Tag: Bashar al-Assad

  • Iran Berhubungan dengan Otoritas Baru di Suriah, Kata Jubir Kementerian Luar Negeri Ismail Baghaei – Halaman all

    Iran Berhubungan dengan Otoritas Baru di Suriah, Kata Jubir Kementerian Luar Negeri Ismail Baghaei – Halaman all

    Iran Berhubungan dengan Otoritas Baru di Suriah, Kata Jubir Kementerian Luar Negeri Ismail Baghaei

    TRIBUNNEWS.COM- Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran menegaskan kembali selama konferensi pers pada 17 Februari bahwa Teheran sedang berhubungan dengan otoritas baru di Suriah. 

    Kementerian Luar Negeri Iran mengatakan pihaknya sedang memantau situasi dan akan mengambil langkah lebih lanjut berdasarkan kinerja pemerintahan baru.

    “Fakta bahwa kami mengumumkan bahwa kami berhubungan melalui teman-teman dan partai-partai berkuasa di Suriah bukanlah hal baru,” kata juru bicara Ismail Baghaei. 

    “Pembahasan ini telah menjadi agenda sejak berdirinya pemerintahan Suriah. Kami telah melakukan kontak dengan berbagai negara dan pelaku, baik di Suriah maupun di tingkat regional, untuk memahami dan menganalisis situasi di Suriah dan di tingkat regional,” imbuh Baghaei. 

    “Di sisi lain, kami mencoba melakukan penilaian terhadap langkah-langkah tepat yang perlu diambil dalam kerangka diskusi bilateral,” lanjutnya. 

    “Posisi kami terhadap Suriah tidak dapat diubah. Nasib rakyat Suriah harus ditentukan oleh rakyat Suriah sendiri dan tanpa campur tangan asing yang merusak. Suriah yang stabil dan aman, bebas dari terorisme dan ekstremisme kekerasan, merupakan kepentingan kawasan dan semua negara di kawasan tersebut,” lanjut juru bicara itu.

    Seraya menambahkan bahwa Iran “memantau dengan saksama perkembangan dalam diskusi bilateral, dan pada saat yang sama, kami tidak terburu-buru dan kami membuat keputusan mengenai langkah-langkah yang perlu kami ambil berdasarkan kinerja pihak-pihak yang berseberangan.” 

    Sejak jatuhnya pemerintahan mantan presiden Suriah Bashar al-Assad pada tanggal 8 Desember, mantan afiliasi Al-Qaeda Hayat Tahrir al-Sham (HTS) telah mengambil alih kendali atas Suriah. 

    Pemimpinnya, Ahmad al-Sharaa – sebelumnya dikenal sebagai Abu Mohammad al-Julani – ditunjuk sebagai presiden transisi negara tersebut, sementara beberapa pemimpin dan pejabat kelompok ekstremis lainnya telah ditunjuk ke posisi puncak. 

    Pemerintahan baru di Suriah telah melancarkan kampanye kekerasan terhadap kaum minoritas, khususnya komunitas Alawite, dengan dalih untuk menumpas sisa-sisa pemerintahan sebelumnya. Ratusan orang telah terbunuh, ditahan, atau disiksa. 

    Rusia juga telah menjalin kontak erat dengan pemerintah baru Suriah. “Rusia kemungkinan akan mengurangi kehadiran militernya di Suriah,” kata Bloomberg mengutip sumber yang terpercaya pada hari Senin. 

    Laporan tersebut muncul setelah ketidakpastian baru-baru ini mengenai nasib pangkalan militer Moskow di Suriah. 

    “Moskow hampir mencapai kesepakatan dengan pemerintah baru Suriah yang akan memungkinkannya mempertahankan sejumlah staf dan peralatan di negara tersebut,” tambahnya. 

    Laporan dari bulan Desember menunjukkan bahwa Moskow telah berkomunikasi dengan pejabat di Damaskus untuk mempertahankan pangkalan militernya di Suriah, terutama pangkalan udara utama Hmeimim di dekat kota pelabuhan Latakia dan pangkalan angkatan laut Tartous.

    Presiden Rusia Vladimir Putin berbicara dengan Sharaa melalui telepon pada 12 Februari. 

    “Kedua belah pihak melakukan pertukaran pandangan yang substantif mengenai situasi terkini di Suriah,” demikian pernyataan yang dikeluarkan oleh Kremlin. “Pihak Rusia menekankan posisi berprinsipnya dalam mendukung persatuan, kedaulatan, dan integritas teritorial negara Suriah.”

    Baik Rusia maupun Iran memainkan peran penting dalam mendukung pemerintah sebelumnya melawan kelompok-kelompok ekstremis selama perang 14 tahun yang didukung AS dan Turki melawan Suriah. 

    “Iran tidak menyembunyikan fakta bahwa ada komunikasi antara negara itu dan otoritas baru di Suriah, dan negara itu tetap pada pendiriannya tentang hak rakyat Suriah untuk menentukan nasib mereka dan bentuk rezim mereka. Sikap ini telah berlaku sejak awal krisis. Dan dalam fase keterlibatan, semua pihak adalah mitra,” tulis jurnalis Lebanon Khalil Nasrallah.

    “Namun, warga Suriah harus menyadari siapa yang mencampuri urusan mereka. Apa yang dilakukan Amerika di negara mereka, dan apa yang dilakukan entitas pendudukan Israel di wilayah selatan negara mereka?! Selain itu, beberapa negara regional juga,” lanjutnya.

    Sejak jatuhnya pemerintahan Assad, Israel dengan cepat memperluas pendudukannya di Suriah, menyapu wilayah selatan negara itu dan melancarkan kampanye serangan udara dan penyerangan yang merusak. 

    Tel Aviv telah berjanji untuk mempertahankan kehadirannya yang tidak terbatas di Suriah selatan. 

