Tag: Bashar al-Assad

  • Presiden Lebanon Tunjuk Hakim ICJ Nawaf Salam Jadi Perdana Menteri

    Presiden Lebanon Tunjuk Hakim ICJ Nawaf Salam Jadi Perdana Menteri

    Beirut

    Presiden Lebanon Joseph Aoun menunjuk Nawaf Salam, Hakim Ketua di Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag, sebagai Perdana Menteri (PM). Keputusan ini diambil setelah berkonsultasi dengan anggota parlemen.

    “Presiden republik meminta Hakim Nawaf Salam untuk menugaskannya membentuk pemerintahan, mengetahui bahwa ia saat ini berada di luar negeri. Telah diputuskan bahwa ia akan kembali besok,” kata Kantor Kepresidenan Lebanon, seperti dilansir AFP, Selasa (14/1/2025).

    Nawaf Salam adalah hakim internasional terkemuka yang mendapat dukungan karena tidak ikut campur dalam pertikaian politik yang telah melumpuhkan negara yang dilanda krisis tersebut dalam beberapa tahun terakhir.

    Pria berusia 71 tahun itu, yang hingga kini menjadi Hakim Ketua di Mahkamah Internasional di Den Haag, berasal dari keluarga politik terkemuka di Beirut.

    Sebelumnya, ia telah diajukan untuk membentuk kabinet di negara Mediterania yang sangat terpecah belah itu, tetapi Hizbullah yang didukung Iran telah berulang kali menolaknya. Sementara para penentang kelompok itu berharap Salam akan mampu mereformasi lembaga-lembaga negara yang telah lama berada di bawah cengkeramannya.

    Sejak saat itu, Hizbullah telah sangat dilemahkan oleh perang baru-baru ini dengan Israel dan hilangnya sekutu utamanya, Bashar al-Assad dari Suriah, yang memungkinkan Presiden Lebanon yang baru, Joseph Aoun, pada hari Senin untuk menugaskan Salam untuk membentuk pemerintahan.

    Hizbullah dan sekutunya, Amal, kembali menolak Salam. Tetapi untuk pertama kalinya, partai-partai politik lain yang sebelumnya bersekutu dengan gerakan Syiah itu telah mendukungnya.

    “Kemampuannya untuk menjaga jarak yang sama dari partai-partai yang terpecah di Lebanon, sambil mewujudkan prinsip-prinsip keadilan dan pemerintahan, menjadikannya simbol harapan untuk masa depan yang lebih bertanggung jawab dan inklusif,” katanya.

    (lir/lir)

  • Ancaman Iran ke Amerika: Jangan Pikir Kami Lemah, Semua Kepentingan AS di Timur Tengah Jadi Target – Halaman all

    Ancaman Iran ke Amerika: Jangan Pikir Kami Lemah, Semua Kepentingan AS di Timur Tengah Jadi Target – Halaman all

    Iran ke Amerika: Jangan Pikir Kami Lemah, Semua Kepentingan AS di Timur Tengah Jadi Target

    TRIBUNNEWS.COM – Hossein Salami, Panglima Garda Revolusi Iran (IRGC), memperingatkan pemerintahan baru Amerika Serikat (AS) di Washington agar tidak membuat kesalahan strategis terhadap negara itu dalam konteks geopolitik di kawasan.

    Dalam pernyataannya pada Sabtu malam di sela-sela pemeriksaannya terhadap pangkalan rudal milik Garda Revolusi, Salami mengatakan, “Hati-hati, jangan membuat kesalahan strategis atau salah perhitungan,” tanpa menyebut langsung Presiden terpilih AS, Donald Trump.

    Salami menambahkan, “Musuh harus menyadari bahwa kemauan politik Republik Iran dalam menghadapi hegemoni, ambisi dan ancaman musuh-musuhnya adalah kemauan tegas yang tidak dirusak oleh kesenjangan apapun, dan para pemimpin serta pejuang kita akan menghadapinya,” menurut apa yang dilaporkan oleh Kantor Berita Iran (IRNA).

    Dia merespons ancaman AS -sekutu abadi Israel- dalam apa yang dia sebut sebagai “musuh Republik Iran” dengan mengatakan, 

    “Pertimbangkan kembali perhitungan Anda dan jangan membuat kesalahan, dan berhati-hatilah. Kami adalah pekerja, dan kami akan mengambil langkah-langkah pada waktu yang tepat dan tepat waktu. sejauh yang diperlukan tanpa mengabaikan apa pun.”

    Panglima Garda Revolusi Iran menambahkan, “Kami memantau pergerakan Anda, dan kami menunggu dengan segala kesiapan dan kesiapan. Kami telah mengarahkan para pemimpin militer kami untuk bersiap dan menunggu saat ketika masalah tersebut terungkap. kehebatan kekuatan ini, terima kasih kepada Tuhan, seperti yang telah kami lakukan sebelumnya.”

    Dia melanjutkan, Iran memiliki kemampuan militer yang sangat maju di tengah anggapan kalau negara itu lemah.

    Hossein Salami (tehrantimes.com)

    “Mungkin musuh percaya bahwa Iran telah melemah, namun kami memiliki kemampuan militer yang maju dan siap untuk pertempuran besar dan panjang melawan musuh dan sekutunya di kawasan,” kata dia menurut apa yang dilaporkan Kantor Berita ISNA”.

    Dia juga mengatakan, “Rudal-rudal Angkatan Bersenjata Iran setiap hari mengimbangi kemajuan teknis dalam kuantitas dan kualitas, serta dalam hal desain dan kinerja.”

    Dia menambahkan, “Musuh mungkin mengklaim bahwa kapasitas produksi kami telah berhenti, namun dia harus tahu bahwa tren peningkatan kemampuan rudal kami adalah yang paling maju, dan rudal kami berkembang setiap hari dalam hal kinerja dan desain,”.

    Dia  menekankan kalau “Rakyat Iran dapat menghadapi musuh-musuh mereka dengan segala kemampuan dan ketegasan.”

    Salami membuat pernyataan serupa pada hari Jumat, di mana ia mengatakan bahwa kemampuan pertahanan dan pencegahan negaranya tidak terpengaruh oleh kejadian baru-baru ini di wilayah tersebut, merujuk pada jatuhnya kekuasaan Bashar al-Assad yang menjadi proksi mereka di Suriah.

    Dia menekankan bahwa Iran masih memiliki kekuatan yang cukup untuk menghadapi ancaman apa pun.

    Pangkalan militer Amerika Serikat Al-Tanf di Suriah. (npasyria)

    Semua Kepentingan AS Jadi Sasaran Iran

    Senada Panglima Angkatan Darat Iran, Brigadir Jenderal Kiumars Heidari juga melontarkan ancaman keras terhadap AS.

    “Semua kepentingan Amerika di kawasan ini menjadi sasaran kami,” kata komandan senior militer Iran itu memperingatkan pada Sabtu (11/1/2025).

    “Musuh telah melancarkan perang hibrida terhadap Iran, dan kita harus selalu siap menghadapi musuh,” katanya.

    “Tujuan perang psikologis dan hibrida musuh adalah menguasai opini dan mengarahkan pikiran ke arah kepentingan yang tidak sah; Oleh karena itu, mengelola dan menangani pendekatan musuh ini harus menjadi agenda,” tegasnya.

    Ia lebih lanjut menyebutkan bahwa semua tank, helikopter, dan drone milik Angkatan Darat Iran di kawasan tersebut berada dalam kesiapan tempur penuh.

    “Semua kepentingan Amerika di kawasan ini menjadi fokus kami dan kami memiliki kemampuan operasional.”

    Pangkalan Rudal Bawah Tanah

    Sebelumnya, Televisi pemerintah Iran menyiarkan rekaman komandan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) yang sedang meninjau pangkalan rudal bawah tanah rahasia pada hari Jumat (10/1/2025).

    Pangkalan rudal yang terletak di lokasi rahasia di pegunungan itu dilaporkan menyimpan puluhan jenis rudal yang berbeda, dikutip dari Al Mayadeen.

    Menurut laporan, pangkalan ini memainkan peran penting dalam serangan langsung kedua Iran terhadap Israel pada Oktober lalu atas pelanggaran yang dilakukan Israel.

