Tag: Bambang Tirtoyuliono

  • Pemprov Jabar terbitkan 76 IUP dengan pengawasan lebih ketat

    Pemprov Jabar terbitkan 76 IUP dengan pengawasan lebih ketat

    Persyaratannya kini lebih ketat dan diawasi oleh pemerintah daerah dengan supervisi dari provinsi

    Bandung (ANTARA) – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut telah menerbitkan 76 Izin Usaha Pertambangan (IUP) baru, namun mereka menjamin ada pengawasan yang lebih ketat.

    Kepala Dinas ESDM Jabar Bambang Tirtoyuliono menjelaskan sebagian besar izin tersebut merupakan IUP perpanjangan, bukan izin bagi perusahaan tambang baru, namun dengan pengawasan yang lebih ketat serta memperhatikan aspek lingkungan dan tata ruang.

    “Hampir semua merupakan IUP perpanjangan, namun dengan persyaratan dan pengawasan yang lebih ketat,” ujar Bambang di Bandung, Kamis.

    Menurut Bambang, pengawasan aktivitas tambang dilaksanakan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota setempat dengan supervisi dari Pemprov Jabar.

    “Persyaratannya kini lebih ketat dan diawasi oleh pemerintah daerah dengan supervisi dari provinsi,” ucapnya.

    Sesuai arahan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi, kata dia, setiap perusahaan tambang wajib mematuhi batas tonase atau kapasitas angkut yang telah ditetapkan serta dilarang beroperasi di kawasan hutan.

    “Sesuai arahan Pak Gubernur, tidak boleh melebihi tonase atau bobot yang diizinkan, karena dikhawatirkan akan cepat merusak jalan, dan tidak boleh berada di kawasan hutan,” kata Bambang.

    Dari total 76 IUP yang diterbitkan, lanjut dia, terdapat satu izin pertambangan batu di wilayah Kabupaten Sukabumi.

    “Itu tambang batu. Selama ini kebutuhan batu di Jawa Barat berasal dari Bogor. Tetapi yang di Bogor sedang dievaluasi bersama 76 IUP tersebut,” tuturnya.

    Sebelumnya Gubernur Jabar Dedi Mulyadi menghentikan sementara seluruh aktivitas pertambangan pada tiga kecamatan di Kabupaten Bogor, yakni Rumpin, Cigudeg, dan Parung Panjang. Keputusan itu tertera dalam Surat Edaran (SE) Nomor 7920/ES.09/PEREK tertanggal 25 September 2025.

    Pewarta: Ricky Prayoga
    Editor: Risbiani Fardaniah
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pemprov Jabar Tertibkan Tambang Ilegal: 118 Ditutup, 58 dalam Proses
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        2 Juli 2025

    Pemprov Jabar Tertibkan Tambang Ilegal: 118 Ditutup, 58 dalam Proses Bandung 2 Juli 2025

    Pemprov Jabar Tertibkan Tambang Ilegal: 118 Ditutup, 58 dalam Proses
    Tim Redaksi
    BANDUNG, KOMPAS.com
    – Sebanyak 118
    tambang ilegal
    di 16 kabupaten/kota di
    Jawa Barat
    telah ditutup, sedangkan 58 lainnya dalam proses.
    Adapun tambang ilegal tersebut setidaknya mengeksploitasi 11 komoditas, mulai dari pasir, batu gamping, tanah urug, emas, dan lain sebagainya.
    Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jabar,
    Bambang Tirtoyuliono
    , menerangkan bahwa jumlah tambang ilegal di wilayahnya hingga Desember 2024 sebanyak 176 lokasi.
    “Pelaku Pertambangan Tanpa Izin atau PETI didominasi 130 perseorangan dan 46 badan usaha,” ucapnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (2/7/2025).
    Ia menyebutkan, lokasi tambang ilegal paling banyak berada di Kabupaten Sumedang sebanyak 31, Subang 24 lokasi, Kabupaten Bogor 23, Kabupaten/Kota Sukabumi 20 lokasi, dan sisanya di Kabupaten Garut, Kabupaten Pangandaran, Kabupaten Purwakarta, Kota Tasikmalaya, serta Kabupaten Kuningan.
    Dinas ESDM
    Jabar menegaskan bahwa telah menindak seluruh tambang ilegal berdasarkan laporan dari masyarakat, dengan diberikan surat peringatan hingga penutupan.
    “Komitmen Pemerintah Provinsi Jawa Barat terus diperkuat untuk melindungi lingkungan dan mendorong pertambangan yang sesuai kaidah,” kata Bambang.
    Bambang mengatakan, beberapa waktu lalu, pihaknya juga melakukan studi lapangan ke dua lokasi di Cimalaka, Kabupaten Sumedang, untuk memperkuat pengawasan tambang di wilayahnya.
    Diharapkan dengan adanya kegiatan tersebut, akan memperkuat pemahaman dan kemampuan pegawai dalam melakukan pengawasan tambang sehingga lebih efektif.
    “Harapannya, dengan semakin kuatnya kapasitas internal, Dinas ESDM Jabar bisa terus memastikan bahwa setiap kegiatan pertambangan di wilayah Jawa Barat berjalan dengan aman, sesuai aturan, dan tetap menjaga kelestarian lingkungan,” ucap Bambang.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dekonstruksi Tambang Ilegal Jawa Barat: Indikasi Praktik Transaksional
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        8 Juni 2025

