Tag: Barack Obama

  • Trump Tegaskan Iran Tak Bisa Punya Senjata Nuklir!

    Trump Tegaskan Iran Tak Bisa Punya Senjata Nuklir!

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menuduh Iran secara sengaja menunda kesepakatan nuklir dengan AS. Trump pun kembali menegaskan bahwa Teheran harus menghentikan segala upaya untuk mendapatkan senjata nuklir atau menghadapi kemungkinan serangan militer terhadap fasilitas nuklir mereka.

    “Saya pikir mereka (Iran-red) memanfaatkan kita,” kata Trump kepada wartawan seperti dilansir Reuters, Selasa (15/4/2025).

    Tuduhan itu disampaikan Trump setelah Utusan Khusus AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, menggelar pertemuan dengan pejabat senior Iran di Oman pada Sabtu (12/4) waktu setempat.

    Baik Iran maupun AS mengatakan bahwa pembicaraan di Oman berlangsung “positif” dan “konstruktif”. Putaran kedua dijadwalkan pada Sabtu (19/4) mendatang, dan seorang sumber yang diberi pengarahan tentang rencana tersebut mengatakan pertemuan selanjutnya kemungkinan akan digelar di Roma, Italia.

    Dituturkan sumber yang tersebut bahwa diskusi dimaksudkan untuk mengeksplorasi apa yang mungkin, termasuk kerangka kerja yang luas tentang seperti apa kesepakatan potensial itu nantinya.

    “Iran harus menyingkirkan konsep senjata nuklir. Mereka tidak dapat memiliki senjata nuklir,” tegas Trump dalam pernyataannya.

    Saat ditanya apakah opsi AS untuk merespons Iran mencakup serangan militer terhadap fasilitas nuklir Teheran, Trump menjawab: “Tentu saja.”

    Trump mengatakan bahwa Iran harus bergerak cepat untuk menghindari respons keras karena “mereka sudah cukup dekat” untuk mengembangkan senjata nuklir.

    AS dan Iran menggelar pembicaraan tidak langsung selama era pemerintahan mantan Presiden Joe Biden, tetapi mereka hanya mencapai sedikit kemajuan.

    Negosiasi terakhir yang diketahui antara kedua negara berlangsung pada era mantan Presiden Barack Obama, yang mempelopori kesepakatan nuklir tahun 2015 yang kemudian ditinggalkan Trump.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Kenapa iPhone Made in China? Ini Penjelasan Steve Jobs dan Tim Cook

    Kenapa iPhone Made in China? Ini Penjelasan Steve Jobs dan Tim Cook

    Jakarta

    Gedung Putih bersikeras visi Donald Trump tentang iPhone bisa diproduksi di Amerika Serikat akan berhasil. Namun pernyataan dari analis dan bahkan Apple sendiri pernah mengatakan bahwa hal itu tidak akan mungkin.

    Jubir Gedung Putih, Karoline Leavitt, mengatakan Trump percaya investasi USD 500 miliar yang baru-baru ini diumumkan Apple serta penerapan tarif akan mendorong perusahaan meningkatkan manufaktur di AS.

    “Dia percaya kita punya tenaga kerja, kita memiliki sumber daya untuk melakukannya. Jika Apple tidak berpikir AS dapat melakukannya, mereka mungkin takkan mengeluarkan uang sebanyak itu,” katanya.

    Trump sendiri membujuk perusahaan segera ke AS dalam postingan di jejaring sosial Truth Social. “Ini adalah waktu yang tepat memindahkan perusahaan Anda ke AS, seperti Apple, dan banyak lainnya, dalam jumlah yang sangat banyak, yang sedang melakukannya,” tulisnya.

    Namun CEO Apple Tim Cook dan pendahulunya, mendiang Steve Jobs pernah mengatakan bahwa AS tak memiliki tenaga kerja seperti negara tempat sebagian besar barang elektroniknya saat ini diproduksi yaitu China yang membuat sekitar 85% iPhone. Demikian juga India dan Vietnam.

    Steve Jobs di tahun 2010 saat percakapan dengan Barack Obama pernah mengatakan bahwa AS kekurangan jumlah SDM yang sangat terlatih yang dibutuhkan perusahaan.

    Apple saat itu memiliki 700.000 pekerja pabrik yang dipekerjakan di China dan membutuhkan 30.000 teknisi di lokasi untuk mendukung para pekerja tersebut. “Anda tidak dapat menemukan banyak orang di Amerika untuk dipekerjakan,” katanya.

    Tim Cook juga mengatakan kepada Fortune pada tahun 2017 bahwa perusahaan seperti Apple mengandalkan negara-negara seperti China bukan untuk tenaga kerja murah, tapi kualitas karyawan yang terlatih. “Alasannya adalah karena keterampilan dan kuantitas keterampilan di satu lokasi, dan jenis keterampilan,” katanya.

    “Produk kami memerlukan perkakas yang sangat canggih. Ketepatan yang harus dimiliki dalam perkakas, dan pengerjaan dengan material yang kami lakukan, adalah yang tercanggih, dan keterampilan perkakas sangat mendalam di sini (China),” paparnya.

    “Di AS, Anda dapat mengadakan pertemuan teknisi dan saya tidak yakin kami dapat memenuhi ruangan. Di China, Anda dapat memenuhi beberapa lapangan sepak bola,” demikian ia mengibaratkan.

    (fyk/fay)

  • Trump Cabut Pembatasan Tekanan Air Shower: Demi Rambut Indah Saya!

    Trump Cabut Pembatasan Tekanan Air Shower: Demi Rambut Indah Saya!

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menandatangani perintah eksekutif untuk mencabut pembatasan tekanan air untuk shower di negara itu. Langkah ini diambil Trump setelah bertahun-tahun mengeluhkan pembatasan yang berlaku pada era mantan Presiden Barack Obama dan Joe Biden.

    Trump, seperti dilansir Reuters, Jumat (11/4/2025), mengatakan dirinya ingin “merawat rambut indah saya” saat menandatangani perintah eksekutifnya itu di Ruang Oval Gedung Putih pada Rabu (9/4) waktu setempat.

    Perintah eksekutif Trump itu ditujukan untuk membalikkan langkah-langkah efisiensi dan konservasi air yang diambil oleh Obama dan Biden.

    Menurut lembar fakta Gedung Putih, Trump akan “mengakhiri perang Obama-Biden terhadap tekanan air dan membuat shower di Amerika kembali hebat”.

    “Peraturan yang berlebihan mencekik perekonomian Amerika, mengakar pada birokrat, dan mengekang kebebasan pribadi,” sebut lemba fakta Gedung Putih itu.