    Saat itu, Israel telah membunuh sejumlah pemimpin militan yang berpihak pada Teheran dan seorang jenderal di Garda revolusi Iran, dikutip dari Al-Arabiya.

    Komandan Garda Revolusi Hossein Salami terlihat memeriksa fasilitas tersebut.

    Salami menegaskan kesiapan Iran untuk menghadapi ancaman regional. 

    Peristiwa ini terjadi beberapa hari sebelum pelantikan Presiden terpilih AS Donald Trump, yang selama masa jabatan pertamanya dikenal dengan kebijakan keras terhadap Iran, termasuk pembunuhan Jenderal Qasem Soleimani dan penerapan kembali sanksi ekonomi.

    Kunjungan ini dilakukan hanya beberapa jam setelah pawai besar paramiliter Basij berlangsung di Teheran.

    Parade Pangkalan Militer

    Pada hari yang sama, ribuan relawan paramiliter Basij yang terafiliasi dengan Garda Revolusi berparade di jalan-jalan Teheran. 

    Parade tersebut menampilkan kendaraan berat bersenjata, peluncur roket, unit artileri, hingga pasukan komando angkatan laut. 

    Pejuang Basij dengan perlengkapan tempur lengkap juga terlihat membawa peluncur roket.

    Sementara sejumlah wanita bersenjata ikut bergabung dalam aksi tersebut.

    Beberapa peserta parade bahkan menyeret peti mati yang dihiasi bendera Israel.

    Bendera Hizbullah juga tampak berkibar di antara spanduk Iran dan Palestina.

    Demonstrasi ini bertujuan menunjukkan kesiapan Iran menghadapi ancaman dari musuh-musuhnya.

    Pidato Komandan Senior IRGC

    Dalam kesempatan tersebut, salah satu komandan senior Garda Revolusi, Jenderal Mohammadreza Naghdi menyampaikan pidato.

    Pidato tersebut mengecam keras Amerika Serikat dan Israel.

    Ia mengatakan AS sebagai pihak yang bertanggung jawab atas berbagai krisis di dunia Muslim.

    “Amerika Serikat berada di balik semua kemalangan di dunia Muslim,” ujar Naghdi.

    Kemudian ia menegaskan prioritas utama Iran saat ini adalah menghancurkan rezim Zionis dan mengusir pangkalan militer AS dari wilayah Iran.

    “Jika kita mampu menghancurkan rezim Zionis dan menarik pangkalan Amerika di kawasan tersebut, salah satu masalah besar kita akan terselesaikan,” katanya.

    Senada dengan Naghdi, komandan Garda Revolusi Teheran, Jenderal Hassan Hassanzadeh, mengungkapkan dukungan penuh Iran terhadap perjuangan Palestina. 

    “Kami bertujuan untuk mendukung masyarakat Gaza dan Palestina. Basij siap menghadapi semua ancaman dari musuh-musuh revolusi Islam,” tegas Hassanzadeh.

    Sejak Revolusi Islam 1979, dukungan terhadap perjuangan Palestina telah menjadi landasan kebijakan luar negeri Iran. 

    Pernyataan Hassanzadeh memperkuat komitmen Iran dalam menghadapi ancaman dari rezim Zionis dan pengaruh Amerika Serikat di kawasan.

     

    (oln/khbrn/MNA/IRNA/*)

     

  • 4 Orang Terkait ISIS Ditangkap dalam Upaya Pemboman di Suriah – Halaman all

    4 Orang Terkait ISIS Ditangkap dalam Upaya Pemboman di Suriah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kementerian Dalam Negeri Suriah mengumumkan bahwa intelijen dan pasukan keamanan Suriah telah berhasil menggagalkan rencana kelompok Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) untuk meledakkan bahan peledak di dalam Makam Sayyida Zainab, yang terletak di pinggiran kota Damaskus.

    Direktorat Intelijen bersama dengan Departemen Keamanan Publik melakukan operasi di daerah tersebut dan berhasil menangkap empat orang yang terlibat dalam rencana pengeboman ini.

    Sumber dari kantor berita Suriah, SANA, melaporkan bahwa penangkapan dilakukan setelah pasukan keamanan menyerbu lokasi persembunyian para pelaku di pedesaan Damaskus.

    “Operasi ini merupakan langkah penting dalam mencegah serangan yang menyasar warga Suriah,” ungkap sumber tersebut.

    Barang Bukti yang Ditemukan

    Dalam penangkapan tersebut, pihak berwenang menemukan sejumlah barang bukti yang mencakup alat peledak, granat tangan, dan dokumen identitas yang menunjukkan keterkaitan para pelaku dengan Lebanon.

    Foto-foto yang dirilis menunjukkan para tersangka dengan mata tertutup dan tangan terikat, dikelilingi oleh peralatan militer.

    Ancaman Terhadap Makam Sayyida Zainab

    Makam Sayyida Zainab, yang merupakan situs suci bagi komunitas Syiah, telah menjadi sasaran serangan sebelumnya, termasuk serangan dari Israel.

    Sejak 2012, daerah ini dikenal sebagai benteng bagi anggota Hizbullah dan kelompok yang didukung Iran.

    Namun, saat ini, wilayah tersebut tidak lagi dikuasai oleh Hizbullah, melainkan oleh militan lokal.

    ISIS telah mengeklaim bertanggung jawab atas beberapa serangan di wilayah tersebut, termasuk pengeboman yang terjadi pada 27 Juli 2023 yang menargetkan pengunjung Syiah.

    Suriah kini berada dalam fase transisi pemerintahan setelah aliansi bersenjata Hayat Tahrir al-Sham (HTS) yang dipimpin oleh Ahmed al-Sharaa, berhasil menggulingkan presiden Bashar al-Assad pada 8 Desember 2024.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Suriah Gagalkan Upaya ISIS untuk Ngebom Makam Sayyida Zainab, 4 Orang Ditangkap – Halaman all

    Suriah Gagalkan Upaya ISIS untuk Ngebom Makam Sayyida Zainab, 4 Orang Ditangkap – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kementerian Dalam Negeri Suriah mengatakan intelijen dan pasukan keamanan Suriah berhasil menggagalkan rencana kelompok Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) untuk meledakkan bahan peledak di dalam Makam Sayyida Zainab di Damaskus.

    “Direktorat Intelijen, bekerja sama dengan Departemen Keamanan Publik di pinggiran kota Damaskus, berhasil mencegah upaya ISIS untuk melakukan pemboman di Makam Sayyida Zainab,” lapor kantor berita Suriah, SANA, mengutip sumber yang mengetahui masalah tersebut, Sabtu (11/1/2025).

    Pasukan Keamanan Publik kemudian menyerbu sebuah lokasi di mana mereka membarikade diri mereka di pedesaan Damaskus.

    “Operasi tersebut berhasil menangkap sejumlah orang yang terlibat dalam rencana kriminal besar yang menyasar warga Suriah,” lanjutnya.

    Orang-orang yang terlibat dalam upaya tersebut ditangkap, dan juga mempublikasikan foto-foto terdakwa.

    Salah satu gambar menunjukkan empat orang dengan mata tertutup dan tangan terikat di belakang di dalam sebuah ruangan, dengan peralatan dan perlengkapan militer di depan mereka.

    Pada foto lainnya, tampak setidaknya ada tiga dokumen identitas: kartu identitas Lebanon, dokumen catatan sipil Lebanon, dan kartu pengungsi yang berada di Lebanon.

    Di dekatnya terdapat tiga alat peledak, selain granat tangan, telepon seluler, dan sejumlah uang dalam dolar, pound Lebanon dan Suriah, yang dimiliki oleh para tahanan, menurut laporan Kementerian Dalam Negeri Suriah.

    Makam Sayyida Zainab

    Daerah Sayyida Zainab telah berulang kali menjadi sasaran serangan dan penggerebekan Israel dalam beberapa waktu terakhir, terutama setelah intensifikasi perang antara Israel dan Hizbullah.

    Daerah yang terletak di selatan Damaskus itu diklaim menjadi benteng bagi anggota Hizbullah dan kelompok lain yang didukung Iran sejak 2012, yang mengatakan mereka memasukinya untuk mempertahankan tempat suci ini setelah dimulainya pemberontakan melawan presiden Bashar al-Assad.