    Dekonstruksi Tambang Ilegal Jawa Barat: Indikasi Praktik Transaksional Regional 8 Juni 2025

    Dekonstruksi Tambang Ilegal Jawa Barat: Indikasi Praktik Transaksional
    Seorang sivitas akademik Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang menerima penghargaan dari Pimpinan KPK pada tahun 2021 sebagai Penyuluh Antikorupsi Inspiratif.
    PERISTIWA
    longsor di tambang Galian C Gunung Kuda, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, adalah tragedi ekologis sekaligus tragedi administrasi.
    Dalam kejadian memilukan tersebut, tercatat 31 orang menjadi korban, dengan 21 orang meninggal dunia, dan empat orang lainnya belum ditemukan.
    Fakta ini menjadi alarm serius bagi kita semua, bahwa tata kelola pertambangan di daerah sangat rentan disusupi maladministrasi, kelalaian prosedural, dan bahkan indikasi korupsi.
    Kepala Dinas ESDM Jawa Barat, Bambang Tirtoyuliono, menyampaikan bahwa terdapat empat perizinan yang tercatat di lokasi tambang tersebut, di antaranya milik Koperasi Pondok Pesantren Al Azhariyah dan Kopontren Al Ishlah.
    Namun, yang menjadi sorotan adalah bahwa sejak 2024, area tambang tersebut tidak lagi memiliki dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB). Artinya, kegiatan pertambangan tetap berjalan tanpa persetujuan teknis yang sah.
    Ini merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap Pasal 42 dan 43 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), yang mensyaratkan RKAB sebagai dokumen wajib untuk aktivitas operasi produksi.
    Dari sisi teknis geologi, lokasi
    tambang Gunung Kuda
    berada di zona dengan tingkat kerentanan gerakan tanah yang sangat tinggi.
    Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, menyebutkan bahwa kemiringan tebing lebih dari 45 derajat dan metode penambangan dengan teknik
    undercutting
    menjadi pemicu utama longsor.
    Hal ini diperkuat oleh analisis dari Kepala Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, Adrin Tohari, yang mengidentifikasi potensi longsoran berupa
    rock fall, rock toppling
    , dan
    rock slide
    di daerah pertambangan jenis batuan. (Harian
    Kompas
    , 31/5/2025)
    Pertanyaannya, mengapa semua risiko ini seolah tidak diantisipasi? Jawabannya bukan semata pada kekurangan sumber daya teknis, tetapi justru pada lemahnya penegakan regulasi.
    Dalam sistem perizinan tambang, aspek lingkungan dan keselamatan kerja seharusnya telah tercakup dalam dokumen AMDAL, RKAB, dan studi kelayakan yang menyeluruh. Ketiadaan atau pengabaian terhadap dokumen-dokumen tersebut adalah bentuk nyata dari maladministrasi.
    Maladministrasi bukan sekadar kelalaian administratif. Ia sering menjadi pintu masuk dari praktik korupsi yang lebih sistemik.
    Dalam konteks tambang Gunung Kuda, fakta bahwa peringatan sudah diberikan, tapi aktivitas terus berjalan menunjukkan kemungkinan adanya “pembiaran yang disengaja”.
    Bahkan, jika saya menganalisis lebih dalam lagi, aktivitas tambang yang tetap beroperasi tanpa dokumen RKAB dan tidak ditindak oleh instansi pengawas, maka logikanya adalah terdapat dugaan kompensasi atau relasi transaksional yang tidak terlihat secara kasat mata.
    Sekali lagi, saya perlu tekankan ada dugaan relasi transaksional yang tidak terlihat secara kasat mata.
    Ini yang menjadi dasar kuat untuk menduga bahwa telah terjadi pelanggaran dalam bentuk gratifikasi atau suap, sebagaimana diatur dalam Pasal 12B atau pasal 6 ayat (1) UU Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
    Lebih jauh lagi, jika kerugian negara dan korban jiwa bisa dikaitkan secara kausal dengan pembiaran tersebut, maka Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor tentang memperkaya diri atau orang lain secara melawan hukum dengan merugikan keuangan negara, juga dapat diterapkan.
    Sudah saatnya pemberantasan korupsi di sektor sumber daya alam tidak hanya berorientasi pada nominal kerugian negara, tetapi juga pada penyalahgunaan kewenangan.
    Mengacu pada definisi World Bank (2020), korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan publik untuk keuntungan pribadi.
    Maka jika seorang pejabat dengan sadar membiarkan
    tambang ilegal
    beroperasi, dan akibatnya menyebabkan kematian warga serta kerusakan lingkungan, maka ia telah melakukan korupsi, bahkan meski tidak ada transaksi uang tunai.
    Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, telah menjatuhkan sanksi administratif berupa pencabutan IUP berdasarkan SK Gubernur No. 4056/KUKM.02.04.03/PEREK tertanggal 30 Mei 2025.
    Langkah ini penting, tapi harus dilanjutkan dengan langkah represif oleh aparat penegak hukum.
    Dalam hal ini, penegakan dapat dilakukan melalui: UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, untuk menjerat pelaku yang menyebabkan pencemaran atau kerusakan lingkungan; UU Ketenagakerjaan, pengabaian keselamatan kerja; Pasal 359 KUHP, untuk menjerat pelaku yang karena kelalaiannya menyebabkan hilangnya nyawa orang lain; hingga kemungkinan jeratan pasal UU Tipikor.
    Kini saatnya kita berhenti menyederhanakan masalah hanya pada sentralisasi atau desentralisasi izin tambang.
    Diskursus antara pusat dan daerah selama ini kerap gagal menangkap akar masalah yang lebih dalam: pembiaran sistemik dan absennya pengawasan yang ketat.
    Kebijakan tidak cukup hanya diatur siapa yang berwenang memberi izin, tetapi bagaimana mencegah penyimpangan dalam prosesnya.
    Korupsi di sektor pertambangan hari ini bukan sekadar korupsi uang negara, tetapi kebijakan yang koruptif yang terselubung dalam regulasi dan kelonggaran sistem.
     
