Tag: Bashar al-Assad

  • Bagaimana Uni Eropa Sikapi Kekuasaan HTS di Suriah?

    Bagaimana Uni Eropa Sikapi Kekuasaan HTS di Suriah?

    Jakarta

    Sebagaimana yang lain dunia, Uni Eropa dikejutkan oleh betapa cepatnya pemberontak Suriah menumbangkan rejim Bashar Assad di Damaskus. Keberhasilan kolaborasi pimpinan Hay’at Tahrir al-Sham, HTS, itu tidak menyisakan banyak waktu untuk bersiasat atau menyiapkan respons.

    Brussels menyambut ambruknya kediktaturan Assad, namun bersikap hati-hati dalam menyikapi kekuasaan pemimpin HTS, Abu Muhammad al-Julani, alias Ahmad al-Sharaa. Betapapun, organisasi Islam nasionalis itu dilahirkan dari ISIS dan sempat dibesarkan al-Qaeda, dua kelompok teror di Suriah dan Irak.

    Seorang juru bicara UE mengaku pihaknya tidak menjalin komunikasi dengan penguasa baru Suriah, HTS hingga kini masih menghuni daftar organisasi teroris Perserikatan Bangsa-bangsa dan negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat.

    UE berdiplomasi dengan bekas kelompok teror?

    Keraguan yang menaungi pemerintahan baru Suriah bersumber pada latar belakang al-Julani.

    Dia bergabung dengan al Qaeda untuk melawan invasi AS di Irak dan sempat dikurung di penjara Bucca. Di sana, dia dikabarkan menghabiskan waktu dengan anggota berbagai kelompok jihad dan bertemu dengan gembong Islamic State, ISIS, Abu Bakr al-Baghdadi.

    Dalam wawancara dengan televisi AS PBS, dia mengakui beberapa tahun yang lalu bahwa sekembalinya ke tanah air, dia memperoleh dukungan finansial dari Islamic State untuk membentuk laskar bersenjata bernama Front al-Nusra.

    Namun loyalitasnya punah ketika al-Baghdadi memaksakan agar laskah al-Julani dilebur ke dalam organisasi baru, Islamic State di Irak dan Suriah, ISIS, lapor media Inggris BBC. Al-Julani menolak dan membelot ke al-Qaeda.

    Meski sudah menguasai Suriah, al-Julani belum melepaskan status buron internasional. Pemerintah AS menawarkan hadiah sebesar USD10 juta untuk informasi yang dapat mengarah pada penangkapannya.

    Beberapa analis meyakini, Barat harus mencabut label teroris terhadap al-Julani dan HTS, meski dengan beberapa syarat.

    “Pencabutan status sebagai individu atau organisasi teroris menuntut proses yang rumit dan sulit,” tulis Charles Lister, direktur program Suriah di Middle East Institute, di X.

    “Menurut pemahaman saya, sejumlah kondisi berurutan akan diajukan agar HTS dapat memenuhinya, yang melibatkan reformasi militer, politik dan administrasi, serta langkah-langkah menuju akuntabilitas atas kejahatan yang terdokumentasi sebelumnya.”

    Dugaan kejahatan HAM

    Sudah sejak Februari tahun ini warga sipil di Idlib, yang dikuasai HTS, mengadukan praktik “penyiksaan dan kematian dalam tahanan,” menurut laporan PBB yang dikeluarkan pada bulan September.

    Laporan oleh Amerika Serikat tentang hak asasi manusia di Suriah pada tahun 2022 mencatat, kelompok bersenjata seperti “HTS melakukan berbagai pelanggaran, termasuk pembunuhan dan penculikan, penahanan ilegal, kekerasan fisik, kematian warga sipil, dan perekrutan tentara anak-anak.”

    Laporan itu juga menuduh beberapa kelompok pemberontak Suriah lainnya atas tindakan yang sama. Organisasi HAM Human Rights Watch melaporkan, pada tahun 2019 setidaknya enam mantan tahanan disiksa saat berada dalam tahanan HTS.

    Namun al-Julani membantah terlibat, dan baru-baru ini mengatakan kepada CNN bahwa pelanggaran “tidak dilakukan atas perintah atau arahan kami” dan bahwa mereka yang bertanggung jawab telah diseret ke pengadilan.

    Pemerintahan yang inklusif demi pengakuan Barat

    Namun, Uni Eropa menyimpan banyak keraguan. Blok yang beranggotakan 27 negara itu khawatir tentang keselamatan minoritas, hak-hak perempuan, dan representasi yang setara bagi berbagai kelompok oposisi.

    “Kami menyerukan transisi politik yang tenang dan inklusif serta perlindungan bagi semua warga Suriah, termasuk semua kaum minoritas,” tulis Kaja Kallas, diplomat utama Uni Eropa, di X, sesaat setelah HTS mengambil alih Damaskus.

    Sejauh ini, HTS telah menjanjikan keselamatan bagi kaum minoritas agama, mendeklarasikan amnesti bagi semua tentara Suriah, memutuskan untuk bekerja sama dengan perdana menteri Suriah saat ini untuk membentuk pemerintahan transisi, dan mengatakan bahwa perempuan tidak akan diberi kewajiban cara berpakaian.

    Beberapa pihak menyarankan, Uni Eropa harus memanfaatkan peluang ini dan secara aktif terlibat dalam melobi penguasa baru, demi kepentingan warga Suriah dan juga kepentingan Uni Eropa sendiri.

    UE harus ‘memberikan insentif untuk aksi positif’

    Lebih dari satu juta warga Suriah melakukan eksodus ke UE pada puncak perang saudara yang berkecamuk selama hampir 14 tahun. Hingga kini, pengungsi Suriah merupakan komunitas pencari suaka terbesar di Eropa.

    Usai tergulingnya Bashar al-Assad, sejumlah kelompok konservatif mulai menyerukan pemulangan atau deportasi warga Suriah. Beberapa negara anggota UE, termasuk Jerman, menghentikan pemrosesan permohonan suaka yang diajukan kurang dari 48 jam setelah Assad melarikan diri dari Damaskus.

    Julien Barnes-Dacey, direktur program Timur Tengah & Afrika Utara di Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri, mengatakan kepada DW bahwa UE harus menyalurkan perhatian dan sumber daya politik yang signifikan untuk pembentukan pemerintahan yang inklusif di Suriah.

    “UE harus “bekerja dengan cepat dan serius untuk memberikan insentif pada kebijakan positif,” terutama setelah HTS mengisyaratkan kelunakan ideologi”, ujar Barnes-Dacey.

    “Ini adalah satu-satunya jalan yang layak untuk mengamankan kepentingan Eropa, baik itu stabilitas regional dan mencegah konflik dan terorisme baru, dan memungkinkan jutaan warga Suriah untuk akhirnya kembali ke rumah, atau secara permanen melemahkan pengaruh regional yang bermusuhan dari kekuatan eksternal seperti Rusia,” katanya kepada DW dalam tanggapan tertulis.

    Ketika sebagian pakar mempercayai keseriusan HTS menjamin pemerintahan inklusif, yang lain lebih skeptis dan menduga klaim pluralis hanya sebagai kampanye pencitraan.

    “HTS sedang mencoba untuk menunjukkan wajah yang ramah saat ini, untuk mendapatkan dukungan maksimal bagi proyek mereka untuk membangun rezim baru dan untuk meminimalkan gesekan dengan negara-negara Barat dan Arab. Itu tidak selalu menjadi kenyataan,” Aron Lund, seorang peneliti di Century Foundation, mengatakan kepada DW.

    “Ketika terancam, kelompok-kelompok seperti ini hampir selalu akan kembali ke basis asli dan paling solid mereka, yang dalam kasus HTS adalah inti jihadnya yang keras,” tambahnya.

    Uni Eropa menyadari risiko tersebut, dan untuk saat ini tetap berhati-hati dalam menyikapi transisi kekuasaan di Damaskus. Kebijakan UE akan bergantung pada bagaimana HTS bertindak di masa depan.

    “Seiring dengan semakin besarnya tanggung jawab HTS, kita perlu menilai bukan hanya kata-kata, tetapi juga tindakan mereka,” kata juru bicara Uni Eropa Anouar El Anouni.

    Diadaptasi dari naskah DW berbahasa Inggris

    (ita/ita)

  • OPCW Desak Pemimpin Baru Suriah Buka Akses Penyelidikan Senjata Kimia Pasca Rezim Assad Runtuh  – Halaman all

    OPCW Desak Pemimpin Baru Suriah Buka Akses Penyelidikan Senjata Kimia Pasca Rezim Assad Runtuh  – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kepala pengawas senjata kimia Internasional, Fernando Arias, meminta pemimpin baru Suriah untuk memberikan akses kepada penyelidik guna mencari tahu pelaku serangan yang menewaskan ribuan warga selama perang saudara.

    Dalam pertemuan khusus Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW), Arias mengatakan setelah Presiden Suriah, Bashar Al-Assad, digulingkan, ia telah melihat adanya sinyal positif dari pemerintahan baru Suriah untuk membersihkan negara itu dari senjata kimia. 

    Namun, hingga saat ini belum terlihat adanya pernyataan secara resmi dari pihak pemerintahan baru Suriah.

    Menurut Arias, sejak runtuhnya rezim Assad, politik Suriah telah bangkit.

