Tag: Bahlil Lahadalia

  • Bahlil Ogah Tanggapi Purbaya soal Pertamina Malas Bangun Kilang

    Bahlil Ogah Tanggapi Purbaya soal Pertamina Malas Bangun Kilang

    JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia buka suara terkait pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terkait pernyataannya yang menyebut Pertamina tak memiliki kilang baru.

    Bahlil mengaku enggan menanggapi pernyataan tersebut.

    “Saya tidak mau mengomentari pernyataan orang lain. Silakan ditanyakan kepada yang mengomentari,” ujar Bahlil kepada awak media saat ditemui di Kantor BPH Migas, Kamis, 2 Oktober.

    Menurutnya, tugasnya sebagai Menteri ESDM adalah untuk mengawasi proses pembangunan kilang yang dilakukan oleh Pertamina

    “Tugas saya adalah bagaimana memastikan agar mengawasi teman-teman kolaborasi dengan Pertamina untuk yang kilang-kilang lagi berjalan secepat selesai,” sambung dia.

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti subsidi energi terus meningkat setiap tahun akibat tingginya porsi impor BBM, khususnya jenis solar dan diesel.

    Ia menyinggung janji Pertamina pada tahun 2018 yang menyatakan akan membangun tujuh kilang minyak dalam waktu lima tahun, namun hingga kini, tidak satu pun dari rencana tersebut terealisasi.

    “Sejak itu sampai sekarang enggak pernah bangun kilang baru. Jadi nanti bapak-bapak kalau ibu-ibu ketemu Sanantara lagi, minta Pertamina bangun kilang baru. Saya pernah, waktu saya di Maritim, saya pernah tekan mereka tahun 2018 untuk bangun kilang,” tuturnya.

    Dia pun meminta anggota DPR untuk ikut mengawasi Pertamina agar janji tersebut tidak menjadi wacana semata dan dirinya siap mengambil tindakan tegas jika komitmen tersebut tidak dijalankan.

    “Mereka janji mereka akan bangun tujuh kilang baru dalam waktu lima tahun. Sampai sekarang kan enggak ada satupun. Jadi bapak tolong kontrol mereka juga. Dari saya kontrol, dari bapak-bapak juga kontrol. Karena kita rugi besar. Karena kita impor dari mana? Dari Singapura. Minyak, produk-produk-produk minyaknya,” ucapnya.

  • Bahlil Buka Suara soal Vivo-Shell Cs Batal Beli Base Fuel Pertamina

    Bahlil Buka Suara soal Vivo-Shell Cs Batal Beli Base Fuel Pertamina

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia akhirnya buka suara soal polemik SPBU swasta seperti Vivo, BP, dan Shell yang batal membeli bahan baku BBM atau base fuel dari Pertamina.

    Bahlil menegaskan bahwa pemerintah hanya menjadi penyambung bagi Pertamina dan badan usaha (BU) swasta penyalur BBM dalam memenuhi kebutuhan. Menurutnya, proses selanjutnya ditentukan melalui skema business to business (B2B).

    Namun, Bahlil mengungkapkan SPBU swasta masih memiliki kemungkinan  tetap membeli base fuel dari Pertamina, spesifikasi sudah cocok.

    “B2B-nya lagi dikomunikasikan. Saya kan udah katakan bahwa B2B-nya itu kolaborasi antara swasta dengan Pertamina. Ya, masih berjalan,” ucap Bahlil di Jakarta, Kamis (2/10/2025).

    Mantan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu pun memastikan stok BBM di dalam negeri berada di level aman. Dia juga menekankan bahwa kuota impor tahun ini sudah diberikan kepada para pelaku usaha SPBU.

    Oleh karena itu, jika stok di SPBU swasta habis, pelaku usaha swasta itu bisa membeli di Pertamina. Sebab, Pertamina masih memiliki kuota impor yang belum dipergunakan.