    Trump, dalam perintah eksekutifnya, memerintahkan Departemen Energi AS untuk mencabut aturan yang dimulai oleh Obama dan dibawa kembali oleh Biden, yang membatasi aliran dari setiap showerhead, atau kepala pancuran, di pasaran hingga 2,5 galon atau 9,5 liter air per menit.

    Perintah eksekutif Trump itu mencabut pembatasan penggunaan air untuk hampir semua peralatan yang menggunakan air, seperti toilet dan mesin pencuci piring.

    “Dalam kasus saya, saya suka shower dengan air hangat, merawat rambut saya yang indah,” kata Trump dalam seremoni penandatanganan di Ruang Oval Gedung Putih.

    Dia mengatakan dirinya harus berdiri di bawah showerhead selama 15 menit berdasarkan peraturan saat ini, yang disebutnya konyol.

    “Saya harus berdiri di bawah shower selama 15 menit baru rambut saya bisa basah. Airnya cuma setetes, setetes, setetes. Ini konyol,” cetusnya.

    Sejak masa jabatan pertamanya, Trump memang sering mengkritik standar efisiensi air untuk berbagai peralatan rumah tangga, termasuk shower, toilet, dan mesin pencuci piring.

    Dalam berbagai kesempatan, dia menyoroti pentingnya tekanan air tinggi demi menjaga penampilan.

    “Rambut saya – saya tidak tahu dengan kalian, tapi rambut saya harus sempurna, sempurna,” ujarnya di luar Gedung Putih pada tahun 2020.

    “Saya mandi, saya ingin rambut indah saya berbusa dengan sempurna,” ujarnya saat pidato di Detroit, Juni 2024. “Saya pakai produk terbaik yang bisa dibeli. Saya tuangkan ke rambut, lalu saya nyalakan airnya — tapi airnya cuma netes. Saya bahkan tidak bisa membilas. Ini menyebalkan,” cetusnya saat itu.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Barack Obama Dirumorkan Bercerai – Halaman all

    Barack Obama Dirumorkan Bercerai – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, AS –  Mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama dirumorkan bercerai.

    Namun istrinya Michelle Obama menentang rumor tersebut.

    Meski dia mengakui pernikahannya dengan Barack Obama mungkin bermasalah.

    Kerenggangan keduanya terlihat dalam beberapa waktu terakhir di hadapan publik.

    Misalnya mantan ibu negara tersebut tidak menemani suaminya ke beberapa acara penting.

    Termasuk saat pelantikan Presiden AS Donald Trump Januari lalu.

    Ibu Negara AS Michelle Obama (kiri) mengenakan gaun karya perancang busana asal Prancis, Sophie Theallet. (Huffington Post/AP) ((Huffington Post/AP))

    Michelle juga tidak mendampingi suaminya pada pemakaman mantan Presiden Jimmy Carter bulan lalu.

    Ini memicu spekulasi bahwa mereka mungkin akan berpisah.

    Selama ini pasangan ini dikenal sangat harmonis.

    Saat masih menjabat Presiden AS, Obama dan istri kerap memperlihatkan keharmonisan rumah tangga mereka bersama kedua anak gadis mereka.

    Barack Obama dan Michelle Obama. (Twitter/BarackObama)

    Tanpa secara eksplisit menyebutkan peristiwa-peristiwa tersebut, Michelle Obama mengatakan dalam podcast Work in Progress yang dipandu oleh aktris Sophia Bush bahwa dia sekarang berada dalam posisi untuk mengendalikan kalendernya sendiri sebagai “wanita dewasa”.

    Ia mengatakan orang-orang tidak dapat mempercayai bahwa ia “mengambil keputusan” untuk dirinya sendiri dan sebaliknya “harus berasumsi bahwa suami saya dan saya akan bercerai”.

    Michelle Obama menyampaikan bahwa ia merasa bersalah karena mengundurkan diri dari tugas tertentu.

    “Itulah hal yang kami sebagai wanita, saya pikir kami berjuang dengan mengecewakan orang lain,” katanya.

    “Maksudku, begitu besar kemungkinannya sehingga tahun ini orang-orang bahkan tidak dapat memahami bahwa aku telah membuat pilihan untuk diriku sendiri, sehingga mereka harus berasumsi bahwa aku dan suamiku akan bercerai.

    “Tidak mungkin seorang wanita dewasa hanya membuat serangkaian keputusan untuk dirinya sendiri, bukan? Namun, itulah yang dilakukan masyarakat kepada kita.”

    Michelle Obama dan dua putrinya (Daily Mail)

    Dia  juga mengatakan dalam podcast tersebut.

    “Saya memilih untuk melakukan apa yang terbaik bagi saya. Bukan apa yang harus saya lakukan. Bukan apa yang saya pikir orang lain inginkan dari saya.”

    Ketidakhadirannya pada pelantikan Presiden Trump dipandang sebagai pelanggaran tradisi.

    Meskipun menyediakan lebih banyak waktu untuk dirinya sendiri, mantan ibu negara itu mengatakan bahwa ia masih menyempatkan waktu untuk “memberikan pidato, berada di luar sana, dan mengerjakan proyek. Saya masih peduli dengan pendidikan anak perempuan”.

    Keluarga Obama merayakan ulang tahun pernikahan mereka ke-32 tahun lalu pada bulan Oktober.

    Nyonya Obama sebelumnya telah terbuka tentang perjuangan yang dihadapinya dalam pernikahannya karena ambisi politik Tuan Obama dan waktunya di Gedung Putih dalam memoar terlarisnya.

    Sumber: BBC

     

     

  • Trump Rilis Perintah Eksekutif Baru: Make America’s Shower Great Again

    Trump Rilis Perintah Eksekutif Baru: Make America’s Shower Great Again

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menandatangani perintah eksekutif yang mencabut pembatasan tekanan air pada pancuran. Gedung Putih menyebut langkah ini akan “make America’s showers great again” atau membuat pancuran Amerika kembali hebat.

    Trump sebelumnya telah lama mengeluh tentang tekanan air yang tidak memadai di kamar mandi warga AS. Menurutnya disebabkan oleh peraturan konservasi air federal.

    “Dalam kasus saya, saya suka mandi dengan nyaman, untuk merawat rambut saya yang indah,” kata Trump kepada wartawan saat menandatangani perintah di Ruang Oval pada Rabu (9/4/2025) pada waktu setempat, seperti dikutip AFP.

    “Saya harus berdiri di bawah pancuran selama 15 menit sampai basah. Airnya menetes, menetes, menetes. Itu konyol,” tambahnya.

    Perintah tersebut mengarahkan Departemen Energi untuk mencabut peraturan “hijau radikal” yang membatasi aliran pancuran hingga 2,5 galon air per menit.

    Gedung Putih mengatakan perintah tersebut “membebaskan orang Amerika dari peraturan berlebihan yang mengubah barang rumah tangga dasar menjadi mimpi buruk birokrasi” dan mengakhiri “perang Obama-Biden terhadap pancuran”.