    Ini ditandai dengan klarifikasi yang diberikan oleh pemerintahan baru Suriah kepada OPCW tentang luas dan cakupan program senjata kimia Suriah setelah 11 tahun inspeksi.

    Dengan kesempatan ini, Arias berharap dapat mengidentifikasi pelaku serangan senjata kimia selama belasan tahun perang di Suriah.

    “Para korban berhak agar para pelaku yang kami identifikasi diadili,” tegasnya, dikutip dari Al Jazeera.

    Dalam waktu dekat, Arias akan meminta akses kepada pemerintahan baru Suriah agar Tim Investigasi dan Identifikasi OPCW dapat melakukan penyelidikan senjata kimia.

    Menurut mekanisme gabungan PBB-OPCW, sejak 2015-2017, angkatan bersenjata Suriah telah menggunakan senjata kimia sebanyak sembilan kali.

    Sementara, pelaku serangan hingga saat ini masih banyak yang belum diidentifikasi.

    Sebagai informasi, pertemuan khusus dewan eksekutif OPCW ini diadakan di Den Haag pada Kamis (12/11/2024).

    Pertemuan 41 anggota Dewan eksekutif OPCW ini membahas langkah selanjtunya setelah rezim Assad runtuh.

    Sebelum pertemuan digelar, duta besar Amerika Serikat untuk OPCW, Nicole Shampaine mengatakan runtuhnya Assad ini menjadi kesempatan yang sangat besar dalam membersikan senjata kimia di Suriah.

    “Kami ingin menuntaskan pekerjaan ini, dan ini benar-benar kesempatan bagi pemimpin baru Suriah untuk bekerja sama dengan komunitas internasional, bekerja sama dengan OPCW untuk menuntaskan pekerjaan ini sekali dan untuk selamanya,” kata Shampaine.

    Awal Mula Suriah Bergabung dengan OPCW

    Pada 2013, Suriah memutuskan untuk bergabung dengan OPCW.

    Namun dalam bergabungnya Suriah dengan OPCW, terdapat suatu kesepakatan, yaitu kesepakatan AS-Rusia.

    Di mana 1.300 metrik ton senjata kimia dan prekursor dihancurkan oleh masyarakat internasional. 

    Namun, ternyata Suriah masih memiliki amunisi terlarang selama ini yang belum dimusnahkan.

    Amuninisi terlarang ini diduga digunakan selama perang saudara.

    Akan tetapi, hal tersebut dibantah oleh Suriah yang diperintah Al-Assad dan sekutu militernya Rusia pada saat itu.

    Penggulingan Assad

    Sebagai informasi, pasukan rezim Assad dan kelompok antirezim kembali bentrok pada 27 November 2024.

    Bentrokan antara 2 kelompok ini terjadi di daerah pedesaan sebelah barat Aleppo, kota besar di Suriah utara.

    Bentrokan ini terjadi selama 10 hari.

    Kelompok pemberontak melancarkan berbagai serangan hingga merebut kota-kota penting di Suriah.

    Puncaknya terjadi pada hari Minggu (8/12/2024) ketika pemberontak yang didukung oleh unit-unit militer yang membelot menyebabkan rezim Assad runtuh setelah perang saudara selama 14 tahun.

    Setelah digulingkan, Assad dilaporkan kabur dari Suriah dan berada di Moskow setelah mendapat tawaran suaka dari Rusia.

    Hal tersebut dilaporkan oleh kantor berita Rusia, Interfax pada hari Minggu (8/12/2024).

    Tak sendiri, Assad dikabarkan kabur dari Suriah bersama keluarganya.

    “Presiden al-Assad dari Suriah telah tiba di Moskow. Rusia telah memberi mereka (dia dan keluarganya) suaka atas dasar kemanusiaan,” tulis Interfax, dikutip dari Al-Arabiya.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Konflik Suriah

  • Mengapa Israel Serang Suriah Setelah Assad Tumbang?

    Mengapa Israel Serang Suriah Setelah Assad Tumbang?

    Jakarta

    Israel telah melancarkan serangan udara terhadap pangkalan militer Suriah dan mengerahkan pasukan ke zona penyangga demiliterisasi di Dataran Tinggi Golan, memperluas jumlah wilayah Suriah yang berada di bawah kendali Israel.

    Israel mengatakan pihaknya mengambil langkah-langkah ini untuk menjamin keamanan warga negaranya, tetapi sejumlah pihak mengatakan Israel sedang mengambil kesempatan untuk melemahkan musuh lama.

    Serangan apa yang telah dilakukan Israel?

    BBC

    Pengawas Hak Asasi Manusia Suriah (SOHR) yang berbasis di Inggris mengatakan telah mendokumentasikan lebih dari 310 serangan oleh Pasukan Pertahanan Israel (IDF) sejak jatuhnya rezim Assad pada hari Minggu (08/12).

    Serangan tersebut dilaporkan menargetkan fasilitas militer tentara Suriah yang terletak di Aleppo di utara Suriah hingga Damaskus di selatan.

    Target serangan Israel termasuk gudang senjata, depot amunisi, bandara, pangkalan angkatan laut, dan pusat penelitian.

    Rami Abdul Rahman, pendiri SOHR, mengatakan serangan tersebut telah menghancurkan “semua kemampuan tentara Suriah”.

    Apa kekhawatiran Israel tentang senjata kimia?

    AFPDugaan serangan kimia di Douma, dekat Damaskus, oleh pasukan pro-Assad pada 2018.

    Israel khawatir mengenai siapa yang mungkin mendapatkan senjata kimia yang diduga milik Bashar al-Assad.

    Tidak diketahui di mana atau berapa banyak senjata kimia yang dimiliki Suriah, tetapi diyakini mantan Presiden Bashar al-Assad menyimpannya.

    Pada hari Senin (09/12), pengawas kimia PBB memperingatkan pihak berwenang di Suriah untuk memastikan bahwa semua yang mereka miliki aman.

    Ake Sellstrom, mantan kepala inspektur senjata Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Suriah yang kini menjadi profesor madya histologi di Universitas Umea di Swedia, mengatakan bahwa Israel telah menargetkan kemampuan senjata kimia Suriah dengan serangan udaranya.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    “Yang dilakukan Israel adalah merampas aset,” katanya kepada BBC.

    “Aset ini bisa berupa orang, fasilitas, atau peralatan.

    Pasukan yang setia kepada Bashar al-Assad diketahui telah menggunakan gas sarin dalam serangan di pinggir ibu kota Damaskus, Ghouta, pada 2013, yang diperkirakan telah menewaskan lebih dari seribu orang.

    Mereka juga dituduh menggunakan senjata kimia seperti gas sarin dan gas klorin dalam serangan lain beberapa tahun kemudian.

    Baca juga:

    Dr Sellstrom mengatakan pasukan pemberontak mungkin juga memiliki persediaan senjata kimia, karena mereka diketahui telah menggunakannya sebelumnya terhadap musuh-musuh mereka di Suriah.

    “Assad memiliki senjata-senjata ini untuk menunjukkan kekuatannya dalam konflik dengan Israel, tetapi tidak akan pernah menggunakannya secara langsung. Sekarang Anda memiliki pemerintahan yang sama sekali berbeda.

    “Israel akan membereskan apa pun yang mereka miliki dalam hal senjata kimia.”

    Apa yang dilakukan Israel di Dataran Tinggi Golan?

    BBC

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah mengumumkan pasukannya berhasil merebut kendali zona penyangga demiliterisasi di Dataran Tinggi Golanmemperluas jumlah wilayah Suriah yang didudukinya di wilayah ini.

    Netanyahu mengatakan ini adalah “posisi pertahanan sementara sampai ditemukan pengaturan yang sesuai.”

    “Israel mengatakan bahwa mereka ingin mencegah serangan seperti serangan Hamas pada 7 Oktober terjadi dari pihak Suriah,” kata Profesor Gilbert Achcar dari Universitas SOAS London.

    “Tetapi ini adalah kesempatan untuk bergerak maju dan menghentikan pasukan lain bergerak mendekati perbatasan zona pendudukan.”

    Getty ImagesAsap mengepul menyusul serangan udara di Damaskus pada Selasa (10/12) pagi

    Perebutan zona penyangga demiliterisasi oleh Israel dikecam habis-habisan oleh negara-negara Arab.

    Kementerian Luar Negeri Mesir menggambarkan tindakan Israel sebagai “pendudukan wilayah Suriah dan pelanggaran terhadap Perjanjian Pelepasan 1974”.

    Sementara sejumlah laporan yang beredar di Suriah mengeklaim bahwa Israel telah melampaui zona penyangga, bahkan berada dalam jarak 25 km dari Damaskus.

    Kendati begitu, sumber militer Israel membantah klaim ini.

    Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengakui untuk pertama kalinya bahwa pasukannya beroperasi di luar zona penyangga demiliterisasi di Dataran Tinggi Golan, tetapi juru bicara IDF Nadav Shoshani mengatakan serangan Israel tidak berlanjut lebih jauh.

    Baca juga:Apa itu Dataran Tinggi Golan dan siapa yang mendudukinya?

    Dataran Tinggi Golan adalah dataran tinggi berbatu di barat daya Suriah, yang telah diduduki oleh Israel selama lebih dari setengah abad.

    Dalam perang Timur Tengah pada 1967, Suriah membombardir Israel dari ketinggian, tetapi Israel dengan cepat memukul mundur pasukan Suriah dan mengambil alih sekitar 1.200 kilometer persegi wilayah tersebut, yang kemudian berada di bawah kendali militer.