     

    SUMBER: THE CRADLE

  • Bos Hizbullah Desak Israel Tarik Pasukan IDF dari Lebanon, Paling Lambat 18 Januari 2025 – Halaman all

    Bos Hizbullah Desak Israel Tarik Pasukan IDF dari Lebanon, Paling Lambat 18 Januari 2025 – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM –  Pemimpin Hizbullah Naim Kassem mendesak Israel untuk segera menarik pasukan dari seluruh wilayah Lebanon yang didudukinya pada tanggal 18 Februari 2025.

    Desakan itu dilontarkan Kassem setelah batas waktu pelaksanaan perjanjian gencatan senjata telah rampung digelar.

    Dimana dalam kesepakatan yang ditengahi oleh Washington pada bulan November, tersemat kebijakan yang mengharuskan pasukan Israel untuk mundur dari Lebanon selatan dalam kurun waktu 60 hari pasca gencatan senjaya.

    Sementara Hizbullah akan mundur ke utara Sungai Litani, sekitar 30 kilometer (20 mil) dari perbatasan dan membongkar infrastruktur militer yang tersisa di selatan.

    Namun hingga batas waktu yang telah ditentukan yakni 26 Januari 2025, Israel tak kunjung angkat kaki dari Lebanon.

    Bahkan setelah melewati proses negosiasi, hingga Lebanon memperpanjang masa perjanjian sampai dengan tanggal 18 Februari, Israel terus meminta agar pasukannya tetap berada di lima pos di Lebanon selatan.

    Melalui keputusan tersebut Israel diharuskan untuk angkat kaki dari Lebanon, karena Hizbullah menganggap Israel telah melanggar perjanjian.

    Terlebih selama siaran pidato Qassem, setidaknya tiga serangan udara Israel menghantam Lembah Bekaa di timur Lebanon.

    Apabila dalam jangka waktu tersebut Israel tak kunjung mundur maka akan dianggap sebagai pasukan pendudukan.

    Kassem mengatakan bahwa “adalah tanggung jawab utama dan eksklusif negara Lebanon pada tahap ini untuk menerapkan semua tekanan politik” guna memastikan bahwa Israel sepenuhnya menarik pasukannya.

    “Israel harus mundur sepenuhnya pada tanggal 18 Februari, tidak ada alasan, tidak ada lima pos atau rincian lainnya, ini adalah kesepakatannya,” ujar Qassem dikutip dari France24.

    “Adalah tanggung jawab negara Lebanon untuk mengerahkan segala upaya untuk membuat Israel mundur”, tambahnya.

    Pemerintah Lebanon Diminta Buka Penerbangan Iran

    Selain mendesak Israel untuk segera angkat kai, Qassem juga meminta pemerintah Lebanon untuk mempertimbangkan kembali larangannya terhadap penerbangan Iran yang mendarat di Beirut.

    Permintaan ini diajukan setelah Pihak berwenang Lebanon melarang penerbangan tersebut mendarat hingga 18 Februari.

    Adapun penangguhan ini dilakukan setelah tuduhan Israel bahwa Teheran menggunakan pesawat sipil untuk menyelundupkan uang tunai ke Beirut untuk mempersenjatai Hizbullah.

    Setelah memblokir penerbangan dari Iran, hari Jumat Libanon mengirimkan dua pesawat Middle East Airlines untuk membawa pulang warganya yang terlantar.

    Namun, Iran menolak memberikan izin mendarat bagi keduanya.

    Imbas larangan itu, puluhan warga negara Lebanon terlantar di Iran, tempat mereka melakukan ziarah keagamaan dengan rencana untuk kembali melalui Mahan Air Iran.

    Selain itu akibat dari pemblokiran, Hizbullah kehilangan rute pasokan ketika pemberontak yang dipimpin Islam pada bulan Desember menggulingkan sekutu Bashar al-Assad di negara tetangga Suriah .

    Hizbullah menyebut larangan itu sebagai bentuk penghinaan terhadap kedaulatan Lebanon serta bukti bahwa Amerika memerintah negara tersebut melalui tekanan.

    “Perdana menteri memutuskan untuk mencegahnya dengan alasan keselamatan penerbangan dan sipil… Masalahnya adalah ini merupakan pelaksanaan perintah Israel,” imbuh Qassem.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Populer Internasional: Rusia Cetak Uang Tunai Suriah – Pesan Keras Al-Qassam saat Pertukaran Sandera – Halaman all

    Populer Internasional: Rusia Cetak Uang Tunai Suriah – Pesan Keras Al-Qassam saat Pertukaran Sandera – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Rangkuman berita populer Tribunnews di kanal Internasional dapat disimak di sini.

    Suriah menerima pengiriman uang kertas baru dari Rusia di tengah kelangkaan uang tunai di negara tersebut.

    Sementara itu, Brigade Al-Qassam menyampaikan pesan keras kepada Israel dan Amerika selama pertukaran sandera.

    Selengkapnya, berikut berita populer Internasional dalam 24 jam terakhir.

    1. Rusia Cetak Uang Tunai Baru untuk Suriah, Barat Masih Ragu-Ragu Cabut Sanksi

    EKONOMI SURIAH – Tangkap layar YouTube AlJazeera Arabic yang diambil pada Minggu (16/2/2025), menampilkan laporan berita mengenai nilai pound Suriah yang naik seminggu setelah jatuhnya rezim Presiden Bashar al-Assad. Rusia kirimkan uang kertas baru ke Suriah karena ekonomi Suriah yang masih sulit dan Barat belum mencabut seluruh sanksinya terhadap negara tersebut. (Tangkap layar YouTube AlJazeera Arabic)

    Bank sentral Suriah menerima pengiriman uang kertas pound/lira Suriah baru dari Rusia untuk mengatasi kekurangan uang tunai yang telah memperparah kondisi ekonomi negara tersebut.

