Tag: Bashar al-Assad

  • Jam-Jam Terakhir Rezim Assad di Suriah, Kejatuhan hingga Pelarian

    Jam-Jam Terakhir Rezim Assad di Suriah, Kejatuhan hingga Pelarian

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Bashar al-Assad, Presiden Suriah selama 24 tahun, meninggalkan Damaskus dalam sebuah pelarian rahasia yang menandai runtuhnya pemerintahannya dan berakhirnya lebih dari setengah abad kekuasaan keluarganya. Pelariannya pada dini hari Minggu, 8 Desember, ke Moskow dilakukan dengan penuh kerahasiaan, bahkan tanpa memberi tahu orang-orang terdekatnya, termasuk keluarga dan pejabat kepercayaannya.

    Dalam jam-jam terakhir di Suriah, Assad tetap mempertahankan kesan optimisme di hadapan bawahannya. Pada Sabtu malam, dalam sebuah pertemuan di Kementerian Pertahanan dengan sekitar 30 komandan militer dan kepala keamanan, ia meyakinkan bahwa dukungan militer Rusia segera datang.

    Namun, di balik layar, Assad telah mempersiapkan pelariannya, menurut seorang komandan yang hadir dalam pertemuan tersebut.

    Assad meninggalkan kantornya dengan alasan pulang ke rumah tetapi langsung menuju bandara. Bahkan penasihat media utamanya, Buthaina Shaaban, ditipu; ia dipanggil ke rumah Assad untuk membantu menyusun pidato tetapi mendapati rumah tersebut kosong.

    “Assad bahkan tidak memberikan perlawanan terakhir atau memotivasi pasukannya. Dia membiarkan para pendukungnya menghadapi nasib mereka sendiri,” kata Nadim Houri, Direktur Eksekutif Arab Reform Initiative, Dilansir Reuters, Jumat (13/12/2024).

    Pelarian

    Assad meninggalkan Damaskus menggunakan pesawat yang terbang rendah tanpa transponder untuk menghindari deteksi radar. Ia mendarat terlebih dahulu di Pangkalan Udara Hmeimim Rusia di Latakia sebelum melanjutkan perjalanan ke Moskow.

    Keluarga terdekatnya, termasuk istrinya Asma dan tiga anak mereka, telah terlebih dahulu berada di Moskow. Namun, saudara laki-lakinya Maher Assad dan sepupunya Ehab dan Eyad Makhlouf ditinggalkan di tengah kekacauan.

    Maher berhasil melarikan diri ke Rusia melalui Irak, sementara Ehab tewas dalam serangan oleh pemberontak saat mencoba melarikan diri ke Lebanon, menurut sumber yang mengetahui peristiwa tersebut.

    Di media sosial, video yang diambil oleh warga menunjukkan rumah Assad di Damaskus ditinggalkan secara tergesa-gesa, dengan makanan yang masih berada di atas kompor dan album foto keluarga tertinggal di tempatnya.

    Dukungan dari Rusia dan Iran

    Selama hari-hari terakhir pemerintahannya, Assad berulang kali meminta bantuan militer dari Rusia dan Iran. Namun, baik Moskow maupun Teheran menolak untuk memberikan intervensi langsung.

    Di Moskow pada 28 November, Assad bertemu dengan pejabat Rusia, tetapi permintaannya untuk dukungan militer ditolak. Kremlin telah mengalihkan fokusnya ke Ukraina, dan Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, hanya menawarkan bantuan diplomatik untuk memastikan keselamatannya.

    Situasi yang sama terjadi dalam pertemuan Assad dengan Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi pada 2 Desember di Damaskus. Menurut seorang diplomat senior Iran, Assad mengakui bahwa militer Suriah terlalu lemah untuk melakukan perlawanan signifikan.

    Namun, ia tidak meminta Iran mengerahkan pasukannya, khawatir hal itu akan memicu serangan Israel terhadap Iran atau pasukannya di Suriah.

    Meskipun begitu, moskow berperan penting dalam mengatur pelarian Assad. Lavrov memimpin upaya diplomatik dengan Qatar dan Turki untuk menjamin keselamatannya. Rusia juga bekerja sama dengan negara-negara tetangga untuk memastikan pesawat Assad tidak dicegat atau diserang selama perjalanan keluar dari Suriah.

    HTS (Hayat Tahrir al-Sham), kelompok Islamis yang telah menguasai Aleppo dan Homs, dikabarkan terlibat dalam pengaturan pelarian Assad, meskipun Qatar dan Turki secara resmi membantah memiliki hubungan dengan kelompok tersebut.

    Runtuhnya Dinasti Assad

    Dengan pelariannya, Assad mengakhiri kekuasaan keluarganya yang dimulai oleh ayahnya, Hafez al-Assad, pada 1971. Hadi al-Bahra, pemimpin oposisi utama Suriah di luar negeri, mengatakan Assad telah menipu bawahannya dengan menjanjikan bantuan militer Rusia yang tidak pernah ada.

    Perdana Menteri terakhir Assad, Mohammed Jalali, mengungkapkan percakapan terakhirnya dengan presiden pada Sabtu malam. “Dia mengatakan, ‘Besok kita akan lihat.’ Itu adalah kata-kata terakhirnya kepada saya,” kata Jalali dalam wawancara dengan Al Arabiya.

    Kepergian Assad menandai berakhirnya perang saudara yang telah berlangsung selama 13 tahun dan meninggalkan negara itu dalam keadaan kacau balau. Sementara pemberontak merayakan kemenangan mereka, tantangan besar menanti Suriah dalam upaya rekonstruksi dan pemulihan stabilitas.

