Tag: Bambang Brodjonegoro

  • Nvidia Pilih Vietnam Ketimbang RI, Penasihat Prabowo Ungkap Masalahnya

    Nvidia Pilih Vietnam Ketimbang RI, Penasihat Prabowo Ungkap Masalahnya

    Jakarta, CNBC Indonesia-Raksasa teknologi Amerika Serikat (AS), Nvidia lebih memilih berinvestasi ke Vietnam ketimbang Indonesia. Salah satu alasannya adalah perizinan investasi yang disajikan lebih mudah dan cepat.

    “Mungkin basic tapi itu realitas yang dihadapi. Vietnam yang sekarang mereka memberikan izin cepat dan mudah untuk asing masuk,” kata Bambang Brodjonegoro, Penasihat Khusus Presiden Bidang Ekonomi, dalam acara MINDialogue Hilirisasi dan Industrialisasi Strategi Kunci Menuju Indonesia Emas 2045, Kamis (9/1/2025).

    Bambang menjelaskan, masalah investasi di Indonesia masih terbilang klasik. Mulai dari lamanya perizinan, kerumitan birokrasi dan kepastian hukum sudah berkali-kali ganti pemerintahan belum juga selesai.

    Sedangkan insentif pajak, menurut Bambang tidak menjadi perhatian khusus. Maka dari itu, ketika memberikan insentif dengan tarif pajak rendah atau pembebasan sekalipun belum tentu dapat meningkatkan investasi.

    “Indonesia masih dianggap high cost economy. dari perizinan licensing dan administrasi dari investasi,” ujarnya.

    “Ketika mengalami hambatan pas mau masuk Indo dan lihat tetangga negara mereka dengan mudah bisa pindah ke Malaysia dan Vietnam,” tegas Bambang.

    (mij/mij)

  • Jangan Salah! Penasihat Prabowo Sarankan Ini Soal Program 3 Juta Rumah

    Jangan Salah! Penasihat Prabowo Sarankan Ini Soal Program 3 Juta Rumah

    Jakarta, CNBC Indonesia – Penasihat Khusus Presiden Prabowo Subianto Bidang Ekonomi Bambang Brodjonegoro, mengungkapkan program 3 juta rumah per tahun bisa selamatkan daya beli masyarakat kelas menengah Indonesia.

    Menurutnya, itu bisa terjadi asal pemerintah berkomitmen menyediakan rumah yang tak asal terjangkau bagi masyarakat, melainkan bisa memanusiakan manusia para kelas pekerja.

    Apalagi, sudah ada pelajaran di China pembangunan hunian tidak bisa asal membangun properti fisiknya. Sebab, bila hanya memikirkan pembangunan rumah terjangkau tanpa memikirkan infrastruktur penunjang dan dasarnya, hanya akan membuat wilayah itu menjadi kota hantu.

    Sebagaimana diketahui, berdasarkan catatan World Economic Forum berjudul Where are China Ghost Cities, setidaknya ada 24 kota hantu di China pada 2015.

    “Jadi memikirkannya ialah kita memanusiakan manusia,” kata pria yang juga pernah menjabat sebagai mantan menteri keuangan periode 2014-2016 itu dalam program Cuap-Cuap Cuan CNBC Indonesia, Jumat (27/12/2024).

    Karena itu, mumpung pembangunan 3 juta rumah per tahun itu belum penuh terealisasi, Bambang mengatakan, konsepnya harus direalisasikan dengan menunjang kebutuhan dasar masyarakat, termasuk masyarakat kelas menengah atau kelas pekerja.

    Selama ini, beban pokok masyarakat Indonesia, termasuk kelas menengah ialah tak adanya ketersediaan air bersih siap minum di tiap hunian. Padahal, kebutuhan dasar itu sudah sejak lama tersedia di negara-negara maju termasuk adanya jaringan gas atau jargas.

    “Kalau mau urusin daya beli dan sediakan perumahan kenapa enggak di setiap public housing yang dibangun utamanya yang perkotaan itu airnya langsung yang siap minum,” tegasnya.

    “Kalau bisa untuk kurangi subsidi 3 kg bikin jargas lah, kita itu hampir enggak ada, atau pakai kompor listrik,” ungkap Bambang.

    Selain beban kebutuhan air minum yang harus ditekan, beban kedua ialah biaya transportasi yang selama ini memberatkan masyarakat kelas pekerja karena huniannya yang jauh dari tempat kerja.

    Bambang membayangkan, konsep perumahan itu bisa dilakukan dengan memanfaatkan lahan-lahan pasar jaya yang selama ini terbengkalai. Ia mencontohkan sebagaimana terjadi di kawasan Blok M, Jakarta Selatan.

    “Kebanyakan pasarnya tidak berfungsi, contoh paling ekstrem Blok M lah itu menurut saya akan bagus sekali dibangun beberapa tower karena dia dekat dengan public transportation,” tuturnya.

    “Ada terminal bus jaman dulu sama MRT, ditambah retail establishment nya, orang tinggal di situ sebagai kelas menengah pun merasa terbantu karena daya beli dia diperkuat dengan dia hanya di situ,” tegas Bambang.

    Menurutnya konsep pembangunan ini harus terealisasi mumpung momentumnya sedang mengiringi. Sebab, Prabowo sedang baru-barunya merilis program itu melalui pembentukan Kementerian Perumahan & Kawasan Permukiman.

    “Tapi syaratnya jangan karena rumah murah, airnya seadanya, justru saat terbaik kalau pemerintah ingin kasih perhatian yang tapi water itu kurangi kebutuhan kita beli air galon, dan sebagainya tadi,” ucap Bambang.

    (arj/mij)

  • Semua Menjerit, Daya Beli Warga RI Ambruk!

    Semua Menjerit, Daya Beli Warga RI Ambruk!

    Jakarta, CNBC Indonesia – Berbagai lapisan masyarakat, mulai dari ekonom hingga pelaku usaha menjerit daya beli masyarakat Indonesia anjlok pada tahun ini, membuat aktivitas ekonomi melambat.

    Dari sisi level konsumsi rumah tangga saja, selama tiga kuartal tahun ini terus tumbuh di bawah 5%. Per kuartal III-2024 saja, konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,91% (yoy). Membuat laju pertumbuhan ekonomi kuartal III-2024 hanya 4,95%.

    Meski begitu, pemerintah masih bersikeras menganggap daya beli masyarakat Indonesia tetap terjaga, sebagaimana disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

    Ia mendasari sudut pandang ini dari indeks keyakinan konsumen per November yang masih naik ke level 125,9, hingga indeks penjualan riil yang juga masih tumbuh meski hanya 1,7%.

    “Ini indikator dari sisi konsumsi yang semuanya masih positif,” kata Sri Mulyani pada pertengahan Desember lalu, saat konferensi pers APBN jelang akhir tahun, dikutip Rabu (25/12/2024).

    Berkebalikan dengan Sri Mulyani, Penasihat Khusus Presiden Bidang Ekonomi Bambang Brodjonegoro, yang juga merupakan Mantan Menteri Keuangan era periode pertama Jokowi bahkan menegaskan, daya beli masyarakat sudah nampak jelas tengah jatuh.

