Tag: Bahlil Lahadalia

  • Menilik Wacana Skema LPG 3 Kg Satu Harga, Berapa Tarif yang Ideal?

    Menilik Wacana Skema LPG 3 Kg Satu Harga, Berapa Tarif yang Ideal?

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menggodok aturan untuk menjadikan skema penjualan LPG 3 kg satu harga di seluruh Indonesia. Penetapan harga menjadi diskursus lantaran perlu mempertimbangkan biaya logistik. 

    Selama ini, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2007 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga LPG Tabung 3 Kg, harga eceran tertinggi (HET) LPG 3 kg ditetapkan oleh pemerintah daerah (pemda) masing-masing.  

    Namun, penetapan harga oleh pemda itu harus berdasarkan pedoman dari pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian ESDM dan BPH Migas. Oleh karena itu, besaran HET LPG 3 kg bisa berbeda-beda di tiap provinsi atau kabupaten/kota.

    Menurut Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, aturan yang berlaku saat ini membuat disparitas harga LPG 3 kg di setiap daerah cukup tinggi. Padahal, negara telah menggelontorkan dana subsidi hingga Rp87 triliun per tahun untuk LPG 3 kg. 

    “Kami akan ubah beberapa metode agar kebocoran enggak terjadi, termasuk harga yang selama ini diberikan pada daerah, ini ada kemungkinan dalam pembahasan Perpres [Peraturan Presiden], kami tentukan saja satu harga, supaya jangan ada gerakan tambahan di bawah,” tutur Bahlil dalam rapat kerja bersama Komisi XII DPR RI, Rabu (2/7/2025). 

    Bahlil mengatakan, masyarakat seharusnya mendapatkan harga LPG paling mahal sekitar Rp19.000 per tabung. Dia menyebut, harga LPG 3 kg setelah subsidi dari pemerintah adalah Rp12.000 per tabung. Sementara itu, harga sampai di pangkalan resmi hanya mencapai Rp16.000 per tabung. 

    Adapun, saat ini harga LPG di setiap daerah dibanderol antara Rp18.000 hingga Rp20.000 per tabung. Namun, Bahlil mengungkapkan ada daerah yang menjual LPG 3 kg hingga Rp50.000 per tabung.

    Harga Ideal LPG 3 Kg

    Hingga saat ini, Kementerian ESDM belum bisa mengungkapkan berapa harga ideal LPG 3 kg jika kelak menjadi satu harga di seluruh Indonesia.

    Sementara itu, Ekonom Senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Muhammad Ishak Razak menilai untuk menetapkan harga jual LPG 3 kg dalam skema satu harga di seluruh Indonesia, harga ideal berkisar Rp18.000 per tabung di tingkat pangkalan.

    “Harga ideal kemungkinan berkisar antara Rp16.000–Rp19.000 per tabung, dengan patokan sekitar Rp18.000 untuk menyeimbangkan HET nasional dan biaya logistik,” kata Ishak kepada Bisnis, Sabtu (5/7/2025).

    Menurutnya, harga itu mengacu pada HET di Jakarta senilai Rp16.000 dan daerah lain seperti Jawa Barat atau Kepulauan Seribu yang berada di level Rp19.000 hingga Rp19.500 per tabung.

    Namun, penetapan harga ini tidak menyelesaikan masalah kenaikan harga di lapangan jika rantai distribusinya tidak efisien. Ishak juga menyebut potensi kenaikan subsidi pasti akan terjadi jika HET satu harga mengikuti harga yang terendah. 

    Dia berpendapat biaya logistik di daerah, khususnya di daerah terpencil, yang sering menyebabkan harga jauh di atas harga resmi, sebenarnya dapat ditangani melalui optimalisasi oleh PT Pertamina (Persero) lewat penambahan depo dan pangkalan resmi.

    Selain itu, status pengecer dinaikkan menjadi sub-pangkalan. Lalu, menggunakan moda transportasi hemat, misalnya kapal kargo untuk distribusi ke daerah kepulauan. 

    “Dengan demikian, harga seragam dapat dipertahankan tanpa membebani konsumen. Pengalaman program BBM Satu Harga yang menambah penyalur di daerah terpencil untuk menyeragamkan harga bisa menjadi pertimbangan,” imbuh Ishak.

    Pertamina Berisiko Tanggung Beban 

    Praktisi Migas Hadi Ismoyo menilai wacana menetapkan LPG 3 kg satu harga di seluruh Indonesia bukan pilihan bijak. Dia berpendapat hal itu malah menambah beban bagi Pertamina.

    Pasalnya, perusahaan pelat merah itu bisa menanggung beban logistik lebih tinggi jika HET gas melon di daerah terpencil ditekan dan mengikuti harga nasional.

    “Di mana logistic cost dari satu titik ke titik lainnya butuh biaya yang tidak sedikit. Siapa yang akan menanggung cost logistiknya?” ucap Hadi.

    Mantan sekjen Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) itu tak memungkiri kebijakan populis itu akan sangat membantu masyarakat bawah yang saat ini daya belinya tertekan karena melambatnya pertumbuhan ekonomi. Namun, hal ini bisa membuat APBN jebol lantaran membayar bea logistik bagi Pertamina juga.