    Dengan Assad yang kini berada di pengasingan di Moskow, pertanyaan besar tetap ada mengenai masa depan politik Suriah dan bagaimana negara tersebut akan mengatasi luka yang dalam akibat perang berkepanjangan.

    (luc/luc)

  • Kapal Perang Rusia OTW Suriah, Raja Hamad Kirim Pesan, Iran dan UEA Desak Israel Berhenti – Halaman all

    Kapal Perang Rusia OTW Suriah, Raja Hamad Kirim Pesan, Iran dan UEA Desak Israel Berhenti – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Konflik di Suriah melibatkan sejumlah negara dengan militernya masing-masing.

    Pasca-kudeta Pemerintahan Bashar al-Assad, Suriah dilanda situasi darurat gara-gara serangan bertubi-tubi Israel.

    Rusia berberes-beres di pangkalan militernya di Suriah kali ini mendatangkan kapal perang.

    Informasi intelijen, kapal perang Rusia tengah bergerak ke pangkalan Tartus di Suriah.

    Mereka dikabarkan ingin mengeluarkan peralatan militer Rusia dari negara itu.

    Sisa-sisa kontingen militer Rusia dari wilayah paling terpencil di Suriah sedang ditarik ke pangkalan angkatan laut dan udara di Tartus dan Khmeimim, Intelijen Pertahanan melaporkan, dikutip dari Ukrainian Shiping Magazine (USM).

    Untuk memindahkan senjata dan peralatan militer dari Suriah ke pangkalan di Tartus, kapal pendarat besar Ivan Gren dan Alexander Otrakovsky melanjutkan perjalanan mereka.

    Saat ini diketahui perjalanan sampai di Laut Norwegia, dan dijadwalkan melewati Selat Inggris dalam beberapa hari.

    Kapal kargo kering Rusia “Sparta”, yang meninggalkan kota Baltiysk, juga bergerak ke pelabuhan Suriah. Kapal “Sparta II” , yang meninggalkan St. Petersburg, juga direncanakan akan terlibat dalam pemindahan peralatan militer dari republik Arab tersebut.

    Warga Rusia yang telah mencapai lokasi evakuasi, biasanya, mabuk dan menjarah sambil menunggu penerbangan mereka, demikian laporan Intelijen Pertahanan.

    USM sebelumnya melaporkan bahwa Rusia telah mendatangkan pasukan khusus untuk membantu kapal mundur dari Suriah.

    Raja Hamad Kirim Pesan

    Yang Mulia Raja Hamad bin Isa Al Khalifa, Presiden KTT Arab saat ini, mengirim pesan kepada Ahmad Al Sharaa, Komandan Divisi Koordinasi Militer di Republik Arab Suriah.

    Ia memuji kerja sama Direktorat Urusan Politik dengan duta besar Arab yang tinggal di Damaskus.

    Raja Hamad menggarisbawahi pentingnya menjaga kedaulatan, stabilitas, integritas teritorial, dan persatuan Suriah, diberitakan BNA.

    Dirinya menekankan dukungan Bahrain bagi Suriah untuk melanjutkan perannya.

    Juga menekankan kesiapan Bahrain untuk melanjutkan konsultasi dan koordinasi dengan Suriah dan untuk mendukung organisasi regional dan internasional dalam upaya yang menguntungkan rakyat Suriah. 

    Yang Mulia Raja menyatakan aspirasi Bahrain bagi Suriah untuk melanjutkan perannya dalam Liga Arab.

    Menteri luar negeri Iran dan Uni Emirat Arab menyerukan diakhirinya segera serangan militer rezim Israel terhadap Suriah.

    Dalam percakapan telepon pada hari Kamis, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi dan mitranya dari Emirat Sheikh Abdullah bin Zayed bin Sultan Al Nahyan berbicara tentang perkembangan regional terkini, khususnya situasi di Suriah.

    Kedua diplomat meninjau perkembangan terkini di Suriah dan menggarisbawahi perlunya menjaga kedaulatan nasional dan integritas teritorial Suriah, serta memelihara keamanan dan stabilitas negara Arab tersebut.

    Mereka juga menyerukan penghentian segera serangan darat dan udara oleh rezim Zionis terhadap Suriah, situs web Kementerian Luar Negeri Iran melaporkan.

    Pembicaraan tersebut selanjutnya membahas pentingnya menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan dan menghindari tindakan provokatif yang dapat mengganggu suasana persahabatan dan kerja sama antarnegara kawasan selama situasi sensitif saat ini.

    Bahaya HTS

    Mosab Hassan Yousef , putra mantan pemimpin Hamas Sheikh Hassan Yousef, yang kisahnya dijelaskan dalam buku Son of Hamas atau Anak Hamas, baru-baru ini mengunggah pesan di akun X.

    Ia memperingatkan pemimpin baru Suriah Abu Mohammed al-Jolani atau dikenali juga Julani.

    Yousef telah menjadi suara terkemuka dalam diskusi Barat tentang terorisme, khususnya terorisme jihad Islam, karena latar belakang dan keterlibatannya dengan Hamas .

    Dalam unggahannya pada hari Rabu (11/12/2024), Mosab Hassan Yousef memperingatkan Barat agar tidak mengakui atau melegitimasi al-Jolani.

    Menurutnya, jika hal itu terjadi prediksinya akan memiliki konsekuensi yang mematikan bagi kemanusiaan. 

    Unggahan itu tampaknya menyebabkan akun X miliknya ditangguhkan, Yousef sebelumnya memberi pesan.