    Trump telah menargetkan standar tekanan air untuk pancuran, toilet, mesin pencuci piring, dan peralatan rumah tangga lainnya, sejak masa jabatan pertamanya.

    “Rambut saya, saya tidak tahu tentang Anda, tetapi harus sempurna, sempurna,” katanya di luar Gedung Putih pada tahun 2020 lali.

    “Saya mandi, saya ingin rambut indah itu hanya berbusa,” kata Trump di Detroit pada Juni 2024. “Saya mendapatkan barang terbaik yang dapat Anda beli dan saya menumpahkannya ke mana-mana. Lalu saya menyalakan air dan air sialan itu menetes keluar. Saya tidak bisa membersihkan barang itu dari rambut saya. Itu hal yang mengerikan.”

    Sementara itu, menurut Appliance Standards Awareness Project, “standar kepala pancuran menghemat uang konsumen untuk tagihan air dan energi mereka dan membantu lingkungan”.

    “Pengujian telah berulang kali menunjukkan bahwa model saat ini dapat memberikan pancuran yang sangat baik,” kata LSM tersebut dalam laporan tahun 2024.

    (sef/sef)

  • Anak Elon Musk Sebut Kolonisasi di Mars Cuma ‘Skema Pemasaran’

    Anak Elon Musk Sebut Kolonisasi di Mars Cuma ‘Skema Pemasaran’

    Jakarta

    Anak Elon Musk, Vivian Jenna Wilson, menyebut mimpi ayahnya membangun kolonisasi di Mars hanya ‘skema pemasaran’. Keduanya memang sering tidak akur dan saling serang di media sosial.

    Dikutip dari Daily Beast, dalam wawancara dengan Piker, Wilson terang-terang mengejek bos SpaceX. Dia menyebut Musk sebagai ‘badut yang tidak percaya diri’ dan seorang narsisis, seraya menambahkan bahwa beberapa orang ‘pantas merasakan sindrom penipu’.

    Ada banyak pertanyaan yang dibahas, tapi salah satu pernyataannya yang paling menarik adalah terkait kolonisasi Mars. Bos SpaceX itu kenal dengan mimpinya membangun kolonisasi di Planet Merah. Namun Wilson yakin, hal itu tidak akan terjadi.

    “Itu tidak akan terjadi, teman-teman… Itu adalah skema pemasaran yang entah bagaimana membuat semua orang percaya meskipun telah dibantah oleh pencarian Google,” ujarnya.

    Mengirim manusia untuk tinggal di Mars telah menjadi impian Musk selama lebih dari dua dekade. Miliarder tersebut telah aktif di Mars Society, sebuah lembaga nirlaba yang mengadvokasi kolonisasi manusia di Mars, setidaknya sejak tahun 2001.

    Sejak mendirikan SpaceX, salah satu tujuan perusahaan yang lebih luas adalah mengirim manusia ke Mars dalam upaya untuk memastikan kelangsungan hidup manusia. Awal bulan ini, Musk mengumumkan bahwa pesawat antariksa Starship generasi berikutnya akan berangkat ke Mars pada akhir tahun 2026, membawa robot humanoid Optimus di dalamnya.

    Dalam pengumumannya di X, ia menambahkan bahwa jika pendaratan tersebut berhasil, pendaratan manusia di Mars dapat dimulai paling cepat pada tahun 2029. Akan tetapi dia juga mengira-ngira tahun 2031 mungkin adalah target yang lebih masuk akal.

    Rencana Musk untuk kolonisasi Mars telah menuai kritik yang signifikan, dengan banyak pihak, termasuk mantan Presiden AS Barack Obama. Dia berpendapat bahwa manusia harus memprioritaskan melindungi Bumi sebelum menjajah planet lain. Sementara kepala astrofisikawan Inggris Lord Martin Rees menggambarkan mimpi Musk sebagai ‘delusi yang berbahaya’.

    Dalam percakapan dengan astrofisikawan terkenal Neil deGrasse Tyson, Rees berpendapat bahwa Mars memiliki lingkungan yang tidak bersahabat. Gagasan Elon Musk untuk menempatkan satu juta orang di Mars adalah delusi yang berbahaya.

    (ask/afr)

  • AS Mau Tarik Mundur 10.000 Tentara dari Pintu Rusia, Daya Cegah NATO Melemah di Eropa Timur – Halaman all

    AS Mau Tarik Mundur 10.000 Tentara dari Pintu Rusia, Daya Cegah NATO Melemah di Eropa Timur – Halaman all

    AS Mau Tarik Mundur 10.000 Tentara dari Pintu Rusia, Daya Cegah NATO Melemah di Eropa Timur
     
    TRIBUNNEWS.COM – Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS) sedang mempertimbangkan perubahan signifikan dalam postur militernya dalam konteks peran mereka di aliansi negara-negara NATO.

    AS dilaporkan mempertimbangkan penarikan hingga 10.000 tentara dari Eropa Timur, menurut beberapa sumber yang mengetahui wacana tersebut.

    Eropa Timur merupakan pintu depan Rusia, negara yang diwaspadai negara-negara NATO merujuk aksi ekspansi pasukan Moskow di Ukraina.

    Perkembangan ini, yang dilaporkan oleh NBC News, Selasa (8/4/2025), terjadi hanya tiga tahun setelah pemerintahan Biden memperkuat wilayah tersebut dengan pasukan tambahan pada tahun 2022 untuk melawan invasi Rusia ke Ukraina.

    Para pejabat Eropa telah menyatakan kekhawatiran, memperingatkan kalau langkah tersebut dapat membuat Presiden Rusia Vladimir Putin semakin berani di tengah meningkatnya ketegangan.

    Seth Jones, wakil presiden senior di Pusat Studi Strategis dan Internasional [CSIS], telah memperingatkan bahwa “pengurangan pasukan Amerika akan melemahkan pencegahan,” sebuah pernyataan yang menggarisbawahi risiko besar bagi NATO.

    AS Bukan Lagi Penyelamat NATO

    Potensi penarikan mundur pasukan AS ini menandakan perubahan yang dapat membentuk kembali lanskap operasional NATO dan prioritas strategis Amerika, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang logistik, teknologi, dan papan catur geopolitik yang lebih luas.

    Momen ini bermula pada Februari 2022, ketika invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina memicu respons cepat AS.

    Presiden AS saat itu, Joe Biden mengizinkan pengerahan sekitar 20.000 pasukan tambahan ke Eropa Timur, sehingga total kehadiran Amerika di benua itu menjadi sekitar 100.000.