    Bambang mengatakan, untuk melihat data sebenarnya daya beli masyarakat bisa merujuk pada realisasi kondisi ekonomi pada kuartal III-2024 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

    Menurutnya, kuartal III-2024 bisa menjadi acuan dalam melihat daya beli sesungguhnya masyarakat RI karena tidak ada faktor musiman yang menolong angka pertumbuhan konsumsi rumah tangga.

    “Jadi sebenarnya kalau saya melihat turunnya pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan konsumsi dari di atas 5% menjadi di bawah 5% itu sebenarnya tanda yang clear bahwa ada potensi pelemahan daya beli,” kata Bambang dalam program Cuap-Cuap Cuan CNBC Indonesia.

    Bambang menganggap, data konsumsi rumah tangga saat tidak adanya faktor musiman bisa mencerminkan kondisi riil daya beli masyarakat karena memang pertumbuhan ekonomi Indonesia paling dominan ditopang konsumsi rumah tangga, dengan porsi mencapai 53,08%.

    Data ini pun, kata Bambang, diperburuk dengan jelasnya data penurunan jumlah kelas menengah. Sebagaimana diketahui, berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Pada 2019 jumlah kelas menengah di Indonesia masih sebanyak 57,33 juta orang atau setara 21,45% dari total penduduk. Namun, pada 2024 hanya tersisa 47,85 juta orang atau setara 17,13%.

    “Kombinasi itulah dari menurunnya kelas menengah dan masih tingginya aspiring middle class dan near poor yang mengindikasikan ada kemungkinannya pelemahan konsumsi. Kalau daya beli kita melemah otomatis konsumsi juga melemah,” ucap Bambang.

    Pengusaha di sektor properti pun juga telah teriak bahwa daya beli masyarakat Indonesia teramat tertekan. Mereka menganggap, kondisi ini terlihat dari data penjualan rumah tapak di Jabodetabek yang turun 25% pada tahun ini dibanding tahun 2023 lalu.

    “Jadi 25% penurunannya di bawah,” kata Associate Director Leads Property, Martin Samuel Hutapea kepada CNBC Indonesia, awal Desember ini.

    Padahal pengembang sudah rajin membuat banyak rumah, sayang penyerapannya justru terkendala. Sebagai contoh di kuartal III 2024 ini ada tambahan pasokan 2,800 unit, namun penjualannya jauh di bawah itu yakni 1,900 unit. Sebagian besar penyerapannya ada di wilayah Tangerang.

    Di sisi lain, harga rumah juga terus mengalami kenaikan yang tak sebanding dengan gaji atau pendapatan masyarakat. Menurut riset Leads Property, kenaikan harga rumah menyeluruh terjadi di Jabodetabek, namun paling tinggi ada di Depok mencapai 12%, sedangkan Jakarta sebesar 5% dan Bogor sebesar 3%.

    “Faktor daya beli salah satunya, kan daya beli hubungannya juga sama price-sensitive, harga,” ujar Martin.

    Sementara itu, kalangan pengusaha ritel yang tergabung ke dalam Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengungkapkan bahwa penjualan toko-toko ritel saat ini merosot drastis gara-gara pembeli merosot. Membuat penjualan barang turun harga sehingga tercermin dari munculnya fenomena baru, yakni deflasi lima bulan beruntun yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS).

    Sebagaimana diketahui, BPS telah mengumumkan, deflasi lima bulan beruntun terjadi sejak Mei 2024 yang sebesar 0,03%, lalu berlanjut pada Juni 2024 sebesar 0,08%, dan Juli 2024 sebesar 0,18%. Lalu, pada Agustus 2024 sebesar 0,03%, dan per September 2024 makin dalam menjadi 0,12%.

    “Karena produktivitas atau basket size dari konsumen itu turun, nah dengan konsumen turun belanja maka otomatis semuanya berupaya untuk rebranding atau kemasannya diperkecil supaya turun juga harganya, jadi itulah yang membuat deflasi,” kata Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey di kawasan Gedung Kadin Indonesia, Jakarta.

    Oleh sebab itu, Roy membantah pernyataan pemerintah yang mengklaim bahwa kondisi deflasi selama lima bulan berturut-turut ini disebabkan karena pemerintah memasok barang-barang pangan secara giat, hingga menyebabkan harga-harga turun. Menurutnya, yang terjadi sebenarnya malah karena barang yang dijual kemasannya semakin kecil supaya bisa terjual atau dibeli oleh masyarakat yang daya belinya tengah ambruk.

    “Jadi daya beli yang menyebabkan deflasi, ya. Bukan karena masalah yang dibilang penurunan harga karena impornya sudah bagus, produktivitasnya sudah bagus, itu satu sisi, tapi sisi lain itu karena memang basket size dari konsumen itu yang turun, sehingga semuanya berusaha turunkan harga,” ucap Roy.

    Pengusaha di sektor otomotif pun menyatakan hal serupa. Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara menuturkan para pengusaha mobil bahkan akan merevisi target penjualan mobil 2024 sebanyak 1,1 juta unit, dengan mempertimbangkan sejumlah faktor penekan pasar, salah satunya gaji masyarakat yang tak mampu menjangkau harga mobil.

    “Salah satu faktor pemicu stagnasi pasar mobil adalah harga mobil baru tidak terjangkau oleh pendapatan per kapita masyarakat. Gap antara pendapatan rumah tangga dan harga mobil baru makin lebar,” katanya dalam diskusi Forum Wartawan Industri pertengahan tahun ini.

    Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas juga mencatat, sebetulnya 40 juta pekerja di Indonesia masih memiliki gaji di bawah Rp 5 juta. Jauh di bawah target pendapatan per kapita hingga akhir 2024 sebesar US$ 5.500 per tahun, atau setara Rp 7,45 juta per bulan.

    Di sisi lain, gaji yang rendah itu juga sempat tergerus tingginya inflasi harga pangan bergejolak atau volatile food pada awal tahun ini. Angka tertinggi inflasi harga pangan bergejolak tertinggi pada tahun ini terjadi pada Maret 2024 sebesar 10,33% sebelum akhirnya pada November 2024 menjadi deflasi 0,32%.

    Per Mei saja, level inflasi bahan pangan bergejolak masih sebesar 8,14%, jauh di atas kenaikan rata-rata gaji di Indonesia. Mengutip catatan Bank Indonesia kenaikan gaji untuk aparatur sipil negara atau ASN pada periode 2019-2024 hanya sebesar 6,5% dengan catatan untuk periode 2020-2023 tak ada kenaikan gaji ASN. Adapun, kenaikan UMR atau gaji pegawai swasta rata-rata hanya 4,9% pada 2020-2024.

    Penasihat Khusus Presiden Bidang Ekonomi Bambang Brodjonegoro menambahkan, kondisi deflasi yang terjadi di komponen volatile food ini sebetulnya imbas dari mekanisme harga yang sulit turun ketika sudah mencapai level tinggi. Masalah ini bisa diterjemahkan dengan teori sticky price atau sticky cost.