    “Sebuah kekaisaran Islam baru telah lahir; jangan memberinya makan, tapi buatlah ia kelaparan,” tulisnya dikutip dari All Israel.

    Mantan anggota Hamas yang kini menjadi agen Shin Bet Israel itu mengatakan, sebagian besar warga Timur Tengah dan seluruh dunia tidak menyadari konsekuensi yang menghancurkan dari perkembangan baru di Suriah (Al-Sham).  

    Masalahnya, lanjut Yousef, adalah generasi jihadis baru lebih canggih daripada kelompok teroris mana pun di masa lalu. 

    Dia mengatakan bahwa Hay’at Tahrir al-Sham (HTS), yang sebelumnya dikenal sebagai Jabhat al-Nusra (Front al-Nusra), dan memiliki hubungan dengan Al-Qaeda dan ISIS, telah mengubah strategi politik, tetapi bukan identitas, untuk meninabobokan negara-negara Barat agar percaya bahwa mereka telah melakukan reformasi.

    Mengutip upaya HTS untuk memulai layanan bus dan melanjutkan fungsi kota lainnya di wilayah yang direbut sebagai bukti reformasi yang mereka duga, Yousef memperingatkan bahwa kegiatan ini dimaksudkan “untuk memanipulasi masyarakat internasional dengan menunjuk tokoh-tokoh pemerintah yang moderat.”

    “Mereka memiliki kesabaran dan tidak terburu-buru menyerang musuh-musuh mereka; strategi baru mereka adalah membangun infrastruktur dan institusi, serta memperoleh pengakuan global untuk mendirikan Ummah Jihadi (organisasi Muslim global),” ia memperingatkan. 

    “Strategi baru mereka adalah menciptakan iklim yang sesuai yang akan mengarah pada pembentukan negara Jihadi.”

    Amerika Serikat dan sekutunya tidak boleh mengakui atau melegitimasi penguasa baru Damaskus, tidak peduli seberapa cerdik mereka akan memainkan kartu mereka untuk memanipulasi masyarakat internasional dengan menunjuk tokoh-tokoh pemerintahan yang moderat.

    Lebih jauh lagi – dan pada bagian postingan yang kemungkinan membuatnya diblokir – mantan anggota Hamas tersebut menganjurkan “penghapusan pemimpin utama pemberontak, terutama al-Julani, sebelum mereka memperoleh lebih banyak dukungan dan simpati dari masyarakat yang putus asa dan mendambakan perubahan dan kebebasan, yang akan memungkinkan munculnya kepemimpinan yang sah.”

    “Memberikan penghargaan atau pujian kepada para Jihadis karena menggulingkan diktator Suriah yang brutal adalah sebuah kesalahan, mereka mungkin memainkan peran penting, tetapi mereka bukanlah kekuatan sebenarnya yang menjatuhkan Assad,” klaim Yousef. 

    “Al-Julani memiliki potensi untuk menciptakan Negara Teroris yang kuat yang belum pernah kita alami sebelumnya,” kata Putra Hamas tersebut.

    “Ia cenderung membangunnya secara perlahan, penuh perhatian, dan sabar. Teroris global ini tidak berintegrasi dari seorang Jihadi menjadi seorang negarawan, ia mengubah dirinya dari seorang Jihadi biasa menjadi seorang Khalifah Islam modern, dan membiarkannya berkembang akan memiliki konsekuensi yang mematikan bagi kemanusiaan.” 

    Mantan anggota Hamas itu bukan satu-satunya suara dari Timur Tengah yang memperingatkan agar tidak menerima klaim reformasi al-Jolani.

    Peneliti Yayasan Pertahanan Demokrasi, Hussain Abdul-Hussain memperingatkan bahwa Ahmed Hussein al-Sharaa, yang menggunakan nama samaran Abu Mohammed al-Jolani, tampaknya menerapkan hukum Syariah di banyak wilayah yang telah dikuasainya. 

    Abdul-Hussain menegaskan bahwa al-Jolani telah menempatkan pemerintah Idlib yang menegakkan Syariah sebagai pemerintah transisi bagi Suriah, yang bukan merupakan pertanda baik bagi janjinya untuk menghormati dan melindungi minoritas non-Muslim. 

    “Saya berharap proyeksi saya ternyata salah dan Sharaa telah berubah dan bersikap moderat, atau ‘dewasa’, seperti yang ia katakan kepada CNN,” tulis Abdul-Hussain.

    “Namun, saya tidak berharap terlalu banyak.” 

    Pengucilan Para Pemimpin Suriah

    Di Damaskus, para diplomat telah menyuarakan keprihatinan mengenai pengucilan para pemimpin oposisi politik lainnya.

    Kelompok Hay’at Tahrir al-Sham (HTS) dengan cepat mengonsolidasikan otoritasnya atas negara Suriah, menunjukkan kecepatan yang sama seperti saat mereka mengambil alih negara itu, Reuters melaporkan.

    Kelompok tersebut telah mengerahkan pasukan polisi, membentuk pemerintahan sementara, dan memulai pertemuan dengan utusan asing, sehingga memicu kekhawatiran mengenai inklusivitas kepemimpinan baru Damaskus, kantor berita tersebut menunjukkan.

    Sejak HTS menggulingkan Bashar al-Assad pada hari Minggu sebagai bagian dari aliansi, para pejabatnya—yang sebelumnya menjalankan pemerintahan Islam di sudut terpencil di barat laut Suriah—telah mengambil alih kantor-kantor pemerintahan di Damaskus.

    Pada hari Senin, Mohammad al-Bashir, yang sebelumnya menjabat sebagai kepala pemerintahan daerah di Idlib yang dikuasai HTS, diangkat sebagai perdana menteri sementara Suriah. 