    Pengerahan pasukan ini, yang terpusat di negara-negara seperti Polandia, Rumania, dan negara-negara Baltik, bertujuan untuk meyakinkan sekutu NATO dan mencegah agresi Rusia lebih lanjut.

    Apa saja rincian pasukan AS di Eropa?

    “Pasukan tersebut mencakup gabungan infanteri, unit lapis baja, dan aset penerbangan, yang dirancang untuk memproyeksikan kekuatan di sepanjang sisi timur NATO,” tulis ulasan situs militer BM.

    Kini, dengan Pentagon yang mempertimbangkan pengurangan hingga setengah dari lonjakan tahun 2022 itu, implikasi terhadap kesiapan militer dan kohesi aliansi menjadi semakin jelas.

    Dari sudut pandang logistik, penarikan 10.000 tentara dari Eropa Timur akan memerlukan pemisahan unit dan peralatan yang cermat.

    Meskipun rincian pastinya masih dirahasiakan, data publik memberikan beberapa petunjuk tentang jejak AS saat ini.

    Pada pertengahan tahun 2024, Komando Eropa Amerika Serikat [EUCOM] mengawasi sekitar 65.000 pasukan AS yang ditugaskan secara permanen, ditambah dengan pasukan rotasi yang meningkatkan jumlah total menjadi lebih dari 100.000 selama puncak penempatan pasukan terkait situasi Perang Ukraina. 

    Polandia menjadi tuan rumah sebagian besar pasukan AS ini, dengan Komando Depan Korps V di Poznań yang berfungsi sebagai pusat perencanaan operasional.

    Sementara itu, Rumania mendukung kehadiran bergilir unit Stryker —pasukan infantri AS yang sangat mobile yang dilengkapi dengan kendaraan lapis baja beroda Stryker, platform seberat 19 ton yang dipersenjatai dengan meriam 30 mm atau rudal anti-tank Javelin, yang mampu melaju hingga kecepatan 60 mil per jam.

    Unit-unit ini, yang dirancang untuk pengerahan cepat, telah menjadi kunci bagi strategi pencegahan NATO.

    “Penarikan pasukan AS dapat berarti pengurangan formasi unit infanteri tersebut, yang berpotensi mengurangi kemampuan Angkatan Darat untuk merespons krisis di wilayah tersebut dengan cepat,” ulas BM menjelaskan risiko yang dihadapi kalau AS benar-benar mengurangi jumlah pasukan mereka di Eropa.

    Pertahanan Eropa Bakal Melemah

    Konsekuensi jika AS menarik sebagian pasukannya ini bukan sekadar angka prajurit, tetap juga memengaruhi kekuatan persenjataan Eropa.

    “Kehadiran AS mencakup kemampuan penting seperti sistem pertahanan udara Patriot, yang dikerahkan di Polandia sejak 2022 untuk melawan ancaman rudal Rusia,” kata BM.

    Patriot, sistem persenjataan jarak jauh dan ketinggian tinggi, dapat melacak dan mencegat rudal balistik pada jarak lebih dari 100 mil, menawarkan perisai terhadap rudal Iskander yang ditempatkan Rusia di Kaliningrad, hanya 300 mil dari Warsawa. 

    “Menghapus sebagian saja dari aset ini dapat meninggalkan celah dalam payung pertahanan NATO, yang memaksa sekutu untuk memikirkan kembali penempatan mereka sendiri,” ulas BM.

    Demikian pula, Resimen Kavaleri ke-2 AS, yang bermarkas di Jerman tetapi sering bergiliran di Eropa Timur, mengerahkan infanteri berkuda Stryker.

    “Penarikannya yang potensial dapat mengurangi kehadiran pasukan darat yang telah menenangkan negara-negara seperti Lithuania, di mana kenangan pendudukan Soviet masih terasa kuat,” kata laporan itu.

    Drone MQ-9 Reaper AS saat terbang di udara. Drone dengan kemampuan pengintaian dan penyerangan ini diklaim kelompok Houthi Yaman sudah lima yang mereka tembak jatuh sejak operasi blokade Laut Merah dilaksanakan. (khaberni/HO)

    Lebih Andalkan Teknologi Ketimbang Pasukan Lapangan

    Selain pengerahkan pasukan di lapangan, Pentagon mengisyaratkan memberi pertimbangan ke NATO untuk kemungkinan pergeseran ke arah solusi yang digerakkan oleh teknologi. 

    Selama dekade terakhir, militer AS telah berinvestasi besar dalam sistem tanpa awak, pengawasan satelit, dan kemampuan serangan presisi untuk mengimbangi tenaga manusia tradisional.

    Drone MQ-9 Reaper, misalnya, telah menjadi andalan operasi Amerika di seluruh dunia.

    Dengan lebar sayap 66 kaki dan jangkauan 1.150 mil, Reaper dapat terbang hingga 24 jam, melepaskan rudal Hellfire atau melakukan penyisiran intelijen.

    Di Eropa Timur, platform semacam itu telah mendukung pemantauan NATO terhadap pergerakan Rusia di sepanjang perbatasan Ukraina.

    Inisiatif Replicator Pentagon, yang diluncurkan pada tahun 2023, bertujuan untuk mengerahkan ribuan pesawat nirawak berbiaya rendah pada tahun 2026, yang berpotensi memungkinkan AS untuk mempertahankan kewaspadaan situasional bahkan dengan jumlah pasukan yang lebih sedikit.

    “Jika penarikan (pasukan manusia oleh AS) ini berlanjut, hal itu dapat mempercepat penyebaran sistem tersebut, yang mencerminkan tren yang lebih luas dalam menggantikan kehadiran manusia dengan mesin.

    Sistem Rudal Polandia yang di kota Rzeszow yang akan dipindah AS ke Ukraina, namun ditolak karena menjadi pengaman logistik militer untuk Ukraina (CZYTAJRZESZOW.PL – BEZPIECZEŃSTWO)

    Negara-Negara Eropa Tersentak

    Namun, sekutu Eropa mungkin tidak melihat pesawat nirawak dan satelit sebagai pengganti penuh bagi tentara lapangan.

    Wacana AS ini kemudian menyentak negara-negara Eropa untuk lebih mengandalkan kekuatan mereka sendiri.

    Polandia, yang telah muncul sebagai poros pertahanan timur NATO, telah memperkuat militernya sendiri dalam beberapa tahun terakhir.

    Angkatan Bersenjata Polandia kini beranggotakan lebih dari 200.000 personel aktif, didukung oleh anggaran pertahanan sebesar $14 miliar pada tahun 2025—sekitar 4 persen dari PDB, dua kali lipat dari pedoman NATO sebesar 2%.

    Persenjataan Polandia meliputi 250 tank Leopard 2, raksasa buatan Jerman yang beratnya 62 ton, dan dipersenjatai dengan meriam laras halus 120 mm, yang mampu menembus lapisan baja modern pada jarak hingga 3 mil.

