Tag: Bashar al-Assad

  • Joe Biden Tetap Labeli HTS sebagai Teroris, Berkas Diserahkan kepada Donald Trump – Halaman all

    Joe Biden Tetap Labeli HTS sebagai Teroris, Berkas Diserahkan kepada Donald Trump – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, dikabarkan tidak menghapus kelompok bersenjata di Suriah, Hayat Tahrir al-Sham (HTS), dari daftar teroris.

    Tiga pejabat AS yang mengetahui masalah ini mengatakan Joe Biden telah mewariskan keputusan tersebut dan menyerahkan berkasnya kepada presiden terpilih Donald Trump yang akan dilantik pada 20 Januari mendatang.

    Pejabat tersebut mengatakan HTS harus membuktikan mereka sudah memutus hubungan dengan kelompok ekstremis Al-Qaeda yang masuk dalam daftar teroris AS.

    “Para Islamis yang mengejutkan dunia pada akhir tahun lalu dengan menggulingkan Presiden Suriah Bashar al-Assad harus membuktikan bahwa mereka telah memutuskan hubungan dengan kelompok ekstremis, terutama Al-Qaeda,” kata pejabat tersebut kepada Washington Post, Kamis (9/1/2025).

    “Tindakan akan berbicara lebih keras daripada kata-kata,” kata seorang pejabat senior AS.

    Pejabat itu menekankan kekhawatiran pemerintah AS mengenai masuknya pejuang asing dan militan lainnya ke dalam posisi di Kementerian Pertahanan Suriah.

    Penyerahan keputusan untuk menetapkan HTS sebagai teroris kepada Donald Trump diperkirakan akan memperpanjang jangka waktu sanksi keras AS terhadap Suriah selama pemerintahan rezim Assad.

    Meski HTS masih dilabeli sebagai teroris, pemerintahan Joe Biden melonggarkan beberapa sanksi utama di Suriah pada Senin (6/1/2025).

    AS juga telah membatalkan sayembara untuk menangkap pemimpin HTS, Ahmed al-Sharaa, dengan hadiah 10 juta dolar pada 20 Desember 2024.

    Sementara itu, Robert Ford, mantan duta besar AS untuk Suriah, mengatakan pemerintah AS harus memberitahu HTS mengenai kriteria apa yang memungkinkan AS untuk menghapus label teroris terhadap HTS dan sanksi terhadap Suriah.

    “Pemerintah AS harus memberikan kriteria yang jelas dan spesifik kepada HTS tentang cara untuk keluar dari daftar tersebut. Hal terbaik ke depan adalah mereka mengembangkan serangkaian kriteria atau metrik dan menyajikannya kepada pimpinan HTS, dan mulai mendiskusikannya,” kata Ford.

    Ahmed al-Sharaa Berharap AS Hapus HTS dari Daftar Teroris

    Sebelumnya, Ahmed al-Sharaa berharap AS menghapus HTS dari daftar teroris demi kebangkitan Suriah setelah kelompok itu menggulingkan Presiden Bashar al-Assad pada 8 Desember 2024.

    Setelah penggulingan rezim Assad, Ahmed al-Sharaa menjadi penguasa de facto di Suriah.

    “Pencabutan sebutan teroris terhadap Hayat Tahrir al-Sham (HTS) akan berkontribusi dalam membuka jalan untuk membangun kembali negara (Suriah) dan mencapai stabilitas,” kata Al-Julani dalam wawancara yang diterbitkan oleh New York Times, Senin (16/12/2024).

    Ahmed al-Sharaa yang menggunakan nama samaran Abu Mohammad al-Julani membentuk Jabhat al-Nusra atau Front al-Nushra yang merupakan cabang al-Qaeda di Suriah pada tahun 2012.

    Front al-Nushra berafiliasi dengan kelompok ekstremis seperti al-Qaeda dan “Negara Islam” (IS).

    Namun, pada tahun 2016 Front al-Nushra memutus hubungan dengan al-Qaeda dan berafiliasi dengan sejumlah oposisi Suriah serta mengganti nama menjadi HTS pada tahun 2017.

    Meskipun HTS melakukan perubahan struktural dan pemisahan formal dengan al-Qaeda pada 2016, HTS masih dianggap memiliki kesamaan dengan kelompok-kelompok teroris bagi AS dan sejumlah negara Barat.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

  • Militan Suriah di Selatan Ragu Serahkan Senjata dan Gabung Pemerintah Baru – Halaman all

    Militan Suriah di Selatan Ragu Serahkan Senjata dan Gabung Pemerintah Baru – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Juru bicara kelompok bersenjata Ruang Operasi Selatan, Naseem Abu Arra, mengatakan para pejuang di ruangan tersebut, ragu dengan gagasan untuk membubarkan kelompok bersenjata yang diumumkan oleh pemerintahan baru Suriah pada 25 Desember 2024.

    Kelompok tersebut, mengendalikan Kegubernuran Daraa di wilayah Suriah selatan.

    Setelah presiden Bashar al-Assad digulingkan, penguasa de facto Suriah Ahmed al-Sharaa (Abu Mohammed al-Julani) mengatakan, kelompok bersenjata akan dibubarkan dan bergabung di bawah Kementerian Pertahanan Suriah yang baru.

    “Para pejuang ragu-ragu mengenai isu pelucutan senjata dan pembubaran barisan mereka seperti yang diperintahkan oleh penguasa baru,” kata Abu Arra dalam wawancara dengan Agence France-Presse, Rabu (8/1/2025).

    “Saya dan orang-orang yang bersama kami adalah kekuatan yang terorganisir di selatan, memiliki senjata dan peralatan berat, dan dipimpin oleh perwira yang membelot dari tentara rezim,” lanjutnya.

    Abu Arra menambahkan, kelompok Ruang Operasi Selatan yang dipimpin oleh Ahmed Al-Awda, terdiri dari ribuan pria yang tidak memiliki afiliasi Islam.

    Sumber yang dekat dengan kelompok tersebut, mengindikasikan Ahmed Al-Awda juga memiliki hubungan baik dengan Rusia, Yordania dan Uni Emirat Arab (UEA).

    Dua hari setelah jatuhnya rezim Suriah pada 8 Desember 2024, Ahmed Al-Awda bertemu kepala departemen operasi baru di Suriah, Ahmed Al-Sharaa.

    Namun, dia tidak berpartisipasi setelah itu dalam pertemuan yang dipimpinnya pada tanggal 25 Desember 2024, ketika Ahmed Al-Sharaa mengumpulkan para pemimpin faksi bersenjata dan setuju untuk berada di bawah payung Kementerian Pertahanan. 

    Perdana Menteri Suriah: Kementerian Pertahanan Akan Diatur Ulang

    Sebelumnya pada Minggu (22/12/2024), Ahmed Al-Sharaa menyatakan, faksi-faksi tersebut akan mengumumkan pembubaran mereka dan bergabung dengan tentara nasional Suriah yang baru.

    “Selama revolusi, ada banyak kelompok, tetapi itu tidak dapat berlanjut di negara ini,” kata Ahmed Al-Sharaa selama konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri Turki, Hakan Fidan, di Damaskus pada Minggu.