    Langkah ini menggarisbawahi dominasi HTS di antara faksi-faksi bersenjata yang berjuang selama lebih dari 13 tahun untuk mengakhiri kekuasaan al-Assad.

    Meskipun HTS memutuskan hubungannya dengan organisasi teroris al-Qaeda pada tahun 2016, HTS telah meyakinkan para pemimpin suku, pejabat lokal, dan warga sipil selama perjalanannya menuju Damaskus bahwa agama minoritas akan dilindungi.

    Pemerintah sementara yang baru kurang inklusif, kata seorang sumber.

    Di Kantor Gubernur Damaskus, Mohammad Ghazal—seorang insinyur sipil berusia 36 tahun dari Idlib yang sekarang mengawasi urusan administratif—menepis kekhawatiran terhadap pemerintahan Islam.

    “Tidak ada yang namanya pemerintahan Islam. Bagaimanapun, kita adalah Muslim dan itu adalah lembaga atau kementerian sipil,” katanya, dikutip dari AL MAYADEEN.

    “Kami tidak memiliki masalah dengan etnis dan agama apa pun,” katanya, seraya menambahkan bahwa “yang membuat masalah adalah rezim (Assad).”

    Namun, muncul kekhawatiran mengenai komposisi pemerintahan sementara yang baru, yang sangat bergantung pada para administrator dari Idlib.

    Reuters mengutip empat tokoh oposisi dan tiga diplomat yang mengatakan bahwa proses tersebut kurang inklusif.

    Walaupun al-Bashir telah menyatakan ia hanya akan menjabat hingga Maret, HTS, yang ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh AS, Turki, dan lainnya, belum menguraikan aspek penting dari transisi tersebut, termasuk rencana untuk konstitusi baru.

    “Anda mendatangkan (menteri) dari satu warna, seharusnya ada partisipasi dari yang lain,” tegas Zakaria Malahifji, Sekretaris Jenderal Gerakan Nasional Suriah dan mantan penasihat politik oposisi di Aleppo.

    Ia menggambarkan kurangnya konsultasi dalam pembentukan pemerintahan sebagai sebuah kesalahan.

    “Masyarakat Suriah beragam dalam hal budaya, suku bangsa, jadi sejujurnya ini mengkhawatirkan,” tegasnya.

    Seperti pejabat “Pemerintah Keselamatan” yang berafiliasi dengan HTS lainnya yang direlokasi dari Idlib ke Damaskus, Ghazal telah mendesak pegawai negeri untuk kembali bekerja, seraya menekankan keadaan negara yang mengerikan.

    “Ini adalah negara yang runtuh. Ini adalah reruntuhan, reruntuhan, reruntuhan,” katanya.

    Sasaran langsung Ghazal untuk tiga bulan ke depan termasuk memulihkan layanan dasar dan merampingkan birokrasi.

    Ia mengumumkan rencana untuk menaikkan gaji, yang saat ini rata-rata $25 per bulan, agar sesuai dengan upah minimum $100 di Salvation Government.

    Persaingan antar faksi menimbulkan risiko terhadap stabilitas.

    Meskipun HTS mendominasi, faksi-faksi bersenjata lainnya, terutama di dekat perbatasan dengan Yordania dan Turki, tetap aktif, sehingga menimbulkan risiko bagi stabilitas di Suriah pasca-Assad, Reuters mencatat, seraya menambahkan bahwa persaingan antar faksi, yang berakar pada konflik bertahun-tahun, semakin memperparah tantangan-tantangan ini.

    Yezid Sayigh, seorang peneliti senior di Carnegie Middle East Center, menyatakan bahwa HTS “jelas berusaha mempertahankan momentum di semua tingkatan”.

    Ia memperingatkan risikonya, termasuk potensi pembentukan rezim otoriter baru dengan dalih Islam.

    Namun, ia menunjukkan bahwa keberagaman oposisi dan masyarakat Suriah kemungkinan akan mencegah satu kelompok pun memonopoli kekuasaan.

    Dalam konteks yang sama, Reuters mengutip sumber oposisi yang mengetahui konsultasi HTS yang mengklaim bahwa semua sekte Suriah akan terwakili dalam pemerintahan sementara.

    Selama tiga bulan ke depan, isu utama yang akan diputuskan termasuk apakah Suriah mengadopsi sistem presidensial atau parlementer, sumber itu menambahkan.

    Dalam wawancara untuk Il Corriere della Sera pada hari Rabu, al-Bashir menekankan bahwa pemerintah sementara akan mengundurkan diri pada bulan Maret 2025.

    Ia menguraikan prioritas seperti memulihkan keamanan, menegakkan kembali otoritas negara, memulangkan pengungsi, dan menyediakan layanan penting.

    Ketika ditanya apakah konstitusi baru akan memiliki kerangka Islam, al-Bashir menyatakan bahwa rincian seperti itu akan dibahas selama proses penyusunan konstitusi.

    Di Damaskus, para diplomat telah menyuarakan kekhawatiran tentang pengecualian terhadap para pemimpin oposisi politik lainnya.

    “Kami prihatin – di mana semua pemimpin oposisi politik,” kata seorang diplomat.

    Yang lain mencatat potensi dampak destabilisasi dari faksi-faksi bersenjata yang belum dilucuti senjatanya atau didemobilisasi.

    Joshua Landis, seorang pakar Suriah dan direktur Pusat Studi Timur Tengah di Universitas Oklahoma, menyarankan bahwa al-Jolani “harus segera menegaskan kewenangannya untuk menghentikan kekacauan yang terjadi.”