    Rumania juga telah melangkah maju, menjadi tuan rumah bagi situs pertahanan rudal Aegis Ashore milik NATO sejak 2016, versi darat dari sistem pencegat SM-3 milik Angkatan Laut.

    Namun, negara-negara ini bergantung pada integrasi AS untuk memaksimalkan efektivitas mereka.

    “Penarikan pasukan AS dapat mendorong mereka untuk mempercepat latihan gabungan atau membeli perangkat keras tambahan, meskipun keterbatasan anggaran dan jadwal produksi dapat membatasi kelincahan mereka.\,” tulis ulasan BM

    Negara-negara Baltik—Estonia, Latvia, dan Lithuania—menghadapi kenyataan yang lebih pahit.

    Dengan jumlah penduduk gabungan hanya 6 juta jiwa, militer mereka kecil tetapi tangguh. Estonia, misalnya, memiliki K9 Thunder, howitzer gerak sendiri Korea Selatan dengan meriam 155 mm dan jangkauan 25 mil, yang diperoleh pada tahun 2024 untuk memperkuat pencegahannya terhadap pasukan Rusia yang berkekuatan 700.000 orang di Ukraina.

    Sebagai konteks, negara-negara ini telah menjadi tuan rumah bagi unit-unit rotasi AS seperti Brigade Lintas Udara ke-173, pasukan terjun payung yang dilatih untuk diterjunkan dengan cepat ke zona-zona yang diperebutkan.

    “Kehilangan pertahanan Amerika itu dapat mengungkap kerentanan, terutama mengingat kedekatan Rusia—perbatasannya dengan Lithuania terletak hanya 150 mil dari Vilnius. NATO telah berjanji untuk beradaptasi, tetapi pertanyaannya tetap apakah pasukan Eropa dapat mengisi kekosongan itu dengan cukup cepat?” ulasan BM menyoroti kerentanan pertahanan negara-negara NATO.

    Fokus AS Berubah

    Secara historis, kehadiran AS di Eropa mengalami pasang surut seiring dengan ancaman global.

    Selama Perang Dingin, Amerika menempatkan lebih dari 300.000 tentara di benua itu, mencapai puncaknya pada 400.000 pada tahun 1950-an sebagai benteng melawan Uni Soviet.

    Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991 memicu penarikan pasukan, sehingga mengurangi total pasukan menjadi 62.000 pada tahun 2015.

    Aneksasi Rusia atas Krimea pada tahun 2014 membalikkan tren tersebut, yang mendorong pemerintahan Obama untuk meluncurkan Operasi Atlantic Resolve, serangkaian rotasi yang membawa tank Abrams dan  kendaraan tempur Bradley kembali ke Polandia dan negara-negara Baltik.

    M1A2 Abrams, tank raksasa seberat 68 ton dengan meriam 120 mm dan lapis baja komposit canggih, tetap menjadi simbol komitmen Amerika.

    Mesin turbin gasnya boros bahan bakar—hingga 2 galon per mil—tetapi menghasilkan dominasi medan perang yang tak tertandingi.

    “Lonjakan bantuan dari Biden pada tahun 2022 dibangun di atas fondasi itu, hanya untuk proposal saat ini yang menyarankan pengurangan sebagian,” kata laporan tersebut menyoroti pergeseran sikap AS ke NATO.

    Potensi ditarik mundurnya sebgaian pasukan AS dari Eropa ini tidak terjadi begitu saja.

    Hal ini bertepatan dengan reorientasi strategis ke Indo-Pasifik, di mana peningkatan kekuatan militer Tiongkok menimbulkan tantangan yang semakin besar.

    Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China memiliki 2 juta tentara aktif dan angkatan laut yang terdiri dari 370 kapal, termasuk kapal perusak Tipe 055, kapal seberat 12.000 ton yang dipersenjatai dengan 112 sel peluncur vertikal untuk rudal.

    Sebaliknya, militer Rusia, meskipun tangguh di Eropa, telah digempur oleh Ukraina, kehilangan lebih dari 600.000 korban sejak 2022, menurut perkiraan AS.

    Pentagon mungkin melihat ini sebagai momen untuk mengalihkan sumber daya—mungkin mengalihkan kapal induk seperti USS Gerald R. Ford, dengan 4.500 pelaut dan pesawat tempur F-35C, ke Laut Cina Selatan.

    Langkah tersebut akan sejalan dengan retorika bipartisan selama bertahun-tahun yang memprioritaskan Asia daripada Eropa, sebuah sikap yang digaungkan oleh pidato Menteri Pertahanan Pete Hegseth pada bulan Februari 2025 di Brussels, di mana ia menyatakan bahwa “realitas strategis yang nyata” menuntut fokus untuk melawan Tiongkok.

    “Namun, dampak berantainya bisa melampaui Moskow dan Beijing. Jejak AS yang lebih kecil di Eropa Timur mungkin memberi isyarat kepada sekutu seperti Jepang dan Korea Selatan bahwa komitmen Amerika dapat dinegosiasikan, terutama di bawah pemerintahan yang skeptis terhadap keterlibatan di luar negeri,” tulis BM mengulas efek perubahan sikap dan fokus AS ini.

    Hal itu juga dapat memberanikan aktor yang lebih kecil—Iran, misalnya, yang telah memasok Rusia dengan pesawat nirawak Shahed—atau mempersulit peran Turki di NATO, mengingat posisinya yang berada di antara Timur dan Barat.

    Pentagon bersikeras akan berkonsultasi dengan sekutu, tetapi para pemimpin Eropa sudah mulai kewalahan.

    Presiden Prancis Emmanuel Macron, berbicara kepada Financial Times pada bulan Februari 2025, menyebut kembalinya pemerintahan Trump sebagai “kejutan listrik” bagi Eropa, dan mendesak UE untuk memperkuat pertahanannya sendiri.

    Pesawat siluman F-35 (OFER ZIDON/FLASH90)

    Eropa Kehilangan Senjata-Senjata Ampuh

    Perangkat keras militer apa yang mungkin akan tetap ada atau disingkirkan seiring wacana AS menarik mundur pasukan dari Eropa? 

    F-35A Lightning II, pesawat tempur siluman dengan jangkauan 1.200 mil dan fusi sensor yang menghubungkannya dengan aset darat dan udara, telah menerbangkan misi pencegahan di atas Polandia sejak 2022.

    Dengan biaya $80 juta per unit, ini adalah aset yang sangat berharga—Su-57 Felon Rusia, pesaing terdekatnya, tertinggal dalam hal kemampuan siluman dan produksi, dengan jumlah yang beroperasi kurang dari 20 unit pada tahun 2025.