    Di samping itu, Hadi juga berpendapat kebijakan LPG 3 kg satu harga tidak menjamin dapat memberantas kecurangan di lapangan. Pasalnya, akan selalu ada ketimpangan harga subsidi dan nonsubsidi. 

    Oleh karena itu, Hadi menilai kecurangan peredaran gas melon di lapangan bisa diatasi dengan membangun sistem IT. Dengan sistem IT, pengawasan data dan monitoring dilakukan Depo Pertamina, Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE), agen, pangkalan, pengecer, konsumen, hingga pengembalian tabung. 

    “Dengan IT yang demikian berkembang pesat, peredaran tabung LPG 3 kg tersebut harusnya bisa di-mapping time to time, jika tabung tersebut nyasar seharusnya bisa dideteksi. Tinggal niat mau membuat IT yang canggih apa tidak,” ucap Hadi.

    Respons Pengusaha dan Pertamina 

    Sementara itu, Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) Sumatra Utara (Sumut) menyatakan siap mendukung rencana pemerintah untuk menyamaratakan harga LPG 3 kg di seluruh daerah. 

    Sekretaris Hiswana Migas Sumut Suwandi mengatakan, pihaknya masih menunggu perkembangan lebih lanjut atas rencana kebijakan terbaru dari pemerintah pusat ini. 

    “Karena ini masih rencana, kami masih memantau terus perkembangan informasinya. Tentu kami koordinasi juga dengan Pertamina Patra Niaga Sumbagut [Sumatra bagian utara] selaku operator di sini, serta pemerintah terkait,” ujarnya.

    Adapun, di Sumatra Utara, HET LPG 3 kg ditetapkan sebesar Rp15.000 per tabung di tingkat agen, sedangkan di pangkalan, harganya Rp17.000 per tabung. Namun, masih ada pangkalan yang menjual di atas HET tersebut.

    Musababnya, harga di pangkalan berbeda-beda karena jarak tempuhnya. Patokan penggunaan HET itu maksimal 60 km dari Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE).

    “Jika lebih jaraknya, harga jual bisa jadi lebih mahal,” sambung Suwandi.

    Oleh karena itu, pihaknya belum menganalisa lebih jauh terkait dampak dari penerapan satu harga LPG 3 kg yang diklaim dapat mencegah kebocoran penyaluran. Dia meyakini rencana tersebut sudah pasti baik bagi masyarakat dan menegaskan pihaknya siap melaksanakan program ini jika telah ditetapkan. 

    “Pada dasarnya kami siap mendukung dan melaksanakan program yang sudah tentu baik ini. Apalagi [distribusi] LPG 3 kg ini, kan, penugasan dari negara, apapun keputusan dari pemerintah tentu kami siap mendukung dan melaksanakan,” ucapnya.

    Sementara itu, Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansari mengatakan, wacana pukul rata harga gas melon itu saat ini masih dikaji pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM. 

    Menurutnya, jika aturan terkait skema baru tersebut rampung, pihaknya siap mengikuti. Terlebih, Pertamina Patra Niaga merupakan pelaksana tugas penjualan dan distribusi LPG 3 kg.  

    “Jika nanti sudah ditetapkan regulasinya, kami selaku pelaksana penugasan tentu akan mengikuti kebijakan yang ditetapkan pemerintah,” kata Heppy.

  • Aspebindo Optimistis Persetujuan RKAB per Tahun Mampu Kerek PNBP

    Aspebindo Optimistis Persetujuan RKAB per Tahun Mampu Kerek PNBP

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (Aspebindo) menilai rencana pemerintah mengubah mekanisme persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) mineral dan batu bara (minerba) kembali menjadi tiap 1 tahun membawa dampak positif.

    Adapun, saat ini penerbitan RKAB dilakukan 3 tahun sekali melalui sistem digitalisasi, yaitu e-RKAB. Hal ini sesuai yang telah diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara. 

    Wakil Ketua Umum Aspebindo Fathul Nugroho menilai upaya mengubah persetujuan RKAB menjadi 1 tahun berdampak positif untuk penerimaan negara melalui peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor minerba.

    “Kami Aspebindo menilai positif dengan inisiatif Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dan Komisi XII DPR RI mengenai wacana pengembalian ke RKAB dengan sistem tahunan,” ujar Fathul dalam keterangannya dikutip Sabtu (5/7/2025).

    Dia mencontohkan, berdasarkan RKAB 2025, Indonesia menargetkan produksi hingga sekitar 900 juta ton batu bara dan sekitar 600 juta ton untuk pasar ekspor. 

    Namun, di lapangan terkadang demand side atau jumlah penyerapan pasar jauh di bawah angka tersebut sehingga mengakibatkan oversupply. Hal ini mengakibatkan pada jatuhnya harga ekspor batu bara dan menurunnya PNBP.

    Fathul menjabarkan, realisasi PNBP dari sektor pertambangan minerba pada kuartal I/2025 menurun 7,42% secara tahunan, menjadi Rp23,7 triliun. Penurunan ini utamanya dipicu oleh melemahnya harga komoditas batu bara. 