    Bahkan, praktik “backing-membacking” dari oknum aparat penegak hukum yang tidak pernah diputus menjadi relasi transaksional yang tidak kasat mata, tapi nyata terasa.
    Mereka menyulap tambang ilegal menjadi seolah-olah legal, mengaburkan jejaknya melalui struktur administratif yang berlapis dan kolutif.
    Pemerintah perlu segera merombak pendekatan hukum dalam sektor pertambangan. Penegakan hukum harus lebih berani menyasar pelanggaran prosedur sebagai pintu masuk pembuktian korupsi.
    Tidak perlu menunggu aliran dana haram muncul dalam rekening tersangka, perlu membuktikan ada penyalahgunaan kewenangan yang disengaja, maka tindakan koruptif sudah dapat dibongkar.
    Selain itu, Kementerian ESDM harus berani melakukan refleksi dan evaluasi menyeluruh terhadap regulasi-regulasi yang memberi ruang kompromi moral dalam praktik tambang.
    Ada terlalu banyak peraturan teknis yang multitafsir, celah koordinasi antar-instansi yang lemah, hingga prosedur perizinan yang justru menumpuk ketidakpastian hukum.
    Korupsi yang terselubung dalam aturan ini jauh lebih berbahaya karena menciptakan sistem yang menormalisasi penyimpangan.
    Bung Hatta pernah berpesan, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Tapi perjuangan kalian akan lebih berat, karena melawan bangsa sendiri”.
    Pertanyaannya kini: siapa yang sedang kita lawan hari ini? Korporasi rakus? Oknum penegak hukum? Pejabat korup? Atau sistem yang sengaja dibuat pincang demi kepentingan pribadi?
    Saatnya kita bertanya pada diri: apa yang sudah saya berikan untuk bangsa ini? Karena kalau kita diam, bukan hanya tanah yang digali, tapi juga harga diri bangsa ini yang ikut terkubur.
    Mari kita suarakan desakan, bukan sekadar pada pemutusan izin, tetapi pada perubahan menyeluruh—agar tragedi seperti di Gunung Kuda tidak menjadi rutinitas kematian yang dianggap biasa.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Terungkap! Ini Pemilik Tambang Maut di Cirebon

    Terungkap! Ini Pemilik Tambang Maut di Cirebon

    Jakarta

    Kementerian ESDM buka-bukaan soal pemilik tambang maut di Gunung Kuda, Cirebon, Jawa Barat. Insiden ini merenggut belasan nyawa.

    Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Barat Bambang Tirtoyuliono mengatakan pada blok tambang Gunung Kuda terdapat empat perizinan.

    Satu di antaranya milik Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) Al Azhariyah. Satunya lagi masih tahapan eksplorasi yang diduga masih satu grup dengan koperasi Al Azhariyah. Sebanyak izin lainnya lagi milik Kopontren Al Ishlah.

    Sejak 2024, Bambang menjelaskan tambang-tambang tersebut tidak memiliki dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB). Tambang juga diminta untuk berhenti operasinya sejak Maret 2025, namun peringatan itu tidak diindahkan.

    Sejak Jumat kemarin saat kecelakaan terjadi di tambang tersebut, Bambang menyatakan pihaknya sudah mencabut izin operasi tambang tersebut.

    “Sejak tahun 2024, tambang ini tidak memiliki dokumen RKAB. Jadi ini sudah diingatkan berkali-kali, bahkan di bulan tanggal 19 Maret tahun 2025 diminta untuk dihentikan kegiatan tetapi tidak diindahkan, maka kejadian lah bencana insiden ini. Maka hari itu juga kami langsung mencabut izin operasi produksi secara permanen baik milik koperasi Al Azhariyah, dan juga tiga lainnya,” tegas Bambang dalam keterangannya, Selasa (3/6/2025).

    Berdasarkan data perizinan di Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat, lokasi kejadian memiliki Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi atas nama Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) Al-Azhariyah. Izin berdasarkan Surat Keputusan Kepala DPMPTSP Provinsi Jawa Barat nomor 540/64/29.1.07.0/DPMPTSP/2020 tanggal 5 November 2020 dengan luas 9,16 ha, dengan jenis komoditas tras.

    Akibat kejadian ini, Gubernur Jawa Barat telah memberikan sanksi administratif berupa pencabutan Izin Usaha Pertambangan khususnya kepada IUP Koperasi Pondok Pesantren Al Azhariyah melalui SK Gubernur nomor 4056/KUKM.02.04.03/PEREK, tanggal 30 Mei 2025 hal Sanksi Administratif Pencabutan Izin Usaha.

    Berdasarkan laporan perkembangan insiden per 31 Mei 2025, secara keseluruhan, jumlah korban tercatat sebanyak 33 orang. Puluhan korban itu ada 17 orang yang meninggal dunia, dan 8 orang luka-luka dan 8 orang lainnya masih dalam pencarian.

    Salah satu tantangan dalam proses pencarian korban adalah potensi longsor susulan, sehingga Basarnas melakukan pemantauan secara visual pada saat proses pencarian.

    Tim Inspektur Tambang (IT) Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga sudah verifikasi lapangan pada lokasi terjadinya gerakan tanah longsor di Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat.

    Masyarakat yang berada di sekitar lokasi bencana diminta agar segera mengungsi, mengingat daerah tersebut masih berpotensi terjadi gerakan tanah atau longsor susulan.

    “Tim IT Ditjen Minerba hingga saat ini masih terus melakukan verifikasi lapangan untuk mengidentifikasi penyebab dasar dan penyebab langsung kecelakaan, baik dari sisi manusia, metode kerja, peralatan, material, dan lingkungan kerja,” ujar Dwi Anggia, Tenaga Ahli Menteri ESDM Bidang Komunikasi Publik dan Media, selaku Juru Bicara Kementerian ESDM di Jakarta.

    Tim Inspektur Tambang setibanya dilokasi langsung berkoordinasi dengan IC Commander (DANDIM), dan langsung melakukan pengambilan data dengan menggunakan drone untuk melihat kondisi lereng paska terjadinya longsoran dan melakukan assesment potensi terjadinya longsor susulan.

    Dalam melaksanakan tugasnya, Tim IT berkoordinasi dengan pihak Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cirebon serta TNI/Polri, dan aparat pemerintah setempat guna memverifikasi kejadian bencana termasuk juga mempercepat proses evakuasi dan pencarian korban.

    (hal/ara)

  • Kementerian ESDM Telusuri Penyebab Longsor Tambang Gunung Kuda Cirebon

    Kementerian ESDM Telusuri Penyebab Longsor Tambang Gunung Kuda Cirebon

    Bisnis.com, JAKARTA – Tim Inspektur Tambang (IT) Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM masih melakukan verifikasi lapangan pada lokasi terjadinya gerakan tanah longsor di Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. 

    Juru Bicara Kementerian ESDM Dwi Anggia mengimbau masyarakat yang berada di sekitar lokasi bencana diminta agar segera mengungsi, mengingat daerah tersebut masih berpotensi terjadi gerakan tanah atau longsor susulan.

    “Tim IT Ditjen Minerba hingga saat ini masih terus melakukan verifikasi lapangan untuk mengidentifikasi penyebab dasar dan penyebab langsung kecelakaan, baik dari sisi manusia, metode kerja, peralatan, material, dan lingkungan kerja,” ujarnya, dalam keterangan tertulis, Minggu (1/6/2025).

    Adapun Tim Inspektur Tambang berkoordinasi dengan pihak Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cirebon serta TNI/Polri, dan aparat pemerintah setempat guna memverifikasi kejadian bencana termasuk juga mempercepat proses evakuasi dan pencarian korban.

    Berdasarkan laporan perkembangan insiden per 31 Mei 2025, secara keseluruhan, jumlah korban tercatat sebanyak 33 orang, dengan rincian 17 orang meninggal dunia, dan 8 orang luka-luka dan 8 orang lainnya masih dalam pencarian. 

    Salah satu tantangan dalam proses pencarian korban adalah potensi longsor susulan, sehingga Basarnas melakukan pemantauan secara visual pada saat proses pencarian.

    Berdasarkan data perizinan di Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat, lokasi kejadian memiliki Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi atas nama Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) Al-Azhariyah, berdasarkan Surat Keputusan Kepala DPMPTSP Provinsi Jawa Barat nomor 540/64/29.1.07.0/DPMPTSP/2020 tanggal 5 November 2020 dengan luas 9,16 ha, jenis komoditas tras.

    Akibat kejadian ini, Gubernur Jawa Barat telah memberikan sanksi administratif berupa pencabutan Izin Usaha Pertambangan khususnya kepada IUP Koperasi Pondok Pesantren Al Azhariyah melalui SK Gubernur nomor 4056/KUKM.02.04.03/PEREK, tanggal 30 Mei 2025 hal Sanksi Administratif Pencabutan Izin Usaha.

    Sebelumnya, Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Barat, Bambang Tirtoyuliono mengatakan, pada blok tambang Gunung Kuda terdapat empat perizinan. 

    Satu di antaranya adalah milik Al Azhariyah, dua milik Kopontren Al Ishlah dan satu di antaranya masih tahapan eksplorasi dan diduga masih satu grup dengan koperasi Al Azhariyah.

    “Sejak 2024, tambang ini tidak memiliki dokumen RKAB. Jadi ini sudah diingatkan berkali-kali, bahkan di bulan tanggal 19 Maret tahun 2025 diminta untuk dihentikan kegiatan tetapi tidak diindahkan, maka terjadilah bencana insiden ini. Maka hari itu (Jumat, 30/5) juga kami langsung mencabut izin operasi produksi secara permanen baik milik koperasi Al Azhariyah, dan juga tiga lainnya,” tegas Bambang. 

  • Program "Jabar Caang", 3.400 Rumah di 55 Desa Ditargetkan Terelektrifikasi pada 2025
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        1 Juni 2025

    Program "Jabar Caang", 3.400 Rumah di 55 Desa Ditargetkan Terelektrifikasi pada 2025 Bandung 1 Juni 2025

    Program “Jabar Caang”, 3.400 Rumah di 55 Desa Ditargetkan Terelektrifikasi pada 2025
    Tim Redaksi
    BANDUNG, KOMPAS.com
    – Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Barat menargetkan sebanyak 3.403 rumah di 55 desa dan kelurahan yang tersebar di 18 kabupaten dan kota akan teraliri listrik dalam waktu dekat.
    Kepala
    Dinas ESDM Jabar
    ,
    Bambang Tirtoyuliono
    , menjelaskan bahwa pihaknya berkomitmen untuk merealisasikan program Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi, dalam memperluas
    akses listrik
    bagi masyarakat di daerah terpencil dan tertinggal.
    Untuk mencapai target tersebut, Dinas ESDM menggandeng PT PLN Persero Unit Induk Distribusi (UID) Jabar dalam program
    Jabar Caang
    2025.
    Pendanaan untuk program ini akan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025.
    “Pada tahun ini, kami juga akan melaksanakan Program Jabar Caang melalui skema APBD,” kata Bambang dalam keterangan tertulisnya, Minggu (1/6/2025).
    Total target rumah yang akan teraliri listrik atau terelektrifikasi pada tahun ini mencapai 121.871 unit yang tersebar di 1.425 desa.
    Bambang menjelaskan bahwa pada triwulan III 2024, rasio elektrifikasi di Jawa Barat telah mencapai 99,99 persen.

    Hingga triwulan II 2025, ribuan warga prasejahtera sudah menikmati akses listrik berkat pendanaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
    Selain itu, Pemprov Jabar juga sedang menyiapkan program Corporate Social Responsibility (CSR) Jabar Caang dengan target tambahan 1.500 sambungan, yang akan dimulai pada Triwulan II 2025.
    “Dan sesuai komitmen Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, 100 persen warga Jawa Barat akan teraliri listrik pada 2026,” ujar Bambang.
    Sejak program Jabar Caang diluncurkan pada 2018, PLN UID Jabar telah mendistribusikan program Listrik Desa, Bantuan Pasang Baru Listrik (BPBL) untuk masyarakat kurang mampu, program CSR PLN Peduli, serta gerakan employee volunteer Light Up The Dream.
    General Manager PLN UID Jabar, Tonny Bellamy, menegaskan bahwa PLN berkomitmen penuh untuk mendukung realisasi program Jabar Caang.
    “Pada 2024, kami telah menyalurkan 2.098 sambungan melalui program Light Up The Dream yang berasal dari donasi sukarela pegawai dan mitra PLN. Hingga triwulan I 2025, sudah lebih dari 800 sambungan baru direalisasikan, dan kami akan terus menggalang dukungan,” pungkasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pemprov Tutup Tambang Ilegal di Desa Jati Cianjur

    Pemprov Tutup Tambang Ilegal di Desa Jati Cianjur

    JABAR EKSPRES – Satu tambang ilegal di Desa Jati, Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur, ditutup. Alasanya, pertambangan itu tidak berizin dan merusak lingkungan.

    Penutupan dilakukan oleh Tim Gabungan Pemprov Jabar. Mereka terdiri dari Dinas ESDM, Satpol PP, Dinas Lingkungan Hidup, dan Dinas Kehutanan Jawa Barat, serta Satpol PP Kabupaten Cianjur.

    Mulanya, tim mendapat informasi dari masyarakat terkait aktivitas pertambangan itu. Berbekal laporan tersebut, tim kemudian meninjau langsung lokasi, Kamis (17/4).

    Di tempat tersebut, sedang ada aktivitas pengerukan dan pengangkutan pasir batu menggunakan sejumlah truk. Tim kemudian mengidentifikasi pekerja dan sopir truk serta memeriksa izin usaha pertambangannya.

    Ternyata terbukti perusahaan tambang tersebut belum memiliki izin usaha pertambangan dan hanya memperlihatkan dokumen pendirian perusahaan. Sehingga eksekusi penutupan dilakukan.

    Selain soal perizinan, tim juga menemukan sejumlah pelanggaran kelengkapan lain. Misalnya, truk pengangkut galian ternyata beberapa di antaranya tidak memiliki kelengkapan seperti KIR, tidak bayar pajak, serta para supir tidak memiliki SIM bahkan banyak para pekerja yang tidak bisa penunjukkan KTP.

    Kepala Dinas ESDM Jabar Bambang Tirtoyuliono menyayangkan kondisi tersebut. Menurutnya, tambang – tambang ilegal semacam itu memang perlu ditertibkan. Penertiban pertambangan ilegal juga dalam rangka menjaga sumber daya alam dan lingkungan. “Ini kan untuk jaga lingkungan juga,” ujarnya.