    Pengurangan rotasi F-35 dapat menyebabkan hilangnya keunggulan udara, meskipun AS mungkin mengimbanginya dengan pesawat pengebom B-21 Raider, platform siluman generasi berikutnya yang akan mulai beroperasi pada tahun 2027.

    Tank Bradley buatan AS yang dikirim ke Ukraina. /Foto: Militer AS (Via BI)

    Di darat, M2 Bradley, kendaraan tempur infanteri seberat 34 ton dengan senapan rantai 25 mm dan rudal TOW, telah berlatih bersama unit Polandia dan Rumania. Penarikannya akan melemahkan kekuatan lapis baja NATO, terutama terhadap tank T-90 Rusia, yang memiliki lapis baja reaktif dan senapan 125 mm.

    “Ke depannya, langkah Pentagon selanjutnya akan mengungkap kalkulasinya. Dalam 30 hingga 60 hari, kita mungkin akan melihat rotasi pasukan disesuaikan atau kontrak baru ditandatangani—mungkin untuk rudal hipersonik Raytheon, yang melaju dengan kecepatan Mach 5 dan dapat mencapai Moskow dari Polandia dalam hitungan menit,” kata ulasan BM.

    Respons NATO juga akan sama meyakinkannya.

    “Akankah Jerman, dengan Bundeswehr yang beranggotakan 183.000 orang, akhirnya memenuhi janjinya untuk membentuk dua divisi bagi aliansi tersebut? Akankah kenaikan anggaran pertahanan Uni Eropa sebesar €250 miliar, yang diusulkan pada Februari 2025 menurut Bruegel, terwujud? Pertanyaan-pertanyaan ini terus muncul saat AS mempertimbangkan perannya di kawasan yang telah mengandalkan kekuatannya selama delapan dekade,” ulas BM.

    “Pada akhirnya, potensi penarikan pasukan AS ini mencerminkan sebuah negara di persimpangan jalan. Ini bukan hanya tentang 10.000 tentara atau beberapa tank—ini tentang visi Amerika tentang posisi globalnya di era ancaman yang saling bersaing,” lanjut ulasan tersebut.

    Jika benar AS mengeksekusi penarikan pasukannya ini, penurunan logistik, perubahan teknologi, dan pembagian beban dengan sekutu, adalah faktor-faktor yang mengarah pada kalibrasi ulang kekuatan NATO, bukan kemunduran, meski negara-negara Eropa tidak dapat dipungkiri merasa was-was atas wacana AS ini. 

    “Kegelisahan di Warsawa, Bukares, dan Tallinn terasa nyata, sebuah pengingat bahwa pencegahan lebih banyak berkaitan dengan kehadiran daripada kemampuan.”

    “Untuk saat ini, pertimbangan Pentagon menawarkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban: Dapatkah teknologi benar-benar menggantikan pasukan di darat? Akankah Eropa bangkit menghadapi tantangan tersebut? Dan berapa harga yang mungkin harus dibayar jika keseimbangan berubah terlalu jauh dan terlalu cepat? Sejarah menunjukkan bahwa jawaban tersebut akan membentuk lebih dari sekadar nasib Eropa Timur,” tutup ulasan BM.

     

    (oln/bm/*)

     

  • Parahnya Israel, Mencuri Nuklir dari Amerika dan Didiamkan

    Parahnya Israel, Mencuri Nuklir dari Amerika dan Didiamkan

    Jakarta

    Israel bertekad mendapatkan bom apa pun yang diperlukan, termasuk mencuri bahan peledak nuklir dan komponen bom dari Amerika Serikat (AS) dan melanggar perjanjian pengendalian senjata nuklir utama yang melibatkan Israel, bahkan berbohong tentang hal itu. Hal ini menjadi kecaman para ilmuwan.

    Kelakuan parah Israel ini dibeberkan secara terang-terangan dalam serial TV Israel berjudul ‘The Atom and Me’. Tayangan ini memaparkan bagaimana negara itu mendapatkan senjata nuklirnya.

    “Serial ini menganggap remeh apa yang telah diketahui oleh siapa pun yang mengawasi selama bertahun-tahun. Namun, serial ini jauh melampaui diskusi umum tentang senjata nuklir Israel,” tulis Victor Gilinsky dan Leonard Weiss yang tergabung dalam Bulletin of the Atomic Scientists (BAS), dikutip dari laman resmi BAS.

    Benang merah yang terjalin pada setiap episode serial tersebut adalah percakapan berkelanjutan dengan Benjamin Blumberg sebelum ia meninggal pada 2018. Benjamin Blumberg adalah kepala Lakam, badan intelijen ilmiah Israel yang bertanggung jawab atas misi nuklir yang menghasilkan bom Israel.

    Beberapa misi nuklir bahkan sangat rahasia sehingga tidak diketahui Mossad, badan Israel yang menangani pengumpulan intelijen asing dan tindakan rahasia.

    Wawancara dengan Blumberg dilakukan saat ia dalam kondisi kesehatan yang buruk. Ia setuju untuk berbicara asalkan wawancara tersebut baru ditayangkan setelah ia meninggal.

    Beberapa peristiwa yang dibahas dalam serial TV tersebut berhubungan langsung dengan AS, antara lain pencurian sejumlah bom uranium 235 dari fasilitas NUMEC di Pennsylvania, AS pada 1960-an, tempat para pemimpin tim Israel yang menyelundupkan Eichmann keluar dari Argentina muncul secara misterius pada 1968 dengan identitas palsu, pembelian gelap ratusan sakelar kecepatan tinggi (krytron) untuk memicu senjata nuklir, dan menyelundupkannya keluar dari negara tersebut pada 1980-an oleh mata-mata dan pedagang senjata Israel, dan oleh produser Hollywood saat itu, Arnon Milchan.

    Yang paling signifikan pada titik ini, uji coba nuklir Israel pada 1979 di laut lepas Afrika Selatan yang tampaknya merupakan tahap fisi awal untuk senjata termonuklir. Uji coba nuklir tersebut melanggar Perjanjian Larangan Uji Coba Terbatas pada 1963 yang melibatkan Israel.

    AS Berlagak Bisu dan Tuli

    Apa yang menonjol dari serial TV tersebut adalah cengkeraman Israel terhadap kebijakan AS terkait senjata nuklir Israel.

    Sejak John F Kennedy, tidak ada Presiden AS yang mencoba mengendalikan program nuklir Israel. Penggantinya, Lyndon B Johnson, tidak menentang Israel dalam masalah nuklir, dan menutup-nutupi upaya Israel selama perang enam hari pada 1967 untuk menenggelamkan kapal mata-mata AS Liberty.