    Suriah mencoba merebut kembali Dataran Tinggi Golan selama perang Timur Tengah (Yom Kippur) tahun 1973, namun upaya itu gagal.

    Kedua negara akhirnya menandatangani gencatan senjata pada 1974, dan pasukan pengamat PBB telah ditempatkan di garis gencatan senjata sejak 1974.

    Akan tetapi, Israel mencaplok wilayah itu pada 1981, dalam suatu tindakan yang tidak diakui oleh sebagian besar masyarakat internasional.

    Getty ImagesMiliter Israel memperkuat pasukan darat saat mobilitas militer berlanjut di Dataran Tinggi Golan, Israel pada 9 Desember 2024.

    Suriah mengatakan tidak akan membuat kesepakatan damai dengan Israel kecuali negara itu menarik diri dari seluruh Dataran Tinggi Golan.

    Sebagian besar penduduk Arab Suriah di Dataran Tinggi Golan telah meninggalkan daerah itu selama perang pada 1967.

    Saat ini terdapat lebih dari 30 permukiman Israel di wilayah Golan, yang merupakan rumah bagi sekitar 20.000 orang. Israel mulai membangunnya segera setelah berakhirnya konflik tahun 1967.

    Permukiman itu dianggap ilegal menurut hukum internasional, meskipun Israel membantahnya.

    Para pemukim tinggal bersama sekitar 20.000 warga Suriahsebagian besar dari mereka berasal dari sekte Druze, yang memutuskan bertahan di sana ketika Golan direbut Israel.

    Apakah kekhawatiran Israel beralasan?

    EPAPasukan Israel dikerahkan di dekat pagar keamanan dekat desa Druze Majdal Shams, di Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel, pada 8 Desember 2024.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa pendudukan IDF di zona penyangga di Dataran Tinggi Golan bersifat sementara, namun penarikan pasukan dari wilayah itu akan tergantung pada sikap pemerintahan Suriah berikutnya.

    “Jika kami dapat membangun hubungan bertetangga dan hubungan damai dengan kekuatan baru yang muncul di Suriah, itulah keinginan kami,” katanya.

    “Namun jika tidak, kami akan melakukan apa pun untuk mempertahankan Negara Israel dan perbatasan Israel.”

    “Yang ada dalam pikiran Israel adalah kemungkinan adanya serangan ke Golan oleh pasukan di Suriah dan untuk memastikan tidak ada kemungkinan itu, Israel telah maju lebih jauh,” kata Dr HA Hellyer dari Royal United Services Institute, lembaga pemikir yang berpusat di London.

    “Namun, Israel sebelumnya menduduki wilayah di Dataran Tinggi Golan sebagai tindakan keamanan dan kemudian membentenginya. Israel mungkin akan melakukannya lagi.”

    Getty ImagesSeorang tentara Israel di atas tank di pagar perbatasan di sepanjang zona penyangga dengan Suriah terlihat dari Dataran Tinggi Golan, pada Rabu, 11 Desember 2024.

    Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar mengatakan serangan udara terhadap pangkalan militer Suriah dilakukan semata-mata untuk membela warganya.

    “Itulah sebabnya kami menyerang sistem persenjataan strategis seperti, misalnya, senjata kimia yang tersisa atau rudal dan roket jarak jauh agar tidak jatuh ke tangan para ekstremis,” katanya.

    Namun, kata Prof Achcar: “Senjata kimia tidak tersebar luas di Suriah. Senjata itu hanya ada di dua atau tiga tempat. Namun dengan lebih dari 300 serangan udara, Anda mencoba membuat negara itu jauh lebih lemah.”

    Israel menganggap Bashar al-Assad sebagai “setan yang mereka kenal”, katanya, tetapi tidak yakin apa yang akan terjadi selanjutnya.

    “Mereka memperkirakan Suriah akan terpecah antara faksi-faksi yang bertikai, seperti Libya, dan takut akan munculnya faksi yang memusuhi Israel.

    “Mereka ingin mencegah faksi seperti itu menggunakan senjata tentara Suriah untuk melawannya.”

    (ita/ita)

  • Apa Itu Captagon, Stimulan Sintetis yang Jadi ‘Tambang Emas’ Rezim al-Assad di Suriah? – Halaman all

    Apa Itu Captagon, Stimulan Sintetis yang Jadi ‘Tambang Emas’ Rezim al-Assad di Suriah? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Rezim Bashar al-Assad di Suriah jatuh setelah pasukan bersenjata memimpin serangan selama sekitar 10 hari dan akhirnya merebut Ibu Kota Damaskus pada Minggu (8/12/2024).

    Presiden Assad pun akhirnya melarikan diri ke Rusia.

    Namun, bagaimana situasi ini bisa terjadi dengan cepat?

    Mengutip ABC News, beberapa analis Suriah serta pemerintahan AS menyebut faktor kejatuhan Assad adalah karena para pendukung utamanya (Iran, Rusia, dan Hizbullah), dilemahkan atau disibukkan dalam pertempuran tersendiri dalam beberapa bulan terakhir.

    Pengamat lain di Suriah juga merujuk pada faktor kunci lainnya, yakni pil putih kecil dengan ukiran dua bulan sabit di atasnya.

    Pil kecil itu adalah obat sintetis dan amfetamin yang sangat populer di Timur Tengah, yang dikenal sebagai Captagon.

    Para ahli mengatakan bahwa perdagangan narkoba yang berasal dari Suriah, yang merupakan pemasok Captagon terbesar di dunia, membantu mempercepat kejatuhan Assad karena negara-negara tetangga yang ingin meredam peredaran pil, meninggalkannya.

    Captagon adalah merek dagang pil stimulan sintetis fenethylline atau fenetylline.

    Captagon ditemukan di sebuah pabrik di Suriah (Channel 4 News)

    Menurut Laporan Obat Dunia dari Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan tahun lalu, wilayah asal utama untuk pengiriman Captagon adalah Suriah dan Lebanon.

    Laporan tersebut mengasumsikan bahwa semua penyitaan pil jenis amfetamin yang dilaporkan di subwilayah tersebut adalah Captagon.

    Penyitaan obat-obatan itu meningkat dua kali lipat dari tahun 2020, mencapai rekor tertinggi 86 ton pada tahun 2021.

    Caroline Rose, yang mempelajari perdagangan Captagon di lembaga pemikir New Lines Institute yang berpusat di Washington, mengatakan kepada ABC News bahwa obat tersebut secara keliru dianggap tidak berbahaya.

    Karenanya, Captagon tidak menimbulkan stigma seperti obat-obatan terlarang seperti kokain atau ekstasi.

    Captagon juga bereda di negara-negara yang melarang alkohol karena haram.

    “Pil itu membuat Anda merasa tak terkalahkan,” kata Rose.

    “Obat itu mencegah rasa lapar dan membantu Anda terjaga hingga larut malam.”

    “Obat ini digunakan oleh pengemudi taksi, mahasiswa, orang miskin yang sedang mengantre untuk mendapatkan roti, orang kaya yang ingin menurunkan berat badan.”

    “Obat ini juga digunakan pejuang yang membuatnya terjaga hingga larut malam, memberinya energi dan membuatnya bertahan satu hari dengan satu MRE (makanan siap santap) sehari.”

    Tokoh kunci dalam perdagangan Captagon adalah Suriah.

    Dengan Captagon sebagai “tambang emas”-nya, Suriah dapat menghasilkan sekitar $10 miliar, dan sekitar $2,4 miliar setahun secara langsung untuk rezim Assad.

    Temuan itu berdasarkan sebuah studi tahun 2023 yang dilakukan oleh Observatory of Political and Economic Networks, sebuah lembaga nirlaba yang melakukan penelitian tentang kejahatan terorganisasi dan korupsi di Suriah.

    Satu orang yang sangat memperhatikan perdagangan Captagon dari Suriah dalam beberapa tahun terakhir adalah anggota Parlemen AS French Hill.

    Hill termasuk satu dari puluhan anggota parlemen yang ikut mensponsori Undang-Undang Perlindungan Sipil Suriah Caesar bipartisan tahun 2019, yang mengusulkan untuk memberikan sanksi berat kepada Assad dan sekutu terdekatnya.

    RUU tersebut akhirnya disahkan sebagai bagian dari Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional untuk tahun 2020.

    Hill kemudian memperkenalkan Captagon Act pada tahun 2021, yang menurutnya dirancang untuk membubarkan produksi dan perdagangan narkotika yang mematikan oleh rezim Assad.

    “Menurut saya, rezim Assad yang beralih ke produksi narkotika sebagai sumber pendapatan utamanya merupakan tanda bahwa dunia yang memperlakukan Assad seperti orang buangan berhasil,” kata Hill kepada ABC News.

    “Jelas setelah kejadian minggu lalu bahwa kebusukan dalam militer dan keuangan Assad sudah sangat parah.”

    Menurut Rose, perdagangan Captagon yang sedang berkembang pesat merupakan “ekonomi zombi,” di mana sanksi keras yang dijatuhkan Amerika Serikat dan Eropa kepada Suriah justru menguntungkan rezim Assad.