    Sayyida Zainab sekarang tidak lagi dihuni oleh anggota Hizbullah dan faksi lain yang setia kepada Iran, dan militan lokal telah menggantikan mereka.

    ISIS telah berulang kali mengaku bertanggung jawab atas pemboman di wilayah tersebut, termasuk bom sepeda motor terhadap pertemuan pengunjung Syiah di wilayah tersebut pada 27 Juli 2023.

    Saat ini Suriah berada pada fase transisi pemerintah setelah aliansi bersenjata Hayat Tahrir al-Sham (HTS) yang dipimpin Ahmed al-Sharaa (Abu Mohammed al-Julani) berhasil menggulingkan presiden Bashar al-Assad pada 8 Desember 2024.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

  • 2025 Bisa Jadi Tahun Petaka: di mana-mana Panas-Siaga Perang

    2025 Bisa Jadi Tahun Petaka: di mana-mana Panas-Siaga Perang

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – International Crisis Group atau ICG merilis daftar 10 potensi konflik yang harus diantisipasi masyarakat dunia. Berbagai konflik ini merupakan perpanjangan masalah dari konflik yang sudah panas pada tahun-tahun sebelum 2025.

    Konflik ini akan terjadi di berbagai belahan dunia, mulai dari kawasan Amerika, Timur Tengah, Asia Timur, hingga lintas kawasan. Bahkan, potensi konflik bisa makin buruk setelah makin rusaknya norma-norma perdamaian secara global.

    “Jika Israel mencaplok Tepi Barat dengan restu AS, atau Washington secara sepihak mengebom kartel Meksiko, norma-norma yang sudah melemah berisiko semakin hancur. Pihak yang berperang akan lebih sedikit memperhatikan penderitaan sipil,” tuis ICG dalam artikel berjudul 10 Conflicts to Watch in 2025, dikutip Sabtu (11/1/2025).

    Adapun 10 konflik yang perlu diwaspadai sepanjang 2025 menurut ICG sebagai berikut:

    1. Suriah

    Setelah jatuhnya rezim diktator Bashar al-Assad pada akhir tahun lalu, Suriah tampak mulai bangkit meredam perang internal di dalam negerinya sendiri. Namun, ICG menganggap, banyak risiko konflik kembali meletus di negara itu pada 2025.

    Kelompok milisi Hayat Tahrir al-Sham (HTS), mantan afiliasi al-Qaeda memang telah berhasil mengalahkan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) setelah menyerang pemerintahan Bashar pada 27 November. Pemerintahan Assad pun jatuh dalam waktu kurang dari dua minggu setelah menguasai negara itu selama 54 tahun secara turun menurun.

    Menurut ICG, kekalahan tentara Suriah sebagian disebabkan oleh persiapan matang kekuatan HTS dan sebagian lagi karena pembusukan rezim itu sendiri. Assad, mengandalkan dukungan dari Hizbullah, Iran dan Rusia, mengabaikan pasukannya sendiri, mengandalkan wajib militer, cadangan bergaji rendah, dan milisi predator.

    Melihat kelemahannya, pendukung eksternal Assad berdiri saat pemberontak maju. Sebagian besar unit Hizbullah yang telah membela rezim itu, bagaimanapun, telah kembali ke Lebanon untuk memerangi Israel, di mana mereka menderita kerugian besar.

    Iran, yang tengah sibuk menghadapi Israel, tidak bisa membantu Assad. Rusia, yang kekuatan udaranya telah mengubah gelombang perang hampir satu dekade lalu, terjebak di Ukraina.

    Ketika pertahanan rezim runtuh, Moskow dan Teheran tampaknya telah menerima jaminan HTS bahwa Iran dapat dengan aman menarik aset-asetnya keluar secara aman, dan Rusia menarik kembali pasukannya ke pelabuhan Mediterania di Tartus atau pangkalan udara di Latakia.

    HTS dipimpin oleh Ahmed al-Sharaa menurut ICG sejauh ini hanya mengamankan kota-kota besar di Suriah, namun untuk di kawasan pedesaan tengah dan barat memiliki risiko konflik yang kacau ke depan. Sebab, pasukan HTS hanya 30.000, tak cukup untuk mengamankan negara seluas 185.180 kilometer persegi.

    Mantan pemberontak lainnya, termasuk beberapa di dalam Tentara Nasional Suriah (SNA) yang didukung Turki, lebih sulit diatur. Di Hama, Homs dan Latakia, orang-orang bersenjata telah menjarah, secara acak membunuh anggota kelompok minoritas yang dituduh mendukung rezim Assad, dan secara langsung mengeksekusi beberapa kaki tangannya.

    Bahaya lain berasal dari luar. Ketika Assad jatuh, bom Israel meratakan pangkalan angkatan udara Suriah, fasilitas angkatan laut dan depot senjata, termasuk, menurut Israel, fasilitas senjata kimia.

    Israel, yang mencaplok bagian dari Dataran Tinggi Golan pada 1981, juga mengirim pasukan ke zona demiliterisasi, termasuk posisi puncak bukit di Suriah, meskipun Sharaa, sambil mengkritik pemboman dan serangan, berjanji untuk mematuhi perjanjian yang ada dengan Israel.

    Di timur laut, SNA yang didukung Turki telah mengusir SDF dari beberapa kota, membuat ribuan orang mengungsi. Mereka sekarang mengancam Kobani, kota mayoritas Kurdi di perbatasan Turki.

    Ankara memandang SDF sebagai pelengkap Partai Pekerja Kurdistan (PKK), yang telah diperjuangkan di Turki dan Irak utara selama beberapa dekade. Lebih banyak pertempuran dapat mencabut ribuan nyawa orang lagi dan semakin membebani transisi Suriah.

    SDF menjaga ribuan mantan pejuang ISIS, yang pelariannya dapat memperkuat sisa-sisa kelompok yang sudah berkumpul kembali di padang pasir.

    Turki, harus membiarkan otoritas baru Suriah bernegosiasi dengan SDF tentang reintegrasi timur laut dengan persyaratan yang dapat diterima semua orang. Akhirnya, sanksi Barat dan PBB yang menghalangi bantuan dan investasi yang dibutuhkan Suriah setelah bertahun-tahun perang harus dilonggarkan.

    2. Sudan

    Perang Sudan, dengan jumlah pengungsi dan kelaparan, adalah yang paling menghancurkan di dunia. Sekitar 12 juta orang Sudan – lebih dari sepertiga dari populasi sebelum perang – telah meninggalkan rumah mereka.

    Lebih dari setengahnya menghadapi kekurangan pangan akut, dengan beberapa bagian wilayah Darfur menderita kelaparan. Pejabat PBB menggambarkan tingkat kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak perempuan sebagai “mengejutkan”. Negara ini tampak menuju konflik kekerasan.

    Milisi Sudan, RSF yang dipimpin Mohamed “Hemedti” Hamdan Dagalo terus melawan tentara Sudan, yang dipimpin oleh Abdel Fattah al-Burhan. Setelah penggulingan Omar al-Bashir pada 2019, Hemedti dan Burhan mulanya berbagi kekuasaan dengan politisi sipil dan kemudian mengusir mereka sebelum saling berbalik.

    Angkatan darat, tanpa banyak infanteri, bergantung pada kekuatan udara, termasuk drone yang dipasok asing, dan tanpa pandang bulu mengebom daerah-daerah di bawah kendali RSF. Mereka telah beralih ke milisi, terutama yang dimobilisasi oleh kaum Islamis yang berpengaruh di bawah Bashir.

    Mantan pemberontak Darfuri telah membantu memukul mundur serangan RSF di ibu kota Darfur Utara, El Fasher. RSF berjuang untuk mempertahankan tanah di luar benteng baratnya tetapi tetap kuat ketika terlibat dalam serangan cepat. Pasukannya sering membawa pembantaian saat mereka maju.

    Namun, perang di Sudan akan semakin kompleks setelah makin maraknya campur tangan asing, salah satunya Uni Emirat Arab melalui bisnis Emirates. Dukungan Emirat untuk RSF (yang dibantah Abu Dhabi, meskipun ada dokumentasi oleh PBB dan lainnya) mencerminkan upaya pencarian pengaruh dan keuntungannya di cekungan Laut Merah.