    Tidak seorang pun pernah didakwa atas hilangnya material nuklir dari NUMEC. Ketika isu keterlibatan Israel muncul lagi pada 1976, Jaksa Agung menyarankan kepada Presiden Gerald Ford kemungkinan untuk mendakwa pejabat AS, mungkin di Atomic Energy Commission (AEC), dengan tuduhan tidak melaporkan tindak pidana. Namun, sudah terlambat.

    Ford kalah dalam pemilihan umum melawan Jimmy Carter, yang membiarkan masalah itu berlalu begitu saja. Milchan tidak pernah didakwa atas pencurian krytron meskipun ia kemudian membanggakan perdagangan senjata dan kegiatan mata-matanya untuk Israel. Dan Carter, juga setiap presiden AS setelahnya, tidak mengambil tindakan penegakan hukum sebagai tanggapan atas uji coba nuklir ilegal pada 1979.

    “Keterikatan AS terhadap senjata nuklir Israel tidak luput dari perhatian internasional, dan kemunafikan yang nyata telah merusak kebijakan nonproliferasi AS,” kata Victor Gilinsky yang saat kejadian tersebut menjabat sebagai komisaris di AEC.

    “Posisi publik pemerintah AS tetap bahwa mereka tidak tahu apa pun tentang senjata nuklir Israel, dan ini tampaknya akan terus berlanjut hingga Israel mengungkap bungkam AS. Kebijakan ini diduga ditegakkan oleh buletin rahasia federal yang mengancam tindakan disipliner bagi setiap pejabat AS yang secara terbuka mengakui senjata nuklir Israel,” jelasnya.

    Israel Pamer Senjata

    Sementara itu, Israel membanggakan senjata nuklirnya. Ironisnya, Israel merasa bebas untuk menyinggung senjata nuklir mereka kapan pun mereka merasa itu berguna. Contoh paling mewakili adalah pidato Perdana Menteri Benjamin Netanyahu di 2016 saat menerima Rahav, kapal selam terbaru yang dipasok oleh Jerman.

    The Times of Israel, menggunakan standar ‘menurut laporan asing’, menggambarkan kapal selam itu sebagai kendaraan yang mampu mengirimkan muatan nuklir.

    “Di atas segalanya, armada kapal selam kami bertindak sebagai pencegah bagi musuh-musuh kami. Mereka perlu tahu bahwa Israel dapat menyerang, dengan kekuatan besar, siapa pun yang mencoba menyakitinya,” kata Netanyahu dalam pidatonya.

    Dalam episode terakhir serial ‘The Atom and Me’ tersebut, jurnalis Meir Doron, yang telah menulis tentang rahasia keamanan Israel, mengatakan: “Setelah uji coba nuklir, untuk pertama kalinya, para pimpinan program nuklir Israel, Blumberg, Shimon Peres, dan semua orang dari reaktor, dapat tidur nyenyak di malam hari. Mereka tahu bahwa apa yang mereka bangun berhasil.”

    Berbagai Pelanggaran Israel

    Sementara Israel tidak menandatangani Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT) 1970, negara itu menandatangani dan meratifikasi Perjanjian Larangan Uji Coba Nuklir Terbatas 1963, yang mewajibkan para pihak untuk tidak meledakkan perangkat nuklir di atmosfer atau lautan.

    Uji coba semacam itu juga memicu ketentuan nonproliferasi hukum AS, Amandemen Glenn 1977 (Bagian 102 (B) dari Undang-Undang Pengendalian Ekspor Senjata), yang mengenakan sanksi berat pada negara mana pun (selain lima negara yang disetujui dalam NPT) yang meledakkan perangkat nuklir setelah 1977. Setelah mengetahui ledakan seperti itu, presiden seharusnya mengenakan sanksi yang luas dengan ‘segera’. Namun tentu saja, sanksi itu tidak terjadi.

    Sinyal dua pucuk khas ledakan nuklir itu terdeteksi oleh satelit AS pada 22 September 1979, dan badan intelijen AS yakin Israel adalah biang keladinya. Presiden Carter tidak ingin mempertaruhkan upaya kebijakan Timur Tengahnya yang sedang berlangsung dengan menyalahkan Israel.

    Gedung Putih bertanya kepada sekelompok ilmuwan apakah kilatan cahaya yang terdeteksi itu entah bagaimana bisa jadi tidak berhubungan dengan ledakan nuklir. Para ilmuwan itu mengemukakan beberapa gagasan yang memberi presiden kesempatan untuk berbicara di depan publik.

    Pada saat yang sama, Gedung Putih merahasiakan laporan Angkatan Laut tentang gelombang suara laut dari ledakan yang mendukung data satelit itu. Dan Carter menulis dalam buku hariannya: “Kami memiliki keyakinan yang berkembang di antara para ilmuwan kami bahwa Israel memang melakukan uji coba ledakan nuklir di lautan dekat ujung selatan Afrika.” Semua ini pada dasarnya adalah upaya menutup-nutupi.

    “Amandemen Glenn memungkinkan presiden untuk menunda sanksi atas dasar keamanan nasional atau mencabutnya sepenuhnya dengan bantuan tindakan kongres. Undang-undang tersebut tidak mengizinkan presiden untuk mengabaikannya. Namun, itulah yang telah dilakukan oleh mereka semua,” kata Leonard Weiss yang pernah menjadi ajudan Senator Glenn.

    Kebungkaman pemerintah AS atas senjata nuklir Israel telah menyebabkan kebungkaman tentang senjata tersebut dalam diskusi tentang program nuklir Iran. Debat publik merupakan bagian penting dari pengembangan kebijakan AS dan, dalam kasus Iran, terhambat oleh ketidakmampuan untuk menilai secara jujur sifat dan tujuan senjata nuklir Israel.

    Keberadaan senjata-senjata ini mungkin saja dimulai sebagai tindakan pencegahan terhadap Holocaust lain tetapi kini telah berubah menjadi instrumen Israel yang agresif dan ekspansionis.

    Keheningan pemerintah AS juga membentuk pers untuk menghindari isu tersebut. Terakhir kali seorang koresponden Gedung Putih bertanya tentang senjata nuklir Israel, meskipun secara tidak langsung, adalah ketika Helen Thomas bertanya kepada Presiden Obama pada 2009 apakah ia mengetahui adanya senjata nuklir di Timur Tengah. Ia mendapat jawaban dingin, Obama mengatakan ia tidak akan berspekulasi.

    Pengecualian dari kurangnya minat pers secara umum terhadap isu ini adalah laporan New Yorker tahun 2018 oleh Adam Entous , yang mengungkap bagaimana Presiden AS telah menandatangani surat rahasia kepada Israel dengan janji tidak akan melakukan apa pun untuk mengganggu senjata nuklir Israel atau mengakui keberadaan mereka.

    Keteguhan pendirian Israel, bahwa apa yang mereka anggap terbaik bagi Israel mengalahkan semua pertimbangan lain, terlihat di akhir episode serial ‘The Atom and Me’.