    “Jika ada kasus yang sempurna untuk negara narkotika, saya rasa itu adalah Suriah, karena ada aparat keamanan dan politik negara yang membela produksi Captagon dan menyebarkan narasi publik bahwa tidak ada Captagon tetapi kemudian menggunakan saudara presiden, semua aparat keamanannya, dan Divisi Lapis Baja Keempat yang terlibat dalam perdagangan tersebut,” kata Rose.

    Sementara itu, Turki dan Arab Saudi menjadi frustrasi dengan upaya mereka untuk menormalisasi hubungan dengan Assad.

    Perbatasan negara tersebut dibanjiri narkoba, menurut laporan terbaru oleh Carnegie Endowment.

    Menurut Rose, dalam upaya negosiasi baru-baru ini untuk normalisasi, Assad mencoba menggunakan kekuasaan yang dimilikinya atas perdagangan Captagon sebagai pengaruh terhadap mereka, dan itu berujung menjadi bumerang.

    Matthew Zweig, pakar sanksi di lembaga lobi Foundation for Defense of Democracies, menunjuk ke pertanyaan lain terkait Captagon yang mungkin juga berkontribusi pada kejatuhan Assad.

    “Pertanyaannya adalah apakah Assad bisa mengendalikan perdagangan, atau apakah perdagangan yang mengendalikannya?” kata Zweig kepada ABC News.

    Pada hari Minggu, beberapa jam setelah kelompok Hayat Tahrir al-Sham, atau HTS, merebut Damaskus dan mengambil alih kekuasaan, pemimpinnya Abu Mohammad al-Jolani berdiri di depan kerumunan pendukungnya di dalam Masjid Umayyah yang bersejarah di ibu kota.

    Ia menyatakan: “Suriah telah menjadi penghasil Captagon terbesar di Bumi, dan hari ini, Suriah akan dimurnikan oleh kasih karunia Tuhan.”

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • Profil Asma Al-Assad, Istri Bashar al-Assad yang Pernah Dijuluki Sekuntum Mawar di Padang Pasir – Halaman all

    Profil Asma Al-Assad, Istri Bashar al-Assad yang Pernah Dijuluki Sekuntum Mawar di Padang Pasir – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Asma Al-Assad, mantan Ibu Negara Suriah, menjadi sorotan dunia setelah kejatuhan suaminya, Bashar al-Assad, yang terpaksa melarikan diri ke Rusia bersama dirinya dan tiga anak mereka.

    Dikenal dengan paras cantiknya dan gayanya yang elegan, Asma pernah dijuluki sebagai “Sekuntum Mawar di Padang Pasir” oleh majalah Vogue.

    Namun, setelah kekerasan yang terjadi di Suriah dan dukungannya terhadap suaminya dalam mempertahankan kekuasaan, citranya pun berubah drastis.

    Ia kini disebut dengan julukan “Lady Macbeth” atau “Ibu Negara Neraka.”

    Simak profil Asma Al-Assad berikut ini:

    Profil dan Sosok

    Asma Al-Assad lahir pada 11 Oktober 1975 di London, Inggris, dari pasangan Fawaz Al Akhras, seorang ahli jantung, dan Sahar Otri, seorang diplomat, CNBC melaporkan.

    Keluarganya berasal dari Suriah, tetapi Asma tumbuh besar di Inggris, yang memberinya kewarganegaraan Inggris.

    Ia mengenyam pendidikan di berbagai sekolah ternama di Inggris, termasuk Queen’s College.

    Asma kemudian melanjutkan studinya di King’s College London dengan gelar di bidang ilmu komputer dan sastra Prancis.

    Setelah lulus, Asma bekerja di dunia keuangan, pertama di Deutsche Bank dan kemudian di JP Morgan.

    Di sinilah ia bertemu Bashar al-Assad pada akhir 1990-an, yang saat itu memulai kariernya sebagai dokter mata di Inggris.

    Beberapa bulan setelah mereka bertemu, Bashar menggantikan ayahnya, Hafez al-Assad, sebagai Presiden Suriah.

    lihat foto
    Bashar al-Assad bersama istrinya, Asmaa.

    Ibu Negara Suriah

    Pada Desember 2000, Asma menikah dengan Bashar al-Assad dan segera menjadi Ibu Negara Suriah.

    Ia dijuluki sebagai simbol modernitas dan harapan baru bagi Suriah pada awal masa jabatannya.

    Asma dipuji karena kecerdasannya, gaya berpakaian yang elegan, dan upayanya untuk mempromosikan reformasi sosial dan pendidikan di negara tersebut.

    Ia bahkan sempat menjamu selebritas Hollywood seperti Brad Pitt dan Angelina Jolie dalam sebuah resepsi mewah di luar negeri.

    Majalah Vogue menulis profil Asma pada tahun 2011, menggambarkannya sebagai “Mawar di Padang Pasir”.

    Julukan itu, pada waktu itu, mencerminkan citranya yang memadukan modernitas Barat dengan tradisi Timur Tengah.

    Namun, citra positif tersebut berubah seiring dengan pecahnya perang saudara di Suriah pada tahun yang sama.

    lihat foto
    Presiden Suriah Bashar Assad dan istrinya Asma Assad terlihat saat berkunjung ke Institut Hubungan Luar Negeri Negara Moskow pada 25 Januari 2005.

    Kontroversi dan Peran dalam Perang Saudara

    Ketika protes besar-besaran meletus di Suriah pada 2011, menuntut perubahan rezim, Asma tetap diam dan jarang berbicara di depan publik.

    Ketika akhirnya mengirim email kepada The Times, Asma hanya menyatakan bahwa dirinya mendukung suaminya sebagai presiden yang sah.

    Ketidakpeduliannya terhadap penderitaan rakyat Suriah membuatnya mendapat kecaman luas.

    Sebagai Ibu Negara, ia mempertahankan gaya hidup mewah di tengah krisis kemanusiaan yang melanda negara tersebut.

    Asma diduga terlibat dalam memperkaya diri sendiri melalui Syria Trust for Development, badan amal yang didirikannya.

    Akibatnya, ia menjadi sasaran sanksi internasional.

    Pada tahun 2020, Amerika Serikat menjatuhkan sanksi kepada Asma, orang tuanya, dan saudara-saudara lelakinya, dengan tuduhan bahwa Asma adalah salah satu “pemburu keuntungan perang” di Suriah.

    Kehilangan Kewarganegaraan Inggris
    lihat foto
    Asma Al Assad

    Pada Mei 2024, Presiden Bashar al-Assad mengumumkan bahwa Asma menderita leukemia, yang merupakan penyakit kedua setelah sebelumnya ia sembuh dari kanker payudara pada 2019.

    Namun, meskipun menghadapi penyakit serius, citranya tetap tercoreng karena dukungannya terhadap kebijakan brutal suaminya.

    Selain itu, Asma kini menghadapi kehilangan status kewarganegaraan Inggris.

    Menteri Luar Negeri Inggris, David Lammy, mengonfirmasi bahwa Asma tidak lagi diterima di negara tersebut.

    Asetnya di Inggris juga telah dibekukan sejak 2012, mengikuti sanksi Eropa yang diterapkan terhadap keluarga Assad.

    Lady Macbeth

    Ketika perang saudara Suriah berlanjut dan Bashar al-Assad semakin terpojok, citra Asma yang dulunya penuh pujian kini berubah menjadi bahan cibiran.

    Media Inggris menggambarkan Asma dengan julukan “Lady Macbeth”.

    Julukan ini merujuk pada karakter dalam drama William Shakespeare yang ambisius dan kejam, serta rela mendukung tindakan brutal demi mempertahankan kekuasaan.

    Julukan tersebut mencerminkan peran Asma sebagai sosok yang terus mendukung suaminya meskipun kekejaman yang dilakukan pemerintahannya menyebabkan kematian lebih dari setengah juta orang dan membuat jutaan warga Suriah mengungsi.

    Asma bahkan pernah bercanda dalam sebuah email bocor pada 2012, menyebut dirinya sebagai “diktator yang sebenarnya”.

    Kelakar itu dipandang semakin menegaskan perannya dalam mempertahankan rezim yang penuh kekerasan.

    Biodata Asma Al-Assad

    Nama Lengkap: Asma Al-Assad (née Al-Akhras)

    Tanggal Lahir: 11 Oktober 1975

    Tempat Lahir: Acton, London Barat, Inggris

    Usia: 49 tahun

    Kewarganegaraan: Inggris (lahir di Inggris, orang tua berasal dari Suriah)

    Agama: Islam (Sunni)

    Nama Ayah: Fawaz Al-Akhras (Ahli jantung)

    Nama Ibu: Sahar Otri (Diplomat)

    Status Perkawinan: Menikah dengan Bashar al-Assad (Presiden Suriah)

    Anak-anak: 3 anak (Hafez, Zein, Karim)

    Pendidikan: Sekolah: Queen’s College London, Inggris

    Perguruan Tinggi: King’s College London, Inggris

    Gelar: Ilmu Komputer dan Sastra Prancis

    Karier: Profesi: Mantan Ibu Negara Suriah, Bankir Investasi

    Pekerjaan Sebelumnya:Deutsche Bank, JP Morgan

    Peran Sosial: Pendiri Syria Trust for Development (sebuah badan amal)

    Prestasi dan Julukan: Dijuluki “Sekuntum Mawar di Padang Pasir” oleh Vogue pada 2011

    Disebut sebagai “Lady Macbeth” dan “Ibu Negara Neraka” oleh media internasional seiring dengan dukungannya terhadap kebijakan keras suaminya.