    “Namun, ia juga harus berupaya meningkatkan kapasitas administratifnya dengan melibatkan para teknokrat dan perwakilan dari berbagai komunitas,” tegas Landis.

    (Tribunnews.com/ Chrysnha/Barir)

  • Kelompok Pertama WNI Dievakuasi dari Suriah Tiba di Tanah Air

    Kelompok Pertama WNI Dievakuasi dari Suriah Tiba di Tanah Air

    Jakarta, CNN Indonesia

    Kelompok pertama WNI yang dievakuasi dari Suriah tiba di tanah air pada Kamis (12/12) usai jatuhnya rezim Presiden Bashar al-Assad.

    Setidaknya 37 WNI melarikan diri dari Suriah melalui Beirut, Lebanon dan kembali ke Jakarta dengan pesawat komersil.

    Lebih dari 1.000 warga negara Indonesia masih berada di Suriah dan sebagian besar dari mereka bekerja secara ilegal.

    Direktur Perlindungan WNI, Judha Nugraha mengatakan bahwa mereka akan terus memantau situasi di Suriah yang masih dinamis dan potensi ancaman dari Israel.

  • Israel Kuasai Perbatasan Golan usai Rezim Suriah Runtuh

    Israel Kuasai Perbatasan Golan usai Rezim Suriah Runtuh

    Jakarta, CNN Indonesia

    Pasukan militer Israel beroperasi di zona penyangga antara Suriah dan Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel pada Kamis (12/12).

    Operasi ini dilakukan usai pemerintahan Presiden Suriah Bashar al-Assad runtuh, menciptakan kekosongan kekuasaan di wilayah perbatasan.

    PM Israel Benjamin Netanyahu berdalih operasi untuk mencegah ancaman kelompok jihadis ke komunitas Israel di Golan.

    Netanyahu menambahkan bahwa pengerahan ini bersifat sementara untuk menjaga keamanan perbatasan.

  • Assad Tumbang, China Sangat Prihatin Akan Situasi di Suriah

    Assad Tumbang, China Sangat Prihatin Akan Situasi di Suriah

    Jakarta

    Menteri Luar Negeri (Menlu) China Wang Yi mengatakan bahwa pemerintahnya “sangat prihatin” akan situasi di Suriah. Hal itu disampaikannya kepada Menlu Mesir Badr Abdelatty dalam pertemuan kedua diplomat tinggi tersebut di Beijing, ibu kota China.

    Presiden Suriah yang digulingkan, Bashar al-Assad melarikan diri dari negara itu setelah serangan kilat yang dipelopori oleh kelompok Hayat Tahrir al-Sham dan sekutunya. Serangan itu secara tiba-tiba mengakhiri pemerintahan Assad yang telah berlangsung puluhan tahun.

    Beijing dan Damaskus membangun hubungan yang kuat selama pemerintahan Assad. Assad datang ke China tahun lalu dalam kunjungan langka di luar Timur Tengah, bertemu dengan Presiden Xi Jinping dan membangun “kemitraan strategis”.

    Pada hari Jumat (13/12), Wang dan Abdelatty mengadakan konferensi pers bersama di Wisma Negara Diaoyutai di Beijing.

    “Kedua pihak sangat prihatin dengan situasi terkini di Suriah dan menyerukan penghormatan terhadap kedaulatan Suriah,” kata Wang kepada wartawan, dilansir kantor berita AFP, Jumat (13/12/2024). Dia mendesak pencegahan “pasukan teroris dan ekstremis memanfaatkan kekacauan”.

    “Kami sepakat bahwa kami harus mempromosikan perdamaian dan negosiasi untuk mencapai perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah,” kata Wang bersama Abdelatty. Wang juga menyinggung konflik yang sedang berlangsung di Jalur Gaza, tempat perang antara Israel dan Hamas telah berlangsung selama lebih dari 14 bulan dan memicu krisis kemanusiaan yang akut.

  • Berawal dari Menyerang Suriah, Kini Israel Bersiap Targetkan Situs Nuklir Iran – Halaman all

    Berawal dari Menyerang Suriah, Kini Israel Bersiap Targetkan Situs Nuklir Iran – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Israel kini tengah mempersiapkan serangan terhadap fasilitas nuklir di Iran.

    Persiapan serangan situs nuklir Iran ini bermula dari pelumpuhan Angkatan Udara Suriah yang dilakukan Israel beberapa hari terakhir.

    Israel meyakini dengan lumpuhnya angkatan bersenjata Suriah dapat melemahkan posisi Iran di kawasan tersebut.

    Iran telah lama menegaskan bahwa program nuklirnya bersifat damai.

    Pernyataan Iran ini bertentangan dengan tuduhan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu yang menyebut Teheran berupaya untuk membuat bom atom.

    Dikutip dari Russia Today, Israel dilaporkan mempertimbangkan serangan terhadap situs nuklir Iran setelah serangan rudal Teheran pada 1 Oktober 2024 lalu.

    Namun, rencana Israel untuk menyerang situs nuklir Iran pada saat itu tidak terealisasi.

    Pemerintah Netanyahu telah memanfaatkan kejadian terkini di Suriah untuk menghancurkan kemampuan militer negara tetangganya.

    Awal minggu ini, jet tempur Israel menyerang lebih dari 250 target di seluruh Suriah, termasuk bandara dan pelabuhan laut, situs pertahanan udara dan rudal, fasilitas dan gudang industri militer.

    Pasukan Israel juga bergerak melampaui zona penyangga di Dataran Tinggi Golan, dengan mengklaim Gunung Hermon.