    “Semuanya [ketersediaan BBM] ada. Kuota impornya pun kami sudah berikan sesuai dengan apa yang disampaikan sebelumnya,” ujar Bahlil

    SPBU Swasta Belum Sepakat 

    Sebelumnya, PT Pertamina Patra Niaga mengungkapkan alasan Vivo, Shell, dan BP yang tak berminat membeli bahan baku BBM atau base fuel dari perusahaan pelat merah tersebut.

    Wakil Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Achmad Muchtasyar menjelaskan, Vivo, Shell, dan BP mulanya berminat untuk membeli base fuel. Oleh karena itu pihaknya mendatangkan 100.000 barel base fuel khusus untuk SPBU swasta tersebut.

    Dia menyebut, Vivo bahkan mulanya sepakat membeli 40.000 barel pada 26 September 2025 lalu. Namun, di tengah jalan Vivo membatalkan dan tak melanjutkan transaksi.

    “Vivo membatalkan untuk melanjutkan. Setelah setuju [membeli] 40.000 barel, akhirnya tidak disepakati,” kata Achmad dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi XII DPR RI, Rabu (1/10/2025).

    Achmad menjelaskan, SPBU swasta itu membatalkan untuk melanjutkan pembelian base fuel lantaran masalah kandungan etanol. Menurutnya, terdapat kandungan 3,5% etanol dalam base fuel Pertamina.

    Dia menilai kandungan etanol itu sebenarnya masih dalam batas wajar. Sebab, toleransi kandungan etanol dalam base fuel adalah di bawah 20%.

    Namun, Achmad mengatakan SPBU swasta tidak berkenan meski kandungan etanol itu minim.

    “Ini yang membuat kondisi SPBU swasta untuk tidak melanjutkan pembelian karena ada konten etanol tersebut,” tutur Achmad.

    Menurutnya, alasan ini juga yang membuat BP melalui PT Aneka Petroindo Raya (APR) membatalkan minat membeli base fuel. APR adalah perusahaan joint venture atau patungan antara BP dan AKR Corporindo Tbk.

    Achmad menyebut, BP tak mau membeli base fuel karena ada kandungan etanol, meski sedikit.

    “APR akhirnya tidak juga, jadi tidak ada semua, isu yang disampaikan kepada rekan-rekan SPBU ini adalah mengenai konten. Kontennya itu ada kandungan etanol,” jelasnya.

    Sementara itu, Shell membatalkan minat membeli base fuel dari Pertamina lantaran ada urusan birokrasi internal.

    “Tidak bisa meneruskan negosiasi ini karena mengatakan bahwa ada birokrasi internal yang harus ditempuh,” ucap Achmad.

    Namun, Achmad menyebut para pihak pengusaha SPBU swasta itu akan kembali berminat membeli base fuel dari Pertamina. Dengan catatan, Pertamina bisa menyediakan base fuel secara murni tanpa kandungan etanol.

    “Tapi teman-teman SPBU swasta jika nanti di kargo selanjutnya siap berkoordinasi jika kontennya aman,” katanya.

  • Bahlil Ungkap Truk Industri Dipasang Tangki Dobel Sedot BBM Subsidi

    Bahlil Ungkap Truk Industri Dipasang Tangki Dobel Sedot BBM Subsidi

    Jakarta

    Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi di Indonesia masih banyak disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu. Bahlil mencontohkan BBM yang seharusnya tidak diperuntukkan bagi sektor industri justru banyak digunakan oleh kendaraan operasional industri.

    “Mohon maaf sebagian BBM kita subsidinya sebagian tidak tepat sasaran atau disalahgunakan. Harusnya BBM untuk bukan industri, tetapi yang terjadi sebagian di pompa bensin itu mereka kanibal mobil truknya, mobilnya ditaruh tangkinya dobel di situ baru ngantri di pompa bensin,” kata Bahlil di Kantor BPH Migas, Jakarta Selatan, Kamis (2/10/2025).