    Mengutip Financial Times, Bank Sentral Suriah mengumumkan pada Jumat (14/2/2025) bahwa uang lira Suriah telah tiba dari Rusia melalui Bandara Internasional Damaskus.

    Namun, pihak bank tidak mengonfirmasi jumlah pastinya.

    Para bankir dan pelaku bisnis sebelumnya menyatakan bahwa kelangkaan uang tunai sangat menghambat perekonomian Suriah.

    Pengiriman ini menjadi bukti bahwa Suriah masih bergantung pada Rusia, tempat di mana lira Suriah telah dicetak selama bertahun-tahun.

    Seorang produsen dan pengecer tekstil, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, mengatakan bahwa kelangkaan uang tunai telah mencapai titik kritis.

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    2. Pesan Keras Al-Qassam saat Pertukaran Sandera: Tidak Ada Pemindahan Warga Palestina dari Gaza

    Sayap militer Hamas, Brigade Al-Qassam menyampaikan pesan tegas saat pertukaran sandera pada hari Sabtu (15/2/2025).

    Brigade Al-Qassam mengibarkan spanduk dengan pesan tegas yang menolak rencana Amerika Serikat tentang pemindahan warga Palestina dari Gaza dalam upacara serah terima sandera.

    Rencana tersebut, yang sebelumnya diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump, bertujuan untuk mengambil alih Gaza serta memindahkan warganya ke negara-negara tetangga.

    Salah satu spanduk yang dipamerkan memuat tulisan, “Kami adalah prajurit, wahai Yerusalem, jadilah saksi,” dalam tiga bahasa: Arab, Inggris, dan Ibrani, dikutip dari Anadolu Ajansi.

    Spanduk tersebut juga menampilkan bendera negara-negara Arab, termasuk Palestina, Mesir, Yordania, Lebanon, Aljazair, dan Arab Saudi.

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    3. Beraninya Zelensky Tolak Trump soal Jatah Mineral, AS dan Rusia Berunding di Arab Saudi

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, dalam pertemuan tertutup hari Rabu, menolak tawaran pemerintahan Trump untuk melepaskan setengah dari sumber daya mineral negara itu dengan imbalan dukungan AS.

    Kesepakatan yang tidak biasa itu akan memberikan Amerika Serikat 50 persen saham di semua sumber daya mineral Ukraina, termasuk grafit, lithium, dan uranium, sebagai kompensasi atas dukungan masa lalu dan masa depan dalam upaya perang Kyiv melawan Rusia, menurut dua pejabat Eropa.

    Seorang pejabat Ukraina dan seorang pakar energi yang diberi pengarahan tentang proposal tersebut mengatakan bahwa pemerintahan Trump juga mengupayakan sumber daya energi Ukraina.

    Negosiasi terus berlanjut, menurut pejabat Ukraina lainnya, yang, seperti pejabat lainnya, berbicara dengan syarat anonim mengingat sensitivitas pembicaraan tersebut, seperti disebutkan Miami Herald.

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    4. Ramai-ramai Jaksa AS Mundur, Ogah Patuhi Perintah Trump untuk Setop Skandal Korupsi Walikota New York

    Enam jaksa Amerika Serikat (AS) di New York dan Washington DC, memilih mengundurkan diri.

    Pengunduran diri massal ini merupakan bentuk penolakan mereka untuk mematuhi perintah Presiden Donald Trump.

    Pasalnya, mereka diminta untuk membatalkan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Wali Kota New York, Eric Adams.

    Sejak awal menjabat, Trump memecat jaksa-jaksa yang menangani kasus hukum yang menyeret dirinya.

    Selain itu, ia juga menuntut informasi mengenai ribuan agen FBI yang terlibat dalam penyelidikan serangan 6 Januari di Gedung Capitol AS.

    Penjabat Jaksa AS untuk Distrik Selatan New York, Danielle Sassoon, mengundurkan diri melalui surat sepanjang delapan halaman.

    Dalam suratnya, Sassoon menjelaskan pengacara Adams “berulang kali menyiratkan adanya quid pro quo” atau pertukaran, menawarkan bantuan kepada Trump dalam isu imigrasi jika kasus ini dihentikan.

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    (Tribunnews.com)

  • Rusia Cetak Uang Tunai Baru untuk Suriah, Barat Masih Ragu-Ragu Cabut Sanksi – Halaman all

    Rusia Cetak Uang Tunai Baru untuk Suriah, Barat Masih Ragu-Ragu Cabut Sanksi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Bank sentral Suriah menerima pengiriman uang kertas pound/lira Suriah baru dari Rusia untuk mengatasi kekurangan uang tunai yang telah memperparah kondisi ekonomi negara tersebut.

    Mengutip Financial Times, Bank Sentral Suriah mengumumkan pada Jumat (14/2/2025) bahwa uang lira Suriah telah tiba dari Rusia melalui Bandara Internasional Damaskus.

    Namun, pihak bank tidak mengonfirmasi jumlah pastinya.

    Para bankir dan pelaku bisnis sebelumnya menyatakan bahwa kelangkaan uang tunai sangat menghambat perekonomian Suriah.

    Pengiriman ini menjadi bukti bahwa Suriah masih bergantung pada Rusia, tempat di mana lira Suriah telah dicetak selama bertahun-tahun.

    Seorang produsen dan pengecer tekstil, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, mengatakan bahwa kelangkaan uang tunai telah mencapai titik kritis.

    Masyarakat mulai enggan menyimpan uang di bank karena khawatir mereka tidak dapat menariknya kembali.

    Desas-desus mengenai kedatangan uang kertas baru ini telah beredar di media sosial Suriah, dengan harapan besar dari masyarakat.

    Menteri Luar Negeri Suriah, Asaad al-Shaibani, mengungkapkan kepada Financial Times bulan lalu bahwa Bank Sentral akan memesan pengiriman mata uang cetak dari Rusia jika diperlukan.