    Pemerintahan Bashar al-Assad di Suriah digulingkan oleh militan Hayat Tahrir al-Sham (HTS) minggu lalu. Kelompok jihadis itu belum mengonsolidasikan kekuasaannya.

    Israel dilaporkan yakin bahwa Iran “terisolasi” setelah Assad digulingkan dan sekutu utamanya yang lain di kawasan itu, Hizbullah yang berbasis di Lebanon, telah dilemahkan secara signifikan oleh serangan IDF baru-baru ini di sana.

    Hal ini dapat mendorong Iran untuk mempercepat program nuklirnya dan menciptakan peluang bagi serangan pendahuluan Israel.

    Trump Juga Pertimbangkan Hentikan Iran Bangun Senjata Nuklir

    Presiden Terpilih AS, Donald Trump tengah mempertimbangkan untuk mencegah Iran membangun senjata nuklir.

    Kabar tersebut muncul saat Israel dilaporkan tengah menyusun untuk melakukan serangan terhadap situs nuklir Iran.

    Donald Trump sempat mengatakan kepada Netanyahu dalam panggilan telepon bahwa ia ingin menghindari serangan Iran selama masa jabatannya.

    Namun, ia tetap mencari cara untuk menghentikan Republik Islam itu dari mengembangkan senjata nuklir.

    Dikutip dari Times of Israel, Trump saat ini tengah menggarap rencana “tekanan maksimum 2.0” yang menciptakan kembali kebijakan sanksi agresif terhadap Iran.

    Salah seorang sumber yang mengetahui rencana tersebut mengatakan, ada beberapa cara berbeda yang dapat digunakan untuk menekan militer guna menghalangi Iran.

    Pertama, Washington dapat mengirim lebih banyak pasukan, kapal, dan pesawat tempur ke wilayah tersebut sekaligus memperkuat kemampuan ofensif Israel melalui penjualan bom penghancur bunker.

    Namun, jika itu gagal, AS dapat mengambil sikap yang lebih agresif dan mengancam akan menggunakan kekuatan militer langsung, kata sumber tersebut.

    Dalam wawancara dengan Majalah Time yang diterbitkan Kamis, Trump mengatakan tentang potensi perang dengan Iran, “Apa pun bisa terjadi. Situasinya sangat tidak menentu”.

    Trump mempertimbangkan serangan pencegahan terhadap fasilitas nuklir Iran pada akhir masa jabatan pertamanya, tetapi memutuskan untuk tidak melakukannya.

    Kali ini, menurut laporan WSJ, pemerintahannya mungkin terbuka untuk mendukung serangan Israel terhadap fasilitas nuklir Republik Islam tersebut.

    Di antara alasan Trump mungkin lebih terbuka terhadap tindakan militer kali ini yang disebutkan dalam laporan adalah dugaan upaya Iran untuk membunuh presiden terpilih.

    Pejabat militer Israel mengatakan pada hari Kamis bahwa mereka yakin sekarang ada kesempatan untuk menyerang situs nuklir Iran, dan terus melakukan persiapan untuk serangan potensial, menyusul runtuhnya rezim Bashar al-Assad di Suriah akhir pekan lalu.

    Pasukan Pertahanan Israel yakin bahwa Iran — yang terisolasi setelah jatuhnya rezim Assad dan melemahnya kelompok proksi utamanya, Hizbullah, di Lebanon — mungkin akan terus melanjutkan program nuklirnya  dan mengembangkan bom sambil berupaya mengganti sistem pencegahannya.

    (Tribunnews.com/Whiesa)

  • Belgia Tolak Pulangkan Warga Suriah Pasca Assad Lengser, Ini Alasannya

    Belgia Tolak Pulangkan Warga Suriah Pasca Assad Lengser, Ini Alasannya

    ERA.id – Pemerintah Belgia memutuskan untuk tidak memulangkan warga Suriah ke negara asalnya. Keputusan ini diambil karena situasi di Suriah belum stabil pasca lengsernya Presiden Bashar al-Assad.

    Perdana Menteri Belgia Alexander de Croo mengatakan sejauh ini tidak ada warga Suriah yang akan dipulangkan. Pihaknya baru akan memulangkan mereka bila stabilitas tercapai di Suriah.

    “Ketika situasi stabil, kami memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa orang-orang dapat kembali dengan selamat sesuai dengan perjanjian internasional. Namun, saat ini, hal itu tidak terjadi,” katanya, dikutip kantor berita resmi Belgia, Belga, Jumat (13/12/2024).

    De Croo juga menekankan perlunya proses transisi yang damai, pemerintahan yang representatif, dan penghormatan terahdap integritas teritorial di Suriah. Ia juga menekankan bahwa pengeboman Israel terhadap Suriah harus segera dihentikan.

    Setelah penggulingan rezim Assad, beberapa negara Uni Eropa, termasuk Belgia, mengumumkan bahwa mereka akan meninjau kebijakan suaka mereka, menangguhkan permohonan suaka yang tertunda dari warga Suriah, atau telah menangguhkannya.

    Belgia mengumumkan pada tanggal 9 Desember bahwa mereka akan menghentikan sementara penerimaan permohonan suaka dari warga Suriah, meskipun tidak ada informasi yang diberikan mengenai berapa lama tindakan tersebut akan berlangsung.