    “Bayangkan kalau mobil hardtop itu dibuat tangkinya dobel ya cuma 200 liter 300 liter kadang-kadang bisa 1 ton di situ. Habis itu ngantri dikeluarkan kayak orang yang mau beli, rata-rata yang mau beli itu industri, apakah industri mohon maaf sekali lagi nih di bidang perkebunan, pertambangan ataupun di yang lain-lain,” tambahnya.

    Bahlil mengatakan bahwa sebenarnya praktik sudah lama ia temui, dan masih terjadi sampai sekarang.

    “Tapi sampai sekarang masih terjadi nih, masih. Ini barang lama tapi diputar kembali,” katanya.

    Oleh karena itu, Bahlil mendorong BPH Migas mengatur BBM subsidi agar tepat sasaran dengan mengarahkan kepada kelompok masyarakat yang benar-benar membutuhkan.

    “Daripada kita fokus ke penyalahgunaan seperti itu, lebih baik kita tata dengan baik. Kita fokus kasih BBM subsidi kepada nelayan, dengan model satu harga dari Aceh sampai Papua,” tegasnya.

    (ara/ara)

  • Bahlil Klaim Stok BBM Aman

    Bahlil Klaim Stok BBM Aman

    Jakarta

    Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan ketahanan Bahan Bakar Minyak (BBM) secara nasional mencapai 18 hingga 21 hari ke depan.

    Menurut Bahlil kondisi tersebut menunjukkan stok BBM dalam keadaan aman.

    “Stok BBM kita, mau RON 92, RON 95, RON 98, maupun Pertalite itu cukup untuk 18-21 hari. Kewajiban pemerintah memastikan bahwa stok BBM kita cukup,” kata Bahlil saat ditemui di Kantor BPH Migas, Jakarta, Kamis (2/10/2025).

    Sementara, terkait kekosongan BBM di SPBU swasta, Bahlil menegaskan Kementerian ESDM telah memberikan kuota impor tambahan sebesar 10%. Selain itu, pemerintah juga telah menjembatani pembelian BBM ke Pertamina untuk mengatasi masalah kekosongan tersebut.

    Selebihnya, Bahlil mengatakan proses pengadaan dengan skema business-to-business (B2B) tersebut diserahkan ke pihak SPBU swasta dan Pertamina.

    “B2B-nya silahkan. Kami hanya memberikan guidance. Selebihnya diatur. Jadi tidak ada alasan dan tidak ada satu persepsi bahwa BBM kita, ketersediaan kita menipis. Nggak ada. Udah penuh. Semuanya ada. Kuota impornya pun kita sudah berikan sesuai dengan apa yang disampaikan sebelumnya,” terang Bahlil.

    Dirjen Minyak dan Gas Bumi (Migas) Laode Sulaeman menambahkan, Untuk kuota impor tahun depan sedang disiapkan mekanisme yang pas, sesuai dengan data yang diserahkan oleh SPBU swasta untuk impor BBM tahun depan.

    “Nah tahun depan itu badan usaha swasta sudah kirim permintaannya ke saya. Jadi nanti kami akan rapatkan. Kita akan siapkan suatu mekanisme yang pas. Sehingga nanti ke depannya kita tidak menghadapi kondisi-kondisi seperti sekarang,” tutur Laode.

    (hns/hns)

  • ESDM sebut Pertamina serap BBM yang ditolak Vivo

    ESDM sebut Pertamina serap BBM yang ditolak Vivo

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan base fuel dari bahan bakar minyak (BBM) yang diimpor oleh Pertamina akan diserap sendiri, setelah ditolak oleh PT Vivo Energy Indonesia (Vivo) karena kandungan etanol.

    “Itu dipakai sendiri sama Pertamina,” ucap Direktur Jenderal (Dirjen) Minyak dan Gas Bumi (Migas) Laode Sulaeman usai menghadiri Peluncuran Logo Baru BPH Migas, Jakarta, Kamis.

    Vivo batal membeli base fuel bahan bakar minyak (BBM) dari Pertamina karena ada kandungan etanol sekitar 3,5 persen pada hasil uji lab base fuel yang diimpor oleh Pertamina.