    Goznak, percetakan milik negara Rusia, selama ini menjadi pemasok uang kertas Suriah, yang harus diganti secara berkala karena keausan.

    Menurut para ahli, perusahaan pencetak uang dari Barat belum bersedia menyediakan atau menambah pasokan uang tunai bagi Suriah mengingat sanksi yang terus diterapkan oleh negara-negara Barat terhadap Suriah.

    Kondisi ini memaksa Suriah terus bergantung pada Goznak.

    Meski begitu, belum jelas apakah rezim baru di Suriah berencana menarik sebagian uang kertas dari peredaran, termasuk uang kertas 2.000 lira Suriah yang menampilkan foto mantan presiden Bashar al-Assad, yang kini diasingkan ke Rusia.

    Sistem perbankan Suriah masih memungkinkan transfer antarbank, meskipun jarang digunakan oleh pengusaha untuk membeli dan menjual barang.

    Sistem ini kerap disamakan dengan “barter semu.”

    Kekurangan uang tunai semakin diperburuk oleh kurangnya transparansi mengenai jumlah uang yang beredar.

    Tidak seperti kebanyakan bank sentral, Bank Sentral Suriah tidak mengeluarkan laporan mingguan yang memuat jumlah uang kertas yang beredar.

    Selain itu, situs web resmi mereka tidak dapat diakses, menambah ketidakjelasan seputar operasi keuangan mereka.

    Bank-bank di Suriah juga cenderung menarik dan menghancurkan uang kertas setiap hari karena keausan, sementara bank sentral di seluruh dunia biasanya terus menggantinya.

    Sanksi Barat yang Masih Berlaku

    Sistem perbankan swasta di Suriah, yang telah berusia dua dekade, sebagian besar digunakan untuk tujuan komersial.

    Sementara itu, masyarakat cenderung menyimpan uang mereka sendiri di luar sistem perbankan.

    Hal ini semakin berkembang menjelang jatuhnya Assad, ketika pemerintah mulai meminta informasi keuangan dari bank swasta untuk memungut pajak secara ad hoc dari warga berpenghasilan besar.

    Ekonomi Suriah telah hancur akibat perang saudara selama 13 tahun, korupsi di bawah rezim Assad, dan sanksi Barat, termasuk di sektor perbankan.

    Para pengusaha menyatakan bahwa meskipun terdapat euforia setelah jatuhnya Assad, penjualan mereka masih anjlok.

    Mereka juga menghadapi tekanan setelah pembatasan ekspor dicabut, memaksa mereka menjual stok dengan kerugian.

    “Orang-orang tidak berbelanja karena mereka tidak tahu apa yang akan terjadi,” kata seorang pengusaha tekstil.

    “Perusahaan juga tidak melakukan pembelian karena tidak ada uang tunai yang tersedia, dan prioritas mereka saat ini adalah membayar karyawan.”

    Sementara itu, sebagian besar sanksi terhadap Suriah dan sektor perbankannya masih berlaku.

    Beberapa pejabat Uni Eropa telah menyusun peta jalan untuk melonggarkan sanksi secara bertahap.

    “Ada tanda-tanda kebingungan dan kurangnya kejelasan,” ujar Jihad Yazigi, editor kantor berita Syria Report.

    “Ekonomi adalah masalah besar, dan ujian utama bagi pemerintah baru di Damaskus adalah memastikan pasokan energi dan kebutuhan pokok seperti roti, serta mengembalikan ekonomi yang stabil.”

    Beberapa ibu kota Eropa menunjukkan sinyal bahwa sanksi akan segera dicabut, seperti yang dilaporkan oleh Middle East Eye.

    Pekan ini, Prancis menjadi tuan rumah pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Suriah dan mengadakan konferensi internasional untuk mendukung negara tersebut.

    Presiden Suriah, Ahmad al-Sharaa, juga diundang oleh Presiden Emmanuel Macron untuk mengunjungi Paris, dan kunjungan tersebut diharapkan terjadi dalam waktu dekat.

    Namun, hal serupa tidak berlaku bagi Amerika Serikat.

    Meski AS telah memberikan kelonggaran sementara dengan mengizinkan transaksi tertentu, termasuk penjualan energi, sanksi berat lainnya belum dicabut.

    Direktur Kontraterorisme AS, Sebastian Gorka, mempertanyakan apakah Al-Sharaa benar-benar meninggalkan kelompok terornya.

    “Saya ragu AS akan mencabut sanksi terhadap Suriah dalam waktu dekat,” kata Yazigi.

    “AS mungkin menggunakan sanksi ini sebagai alat untuk menekan pemerintah Suriah.”

    Yazigi membandingkan situasi ini dengan Sudan, yang sanksinya dicabut setelah mengakui Israel pada tahun 2020.

    Namun, ia menambahkan bahwa situasi Suriah jauh lebih kompleks, terutama terkait pengakuan Israel, yang secara politik dianggap tidak mungkin.

    Menurut para ahli, Suriah mungkin akan berhati-hati dalam menjaga hubungan dengan berbagai pemangku kepentingan, baik di dalam maupun luar negeri.

    “Di Suriah, Anda harus selalu menjaga pintu terbuka dan memiliki sekutu asing alternatif atau setidaknya pihak-pihak yang tidak ingin Anda ganggu,” ujar Yazigi.

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • ISIS Siaga di Suriah, Langkah Trump Selanjutnya Bisa Menentukan Apakah ISIS Akan Bangkit Lagi – Halaman all

    ISIS Siaga di Suriah, Langkah Trump Selanjutnya Bisa Menentukan Apakah ISIS Akan Bangkit Lagi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Di berbagai penjara dan kamp penahanan di wilayah timur laut Suriah, kelompok militan ISIS terkurung tetapi memiliki kekuatan yang siap siaga, NBC News melaporkan.

