al-Qaeda. Front Nusrah diganti namanya menjadi Jabhat Fatah al-Sham.

    Setahun berselang dia mengimbau para faksi pemberontak yang berada di bawah komandonya untuk bergabung dengan kelompok yang disebut Hayat Tahrir al-Sham atau HTS.

    HTS membentuk Pemerintahan Penyelamatan Suriah di wilayah Idlib. Al-Sharaa menjadi pemimpinnya. Kelompok itu menjadi faksi dominan dalam kalangan oposisi suriah.

    Pada bulan November 2024 HTS melancarkan serangan cepat terhadap rezim Assad. Dalam beberapa hari HTS berhasil menguasai Kota Aleppo.

    HTS lalu menyerbu Damaskus dan menggulingkan pemerintahan Assad. Al-Sharaa mulai mengontrol Suriah.

    Koalisi para pemberontak memilih al-Sharaa sebagai presiden yang memimpin pemerintahan sementara Suriah.

    Al-Sharaa kemudian berusaha menyatukan faksi-faksi di Suriah dan berusaha agar sanksi-sanksi terhadap Suriah dicabut.