    Padahal, sebelumnya Vivo sudah menyepakati untuk membeli base fuel dari Pertamina sebanyak 40 ribu barel (MB), dari 100 ribu barel yang sudah diimpor oleh perusahaan plat merah tersebut.

    Laode menyampaikan bahwa Pertamina sama sekali tidak mengalami kerugian dari pembatalan kesepakatan antara Pertamina dengan Vivo.

    “Tidak (ada kerugian),” kata Laode.

    Laode menjelaskan bahwa kandungan etanol dalam base fuel yang diimpor oleh Pertamina tidak melanggar spesifikasi yang diatur oleh pemerintah. Spesifikasi BBM yang diatur oleh Kementerian ESDM adalah research octane number (RON) atau angka oktan.

    Bahkan, lanjut Laode, kandungan etanol wajar ditemukan di bahan bakar ramah lingkungan (biofuel).

    Oleh karena itu, penolakan Vivo terhadap BBM yang diimpor oleh Pertamina karena Vivo memang memiliki spesifikasi khusus, bukan karena kualitas BBM Pertamina yang bermasalah.

    “Itu spek yang ada di mereka (Vivo) sendiri, tidak mau menggunakan (BBM) yang mengandung etanol. Tapi, bukan berarti (kandungan etanolnya) tidak berada di dalam toleransi, itu perbedaannya,” ujar Laode.

    Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan SPBU swasta Shell, Vivo, bp, dan Exxon Mobil menyetujui untuk membeli stok BBM tambahan dengan skema impor melalui Pertamina.

    Langkah tersebut untuk mengatasi kelangkaan BBM di sejumlah SPBU swasta, seperti Shell dan bp, yang telah terjadi sejak Agustus 2025.

    Menurut Bahlil, dari kesepakatan tersebut, SPBU swasta mengajukan beberapa syarat dalam skema impor tambahan BBM lewat kolaborasi dengan Pertamina, yaitu BBM yang dibeli merupakan BBM murni (base fuel) yang nantinya akan dilakukan pencampuran di tangki SPBU masing-masing.

    Akan tetapi, hingga saat ini, belum ada SPBU swasta yang membeli base fuel dari Pertamina.

    Pewarta: Putu Indah Savitri
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Bahlil Ungkap Truk Industri Dipasang Tangki Dobel Sedot BBM Subsidi

    Purbaya Ungkap Harga Asli LPG 3 Kg, Bahlil: Mungkin Salah Baca Data

    Jakarta

    Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia merespons paparan Menteri Keuangan Purabaya Yudhi Sadewa dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Selasa (30/9) soal harga LPG 3 kilogram (kg). Bahlil menyebutkan bahwa Purbaya salah membaca data terkait harga asli LPG 3 kg.

    Purbaya sebelumnya mengatakan harga asli LPG 3 kg Rp 42.750/tabung dan disubsidi Rp 30.000/tabung agar masyarakat bisa membeli senilai Rp 12.750.

    “Itu mungkin Menkeunya salah baca data itu. Biasalah kalau, ya mungkin butuh penyesuaian. Saya nggak boleh tanggapi sesuatu yang selalu ini ya. Jadi, saya kan udah banyak ngomong tentang LPG gitu ya. Mungkin Menkeunya belum dikasih masukan oleh dirjennya dengan baik atau oleh timnya,” kata Bahlil di Kantor BPH Migas, Jakarta Selatan, Kamis (2/10/2025).

    Terkait dengan LPG subsidi yang akan masuk akan dalam Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) yang sedang dirancang oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Bahlil mengatakan proses tersebut masih dalam pembahasan lebih lanjut.

    “Jadi menyangkut juga subsidi tentang satu data itu juga. Itu juga masih dalam proses pematangan ya. BPS itu kan kerja sama dengan tim di ESDM. Jadi mungkin pak Menteri Keuangan ya, mungkin belum baca data kali itu ya,” katanya.