    “Dalam beberapa hari mendatang, Kementerian Pertahanan akan diumumkan, dan sebuah komite pejabat militer senior akan dibentuk untuk menciptakan tentara masa depan Suriah. Setelah itu, kelompok-kelompok itu akan bubar,” lanjutnya.

    Meski sebagian besar faksi setuju, namun tidak jelas apakah kesepakatan itu mencakup faksi yang dipimpin Kurdi di timur laut Suriah.

    Sebelumnya, Perdana Menteri Suriah, Mohammed al-Bashir, mengatakan kementerian akan direstrukturisasi menggunakan mantan faksi pemberontak dan perwira yang membelot dari tentara mantan Presiden Bashar al-Assad, seperti diberitakan ABC Net.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

  • Presiden Iran Desak Israel Mundur dari Suriah

    Presiden Iran Desak Israel Mundur dari Suriah

    Jakarta

    Presiden Iran Masoud Pezeshkian mendesak Israel menarik diri dari wilayah Suriah menyusul jatuhnya sekutu lama Teheran Bashar al-Assad. Dia juga mewanti-wanti terkait ancaman pengaktifan sel-sel teroris di Suriah.

    Dilansir AFP, Rabu (8/1/2025), pernyataannya Pezeshkian disampaikan saat Perdana Menteri Irak Mohammed Shia al-Sudani berkunjung ke Teheran untuk membahas perdagangan, kerja sama, dan perkembangan terkini di Suriah.

    “Kebutuhan rezim Zionis untuk menarik diri dari wilayah yang didudukinya dan pentingnya menghormati sentimen keagamaan (di Suriah), khususnya terkait tempat-tempat suci dan tempat-tempat suci Syiah, merupakan salah satu perhatian yang diangkat dalam pertemuan tersebut,” kata Pezeshkian dalam sebuah pengarahan bersama Sudani.

    Presiden Iran juga memperingatkan tentang pengaktifan kembali sel-sel teroris di Suriah. Selain itu, Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei juga memperingatkan tentang peran pemerintah asing di Suriah.

    Sebagai informasi, Assad melarikan diri dari Suriah setelah pasukan pemberontak yang dipimpin oleh kelompok Islam Sunni Hayat Tahrir al-Sham (HTS) merebut ibu kota Damaskus setelah serangan kilat.

    Sejak kejatuhannya, Israel telah melakukan ratusan serangan udara terhadap fasilitas militer Suriah, dengan mengatakan bahwa serangan itu bertujuan untuk mencegah senjata strategis jatuh ke tangan musuh.

    (maa/dnu)

  • Susul Jerman dan AS, Prancis Berencana Cabut Sanksi terhadap Suriah – Halaman all

    Susul Jerman dan AS, Prancis Berencana Cabut Sanksi terhadap Suriah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Prancis sedang mempertimbangkan untuk mencabut sanksi terhadap Suriah setelah presiden Suriah Bashar al-Assad digulingkan pada Desember lalu.

    Langkah ini menyusul upaya Jerman yang sedang berlangsung untuk mencabut sanksi terhadap Suriah yang berlaku selama pemerintahan Assad.

    “Beberapa sanksi Eropa yang dikenakan terhadap Suriah mungkin akan segera dicabut,” kata Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Noel Barrot, Rabu (8/1/2025), menurut laporan Agence France-Presse.

    Ia juga menjelaskan, sanksi Uni Eropa terkait aspek kemanusiaan mungkin akan segera dicabut.

    “Ada diskusi yang sedang berlangsung dengan mitra di Uni mengenai kemungkinan pencabutan sanksi lain jika ada kemajuan di berbagai bidang termasuk hak-hak perempuan dan pencapaian keamanan di Suriah,” tambahnya.

    Sebelumnya, sumber Kementerian Luar Negeri Jerman mengungkapkan Jerman sedang memimpin diskusi di dalam Uni Eropa untuk meringankan sanksi yang dijatuhkan terhadap Suriah pada masa pemerintahan Bashar al-Assad dan untuk membantu rakyat Suriah.

    “Lingkaran Jerman secara serius mendiskusikan cara untuk meringankan sanksi di sektor-sektor tertentu,” kata salah satu sumber, Selasa (7/1/2025).

    Pernyataan Prancis dan langkah Jerman ini muncul setelah Amerika Serikat (AS) pada Senin lalu mengeluarkan pengecualian sanksi terhadap transaksi dengan beberapa badan pemerintah Suriah untuk jangka waktu enam bulan, untuk memfasilitasi aliran bantuan kemanusiaan, mengatasi kekurangan energi, dan memungkinkan transfer pribadi.

    Pembicaraan ini muncul setelah Uni Eropa mengaitkan isu pencabutan sanksi dengan perilaku kepemimpinan baru di Suriah yang saat ini dipimpin oleh Ahmed al-Sharaa.

    Menurut mereka, kepemimpinan baru di Suriah menghormati hak asasi manusia, menjaga keberagaman dan membentuk pemerintahan inklusif yang mewakili semua sekte di negara tersebut, serta memerangi terorisme.

    Uni Eropa, Amerika Serikat, Inggris dan negara-negara lain menjatuhkan sanksi ketat terhadap Suriah setelah tindakan keras Bashar al-Assad terhadap protes pro-demokrasi pada tahun 2011 yang berubah menjadi perang saudara hingga 13 tahun.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

  • Alasan Israel Siap Perang Lawan Turki: Ankara dan Pemerintahan Baru Suriah Lebih Bahaya dari Iran – Halaman all

    Alasan Israel Siap Perang Lawan Turki: Ankara dan Pemerintahan Baru Suriah Lebih Bahaya dari Iran – Halaman all

    Komite Pemerintah Israel: Kita Harus Bersiap Perang dengan Turki yang Kian Akrab dengan Suriah

     

    TRIBUNNEWS.COM – Media Israel mengatakan, Komite Pemerintah Israel, dalam laporannya kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, merekomendasikan persiapan untuk kemungkinan perang dengan Turki.

    Seruan agar Israel bersiap ini mengingat meningkatnya ketakutan Tel Aviv terhadap aliansi Ankara dengan pemerintahan baru di Damaskus setelah jatuhnya rezim, Bashar al-Assad.

    Surat kabar Jerusalem Post melaporkan pada Selasa (7/1/2025) kalau lembaga pemerintahan itu adalah Komite Pemeriksa Anggaran Keamanan dan Pembangunan Pasukan, yang dikenal sebagai Komite Nagel.

    Ketua Komite Nagel, Jacob Nagel, memperingatkan dalam laporannya tentang bahaya aliansi Suriah-Turki, yang mungkin “menciptakan sebuah ancaman baru dan besar terhadap keamanan Israel,”.

    Dalam penilaian lembaga itu, aliansi Suriah-Turki pasca-Assad potensial berkembang menjadi sesuatu yang “lebih serius daripada ancaman Iran,” menurut komite tersebut.

    Surat kabar tersebut melaporkan, “Komite menyatakan dalam laporannya bahwa Israel harus bersiap menghadapi konfrontasi langsung dengan Türki.”