    Percakapan dengan Benjamin Blumberg beralih ke hubungan Israel yang lebih dari sekadar bersahabat dengan Afrika Selatan pada era apartheid, tempat Israel memperoleh uranium untuk bahan bakar reaktor Dimona dan kemudian izin untuk melakukan uji coba nuklir pada 1979, dan tempat Israel menyediakan tritium untuk meningkatkan senjata nuklir Afrika Selatan.

    Dia ditanya, bukankah Afrika Selatan merupakan rezim rasis yang menindas? “Semua benar. Tetapi saya tidak peduli. Saya menginginkan yang terbaik bagi Israel,” ujarnya.

    (rns/fay)

  • Donald Trump Desak Apple Produksi iPhone di AS, Tapi Bisakah Terwujud? – Page 3

    Donald Trump Desak Apple Produksi iPhone di AS, Tapi Bisakah Terwujud? – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Presiden Amerika Serikat ke-47, Donald Trump, sangat yakin Apple mampu merakit iPhone dan perangkat elektronik milik mereka langsung di tanah AS.

    Pernyataan ini disampaikan melalui juru bicara Presiden Donald Trump, Karoline Leavitt, dalam konferensi pers, Selasa (8/4/2025).

    Saat ditanya apakah produksi iPhone bisa dialihkan ke dalam negeri, Leavitt menjawab, “tentu saja, dia yakin kita punya tenaga kerja dan sumber daya untuk melakukannya.”

    Pernyataan Leavitt ini merujuk pada investasi raksasa teknologi berbasis di Cupertino sebesar USD 500 miliar di AS pada awal tahun ini.

    “Jika mereka [Apple] tidak mengganggap Amerika Serikat dapat melakukannya, mereka mungkin tidak akan mengeluarkan uang sebanyak itu,” katanya, dikutip dari MacRumors, Rabu (9/4/2025).

    Presiden Trump berencana menerapkan tarif tinggi terhadap produk impor dari pada Cina, Vietnam, Thailand, India, Uni Eropa, dan negara-negara lainnya mulai 9 April.

    Donald Trump mengklaim, jika perusahaan seperti Apple tidak ingin membayar tarif, mereka harus memproduksi iPhone hingga perangkat mereka di Amerika Serikat.

    Mengapa Produksi iPhone di AS Sangat Sulit?

    Beberapa analis mengatakan kendala terbesar bukan hanya soal biaya, tetapi ketersediaan tenaga kerja terampil dalam jumlah masif.

    Steve Jobs, pendiri Apple, pernah menjelaskan kepada Presiden Barack Obama menyaingi rantai pasokan dan tenaga kerja Apple di Cina butuh sekitar 700.000 pekerja–sesuatu hampir mustahil disediakan oleh industri AS.

    CEO Apple saat ini, Tim Cook, juga pernah menegaskan dalam Fortune Global Forum 2017, keunggulan Cina bukan semata karena tenaga kerja murah.

    “Keterampilan dan presisi kami butuhkan sangat tinggi. China punya ribuan teknisi alat, sementara di AS sulit untuk memenuhi satu ruangan,” katanya.

  • Trump: AS Lakukan Pembicaraan Langsung dengan Iran Terkait Perjanjian Nuklir – Halaman all

    Trump: AS Lakukan Pembicaraan Langsung dengan Iran Terkait Perjanjian Nuklir – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan AS sedang melakukan pembicaraan langsung dengan Iran terkait perjanjian nuklir.

    Selama pertemuannya dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Ruang Oval Gedung Putih, Trump mengindikasikan kemungkinan terjadinya pertemuan besar antara kedua pihak.

    Selain itu, presiden AS menekankan bahwa perjanjian berikutnya bisa berbeda dan lebih kuat.

    Namun, ia memperingatkan bahwa kegagalan perundingan akan menempatkan Iran pada bahaya besar.

    “Iran tidak dapat memiliki senjata nuklir dan jika perundingan tidak berhasil, saya rasa ini akan menjadi hari yang sangat buruk bagi Iran,” kata Trump di Ruang Oval, Senin (7/4/2025), seperti diberitakan Reuters.

    Dia menganggap sudah jelas bahwa mencapai kesepakatan adalah lebih baik.

    Trump mengatakan pembicaraan ini merupakan bagian dari upaya untuk menghindari konflik, dan menekankan keberhasilan negosiasi ini akan berpihak pada kepentingan Iran.

    Ia menambahkan bahwa Israel ingin menjadi mitra dalam negosiasi antara AS dan Iran.

    “Israel ingin terlibat di dalamnya,” katanya, yang menunjukkan keinginan Tel Aviv untuk memainkan peran dalam menentukan hasil dari setiap kesepakatan potensial.

    Sementara itu, Netanyahu menekankan Israel berupaya meniru model Libya, yang melihat Tripoli menghentikan program nuklirnya dengan imbalan jaminan internasional. 

    “Jika kita dapat mencapai kesepakatan diplomatik penuh dengan Teheran, itu akan menjadi hal yang baik,” kata Netanyahu.

    Netanyahu menekankan kesatuan posisinya dengan AS dalam menolak kepemilikan senjata nuklir Iran.

    “Kita semua bersatu dalam mencegah Teheran mencapai ambang batas itu,” ujarnya, seperti diberitakan Al Mayadeen.

    Ia menegaskan bahwa Israel mendukung solusi diplomatik jika efektif.

    Dalam konferensi pers tersebut Trump menambahkan pembicaraan hari Sabtu dengan Iran akan berlangsung pada tingkat yang sangat tinggi, tanpa menjelaskan lebih lanjut.

    Ia menolak mengatakan di mana pembicaraan akan berlangsung tetapi menyatakan kemungkinan bahwa kesepakatan dapat dicapai.

    Sebelumnya, Iran telah menolak tuntutan Trump dalam beberapa minggu terakhir agar negara itu berunding langsung mengenai program nuklirnya atau akan dibom dan tampaknya Iran tetap pada posisi itu pada hari Senin.

    “Pembicaraan tingkat tinggi tidak langsung akan diadakan di Oman. Ini merupakan kesempatan sekaligus ujian. Keputusan ada di tangan Amerika,” kata Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi di platform X.

    Sebelumnya, AS dan Iran mengadakan pembicaraan tidak langsung selama masa jabatan mantan Presiden Joe Biden, namun tidak banyak kemajuan yang dicapai.

    Negosiasi langsung terakhir yang diketahui antara kedua pemerintah terjadi di bawah Presiden Barack Obama, yang mempelopori kesepakatan nuklir internasional 2015.

    Namun, pada tahun 2018, Trump yang menjadi presiden saat itu menarik AS dari perjanjian tersebut.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)