    Harga Asli Komoditas Tanpa Subsidi

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan harga asli komoditas energi dan non energi yang dikonsumsi masyarakat jika tidak disubsidi. Selama ini harga di masyarakat lebih terjangkau karena pemerintah menanggung subsidi dan kompensasinya.

    “Selama ini pemerintah menanggung selisih antara harga keekonomian dan harga yang dibayar masyarakat melalui pemberian subsidi dan kompensasi baik energi dan non energi,” kata Purbaya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Selasa (30/9/2025).

    Untuk harga solar misalnya, seharusnya mencapai Rp 11.950/liter, namun harga jual eceran (HJE) yang dibayar masyarakat hanya Rp 6.800/liter. Artinya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menanggung Rp 5.150/liter.

    “Kemudian untuk BBM bersubsidi lainnya seperti Pertalite, harga aslinya Rp 11.700/liter, namun HJE yang dibayar masyarakat Rp 10.000/liter, sehingga APBN harus menanggung Rp 1.700/liter atau 15% melalui kompensasi,” beber Purbaya.

    Demikian juga untuk minyak tanah yang masih disubsidi pemerintah dengan nilai mencapai Rp 8.650/liter atau setara 78% dari harga aslinya Rp 11.150/liter. Dengan begitu, masyarakat bisa membeli minyak tanah dengan harga Rp 2.500/liter.

    Untuk LPG 3 kg harga aslinya Rp 42.750/tabung. Pemerintah selama ini menanggung Rp 30.000/tabung agar masyarakat bisa membeli LPG 3 kg senilai Rp 12.750.

    Halaman 2 dari 2

    (ara/ara)

  • Vivo & BP Batal Beli BBM dari Pertamina, Begini Respons Bahlil

    Vivo & BP Batal Beli BBM dari Pertamina, Begini Respons Bahlil

    Jakarta

    Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia buka suara terkait batalnya pembelian base fuel atau Bahan Bakar Minyak (BBM) dari Pertamina oleh PT Vivo Energy Indonesia (Vivo) dan APR (joint venture BP-AKR).

    Bahlil mengatakan pemerintah hanya menjadi penyambung bagi Pertamina dan badan usaha swasta penyalur BBM dalam memenuhi kebutuhan. Sementara proses selanjutnya diserahkan kepada sementara urusan bisnis murni diatur oleh masing-masing pihak.

    Ia mengatakan, saat ini proses business-to-business (B2B) antara Pertamina dan badan usaha swasta penyalur BBM masih berlangsung.

    “B2B-nya lagi dikomunikasikan. Saya kan udah katakan bahwa B2B-nya itu kolaborasi antara swasta dengan swasta. Ya, masih berjalan,” katanya di BPH Migas, Jakarta Selatan, Kamis (2/10/2025).

    Hingga hari ini, Shell Indonesia juga mengatakan masih membahas business-to-business (B2B) dengan Pertamina terkait pasokan impor base fuel. Hal ini dilakukan untuk agar BBM kembali tersedia di jaringan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Shell.

    President Director & Managing Director Mobility, Shell Indonesia Ingrid Siburian mengatakan pihaknya terus berkoordinasi dengan pemerintah terkait dan pemangku kepentingan lainnya untuk mempercepat ketersediaan BBM sesuai standar keselamatan operasional dan standar bahan bakar berkualitas tinggi Shell secara global.

    “Pembahasan business-to-business (B2B) terkait pasokan impor base fuel sedang berlangsung,” katanya kepada detikcom, Kamis (2/10/2025).

    BBM Belum Dibeli Swasta

    Sebelumnya, Wakil Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Achmad Muchtasyar menjelaskan pasokan base fuel atau BBM yang diimpor oleh Pertamina belum dibeli Badan Usaha (BU) swasta, baik dari Shell, APR (join venture BP-AKR) maupun dari Vivo.