    “Ya kita harus mengikuti teori yang namanya sticky price jadi artinya sekali harga itu naik itu susah turun. Dia mungkin tidak naik lagi, jadi dia mungkin ketika naik itulah inflasinya, misalnya 8%. Sesudah itu padahal dia akan naik lagi atau turun sedikit di situlah inflasinya 0% atau deflasi tapi kan harga tinggi itu sudah terjadi,” tutur Bambang.

    Namun, saat nasi sudah menjadi bubur, pemerintah merespons ambruknya daya beli masyarakat Indonesia ini dengan menggelontorkan paket kebijakan ekonomi yang berisi 15 insentif. Selain itu, pemerintah juga telah memutuskan untuk menaikkan UMP 2025 sebesar 6,5%.

    “Jelang memasuki pergantian tahun 2025, Pemerintah secara konsisten terus berupaya untuk dapat menjaga daya beli dan tingkat kesejahteraan masyarakat,” kata Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Haryo Limanseto melalui siaran pers, Kamis lalu.

    Ia memerinci, bagi rumah tangga berpenghasilan rendah, Pemerintah akan menyediakan 5 fasilitas kebijakan berupa:

    1. PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 1% dari kebijakan PPN 12% untuk minyak goreng sawit curah yang dikemas dengan merek “MINYAKITA”, sehingga PPN yang dikenakan tetap sebesar 11%.

    2. PPN DTP sebesar 1% dari kebijakan PPN 12% juga diberlakukan untuk tepung terigu, sehingga PPN yang dikenakan pada tepung terigu juga tetap sebesar 11%.

    3. Gula industri juga menjadi komoditas yang memperoleh fasilitas PPN DTP sebesar 1% dari kebijakan PPN 12%, sehingga dikenakan PPN sebesar 11%. Adapun gula industri tersebut merupakan input penting bagi industri makanan minuman, dimana industri makanan dan minuman memiliki share sebesar 36,3% terhadap total industri pengolahan.

    4. Pemberian Bantuan Pangan berupa beras sebanyak 10 kilogram per bulan kepada masyarakat desil 1 dan 2 selama 2 bulan (Januari dan Februari 2025), dengan sasaran sebanyak 16 juta Penerima Bantuan Pangan (PBP).

    5. Diskon sebesar 50% untuk pelanggan dengan daya terpasang listrik hingga 2200 VA selama 2 bulan (Januari-Februari 2025), dengan menyasar sebanyak 81,42 juta pelanggan, mencakup konsumsi 9,1 Twh/bulan yang setara 35% total konsumsi listrik nasional.

    Adapun yang ditujukan untuk kelas menengah terdiri dari 8 paket kebijakan insentif, yaitu:

    1. PPN DTP Properti bagi pembelian rumah dengan harga jual sampai dengan Rp5 miliar dengan dasar pengenaan pajak sampai dengan Rp2 miliar. Skema insentif tersebut diberikan sebesar diskon 100% untuk bulan Januari – Juni 2025 dan diskon 50% untuk bulan Juli – Desember 2025.

    2. PPN DTP Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) atau Electric Vehicle (EV) dengan rincian sebesar 10% atas penyerahan EV roda empat tertentu dan EV bus tertentu dengan nilai TKDN paling rendah 40%, dan sebesar 5% atas penyerahan EV bus tertentu dengan nilai TKDN paling rendah 20% sampai dengan kurang dari 40%.

    3. PPnBM DTP EV sebesar 15% atas impor KBLBB roda empat tertentu secara utuh (Completely Built Up/CBU) dan penyerahan KBLBB roda empat tertentu yang berasal dari produksi dalam negeri (Completely Knock Down/CKD).

    4. Pembebasan Bea Masuk EV CBU sebesar 0%, sesuai program yang sudah berjalan.

    5. Pemberian insentif PPnBM DTP sebesar 3% untuk kendaraan bermotor bermesin hybrid.

    6. Insentif PPh Pasal 21 DTP untuk pekerja dengan gaji sampai dengan Rp10juta/bulan yang berlaku untuk sektor padat karya seperti tekstil, pakaian jadi, alas kaki, dan furnitur.

    7. Optimalisasi Jaminan Kehilangan Pekerjaan dari BPJS Ketenagakerjaan sebagai buffer bagi para pekerja yang mengalami PHK dengan memberikan dukungan berupa manfaat tunai 60% flat dari upah selama 6 bulan, manfaat pelatihan Rp2,4 juta, kemudahan akses informasi pekerjaan, dan akses Program Prakerja.

    8. Diskon sebesar 50% atas pembayaran iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) selama 6 bulan bagi sektor industri padat karya yang diasumsikan untuk 3,76 juta pekerja.

    Selain itu, juga ada dua fasilitas insentif bagi dunia usaha terutama untuk perlindungan kepada UMKM dan Industri Padat Karya, yakni melalui:

    1 Perpanjangan masa berlaku PPh Final 0,5% sampai dengan tahun 2025 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) UMKM yang telah memanfaatkan selama 7 tahun dan berakhir di tahun 2024. Untuk WP OP UMKM lainnya tetap dapat menggunakan PPh Final 0,5% selama 7 tahun sejak pertama kali terdaftar sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022, dan untuk UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta/tahun maka akan diberikan pembebasan PPh.

    2. Pembiayaan Industri Padat Karya untuk revitalisasi mesin guna meningkatkan produktivitas dengan skema subsidi bunga sebesar 5% dan range plafon kredit tertentu.

    (wia)

  • Derita Warga RI! Pendapatan Tipis, Harga-Harga Setinggi Langit

    Derita Warga RI! Pendapatan Tipis, Harga-Harga Setinggi Langit

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kejatuhan daya beli masyarakat Indonesia tinggal menunggu waktu, bila pemerintah Indonesia terus menerus mengacuhkan fenomena yang sebenarnya sudah terjadi sejak Pasca Pandemi Covid-19 ini.

    Penasihat Khusus Presiden Bidang Ekonomi Bambang Brodjonegoro mengatakan, potensi hilangnya daya beli masyarakat ini bisa terjadi karena memang dari sisi pendapatan kelas pekerja RI sangat kecil dengan kebutuhan biaya belanja bahan pokok yang terus melejit.

    “Tidak mengherankan kalau ada yang mengeluh daya beli kita turun, karena tadi income-nya enggak bisa bergerak banyak, biayanya enggak bisa dihindari sehingga ruang untuk daya belinya itu menjadi tipis,” kata Bambang dalam program Cuap-Cuap Cuan CNBC Indonesia, dikutip Senin (23/12/2024)

    “Dan kemudian kalau ada tadi gejolak rupiah, kemudian ada inflasi, ya makin tipis aja, bahkan takutnya hilang daya belinya,” tegasnya.

    Mantan menteri keuangan era periode pertama Presiden Joko Widodo itu menjelaskan, dari sisi pendapatan memang masyarakat Indonesia sudah jamak diketahui orang banyak nilainya jauh tertinggal bila dibandingkan negara lain, bahkan dibanding negara tetangga.

    Dari sisi upah minimum saja, yang rata-ratanya pada tahun ini Rp 3,04 juta jauh tertinggal dari Malaysia yang mencapai rata-rata Rp 6,12 juta per bulan, apalagi dibanding Singapura yang senilai Rp 25,75 juta per bulan.