    Sebuah bom dari serangan udara Israel di Damaskus, Suriah. (anadolu)

    Israel Tuding Turki Mau Luaskan Pengaruh Ottoman

    Komite tersebut menyatakan bahwa “ambisi Turki untuk memulihkan pengaruh Ottoman dapat menyebabkan meningkatnya ketegangan dengan Israel, dan mungkin meningkat menjadi konflik,” menurut laporan surat kabar tersebut.

    The Jerusalem Post melanjutkan, “Laporan komite pemerintah menyoroti bahaya aliansi faksi Suriah dengan Türki, yang menciptakan ancaman baru dan kuat terhadap keamanan Israel.”

    Dia menambahkan, “Ancaman dari Suriah mungkin berkembang menjadi sesuatu yang lebih berbahaya daripada ancaman Iran,” menurut klaim komite tersebut.

    Surat kabar tersebut mengutip laporan komite yang “mengusulkan untuk meningkatkan anggaran pertahanan hingga 15 miliar shekel setiap tahun ($4,1 miliar) selama lima tahun ke depan.

    Anggaran besari ini  untuk memastikan bahwa Pasukan Pertahanan Israel diperlengkapi untuk menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh Turki, selain itu terhadap ancaman regional lainnya.”

    Anggota pasukan keamanan Israel berjaga di Jembatan Allenby, titik perbatasan antara Yordania dan Tepi Barat yang diduduki pada 8 September 2024. (Foto oleh Gil Cohen Magen/Xinhua)

    Langkah-langkah Persiapan Israel

    Surat kabar tersebut mencatat, “Untuk mempersiapkan kemungkinan konfrontasi dengan Turki, komite merekomendasikan langkah-langkah berikut:

    Mengenai senjata canggih: memperoleh tambahan pesawat tempur F-15, mengisi bahan bakar pesawat, drone, dan satelit untuk meningkatkan kemampuan serangan jarak jauh Israel.” “.

    “Berkenaan dengan sistem pertahanan udara, komite merekomendasikan penguatan kemampuan pertahanan udara berlapis, termasuk Iron Dome, David’s Sling, sistem Arrow, dan sistem pertahanan laser yang baru beroperasi,” katanya.

    Surat kabar itu menambahkan: “Berkenaan dengan keamanan perbatasan, laporan tersebut merekomendasikan pembangunan benteng keamanan di sepanjang Lembah Yordan.

    “Buffer zone di perbatasan ini akan mewakili perubahan besar dalam strategi pertahanan Israel meskipun ada potensi dampak diplomatik terhadap Yordania.”

    AS Ancam Sanksi Turki Jika Nekat Invasi Suriah

    Milisi Kurdi yang pergi ke Suriah dari negara lain di kawasan itu untuk mendukung Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin etnis Kurdi akan pergi jika gencatan senjata total dicapai dengan Turki, kata komandan pasukan Kurdi dilansir TN, Jumat (20/12/2024). 

    Penarikan pejuang asing merupakan salah satu tuntutan utama yang diajukan Turki dalam pergolakan di Suriah yang menghasilkan penggulingan rezim pemerintahan Bashar al-Assad tersebut.

    Ankara memandang kelompok Kurdi utama yang memimpin SDF – YPG – sebagai perpanjangan dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang ditetapkannya sebagai organisasi teroris.

    “Kami sekarang sedang mempersiapkan diri, setelah gencatan senjata total antara kami dan pasukan Turki serta faksi-faksi yang berafiliasi dengan mereka, untuk bergabung dalam tahap ini,” kata komandan SDF, Mazloum Abdi kepada Reuters pada Kamis (19/12/2024).

    “Karena ada perkembangan baru di Suriah, sudah saatnya para pejuang (milisi etnis Kurdi) yang membantu kita dalam perang ini untuk kembali ke daerah asal mereka dengan kepala tegak,” tambahnya.

    Abdi mengatakan bahwa meskipun para pejuang PKK telah datang ke Suriah, SDF tidak memiliki hubungan organisasi apa pun dengan kelompok tersebut.

    Ia memuji mereka karena telah membantu pasukannya memerangi ISIS selama dekade terakhir.

    Pernyataannya menandai pertama kalinya ia mengakui kalau para pejuang milisi Kurdi non-Suriah mendukung pasukannya selama perang di Suriah.

    SDF memainkan peran penting dalam koalisi pimpinan Amerika Serikat (AS) melawan kelompok ISIS. 

    Washington juga menganggap PKK sebagai kelompok teroris tetapi tetap mendukung pasukan Kurdi Suriah (SDF).

    Awal minggu ini, AS dan SDF mengatakan gencatan senjata yang rapuh di Manbij antara pasukan Kurdi dan faksi-faksi yang didukung Turki telah diperpanjang.

    Namun, seorang pejabat Kementerian Pertahanan Turki membantah bahwa gencatan senjata sedang berlangsung.

    Pertempuran pecah awal bulan ini saat pasukan pemberontak maju ke Damaskus terus berlanjut antara kedua belah pihak di beberapa bagian Suriah timur laut.

    Tentara Turki dan pejuang Suriah yang didukung Turki berkumpul di pinggiran utara kota Manbij di Suriah dekat perbatasan Turki pada Oktober. (Zein Al Rifai / AFP – File Getty Images)

    AS Ancam Sanksi Turki Kalau Sentuh Kurdi dengan Menginvasi Suriah

    Terkait manuver Turki di Suriah dengan alasan membasmi PKK-YPG, politisi senior AS khawatir kalau invasi Turki ke wilayah timur laut Suriah sudah dekat.

    Atas hal itu, dia mengindikasikan AS siap menjatuhkan sanksi pada Turki, meski negara itu adalah sekutu NATO Washington.

    Senator Republik John Kennedy memperingatkan kalau ia khawatir Turki akan menginvasi Suriah saat negara itu berupaya membangun kembali setelah pasukan oposisi menyingkirkan rezim Bashar Al Assad setelah 13 tahun perang.

    Kennedy menyampaikan pidato di gedung Senat minggu ini yang menyatakan pesan kepada Ankara: “Biarkan Kurdi sendiri… jangan lakukan itu.”

    Washington telah mempertahankan kehadiran pasukan yang relatif terbatas di Suriah.

    Pada Kamis, lewat pengumuman Pentagon, AS mengungkapkan sendiri peran besar mereka dalam cawe-cawe penggulingan Assad.

    Pentagon menyatakan telah menggandakan kehadiran pasukan mereka dari sekitar 900 menjadi 2.000 tentara, dalam kemitraan dengan Pasukan Demokratik Suriah untuk misi memberantas ISIS.

    Adapun Turki menuduh pasukan SDF yang dipimpin Kurdi sebagai teroris.

    Turki memandang, Unit Perlindungan Rakyat Kurdi Suriah (YPG), yang mendominasi SDF, sebagai cabang dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang dilarang hukum mereka.

    “Jika Anda menyerang Suriah dan menyentuh sehelai rambut pun di kepala suku Kurdi, saya akan meminta Kongres Amerika Serikat untuk melakukan sesuatu,” lanjut Kennedy.

    “Dan sanksi kami tidak akan membantu perekonomian Turki. Saya tidak ingin melakukan itu.”