    Ethiopia, yang memiliki hubungan dekat dengan Uni Emirat Arab, telah berusaha untuk tetap netral, khawatir bahwa tentara Sudan akan membantu oposisi bersenjata Ethiopia, tetapi mungkin masih sebatas dugaan.

    Adapun tentara Sudan, mereka mengandalkan dukungan dari Mesir, terlepas dari hubungan Islamisnya, sebagai taruhan yang lebih baik daripada paramiliter RSF yang sulit diatur. Eritrea, yang curiga terhadap UEA dan ingin memiliki penyangga di perbatasan baratnya, sedang melatih kelompok-kelompok sekutu tentara Sudan. Iran dilaporkan telah memasok tentara dengan senjata termasuk drone canggih.

    Arab Saudi, yang memiliki hubungan dengan kedua belah pihak, telah menjadi tuan rumah pembicaraan perdamaian di Jeddah dengan sedikit keberhasilan.

    Setelah lebih dari setahun perang, Amerika Serikat akhirnya menunjuk utusan Sudan, sebuah langkah yang disambut baik.

    Sementara itu, Hemedti tampaknya bersedia untuk berbicara tetapi menginginkan tentara baru – dan peran komando di dalamnya untuk loyalis, sesuatu yang ditentang dengan keras oleh para kepala militer, Islamis, dan mantan pemberontak Darfuri. Politisi sipil yang berfaksi juga tidak dapat bersatu di belakang persyaratan gencatan senjata dan pengaturan tindak lanjut.

    Yang mengkhawatirkan, beberapa orang di Sudan, terutama di antara para pengikut rezim Bashir, berbicara tentang partisi, dengan alasan bahwa penyalahgunaan RSF mengesampingkan hidup berdampingan. Mereka menuntut pemotongan, meninggalkan tentara yang mengendalikan utara dan timur, termasuk Khartoum, dan RSF menguasai barat dan tambal sulam daerah-daerah lain.

    3. Ukraina dan Keamanan Eropa

    Presiden terpilih AS Donald Trump telah berjanji untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina dengan mengajukan negosiasi kepada Presiden Rusia Vladimir Putin. Pembicaraan gencatan senjata dalam negosiasi itu menurut ICG sulit terealisasi apalagi kesepakatan damai.

    Pertahanan Ukraina mungkin tidak akan runtuh dalam waktu dekat, sebab ICH memperoleh informasi dari sumber-sumber di Rusia yang mengatakan Putin cenderung mengharapkan keuntungan bertahap, bukan kekalahan mendadak Ukraina.

    Titik mencuatnya masalah adalah Putin menuntut agar Ukraina melakukan demiliterisasi, atau setidaknya membatasi ukuran tentaranya, dan melupakan jaminan keamanan. Kyiv dan ibukota Eropa, pada gilirannya, melihat bahaya eksistensial dalam kesepakatan semacam itu. karena pasukan Rusia akan maju lagi. bahkan berpotensi berani menakut-nakuti Moldova,

    4. Israel-Palestina

    Serangan Israel ke Gaza, yang diluncurkan sebagai tanggapan atas serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, telah menghancurkan jalur Gaza.

    Menewaskan lebih dari 45.000 warga Palestina. Sebagian besar adalah warga sipil – setidaknya sepertiga dari mereka anak-anak. Ribuan mayat lainnya hilang, mungkin di bawah puing-puing. Dua pertiga bangunan dan infrastruktur rusak atau hancur, dengan seluruh lingkungan diratakan.

    Sementara banyak pemimpin Hamas telah terbunuh dan aset militer kelompok itu hancur, pejabat Barat dan bahkan beberapa orang Israel diam-diam mengakui bahwa tidak ada otoritas yang dapat memerintah Gaza atau menjalankan fungsi sipil tanpa persetujuan Hamas.

    Perubahan apa yang akan dibawa oleh Presiden AS Donald Trump yang akan datang tidak jelas. Dia dilaporkan telah mengatakan kepada Netanyahu bahwa dia ingin perang Gaza berakhir sebelum dia menjabat tetapi tanpa mengisyaratkan syaratnya. Secara keseluruhan, pilihan kabinetnya sebagian besar tampaknya cenderung memberi Netanyahu keleluasaan yang lebih banyak.

    Pertempuran lain terletak di Tepi Barat, yang tampaknya siap untuk dianeksasi Israel. Di bawah Menteri Keuangan ultranasionalis Bezalel Smotrich, Israel mengalihkan pengelolaan wilayah dari militer ke kontrol sipil, memperluas kedaulatan, memerintahkan lebih banyak rumah Palestina dihancurkan, dan melegalkan pos-pos pemukim.

    Bahkan tanpa aneksasi formal, Israel dapat lebih mempercepat taktik yang telah digunakan selama bertahun-tahun: memindahkan lebih banyak pemukim dan memeras warga Palestina ke kantong-kantong yang lebih kecil dengan paksa.

    5. Iran vs AS dan Israel

    Serangan Israel terhadap Iran pada akhir Oktober menurunkan pertahanan udara dan simpanan rudalnya. Ketika pemberontak Suriah menggulingkan Presiden Bashar al-Assad pada awal Desember, Iran kehilangan sekutu yang telah dibiayai miliaran dolar untuk menopang Iran, serta rute udara dan darat utama yang digunakan untuk memasok kembali Hizbullah.

    Teheran masih memiliki ribuan rudal balistik (pada bulan Oktober, sekitar 30 dari 180 rudal Israel yang menembus pertahanan), ditambah milisi sekutu di Irak dan Houthi, yang terus menembaki Israel dari Yaman.

    Hizbullah mungkin masih bisa berkumpul kembali. Tetapi di sekitar perimeter Israel, Poros Perlawanan, yang dilihat Iran sebagai pencegah terhadap serangan Israel atau AS, rusak. Dari perspektif Teheran, juga mengkhawatirkan seberapa mampu badan-badan intelijen Israel dan seberapa tinggi toleransi risikonya.

    Pemimpin Tertinggi Iean Ayatollah Ali Khamenei tampaknya masih melihat konsesi nuklir sebagai tiket untuk mencabut sanksi dan memulai ekonomi yang terhenti. Dia mungkin juga khawatir bahwa badan intelijen Israel atau AS dapat mendeteksi upaya Iran untuk memprosuksi nuklir sebagai persenjataan.

    Beberapa penasihat Trump, seperti beberapa orang Israel, melihat kelemahan Iran sebagai peluang untuk melumpuhkan program nuklirnya atau bahkan pemerintahnya. Mencoba menggulingkan rezim, yang tidak populer tetapi tidak rapuh.

    Kematiannya akan memicu kekacauan seperti yang terjadi di Irak pasca-2003, dengan Garda Revolusi garis keras kemungkinan akan menjadi yang teratas. Bahkan menghancurkan situs nuklir, yang terletak jauh di bawah tanah, akan membutuhkan kampanye udara yang melibatkan amunisi penghancur bunker.

    Serangan semacam itu mungkin mendorong rezim, melihat bahaya eksistensial, untuk menanggapi dengan semua yang dimilikinya. Sementara jangkauan Teheran sering dilebih-lebihkan, ribuan rudal yang ditembakkan ke Israel, bersama dengan serangan terhadap pasukan AS di Irak dan serangan Houthi di jalur pelayaran Laut Merah, dapat menyeret Amerika Serikat ke dalam perang yang tidak diinginkan Trump.

    6. Haiti

    Sejak pembunuhan Presiden Jovenel Moïse pada Juli 2021, geng-geng telah merebut sebagian besar Haiti.

    Pada awal 2024, aliansi geng yang sebelumnya bertikai, yang dikenal sebagai Viv Ansanm, mengepung ibu kota Port-au-Prince. Ariel Henry, seorang perdana menteri yang tidak populer yang mengambil alih setelah Moïse terbunuh, berada di Nairobi pada saat itu mengawasi pembentukan misi polisi dan tidak dapat terbang pulang.

    Henry mengundurkan diri, di bawah tekanan dari tetangga Karibia, Amerika Serikat dan lainnya.

    Pada bulan Juni, pasukan Kenya mulai berdatangan, diberi mandat untuk bekerja dengan polisi Haiti untuk memerangi geng-geng, yang anggotanya diperkirakan berjumlah 12.000 orang.