    Untuk saat ini, penjara dan kamp tersebut dijaga oleh Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang didukung oleh Amerika Serikat dan dipimpin oleh pasukan Kurdi.

    Keduanya bersatu untuk menghancurkan ISIS, namun ideologi radikal kelompok tersebut belum sepenuhnya dihancurkan.

    Sejak penggulingan diktator Suriah, Bashar al-Assad, akhir tahun lalu dan pemerintahan baru di AS, kekhawatiran akan kebangkitan ISIS mulai muncul kembali.

    Di utara Suriah, sekitar 10.000 terduga anggota ISIS dipenjara di 28 fasilitas, termasuk penjara terbesar di Al Sina, di pinggiran Hasakah.

    Penjara ini menahan ribuan pria, banyak di antaranya ditangkap selama pertempuran terakhir ISIS pada 2019.

    Salah satu tahanan, Ibrahim, seorang warga negara Maroko, mengakui dalam wawancara dengan NBC News bahwa ia adalah mantan pejuang ISIS, tetapi bersikeras bahwa ia tidak lagi menjadi ancaman.

    “Jika saya berbahaya, saya tidak akan menyerahkan diri,” ujarnya, sambil berharap bisa kembali ke negaranya.

    Bagi komandan SDF, Jenderal Mazloum Abdi, para tahanan ini tetap menjadi ancaman besar.

    “Mereka adalah garis keras,” katanya.

    “Kami memiliki banyak tahanan, dan mereka merupakan ancaman yang terus berlanjut.”

    Serangan ISIS ke Penjara Al Sina lebih dari tiga tahun lalu menunjukkan betapa serius ancaman ini.

    Dalam serangan tersebut, ratusan tahanan dibebaskan setelah serangan besar-besaran yang menewaskan puluhan penjaga.

    Pertempuran untuk menguasai penjara berlangsung selama lebih dari seminggu sebelum dipadamkan dengan bantuan militer AS.

    “Kami memiliki informasi intelijen bahwa ISIS berencana menyerang penjara lagi,” kata Abdi.

    “Jika mereka berhasil, ISIS bisa bangkit kembali.”

    Kamp Al Hol

    Sekitar 26 mil di sebelah timur Hasakah, Kamp Al Hol menampung sekitar 40.000 orang, 93 persen di antaranya adalah wanita dan anak-anak, berdasarkan data terbaru dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.

    Banyak dari mereka adalah keluarga anggota ISIS, dan pejabat SDF memperingatkan bahwa kamp tersebut menjadi sarang bagi generasi militan berikutnya.

    “Pola pikir radikal berkembang di dalam kamp ini,” kata Jihan Hanan, direktur Al Hol.

    “Mereka semakin ekstrem.”

    Dengan sumber daya yang terbatas, penjagaan hanya bisa dilakukan di perimeter, sehingga kekerasan di dalam kamp sering kali tidak dapat dicegah.

    Di bagian yang disebut “The Annex”, istri-istri anggota ISIS asing dan anak-anak mereka ditahan.

    Banyak dari mereka telah berada di sana selama enam tahun tanpa ada minat dari negara asal mereka untuk memulangkan mereka.

    Langkah Trump Bisa Jadi Penentu

    Pasukan SDF sangat bergantung pada bantuan militer dan dukungan finansial dari Amerika Serikat.

    Namun, keputusan Presiden Donald Trump untuk membekukan bantuan luar negeri AS selama 90 hari, serta dorongannya untuk menutup Badan Pembangunan Internasional AS (USAID), dapat membuat bantuan yang sangat dibutuhkan tidak sampai ke SDF dan pemerintahan Kurdi.

    Jenderal Abdi dan Direktur Hanan sepakat bahwa solusi terbaik adalah memulangkan para tahanan ke negara asal mereka, tetapi banyak negara enggan menerima mereka kembali.

    Dengan pemerintahan Bashar al-Assad yang digulingkan oleh kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS), situasi politik di Suriah berubah drastis.

    Meskipun SDF mempertahankan otonomi Kurdi di timur laut Suriah, dinamika politik baik di dalam negeri maupun luar negeri terus bergeser.

    Presiden Turki, Recep Tayyip Erdoğan, mendukung HTS dan telah lama memandang SDF sebagai perpanjangan dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK) di Turki, yang dianggap sebagai organisasi teroris.

    Keputusan Trump untuk menarik 2.000 tentara AS yang masih bertugas di Suriah dapat membuka jalan bagi kebangkitan ISIS.

    Jika pasukan AS ditarik, kekosongan keamanan yang tersisa bisa dimanfaatkan oleh kelompok militan.

    “Kekosongan keamanan ini bisa menjadi ancaman besar bagi kami,” ujar Hanan.

    “Kami mungkin bisa bertahan selama beberapa bulan, tetapi setelah itu, situasinya akan tidak terduga.”

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • Israel Perluas Pendudukan di Suriah Selatan, Memicu Kepanikan di Antara Penduduk Setempat – Halaman all

    Israel Perluas Pendudukan di Suriah Selatan, Memicu Kepanikan di Antara Penduduk Setempat – Halaman all

    Israel Perluas Pendudukan di Suriah Selatan, Memicu Kepanikan di Antara Penduduk Setempat

    TRIBUNNEWS.COM- Tentara Israel memperluas pendudukannya di Suriah selatan pada tanggal 9 Februari, melanjutkan kampanye penghancuran infrastruktur milik bekas Tentara Arab Suriah (SAA). 

    Pasukan tersebut maju ke desa Ain al-Nouriya di pedesaan timur laut kota selatan Quneitra. 

    Tentara Israel terus membombardir Suriah dan menyerang sisa-sisa infrastruktur militer bekas pemerintah.

    “Pasukan tersebut menghancurkan sisa-sisa dua kompi mortir dan rudal anti-tank milik bekas tentara Suriah, di dekat bukit strategis Ain al-Nouriya,” sumber Suriah mengatakan kepada Al Mayadeen . 

    “Pasukan pendudukan ditempatkan selama berjam-jam di jalan penting yang menghubungkan pedesaan Quneitra dengan pedesaan Damaskus ke arah Khan Arnabeh-Harfa, yang menyebabkan kepanikan di antara penduduk, terutama dengan meluasnya serangan dan peningkatan patroli Israel di pedesaan Quneitra dan Gunung Hermon,” kata sumber tersebut. 

    Serangan udara Israel menargetkan lokasi militer di pinggiran kota Inkhil di pedesaan utara provinsi Deraa selatan pada Sabtu malam. 

    Perluasan wilayah Israel baru-baru ini di wilayah selatan Suriah, yang dimulai segera setelah jatuhnya pemerintahan Bashar al-Assad, telah menyaksikan pasukan penyerang merebut sumber-sumber air yang berharga seperti Bendungan Al-Wahda di Cekungan Sungai Yarmouk dan lainnya, serta mendirikan pos-pos pengamatan di beberapa wilayah strategis yang menghadap ke Damaskus dan daerah pedesaannya. 

    Washington Post  melaporkan awal bulan ini, mengutip penduduk setempat di daerah tersebut, bahwa tentara Israel sedang mendirikan pemukiman militer permanen di sejumlah desa di Suriah selatan, termasuk Jabata al-Khashab di Quneitra. 

    Tel Aviv berencana untuk mempertahankan kehadirannya yang tidak terbatas di Suriah.

    “IDF akan tetap berada di puncak Hermon dan zona keamanan tanpa batas waktu untuk menjamin keamanan masyarakat di Dataran Tinggi Golan dan wilayah utara, serta semua penduduk Israel,” kata Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz , akhir bulan lalu saat berkunjung ke wilayah Suriah yang diduduki. 

    “Kami tidak akan membiarkan pasukan musuh membangun posisi di zona keamanan di Suriah selatan… kami akan bertindak melawan ancaman apa pun,” tambahnya.

    Katz juga mengatakan bahwa Tel Aviv akan melakukan kontak dengan “populasi yang bersahabat” di wilayah selatan Suriah, “dengan penekanan pada komunitas Druze yang besar yang memiliki hubungan kekeluargaan yang dekat dan historis dengan saudara-saudara Druze kita di Israel.”

    Israel menyatakan prihatin terhadap kelompok minoritas di Suriah, beberapa di antaranya menghadapi penganiayaan berat di tangan otoritas baru Suriah.

    Minggu lalu, penduduk Suriah di desa Al-Muallaqa mengatakan mereka akan menolak bantuan atau pendampingan apa pun dari Israel atau militernya. 

     

    SUMBER: THE CRADLE

  • Kepala Pengawas Senjata Kimia PBB Akan Bertemu Pemimpin Baru Suriah

    Kepala Pengawas Senjata Kimia PBB Akan Bertemu Pemimpin Baru Suriah

    Jakarta

    Kepala badan pengawas senjata kimia PBB akan bertemu pemimpin baru Suriah pada hari Sabtu (8/2) waktu setempat. Ini menjadi kunjungan pertamanya sejak penggulingan presiden Suriah Bashar al-Assad, yang berulang kali dituduh menggunakan senjata kimia selama perang saudara Suriah selama 13 tahun.

    “Kami akan menyiarkan Presiden Republik Arab Suriah Ahmad al-Sharaa dan Menteri Luar Negeri Asaad Al-Shaibani menerima delegasi dari Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW)”, kata saluran Telegram resmi Suriah dalam sebuah pernyataan, dilansir kantor berita AFP, Sabtu (8/2/2025).

    Pernyataan tersebut mengatakan delegasi tersebut dipimpin oleh kepala OPCW Fernanado Arias.

    Sebelumnya pada tahun 2013, Suriah setuju untuk bergabung dengan OPCW, tak lama setelah dugaan serangan gas kimia menewaskan lebih dari 1.000 orang di dekat Damaskus, ibu kota Suriah.

    Suriah menyerahkan persediaan senjata kimianya untuk dimusnahkan, tetapi OPCW selalu khawatir bahwa jumlah persediaan yang disampaikan oleh Damaskus tersebut tidak lengkap dan masih ada lebih banyak senjata yang tersisa.

    Pemerintah Assad membantah menggunakan senjata kimia.

    Namun pada tahun 2014, OPCW membentuk apa yang disebutnya “misi pencari fakta” untuk menyelidiki penggunaan senjata kimia di Suriah, kemudian menerbitkan 21 laporan yang mencakup 74 kasus dugaan penggunaan senjata kimia.

    Para penyelidik menyimpulkan bahwa senjata kimia digunakan atau kemungkinan digunakan dalam 20 kasus.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Presiden Suriah Al-Sharaa Bertemu Presiden Turki Erdogan, Bahas Kerja Sama Keamanan – Halaman all

    Presiden Suriah Al-Sharaa Bertemu Presiden Turki Erdogan, Bahas Kerja Sama Keamanan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Turki, Recep Tayyip Erdoğan, menyambut kedatangan Presiden Sementara Suriah, Ahmad al-Sharaa, di Istana Kepresidenan di Ankara, Turki, pada Selasa (4/2/2025).

    Al-Sharaa disambut oleh Erdoğan bersama sejumlah kecil pengawal kehormatan di pintu masuk Istana Kepresidenan.

    Upacara penyambutan berlangsung sederhana jika dibandingkan dengan kunjungan kepala negara lainnya yang biasanya disertai pasukan dan band militer, lapor Euronews.

    Pertemuan keduanya bertujuan membahas pemulihan ekonomi serta keamanan dan stabilitas Suriah.

    Dalam konferensi pers bersama setelah pertemuan, Al-Sharaa mengatakan bahwa Turki dan Suriah sedang merencanakan “strategi bersama” untuk mengatasi ancaman keamanan bagi kedua negara.

    “Kami membahas ancaman-ancaman yang dapat menghambat persatuan wilayah Suriah, terutama di timur laut Suriah,” ujar Al-Sharaa.

    Salah satu ancaman bagi Turki adalah keberadaan pasukan pimpinan Kurdi yang didukung oleh Amerika Serikat di wilayah utara Suriah.

    Turki memandang milisi Kurdi Suriah, yang merupakan bagian dari Pasukan Demokratik Suriah (SDF), sebagai cabang dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang dilarang di Turki.

    TURKI DAN SURIAH – Tangkap layar YouTube Kanal13 yang diambil pada Rabu (5/2/2025) menampilkan Presiden Suriah Ahmad Al-Sharaa saat melakukan kunjungan ke Turki dan bertemu dengan Presiden Recep Tayyip Erdoğan, Selasa (4/2/2025). Pertemuan keduanya bertujuan membahas pemulihan ekonomi serta keamanan dan stabilitas Suriah. (Tangkap layar YouTube Kanal13)

    Turki secara konsisten mendesak agar kelompok tersebut dibubarkan.

    Pejuang yang didukung oleh Turki telah berperang melawan SDF untuk menjauhkan mereka dari perbatasan Turki.

    “Kami juga membahas pentingnya tekanan internasional terhadap Israel agar menarik diri dari zona penyangga di Suriah bagian selatan dan melaksanakan perjanjian tahun 1974,” tambah Al-Sharaa.

    Sebagai informasi, Al-Sharaa baru saja ditunjuk sebagai Presiden Sementara Suriah minggu lalu.

    Ia merupakan mantan pemimpin organisasi Hayat Tahrir al-Sham (HTS), kelompok yang menggulingkan Presiden Bashar al-Assad pada Desember lalu.

    Turki dikenal sebagai pendukung kuat kelompok-kelompok yang menentang al-Assad selama perang saudara yang berlangsung selama 13 tahun, sehingga dipandang sebagai sekutu utama pemerintahan baru Suriah.

    Turki, yang berbatasan dengan Suriah sepanjang 910 km, juga menjadi negara yang menampung jumlah pengungsi Suriah terbanyak sejak pecahnya perang pada tahun 2011.

    Jumlah pengungsi Suriah di Turki mencapai puncaknya pada tahun 2022, dengan lebih dari 3,8 juta orang.

    Kunjungan Al-Sharaa ke Turki ini merupakan kunjungan internasional keduanya sejak menjabat sebagai presiden.

    Sebelumnya, ia melakukan kunjungan ke Arab Saudi.

    Turki Dilaporkan Berencana Bangun 2 Pangkalan Militer di Suriah

    Sebelum kunjungan Al-Sharaa ke Turki, muncul laporan bahwa Turki akan membangun dua pangkalan militer di Suriah.

    Kunjungan itu pun dimaksudkan untuk membahas pangkalan tersebut.

    “Turki akan melatih anggota militer di dua pangkalan yang akan dibangun di Suriah,” menurut laporan surat kabar Türkiye Newspaper pada 3 Februari 2025 yang mengutip beberapa sumber Arab yang tidak disebutkan namanya.

    “Turki dan Suriah akan menandatangani perjanjian pertahanan bersama.”

    Laporan itu juga menambahkan, “Berdasarkan perjanjian yang diharapkan segera ditandatangani, Turki akan membantu Suriah jika negara tersebut menghadapi ancaman mendadak.”

    Militer Turki akan melatih tentara Suriah, termasuk pilot, dengan tujuan membangun angkatan udara untuk Suriah.

    Dalam perjanjian tersebut, disebutkan bahwa Turki akan menempatkan 50 pesawat tempur F-16 di dua pangkalan baru tersebut hingga Angkatan Udara Suriah terbentuk sepenuhnya.

    “Langkah ini bertujuan untuk mencegah serangan apapun terhadap kedaulatan Suriah.”

    Selain itu, pihak berwenang Suriah juga dilaporkan meminta agar Turki mengerahkan pesawat nirawak, radar, dan sistem perang elektronik di sepanjang perbatasan Suriah dengan Israel.

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • Mantan Mendagri Suriah dari Rezim Assad Serahkan Diri ke Pasukan Keamanan – Halaman all

    Mantan Mendagri Suriah dari Rezim Assad Serahkan Diri ke Pasukan Keamanan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Mantan Menteri Dalam Negeri Suriah, Mohammed al-Shaar, menyerahkan diri kepada otoritas Suriah.

    Klip video yang diperoleh Al Arabiya Al Hadath hari ini, Selasa (4/2/2025), menunjukkan Mohammed al-Shaar di dalam kendaraan pasukan keamanan.

    “Hari ini, Selasa, kami menerima Mayor Jenderal Muhammad Ibrahim al-Shaar dari Faraj al-Hamoud dan Munif al-Zaim al-Qaddah,” kata perwakilan pasukan keamanan dalam video itu.

    “Video ini direkam untuk memastikan bahwa segala sesuatunya berjalan sesuai hukum dan kendali yang disepakati, sekaligus menjaga martabatnya,” lanjutnya.

    “Kami tidak akan ragu untuk menerima siapa pun yang ingin menyerahkan diri kepada otoritas terkait di negara Suriah yang baru,” tambahnya.

    Anggota pasukan keamanan tersebut mengatakan Mohammed al-Shaar mengklaim dirinya tidak bertanggung jawab atas penjara tidak resmi.

    “Dia (Mohammed al-Shaar) menekankan Kementerian Dalam Negeri tidak bertanggung jawab atas penjara tidak resmi dan keamanan, tetapi hanya penjara resmi,” katanya.