    Senator terkemuka dari dua partai di AS – Chris Van Hollen dari Partai Demokrat dan Lindsey Graham dari Partai Republik  – pekan ini mengancam sanksi terhadap Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan jika pasukan yang didukung Ankara tidak mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan Kurdi di timur laut Suriah.

    Para senator menuduh Turki menolak “untuk memperpanjang gencatan senjata, termasuk tawaran zona demiliterisasi di sepanjang perbatasan, khususnya kota Kobani”.

    “Meskipun Turki memiliki sejumlah masalah keamanan yang sah yang dapat diatasi, perkembangan ini merusak keamanan regional dan Amerika Serikat tidak dapat tinggal diam,” tulis Van Hollen dan Graham dalam sebuah pernyataan.

    Pihak AS mengklaim, berkepentingan mendukung SDF demi terus memerangi kelompok ISIS yang menjadi musuh Washington.

    “Setelah jatuhnya rezim Assad, pasukan yang didukung Turki telah meningkatkan serangan terhadap mitra Suriah-Kurdi kami, yang sekali lagi mengancam misi penting untuk mencegah kebangkitan ISIS,” tulis pernyataan senator AS tersebut.

    Militer Turki memerangi kelompok Parti Karkerani Kurdistan (PKK) alias Partai Pekerja Kurdistan. (AFP)

    Peluang dan Tantangan Bagi Turki, Damai atau Terus Perangi Kurdi?

    Sanksi AS dapat memiliki implikasi nyata bagi Ankara, kata Yerevan Saeed, direktur Inisiatif Kurdi Global untuk Perdamaian di Universitas Amerika di Washington.

    “Ekonomi Turki tidak berjalan dengan baik. Inflasi sangat, sangat tinggi. Lira terus menurun. Jadi harapan para senator, orang-orang di Washington DC, para pembuat kebijakan, adalah bahwa sanksi ini akan menghalangi Presiden Erdogan untuk menginvasi Rojava ,” katanya kepada The National.

    “Apakah hal itu akan menghentikan Turki atau tidak, masih belum diketahui secara pasti.”

    Saeed mengatakan, “Kurdi sangat, sangat khawatir, tidak hanya dari tingkat kepemimpinan, tetapi juga rakyat dan publik” tentang masuknya Turki ke Suriah.

    Namun, beberapa pihak meragukan apakah aksi militer Turki merupakan ancaman yang akan segera terjadi.

    Mouaz Moustafa, direktur eksekutif Satuan Tugas Darurat Suriah yang berpusat di Washington, baru-baru ini kembali dari Damaskus tempat ia mencari tahanan Amerika Austin Tice.

    “Orang-orang mungkin membesar-besarkan masalah dengan menyerukan sanksi kepada sekutu NATO sementara kita belum melihat adanya operasi militer besar oleh Turki di Suriah timur laut,” katanya.

    Minggu ini, Turki menunjuk kuasa usaha sementara untuk menjalankan kedutaannya di Damaskus , setelah kepala intelijen Ankara Ibrahim Kalin mengunjungi ibu kota Suriah.

    Moustafa mengatakan pertunjukan keterlibatan seperti itu akan sangat penting dalam membangun stabilitas di Suriah, termasuk di timur laut.

    “Saya pikir semuanya kembali kepada pemerintahan baru Damaskus. Apakah mereka akan mampu membuat semacam kesepakatan dengan SDF, YPG [Unit Pertahanan Rakyat Kurdi], elemen PKK [Partai Pekerja Kurdistan], dan memastikan keamanan dan stabilitas Suriah timur laut, bersama dengan seluruh negara dan memastikan tidak ada kejahatan terhadap Kurdi atau bagian lain dari mosaik Suriah,” katanya kepada The National.

    Namun, Saeed mengatakan kalau pasukan Turki tidak berada di perbatasan “untuk berpiknik”.

    Namun, ia juga menekankan: “Turki memiliki peluang yang sangat bersejarah untuk berdamai dengan Kurdi di Suriah, dengan cara yang sama … Presiden Erdogan mampu mengubah kebijakan Turki terhadap Kurdi di Irak. Ini akan menjadi situasi yang saling menguntungkan bagi semua pihak. Akan ada banyak peluang bagi perusahaan-perusahaan Turki untuk datang dan berinvestasi di Rojava, alih-alih membuat ancaman militer ini, yang akan menimbulkan ketidakstabilan.”

    Faktor Trump

    Pemerintahan baru di Washington dapat semakin memperumit sikap AS terhadap Suriah dan Turki.

    Presiden terpilih Donald Trump , yang akan mulai berkuasa bulan depan dan telah menunjukkan pendekatan yang lebih tidak ikut campur terhadap Suriah, menyebut penggulingan Al Assad sebagai “pengambilalihan kekuasaan secara tidak bersahabat” yang diatur oleh Turki.

    “Saya pikir Turki sangat cerdas… Turki melakukan pengambilalihan yang tidak bersahabat, tanpa banyak nyawa yang hilang. Saya dapat mengatakan bahwa Assad adalah seorang tukang jagal, apa yang dia lakukan terhadap anak-anak,” tambah presiden terpilih  AS dari partai Republik itu.

    Trump mengindikasikan, ragu untuk terus mempertahankan kehadiran kecil pasukan Washington di Suriah, dan mencoba menarik diri sepenuhnya selama masa jabatan presiden pertamanya.

    Saeed mengatakan kalau tindakan seperti itu tidaklah bijaksana.

    “Nilai yang diperoleh AS dan negara-negara Barat sungguh tinggi dan besar, karena pasukan AS ada di sana untuk melakukan intelijen dan juga memberikan dukungan bagi para pejuang Kurdi… Jika AS menarik diri, tentu saja, itu akan membuka jalan bagi ISIS untuk kembali.”

    Analisis lain menyerukan pemikiran ulang mengenai misi anti-ISIS Washington setelah jatuhnya rezim Assad, termasuk mantan duta besar AS untuk Damaskus, Robert Ford.

    “Pasukan yang dipimpin YPG telah gagal mengalahkan kekuatan ISIS yang bertahan lama. Setelah enam tahun, saatnya bagi Amerika untuk memikirkan kembali strateginya,” tulis Ford dalam sebuah posting di X sebagai tanggapan atas ancaman sanksi para senator.

    Reuters mengutip pernyataan Menteri Pertahanan Turki, Yasar Guler yang mengatakan bahwa “dalam periode baru, organisasi teroris PKK/YPG di Suriah cepat atau lambat akan dilenyapkan”.

    Pasukan ISIS berpawai di Raqqa, Suriah. (AFP)

    Turki Tak Lihat Tanda Kebangkitan ISIS

    Bertentangan dengan penilaian Washington, Guler mengatakan Turki tidak melihat tanda-tanda kebangkitan ISIS di Suriah.

    Bagi Moustafa, keterlibatan internasional dengan pemerintahan baru pada akhirnya akan menjadi penting bagi Suriah dan bagi kepentingan regional AS di sana.

    “Suriah tidak akan menjadi negara demokrasi dalam waktu semalam. Namun, Suriah sekarang adalah negara Arab yang paling dekat dengan demokrasi dibandingkan negara Arab lainnya. Itu fakta, dan janji-janji pemerintah serta tindakan mereka sungguh meyakinkan,” katanya.