    Warga Suriah termasuk di antara pemohon suaka teratas di Belgia. Sekitar 35.000 warga Suriah telah diberikan suaka di Belgia sejak perang saudara dimulai di sana pada tahun 2011

  • 3.000 Tentara Rezim Assad Kalang Kabut Cari Perlindungan usai Irak Tolak Beri Suaka – Halaman all

    3.000 Tentara Rezim Assad Kalang Kabut Cari Perlindungan usai Irak Tolak Beri Suaka – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Ribuan tentara Suriah kini kalang kabut mencari tempat perlindungan pasca pejabat Irak mengatakan bahwa negara itu tidak berniat memberikan suaka kepada ribuan tentara rezim Assad.

    “Irak tidak berniat memberikan suaka kepada ribuan tentara Suriah yang memasuki wilayahnya sesaat sebelum jatuhnya rezim Bashar al-Assad,” ujar pejabat Irak.

    Tentara dari angkatan bersenjata Suriah yang loyal terhadap Presiden Bashar Al Assad sebelumnya dilaporkan melarikan diri ke Irak menyusul kejatuhan rezim oleh pemberontak.

    Dari cuplikan video yang beredar di media sosial terlihat sejumlah besar tentara Suriah melarikan diri ke Irak melalui pos perbatasan al-Qaim.

    Menurut laporan News Arab setidaknya ada 3.000 tentara Suriah yang kabur ke Irak terutama di provinsi Anbar bagian barat untuk mencari perlindungan.

    Irak membenarkan bahwa ratusan tentara Suriah telah mengungsi ke negaranya setelah meninggalkan posisi mereka saat pertempuran semakin intensif.

    Kendati tentara rezim Assad tak akan mendapat suaka di Irak, namun Sagvan Sindi, wakil kepala Komite Keamanan dan Pertahanan di parlemen Irak mengatakan bahwa pemerintah sedang mempertimbangkan  cara terbaik untuk menangani kehadiran tentara Suriah.

    Irak juga akan menunda rencana pemulangan tentara Suriah hingga situasi di negara itu dapat teratasi.

    Untuk sementara waktu nantinya para prajurit dan perwira akan ditampung di lapangan udara militer Al-Marsana di distrik Area 70 Al-Rutba.

    “Mereka akan tetap ditampung oleh Irak dalam periode mendatang hingga situasi mereka teratasi dan kepulangan mereka terjamin dengan selamat,” kata salah satu sumber.

    “Irak berkomitmen untuk menjamin kesejahteraan mereka selama mereka tetap berada di wilayahnya dan setelah mereka dipulangkan kembali melintasi perbatasan,” imbuhnya.

    Selain makanan dan tempat tinggal, pejabat Irak mengatakan bahwa perawatan medis dan kebutuhan pokok lainnya diberikan kepada para prajurit.

    Namun dengan syarat pasukan Suriah harus menyerahkan senjata mereka di perbatasan.

    Pemberontak Janji Hukum Pejabat Assad

    Terpisah, pasca rezim Assad berhasil diruntuhkan pemberontak Hayat Tahrir al-Sham (HTS), kini para pemberontak mulai bergerilya untuk menangkap pejabat rezim Assad yang terlibat penyiksaan.

    Pimpinan militan Islam Suriah HTS, Abu Mohammed al-Golani berjanji akan menghukum para pejabat rezim Assad yang terlibat penyiksaan kepada warga sipil di Penjara Sednaya .

    Pernyataan itu disampaikan sehari setelah para pemberontak memulai pembicaraan tentang pengalihan kekuasaan setelah Presiden Suriah Bashar al-Assad digulingkan dari kursi pemerintahan.

    “Kami akan mengejar mereka di Suriah, dan kami meminta negara-negara untuk menyerahkan mereka yang melarikan diri sehingga kami dapat memperoleh keadilan,” kata Abu Mohammed al-Jolani dalam siaran Telegram TV pemerintah Suriah.

    “Kami akan menawarkan hadiah kepada siapa pun yang memberikan informasi tentang perwira senior militer dan keamanan yang terlibat dalam kejahatan perang,” imbuhnya, dikutip dari CNA.

    Makam Mewah Ayah Bashar Al Assad Dibakar

    Kemarahan pemberontak yang semakin membabi buta mendorong mereka untuk membakar Makam ayah presiden Suriah Bashar al-Assad, Hafez, yang terletak di kampung halamannya di Qardaha ludes dibakar para pemberontak.

    Dalam cuplikan video yang diunggah AFP menunjukkan beberapa bagian mausoleum dan peti mati mewah tersebut telah rusak dan terbakar

    Tak sampai disitu, para pemberontak Suriah yang mengamuk juga turut menjarah rumah mewah presiden Assad.

    Pemberontak bersama warga menjarah barang-barang di rumah mewah Presiden Bashar Al Assad di Damaskus, Minggu (8/12/2024).

    Dari cuplikan gambar yang beredar di internet terlihat seorang pria berusaha mengambil lampu, sedangkan warga lainnya melihat-lihat ruangan

    Pasca-melakukan penjarahan, pemberontak meninggalkan kamar-kamar di kediaman itu dalam keadaan kosong, kecuali beberapa peralatan dan potret Assad yang dibuang di lantai, sementara aula masuk di istana presiden dibakar. 

    (Tribunnews.com / Namira Yunia)

  • Pesan AS ke Erdogan Usai Assad Tumbang: Warga Suriah Perlu Dilindungi

    Pesan AS ke Erdogan Usai Assad Tumbang: Warga Suriah Perlu Dilindungi

    Ankara

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengatakan kepada Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bahwa warga sipil Suriah perlu dilindungi, setelah rezim Presiden Bashar al-Assad ditumbangkan oleh pasukan pemberontak yang didukung Ankara.