    Sementara itu, Kementerian ESDM menetapkan target PNBP minerba 2025 sebesar Rp124,5 triliun. Angka ini lebih rendah dibandingkan capaian kumulatif tahun sebelumnya yang mencapai sekitar Rp142 triliun.

    “Salah satu faktor menurunnya PNBP ini adalah sistem RKAB yang disetujui setiap 3 tahun yang mengakibatkan oversupply,” ucap Fathul.

    Dia pun optimistis dengan pengembalian sistem persetujuan RKAB secara tahunan dapat meningkatkan harga ekspor yang nantinya membawa dampak positif bagi negara dan perusahaan tambang.

    Apalagi, wacana perubahan sistem RKAB ini tidak hanya berlaku pada batu bara saja, tetapi juga pada komoditas lain seperti nikel dan bauksit.

    “Harapannya, dengan perubahan sistem RKAB menjadi tahunan negara dapat mengendalikan volume produksi batu bara nasional dan memastikan bahwa tidak terjadi keadaan yang dipengaruhi oleh faktor fluktuasi harga batu bara dunia. Hal ini diharapkan dapat membuat harga ekspor batu bara Indonesia meningkat dan berujung pada peningkatan PNBP sektor mineral dan batu bara,” ujar Fathul. 

    Wacana mengembalikan penerbitan RKAB minerba menjadi 1 tahun sekali sejatinya merupakan usulan Komisi XII DPR RI. Usulan itu disampaikan langsung kepada Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam Rapat Kerja pada Rabu (2/7/2025). 

    Gayung bersambut, Bahli pun merasa sependapat dengan anggota dewan, lantaran kondisi pasar minerba khususnya batu bara global yang buruk belakangan ini. 

    “Jadi menyangkut RKAB, memang kalau kita membuat 1 tahun, nanti dikirain kita ada main-main lagi. Tapi karena ini sudah menjadi keputusan politik, makanya kita lakukan. Tapi mulai hari ini dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, kami terima usulan dari Komisi XII untuk kita buat RKAB per tahun,” ucap Bahlil.

    Mantan ketua umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu menjelaskan, saat ini jumlah batu bara yang diperjualbelikan di pasar global mencapai 1,2 miliar hingga 1,3 miliar ton per tahun, sementara Indonesia memproduksi 600 juta hingga 700 juta ton per tahun. 

    Artinya, lebih dari 50% penjualan batu bara global dikuasai Indonesia. Namun, menurut Bahlil, produksi batu bara RI itu terlalu jor-joran. Hal itu tak lepas dari penerbitan RKAB yang dilakukan tiga tahun sekali. Akibatnya, produksi menjadi tak terkendali. 

    “Saya mengatakan ini jor-joran, akibat RKAB yang kita lakukan per 3 tahun, itu buahnya adalah tidak bisa kita mengendalikan antara produksi batu bara dan permintaan dunia. Apa yang terjadi? Harga jatuh,” kata Bahlil.

    Bahlil pun mengatakan, anjloknya harga batu bara tentunya berimbas pada PNBP minerba. 

    “PNBP kita pun itu turun. Akibat dari apa? Kebijakan kita bersama yang membuat [RKAB] 3 tahun ini. Itu dari sisi batu bara. Nikel pun demikian. Bauksit pun demikian,” tutur Bahlil.

  • Alasan Pemerintah Wacanakan LPG 3 Kg Satu Harga pada 2026

    Alasan Pemerintah Wacanakan LPG 3 Kg Satu Harga pada 2026

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang menyusun kebijakan LPG 3 kilogram (kg) satu harga yang akan diberlakukan di seluruh wilayah Indonesia mulai tahun 2026.

    Kebijakan ini digagas untuk menciptakan pemerataan harga LPG bersubsidi, layaknya program BBM satu harga yang telah lebih dulu dijalankan.

    Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung mengatakan, harga LPG 3 Kg saat ini sangat bervariasi antarwilayah dan bahkan kerap melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.

    “Dengan kebijakan satu harga, rasa keadilan dalam menikmati subsidi LPG bisa dirasakan masyarakat di seluruh wilayah,” ujar Yuliot saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (4/7/2025).

    Kebijakan ini akan diatur melalui revisi dua regulasi utama, yakni Perpres Nomor 104 Tahun 2007 dan Perpres Nomor 38 Tahun 2019, yang mengatur penyediaan, distribusi, dan penetapan harga LPG tertentu (subsidi).

    Langkah ini bertujuan untuk menciptakan tata kelola LPG bersubsidi yang lebih baik, menjamin ketersediaannya bagi rumah tangga sasaran, pelaku usaha mikro, nelayan, dan petani, serta mengurangi ketimpangan harga akibat rantai distribusi yang panjang.

    “Melalui revisi ini, pemerintah akan menetapkan mekanisme penetapan satu harga berdasarkan perhitungan logistik secara menyeluruh,” jelas Yuliot.

    Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR RI juga menegaskan komitmen untuk membenahi sistem distribusi LPG 3 Kg dan mendorong kebijakan satu harga.