    “Pemerintahan baru di Damaskus layak mendapatkan dukungan masyarakat internasional untuk membantu mereka dalam perjalanan menuju republik yang demokratis, bukan hanya terus mendengar kekhawatiran dan menyebut semua warga Suriah sebagai teroris padahal mereka sendiri telah membebaskan negara mereka dari para teroris.”

    Pada hari Kamis, para petinggi Demokrat di komite urusan luar negeri Senat dan DPR memperkenalkan sebuah resolusi yang “menekankan pentingnya melindungi kelompok minoritas agama dan etnis, termasuk Kurdi Suriah, Yazidi, dan Chaldea” di Suriah, dan meminta Departemen Luar Negeri AS untuk meningkatkan bantuan kemanusiaan.

    Resolusi tersebut mencatat kalau “pasukan oposisi Suriah telah berulang kali mengisyaratkan niat mereka untuk menghormati hak dan martabat kaum minoritas agama dan etnis di Suriah, tetapi ada beberapa insiden di mana anggota kaum minoritas tersebut melarikan diri dari rumah mereka, sementara ada kekerasan dan pengusiran yang terdokumentasikan terhadap komunitas Kurdi oleh unsur-unsur Tentara Nasional Suriah”.

     

     

    (oln/khbrn/thentnl*)
     

  • Qatar Airways Mendarat di Bandara Damaskus, Penerbangan Pertama Pasca-Jatuhnya Assad – Halaman all

    Qatar Airways Mendarat di Bandara Damaskus, Penerbangan Pertama Pasca-Jatuhnya Assad – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM –  Penerbangan internasional pertama sejak jatuhnya mantan Presiden Suriah, Bashar al-Assad, mendarat di Bandara Internasional Damaskus.  

    Penerbangan tersebut, dilakukan oleh Qatar Airways pada Selasa (7/1/2025), The Times of Israel melaporkan.

    Kerabat serta teman-teman penumpang menyambut kedatangan mereka di terminal bandara.

    Penerbangan ini membawa warga Suriah yang kembali ke tanah air setelah bertahun-tahun tinggal di luar negeri.  

    Ashad al-Suleibi, Kepala Otoritas Transportasi Udara Suriah, menyebutkan bahwa Qatar turut membantu memperbaiki bandara yang telah rusak akibat perang dan serangan udara Israel.

    Banyak penumpang adalah warga Suriah yang kembali setelah lebih dari sepuluh tahun.

    Salah satunya adalah Osama Musalama.

    Musalama kembali untuk pertama kalinya sejak perang saudara dimulai pada 2011.  

    Pria tersebut, mengungkapkan bahwa ia sempat kehilangan harapan untuk kembali ke Suriah.

    Namun, kini ia merasa bersyukur karena negara ini sudah kembali ke tangan rakyatnya.

    Royal Jordanian Airlines Lakukan Uji Coba

    Selain itu, pesawat dari maskapai Royal Jordanian Airlines juga terbang menuju Damaskus untuk melakukan penerbangan uji coba.  

    Kepala Komisi Regulasi Penerbangan Sipil Yordania, Haitham Misto, ikut dalam penerbangan tersebut.

    Misto terbang sambil mengevaluasi kondisi bandara Damaskus, Al Jazeera melaporkan.

    Sejak jatuhnya al-Assad sebulan lalu, banyak negara, baik dari dunia Arab maupun Barat, mulai membuka kembali hubungan diplomatik dengan pemerintahan Suriah yang baru.

    Sebagaimana diketahui, Suriah saat ini dipimpin oleh Ahmed al-Sharaa dari Hayat Tahrir al-Sham (HTS).

    Hubungan Suriah dengan Negara Tetangga

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Suriah yang baru, Asaad al-Shibani, baru-baru ini mengunjungi Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab (UEA).

    Negara-negara Teluk ini diharapkan menjadi kunci dalam membantu pembangunan kembali Suriah setelah perang saudara yang panjang.  

    Al-Shibani juga mengunjungi Yordania untuk membahas kerjasama di berbagai sektor, seperti perdagangan, energi, dan keamanan.

    Dalam beberapa tahun terakhir, Yordania menjadi jalur penyelundupan amfetamin Captagon yang diproduksi di Suriah.  

    Namun, pemerintah Suriah yang baru sudah mengambil langkah tegas untuk menanggulangi perdagangan narkoba.

    Pemerintahan yang baru menutup pabrik-pabrik produksi Captagon di beberapa lokasi, termasuk di Damaskus.

    Al-Shibani menyatakan, situasi baru di Suriah telah mengakhiri ancaman yang sebelumnya mengganggu keamanan Yordania terkait perdagangan narkoba dan Captagon.  

    Ia juga menegaskan, masalah tersebut tidak akan terulang lagi.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Serang Lebih Dulu Kapal Induk AS, Houthi Mengaku Sukses Gagalkan Serangan Besar ke Yaman – Halaman all

    Serang Lebih Dulu Kapal Induk AS, Houthi Mengaku Sukses Gagalkan Serangan Besar ke Yaman – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kelompok Houthi di Yaman mengaku menyerang kapal induk Amerika Serikat (AS) USS Harry S. Truman.

    Juru bicara Houthi, Brigjen Yahya Saree, dalam pernyataannya pada hari Senin, (6/1/2025), menyebut serangan itu dilakukan dengan dua rudal penjelajah dan empat pesawat nirawak atau drone.

    Menurut Saree, serangan itu dilakukan di Laut Merah utara ketika militer AS sedang bersiap melancarkan serangan ke Yaman.

    Di samping itu, dia mengatakan pihaknya juga menjalankan tiga operasi militer pada hari yang sama. Targetnya adalah area di sekitar Tel Aviv dan Ashkelon. Dia mengklaim semua serangan itu sukses.

    Saree berujar operasi militer terhadap kapal AS itu berhasil mencegah serangan udara besar-besaran AS ke Yaman.

    “Kami akan melanjutkan operasi kami demi mendukung perjuangan Palestina, dan operasi ini tidak akan berhenti hingga agresi di Gaza berhenti dan pengepungan dihentikan,” ujar Saree dikutip dari News CN.

    Militer AS maupun Pasukan Pertahanan Israel (IDF) belum buka suara mengenai serangan Houthi.

    Adapun pernyataan Houthi itu keluar bersamaan dengan datangnya Utusan Khusus PBB untuk Yaman, Hans Grundberg, di Ibu Kota Sanaa yang dikontrol Houthi.

    Kedatangan Grundberg itu adalah yang pertama kalinya sejak lebih dari 1,5 tahun lalu. Dia berusaha mendorong proses perdamaian yang mandek.

    Maritime Executive melaporkan serangan Houthi beberapa minggu belakangan diarahkan ke Israel. Sehubungan dengan ini, Israel telah memperingatkan bahwa serangannya ke Yaman akan ditingkatkan.

    Houthi pada akhir tahun kemarin juga mengklaim telah menyerang USS Truman. Di samping itu, Houthi mengaku kembali menjatuhkan dua drone MQ-Reaper milik AS.

    Truman sudah berada di kawasan Laut Merah selama lebih dari tiga minggu. Satuan tempur itu diberangkatkan tanggal 23 September 2024 dari Pangkalan Angkatan Laut Norfolk.