    Kontroversi: Dikenal karena dukungannya terhadap suaminya, Bashar al-Assad, dalam menanggapi protes anti-rezim pada 2011 yang menyebabkan perang saudara.

    Terkena sanksi internasional pada 2020 karena keterlibatannya dalam kekejaman yang dilakukan oleh rezim Assad.

    Kesehatan: Pada 2019, sembuh dari kanker payudara.

    Pada Mei 2024, diumumkan bahwa Asma menderita leukemia.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Terus Hajar Suriah, Modus Baru Israel Menggambar Ulang Peta Timur Tengah Sesuai Seleranya Sendiri – Halaman all

    Terus Hajar Suriah, Modus Baru Israel Menggambar Ulang Peta Timur Tengah Sesuai Seleranya Sendiri – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM – Ada modus baru Israel di balik serangan militernya yang masif terhadap Suriah. Israel ingin menggambar ulang peta Timur Tengah sesuai rancangannya sendiri.

    Menyusul serangan barunya terhadap Suriah, para pemimpin Israel dan sebagian besar medianya menggembar-gemborkan terciptanya Timur Tengah baru. 

    Sejak kaburnya mantan Presiden Suriah Bashar al-Assad ke Moskow pada hari Minggu lalu, Israel telah melancarkan ratusan serangan terhadap Suriah yang menjadi negara tetangganya langsung itu.

    Israel mengklaim hal ini perlu mereka lakukan untuk kepentingan menjaga pertahanannya.

    Namun sejarah membuktikan, Israel sudah menyerang Suriah setidaknya sejak Januari 2013 dan tidak ada sanksi internasional terhadap perbuatannya itu.

    Termasuk pula, ketika Israel mengebom konvoi senjata Suriah dan menewaskan dua orang.

    Sejak saat itu, Israel terus-menerus menyerang Suriah, biasanya mengklaim bahwa mereka menargetkan posisi musuh-musuhnya seperti Hizbullah dan Iran.

    Dalam beberapa hari terakhir, Israel telah melancarkan lebih dari 480 serangan udara ke Suriah.

    Pada saat yang sama, Israel telah memindahkan pasukan daratnya ke zona demiliterisasi yang terletak di wilayah Suriah di sepanjang perbatasan dengan Israel di Dataran Tinggi Golan.

    Tank tentara Israel bermanuver di dekat Garis Alpha yang memisahkan Dataran Tinggi Golan yang dianeksasi Israel dari Suriah,di kota Majdal Shams, Rabu, 11 Desember 2024. (AP Photo/Matias Delacroix)

    Untuk diketahui sebagian Dataran Tinggi Golan sudah diduduki Israel secara ilegal.

    Israel berkilah menyatakan ingin menciptakan “zona pertahanan steril” dan menyatakan perjanjian tahun 1974 yang menetapkan zona penyangga “runtuh”.

    Serangan ini juga menghantam 15 kapal yang berlabuh di Pelabuhan Mediterania Bayda dan Latakia pada hari Senin, sekitar 600 km jaraknya di utara Dataran Tinggi Golan.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan kepada wartawan pada hari Senin lalu bahwa runtuhnya rezim Suriah adalah akibat langsung dari pukulan telak terhadap kelompok Islam di Suriah. yang telah Israel serang, yakni Hamas, Hizbullah dan Iran.

    Serangan terhadap Suriah, menurut Mairav ​​Zonszein, analis senior di Crisis Group, adalah “campuran antara oportunisme dan strategi”.

    Bahwa Israel harus berusaha untuk menetralisir potensi ancaman terhadap perbatasannya ketika negara tersebut tidak memiliki pertahanan, adalah hal yang “tidak perlu dipikirkan”, namun rencana jangka panjangnya mungkin kurang pasti.

    “Saya pikir apa yang kita lihat dalam kenyataannya adalah strategi yang telah dikembangkan Israel sejak 7 Oktober: mengidentifikasi ancaman atau peluang, mengerahkan pasukan, dan kemudian mencari solusinya.”

    Namun ilmuwan politik Ori Goldberg tidak yakin ada strategi yang berperan dalam hal ini.

    “Ini adalah doktrin keamanan baru kami. Kami melakukan apa pun yang kami inginkan, kapan pun kami mau, dan kami tidak berkomitmen,” katanya dari Tel Aviv.

    “Orang-orang berbicara tentang Israel Raya dan tentang bagaimana Israel mengirimkan sulur-sulurnya ke negara-negara tetangga. Saya tidak melihatnya, ”katanya.

    “Saya pikir ini sebagian besar disebabkan oleh kekacauan, dan kecenderungan [Israel] yang baru – atau bukan baru – untuk melakukan kehancuran.”

    Israel Abaikan Kecaman Dunia

    Israel telah membunuh sedikitnya 48.833 orang selama 14 bulan terakhir. Mereka telah menyerang Iran, sekutunya Hizbullah di Lebanon, lalu menginvasi Lebanon, dan kini menyerang Suriah.

    Sementara menyerang daerah kantong Gaza yang terkepung, sebuah serangan ditemukan sebagai genosida oleh beberapa negara dan organisasi serta badan internasional.

    Tidak peduli dengan jatuhnya korban jiwa, pembicaraan Netanyahu tentang “mengubah wajah Timur Tengah” telah mendapat gaung di sebagian besar media Israel.

    Hari Rabu kemarin, sebuah artikel opini di The Jerusalem Post dengan berani menyatakan, pada tahun lalu, Israel telah melakukan lebih banyak hal untuk stabilitas di Timur Tengah dibandingkan dengan beberapa dekade yang dilakukan badan-badan PBB dan diplomat Barat yang tidak efektif.

    Berbagai negara telah mengkritik serangan Israel terhadap Suriah yang baru dibebaskan, termasuk Mesir, Perancis, Iran, Irak, Qatar, Rusia dan Arab Saudi.

    Gambar ini menunjukkan pasukan militer Israel mengemudi di zona penyangga Suriah, dekat desa Druze Majdal Shams di Dataran Tinggi Golan yang dianeksasi Israel, pada 11 Desember 2024. – Setelah serangan kilat oleh pejuang pemberontak Islam menggulingkan presiden Bashar al-Assad , Israel, yang berbatasan dengan Suriah, mengirim pasukan ke zona penyangga di sebelah timur Dataran Tinggi Golan yang dianeksasi Israel, yang digambarkan oleh Menteri Luar Negeri Gideon Saar sebagai “langkah terbatas dan sementara” untuk “alasan keamanan”. (Photo by Jalaa MAREY / AFP) (AFP/JALAA MAREY)

    Sabtu lalu, Liga Arab yang beranggotakan 22 negara mengeluarkan pernyataan yang menuduh Israel berusaha “mengeksploitasi tantangan internal Suriah”.

    PBB, yang mandatnya untuk mengawasi zona penyangga antara Suriah dan Israel berlangsung hingga akhir tahun ini, mengecam pelanggaran hukum internasional ini.

    “Protes PBB sama sekali tidak berarti apa-apa,” kata Golberg, seraya menyatakan bahwa bentrokan berulang kali antara Israel dengan berbagai organisasi internasional adalah bagian dari suasana hati yang menyeluruh di negara tersebut.

    “Kami ingin tetap berpegang pada Manusia,” katanya. “Kami ingin menunjukkan kepada ICJ dan ICC bahwa kami tidak peduli. Bahwa kami akan melakukan apa yang kami inginkan.”

    Seorang tentara menutup gerbang ketika pasukan militer Israel melintasi pagar ke dan dari zona penyangga Suriah, dekat desa Druze Majdal Shams di Dataran Tinggi Golan yang dianeksasi Israel, pada 11 Desember 2024. – Setelah serangan kilat oleh pemberontak Islam pejuang presiden terguling Bashar al-Assad, Israel, yang berbatasan dengan Suriah, mengirim pasukan ke zona penyangga di sebelah timur Dataran Tinggi Golan yang dianeksasi Israel, yang digambarkan oleh Menteri Luar Negeri Gideon Saar sebagai a “langkah terbatas dan sementara” untuk “alasan keamanan”. (Photo by Jalaa MAREY / AFP) (AFP/JALAA MAREY)

    Pada hari Rabu, kolumnis The Times of Israel Jeffrey Levine menggambarkan 13 bulan terakhir ini sebagai langkah menuju “Timur Tengah Baru yang Damai dan Sejahtera”.

    Dalam visi Levine, setelah pergeseran tektonik sekitar setahun terakhir, Suriah akan bebas dari manuver geopolitik rezim al-Assad, Iran akan bebas dari “rezim teokratisnya”, dan suku Kurdi akan bebas membentuk negara mereka sendiri, serta warga Palestina akan bebas mendirikan “tanah air” baru di Yordania.

    “Saya tidak berpikir sebagian besar warga Israel membayangkan mereka akan menjadi populer di wilayah ini setelah ini,” kata analis politik Israel Nimrod Flashenberg, meskipun pemulihan hubungan mungkin bisa dilakukan dengan minoritas Kurdi dan Druze di Suriah.

    “Tetapi saya pikir mereka berharap akan terciptanya Timur Tengah di mana akan ada lebih sedikit rezim yang memusuhi Israel,” katanya.

    Sumber: Aljazeera

     

     

  • Israel Tetap Duduki Zona Penyangga Dataran Tinggi Golan di Suriah, Sebut Itu Aksi Bela Diri – Halaman all

    Israel Tetap Duduki Zona Penyangga Dataran Tinggi Golan di Suriah, Sebut Itu Aksi Bela Diri – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Israel menyatakan akan tetap menduduki zona penyangga di Dataran Tinggi Golan di Suriah, setelah Presiden Suriah Bashar al-Assad digulingkan oleh oposisi bersenjata pada 8 Desember lalu.

    “Penempatan ini merupakan tindakan sementara hingga pasukan yang berkomitmen pada perjanjian 1974 terbentuk dan keamanan di perbatasan kita terjamin,” bunyi pernyataan kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Kamis (12/12/2024).

    Israel mengklaim keputusan itu adalah tindakan untuk membela diri dari kemungkinan serangan oposisi bersenjata lain di Suriah yang dicurigai akan menduduki zona tersebut.

    “Runtuhnya rezim Suriah telah menciptakan kekosongan di perbatasan Israel dan di zona penyangga yang ditetapkan berdasarkan perjanjian pelepasan diri tahun 1974,” lanjutnya.

    Israel mengatakan mereka akan mencegah kemungkinan serangan dari oposisi Suriah, seperti Operasi Banjir Al-Aqsa yang dilakukan Hamas pada 7 Oktober 2023 di perbatasan Gaza.

    “Israel tidak akan membiarkan kelompok-kelompok Jihadis mengisi kekosongan tersebut dan mengancam akan melakukan serangan seperti yang terjadi pada 7 Oktober (2023) terhadap permukiman Israel di Dataran Tinggi Golan,” tambahnya.

    Sebelumnya, juru bicara Kementerian Luar Negeri Oren Marmorstein menekankan bahwa Israel harus mengambil alih kendali di zona penyangga di Dataran Tinggi Golan untuk melindungi negaranya.

    “Hal itu diperlukan untuk alasan pertahanan karena adanya ancaman yang ditimbulkan oleh kelompok jihad yang beroperasi di dekat perbatasan,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Oren Marmorstein di X.

    “Israel akan terus bertindak untuk membela diri dan menjamin keamanan warganya sebagaimana diperlukan,” lanjutnya.

    Pernyataan terbaru Israel muncul setelah Prancis, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan beberapa negara Arab menuntut Israel untuk menarik pasukannya dari zona penyangga, seperti diberitakan TASS.

    Kementerian luar negeri Prancis menyebutnya sebagai pelanggaran terhadap perjanjian pelepasan tahun 1974 yang menetapkan zona penyangga yang dipatroli oleh PBB di Dataran Tinggi Golan.

    “Prancis meminta Israel untuk menarik diri dari zona tersebut dan menghormati kedaulatan dan integritas teritorial Suriah,” kata juru bicara kementerian luar negeri Prancis pada hari Rabu (11/12/2024).

    Pada akhir pekan lalu, Netanyahu menyatakan perjanjian itu batal demi hukum.

    Perdana Menteri Israel itu lalu memerintahkan pasukan Israel untuk merebut zona penyangga serta titik-titik strategis di luarnya, seperti diberitakan Barrons.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

  • Arab Saudi Disebut Pendukung Terkuat Rakyat Suriah, Beri Pesan Dukungan dan Tolak Agresi Israel – Halaman all

    Arab Saudi Disebut Pendukung Terkuat Rakyat Suriah, Beri Pesan Dukungan dan Tolak Agresi Israel – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Arab Saudi adalah satu dari beberapa negara Arab yang menunjukkan “dukungan terkuat” bagi rakyat Suriah setelah jatuhnya pemerintahan Bashar al-Assad.

    Hal ini sebagaimana disampaikan perwakilan tetap Suriah untuk PBB, Qusay Al-Dahhak.

    “Dukungan terkuat datang dari negara-negara Arab, terutama dari Arab Saudi,” ujarnya dalam wawancara dengan AlHadath pada Selasa (10/12/2024).

    “Kami menerima banyak pesan dukungan yang menegaskan kembali dukungan mereka terhadap rakyat Suriah dan penolakan terhadap segala bentuk agresi Israel terhadap tanah dan rakyatnya,” jelasnya.

    Dikutip dari Arab News, Bashar al-Assad melarikan diri dari Suriah setelah serangan kilat yang dipelopori kelompok Hayat Tahrir Al-Sham (HTS) dan sekutunya, yang mengakhiri secara spektakuler lebih dari lima dekade kekuasaan klannya.

    Warga Suriah di seluruh negeri dan dunia bersorak dalam perayaan, setelah mengalami era yang menyesakkan, di mana siapa pun yang dicurigai melakukan perbedaan pendapat dapat dijebloskan ke penjara atau dibunuh.

    Dengan penggulingan Assad yang menjerumuskan Suriah ke dalam ketidakpastian, para pemimpin barunya telah berupaya meyakinkan anggota kelompok minoritas agama di negara itu bahwa mereka tidak akan menindas mereka.

    “Penggantian bendera Suriah di markas besar PBB memiliki protokol yang melibatkan pemerintah dan mengharuskan pemerintah Suriah untuk secara resmi menerapkan bendera baru tersebut agar dapat dikibarkan di gedung tersebut,” ungkap Al-Dahhak.

    “Melalui berbagai kedutaan, perwakilan Suriah bekerja keras untuk membela kepentingan Suriah dan mematuhi semua perintah pejabat yang datang dari Damaskus,” jelasnya.

    “Perdana Menteri Mohammad Al-Bashir memerintahkan kedutaan besar dan diplomat Suriah untuk melindungi kepentingan Suriah.”

    “Di PBB, kami menyebarkan pesan Suriah yang saat ini tengah mengalami perubahan historis sementara rezim baru sedang diberlakukan,” terang Qusay Al-Dahhak.

    Negara-negara Arab Sambut Baik Keputusan di Suriah

    Beberapa negara Arab menyambut baik keputusan di Suriah yang menyebabkan penggulingan rezim Bashar al-Assad dan menyerukan tindakan yang bertujuan untuk memastikan stabilitas, pembangunan, dan mencegah situasi terjerumus ke dalam kekacauan.

    Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Luar Negeri Arab Saudi mengatakan pihaknya “memantau perkembangan pesat di negara sahabat Suriah dan menyatakan kepuasannya dengan langkah-langkah positif yang diambil untuk memastikan keselamatan rakyat Suriah, mencegah pertumpahan darah, dan menjaga lembaga-lembaga negara serta sumber daya Suriah.”

    Dilansir Anadolu Agency, Arab Saudi mengimbau masyarakat internasional “untuk mendukung rakyat Suriah dan bekerja sama dengan mereka dalam segala hal yang melayani Suriah dan memenuhi aspirasi rakyatnya, sambil tidak mencampuri urusan dalam negerinya.”

    Di Qatar, Kementerian Luar Negeri mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa Doha “memantau dengan saksama perkembangan di Suriah” dan menggarisbawahi “perlunya menjaga lembaga-lembaga nasional dan persatuan negara untuk mencegah negara terjerumus ke dalam kekacauan.”

    Qatar menegaskan kembali pendiriannya untuk mengakhiri krisis Suriah sesuai dengan legitimasi internasional dan Resolusi Dewan Keamanan PBB 2254, dengan cara yang “melayani kepentingan rakyat Suriah dan menjaga persatuan, kedaulatan, dan kemerdekaan negara mereka.”

    Kementerian Luar Negeri Bahrain juga mengeluarkan pernyataan, yang mencatat bahwa Manama mengikuti dengan saksama perkembangan pesat di Suriah, “menekankan komitmennya terhadap keamanan, stabilitas, kedaulatan, dan integritas teritorial Suriah.”

    Bahrain menyerukan kepada “semua pihak dan komponen penduduk Suriah untuk memprioritaskan kepentingan tertinggi bangsa dan kesejahteraan warga negaranya sambil memastikan pelestarian lembaga-lembaga publik dan perlindungan infrastruktur vital dan ekonomi.”

    Lalu, Kementerian Luar Negeri Mesir menyatakan bahwa Kairo “mengikuti dengan penuh minat perubahan yang terjadi di Suriah” dan menegaskan kembali dukungannya terhadap kedaulatan Suriah, integritas teritorial, dan persatuan rakyatnya.

    Mesir menyerukan “semua pihak di Suriah, apa pun orientasinya, untuk menjaga sumber daya negara dan lembaga nasional, memprioritaskan kepentingan nasional, menyatukan tujuan dan prioritas, serta memulai proses politik komprehensif untuk membangun fase baru konsensus dan perdamaian internal, memulihkan posisi regional dan internasional Suriah.”

    Di Yordania, Raja Abdullah II mengatakan negaranya “mendukung rakyat Suriah dan menghormati keinginan dan pilihan mereka,” menurut pernyataan dari Pengadilan Kerajaan.

    Raja Abdullah menekankan dalam pertemuan Dewan Keamanan Nasional “perlunya menjaga keamanan Suriah dan keselamatan serta pencapaian warga negaranya dan bekerja segera untuk memastikan stabilitas dan menghindari konflik yang dapat menyebabkan kekacauan.”

    Ia menambahkan bahwa “Yordania selalu mendukung saudara-saudarinya di Suriah sejak awal krisis, menyambut para pengungsi Suriah selama dekade terakhir dan menyediakan mereka pendidikan, perawatan kesehatan dan layanan lainnya, layanan yang sama yang diberikan kepada warga Yordania.”