    Pernyataan itu disampaikan oleh Blinken kepada Erdogan dalam pertemuan di Ankara pada Kamis (12/12) malam waktu setempat. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller menuturkan bahwa Blinken dan Erdogan melakukan pembicaraan selama lebih dari satu jam di ruang tunggu bandara Ankara.

    Pertemuan keduanya terjadi setelah Erdogan melepas Perdana Menteri (PM) Hungaria Viktor Orban yang baru saja berkunjung ke Ankara.

    Dituturkan Miller, seperti dilansir AFP, Jumat (13/12/2024), bahwa Blinken dan Erdogan membahas situasi terkini di Suriah setelah rezim Assad digulingkan.

    “(Blinken) Menegaskan kembali pentingnya semua aktor di Suriah menghormati hak asasi manusia, menegakkan hukum kemanusiaan internasional, dan mengambil semua langkah yang mungkin untuk melindungi warga sipil, termasuk para anggota kelompok minoritas,” tutur Miller dalam pernyataannya.

    Turki telah menekankan kekhawatiran akan situasi keamanan terkini menyusul pergolakan di Suriah, di mana mereka bertempur melawan pasukan pimpinan Kurdi yang didukung AS sebagai pemain kunci dalam perang melawan kelompok radikal Islamic State atau ISIS di negara tersebut.

    Setelah bertahun-tahun mengalami kebuntuan, pasukan pemberontak yang dipimpin kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS) pada akhir pekan lalu menggulingkan rezim Assad yang memimpin Suriah dengan tangan besi selama puluhan tahun.

    Lihat Video ‘Momen Pengungsi Suriah Ramai-ramai Kembali Setelah Rezim Assad Tumbang’:

  • Hancurnya Gaza, Lebanon, Suriah, Netanyahu: Itu Efek Domino dari Serangan Israel ke Sekutu Iran – Halaman all

    Hancurnya Gaza, Lebanon, Suriah, Netanyahu: Itu Efek Domino dari Serangan Israel ke Sekutu Iran – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu mengklaim serangan Israel terhadap militan sekutu Iran telah memicu reaksi berantai yang akan mengubah wajah di kawasan Timur Tengah.

    Ia menyebut gerakan Hamas di Jalur Gaza, Hizbullah di Lebanon, dan sejumlah militan di Suriah dan Irak adalah kelompok perlawanan yang didukung oleh Iran.

    Menurutnya, kekacauan di Timur Tengah saat ini adalah reaksi berantai dari serangan Israel terhadap mereka.

    “Peristiwa bersejarah yang kita saksikan hari ini adalah reaksi berantai,” kata Netanyahu dalam pidatonya yang ditujukan kepada rakyat Iran, Kamis (12/12/2024).

    Perdana Menteri Israel mengatakan ini semua diawali ketika Hamas meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023, yang disusul dengan serangan dari Hizbullah Lebanon, dan sekutu militannya yang berada di Suriah hingga Irak terhadap Israel.

    Netanyahu sesumbar bahwa reaksi Israel dengan menyerang mereka telah memicu reaksi berantai di Timur Tengah.

    “Reaksi berurutan terhadap pemboman Hamas, penghapusan Hizbullah, dan penargetan (mantan Sekretaris Jenderal Hassan) Nasrallah, terhadap serangan yang kami kirimkan ke poros teror yang didirikan oleh rezim Iran,” katanya.

    Ia juga menyoroti runtuhnya kekuasaan Presiden Suriah Bashar al-Assad yang berhasil digulingkan oleh aliansi oposisi bersenjata, Hayat Tahrir al-Sham (HTS), pada 8 Desember 2024.

    Netanyahu menuduh Iran menghabiskan puluhan miliar dolar untuk mendukung Bashar al-Assad dan untuk mendukung Hamas di Jalur Gaza dan Hizbullah di Lebanon.

    Menurutnya, rezim Bashar al-Assad selama ini menyediakan jalur aman bagi Iran untuk memasok senjata ke Hizbullah di Lebanon, sebagai imbalan atas dukungan Iran untuk melawan oposisi Suriah.

    “Yang dilakukan Israel hanyalah mempertahankan negaranya, namun melalui hal tersebut kita membela peradaban dalam menghadapi kebrutalan,” lanjutnya.

    Netanyahu mencoba meyakinkan rakyat Iran bahwa mereka berada di bawah kekuasaan rezim Ali Khamenei yang mengancam kedamaian di kawasan itu.

    “Anda menderita di bawah kekuasaan rezim yang mengejek Anda dan mengancam kami. Akan tiba saatnya hal ini berubah. Akan datang suatu hari ketika Iran akan bebas,” kata Netanyahu.

    “Saya yakin kita akan mencapai masa depan ini bersama-sama lebih cepat dari yang diperkirakan sebagian orang. Saya tahu dan percaya bahwa kita akan mengubah Timur Tengah menjadi mercusuar kemakmuran, kemajuan dan perdamaian,” lanjutnya.

    Dengan jatuhnya rezim Bashar al-Assad, Iran kehilangan mata rantai utama dalam “poros perlawanan” yang dipimpinnya untuk melawan Israel.

    Jumlah Korban di Jalur Gaza

    Israel yang didukung Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa masih melancarkan agresinya di Jalur Gaza.

    Jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 44.835 jiwa dan 106.356 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Kamis (12/12/2024) menurut Kementerian Kesehatan Gaza, dan 1.147 kematian di wilayah Israel, dikutip dari Anadolu Agency.

    Sebelumnya, Israel mulai menyerang Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023), untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa sejak pendirian Israel di Palestina pada tahun 1948.

    Israel mengklaim, ada 101 sandera yang hidup atau tewas dan masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 sandera Palestina pada akhir November 2023.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel