Tag: Barnes

  • Sinopsis Mickey 17, Film Baru Robert Pattinson yang Diadaptasi dari Novel

    Sinopsis Mickey 17, Film Baru Robert Pattinson yang Diadaptasi dari Novel

    Liputan6.com, Bandung – Aktor ternama Hollywood, Robert Pattinson kembali berakting dengan film baru bertajuk “Mickey 17”. Film ini mengangkat genre Sci-Fi dan dark comedy yang menarik untuk disaksikan.

    Diketahui film ini merupakan adaptasi dari novel populer berjudul sama karya Edward Ashton. Sementara itu, filmnya dikemas oleh sutradara kondang Bong Joon Ho yang sebelumnya sukses besar dengan film Parasite.

    Melalui film ini, Robert Pattinson akan menampilkan bakat beraktingnya dengan mengambil peran ganda sebagai dua versi karakter utama. Melalui trailer terbarunya Robert Pattinson bahkan berhasil mendapatkan pujian dan membuat banyak orang tertarik dengan filmnya.

    Adapun karakter yang akan diperankan Robert Pattinson bernama Mickey Barnes seorang pekerja eksperimen yang melalui sejumlah perjalanan hidup beragam hingga tantangan yang berat.

    Film ini juga menyuguhkan konsep yang unik dengan visual cukup memikat dari film-film lainnya. Sebagai informasi, film Mickey 17 sempat melalui sejumlah perubahan jadwal tayang dan diputuskan untuk rilis pada 7 Maret 2025.

    Selain Robert Pattinson film ini juga diperankan oleh sederet aktor dan artis populer Hollywood. Mulai dari Toni Collette sebagai Gwen Johansen, Steven Yeun sebagai Berto, hingga Mark Ruffalo sebagai Hieronymous Marshall.

    Mickey 17 mempunyai durasi tayang sekitar 2 jam 19 menit dengan rating (R) atau hanya bisa disaksikan oleh penonton berusia 17 tahun ke atas dan terbatas untuk anak di bawah usia 17 tahun.

  • Penembakan Massal di Sekolah AS Terjadi Lagi, Siswa dan Guru Tewas

    Penembakan Massal di Sekolah AS Terjadi Lagi, Siswa dan Guru Tewas

    Jakarta

    Seorang remaja melakukan penambakan di sebuah sekolah di negara bagian Amerika Serikat (AS), Wisconsin. Penembakan itu mengakibatkan seorang siswa dan seorang guru tewas, serta 6 orang lainnya terluka.

    Dilansir Reuters, Selasa (17/12/2024), penembakan itu terjadi di salah satu sekolah swasta di Abundant Life Christian School, yang mengajar sekitar 400 siswa dari TK hingga SMA di wilayah Madison.

    Kepala Polisi Madison, Shon Barnes, mengatakan 2 orang siswa yang terluka imbas penembakan itu dalam kondisi cedera yang mengancam jiwa. Selain itu seorang guru dan tiga siswa lain yang tertembak diperkirakan akan selamat.

    “2 orang korban telah dipulangkan dari rumah sakit,” kata Barnes, dalam sebuah konferensi pers.

    Lebih lanjut, seorang siswa yang melakukan penembakan senjata api ditemukan tewas di dalam sekolah oleh petugas kepolisian. Para pejabat kepolisian menolak untuk menyampaikan identitas penembak berdasarkan nama, usia, jenis kelamin, mereka juga belum menyampaikan identitas korban.

    Berdasarkan laporan CNN dan Associated Press yang mengutip sumber kepolisian yang tidak disebutkan namanya menyebut seorang penembak merupakan seorang gadis berusia 17 tahun yang menembak dirinya sendiri setelah kejadian. Namun Reuters tidak dapat memverifikasi laporan tersebut.

    Belum diketahui motif kekerasan tersebut, yang menurut pihak berwenang terjadi di satu tempat di dalam sekolah. Keluarga penembak juga bekerja sama dalam penyelidikan.

    (yld/zap)

  • Penembakan di Sekolah Wisconsin AS, Siswa dan Guru Tewas

    Penembakan di Sekolah Wisconsin AS, Siswa dan Guru Tewas

    Jakarta, CNN Indonesia

    Seorang remaja melancarkan aksi penembakan di sebuah sekolah swasta Abundant Life Christian School, Wisconsin, Amerika Serikat, hingga menewaskan dua orang yakni seorang siswa dan guru pada Senin (16/12).

    Insiden yang turut melukai enam orang lainnya ini menjadi penembakan terbaru yang terjadi di lingkungan sekolah AS. Polisi tidak mengungkapkan identitas para korban, sementara pelaku tak lama ditemukan meninggal dunia di lokasi kejadian.

    Abundant Life Christian School merupakan sebuah sekolah swasta yang mengajar sekitar 400 siswa dari taman kanak-kanak hingga kelas 12.

    Menurut keterangan polisi, dua siswa dari enam korban terluka kini mengalami luka serius yang mengancam nyawa. Sementara empat orang korban lainnya menderita luka ringan.

    Polisi menuturkan pelaku merupakan seorang siswa di sekolah tersebut. Ia menggunakan pistol saat melakukan aksinya dan ditemukan tewas di dalam sekolah tak lama usai penembakan ketika petugas datang. Polisi juga belum mengungkap identitas pelaku.

    Menurut keterangan polisi, tidak ada aparat yang melepaskan tembakan kepada pelaku.

    Hingga kini, motif kekerasan tersebut belum diketahui. Polisi menyatakan insiden itu terjadi di satu area dalam sekolah. Keluarga pelaku sedang bekerja sama dalam penyelidikan.

    Kepala Polisi Madison, Shon Barnes mengatakan bahwa penembakan terjadi sesaat sebelum pukul 11.00 pagi waktu setempat.

    “Hari ini adalah hari yang sangat menyedihkan, bukan hanya untuk Madison, tetapi untuk seluruh negara kita, di mana lagi-lagi seorang kepala polisi harus mengadakan konferensi pers untuk membahas kekerasan di komunitas kita,” kata Barnes kepada wartawan.

    “Setiap anak, setiap orang di dalam gedung itu, adalah korban, dan akan terus menjadi korban selamanya. Trauma seperti ini tidak akan hilang begitu saja,” tambahnya seperti dikutip Reuters.

    Kontrol senjata dan keamanan sekolah telah menjadi isu politik dan sosial besar di AS, di mana jumlah penembakan di sekolah meningkat dalam beberapa tahun terakhir.

    Menurut situs K-12 School Shooting Database, telah terjadi 322 penembakan di sekolah-sekolah AS tahun ini. Angka itu adalah yang tertinggi kedua sejak 1966, hanya kalah dari tahun lalu yang mencatat 349 penembakan serupa.

    “Kita perlu berbuat lebih baik di negara dan komunitas kita untuk mencegah kekerasan senjata,” ujar Wali Kota Madison, Satya Rhodes-Conway, dalam konferensi pers yang sama.

    (rds)

    [Gambas:Video CNN]

  • Bagaimana Uni Eropa Sikapi Kekuasaan HTS di Suriah?

    Bagaimana Uni Eropa Sikapi Kekuasaan HTS di Suriah?

    Jakarta

    Sebagaimana yang lain dunia, Uni Eropa dikejutkan oleh betapa cepatnya pemberontak Suriah menumbangkan rejim Bashar Assad di Damaskus. Keberhasilan kolaborasi pimpinan Hay’at Tahrir al-Sham, HTS, itu tidak menyisakan banyak waktu untuk bersiasat atau menyiapkan respons.

    Brussels menyambut ambruknya kediktaturan Assad, namun bersikap hati-hati dalam menyikapi kekuasaan pemimpin HTS, Abu Muhammad al-Julani, alias Ahmad al-Sharaa. Betapapun, organisasi Islam nasionalis itu dilahirkan dari ISIS dan sempat dibesarkan al-Qaeda, dua kelompok teror di Suriah dan Irak.

    Seorang juru bicara UE mengaku pihaknya tidak menjalin komunikasi dengan penguasa baru Suriah, HTS hingga kini masih menghuni daftar organisasi teroris Perserikatan Bangsa-bangsa dan negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat.

    UE berdiplomasi dengan bekas kelompok teror?

    Keraguan yang menaungi pemerintahan baru Suriah bersumber pada latar belakang al-Julani.

    Dia bergabung dengan al Qaeda untuk melawan invasi AS di Irak dan sempat dikurung di penjara Bucca. Di sana, dia dikabarkan menghabiskan waktu dengan anggota berbagai kelompok jihad dan bertemu dengan gembong Islamic State, ISIS, Abu Bakr al-Baghdadi.

    Dalam wawancara dengan televisi AS PBS, dia mengakui beberapa tahun yang lalu bahwa sekembalinya ke tanah air, dia memperoleh dukungan finansial dari Islamic State untuk membentuk laskar bersenjata bernama Front al-Nusra.

    Namun loyalitasnya punah ketika al-Baghdadi memaksakan agar laskah al-Julani dilebur ke dalam organisasi baru, Islamic State di Irak dan Suriah, ISIS, lapor media Inggris BBC. Al-Julani menolak dan membelot ke al-Qaeda.

    Meski sudah menguasai Suriah, al-Julani belum melepaskan status buron internasional. Pemerintah AS menawarkan hadiah sebesar USD10 juta untuk informasi yang dapat mengarah pada penangkapannya.

    Beberapa analis meyakini, Barat harus mencabut label teroris terhadap al-Julani dan HTS, meski dengan beberapa syarat.

    “Pencabutan status sebagai individu atau organisasi teroris menuntut proses yang rumit dan sulit,” tulis Charles Lister, direktur program Suriah di Middle East Institute, di X.

    “Menurut pemahaman saya, sejumlah kondisi berurutan akan diajukan agar HTS dapat memenuhinya, yang melibatkan reformasi militer, politik dan administrasi, serta langkah-langkah menuju akuntabilitas atas kejahatan yang terdokumentasi sebelumnya.”

    Dugaan kejahatan HAM

    Sudah sejak Februari tahun ini warga sipil di Idlib, yang dikuasai HTS, mengadukan praktik “penyiksaan dan kematian dalam tahanan,” menurut laporan PBB yang dikeluarkan pada bulan September.