    “Memang banyak yang melakukan perbandingan antar negara ya dianggapnya upah atau gaji di Indonesia itu relatif kecil sehingga untuk income memang istilahnya ya tidak bisa mengharapkan banyak untuk bisa menciptakan daya beli yang besar kalau income-nya pas-pasan,” tutur Bambang.

    Saat pendapatannya pas-pasan, Bambang mengingatkan, biaya untuk bertahan hidup di Indonesia malah terus melejit. Tercermin dari angka inflasi bahan pangan yang melonjak hingga ke level 8-10% sejak 2022 sebelum akhirnya deflasi pada tahun ini.

    Namun, Bambang mengingatkan, bila melihat dengan teori sticky price atau sticky cost yang menjelaskan bahwa harga-harga pokok penjualan sulit berubah, sebetulnya deflasi yang terjadi beberapa hari terakhir dengan angka inflasi yang rendah terjadi akibat nilai harga yang sudah keburu tinggi pada 2022 hanya turun sedikit saat nilai atau harga barangnya bertengger di level maksimumnya.

    “Ya kita harus mengikuti teori yang namanya sticky price jadi artinya sekali harga itu naik itu susah turun. Dia mungkin tidak naik lagi, jadi dia mungkin ketika naik itulah inflasinya, misalnya 8%. Sesudah itu padahal dia akan naik lagi atau turun sedikit disitulah inflasinya 0% atau deflasi tapi kan harga tinggi itu sudah terjadi,” tutur Bambang.

    Sialnya, harga bahan pokok yang tinggi itu tidak hanya terjadi untuk bahan makanan saja, melainkan merambah ke kebutuhan pokok lain yang sebetulnya bisa dikendalikan pemerintah, seperti air minum hingga perumahan.

    Di negara maju, air layak minum gratis langsung disediakan pemerintahnya sedangkan di Indonesia masyarakat masih harus membeli air layak minum melalui botol kemasan, seperti air galon.

    “Akhirnya terpaksa kita beli air dalam galon atau air dalam botol yang harganya ya mungkin kelihatannya murah tapi kan kita belinya sering dalam volume yang lumayan, jadi itu terpaksa menjadi suatu biaya yang enggak bisa kita hindari dan itu pasti kan ikut mengurangi daya beli,” kata Bambang.

    Adapun untuk harga sewa rumah memang sebetulnya menjadi salah satu komponen yang menyumbang inflasi inti, sebagaimana emas dan perhiasan. Namun, harganya kata Bambang, saat ini sudah di luar batas kemampuan untuk menjaga daya beli masyarakat.

    “Dan ini saya belum bicara bahkan kalau untuk orang yang hidup di perkotaan itu memang terutama di Jakarta misalkan biaya hidup mereka itu tinggi loh sebenarnya, karena kita tidak punya public transportation yang cukup sehingga orang masih harus menggunakan kendaraan pribadi apakah dua roda atau empat roda,” tuturnya.

    (arj/haa)

  • Eks Menkeu Ini Beberkan Data Sebenarnya Soal ‘Dompet’ Warga RI

    Eks Menkeu Ini Beberkan Data Sebenarnya Soal ‘Dompet’ Warga RI

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam sejumlah kesempatan bersikeras menyatakan daya beli masyarakat Indonesia baik-baik saja. Namun, Penasihat Khusus Presiden Bidang Ekonomi Bambang Brodjonegoro mengungkapkan fakta sebaliknya.

    Bambang mengatakan, untuk melihat data sebenarnya daya beli masyarakat bisa merujuk pada realisasi kondisi ekonomi pada kuartal III-2024 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Menurutnya, kuartal III-2024 bisa menjadi acuan dalam melihat daya beli sesungguhnya masyarakat RI karena tidak ada faktor musiman yang menolong angka pertumbuhan konsumsi rumah tangga.

    Pada kuartal III-2024, konsumsi rumah tangga tumbuh di bawah 5%, yakni hanya 4,91% secara tahunan atau year on year (yoy). Membuat, laju pertumbuhan ekonomi kuartal III-2024 hanya tumbuh 4,95%.

    “Jadi sebenarnya kalau saya melihat turunnya pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan konsumsi dari di atas 5% menjadi di bawah 5% itu sebenarnya tanda yang clear bahwa ada potensi pelemahan daya beli,” kata Bambang dalam program Cuap-Cuap Cuan CNBC Indonesia, dikutip Senin (23/12/2024).

    Bambang mengatakan, pada kuartal I-2024 dan kuartal II-2024 tidak bisa mencerminkan kondisi sebetulnya daya beli masyarakat karena pertumbuhan ekonomi dan konsumsi rumah tangganya ditopang faktor musiman tahunan dan lima tahunan, seperti Pemilu 2024, momen perayaan tahun baru, hingga bulan Ramadhan dan Idul Fitri atau Lebaran.

    “Di triwulan 3 tidak ada apa-apa, tidak ada pemilihan umum kan, Pilkada itu hitungannya baru triwulan 4 meskipun barangkali kampanye sudah dimulai, kemudian tidak ada hari raya keagamaan atau libur panjang, kecuali libur Juni, Juli, libur anak sekolah. Maka terlihat ekonomi kita melemah,” tegasnya.

    Bambang menganggap, data konsumsi rumah tangga saat tidak adanya faktor musiman bisa mencerminkan kondisi riil daya beli masyarakat karena memang pertumbuhan ekonomi Indonesia paling dominan ditopang konsumsi rumah tangga, dengan porsi mencapai 53,08%.

    “Jadi otomatis karena ekonomi kita bergantung pada konsumsi dan pertumbuhan ekonominya turun, sebenarnya tanpa harus mengurai data lebih dalam lagi, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa ada pelemahan daya beli,” tutur Bambang.

    Data ini pun kata Bambang diperburuk dengan jelasnya data penurunan jumlah kelas menengah. Sebagaimana diketahui, berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Pada 2019 jumlah kelas menengah di Indonesia masih sebanyak 57,33 juta orang atau setara 21,45% dari total penduduk. Namun, pada 2024 hanya tersisa 47,85 juta orang atau setara 17,13%.

    “Kombinasi itulah dari menurunnya kelas menengah dan masih tingginya aspiring middle class dan near poor yang mengindikasikan ada kemungkinannya pelemahan konsumsi. Kalau daya beli kita melemah otomatis konsumsi juga melemah,” ucap Bambang.

    Maka, tak heran Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan paket kebijakan ekonomi yang terdiri dari 15 kebijakan insentif khusus untuk menyelamatkan kondisi ekonomi kuartal I-2025, yang semuanya terarah untuk mendorong aktivitas konsumsi rumah tangga guna menyelamatkan angka pertumbuhan ekonomi awal tahun.

    “Jadi tentunya beliau tidak ingin di triwulan 1 yang barangkali sepenuhnya sudah tanggung jawab beliau itu ada pertumbuhan ekonomi yang kurang menggembirakan,” kata Bambang.