    Achmad mengatakan, sebelumnya APR dan VIVO sepakat untuk membeli BBM murni dari Pertamina. Hanya saja selang beberapa waktu, VIVO dan BP-AKR membatalkan membeli BBM Pertamina.

    Achmad menyampaikan bahwa alasan kedua SPBU swasta tersebut membatalkan pembelian BBM karena base fuel Pertamina diketahui mengandung etanol 3,5%. Hal ini tidak sesuai dengan kriteria mereka.

    Padahal kata Achmad, menurut regulasi, kandungan etanol dalam BBM diperbolehkan hingga batas 20%.

    “Isu yang disampaikan kepada rekan-rekan SPBU ini, adalah mengenai konten. Kontennya itu ada kandungan etanol. Nah, di mana secara regulasi itu diperkenankan, etanol itu sampai jumlah tertentu kalau tidak salah sampai 20% etanol, kalau tidak salah. Sedangkan ada etanol 3,5%,” katanya saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XII DPR RI, Rabu (1/10/2025).

    “Nah ini yang membuat kondisi teman-teman SPBU swasta untuk tidak melanjutkan pembelian karena ada konten etanol tersebut. Di mana konten itu sebetulnya masih masuk ambang yang diperkenankan oleh pemerintah,” tambahnya.

    Halaman 2 dari 2

    (ara/ara)

  • ini Alasan BP-Vivo Batal Beli BBM dari Pertamina – Page 3

    ini Alasan BP-Vivo Batal Beli BBM dari Pertamina – Page 3

    Penemuan adanya kandungan etanol sebesar 3,5 persen dalam bahan bakar impor Pertamina menjadi momen penting dalam proses negosiasi bisnis ke bisnis (B2B) ini.

    Achmad Muchtasyar menyampaikan bahwa kandungan etanol tersebut menjadi alasan utama bagi SPBU swasta, termasuk Vivo dan BP-AKR, untuk membatalkan rencana pembelian mereka.

    “Ini (kandungan etanol) yang membuat teman-teman SPBU swasta tidak melanjutkan pembelian (base fuel), karena ada konten etanol tersebut,” ungkapnya.

    Menarik untuk dicatat, Achmad juga menyoroti bahwa dari perspektif regulasi, keberadaan kandungan etanol tersebut sebenarnya masih dibolehkan. Ia mengacu pada peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang menetapkan batas maksimal kandungan etanol di bawah 20 persen.

    Dengan kata lain, kadar 3,5 persen yang ada dalam bahan bakar tersebut masih jauh di bawah ambang batas yang diizinkan oleh pemerintah.

    Akibat dari keputusan pembatalan oleh Vivo dan BP-AKR, negosiasi B2B harus dimulai dari awal lagi. Sebanyak 100 ribu barel bahan bakar yang sudah diimpor oleh Pertamina dipastikan belum dapat dijual kepada SPBU swasta.

    Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia juga pernah menyatakan bahwa Shell, Vivo, BP, dan Exxon Mobil telah memberikan persetujuan untuk skema impor tambahan BBM melalui Pertamina.

  • BP-Vivo Sempat Setuju Beli BBM dari Pertamina, tapi Batal Gara-gara Ini

    BP-Vivo Sempat Setuju Beli BBM dari Pertamina, tapi Batal Gara-gara Ini

    Jakarta

    Vivo dan BP sempat sepakat untuk membeli BBM yang diimpor oleh Pertamina. Namun rencana itu kemudian batal.

    Stok BBM di SPBU swasta makin menipis. Kelangkaan di SPBU swasta pun terjadi dimana-mana. Terkait kelangkaan itu, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengimbau agar SPBU swasta melakukan pembahasan business to business (B2B) dengan Pertamina terkait pembelian stok impor BBM tambahan.

    SPBU swasta telah bersedia membeli bahan bakar minyak (BBM) murni dari Pertamina. Namun, syaratnya, ‘bahan mentah’ tersebut benar-benar murni alias tak dicampur-campur. Wakil Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Achmad Muchtasyar mengungkap ada dua SPBU swasta yang menyatakan minatnya untuk membeli base fuel dari Pertamina. Dua SPBU yang dimaksud adalah Vivo dan APR (Joint venture BP dan AKR).