    Komando Pusat AS (CENTCOM) menyebut Truman tiba kawasan itu tanggal 14 Desember. AS turut membawa dua kapal penjelajah kelas Arleigh, yakni USS Stout dan USS Jason Dunham.

    CENTCOM memilih tidak mengomentari serangan Houthi. Komando itu hanya berujar bahwa pasukan AS memfokuskan ISIS di Irak dan Suriah.

    Menurut laporan CENTCOM, AS dan pasukan koalisi melancarkan beberapa serangan terhadap ISIS antara tanggal 30 Desember hingga 6 Januari 2025.

    Kapal AS disebut terpaksa mundur

    Dalam serangan tanggal akhir tahun lalu, Houthi mengklaim berhasil membuat Truman di Laut Merah mundur ke arah utara, menuju ke Terusan Suez di Mesir.

    Menurut media Yaman yang terafilisasi dengan Houthi menyebut citra satelit menunjukkan kapal itu menjauhi perairan Yaman.

    Houthi juga mengaku berhasil mencegah serangan AS-Inggris ke Yaman. Menurut Houthi, pejuangnya sukses menembak jatuh jet tempur F-18 setelah menyerang Truman.

    Di sisi lain, CENTCOM menyebut jet itu memang jatuh di Laut Merah, tetapi bukan karena serangan Houthi, melainkan “tembakan kawan sendiri”.

    Houthi ‘The Last Man Standing’

    Seth J. Frantzman, seorang analis di Jerusalem Post, menyebut Houthi sebagai the last man standing atau pihak terakhir yang masih bertahan dalam kelompok Poros Perlawanan yang dipimpin Iran.

    Berbeda dengan Houthi, Hizbullah sebagai salah satu anggota poros itu sudah sepakat untuk melakukan gencatan senjata dengan Israel.

    “Houthi yang didukung Iran tampaknya sendirian dalam upaya menyerang Israel karena Iran dan kelompok proksi Iran lainnya telah melemah,” kata Frantzman pertengahan bulan ini.

    “Mereka belum mengalami kemunduran besar sejak memulai serangan mereka terhadap Israel dan kapal-kapal setelah serangan Hamas tanggal 7 Oktober.”

    Dia mengklaim Houthi bisa melancarkan serangan jauhnya kemudian bersembunyi di gunung-gunung sekitar Sanaa, Yaman.

    Serangan Houthi itu sampai membuat sekutu dekat Israel, AS, harus campur tangan.

    AS menjalankan Operasi Penjaga Kemakmuran pada bulan Desember 2023 guna melawan serangan Houthi terhadap kapal-kapal dagang di Laut Merah. Operasi AS itu tidak membuahkan kesuksesan besar.

    Kawah besar tercipta di Israel setelah rudal yang ditembakkan Houthi menghantam Tel Aviv, Sabtu dini hari, 21 Desember 2024. (Jack GUEZ / AFP)

    Adapun Israel menyebut serangan Houthi sebagai salah satu front dalam perang perang tujuh front.

    Serangan rudal dan drone Houthi terus berlanjut, bahkan ketika Hamas dilaporkan didera kemunduran di Gaza dan Hizbullah sepakat untuk mengadakan gencatan senjata dengan Israel.

    “Rezim mantan Presiden Suriah Bashar al-Assad telah tumbang. Milisi di Irak yang didukung Iran juga saat ini tampaknya telah berhenti menyerang Israel,” kata Frantzman.

    (Tribunnews/Febri)

  • Ancam Pasukan Kurdi, Erdogan Sebut Turki Siap Campur Tangan jika Suriah Terpecah – Halaman all

    Ancam Pasukan Kurdi, Erdogan Sebut Turki Siap Campur Tangan jika Suriah Terpecah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan menyatakan bahwa Turki siap turun tangan jika Suriah terpecah setelah jatuhnya rezim Bashar al-Assad bulan lalu.

    “Kami tidak akan menyetujui disintegrasi Suriah atau gangguan terhadap keutuhan strukturnya dengan alasan apa pun,” kata Erdoğan dalam konferensi pers, Senin (6/1/2025), mengutip POLITICO.

    “Jika kami melihat adanya risiko terkait hal ini, kami akan segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan.”

    Peringatan itu secara luas ditujukan khusus untuk Pasukan Demokratik Suriah (SDF), pasukan yang didominasi Kurdi yang didukung AS.

    Turki telah lama memandang pasukan Kurdi Suriah sebagai ancaman.

    Keamanan di wilayah utara Suriah yang didominasi suku Kurdi, diawasi oleh SDF, yang terdiri dari Unit Perlindungan Rakyat (YPG).

    Turki menggolongkan YPG sebagai organisasi teroris, mengklaim bahwa kelompok itu terkait dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK), yang telah melakukan pemberontakan di Turki sejak tahun 1980-an.

    lihat foto
    Pejuang Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang didukung AS berjaga di Lapangan Al-Naeem, di Raqqa, Suriah, Senin, 7 Februari 2022.

    “Satu-satunya nasib yang menanti mereka yang memilih teror dan kekerasan adalah dikubur bersama senjata mereka,” kata Erdoğan.

    “Saya katakan ini secara terbuka, tidak ada kekuatan yang dapat mencegah hal itu.”

    Sementara itu, Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan mengatakan pada hari Senin bahwa pemberantasan YPG di Suriah sudah dekat.

    Ia menambahkan bahwa Turki tidak akan membiarkan kelompok tersebut mempertahankan keberadaannya di Suriah.

    Turki sebelumnya telah melakukan beberapa serangan ke wilayah Suriah, menargetkan milisi Kurdi selama perang saudara yang dimulai pada tahun 2011.

    Bentrokan di Suriah antara Pasukan Pro-Turki dan Kurdi Tewaskan 101 Orang

    Lebih dari 100 pejuang tewas dalam dua hari pertempuran di Suriah utara antara kelompok yang didukung Turki dan pasukan Kurdi Suriah, kata pemantau perang pada Minggu (5/1/2025), lapor AFP News.

    Sejak Jumat (3/1/2025) malam, bentrokan di beberapa desa di sekitar kota Manbij telah menewaskan 101 orang, termasuk 85 anggota kelompok pro-Turki dan 16 anggota Pasukan Demokratik Suriah (SDF), menurut Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR).

    Dalam sebuah pernyataan, SDF mengatakan bahwa mereka berhasil menangkis semua serangan dari tentara bayaran Turki yang didukung oleh pesawat nirawak dan pesawat tempur Turki.

    SDF menguasai wilayah yang luas di timur laut Suriah dan sebagian provinsi Deir Ezzor di timur, di mana suku Kurdi mendirikan pemerintahan otonom setelah pasukan pemerintah menarik diri selama perang saudara yang dimulai pada tahun 2011.

    Kelompok yang didukung AS ini menguasai sebagian besar wilayah tersebut, termasuk Raqqa, setelah merebutnya dari kelompok ISIS.