    Gambar ini menunjukkan pasukan militer Israel mengemudi di zona penyangga Suriah, dekat desa Druze Majdal Shams di Dataran Tinggi Golan yang dianeksasi Israel, pada 11 Desember 2024. (AFP/JALAA MAREY)

    Sementara itu, Dewan Pimpinan Presiden di Yaman mengucapkan selamat kepada rakyat Suriah atas jatuhnya Bashar al-Assad.

    Yaman menegaskan kembali posisinya, mendukung integritas wilayah Suriah, menghormati kemerdekaannya dan keinginan rakyat Suriah untuk kebebasan, perubahan, perdamaian, keamanan dan stabilitas.

    Di Irak, juru bicara pemerintah Basim al-Awadi mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Irak “mengikuti perkembangan di Suriah dan terus melakukan kontak internasional dengan negara-negara persaudaraan dan sahabat untuk mendorong upaya menuju stabilitas, keamanan, ketertiban umum, dan perlindungan kehidupan dan harta benda rakyat Suriah.”

    Irak menekankan pentingnya tidak mencampuri urusan dalam negeri Suriah atau mendukung satu pihak di atas pihak lain, karena campur tangan seperti itu hanya akan menyebabkan lebih banyak konflik dan perpecahan.

    Aljazair dalam sebuah pernyataan menyatakan dukungannya terhadap rakyat Suriah, menekankan hubungan yang kuat antara rakyat Aljazair dan Suriah berdasarkan sejarah dan solidaritas bersama.

    Kemudian, Presiden Palestina mengatakan “Palestina dan rakyatnya berdiri bersama rakyat Suriah, menghormati keinginan dan pilihan politik mereka, menjamin keamanan, stabilitas, dan pelestarian pencapaian mereka,” menurut kantor berita resmi Palestina WAFA.

    Hal ini menekankan pentingnya “semua partai politik mengutamakan kepentingan rakyat Suriah, memastikan pemulihan peran penting Suriah di kawasan dan dunia, yang melayani kepentingan rakyat Palestina dan tujuan mulia mereka untuk kebebasan dan kemerdekaan.”

    Diberitakan Al Jazeera, Angkatan udara Israel terus menggempur Suriah, menyerang pelabuhan dan gudang rudal di Latakia dan Tartous, sementara pasukan darat mereka bergerak lebih dalam ke Dataran Tinggi Golan Suriah, yang secara efektif memperluas pendudukan mereka.

    Kelompok hak asasi manusia membunyikan peringatan atas memburuknya kondisi di timur laut, tempat pertempuran antara pasukan yang didukung Turki dan pasukan Kurdi telah menyebabkan lebih dari 100.000 orang mengungsi.

    Pejuang Suriah membakar makam Hafez al-Assad, ayah Presiden terguling Bashar, di kota Qardaha di Latakia utara.

    Ahmed al-Sharaa, pemimpin Hayat Tahrir al-Sham, berjanji untuk menutup penjara terkenal rezim al-Assad dan mengamankan lokasi potensial senjata kimia dengan bantuan mitra internasional.

    Perdana Menteri sementara Suriah Mohammed al-Bashir mengatakan salah satu tujuan pertamanya adalah “memulangkan jutaan pengungsi Suriah yang berada di luar negeri” dan berjanji untuk memulihkan dan menjalankan lembaga-lembaga negara.

    Pemerintahan Penyelamatan Suriah yang dipimpin HTS telah menyampaikan rasa terima kasih kepada Mesir, Irak, Arab Saudi, UEA, Yordania, Bahrain, Oman dan Italia karena melanjutkan pekerjaan misi diplomatik mereka di Damaskus.

    Arus pengungsi Suriah yang pulang dari Turki terus berlanjut, dengan seorang koresponden Al Jazeera memperkirakan hingga 700 orang setiap hari menyeberang dari Cilvegozu ke Bab al-Hawa menuju Idlib.

    Puluhan ribu orang diperkirakan akan menghadiri pemakaman aktivis terkemuka Mazen al-Hamada, yang dijadwalkan akan diadakan hari ini di Damaskus.

    Pemerintahan baru Suriah telah mengundang warganya untuk mendaftar bergabung dengan akademi kepolisian yang berlokasi di Idlib atau Aleppo.

    Mohammad Bagher Ghaliba, juru bicara parlemen Iran, telah mengakui bahwa jatuhnya al-Assad di Suriah telah “mengganggu momentum” “poros perlawanan” yang didukung Iran.

    Komite Penyelamatan Internasional memperingatkan bahwa “situasi di dalam Suriah masih sangat buruk” setelah beberapa negara Eropa menangguhkan permohonan suaka ribuan warga Suriah.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Suriah

  • Perwakilan AS di Suriah Memohon Bantuan Israel Setelah Militan Pimpinan HTS Menyerbu Penjara ISIS – Halaman all

    Perwakilan AS di Suriah Memohon Bantuan Israel Setelah Militan Pimpinan HTS Menyerbu Penjara ISIS – Halaman all

    Perwakilan AS di Suriah Memohon Bantuan Israel Setelah Militan Pimpinan HTS Menyerbu Penjara ISIS

    TRIBUNNEWS.COM- Militan Kurdi di Suriah utara telah meminta “bantuan” kepada Israel setelah desa mereka diserbu oleh kelompok ekstremis yang terlibat dalam serangan yang mengakibatkan jatuhnya pemerintahan Bashar al-Assad, menurut laporan tanggal 12 Desember oleh surat kabar berbahasa Ibrani Israel Hayom . 

    Israel sedang mempertimbangkan apakah akan menanggapi permintaan bantuan Kurdi atau tidak, karena menghadapi ‘dilema’ reaksi keras dari Ankara.

    “Tokoh-tokoh senior milisi Kurdi meminta bantuan Israel yang mendesak, mengingat perebutan wilayah dari mereka oleh milisi Islam yang didukung oleh Turki,” kata laporan itu.

    Harian itu menambahkan bahwa lembaga keamanan Israel sedang mempertimbangkan apakah akan menanggapi permintaan bantuan Kurdi tersebut atau tidak, menyoroti adanya komunikasi yang terus-menerus antara Tel Aviv dan Kurdi, yang meningkat sejak pemerintahan Assad jatuh pada tanggal 8 Desember. 

    Namun Israel menghadapi “dilema,” mengingat potensi serangan balik dari Turki. Kelompok Kurdi utama yang beroperasi di Suriah adalah Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang didukung AS, yang membantu AS mengawasi pendudukannya di negara tersebut. 

    Pasukan ini sebagian besar terdiri dari pasukan Unit Perlindungan Rakyat (YPG) – cabang Suriah dari pesaing lama Ankara, Partai Pekerja Kurdistan (PKK). 

    Laporan tersebut menyebutkan bahwa Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar telah terlibat dalam upaya diplomatik atas nama militan Kurdi dan Druze di Suriah, dan telah mengangkat masalah tersebut dengan mitranya di Eropa dan dengan Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken.

    “Anda menguasai langit; Anda tidak ragu-ragu merebut gunung besar (Gunung Hermon Suriah). Semua orang takut kepada Anda, termasuk Abu Mohammad al-Julani (pemimpin kelompok yang telah menguasai Suriah). Turki menentang Anda dan kami mendukung Anda. Anda harus membantu kami, demi kepentingan Anda sendiri,” kata A. Avak, seorang komandan SDF, kepada Israel Hayom . 

    Avak menyatakan bahwa bantuan Barat dan Israel sangat dibutuhkan, dan bahwa Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dan kelompok lain yang terlibat dalam serangan baru-baru ini terhadap bekas pemerintah Suriah mungkin suatu hari nanti akan “berbalik melawan” Israel. Sejauh ini, HTS belum mengambil posisi tegas terhadap serangan besar-besaran Israel terhadap Suriah yang dimulai setelah jatuhnya Assad dan memusnahkan sebagian besar kemampuan militer Suriah. 

    Menurut Tel Aviv, 80 persen kemampuan Suriah telah hancur. 

    Artikel di Israel Hayom muncul satu hari setelah kota timur Deir Ezzor jatuh ke tangan kelompok yang dipimpin HTS setelah pertempuran dengan SDF. Pasukan Tentara Nasional Suriah (SNA) yang didukung Turki, yang bertanggung jawab atas kekejaman terhadap suku Kurdi di Suriah, juga telah menguasai wilayah yang signifikan di negara tersebut setelah jatuhnya pemerintahan.

    Laporan itu juga bertepatan dengan kebangkitan ISIS yang signifikan di Suriah. Puluhan mantan tentara Suriah dieksekusi oleh ISIS di wilayah gurun Al-Sukhna minggu ini. 

    Mazloum Abdi, kepala SDF – yang telah memerangi kelompok ekstremis terkenal itu dengan dukungan AS selama perang Suriah – mengumumkan pada hari Kamis bahwa mereka telah menghentikan operasi anti-ISIS karena serangan yang menargetkan pasukannya, seraya menambahkan bahwa ISIS “sekarang lebih kuat di gurun Suriah.” Abdi mengatakan kepada CNN sehari sebelumnya bahwa SDF telah mulai merelokasi tahanan ISIS karena penjara tempat mereka ditahan telah diancam dan diserang oleh faksi-faksi yang dipimpin HTS dan kelompok-kelompok lain yang didukung Turki.