    Bahlil membeberkan bahwa anggaran subsidi LPG 3 Kg yang dikucurkan negara mencapai Rp 80 triliun hingga Rp 87 triliun per tahun. Namun, karena distribusi yang belum merata, masyarakat kerap membeli dengan harga jauh lebih mahal dari seharusnya.

    “Kalau terus terjadi disparitas harga, harapan negara tidak akan sesuai kenyataan di lapangan,” kata Bahlil.

    Untuk tahun 2026, pemerintah mengusulkan kuota LPG subsidi sebesar 8,31 juta metrik ton (MT), sedikit meningkat dibanding realisasi 2024 sebesar 8,23 juta MT dan kuota 2025 sebesar 8,17 juta MT.

    Dengan kebijakan satu harga ini, pemerintah berharap subsidi LPG dapat dinikmati lebih merata, tepat sasaran, dan benar-benar membantu masyarakat berpenghasilan rendah.

  • LPG Satu Harga Bakal Ditetapkan Pemerintah Pusat

    LPG Satu Harga Bakal Ditetapkan Pemerintah Pusat

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah berencana untuk menerapkan LPG satu harga. Namun, kebijakan ini masih menanti aturan dar pemerintah pusat.

    Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung menyampaikan, LPG satu harga untuk tabung 3 kg akan ditentukan oleh pemerintah pusat dan akan berlaku di tingkat nasional.

    “Karena ini LPG satu harga, maka harga ini ditetapkan oleh pemerintah. Kalau ditetapkan oleh daerah, justru terjadi perbedaan harga,” ucap Yuliot ketika ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (4/7/2025).

    Yuliot mengatakan, kebijakan LPG satu harga tersebut bertujuan untuk memberi rasa keadilan bagi setiap wilayah. Kebijakan tersebut, lanjut dia, menyasar masyarakat yang kurang mampu. Memang, pelaksanaan LPG satu harga masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah, terutama untuk mengawasinya di tingkat pengecer.

    Merujuk pada implementasi bahan bakar minyak (BBM) satu harga, pengawasan dilakukan oleh BPH Migas. Sedangkan, untuk pengawasan LPG satu harga masih digodok. “Jadi, di lapangan itu jangan sampai sasaran yang kami inginkan, masyarakat mendapatkan keadilan, harga yang baik, itu justru tidak terimplementasikan,” kata dia.

    Dia pun menyadari bahwa saat ini masih ada daerah-daerah yang belum terlayani oleh LPG dan masih menggunakan minyak tanah. Oleh karena itu, ke depannya pemerintah akan mempersiapkan aturan untuk menangani permasalahan itu.

    Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan LPG satu harga akan berlaku secara nasional, sehingga harga LPG 3 kg sama di seluruh wilayah. Bahlil akan menetapkan kebijakan LPG (gas alam cair) satu harga untuk tabung 3 kg pada 2026 melalui revisi Perpres Nomor 104 Tahun 2007 dan Perpres Nomor 38 Tahun 2019.

    Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2007 mengatur tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Liquefied Petroleum Gas Tabung 3 Kilogram; sedangkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 38 Tahun 2019 mengatur tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Liquefied Petroleum Gas untuk Kapal Penangkap Ikan Bagi Nelayan Sasaran dan Mesin Pompa Air Bagi Petani Sasaran.

  • ESDM Blak-blakan Alasan RI Mau Berlakukan LPG 3 Kg Satu Harga

    ESDM Blak-blakan Alasan RI Mau Berlakukan LPG 3 Kg Satu Harga

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan alasan bakal menjual LPG 3 kg satu harga untuk seluruh Indonesia.

    Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung menuturkan, kebijakan itu dilakukan demi memberikan rasa keadilan bagi setiap warga di pelosok Tanah Air. Pasalnya, saat ini disparitas harga gas melon subsidi itu cukup tinggi antar daerah.

    Menurut Yuliot, masih ada masyarakat miskin yang masih kesulitan untuk membeli LPG 3 kg. Karenanya, mereka lebih memilih menggunakan minyak tanah.

    “Jadi kan kalau ini dengan adanya kebijakan LPG satu harga untuk LPG tertentu, justru ini akan ada rasa keadilan untuk setiap wilayah. Kan cukup banyak daerah-daerah yang belum terlayani oleh LPG. Jadi saat ini mereka masih menggunakan minyak tanah,” kata Yuliot di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (4/7/2025).

    Asal tahu saja, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2007 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga LPG Tabung 3 Kg, harga eceran tertinggi (HET) LPG 3 kg ditetapkan oleh pemerintah daerah (pemda) masing-masing.

    Namun, penetapan harga oleh pemda itu harus berdasarkan pedoman dari pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian ESDM dan BPH Migas. Oleh karena itu, besaran HET LPG 3 kg selama ini bisa berbeda-beda di tiap provinsi atau kabupaten/kota. 

    Yuliot pun mengatakan, saat ini pihaknya masih mengodok harga yang cocok untuk LPG 3 kg di seluruh wilayah Indonesia. Dia menegaskan, ke depan harga LPG 3 kg itu bakal ditentukan pemerintah pusat.