    Dari 100 ribu barel (MB) kargo impor yang ditawarkan, Vivo bahkan disebut sudah sepakat untuk menyerap 40 MB dari Pertamina untuk melayani kebutuhan konsumennya. Sementara BP belum disebutkan jumlahnya. Namun demikian, kesepakatan itu rupanya batal.

    “Yang berminat itu Vivo, sama APR (joint AKR dan BP) yg terkait internal tadi Shell dan selanjutnya setelah dua SPBU swasta berdiskusi kembali dengan kami, satu dalam hal ini Vivo membatalkan untuk melanjutkan, setelah setuju 40 akhirnya tidak disepakati lagi. Lalu tinggal APR akhirnya tidak juga, jadi tidak ada semua,” ungkap Achmad dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi XII DPR RI, yang ditayangkan Youtube Komisi XII.

    Batalnya kesepakatan tersebut bukan tanpa alasan. Achmad mengungkap bahwa dua SPBU swasta itu enggan membeli dari Pertamina lantaran ada kandungan ethanol dalam base fuel yang diimpor.

    “Isu yang disampaikan rekan-rekan SPBU ini adalah mengenai konten, kontennya itu ada kandungan etanol dimana secara regulasi itu diperkenankan ethanol dalam jumlah tertentu kalau tidak salah sampai 20 persen, nah sedangkan ada etanol 3,5 persen nah ini yang membuat kondisi teman-teman SPBU swasta untuk tidak melanjutkan pembelian karena konten etanol tersebut,” ujarnya lagi.

    Berbeda dengan Vivo dan BP, Shell memang belum melakukan negosiasi dengan Pertamina. Kata Achmad, hal ini terkendala birokrasi internal yang harus ditempuh.

    (dry/din)

  • SPBU Swasta Mulai Ajukan Kuota Impor BBM 2026 ke Kementerian ESDM – Page 3

    SPBU Swasta Mulai Ajukan Kuota Impor BBM 2026 ke Kementerian ESDM – Page 3

    Sebelumnya, Pertamina Patra Niaga (PPN) memastikan kargo base fuel telah tiba di Jakarta pada Selasa (24/9/2025). Kehadiran kargo ini menjadi tindak lanjut arahan pemerintah melalui Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, yang mendorong kolaborasi pemenuhan kebutuhan BBM antara Pertamina dan Badan Usaha (BU) swasta seperti Shell Indonesia, BP-AKR dan lainnya.

    Sebelumnya, Pertamina bersama BU swasta telah menggelar dua kali pertemuan, yakni pada Jumat (19/9) dan Selasa (23/9). Dalam pertemuan pertama, BU swasta menyatakan kesediaan membeli produk BBM berbasis base fuel yang belum dicampur aditif maupun pewarna.

     Pertemuan tersebut juga menghasilkan kesepakatan penggunaan mekanisme harga secara open book serta keterlibatan pihak independen (join surveyor) untuk menjamin kualitas produk. Kesepakatan ini dianggap penting demi menciptakan transparansi dan kepastian pasokan di lapangan.

    Pj. Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Roberth MV Dumatubun, menegaskan bahwa Pertamina membuka ruang kolaborasi dengan tetap menjunjung aturan dan tata kelola yang berlaku.

    “Pertamina Patra Niaga menawarkan mekanisme penyediaan pasokan dengan menggunakan prosedur yang ada. Harapan kami, BU swasta dapat berkolaborasi dengan niat baik, sambil tetap menghormati aturan dan aspek kepatuhan yang berlaku di BUMN,” jelas Roberth dalam keterangan tertulis, Rabu (24/9/2025).

    Ia menambahkan, seluruh aspek komersial akan dibahas lebih lanjut dengan penekanan agar tetap berada dalam koridor hukum, aturan pemerintah, serta prinsip good corporate governance.