    Menurut Bambang, Pemprov juga memiliki sikap tegas terkait tambang. Dan itu diharapkan menjadi perhatian perusahaan tambang lain, baik mineral maupun logam. “Jadi wajib menempuh persyaratan yang telah ditentukan,” tuturnya.(son)

  • Jembatan Cicangor Karawang Ambles, Pemprov Jabar Bangun Jembatan Bailey Alternatif

    Jembatan Cicangor Karawang Ambles, Pemprov Jabar Bangun Jembatan Bailey Alternatif

    BANDUNG – Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang (DBMPR) Provinsi Jawa Barat saat ini tengah menyiapkan pembangunan jembatan rangka baja pra fabrikasi (bailey) sebagai alternatif akibat putusnya Jembatan Cicangor, Karawang oleh luapan Sungai Cibeet, Senin (3/3) malam.

    Kepala DBMPR Jabar Bambang Tirtoyuliono mengatakan hal ini dilakukan juga untuk mengaplikasikan instruksi Gubernur Jabar Dedi Mulyadi untuk segera ada tindakan supaya jalur lalu lintas Jalan Badami-Loji yang menjadi penghubung Karawang-Bogor kembali tersambung.

    “Jembatan Cicangor kolaps akibat banjir. Kita sudah identifikasi semuanya. Kemudian kita sedang lakukan langkah persiapan. Misal airnya surut, kita segera masuk (bangun jembatan bailey). Mudah-mudahan segera,” ujar Bambang, Selasa, 4 Maret.

    Panjang Jembatan Cicangor sekitar 65 meter dengan lebar 7 meter dan menjadi akses utama masyarakat yang harus segera disediakan alternatif, sambil dibangun ulang.

    “Jika tidak ada jembatan jalurnya jauh dan memutar. Mudah-mudahan jembatan sementara darurat ini bisa segera dipasang,” ucapnya.

    Pembangunan jembatan bailey ini kata dia, bila cuaca mendukung paling lama butuh waktu satu bulan, karena harus ada konstruksi penahan di tengah sungai berupa tiang.

    “Kita akan optimalkan untuk bisa segera diselesaikan dan sambil juga kita siapkan untuk penanganan permanennya,” ujar dia.

    Jembatan Cicangor yang melintasi Sungai Cibeet di Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang ambles sehingga tidak bisa dilalui kendaraan, Senin (3/2/2025) pukul 22.15 WIB.

    Fungsi jembatan itu sangat vital sebagai penghubung wilayah Karawang dengan Kabupaten Bekasi, Bogor, dan Cianjur melalui jalur alternatif.

    Dari keterangan sejumlah saksi mata, badan jembatan sedikit demi sedikit mengalami penurunan. Diduga hal itu terjadi jadi akibat kaki jembatan tergerus derasnya air Sungai Cibeet.

    Akibat kondisi tersebut warga sekitar melarang kendaraan berat melintasi jembatan. Namun karena permukaan jembatan terus menurun, semua kendaraan tidak diperbolehkan melintas, termasuk para pejalan kaki.

    Petugas Polri dan TNI memasang penghalang di kedua muka jembatan agar tidak ada kendaraan yang menerobos. Hal itu dilakukan guna menghindari kejadian yang tidak diinginkan.

  • DBMPR Jabar Pastikan Tak Bangun Ulang Jembatan Sumber Cirebon

    DBMPR Jabar Pastikan Tak Bangun Ulang Jembatan Sumber Cirebon

    JABAR EKSPRES – Kepala Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang (DBMPR) Jabar Bambang Tirtoyuliono mengungkapkan, belum ada rencana pembangunan ulang untuk Jembatan Cipager Kabupaten Cirebon. Perbaikan jembatan yang dikenal dengan Jembatan Sumber itu cukup dengan penanganan darurat.

    Bambang menuturkan, penyebab utama rusaknya jembatan itu sudah jelas. “Karena tergerus debit air yang cukup deras beberapa waktu lalu,” jelasnya.

    Setalah kejadian itu, pihaknya juga bergerak cepat. Mulai dari menganalisis tingkat keparahan kerusakan hingga mengambil solusi perbaikan.