    “Ini [harga] ditetapkan oleh pemerintah, karena ini LPG satu harga maka ini harga ditetapkan oleh pemerintah. Kalau ini ditetapkan oleh daerah ya justru ini akan terjadi perbedaan harga,” jelas Yuliot.

    Dia menambahkan bahwa PT Pertamina Patra Niaga akan ikut pengawasi implementasi kebijakan LPG 3 kg tersebut.

    “Jadi untuk mekanisme pengawasan, ini kan untuk pengadaan LPG ini kan dilakukan oleh Pertamina Patra Niaga,” ucapnya.

    Wacana membuat harga LPG 3 kg satu harga ini pertama kali dilontarkan oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Hal itu dia sampaikan dalam rapat kerja bersama Komisi XII DPR RI, Rabu (2/7/2025).

    Menurut Bahlil, pengaturan harga LPG yang ditentukan pemda menjadi celah untuk oknum memainkan harga LPG 3 kg. Padahal, negara telah menggelontorkan dana subsidi hingga Rp87 triliun per tahun untuk LPG 3 kg.

    “Kami akan ubah beberapa metode agar kebocoran enggak terjadi, termasuk harga yang selama ini diberikan pada daerah, ini ada kemungkinan dalam pembahasan Perpres, kami tentukan saja satu harga, supaya jangan ada gerakan tambahan di bawah,” tutur Bahlil.

    Dalam kesempatan terpisah, Bahlil mengatakan, masyarakat seharusnya mendapatkan harga LPG paling mahal sekitar Rp19.000 per tabung.  Dia menyebut, harga LPG 3 kg setelah subsidi dari pemerintah adalah Rp12.000 per tabung.

    Sementara itu, harga sampai di pangkalan resmi hanya mencapai Rp16.000 per tabung. Adapun, saat ini harga LPG di setiap daerah dibanderol antara Rp18.000 hingga Rp20.000 per tabung.

  • Kemenkeu Belum Bahas Skema LPG 3 Kg Satu Harga dengan ESDM

    Kemenkeu Belum Bahas Skema LPG 3 Kg Satu Harga dengan ESDM

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan atau Kemenkeu mengungkapkan belum membahas skema LPG 3 kilogram satu harga, meski Kementerian ESDM merencanakan akan menerapkan kebijakan itu mulai 2026.

    Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Luky Alfirman mengatakan, hingga saat ini pihaknya belum menerima usulan resmi terkait kebijakan tersebut.

    “Itu kan model mereka, belum ke kita. Nanti kita bahas, itu belum masuk ke Kemenkeu,” ujar Luky di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025) malam.

    Dia menyatakan bahwa pihaknya tidak ingin berspekulasi terkait skema tersebut. Menurutnya, pembahasan detail baru akan dilakukan apabila dokumen resminya sudah diterima Kemenkeu.

    Luky juga belum bisa memastikan apakah skema LPG 3 kg satu harga tersebut akan efektif dalam menekan anggaran subsidi, terutama mengingat persoalan salah sasaran selama ini.

    “Soal itu saya no comment dulu, karena saya belum dengar detailnya, yang di lapangan kan mereka [Kementerian ESDM],” tuturnya.

    Adapun dalam laporan semester I APBN 2025, realisasi anggaran subsidi BBM dan LPG 3 kg tercatat mengalami penurunan 29,5% secara tahunan dari Rp42,9 triliun menjadi Rp30,3 triliun. Meski demikian, secara volume penyaluran LPG 3 kg mencapai 3,5 juta metrik ton atau naik 3,8% secara tahunan.

    Luky menjelaskan penurunan anggaran subsidi LPG 3 kg tersebut lebih dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) serta nilai tukar rupiah.

    Oleh sebab itu, anak buah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati itu menegaskan, jika harga ICP mengalami kenaikan maka besaran anggaran subsidi LPG juga akan disesuaikan.

    “Volume itu salah satu, tapi nanti ada harga ICP dan nilai tukar. Angka tengahnya nanti akan muncul di APBN 2026-nya,” ungkap Luky.

    Wacana Kementerian ESDM

    Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana menegaskan skema penjualan LPG 3 kg akan dibuat satu harga alias pukul rata di seluruh Indonesia. Kebijakan tersebut rencananya mulai diterapkan tahun depan.

    “Pak Menteri bilang satu harga. Harga itu [LPG 3 kg] berarti satu, tidak ada [perbedaan] wilayah. Satu Indonesia, satu,” kata Dadan ditemui di Jakarta, Kamis (3/7/2025).

    Dia pun mengibaratkan penjualan LPG bersubsidi itu akan sama seperti Pertalite. Artinya, harga eceran tertinggi (HET)-nya bakal sama di seluruh Indonesia.

    Menurutnya, hal ini penting lantaran di beberapa daerah harga jual LPG ada yang mencapai Rp50.000 per tabung. Padahal, idealnya harga jual LPG 3 kg itu bisa di bawah Rp20.000 per tabung.

    Oleh karena itu, Dadan menegaskan bahwa implementasi LPG 3 kg satu harga sangat bisa dilakukan. Dia juga menilai hal itu bukan masalah bagi PT Pertamina (Persero).