    Pada 2024 saja, kekerasan yang melibatkan geng menewaskan lebih dari 5.300 orang, membuat 700.000 orang mengungsi, dan menyebabkan hampir setengah dari warga Haiti menghadapi kerawanan pangan akut.

    7. AS-Meksiko

    Selama kampanye pemilu AS, Donald Trump – sekarang presiden terpilih – berjanji untuk mengenakan tarif tinggi pada Meksiko, mengirim kembali jutaan migran, dan bahkan mengebom kartel.

    Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum Pardo telah membalas ancaman Trump, menyarankan bahwa – tanpa kerja sama Meksiko – karavan migran menuju ke utara akan dilanjutkan. Dia telah meminta Washington untuk mendeportasi migran ke negara asal mereka, bukan Meksiko. Dia juga mungkin berharap bahwa memperkuat peran Meksiko sebagai penyangga migran atau koordinasi kontranarkotika yang lebih ketat akan menenangkan Trump.

    Aksi militer sepihak terhadap kartel hampir pasti akan menjadi bumerang. Menyingkirkan lebih banyak pemimpin geng akan memicu lebih banyak perang wilayah dan fragmentasi, sementara bila tidak melakukan apa pun untuk mengekang produksi narkoba, laboratorium fentanil berteknologi rendah dan mudah dibangun kembali.

    Meksiko akan membalas, mungkin dengan langkah melawan kepentingan ekonomi AS. Hubungan antara dua negara yang saling berhubungan dengan perdagangan, investasi, dan ikatan keluarga akan menimbulkan bencana bagi keduanya.

    8. Myanmar

    Pertengahan tahun 2024, rezim militer Myanmar tampaknya terhuyung-huyung, karena pemberontak telah merebut sebagian besar dataran tinggi serta pangkalan militer utama. Sejak itu, China, yang khawatir akan keruntuhan Myanmar, terlibat aktif di negara itu.

    Tetapi junta masih menghadapi perlawanan yang gigih. Pemungutan suara pada 2025, jika berjalan sesuai rencana, akan membawa pertumpahan darah lebih lanjut.

    Perang saudara yang telah merobek Myanmar sejak militer merebut kekuasaan pada 2021 telah membuat negara itu mundur beberapa dekade: Lebih dari 3 juta orang mengungsi secara internal, sistem kesehatan dan pendidikan telah runtuh, kemiskinan meroket, dan mata uang Myanmar, kyat, telah jatuh.

    9. Semenanjung Korea

    24 dimulai dengan pidato mengejutkan oleh pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, di mana ia membatalkan kebijakan penyatuan damai Korea Utara yang telah berlangsung selama beberapa dekade dengan Korea Selatan dan menyatakan Seoul sebagai musuh utama Pyongyang.

    Dalam pidatonya pada Januari, Kim bertujuan untuk lebih menutup Korea Utara, terutama dari ekspor budaya Korea Selatan – K-Pop, dengan kata lain – sambil memperketat cengkeramannya pada ekonomi.

    Tetapi memutuskan hubungan lebih lanjut, termasuk hampir semua komunikasi antar-Korea, membuat negara-negara itu memiliki sedikit pilihan untuk mengelola insiden pada saat gesekan meningkat.

    Kembalinya Trump menambah lapisan ketidakpastian lainnya. Terlepas dari ketidaksukaannya pada sekutu, dia tidak mungkin menarik Washington keluar dari perjanjian pertahanannya dengan Korea Selatan atau menarik pasukan AS.

    Tetapi dia mungkin menuntut agar Seoul membayar lebih banyak untuk perlindungan. Itu akan meningkatkan seruan, terutama di kalangan warga Korea Selatan biasa, agar Seoul memperoleh persenjataan nuklirnya sendiri. Setiap ambiguitas tentang komitmen Washington terhadap Seoul juga berisiko membuat Kim berani.

    Terlepas dari peringatan dari pengamat Korea, Kim tampaknya tidak mungkin meluncurkan perang besar-besaran, yang akan berisiko menjadi nuklir, menimbulkan bencana bagi Asia dan ekonomi dunia, dan kemungkinan berujung pada kematiannya sendiri.

    10. China-AS

    Orang-orang di lingkaran Trump berpikir Washington harus membatasi diri untuk menghalangi kekuatan Beijing di Asia. Eksekutif teknologi Elon Musk, yang melakukan bisnis di China, menginginkan hubungan yang lebih bersahabat.

    Trump sendiri telah mengirim sinyal yang beragam: konfrontatif dalam perdagangan, suam-suam kuku pada pertahanan Taiwan, tidak peduli tentang komitmen AS kepada sekutu Asia, dan sering mengagumi otoritas Xi.

    Janji kampanye Trump untuk mengenakan tarif setidaknya 60 persen pada barang-barang China – kenaikan tajam dari tarif masa jabatan pertamanya, yang sebagian besar dipertahankan Biden – tampaknya lebih mungkin menjadi salvo pembuka dalam pembicaraan daripada pendahuluan perang dagang.

    Tarif akan melemahkan perlambatan pertumbuhan China, tetapi Beijing dapat membalas – seperti yang sudah dimulai – dengan melarang ekspor mineral penting, misalnya, atau meluncurkan penyelidikan antimonopoli ke raksasa teknologi AS.

    Seberapa serius bahaya yang ditimbulkan Trump terhadap perdamaian yang rapuh di sekitar Taiwan tidak jelas. Selama beberapa dekade, Amerika Serikat telah bertujuan untuk mencegah Tiongkok menginvasi Taiwan dengan memperkuat pertahanan pulau itu, tanpa memperluas jaminan keamanan sambil mencegah Taipei untuk mendeklarasikan kemerdekaan atau memprovokasi Beijing.

    Tetapi presiden baru Taiwan, Lai Ching-te, lebih bermusuhan daripada pendahulunya. Tiongkok telah meningkatkan serangan ke wilayah udara Taiwan dan latihan agresif di sekitar pulau itu, termasuk latihan Desember baru-baru ini – operasi maritim terbesarnya dalam beberapa dekade menurut Taiwan – yang melibatkan hampir 90 kapal angkatan laut dan penjaga pantai.

    Begitu dia menjabat, Trump mungkin akan kembali mengungkapkan skeptisisme tentang apakah membela Taiwan layak atau mencoba membuat pulau itu, yang secara teratur dia tuduh menunggangi kemurahan hati AS, untuk batuk lebih banyak untuk pertahanannya. Atau dia juga dapat mengizinkan penjualan senjata ofensif yang lebih cepat ke Taiwan dan lebih banyak operasi angkatan laut AS di Selat Taiwan. Kedua jalur dapat meminta tanggapan.

    Yang lebih genting adalah Laut Cina Selatan, di mana klaim maritim Tiongkok tumpang tindih dengan klaim negara-negara lain (seperti yang dikonfirmasi oleh putusan pengadilan khusus tahun 2016 mengenai Filipina, meskipun Beijing menolak putusan tersebut). Di sekitar bebatuan dan terumbu karang yang disengketakan di lepas pantai Filipina, sekutu perjanjian A.S., gesekan telah meningkat menjadi bentrokan di laut.

    Presiden Ferdinand Marcos Jr. telah mengupayakan hubungan yang lebih dekat dengan Amerika Serikat, memberikan akses ke lebih banyak pangkalan militer Filipina, termasuk beberapa yang dekat dengan Taiwan, melakukan latihan bersama, dan bekerja sama lebih erat dengan sekutu AS lainnya. Xi menuduh Manila memainkan insiden untuk mendapatkan peralatan dan investasi militer AS tambahan, dan Washington, pada gilirannya, mengeksploitasi gesekan untuk menarik pemerintah Asia ke dalam jaringan anti-China.

    Bentrokan yang mengakibatkan kematian Filipina dapat menyebabkan Marcos meminta pakta pertahanan negaranya dengan Washington. Trump, bahkan jika enggan menanggapi dengan tegas, akan menghadapi tekanan dari pejabat Departemen Pertahanan untuk melakukannya. Triknya adalah menghindari spiral eskalasi tanpa menandakan kepasifan yang dapat membuat Beijing berani, terutama jika para pemimpin China melihat tanda-tanda lain dari hubungan AS dengan sekutu.