    (Tribunnews.com)

  • Ukraina: Rusia Bersiap Pindahkan Perlengkapan Militer dari Suriah ke Libya setelah Jatuhnya Assad – Halaman all

    Ukraina: Rusia Bersiap Pindahkan Perlengkapan Militer dari Suriah ke Libya setelah Jatuhnya Assad – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kapal-kapal Rusia sedang bersiap untuk mengangkut peralatan militer dari pangkalan angkatan laut di Suriah menuju Libya, setelah jatuhnya Bashar al-Assad pada akhir tahun lalu, menurut laporan intelijen Ukraina, dikutip Business Insider.

    Intelijen Pertahanan Ukraina melaporkan melalui Telegram pada Jumat (3/1/2025) bahwa dua kapal kargo Rusia, Sparta dan Sparta II, sedang dalam perjalanan menuju pelabuhan Tartus, Suriah.

    Kapal pertama dijadwalkan tiba pada 5 Januari.

    Menurut laporan tersebut, kapal-kapal ini akan digunakan untuk mengangkut peralatan dan senjata militer Rusia ke Libya.

    Intelijen Ukraina juga menyebutkan bahwa tiga kapal lainnya—Alexander Otrakovsky, kapal pendarat besar Ivan Gren, dan kapal tanker Ivan Skobelev—diperkirakan tiba di Tartus dalam beberapa hari mendatang.

    Namun, intelijen Ukraina tidak mengungkapkan bagaimana informasi tersebut diperoleh.

    Pergerakan ini terjadi sebulan setelah jatuhnya Bashar al-Assad, penguasa lama Suriah yang dikenal sebagai sekutu dekat Rusia.

    lihat foto
    Foto satelit pada tanggal 5 Desember sebelum Assad runtuh menunjukkan Pangkalan Angkatan Laut Rusia di Tartus Suriah

    Penggulingan Assad dianggap sebagai tanda melemahnya pengaruh Rusia di kawasan tersebut.

    Bulan lalu, Ukraina melaporkan bahwa Rusia telah mengirim kapal-kapal untuk mengevakuasi senjata dan peralatan militer dari Tartus.

    Sewa Rusia atas pangkalan angkatan laut di Tartus, serta pangkalan udara di Hmeimim, memberikan kemampuan strategis bagi Rusia untuk menjalankan operasi militer di seluruh Afrika dan Mediterania.

    Namun, kini penguasaan Rusia atas pangkalan-pangkalan tersebut tidak jelas.

    Meski demikian, dalam sebuah wawancara baru-baru ini, pemimpin de facto Suriah, Ahmed al-Sharaa, menyatakan bahwa pemerintahannya tidak ingin Rusia meninggalkan Suriah dengan cara yang dapat merusak hubungan bilateral keduanya.

    Dalam unggahan Telegram-nya, intelijen Ukraina juga mengungkapkan bahwa pasukan Africa Corps — tentara bayaran Rusia yang sebelumnya beroperasi di bawah kendali Grup Wagner, yang kini telah dibubarkan — juga telah berkumpul di Tartus.

    Selain itu, laporan tersebut menambahkan bahwa seorang komandan brigade angkatan laut Rusia, Davityan Yuriy Albertovich, diduga berada di salah satu kapal tersebut.

    Libya, yang disebut-sebut sebagai tujuan peralatan Rusia, telah menjadi pusat utama aktivitas Rusia di Afrika, seperti yang diungkapkan dalam laporan Dewan Atlantik pada Juli 2024.

    “Posisi strategis Libya, yang berada di persimpangan Afrika dan Eropa, memberikan Rusia akses untuk menjalankan operasi di Sudan, Chad, Niger, dan negara-negara di wilayah Sahel serta Afrika Tengah. Hal ini memungkinkan Rusia memproyeksikan kekuatan dan pengaruhnya di seluruh kawasan tersebut,” menurut laporan tersebut.

    Di sisi lain, Ukraina mengatakan siap meningkatkan keterlibatannya dengan Suriah, yang kini secara efektif berada di bawah kendali Hayat Tahrir al-Sham (HTS).

    Pada hari Kamis (2/1/2025), Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menyatakan rencananya untuk membangun kembali hubungan diplomatik dengan Suriah setelah bertahun-tahun intervensi Rusia.

    lihat foto
    Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky

    “Kami tengah mempersiapkan pemulihan hubungan diplomatik dengan Suriah dan kerja sama dalam organisasi internasional,” kata Zelenskyy, mengutip Euronews.

    “Kami akan berkomunikasi dengan Eropa dan AS untuk memastikan dukungan sekuat mungkin,” jelasnya dalam sebuah posting di Telegram.

    “Stabilitas yang lebih baik di Timur Tengah berarti lebih banyak perdamaian dan perdagangan bagi semua mitra.”

    Zelenskyy juga mengatakan telah mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Suriah melalui program “Grain from Ukraine.”

    Program ini dibentuk pada tahun 2022 setelah invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina pada awal tahun itu.

    Sejak inisiatif tersebut diluncurkan, Ukraina telah mengirimkan lebih dari 221.000 ton produk pertanian ke berbagai negara di Afrika dan Asia.

    Menurut Zelenskyy, 500 ton tepung terigu telah dikirim ke Suriah sebagai bagian dari inisiatif kemanusiaan tersebut.

    Ia mengatakan bahwa tujuan dari program “Grain from Ukraine” adalah untuk menawarkan dukungan dan bekerja sama dengan pemerintah Suriah baru yang dipimpin HTS di Damaskus. 

    Minggu lalu, Zelenskyy mengatakan Ukraina memiliki peluang untuk berkontribusi dalam memulihkan stabilitas di Suriah setelah bertahun-tahun campur tangan Rusia.

    Ia mengatakan hal ini juga akan mendukung upaya Ukraina untuk mencapai perdamaian.

    “Ini akan menjadi langkah yang tepat untuk memulihkan hubungan diplomatik dan kerja sama ekonomi dengan Suriah,” katanya.

    “Dan saya sangat berharap Suriah pasca-al-Assad akan menghormati hukum internasional – sesuatu yang tidak dapat dan tidak ingin dilakukan oleh al-Assad.”

    Ukraina adalah produsen dan eksportir biji-bijian dan minyak sayur global.

    Ukraina telah mengatakan ingin memulihkan hubungan dengan Suriah setelah kelompok militan menggulingkan rezim al-Assad.

    Ukraina secara tradisional mengekspor barang-barang pertanian ke Timur Tengah tetapi tidak ke Suriah.

    Suriah menerima impor makanan dari Rusia pada era al-Assad.

    Rusia pun masih menjadi sekutu setia al-Assad, memberinya suaka politik setelah ia melarikan diri dari Suriah pada bulan Desember.

    (Tribunnews.com)

  • Mengenal OCCRP, Lembaga yang Memasukkan Jokowi dalam Daftar Hitam Salah Satu Tokoh Paling Korup 2024

    Mengenal OCCRP, Lembaga yang Memasukkan Jokowi dalam Daftar Hitam Salah Satu Tokoh Paling Korup 2024

    JAKARTA – Sebuah organisasi bernama Organized Crime and Corruption Reporting Project atau OCCRP mendadak jadi perbincangan masyarakat Indonesia. Organisasi nonpemerintah ini fokus pada investigasi kejahatan terorganisir dan korupsi dan baru saja merilis daftar tokoh dunia paling korup di 2024.