    “Kan ada LPG yang harganya keterlaluan itu [mencapai Rp50.000 per tabung], di beberapa tempat suka ada seperti itu. Sekarang kami kaji supaya itu [harga] sama. Kan bisa itu, bisa, kan yang melakukan Pertamina,” tutur Dadan.

    Adapun berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2007 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga LPG Tabung 3 Kg, harga eceran tertinggi (HET) LPG 3 kg ditetapkan oleh pemerintah daerah (pemda) masing-masing. 

    Hanya saja, penetapan harga oleh pemda itu harus berdasarkan pedoman dari pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian ESDM dan BPH Migas. Oleh karena itu, besaran HET LPG 3 kg selama ini bisa berbeda-beda di tiap provinsi atau kabupaten/kota.

    Wacana membuat harga LPG 3 kg satu harga ini pertama kali dilontarkan oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam rapat kerja bersama Komisi XII DPR RI, Rabu (2/7/2025). 

    Menurut Bahlil, pengaturan harga LPG yang ditentukan pemda menjadi celah untuk oknum memainkan harga LPG 3 kg. Padahal, negara telah menggelontorkan dana subsidi hingga Rp87 triliun per tahun untuk LPG 3 kg.

    “Kami akan ubah beberapa metode agar kebocoran enggak terjadi, termasuk harga yang selama ini diberikan pada daerah, ini ada kemungkinan dalam pembahasan Perpres, kami tentukan saja satu harga, supaya jangan ada gerakan tambahan di bawah,” tutur Bahlil.

  • Harga LPG Tembus Rp 50.000, Bahlil Kaji Aturan 1 Harga

    Harga LPG Tembus Rp 50.000, Bahlil Kaji Aturan 1 Harga

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah merancang kebijakan LPG 3 kg satu harga yang akan diberlakukan secara nasional mulai 2026. Kebijakan ini bertujuan agar harga LPG subsidi menjadi lebih terjangkau, merata, dan berkeadilan, sekaligus menutup celah distribusi yang menyebabkan lonjakan harga di lapangan.

    Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengungkapkan saat ini pemerintah sedang menyusun revisi terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2007 dan Perpres Nomor 38 Tahun 2019. Kedua regulasi ini mengatur tentang penyediaan, pendistribusian, dan penetapan harga LPG tertentu, khususnya LPG 3 kg.

    Menurut Bahlil, revisi tersebut ditujukan untuk menciptakan energi yang berkeadilan, memperbaiki tata kelola distribusi, serta menjamin ketersediaan LPG bagi kelompok masyarakat yang menjadi sasaran, seperti rumah tangga miskin, usaha mikro, nelayan kecil, dan petani.

    Selain itu, regulasi ini juga akan memuat mekanisme penetapan satu harga LPG berdasarkan biaya logistik agar harga tidak lagi bervariasi secara ekstrem antarwilayah.

    “Kami akan mengubah beberapa metode agar kebocoran ini tidak terjadi, termasuk harga yang selama ini diberikan kepada daerah. Kita dalam pembahasan perpres, kita tentukan saja satu harga supaya jangan ada gerakan tambahan di bawah,” ujar Bahlil dalam keterangannya dikutip Jumat (4/7/2025).

    Ia menegaskan, kebijakan ini diharapkan mampu menyederhanakan rantai pasok dan memastikan subsidi LPG tepat sasaran, sehingga harga jual ke konsumen akhir tidak lagi melambung tinggi.

    Dari hasil temuan di lapangan, harga eceran tertinggi (HET) LPG 3 kg saat ini seharusnya berada pada kisaran Rp 16.000 hingga Rp 19.000 per tabung. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan harga bisa menyentuh hingga Rp 50.000 per tabung di beberapa daerah.

    Hal ini memicu urgensi reformasi tata kelola subsidi LPG 3 Kg agar lebih efisien dan transparan. Salah satu penyebab utama disparitas harga ini adalah ketidakseimbangan antara anggaran subsidi yang disiapkan negara dengan distribusi riil di lapangan, termasuk potensi kebocoran dan panjangnya rantai pasok.

    “Kalau harganya dinaikkan terus, antara harapan negara dengan apa yang terjadi tidak sinkron,” pungkas Bahlil.

  • Pengusaha Tambang Tolak Wacana Penerbitan RKAB Setahun Sekali, Hambat Investasi

    Pengusaha Tambang Tolak Wacana Penerbitan RKAB Setahun Sekali, Hambat Investasi

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menolak wacana pemerintah mengubah mekanisme persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) mineral dan batu bara (minerba) kembali menjadi tiap 1 tahun.

    Asal tahu saja, saat ini penerbitan RKAB dilakukan 3 tahun sekali melalui sistem digitalisasi, yaitu e-RKAB. Hal ini sesuai yang telah diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara. 

    Sekretaris Umum APNI Meidy Katrin Lengkey menuturkan, wacana kembalinya RKAB 3 tahun menjadi 1 tahun berpotensi menghambat investasi dan efisiensi industri nikel. Menurutnya, pemerintah perlu mengkaji ulang wacana tersebut.