    Sekutu AS lainnya, termasuk Jepang dan Korea Selatan, telah meningkatkan pengeluaran pertahanan mereka, yang ketakutan oleh perilaku Tiongkok dan inkonsistensi AS. Konstituen besar di Tokyo dan Seoul percaya negara mereka harus memperoleh pencegah nuklir mereka sendiri. Spekulasi tentang tawar-menawar besar Trump-Xi hampir tidak menenangkan saraf, bahkan jika kesepakatan seperti itu tampak mengada-ada. Di tengah persaingan yang semakin intensif antara dua kekuatan besar dunia, pandangan redup Trump tentang aliansi mengguncang Asia hampir sama seperti halnya Eropa.

    (dce)

  • Rencana Rahasia Israel Terungkap, Pecah Suriah Jadi 3 Provinsi Dalih Jaga Keamanan Negara – Halaman all

    Rencana Rahasia Israel Terungkap, Pecah Suriah Jadi 3 Provinsi Dalih Jaga Keamanan Negara – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah Israel berencana memecah belah Suriah menjadi beberapa blok-blok provinsi dalam waktu dekat. 

    Hal ini terungkap setelah para menteri dan pejabat Israel menggelar pertemuan di minggu ini. 

    Selama pertemuan tersebut, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan menteri Israel berencana membagi Suriah menjadi 3 wilayah provinsi, atau kanton. 

    Tiga wilayah tersebut yakni Kurdi di timur laut, Druze di selatan dan rezim Assad di Damaskus, sebagaimana dikutip dari Middle East Monitor.

    Meski politisi Israel tahu setiap inisiatif yang terkait dengan negara mereka kemungkinan akan menghadapi perlawanan yang signifikan di Suriah.

    Akan tetapi menurut media Israel Hayom, rencana yang diusulkan pemerintah Israel dapat mengantisipasi keterlibatan Turki di Suriah dan kekhawatiran mengenai pemimpin de-facto baru Suriah yang saat ini dikendalikan pemimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS), Ahmed Al-Sharaa.

    Selain itu dengan cara ini Israel mengklaim pihaknya dapat menjaga keamanan negara, serta hak-hak semua kelompok etnis Suriah, termasuk penduduk Druze dan Kurdi.

    Namun para analis menilai rencana untuk membagi Suriah mencerminkan kekhawatiran Israel terhadap pengaruh Turki, yang kini menjadi pemain utama di kawasan tersebut setelah mendukung pejuang yang membebankan Assad.

    Terlebih pasca rezim Assad runtuh, Turki memperoleh keuntungan berkat dukungannya terhadap HTS dan kelompok pejuang lainnya.

    Israel Curi Kesempatan Caplok Suriah

    Sebelum Israel berencana memecah belah Suriah, negara zionis ini telah lebih dulu melancarkan serangkaian serangan udara. 

    Membombardir sejumlah wilayah di Suriah termasuk ibu kota Damaskus bahkan menyasar gudang senjata milik pasukan Suriah yang berada di Provinsi Daraa, sekitar 70 kilometer dari selatan Damaskus.

    Hal itu turut dikonfirmasi media lokal Qatar, mereka melaporkan telah mendengar sebuah ledakan di sekitar area gudang senjata serta pusat penelitian milik Suriah di Distrik Kafr Sousa, Damaskus.

    “Israel telah melancarkan serangan udara terhadap depot senjata dan posisi milik rezim yang sudah tidak berkuasa dan kelompok yang didukung Iran di provinsi Deir Ezzor bagian timur,” kata Rami Abdel Rahman yang mengepalai Syrian Observatory for Human Rights mengutip dari Barrons.

    Banyak pihak berspekulasi bahwa serangan sengaja dilakukan Israel untuk mengambil alih wilayah Suriah pasca kekuasaan rezim Bashar al-Assad yang telah memimpin Suriah selama 50 tahun terakhir dilengserkan secara paksa oleh kelompok pemberontak.

    Mengingat sabotase seperti ini bukan kali pertama yang dilakukan Israel.

    Negara Zionis tersebut sebelumnya pernah merebut Golan dari Suriah pada tahap akhir Perang Enam Hari tahun 1967 dan mencaploknya secara sepihak pada tahun 1981.

    Meski sebagian Golan berhasil diduduki Israel namun, tindakan tersebut tidak diakui secara internasional.

    Israel Terbitkan Peta Provokatif

    Di tengah memanasnya konflik Timur Tengah, otoritas Israel merilis peta provokatif mengklaim wilayah Palestina, Yordania, Lebanon, dan Suriah sebagai bagian dari Israel.

    Peta itu diterbitkan Instagram dan X oleh akun berbahasa Arab Kementerian Luar Negeri Israel pada 6 Januari 2025. 

    ”Tahukah Anda bahwa Kerajaan Israel didirikan 3000 tahun yang lalu?” tulis akun tersebut sebagai caption dari unggahan peta “Israel Raya”.

    Merespon postingan tersebut, Hamas mengatakan bahwa peta tersebut merupakan bukti lebih lanjut dari sifat kolonial Israel, dan rencananya untuk meningkatkan agresi guna menaklukkan wilayah tersebut dan merebut sumber dayanya.

    Sementara itu Dunia Arab dengan tegas mengecam penerbitan peta “Israel Raya” tersebut. 

    Negara-negara Arab menyerukan kepada masyarakat internasional untuk mengendalikan ambisi ekspansionis Israel dan mencegahnya untuk merebut lebih banyak wilayah Palestina dan Arab.

    Kecaman serupa juga dilontarkan Kementerian Luar Negeri Yordania menggambarkan peta tersebut sebagai ilusi yang dipromosikan oleh kubu sayap kanan Israel untuk mencegah berdirinya Negara Palestina.

    (Tribunnews.com / Namira) 

  • Israel Mulai Merencanakan untuk Balkanisasi Suriah dengan Alasan ‘Membela Diri’ – Halaman all

    Israel Mulai Merencanakan untuk Balkanisasi Suriah dengan Alasan ‘Membela Diri’ – Halaman all

    Israel Mulai Merencanakan untuk Balkanisasi Suriah dengan Alasan ‘Membela Diri’

    TRIBUNNEWS.COM- Pemerintah Israel sedang mempertimbangkan persiapan konferensi internasional yang bertujuan untuk membahas pembagian Suriah menjadi “kanton-kanton,” surat kabar berbahasa Ibrani Israel Hayom melaporkan pada tanggal 9 Januari. 

    Tel Aviv berencana untuk menyelenggarakan konferensi internasional guna membahas rencananya di Suriah pasca-Assad, yang diduga mencakup upaya memastikan ‘keselamatan’ bagi kelompok minoritas.

    Sidang kabinet baru-baru ini yang dipimpin oleh Menteri Pertahanan Israel Israel Katz berfokus pada perubahan yang telah terjadi di Suriah, termasuk kekhawatiran tentang pemerintahan baru dan nasib minoritas Kurdi di utara. 

    Dalam sesi tersebut, Menteri Energi Israel Eli Cohen mengusulkan gagasan konferensi untuk “memastikan keamanan perbatasan utara [mereka] dan memungkinkan Israel untuk secara aktif mempertahankan diri terhadap ancaman dari kelompok pemberontak.”

    Bagian dari konferensi ini akan membahas gagasan membagi Suriah menjadi “kanton” – divisi administratif yang berbeda. 

    “Ketakutan utama adalah bahwa ide yang dikaitkan dengan Israel tidak akan diterima di Suriah, itulah sebabnya diskusi tentang masalah ini dirahasiakan,” dan sebuah konferensi perlu diadakan, Israel Hayom menambahkan. 

    Tujuannya adalah untuk memungkinkan Israel “mempertahankan diri” dari potensi ancaman yang ditimbulkan oleh otoritas baru di Suriah – yang dipimpin oleh Hayat Tahrir al-Sham (HTS). 

    Laporan tersebut mencatat bahwa perjanjian perbatasan tahun 1974 antara Israel dan Suriah tidak dihormati oleh otoritas yang dipimpin HTS. 