    Ia pun menegaskan dirinya tidak melakukan perbuatan yang dapat dihukum oleh hukum.

    Sebelumnya, Mohammed al-Shaar dikenal sebagai salah satu tokoh paling terkemuka yang terlibat dalam pelanggaran terhadap warga Suriah di penjara Sednaya pada tahun 2008.

    Mohammed al-Shaar diangkat sebagai Menteri Dalam Negeri sekitar sebulan setelah pecahnya revolusi Suriah pada Maret 2011.

    Ia dimasukkan dalam daftar sanksi Barat yang dijatuhkan terhadap Suriah sejak pertengahan tahun 2011.

    Kabar ini datang beberapa hari setelah penangkapan Atef Najib, sepupu mantan Presiden Suriah Bashar al-Assad dan mantan kepala Cabang Keamanan Politik di Daraa.

    Sejak presiden Suriah Bashar al-Assad digulingkan dari kekuasaannya pada 8 Desember 2024, pasukan keamanan di Suriah meluncurkan kampanye keamanan di berbagai daerah selama berminggu-minggu untuk mengejar militan dan menciptakan stabilitas.

    Sementara itu, operasi penyisiran terus dilakukan untuk mencari depot senjata, pengedar narkoba, dan mereka yang digambarkan sebagai sisa-sisa rezim Assad yang menolak menyerahkan senjata mereka, dan mencakup beberapa daerah.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

  • IRFS Lahir, Faksi Baru Suriah Mulai Serang Pasukan Israel dan Recoki Geng Presiden – Halaman all

    IRFS Lahir, Faksi Baru Suriah Mulai Serang Pasukan Israel dan Recoki Geng Presiden – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Faksi baru di Suriah mulai melancarkan serangan terhadap Pasukan Pertahanan Israel (IDF) di Provinsi Quneitra.

    Faksi itu menyebut diri sebagai Front Perlawanan Israel di Suriah (IRFS) dan mengklaim berada di balik serangan yang dilancarkan akhir Januari lalu.

    IRFS tidak hanya mengumumkan serangan terhadap Israel, tetapi juga dimulainya operasi militer terhadap “geng Julani”. Julani yang dimaksud ialah Abu Muhammad Al Julani atau Ahmed al-Sharaa yang saat ini menjadi Presiden Suriah

    Dikutip dari The Cradle, IRFS mengklaim serangan yang dilancarkannya tanggal 31 Januari berhasil memukul mundur tentara israel.

    “Kami tidak akan mengizinkan Israel menduduki negeri kami, dan kami akan terus mencari kalian dan geng Julani dengan sergapan akurat dan serangan kejutan kami,” kata IRFS.

    Army Radio Israel juga melaporkan adanya serangan yang dilancarkan oleh sekelompok orang. Mereka menembaki tentara Israel di pedesaan Quneitra. Tidak ada laporan korban jiwa.

    Seorang jurnalis Israel bernama Doron Kadosh menyebut serangan itu sebagai “insiden yang tidak biasa”. Momen itu adalah pertama kalinya kelompok bersenjata mencapai area operasionel tentara Israel dalam dua bulan terakhir.

    “Kelompok yang menyebut diri sebagai Front Perlawanan Islam di Suriah mengaku bertanggung jawab atas penembakan terhadap pasukan kita, dan terlalu awal untuk mengetahui apakah ini adalah dimulainya perlawanan bersenjata yang terorganisir terhadap aktivitas IDF di Suriah,” kata Kadosh.

    Dilaporkan bahwa sebagian besar anggota IRFS berasal dari sekte Syiah minoritas di Suriah. IRFS dibentuk sebagai sebuah cabang Partai Nasional Sosialis Suriah (SSNP).

    SSNP pada tanggal 17 Desember mengeluarnya pernyataan resmi mengenai dibentuknya Front Pembebasan Selatan. Beberapa minggu kemudian nama front itu diubah menjadi Front Perlawanan Islam di Suriah”.

    Faksi itu disebut dibentuk demi melindungi rakyat Suriah dan mengusir Israel dari wilayah Suriah.

    Menurut SSNP, pembentukan IRFS adalah respons atas bungkamnya pemerintah baru Suriah perihal serangan Israel.

    Sejak Presiden Bashar al-Assad digulingkan oleh Hayat Tahrir al-Sham bulan Desember 2024, Israel mulai menyerang dan menduduki wilayah Israel. Otoritas yang berkuasa di Suriah memilih untuk tidak melawan.

    IDF kemudian membentuk enam pos militer di Provinsi Quneittra. Keenamnya berada di Hadar, Qurs al-Nafal, Al-Tulul al-Hamr, Al-Hamidiyah, Kodna, dan Al-Mantara Dam.

    Pada tanggal 28 Januari lalu Menteri Pertahanan Israel Katz mengatakan tentaranya akan menduduki Gunung Hermon dan area lain di Suriah selatan.

    “IDF akan tetap berada di puncak Hermon dan zona keamanan tanpa batas waktu untuk memastikan keamanan masyarakat di Dataran Tinggi Golan dan di utara, dan semua warga Israel,” ujar Katz.

    Pusat Kajian Alma menyebut SSNP telah terlibat dalam serangan terhadap Israel sejak pendudukan di Lebanon selatan tahun 1980-an.

    Alma mengatakan SSNP barangkali adalah upaya Iran untuk membentuk legitimasinya dalam menghadapi kekalahan strategis setelah Israel melancarkan aksi militer.

    SSNP adalah pendukung kuat rezim Assad di Suriah dan kelompok Hizbullah di Lebanon.

    SNNP pernah berkolaborasi dengan Hizbullah saat Perang Saudara Lebanon. Adapun dalam Perang Saudara Suriah, faksi itu bertempur di pihak Assad.

    (*)