    “Pertahankan RKAB 3 Tahun: Sistem ini tidak perlu diubah kembali menjadi 1 tahun. Kepastian jangka menengah sangat vital bagi perencanaan investasi dan operasional perusahaan,” kata Meidy melalui keterangan resmi dikutip Jumat (4/7/2025).

    Dia menuturkan, saat ini terdapat lebih dari 4.100 izin perusahaan pertambangan aktif di seluruh Indonesia. Ini terdiri dari 3.996 IUP, 15 IUPK, 31 KK, dan 58 PKP2B.

    Meidy menyebut, jika masa RKAB kembali menjadi 1 tahun, maka ribuan perusahaan harus mengajukan persetujuan setiap tahun. 

    “Hal ini menimbulkan pertanyaan: Bagaimana mengevaluasi ribuan dokumen secara tepat waktu tanpa menghambat investasi, produksi, dan kontribusi industri tambang bagi perekonomian nasional?” imbuhnya.

    Dia menegaskan bahwa RKAB 3 tahun telah terbukti memberikan kepastian usaha dan efisiensi bagi pemerintah maupun perusahaan. Oleh karena itu, meminta pemerintah meningkatkan pengawasan berbasis realisasi alih-alih mengubah penerbitan RKAB menjadi 1 tahun.

    Menurutnya, pemerintah dapat memperkuat evaluasi output realisasi produksi tahunan untuk memastikan kesesuaian antara target RKAB dengan permintaan riil pasar domestik dan global. Meidy menilai ini lebih efektif daripada mengubah periode RKAB.

    Dia juga merekomendasikan pemerintah untuk menghapus revisi volume semester akhir. Menurutnya, sistem penyesuaian RKAB di akhir tahun berjalan sebaiknya dihentikan. 

    “Gantikan dengan mekanisme penyesuaian berbasis realisasi output tahunan untuk mencegah proyeksi berlebihan [over-optimistic] dan memungkinkan pemantauan yang lebih terukur,” katanya.

    Meidy juga meminta pemerintah mengevaluasi Kepmen ESDM No. 84 tahun 2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Penyusunan, Evaluasi, dan Persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

    Dia menuturkan, ketentuan produksi tidak boleh melebihi kapasitas tertinggi dalam Studi Kelayakan (Feasibility Study) perlu ditinjau ulang. Meidy berpendapat, aturan ini berpotensi mendorong perusahaan mengajukan kenaikan produksi secara agresif.

    Selain itu, aturan tersebut juga berisiko menyebabkan overproduction bijih nikel. Ini terutama saat permintaan smelter domestik stagnan atau menurun akibat pelemahan harga global dan kenaikan biaya produksi.

    “APNI meyakini bahwa kebijakan yang konsisten, berbasis data, dan melibatkan stakeholders industri akan menjaga kepastian usaha, mendorong efisiensi, serta memastikan kontribusi optimal sektor tambang nikel bagi devisa dan hilirisasi nasional,” tutur Meidy.

    Asal tahu saja, Wacana mengembalikan penerbitan RKAB minerba menjadi 1 tahun sekali sejatinya merupakan usulan Komisi XII DPR RI. Usulan itu disampaikan langsung kepada Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam Rapat Kerja pada Rabu (2/7/2025).

    Gayung bersambut, Bahli pun merasa sependapat dengan anggota dewan, lantaran kondisi pasar minerba khususnya batu bara global yang buruk belakangan ini.

    “Jadi menyangkut RKAB, memang kalau kita membuat 1 tahun, nanti dikirain kita ada main-main lagi. Tapi karena ini sudah menjadi keputusan politik, makanya kita lakukan. Tapi mulai hari ini dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim, kami terima usulan dari Komisi XII untuk kita buat RKAB per tahun,” ucap Bahlil

    Mantan ketua umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu menjelaskan, saat ini jumlah batu bara yang diperjualbelikan di pasar global mencapai 1,2 miliar hingga 1,3 miliar ton per tahun, sementara Indonesia memproduksi 600 juta hingga 700 juta ton per tahun.

    Artinya, lebih dari 50% penjualan batu bara global dikuasai Indonesia. Namun, menurut Bahlil, produksi batu bara RI itu terlalu jor-joran. Hal itu tak lepas dari penerbitan RKAB yang dilakukan tiga tahun sekali. Akibatnya, produksi menjadi tak terkendali.

    “Saya mengatakan ini jor-joran, akibat RKAB yang kita lakukan per 3 tahun, itu buahnya adalah tidak bisa kita mengendalikan antara produksi batu bara dan permintaan dunia. Apa yang terjadi? Harga jatuh,” kata Bahlil.

    Bahlil pun mengatakan, anjloknya harga batu bara tentunya berimbas pada penerimaan negara bukan pajak (PNBP) minerba.

    “PNBP kita pun itu turun. Akibat dari apa? Kebijakan kita bersama yang membuat [RKAB] 3 tahun ini. Itu dari sisi batu bara. Nikel pun demikian. Bauksit pun demikian,” tutur Bahlil.