    Tel Aviv segera dan secara terbuka menarik diri dari kesepakatan yang telah berlangsung puluhan tahun itu setelah jatuhnya pemerintahan mantan presiden Suriah Bashar al-Assad, yang melihat pasukannya segera menyerbu negara itu dan memulai kampanye pengeboman.

    Konferensi ini juga bertujuan untuk menjamin “keselamatan” bagi kelompok minoritas, termasuk suku Kurdi di Suriah.

    Menurut laporan tersebut, para menteri membahas selama sesi kabinet mengenai cara-cara untuk melawan pengaruh kuat Turki di Suriah – yang telah menguat sejak penggulingan pemerintahan sebelumnya.

    Sumber yang dikutip oleh surat kabar Israel mengatakan bahwa meskipun Tel Aviv tidak bermaksud untuk tetap berada di wilayah Suriah yang didudukinya setelah jatuhnya Assad, namun mereka belum mempunyai rencana untuk menarik diri. 

    Pemerintahan Assad jatuh pada tanggal 8 Desember setelah serangan mendadak selama 11 hari yang mengakibatkan runtuhnya militer Suriah dan berakhir dengan penyerbuan ibu kota oleh ekstremis pimpinan HTS. 

    Meskipun pemerintah baru telah berjanji untuk melindungi kaum minoritas, telah terjadi banyak serangan terhadap tempat-tempat suci, simbol-simbol, dan kota-kota Kristen dan Alawi. 

    Eksekusi terhadap warga sipil Alawi dan mantan tentara pemerintah juga telah banyak dilaporkan. 

    Para ekstremis dan mantan elemen Al-Qaeda telah menduduki beberapa jabatan resmi di pemerintahan baru dan angkatan bersenjatanya.

    Pasukan Israel maju ke Suriah segera setelah pemerintahan sebelumnya runtuh, segera maju melampaui zona penyangga yang dipantau PBB dan menyapu bersih wilayah selatan Suriah. 

    Tentara Israel kini telah merebut beberapa posisi strategis dan sumber air di selatan, termasuk di dekat pinggiran Damaskus. 

    Kelompok ini telah mengancam desa-desa di Suriah, menembaki para pengunjuk rasa, dan mengepung gedung-gedung pemerintahan – sementara hanya menerima sedikit kecaman dari otoritas baru, yang telah melancarkan tindakan keras yang brutal terhadap sisa-sisa Tentara Arab Suriah (SAA) dan penduduk bersenjata yang menentang HTS dan kekuasaannya. 

    Komentar dan pernyataan sejumlah pejabat HTS, termasuk pemimpinnya, mantan pimpinan Al-Qaeda Ahmad al-Sharaa (Abu Mohammad al-Julani), telah mengisyaratkan bahwa pemerintahan baru di Suriah tidak punya rencana untuk menjadikan Israel musuh atau menghadapinya.

    Pasukan Israel sempat menahan seorang jurnalis Prancis di zona penyangga di Dataran Tinggi Golan yang diduduki pada 8 Januari. 

    Jurnalis majalah Prancis Marianne , Sylvain Mercadier, mengatakan dia dan rekannya “dianiaya selama lebih dari empat jam” dan perlengkapan mereka “dicuri” oleh pasukan Israel. 

    Juru bicara militer Israel Nadav Shoshani mengatakan jurnalis tersebut “terlalu dekat” dengan pasukan, ditahan dan diinterogasi, lalu dibebaskan. 

     

    SUMBER: THE CRADLE

  • Joe Biden akan Tetap Menetapkan Kelompok “Pemberontak” yang Kuasai Suriah Sebagai Teroris – Halaman all

    Joe Biden akan Tetap Menetapkan Kelompok “Pemberontak” yang Kuasai Suriah Sebagai Teroris – Halaman all

    Joe Biden akan Tetap Menetapkan Kelompok “Pemberontak” yang Kuasai Suriah Sebagai Teroris

    TRIBUNNEWS.COM- Presiden AS Joe Biden yang akan lengser tidak akan mencabut penetapan teroris terhadap Hayat Tahrir al-Sham (HTS) sebagaimana diungkapkan pejabat AS pada 8 Januari, dan menyerahkan keputusan kepada pemerintahan Presiden terpilih Donald Trump.

    Pejabat senior yang berbicara dengan Washington Post mengatakan HTS “harus menunjukkan bahwa mereka telah memutuskan hubungan dengan kelompok ekstremis, khususnya Al-Qaeda sebelum label tersebut dapat dicabut.” 

    “Tindakan akan berbicara lebih keras daripada kata-kata,” kata seorang pejabat yang tidak disebutkan namanya kepada harian AS tersebut.

    Pemerintah de facto Suriah baru-baru ini mempromosikan ekstremis asing ke jabatan tinggi di angkatan bersenjata baru.

    Menurut laporan, Washington memiliki “kekhawatiran yang masih ada” setelah penguasa baru de facto Suriah, Ahmad al-Sharaa – mantan wakil komandan ISIS dan pendiri Al-Qaeda di Suriah – memberikan lampu hijau untuk promosi ekstremis asing ke jajaran perwira di angkatan bersenjata yang baru dibentuk.

    Beberapa hari setelah jatuhnya pemerintahan Suriah dan bangkitnya HTS, Sharaa menyerukan kepada warga negara asing yang bergabung dengan HTS untuk menerima kewarganegaraan Suriah , dengan mengatakan bahwa mereka adalah “bagian dari gerakan yang menyebabkan jatuhnya Assad dan harus dirayakan.”

    Sebagai bagian dari perang rahasia yang didukung AS terhadap bekas pemerintah Suriah, pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi mengirim wakilnya Abu Mohammad al-Julani – nama samaran Sharaa – dan sekelompok pejuang ekstremis dari Irak ke Suriah pada bulan Agustus 2011 untuk mendirikan Front Nusra, cabang resmi Al-Qaeda di Suriah.

    Kelompok Sharaa, yang kemudian ia beri nama baru HTS, melakukan serangan bom bunuh diri di Damaskus pada Desember 2011 dan Januari 2012 sebelum mengumumkan keberadaan mereka. 

    Ribuan ekstremis agama Salafi dari puluhan negara, termasuk Inggris, Belgia, Prancis, Tiongkok, Chechnya, Tunisia, Afghanistan, Uzbekistan, Tajikistan, dan Arab Saudi, bergabung dengan Sharaa dalam perang melawan Damaskus.

    HTS menguasai Suriah setelah kudeta yang berhasil terhadap pemerintahan Bashar al-Assad bulan lalu. Dalam beberapa minggu sejak itu, pejabat senior dari AS, Eropa, dan Teluk Persia telah melakukan perjalanan ke Damaskus untuk bertemu dengan Sharaa dan menawarkan dukungan mereka terhadap pemerintahan de facto .

    Washington juga mengangkat hadiah sebesar $10 juta untuk kepala Sharaa.

    “Berdasarkan diskusi kami, saya katakan kepadanya bahwa kami tidak akan meneruskan tawaran hadiah Rewards for Justice yang telah berlaku selama beberapa tahun,” Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk Urusan Timur Dekat Barbara Leaf mengumumkan bulan lalu, dengan mengutip “pesan positif” yang diterimanya selama pertemuan dengan Sharaa.

     

    SUMBER: THE CRADLE

  • Keok di Suriah, Iran Kerahkan Pasukan Garda Revolusi Elite ke Kermanshah: Pesan Waspada Buat Israel  – Halaman all

    Keok di Suriah, Iran Kerahkan Pasukan Garda Revolusi Elite ke Kermanshah: Pesan Waspada Buat Israel  – Halaman all

    Iran Kerahkan Pasukan Garda Revolusi Elite ke Kermanshah, Kirim Pesan Waspada ke Israel 

    TRIBUNNEWS.COM – Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) saat ini tengah menggelar latihan militer berskala besar bertajuk ‘Nabi Besar 19’ di provinsi Kermanshah, bagian Barat negara tersebut.

    Situ militer military watch menyebut dipilihnya wilayah ini mengandung pesan terhadap negara-negara yang bermusuhan dengan Iran, termasuk Israel.

    “Provinsi Kermanshah, Iran, merupakan wilayah yang berhadapan dengan musuh regional utama negara itu, Israel dan Turki,” kata laporan itu, dikutip Kamis (9/1/2025). 