    “Peralihan dari triwulan 4 ke triwulan 1 ini akan challenging karena sebenarnya daya beli melemah itu sudah terdeteksi,” ungkapnya.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya mengklaim perekonomian Indonesia pada 2024 dalam kondisi yang baik, di tengah perlambatan ekonomi global. Terbukti, ekonomi Indonesia pada kuartal III-2024 mampu tumbuh sebesar 4,95% (yoy), 1,5% (qtq), atau sebesar 5,03% (ctc). Lalu, inflasi Indonesia juga cukup terjaga rendah.

    Bahkan, inflasi Indonesia pada bulan November 2024 sebesar 1,55% (yoy), termasuk terendah di dunia. Dia pun menambahkan itngkat konsumsi masyarakat juga masih terjaga, ekspor menunjukkan peningkatan, neraca perdagangan Indonesia surplus.

    “Hal ini menunjukkan daya tahan dan sekaligus potensi perekonomian Indonesia di sektor-sektor yang mampu menghasilkan barang komoditas ekspor seperti manufaktur dan juga sektor perdagangan dan konsumsi,” paparnya saat ditemui di Istana Negara, beberapa waktu lalu (16/12/2024).

    (haa/haa)

  • Prabowo & Sri Mulyani Benar! Dunia Sedang Tidak Baik-Baik Saja

    Prabowo & Sri Mulyani Benar! Dunia Sedang Tidak Baik-Baik Saja

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Prabowo Subianto hingga Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah blak-blakan menilai aktivitas ekonomi global pada 2025 akan suram.

    Keduanya menegaskan kondisi dunia saat ini tidak baik-baik saja, membuat prospek pertumbuhan ekonomi global akan berjalan stagnan pada tahun depan. Bahkan, berpotensi anjlok.

    Penasihat Khusus Presiden Bidang Ekonomi Bambang Brodjonegoro menjelaskan penyebab sentimen negatif terhadap kondisi ekonomi global pada 2025 menyeruak di Kabinet Merah Putih.

    Ia mengatakan, sentimen ini muncul saat para menteri keuangan dunia menghadiri acara pertemuan tahunan World Bank-IMF Annual Meeting pada Oktober 2024 silam.

    Dalam pertemuan itu, Kepala Ekonom Bank Dunia Indermit Gill dan dan Kepala Ekonom IMF Pierre-Olivier Gourinchas mewanti-wanti peserta rapat aktivitas ekonomi akan turun pada 2025.

    “Kalau kita melihat level global growth sekarang yang di sekitar 3%, ya mereka mengatakan paling banter hanya di sekitar 3% itu. Bahkan mereka khawatir bisa di bawah 3%,” kata Bambang dalam program Cuap-Cuap Cuan CNBC Indonesia, dikutip Senin (23/12/2024).

    Ketika prospek pertumbuhan ekonomi hanya tumbuh di level 3%, Bambang menekankan, artinya masyarakat dunia sulit mengharapkan bahwa pertumbuhan ekonomi di negara-negara pasar berkembang atau emerging markets, termasuk Indonesia, sulit tumbuh tinggi atau bahkan di atas 5%.

    “Negara maju itu tumbuhnya di bawah 2%, emerging market ini yang tumbuhnya mendekati 5%, sehingga kalau dibuat rata-rata ya 3% itu sebagai pertumbuhan global,” tegas Bambang.

    Masalahnya, prospek terbaru kondisi ekonomi global ini kata Bambang muncul sebelum jelasnya hasil Pemilu AS 2024. Maka, ketika hasil pemilu telah resmi keluar pada November 2024 bahwa Donald Trump kembali menang sebagai Presiden AS, prospek ekonomi global makin suram.

    Trump yang sudah pernah menjadi Presiden AS pada 2017-2021 dikenal dengan kebijakan proteksionismenya, yang membuat aktivitas perdagangan dunia menjadi tidak sehat karena kebijakan pemberlakuan tarif perdagangan yang tinggi.

    Yang menjadi masalah, kini kebijakan proteksionismenya makin menjadi, karena akan dikenakan terhadap aliansinya sendiri dalam kelompok perdagangan bebas North American Free Trade Agreement atau NAFTA, yakni Kanada dan Meksiko. Bukan lagi terhadap rival ekonominya, yaitu China.

    “Dalam tanda petik kalau bahasa gaulnya, raja teganya itu adalah ketika dia secara tanpa alasan yang jelas ingin menerapkan tarif yang tinggi untuk Kanada dan Meksiko,” ungkap Bambang.

    “Padahal kalau kita ingat spirit dari free trade atau globalisasi di masa lalu adalah dimulai dari North American Free Trade Agreement yang melibatkan Amerika Serikat, Meksiko, dan Kanada,” tegasnya.

    Permasalahan itu, kata Bambang, menjadi penambah beban akumulasi yang membuat ekonomi global penuh ketidakpastian pada tahun depan. Sebab, perang bersenjata atau konflik geopolitik juga tak kunjung berakhir, seperti antara Rusia dan Ukraina, hingga Israel dengan Palestina, Suriah, dan Lebanon.

    “Jadi barangkali itu yang membuat atau dirangkum sebagai kesimpulan 2025 sangat menantang. Sehingga wajar kalau ada yang mengatakan ini benar-benar gelap karena belum kelihatan di mana sinar terangnya yang bisa muncul karena belum ada memang,” ucap Bambang.

    Kondisi ini terjadi saat negara-negara dunia baru saja ingin sembuh dari luka dalam akibat krisis Pandemi Covid-19. Hingga kini, saat terlepas dari Pandemi, dunia dihadapkan oleh tingginya tekanan inflasi, hingga membuat arah kebijakan suku bunga acuan bank sentralnya menjadi sangat tinggi.

    “Tingkat bunga tinggi akhirnya agak melemahkan pertumbuhan ekonomi baik di negara-negara yang mengalami tingkat bunga tinggi itu maupun negara-negara yang menjadi partner dagang atau investasi dari negara-negara maju tersebut, sehingga akhirnya dampaknya global,” tutur Bambang.

    (arj/haa)

  • Cuma Karena Air Galon Jutaan Warga Kelas Menengah RI Jatuh Miskin

    Cuma Karena Air Galon Jutaan Warga Kelas Menengah RI Jatuh Miskin

    Jakarta, CNBC Indonesia – Tren masyarakat kelas menengah di Indonesia turun kasta telah terjadi sejak masa krisis Pandemi Covid-19, berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS). Pada 2019 jumlah kelas menengah di Indonesia 57,33 juta orang atau setara 21,45% dari total penduduk. Lalu, pada 2024 hanya tersisa 47,85 juta orang atau setara 17,13%.

    Artinya ada sebanyak 9,48 juta warga kelas menengah yang turun kelas. Karena, data kelompok masyarakat kelas menengah rentan atau aspiring middle class malah naik, dari 2019 hanya sebanyak 128,85 juta atau 48,20% dari total penduduk, menjadi 137,50 juta orang atau 49,22% dari total penduduk.

    Demikian juga dengan angka kelompok masyarakat rentan miskin yang ikut membengkak dari 2019 sebanyak 54,97 juta orang atau 20,56%, menjadi 67,69 juta orang atau 24,23% dari total penduduk pada 2024. Artinya, banyak golongan kelas menengah yang turun kelas kedua kelompok itu.

    “Bahwa memang kami identifikasi masih ada scarring effect dari Pandemi Covid-19 terhadap ketahanan dari kelas menengah,” ucap Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dikutip Sabtu (7/12/2024).

    Selain turun kelas, penduduk kelas menengah di Indonesia juga rentan miskin selama 10 tahun terakhir. Tercermin dari modus pengeluaran penduduk kelas menengah yang cenderung lebih dekat ke batas bawah pengelompokan dan semakin mendekati batas bawahnya.

    Hal itu mengindikasikan kelompok kelas menengah akan lebih sulit untuk lompat menuju kelas atas, dan rentan untuk jatuh ke kelompok aspiring middle class atau kelompok kelas menengah rentan, bahkan rentan miskin.

    Amalia mengatakan, batas atas pengelompokkan kelas menengah per 2024 ialah 17 x dari garis kemiskinan (Rp 582.932 per kapita per bulan) atau senilai Rp 9,90 juta. Sementara itu, batas kelompok menengah bawahnya adalah 3,5 x Rp 582.932 atau senilai Rp 2,04 juta.

    Adapun modus pengeluarannya sebesar Rp 2,05 juta pada 2024, atau semakin dekat dengan batas bawah ukuran kelas menengah yang sebesar Rp 2,04 juta. Padahal, pada 2014, modus pengeluarannya sebesar Rp 1,70 juta dengan batas bawah senilai Rp 1,05 juta dan batas atas hanya sebesar Rp 5,14 juta.

    Konsumsi Air Galon Bikin Warga Kelas Menengah RI Jadi Miskin?

    Ekonom senior yang merupakan mantan Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro mengatakan turunnya tingkat ekonomi kelas menengah di Indonesia tidak hanya terjadi karena pandemi Covid-19 dan banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK). Melainkan juga akibat kebiasaan sehari-hari kebutuhan terhadap air kemasan, seperti galon.

    “Selama ini secara tidak sadar itu sudah menggerus income kita secara lumayan dengan style kita yang mengandalkan semua kepada air galon, air botol dan segala macamnya,” kata Bambang di kantor Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin).

    Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas era pemerintahan Presiden Joko Widodo itu menekankan, kebiasaan mengkonsumsi air dalam kemasan tidak terjadi di semua negara.

    Di negara maju misalnya, warga kelas menengah terbiasa menenggak air minum yang disediakan pemerintah di tempat-tempat umum. Dengan adanya fasilitas air minum massal itu, masyarakat negara maju tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli minum.

    “Daya beli kelas menengahnya aman karena untuk air pun mereka tidak perlu mengeluarkan uang terlalu banyak,” kata dia.

    Meski begitu, Bambang mengatakan faktor kebutuhan air minum hanyalah satu dari banyak faktor lain yang menyebabkan banyak kelas menengah turun ‘kasta’ ke kelas ekonomi yang lebih rendah. Bambang menduga faktor utama tumbangnya kelas menengah RI adalah pandemi Covid-19.

    “Penyebabnya itu variatif. Karena kan kita lihat datanya dari 2019 ke 2023. Jadi penyebab pertama adalah Covid,” ujar dia.

    Selama Covid-19, kata dia, banyak kelas menengah kehilangan pekerjaan. Sementara sebagian lainnya, mengalami kebangkrutan bisnis. “Jangan lupa loh Covid itu terjadi 2 tahun dan yang terjadi pada waktu itu ada kelas menengah yang kehilangan pekerjaan dan kelas menengah yang bisnisnya berhenti atau bangkrut,” ungkapnya.

    Apesnya, kata dia, setelah pandemi mereda masyarakat kembali dihantam problem lainnya seperti tingkat suku bunga yang tinggi. Kenaikan suku bunga itu, kata dia, mau tak mau turut mempengaruhi perekonomian.

    “Jadi saya melihatnya kombinasi yang dimulai dari Covid, kemudian diperpanjang dengan tingkat bunga tinggi, nilai tukar melemah, apa-apa jadi mahal,” kata dia.

    Tak cuma suku bunga tinggi, Bambang mengatakan upaya kelas menengah untuk bangkit dari Covid-19 juga dihantam oleh naiknya harga beras karena efek El Nino. Meskipun inflasi secara umum stabil, Bambang mengatakan kenaikan harga beras itu membuat daya beli kelas menengah menurun.

    “Kombinasi itulah yang membuat sebagian kelas menengah itu turun ke aspiring middle class,” kata dia.

    Bambang turut mengingatkan, fenomena judi online juga amat mempengaruhi kondisi perekonomian seseorang karena sifatnya yang sangat adiktif. Menurut dia, karena itu kegiatan ini sangat menguras kantong masyarakat. “Karena sifatnya adiktif, itu cepat sekali menghabiskan income kita,” kata dia.

    (fsd/fsd)

  • Mantan Menkeu, Wamenkeu hingga Dirjen Pajak Buka-bukaan Soal PPN 12%

    Mantan Menkeu, Wamenkeu hingga Dirjen Pajak Buka-bukaan Soal PPN 12%

    Jakarta, CNBC Indonesia – Rencana Pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada awal tahun depan, sesuai mandat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), masih menjadi sorotan berbagai kalangan masyarakat, mulai dari ekonom, pengusaha hingga pejabat dan mantan pejabat.

    Banyak dari kalangan ini yang sebenarnya menolak kenaikan PPN menjadi 12%, mengingat daya beli masyarakat yang lemah. Menteri Keuangan era Presiden Joko Widodo, Bambang Brodjonegoro pun ikut buka suara.

    Dia menegaskan penolakannya terhadap rencana pemerintah untuk menaikkan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN, jika dilakukan demi mengkompensasi penurunan pajak penghasilan (PPh) badan.

    “Secara prinsip sebenarnya saya kurang setuju. Tapi karena sudah dilakukan, dan kebetulan itu dinyatakan dengan suatu tahapan,” ungkapnya dalam program Squawk Box CNBC Indonesia, dikutip Rabu (4/12/2024).

    Bambang mengungkapkan, saat menjadi menteri keuangan periode pertama Presiden Joko Widodo atau Jokowi, penolakan gencar dia lakukan karena didasari pada tidak adilnya paket kebijakan kompensasi pajak tersebut, karena PPN dikenakan untuk setiap transaksi masyarakat Indonesia, sedangkan PPh Badan hanya dipungut untuk perusahaan menengah dan besar.

    “Karena bagi saya, kalau kita menurunkan PPh badan, maka yang mendapatkan manfaat adalah, ya mohon maaf ya, pengusaha-pengusaha menengah besar,” ungkap ekonom senior yang sempat menjadi Menteri PPN/Kepala Bappenas periode 2016-2019 itu.

    “Sedangkan kalau kompensasinya, kenaikan PPN, itu akan mengena kepada seluruh masyarakat, seluruh penduduk Indonesia yang melakukan transaksi ekonomi. Tidak peduli apakah dia kelas yang paling atas atau kelas yang paling bawah,” tegasnya.

    ‘Butuh Uang’

    Mantan Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati mengungkapkan dugaannya mengapa pemerintah terkesan ngotot ingin menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% di tengah tekanan daya beli masyarakat.

    Anny menduga pemerintah butuh tambahan penerimaan untuk membiayai program-program pemerintah baru.

    “Kita memang tahu pemerintah sekarang butuh kenaikan penerimaan negara, ada program-program baru yang harus didanai,” kata Anny dalam program Tax Time di CNBC Indonesia, dikutip Rabu (4/12/2024).

    Selain membiayai program, Anny menduga pemerintah butuh banyak uang untuk kebutuhan lainnya, yakni membayar utang yang jatuh tempo dan bunga utang. Dia mengatakan seperti diketahui, pemerintah akan menghadapi utang jatuh tempo dan bunga utang yang menumpuk pada 2025 dan 2026.

    “Kita pada 2025 dan 2026 harus membayar utang dan bunga utang dalam jumlah besar, sementara APBN yang kita memiliki keterbatasan.. jadi itu urgensi kenapa PPN menjadi 12%,” kata dia.

    Meski mengetahui kebutuhan pemerintah, Anny menilai kenaikan PPN menjadi 12% dirasa kurang tepat dan akan sangat menekan daya beli masyarakat. Terlebih, kata dia, masyarakat juga akan menghadapi berbagai kenaikan iuran, seperti BPJS Kesehatan, iuran perumahan hingga rencana peralihan subsidi BBM.

    “Jadi isu-isu itu yang membuat kita bertanya-tanya tentang kemampuan daya beli, utamanya masyarakat kelas menengah kita,” kata dia.

    Politikus Gerindra yang merupakan mantan Menteri Keuangan periode Maret-Mei 1998 era Pemerintahan Soeharto, Fuad Bawazier menilai suara-suara penolakan kenaikan PPN itu wajar terjadi karena ekonomi masyarakat saat ini memang sedang tidak baik-baik saja, khususnya yang berkaitan dengan daya beli masyarakat. Tercermin dari kondisi deflasi 5 bulan berturut-turut sejak Mei-September 2024, sebelum akhirnya inflasi sedikit pada Oktober 2024 sebesar 0,08%.

    “Artinya banyak yang menilai ini adalah penurunan daya beli. Apalagi ke penduduk kelas menengah. Itu bisa dilihat dari macam-macam indikasi. Antara lain ada yang deposito di bank-bank itu depositnya kemungkinan menurun, sementara yang atas malah naik,” ujar Fuad.

    Fuad meyakini permasalahan itu tentu akan menjadi pertimbangan Prabowo untuk meninjau kembali rencana kenaikan PPN sesuai amanat UU HPP.

    Dia mengatakan, penundaan implementasi dari amanat UU ini pernah terjadi pada 1985 saat akan berlakunya UU PPN. Kala itu, pemerintah memutuskan untuk menunda penerapan tarif PPN sebesar 10% karena memang kondisi ekonomi masyarakat belum siap untuk menanggung beban pungutan terhadap setiap transaksi barang dan jasa.

    “Salah satunya saat itu PPN, yang mustinya berlaku Januari 1984 ditunda menjadi Januari 1985. Nah ini bisa saja. Misalnya apakah ditunda itu kan sebelumnya ada enggak ada pemerintahan baru ataupun tidak memang sudah harus berlaku tahun 2025, ada undang-undang,” ucap Fuad.

    Prabowo Bisa Rilis Perppu

    Sementara itu, penolakan keras datang dari Mantan Dirjen Pajak di era Presiden SBY, Hadi Poernomo. Dia mendesak pemerintah membatalkan kenaikan tarif PPN 12%, bukan sekedar mengundur penerapannya.

    Sebagai alternatif, Hadi mengusulkan sistem perpajakan berbasis sistem monitoring self-assessment untuk menjaga penerimaan negara sekaligus menurunkan tarif PPN kembali ke 10%.

    Dia pun menegaskan kebijakan perpajakan harus melindungi daya beli rakyat kecil dan mendorong pemerataan ekonomi.

    Hadi menilai pemerintah dapat menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) agar ketetapan tarif PPN 12 persen yang ada dalam UU HPP bisa dibatalkan.

    “Penerbitan Perppu dapat dilakukan untuk mencegah kenaikan tarif PPN. Karena ini kan sudah diatur undang-undang di UU HPP,” imbuh Hadi dalam rilisnya, dikutip Rabu (3/12/2024).

    Ia juga menambahkan, mengacu pada UU HPP, tarif PPN 12 persen ini akan berlaku mulai 1 Januari 2025. Artinya masih ada waktu satu bulan untuk membatalkan aturan tersebut.

    “Waktu yang singkat ini masih bisa dilakukan pemerintah dengan menerbitkan perppu, karena hanya membutuhkan persetujuan dari Presiden Prabowo Subianto,” ungkap Hadi.

    Hadi mengungkapkan mengandalkan PPN sebagai sumber utama hanya akan membebani masyarakat kecil yang mayoritas pendapatannya untuk konsumsi.

    Hadi mengusulkan sistem monitoring self-assessment, di mana seluruh transaksi keuangan dan non-keuangan Wajib Pajak wajib dilaporkan secara lengkap dan transparan. Dengan demikian, pajak bukan hanya sebagai sumber utama pendapatan negara, tetapi juga alat yang sangat strategis untuk memberantas korupsi dan melunasi semua utang negara.

    Menurutnya, korupsi dan penghindaran pajak memiliki karakteristik yang sama, yaitu timbul karena adanya kesempatan. Prinsip self-assessment yang mengandalkan kejujuran Wajib Pajak, berpotensi menimbulkan pelaporan pajak dengan tidak benar dan jelas. Dalam sistem self-assessment, Wajib Pajak diberikan hak untuk menghitung sendiri pajaknya, membayar pajak yang terutang, dan melaporkannya melalui Surat Pemberitahuan (SPT) yang disampaikan kepada otoritas pajak.

    Selain itu, penting juga untuk mengembangkan dan memperkuat alat monitoring yang memungkinkan otoritas pajak dapat memverifikasi pelaporan yang dilakukan oleh Wajib Pajak, sehingga prinsip self-assessment dapat dijalankan dengan lebih efektif dan akuntabel.

    “Kalau sistem ini diterapkan, keadilan perpajakan akan terwujud. Petugas pajak tidak dapat bertindak sewenang-wenang. Ini adalah kunci untuk menciptakan keadilan pajak,” kata Hadi.

    Dengan sistem monitoring self-assessment, transparansi yang dihasilkan memungkinkan perluasan basis pajak yang lebih akurat. Hal ini membuka peluang untuk menurunkan tarif pajak tanpa mengurangi penerimaan negara, karena basis pajak yang lebih luas tetap mampu mendukung peningkatan rasio pajak secara signifikan.

    Dengan demikian, jika semua pembenahan telah dilakukan, tarif PPN bisa diturunkan kembali menjadi 10 persen, sehingga daya beli masyarakat meningkat tanpa mengurangi penerimaan negara.

    (haa/haa)

  • Hashim Beri Sinyal Anggito Abimanyu jadi Menteri Penerimaan Negara

    Hashim Beri Sinyal Anggito Abimanyu jadi Menteri Penerimaan Negara

    Bisnis.com, JAKARTA – Pengusaha sekaligus adik Presiden Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo memberi sinyal bahwa Kementerian atau Badan Penerimaan Negara (BPN) bakal dibentuk dalam waktu dekat.

    Hal itu Hashim sampaikan dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia versi Munaslub 2024 di Jakarta, Minggu (1/12/2024).

    Hashim bahkan menyebut Prabowo kelak bakal melantik Wakil Menteri Keuangan III Anggito Abimanyu sebagai menteri penerimaan negara.

    “Saya kira beliau [Anggito] sebagai wakil menteri itu nanti untuk sementara. Sementara beliau nanti diangkat sebagai menteri penerimaan negara,” ucap Hashim.

    Hashim pun mengatakan, Kementerian Penerimaan Negara kelak bakal fokus mengurus pajak, cukai, hingga penerimaan negara.

    “So, ini [Kementerian Penerimaan Negara] untuk menangani pajak, menangani cukai dan menangani revenue atau penerimaan negara berupa royalti dari pertambangan dan lain-lain,” jelasnya.

    Pembentukan Kementerian atau Badan Penerimaan Negara sejatinya menjadi wacana sebelum Prabowo dilantik menjadi presiden. Namun, hingga saat ini wacana itu memang belum terealisasi.

    Sebagai gantinya, Prabowo menjadikan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tidak lagi di bawah koordinasi Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, melainkan langsung di bawah kendalinya.

    Hal tersebut sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 139/2024 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara Kabinet merah Putih Periode Tahun 2024-2029, yang ditetapkan pada 21 Oktober 2024.

    Tak hanya itu, Prabowo pun menambah porsi wakil menteri keuangan menjadi tiga orang, yakni Thomas Djiwandono, Suahasil Nazara, dan Anggito Abimanyu.

    Berdasarkan catatan Bisnis, sebelum Prabowo dilantik, Menteri Keuangan Sri Mulyani adalah salah satu menteri yang cukup getol menolak pemisahan bagian penerimaan yakni Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai dari Kementerian keuangan. 

    Sri Mulyani menganggap bahwa penerimaan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari pengelolaan fiskal secara keseluruhan. 

    Adapun, sebelumnya, tim internal Prabowo Subianto telah melakukan uji kelayakan alias fit and proper test terhadap sejumlah nama calon Kepala Badan Penerimaan Negara atau Menteri Badan Penerimaan Negara.

    Informasi yang dihimpun Bisnis, empat nama itu antara lain mantan Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Permana Agung, Anggota DPR RI Muhamad Misbakhun, mantan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, serta Anggito Abimanyu. 

    “[Nama-nama tersebut] sudah dipanggil dan memberikan penjelasan soal program di hadapan tim presiden terpilih,” demikian informasi yang dihimpun Bisnis di internal pemerintahan, Rabu (9/10/2024). 

    Informasi itu juga dikonfirmasi oleh nama-nama yang mengikuti uji kelayakan Menteri Penerimaan Negara pimpinan lembaga baru tersebut. Menurutnya, nama-nama di atas memang tercatat sebagai calon pimpinan BPN atau Kementerian Penerimaan Negara.

    Bahkan, dia secara spesifik menyebut presentasi dilakukan langsung di hadapan Dewan Penasihat Presiden Terpilih Prabowo, yakni Burhanudin Abdullah dan Hashim Djojohadikusumo.

    “Presentasi di hadapan Pak Hashim dan Pak Burhanudin Abdullah,” katanya. 

    Saat dihubungi Bisnis, baik Bambang Brodjonegoro, Anggito Abimanyu, maupun Muhamad Misbakhun tidak bersedia memberikan banyak keterangan, termasuk enggan memberikan penegasan perihal proses seleksi tersebut. 

    “No comment, belum pasti,” kata Bambang Brodjonegoro. 

    Demikian pula dengan beberapa orang internal di tim presiden terpilih Prabowo yang kompak tak bersuara saat ditanya perihal proses pemilihan kepala instansi baru itu. 

    “Saya belum bisa sharing persiapannya,” kata Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran Drajad Wibowo.

  • Gak Kaleng-Kaleng! Komitmen Keberlanjutan PLN IP Diakui di Asia

    Gak Kaleng-Kaleng! Komitmen Keberlanjutan PLN IP Diakui di Asia

    Jakarta: PLN Indonesia Power (PLN IP) mengembangkan energi bersih, mengurangi jejak karbon, serta mendorong pemberdayaan masyarakat yang berkelanjutan di sekitar wilayah operasional. Untuk itu, laporan keberlanjutan PLN IP mendapat Platinum Rank Trophy untuk kelima kalinya dalam ajang Asia Sustainability Reporting Rating (ASRRAT) 2024.
     
    Direktur Manajemen Human Capital dan Administrasi PLN Indonesia Power Wisnoe Satrijono mengungkapkan ASRRAT 2024 merupakan bentuk penghargaan terhadap PLN IP sebagai wujud komitmen keberlanjutan program perusahaan melalui praktik bisnis yang transparan dan bertanggung jawab.
     
    “Laporan keberlanjutan yang kami sajikan menggambarkan tekad kami untuk menghadirkan solusi energi yang tidak hanya andal, tetapi juga bertanggung jawab bagi generasi mendatang. Kami berkomitmen untuk terus memperkuat peran kami dalam menjaga lingkungan serta berkontribusi positif bagi masyarakat,” kata dia dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 27 November 2024.
    Diikuti oleh 70 organisasi termasuk perusahaan dari sektor swasta dan publik serta institusi pendidikan tinggi berpartisipasi dalam ajang ini. PLN IP menjadi salah satu dari 11 organisasi yang dinilai sangat layak menyandang peringkat Platinum dan merupakan peringkat tertinggi dalam ajang ini.
     

     
    Chairman Board of Trustee National Center for Corporate Reporting (NCCR) Bambang Brodjonegoro mengungkapkan penghargaan ini menjadi paling prestisius di kawasan Asia, diberikan kepada organisasi yang menunjukkan transparansi, akuntabilitas, dan kinerja luar biasa dalam laporan keberlanjutan bisnis perusahaan. 
     
    Selain itu, perusahaan juga dinilai berhasil mencatatkan pencapaian signifikan dalam upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. ASRRAT adalah inisiatif tahunan yang memberikan apresiasi kepada organisasi atas kontribusinya dalam menyusun laporan keberlanjutan yang berkualitas dan relevan. 
     
    Ia mengatakan, ajang ini telah menjadi platform utama bagi perusahaan di Asia untuk menunjukkan kepemimpinan mereka dalam keberlanjutan, mencatatkan pencapaian signifikan dalam upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim, dengan laporan yang sesuai dengan standar internasional.
     
    “Laporan Morgan Stanley 2023 menunjukkan bahwa 85 persen pelanggan individu berminat dengan investasi keberlanjutan untuk perusahaan yang jujur berkomitmen, dan jujur terhadap keberlanjutan,” ujar Bambang.
     
    Penghargaan ini mengukuhkan posisi PLN IP sebagai perusahaan yang menjalankan praktik Environmental, Social, and Governance (ESG) yang kuat dan selaras dengan Sustainable Development Goals (SDGs), memperkuat komitmennya untuk terus mengembangkan energi berkelanjutan, menjaga lingkungan, serta berkontribusi positif bagi masyarakat.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (END)