    Laporan oleh Amerika Serikat tentang hak asasi manusia di Suriah pada tahun 2022 mencatat, kelompok bersenjata seperti “HTS melakukan berbagai pelanggaran, termasuk pembunuhan dan penculikan, penahanan ilegal, kekerasan fisik, kematian warga sipil, dan perekrutan tentara anak-anak.”

    Laporan itu juga menuduh beberapa kelompok pemberontak Suriah lainnya atas tindakan yang sama. Organisasi HAM Human Rights Watch melaporkan, pada tahun 2019 setidaknya enam mantan tahanan disiksa saat berada dalam tahanan HTS.

    Namun al-Julani membantah terlibat, dan baru-baru ini mengatakan kepada CNN bahwa pelanggaran “tidak dilakukan atas perintah atau arahan kami” dan bahwa mereka yang bertanggung jawab telah diseret ke pengadilan.

    Pemerintahan yang inklusif demi pengakuan Barat

    Namun, Uni Eropa menyimpan banyak keraguan. Blok yang beranggotakan 27 negara itu khawatir tentang keselamatan minoritas, hak-hak perempuan, dan representasi yang setara bagi berbagai kelompok oposisi.

    “Kami menyerukan transisi politik yang tenang dan inklusif serta perlindungan bagi semua warga Suriah, termasuk semua kaum minoritas,” tulis Kaja Kallas, diplomat utama Uni Eropa, di X, sesaat setelah HTS mengambil alih Damaskus.

    Sejauh ini, HTS telah menjanjikan keselamatan bagi kaum minoritas agama, mendeklarasikan amnesti bagi semua tentara Suriah, memutuskan untuk bekerja sama dengan perdana menteri Suriah saat ini untuk membentuk pemerintahan transisi, dan mengatakan bahwa perempuan tidak akan diberi kewajiban cara berpakaian.

    Beberapa pihak menyarankan, Uni Eropa harus memanfaatkan peluang ini dan secara aktif terlibat dalam melobi penguasa baru, demi kepentingan warga Suriah dan juga kepentingan Uni Eropa sendiri.

    UE harus ‘memberikan insentif untuk aksi positif’

    Lebih dari satu juta warga Suriah melakukan eksodus ke UE pada puncak perang saudara yang berkecamuk selama hampir 14 tahun. Hingga kini, pengungsi Suriah merupakan komunitas pencari suaka terbesar di Eropa.

    Usai tergulingnya Bashar al-Assad, sejumlah kelompok konservatif mulai menyerukan pemulangan atau deportasi warga Suriah. Beberapa negara anggota UE, termasuk Jerman, menghentikan pemrosesan permohonan suaka yang diajukan kurang dari 48 jam setelah Assad melarikan diri dari Damaskus.

    Julien Barnes-Dacey, direktur program Timur Tengah & Afrika Utara di Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri, mengatakan kepada DW bahwa UE harus menyalurkan perhatian dan sumber daya politik yang signifikan untuk pembentukan pemerintahan yang inklusif di Suriah.

    “UE harus “bekerja dengan cepat dan serius untuk memberikan insentif pada kebijakan positif,” terutama setelah HTS mengisyaratkan kelunakan ideologi”, ujar Barnes-Dacey.

    “Ini adalah satu-satunya jalan yang layak untuk mengamankan kepentingan Eropa, baik itu stabilitas regional dan mencegah konflik dan terorisme baru, dan memungkinkan jutaan warga Suriah untuk akhirnya kembali ke rumah, atau secara permanen melemahkan pengaruh regional yang bermusuhan dari kekuatan eksternal seperti Rusia,” katanya kepada DW dalam tanggapan tertulis.

    Ketika sebagian pakar mempercayai keseriusan HTS menjamin pemerintahan inklusif, yang lain lebih skeptis dan menduga klaim pluralis hanya sebagai kampanye pencitraan.

    “HTS sedang mencoba untuk menunjukkan wajah yang ramah saat ini, untuk mendapatkan dukungan maksimal bagi proyek mereka untuk membangun rezim baru dan untuk meminimalkan gesekan dengan negara-negara Barat dan Arab. Itu tidak selalu menjadi kenyataan,” Aron Lund, seorang peneliti di Century Foundation, mengatakan kepada DW.

    “Ketika terancam, kelompok-kelompok seperti ini hampir selalu akan kembali ke basis asli dan paling solid mereka, yang dalam kasus HTS adalah inti jihadnya yang keras,” tambahnya.

    Uni Eropa menyadari risiko tersebut, dan untuk saat ini tetap berhati-hati dalam menyikapi transisi kekuasaan di Damaskus. Kebijakan UE akan bergantung pada bagaimana HTS bertindak di masa depan.

    “Seiring dengan semakin besarnya tanggung jawab HTS, kita perlu menilai bukan hanya kata-kata, tetapi juga tindakan mereka,” kata juru bicara Uni Eropa Anouar El Anouni.

    Diadaptasi dari naskah DW berbahasa Inggris

    (ita/ita)