    SDF secara tidak sengaja menembak jatuh pesawat tak berawak MQ-9 Reaper AS pada hari Senin setelah mengira itu adalah UAV Turki.

    Ribuan anggota ISIS telah dipenjara di penjara-penjara yang dikelola SDF sejak jatuhnya kota Raqqa di utara pada tahun 2017. Mereka termasuk 2.000 warga negara asing yang negara asalnya menolak memulangkan mereka.

    Banyak pejuang ISIS yang melarikan diri selama bertahun-tahun. SDF, awal tahun ini, mengeluarkan amnesti umum untuk lebih dari 1.500 militan ISIS. 

    Proksi AS juga dituduh membebaskan pejuang ISIS dari penjara. 

     

    SUMBER: THE CRADLE

  • Israel Siap Serang Lagi Iran, IDF: Dua Serangan Terakhir Lemahkan Pertahanan Teheran – Halaman all

    Israel Siap Serang Lagi Iran, IDF: Dua Serangan Terakhir Lemahkan Pertahanan Teheran – Halaman all

     

    Israel Siap Serang Lagi Iran, IDF: Dua Serangan Terakhir Lemahkan Pertahanan Teheran

    TRIBUNNEWS.COM – Militer Israel (IDF), Kamis (12/12/2024 menyatakan kalau dua serangan terakhir mereka terhadap Iran tahun ini telah sangat meningkatkan potensi keberhasilan serangan berikutnya ke Teheran, jika diperlukan.

    Dilansir Jpost, mengutip narasumber dari pihak IDF, melaporkan kalau Militer Israel menyatakan ada ‘perencanaan besar’ yang sedang berlangsung oleh Israel yang bersiap menyerang Iran lagi jika diperlukan.

    Pada tanggal 13-14 April dan sekali lagi pada tanggal 1 Oktober 2024, Iran melancarkan serangan rudal langsung dan pesawat tak berawak besar-besaran terhadap negara Yahudi tersebut.

    Israel melakukan serangan balik pada tanggal 19 April dan sekali lagi dengan serangan balik yang jauh lebih besar pada tanggal 26 Oktober, yang menghancurkan sekitar 20 lokasi rudal balistik dan antipesawat Iran serta satu lokasi nuklir.

    Ledakan terlihat di dekat Teheran, di tengah serangan Israel terhadap Iran, 26 Oktober 2024.

    Sebut Pertahanan Udara Iran Melemah

    Pernyataan terbaru IDF pada Kamis ini mengisyaratkan kalau pertahanan udara Iran tidak hanya lebih lemah daripada sebelumnya selama bertahun-tahun.

    Selain hal itu, angkatan udara Israel yakin, pengalamannya dalam terlibat konfrontasi langsung dengan Teheran telah secara substansial meningkatkan pemahaman mereka tentang cara yang lebih baik untuk mengelola serangan jarak jauh dan kompleks ke Iran di masa mendatang.

    Foto menunjukkan ibu kota Teheran selama agresi Israel 26 Oktober 2024 (PressTV)

    Sementara itu, IDF mengatakan kalau laporan dari angkatan udara mereka mengenai kegagalan 7 Oktober telah siap beberapa waktu dan diserahkan kepada komando tinggi IDF.

    Hal ini menyusul pernyataan sebelumnya oleh angkatan laut IDF, pasukan darat, dan bagian lain dari IDF, yang bahkan beberapa minggu lalu telah mengatakan bahwa laporan mereka tanggal 7 Oktober juga telah diserahkan.

    “Tampaknya Kepala Staf IDF Letnan Jenderal Herzi Halevi telah menyimpan semua laporan ini di mejanya hingga semua laporan IDF masuk sehingga semuanya dapat dirilis pada saat yang sama, sehingga memberikan gambaran yang komprehensif,” tulis laporan JPost.

    Banyak pula pihak yang memprediksi kalau Halevi akan mengundurkan diri sekitar saat ia menyampaikan laporan tanggal 7 Oktober, sedangkan prediksi terbarunya adalah pada akhir Februari.

    Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF), Herzi Halevi, menghadiri upacara peletakan karangan bunga untuk memperingati Hari Peringatan Holocaust bagi enam juta orang Yahudi yang tewas dalam Perang Dunia II, di Monumen Holocaust Yad Vashem di Yerusalem pada 6 Mei 2024. (AMIR COHEN / POOL / AFP)

    Meskipun adanya prediksi ini, IDF sebelumnya berkomitmen untuk menerbitkan laporan 7 Oktober pada bulan Juni dan kemudian pada bulan Juli-Agustus.

    “Namun, setelah kritik pedas terhadap laporan Be’eri tanggal 7 Oktober di bulan Juli, Halevi menghitung ulang peluncuran laporan tersebut sehingga kritik apa pun terhadap komandan lapangan hanya akan terjadi pada saat yang sama dengan kritik terhadap dirinya sendiri dan pejabat tinggi IDF lainnya,” kata laporan itu.

    Iran Umumkan Drone Baru yang Akan ‘Kejutkan Dunia’

    Di sisi lain, di tengah sorotan media dunia terhadap konflik yang berkecamuk di Suriah, Iran dengan bangga mengumumkan drone atau pesawat nirawak terbarunya.

    Laksamana Muda Alireza Tangsiri di Angkatan Laut Pasukan Garda Revolusioner Islam Iran (IRGC) mengklaim pesawat itu akan “mengejutkan dunia”.

    Kata Tangsiri, drone itu dikembangkan oleh IRGC dan Kementerian Pertahanan Iran.

    Dia menyebut akan ada perubahan kerja sama antara kedua pihak itu setelah drone tersebut dikerahkan dalam pasukan.

    Menurut Tangsiri, drone itu bukanlah contoh terakhir kerja sama antara IRGC dan IRGC.

    “Pada kenyataannya, kita akan mengubah pandangan [tentang kerja sama dua pihak] melalui drone itu,” kata Tangsiri di sela-sela Pameran Dirgantara Internasional Iran Ke-12 di Pulau Kish, Rabu, (11/12/2024), dikutip dari Press TV.

    Sayangnya, Tangsiri tidak menjelaskan lebih lanjut tentang spesifikasi dan keunggulan drone itu.

    Pada bulan Januari lalu IRGC dan Angkatan Darat Iran mengerahkan banyak drone dan alat tempur lainnya dalam berbagai latihan militer di seluruh negeri. Sebulan berselang, Korps Darat Iran menerima drone kamikaze dan drone tempur yang canggih.

    Kemudian, pada bulan Maret, Panglima Angkatan Udara Iran (IRIADF) menyebut pihaknya memperlihatkan rudal dan generasi baru.

    Adapun pada bulan September lalu Iran menggelar parade yang memamerkan rudal balisitik yang belum pernah diperlihatkan. Di samping itu, dipamerkan pula drone kamikaze baru yang jangkauan terbangnya mencapai lebih dari 4.000 km.

    Sementara itu, awal bulan Panglima Angkatan Laut Iran Laksamana Muda Tangsiri Shahram Irani memuji Angkatan Laut Iran yang mengintai kapal-kapal perang yang berlayar di perairan regional.

    “Kapal induk Amerika Serikat dan 16 unit kapal perusak serta fregat yang berada di kawasan ini rutin diintai dengan drone pengintai kita,” kata Irani waktu itu.

    “Kita tidak diketahui oleh mereka.”

    Beberapa tahun belakangan drone IRGC juga berhasil merekam atau mengintai kapal induk AS di perairan Teluk Persia.

    Iran: AS dan Israel jadi dalang di balik tumbangnya Assad

    Seperti negara-negara lain di Timur Tengah, Iran turut menyoroti runtuhnya rezim Bashar Al-Assad di Suriah.

    Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menuding AS dan Israel berada di balik runtuhnya pemerintahan Assad.

    Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei (kiri) dan penasihatnya ,Ali Larijani (IRAN International)

    Dia juga mengklaim intelijen Iran sudah memberi tahun pemerintahan Assad mengenai potensi adanya serangan selama tiga bulan.

    Intel Iran memprediksi para pemuda Suriah pada akhirnya akan merebut Suriah dari tangan Assad.

    “Tak ada keraguan bahwa apa yang terjadi di Suriah adalah hasil rencana Amerika dan Zionis. Ya, pemerintahan tetangga di Iran jelas berperan dalam hal ini, dan masih berperan, semua melihatnya, tetapi konspirator utama, dalang, dan pusat komando berada di rezim Amerika dan Zionis,” kata Khamenei hari Rabu dikutip dari The Guardian.

    Dia bahkan mengklaim memiliki bukti keterlibatan AS dan Israel.

    The Guardian menyebut “pemerintahan tetangga” yang disebut Khamanei barangkali merujuk kepada Turki. Turki memainkan peran penting dalam mendukung pasukan oposisi di Suriah.

    “Biarkan semua orang tahu bahwa situasi ini tidak akan tetap seperti ini. Kenyataan bahwa beberapa orang di Damaskus merayakannya, menari, dan mengganggu rumah warga lainnya saat rezim Zionis mengebom Suriah, memasuki wilayahnya dengan tank dan artileri, tidak bisa diterima.

    Khamenei mengatakan para pemuda Suriah pasti nantinya bisa mengatasi situasi tersebut.

     

    (oln/JPost/*)