    Dilaporkan, latihan militer skala besar Iran ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesiapan tempur unit-unit elit dan menguji sejumlah sistem persenjataan yang baru dikembangkan.

    “Latihan ini diharapkan dapat memperkuat kapasitas operasional Korps dan mengatasi potensi ancaman dari aktor-aktor (negara-negara) yang bermusuhan (dengan Iran),” papar laporan tersebut.

    Tahap-tahap awal latihan militer itu itu melibatkan skenario respons cepat, termasuk pengerahan personel dan peralatan strategis di wilayah pegunungan Avroman.

    “Latihan ini terjadi pada saat ketegangan tinggi antara Teheran dan Israel khususnya, dan kurang dari sebulan setelah kelompok militan yang didukung Israel dan Turki menggulingkan pemerintahan mitra strategis regional terdekat Teheran, Suriah, pada 8 Desember 2024,” kata laporan itu menjelaskan makna pemilihan waktu dilaksanakannya latihan militer oleh Iran.. 

    Dengan pasukan Israel dan Turki yang telah maju jauh ke Suriah, dan semakin tampak siap untuk mencaplok sebagian besar wilayahnya, keterasingan Iran di wilayah tersebut telah memicu spekulasi bahwa Israel dapat melancarkan serangkaian serangan baru terhadap target-target Iran. 

    Oposisi bersenjata, kelompok anti-rezim Presiden Bashar Al-Assad di Suriah (Anadolu Agency)

    Kalah Telak di Suriah

    Sebagai catatan, Korps Garda Revolusi Iran bertanggung jawab atas keamanan dalam negeri dan hampir semua operasi luar negeri.

    “Baru-baru ini IRGC mengalami kemunduran besar ketika lebih dari satu dekade upaya untuk memperkuat negara Suriah melawan kelompok pemberontak yang didukung Barat, Turki, dan Israel berakhir dengan jatuhnya Damaskus,” kata laporan situs militer tersebut.

    Operasi IRGC di masa mendatang diharapkan akan lebih difokuskan pada operasi di dalam negeri dan di negara tetangga Irak, di mana ia masih mempertahankan hubungan dekat dengan angkatan bersenjata lokal dan sejumlah kelompok milisi lokal.

    Pada saat ketegangan tinggi antara Israel dan Iran, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi pada tanggal 4 Januari menyatakan bahwa Teheran “sepenuhnya siap untuk kemungkinan serangan lebih lanjut oleh Israel.”

    “Saya berharap Israel akan menahan diri dari mengambil tindakan sembrono seperti itu, karena dapat menyebabkan perang skala besar,” katanya.

    Dia, menambahkan: “kami percaya bahwa akal sehat pada akhirnya akan menang dan mencegah tindakan yang dapat memiliki konsekuensi serius.”

    Pasukan Iran dan Israel melancarkan sejumlah serangan terbatas terhadap wilayah satu sama lain pada tahun 2024, dengan Iran melancarkan serangan rudal yang belum pernah terjadi sebelumnya pada tanggal 13 April sebagai tanggapan atas serangan udara Israel  terhadap gedung diplomatik Iran di Damaskus dua belas hari sebelumnya.  

    Setelah Ketua Biro Politik Hamas Ismail Haniyeh  dibunuh  di kediamannya di Teheran oleh serangan udara Israel pada  tanggal 31 Juli , Iran membalas dengan serangan berskala besar pada tanggal 1 Oktober. 

    Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Letjen Herzi Halevi menyampaikan briefing kepada pasukan IDF di Israel selatan pada 15 Oktober 2023. (IDF/Times of Israel)

    Israel Waspada Tinggi

    Adapun Kepala Staf Militer Israel (IDF) Herzi Halevi, dilaporkan telah memerintahkan “peningkatan kewaspadaan” dan kesiapan untuk berbagai kemungkinan skenario di mana Iran dapat bertindak melawan Israel.

    Kabar peningkatan status militer Israel menjadi waspada tinggi akan Iran ini dilaporkan media Israel berbahasa Ibrani, Walla, dikutip Minggu (5/1/2025).

    Media tersebut mengatakan, para pejabat keamanan Israel memperingatkan kalau situasi strategis regional saat ini dapat mendorong Iran untuk mengambil tindakan ekstrem terhadap Israel.

    ”Potensi diambilnya langkah ekstrem Iran (terhadap Israel) karena saat ini negara tersebut menderita nilai tukar (Rial Iran/IRR) yang terhambat dan perkembangan negatif baru-baru ini dengan sekutu-sekutunya di Lebanon dan (sebelumnya) Suriah,” kata laporan itu.

    Laporan tersebut memperingatkan bahwa Iran dapat mengambil “tindakan ekstrem” terhadap “Israel”, tetapi mengatakan bahwa para pejabat melihat hal itu sebagai skenario “dengan kemungkinan kecil”.

    Laporan juga menambahkan, Iran juga tengah dilanda protes dan demonstrasi lokal, polusi, dan masalah listrik.

    Lebih jauh, datangnya pemerintahan baru Amerika Serikat (AS) di bawah presiden terpilih Donald Trump pada 20 Januari mendatang dapat mendorong Iran untuk mencegah perubahan besar dalam keseimbangan strategis di Timur Tengah.

     

    (oln/mw/Toi/*)

     

     

  • Rusia Kecam Israel yang Serang Suriah, Terang-terangan Langgar Hukum Internasional – Halaman all

    Rusia Kecam Israel yang Serang Suriah, Terang-terangan Langgar Hukum Internasional – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Duta besar Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, mengecam Israel yang masih meluncurkan serangan ke Suriah.

    Ia mengatakan serangan Israel berkontribusi terhadap krisis kemanusiaan di wilayah tersebut dan melanggar hukum internasional.

    “Tindakan melawan hukum Israel di Suriah secara terang-terangan melanggar norma-norma internasional, termasuk sejumlah resolusi Dewan Keamanan PBB dan Majelis Umum,” kata Vassily Nebenzia kepada Dewan Keamanan PBB pada Rabu (8/1/2025). 

    Duta besar Rusia itu juga meminta PBB untuk memberikan penilaian yang jujur atas perkembangan terkini di Suriah.

    Israel masih melakukan pengeboman besar-besaran terhadap target-target Suriah setelah jatuhnya pemerintahan presiden Suriah Bashar al-Assad pada 8 Desember 2024.

    Israel juga bergerak ke zona penyangga yang ditetapkan PBB antara kedua negara dari Dataran Tinggi Golan, wilayah Suriah yang diakui secara internasional yang diduduki oleh Israel sejak tahun 1967. 

    Menurut Vassily Nebenzia, militer Israel telah menduduki total 500 kilometer persegi wilayah Suriah, seperti diberitakan Russia Today. 

    Ia memperingatkan bahwa serangan Israel menimbulkan ancaman terhadap integritas teritorial Suriah dan membahayakan warga sipil.

    “Serangan udara dan penembakan Israel serta gelombang kekerasan yang terjadi di banyak wilayah Suriah menyebabkan penderitaan dan jatuhnya korban di kalangan warga sipil serta mengganggu operasi fasilitas infrastruktur sipil,” kata utusan tersebut, seraya menambahkan perkembangan tersebut pasti akan menimbulkan kekhawatiran.

    Diplomat itu menegaskan Rusia akan terus memberikan bantuan kepada rakyat Suriah di sejumlah bidang, termasuk melalui pengiriman bantuan kemanusiaan dan pembangunan kembali infrastruktur yang rusak.

    Ia juga menambahkan, Rusia akan berupaya menciptakan kondisi yang memungkinkan para pengungsi Suriah untuk kembali ke rumah.

    Setelah aliansi oposisi bersenjata Hayat Tahrir al-Sham (HTS) menggulingkan presiden Bashar al-Assad pada Desember lalu, Israel mulai maju dari zona demiliterisasi Suriah dan menghancurkan infrastruktur militer Suriah yang tersisa, serta menduduki desa-desa.

    Sebelumnya, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan alasan Israel menduduki zona penyangga di Suriah karena khawatir akan diambil alih oleh kelompok bersenjata Suriah.

    Namun tak hanya itu, Israel juga melancarkan serangan udara di banyak wilayah Suriah termasuk kota Damaskus.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)