  • Harga Batu Bara Anjlok, Bahlil Setuju Pemegang Izin Tambang Dievaluasi Tiap Tahun – Page 3

    Harga Batu Bara Anjlok, Bahlil Setuju Pemegang Izin Tambang Dievaluasi Tiap Tahun – Page 3

    Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengusulkan asumsi harga minyak mentah Indonesia, atau Indonesian Crude Price (ICP) di angka USD 60-80 per barel dalam RAPBN 2026.

    Usulan itu disampaikan atas dasar realisasi ICP Januari-Mei 2025 sebesar USD 70,5 per barel. Dengan rata-rata ICP Mei 2025 sebesar USD 62,75 per barel, dan Juni 2025 sebesar USD 69,33 per barel.

    Bahlil mengatakan, asumsi harga minyak mentah Indonesia tersebut sudah turut mempertimbangkan ketegangan geopolitik yang terjadi di Timur Tengah. Seperti diketahui, sekitar 30 persen suplai minyak dunia berasal dari kawasan tersebut.

    “Ketika terjadi gejolak politik yang ada di Timur Tengah, itu berdampak sampai pernah angka tembus di atas USD 80 per barel,” ujar Bahlil dalam RDP bersama Komisi XII DPR RI, Rabu (2/7/2025).

    Selain itu, dia menambahkan, usulan ICP di RAPBN 2026 juga mempertimbangkan perkiraan harga minyak dunia dari kementerian energi negara lain, yang berada di kisaran USD 55-68 per barel.

    “Ini terjadi karena pertama, sekalipun terjadi perang, supply and demand itu pasti akan mempengaruhi harga minyak dunia. Sekarang di beberapa negara terjadi oversupply,” ungkap dia.

    “Sementara permintaan itu landai, karena memang terjadi pertumbuhan ekonomi global yang tidak terlalu menggembirakan. Bahkan terjadi koreksi penurunan terhadap pertumbuhan ekonomi global,” dia menekankan.

  • RI akan beli energi dari AS mencapai 15,5 miliar dolar AS

    RI akan beli energi dari AS mencapai 15,5 miliar dolar AS

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto menyampaikan keterangan kepada awak media di Jakarta, Kamis (3/7/2025). (ANTARA/Aji Cakti)

    Airlangga: RI akan beli energi dari AS mencapai 15,5 miliar dolar AS
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Kamis, 03 Juli 2025 – 21:45 WIB

    Elshinta.com – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto mengungkapkan Indonesia berencana untuk melakukan pembelian energi dari Amerika Serikat (AS) dengan total mencapai 15,5 miliar dolar AS.

    “Siang hari ini kita baru saja membahas berkait dengan apa yang dilakukan Indonesia berkaitan dengan tawaran (offer) kepada Amerika terkait dengan tarif. Jadi tadi sudah dibahas tentang rencana Indonesia mengenai pembelian energi yang totalnya bisa mencapai 15,5 miliar dolar AS,” ujar Airlangga dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (3/7).

    Kemudian, lanjutnya, terkait juga dengan pembelian barang agrikultur, dan juga terkait dengan rencana investasi termasuk di dalamnya oleh BUMN dan Danantara.

    “Sehingga rencananya akan diadakan perjanjian ataupun memorandum of understanding antara Indonesia dengan mitranya di Amerika Serikat pada tanggal 7 Juli nanti,” katanya.

    Hal ini menunjukkan bahwa antara pemerintah,pengusaha, BUMN dan swasta ini bersama-sama untuk merespons terkait dengan adanya pengenaan tarif resiprokal.

    “Tentu arahan Bapak Presiden dengan adanya komitmen pembelian oleh Indonesia terhadap produk Amerika, ini yang sifatnya tidak jangka pendek (short term) tetapi bisa jangka panjang (long term),” kata Airlangga.

    “Jadi defisit perdagangan Amerika Serikat terhadap Indonesia 19 miliar dolar AS, tetapi yang kita tawarkan pembelian kepada mereka itu jumlahnya melebihi yaitu 34 miliar dolar AS. Itu tujuan dari rapat koordinasi yang dilaksanakan hari ini antara para pemangku kepentingan kementerian maupun dengan pelaku usaha,” lanjutnya.

    Sebagai informasi, Pemerintah Indonesia berencana meningkatkan impor komoditas energi dari Amerika Serikat (AS) sebagai bagian dari strategi menyeimbangkan neraca perdagangan antara kedua negara.

    Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan, meskipun neraca dagang Indonesia secara resmi tercatat surplus sekitar 14,5 miliar dolar AS versi Badan Pusat Statistik (BPS) RI, namun pencatatan di AS justru menunjukkan angka yang melebihi itu.

    Untuk itu, strategi pemerintah adalah melakukan impor LPG, minyak mentah (crude oil), dan BBM langsung dari AS dengan nilai di atas 10 miliar dolar AS.

    Rencana tersebut mencakup peningkatan impor LPG dari AS dari 54 persen menjadi 65-80 persen, sementara impor crude oil yang saat ini di bawah 4 persen akan ditingkatkan menjadi lebih dari 40 persen.

    Sumber : Antara