    Yang menjadikan OCCRP makin menyita atensi adalah Presiden Ketujuh Republik Indonesia Jokowi Widodo masuk dalam daftar hitam nominasi tokoh terkorup tahun 2024. Ada empat tokoh lain yang masuk ke dalam kategori itu, yakni Presiden Kenya William Ruto, Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu, mantan Perdana Menteri Bangladesh Hasina, dan pengusaha dari India Gautam Adani.

    Mengutip laman resminya, OCCRP didirikan oleh jurnalis investigasi Drew Sullivan dan Paul Raud pada 2007 dan memulai kerjanya di Eropa Timur dengan menggandeng beberapa mitra serta telah berkembang menjadi kekuatan utama dalam jurnalisme investigasi kolaboratif.

    OCCRP menegaskan visi mereka adalah supaya dunia menjadi lebih terinformasi dan ruang demokrasi tidak terancam oleh kejahatan dan korupsi.

    “Misi kami untuk menyebarkan dan memperkuat jurnalisme investigasi di seluruh dunia dan mengungkap kejahatan serta korupsi. Sehingga masyarakat bisa meminta pertanggung jawaban dari pihak yang berkuasa,” begitu tertulis dalam laman OCCRP.

    Joko Widodo (Jokowi) bertemu dengan wartawan di Solo, Jawa Tengah, Jumat (3/1/2024). (ANTARA/Aris Wasita/pri)

    Akun X OCCRP menyebut, setiap tahun mereka mengundang nominasi untuk penghargaan Person of the Year in Crime and Corruption. Tapi jumlah nominasi bukan suara akhir, kata OCCRP.

    “Para juri meninjau semua nominasi, tetapi keputusan akhir sepenuhnya ada di tangan mereka,” tulis akun resmi OCCRP.

    Sebanyak 702 Pejabat Dunia Mundur

    Sejak 2012 OCCRP secara rutin merilis daftar tahunan yang menyoroti individu yang dianggap memiliki peran signifikan dalam praktik korupsi dan kejahatan terorganisir di seluruh dunia. Pemilihan tokoh ini dilakukan secara terbuka untuk umum dan dapat diakses melalui media sosial OCCRP.

    Dalam laman formulir Google yang disediakan, tertera bahwa OCCRP menerima nominasi yang diajukan sejumlah kalangan, mulai dari publik, jurnalis, akademisi, pelaku bisnis hingga aparat penegak hukum. 

    Berdasarkan penilaian juri, titel Person of the Year 2024 in Organize Crime and Corruption diberikan kepada Presiden Suriah Bashar Al-Assad, yang belum lama digulingkan milisi negaranya setelah 24 berkuasa dengan tangan besi dan kebrutalannya.

    Alia Ibrahim, salah satu pendiri Daraj.com sekaligus juri, menggambarkan Assad sebagai diktator seperti ayahnya. Dia menyebut Assad dimensi kejahatan dan korupsi yang tak terbayangkan serta menghancurkan kehidupan banyak orang, bahkan di luar perbatasan negaranya sendiri. 

    Tak hanya itu, OCCRP juga meyakini bahwa nominasi-nominasi lainnya memenuhi syarat sebagai orang korup, karena para juri mempertimbangkan skala serta dampak tindakan mereka di tingkat global.

    Presiden Suriah yang digulingkan Bashar al-Asad berjabat tangan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Keduanya pernah dinobatkan sebagai tokoh Kejahatan Terorganisir dan Korup. (ANTARA/Anadolu/py)

    Sebelum ini, OCCRP menobatkan Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev sebagai Tokoh Kejahatan Terorganisir dan Korup pada 2012. “Penghargaan” serupa diberikan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin pada 2014. Kemudian pada 2017, giliran Presiden Filipina Rodrigo Duterte yang masuk daftar hitam versi OCCRP.

    Selama beroperasi, OCCRP memaksa lebih dari 702 pejabat dunia mengundurkan diri atau diskors dari jabatan. Laporan dari lembaga ini menghasilkan lebih dari 620 dakwaan, berbagai vonis hukuman, sampai lebih dari 100 aksi korporasi.

    Organisasi ini juga mendapatkan sejumlah penghargaan, seperti Penghargaan Pulitzer untuk laporan mengenai Panama Papers Series. Kemudian pada 2023, OCCRP dinominasikan untuk penghargaan Nobel Perdamaian oleh Profesor Wolfgang Wagner di Vrije Universiteit Amsterdam atas karyanya “berkontribusi pada perdamaian dengan mengungkap korupsi politik dan kejahatan terorganisir.”

    Butuh Transparansi dari Inisiator

    Kembali ke persoalan pemilihan Jokowi sebagai salah satu tokoh terkorup di 2024. Hasil ini tentu saja mengundang polemik, mulai dari kredibilitas organisasi tersebut sampai metode pemilihan tokoh yang dilakukan dengan cara voting. Riset OCCRP mengenai pemimpin yang terlibat dalam kejahatan terorganisasi dan paling korup di dunia dianggap lemah menurut pendiri Haidar Alwi Institute (HAI) R Haidar Alwi. Ia menegaskan segala bentuk tindak kejahatan tidak bisa dibuktikan dengan polling atau jajak pendapat.

    “Pembuktian kejahatan atau pelanggaran hukum adalah melalui persidangan di pengadilan. Bukan melalui polling atau jajak pendapat,” tegas Haidar Alwi.

    Menurutnya, hingga saat ini tidak ada satu pun putusan pengadilan yang memvonis Jokowi bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi. Bahkan tuduhan kejahatan terorganisasi dalam pilpres untuk memenangkan salah satu paslon juga tidak terbukti di Mahkamah Konstitusi (MK).

    Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi. (ANTARA/Handout)

    Haidar Alwi menganggap tuduhan ini merupakan kesalahan yang nyata dan dapat merusak reputasi serta nama baik Jokowi di mata masyarakat Indonesia bahkan dunia.

    Di tengah polemik soal rilis OCCRP, pengamat hukum pidana Masykur Isnan menuturkan hal terpenting adalah memastikan kredibilitas lembaga, kemampuan investigasi, dan jejaring independensi lintas benua.

    “Namun hasil rilisnya perlu mendapat perhatian bersama,” ujar Masykur Isnan.

    “Dalam konteks Jokowi, ketika lembaga internasional tertarik untuk menelaah jauh soal ini, artinya apa yang terjadi di Indonesia juga menjadi perhatian internasional. Tentunya ini lagi-lagi bukan hal biasa terlebih ada citra negatif yang muncul bagi Indonesia,” ujar dia mengimbuhkan.

    Mengenai metode polling yang dipilih dalam proses ini, dikatakan Masykur Isnan adalah hal biasa dan bebas. Terpenting, kata dia, adalah bagaimana keterbukaan atau transparansi, serta kredibiltas dan tanggung jawab dari inisiator harus hadir sejak hulu dan hilirnya.

    “Tantangan publik harus berani dijawab dengan objektif dan ilmiah mengingat ini proses yang tidak bisa hanya didasarkan pada subjektifitas atau kepentingan tertentu, harus benar-benar dijaga karena pemimpin atau mantan pemimpin negara bukan orang sembarang, ada legitimasi sejarah,” tegasnya.