    BACA JUGA: Cairkan Saldo E-Wallet Hingga Rp230.000-an Lewat Aplikasi Penghasil Uang Termudah 2025

    “Untuk penanganan juga sudah dikerjakan,” jelasnya.

    Penanganan itu di antaranya adalah dengan memasang bronjong di sepanjang abutment jembatan. Fungsinya untuk memperkuat dan menstabilkan struktur fondasi di jembatan itu.

    Dinas juga bakal memasang batu di area yang rusak. Termasuk mengecor ulang fondasi dari jembatan itu.

    Bambang menegaskan, penanganan daruat itu dinilai sudah cukup. Artinya tidak sampai jembatan itu dibongkar dan dibangun ulang.

    BACA JUGA: Tren Kasus DBD Meningkat di Awal Tahun 2025, Dinkes KBB Minta Masyarakat Waspada

    “Belum ada (bongkar dan bangun ulang.red), cukup dengan diperkuat saja,” tegasnya.

    Bambang juga menuturkan, kerusakan itu juga hanya terjadi pada jembatan samping atau yang diperuntukkan roda dua. Sementara jembatan utama masih kokoh. “Jembatan utamanya aman,” tuturnya.

    Dalam penanganan sementara, dinas juga telah berkolaborasi dengan stakeholder lain. Yakni dalam upaya rekayasa lalu lintas. Untuk sementara kendaraan berat dialihkan untuk tidak melewati jembatan itu.(son)

  • Update Pemulihan Jalan Terdampak Bencana di Sukabumi, 58 Titik Longsor Mulai Bisa Dilalui

    Update Pemulihan Jalan Terdampak Bencana di Sukabumi, 58 Titik Longsor Mulai Bisa Dilalui

    Liputan6.com, Sukabumi – Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat terus bergerak cepat menangani dampak bencana alam di Kabupaten Sukabumi dan Cianjur. Berdasarkan data Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang (DBMPR) Provinsi Jawa Barat, pada Rabu (11/12/2024), sebanyak 58 dari 128 titik bencana di ruas jalan provinsi telah dibersihkan dari material longsor.

    “Hampir sebagian besar fungsional kecuali yg arah Loji-Ciletuh itu tidak bisa dan saat ini sedang pemasangan jembatan bailey,” kata Kepala DPMPR Jabar Bambang Tirtoyuliono, Jumat (13/14/2024). 

    Pada rapat koordinasi bencana Sukabumi ini, dia mengatakan, kemudian jembatan ke arah Sagaranten-Tegalbuleud itu pun sedang dilakukan pemasangan jembatan bailey. Dari keterangan pemerintah kecamatan yang diterima, akses jalan tersebut kini mulai bisa dilalui.

    Menurutnya, hampir sebagian besar ruas jalan sudah bisa fungsional artinya bisa dilalui roda dua dan roda empat walaupun bergantian. 

    “Untuk penanganan segi permanen sedang dilakukan secara bertahap. Jadi bapak ibu Camat mohon bersabar karena tim kita juga terbatas, kita turunkan sekitar 18 tim, mudah-mudahan bisa kami atasi secara bertahap,” ungkapnya.

    Progres Penanganan

    1. Longsor: 58 dari 128 titik sudah dibersihkan.

    2. Amblas: 5 dari 44 titik telah ditangani dan bisa dilalui kendaraan.

    3. Banjir: 20 titik sudah surut.

    4. Jembatan: 2 jembatan yang rusak berat sedang dalam proses perbaikan dengan pemasangan jembatan Bailey, dan 4 jembatan yang rusak ringan sudah diperbaiki.

    Akses Jalan

    Sejumlah ruas jalan provinsi dan nasional sudah bisa dilalui, meskipun secara bergantian. Ruas jalan yang sudah bisa dilalui antara lain:

    1. Sukabumi-Sagaranten

    2. Cikembar-Jampang Tengah-Kiaradua

    3. Waluran-Malereng-Palangpang-Puncak Darma-Cisaar

    4. Tegalbuleud-Sagaranten

    5. Cibadak-Cikidang-Palabuhan Ratu

    6. Jalan nasional Kiara Dua-Waluran

    7. Bagbagan-Kiara Dua

    8. Surade-Tegalbuleud-Sindangbarang

    9. Cibadak-Pelabuhan Ratu

     

    Pro-Kontra Pelepasan Tanah HGU PT RSA Cilacap, Bagaimana Reforma Agraria?