Tag: Bahlil Lahadalia

  • Gas Elpiji 3 Kg Harus Dibeli di Pangkalan Resmi, Pemilik Agen: Justru Merepotkan Saya
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        3 Februari 2025

    Gas Elpiji 3 Kg Harus Dibeli di Pangkalan Resmi, Pemilik Agen: Justru Merepotkan Saya Megapolitan 3 Februari 2025

    Gas Elpiji 3 Kg Harus Dibeli di Pangkalan Resmi, Pemilik Agen: Justru Merepotkan Saya
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Dwi (58), pemilik agen resmi gas elpiji di Jakarta Selatan mengaku kerepotan jika masyarakat hanya bisa membeli gas elpiji 3 kilogram (kg) di pangkalan resmi.
    Pasalnya, Dwi tidak terbiasa menjual
    gas elpiji 3 kg
    ke perorangan.
    “Agak merepotkan, kan kita pangkalan. Kita harus menyiapkan segala macem hal yang receh-receh gini,” kata Dwi saat ditemui di rumahnya, Senin (3/2/2025).
    Dwi mencontohkan, warga banyak yang membeli satu gas elpiji 3 kg dan memberikan uang sebesar Rp 100.000. Padahal, satu gas elpiji 3 kg harganya hanya kisaran Rp 20.000.
    Akibatnya, Dwi kerepotan mencari uang kembalian untuk pembeli.
    Selain itu, Dwi harus mengantarkan tabung gas elpiji itu ke rumah-rumah warga. Sebab, tidak semua warga bisa menjangkau pangkalan miliknya. 
    “Buat saya sebagai pangkalan, keuntungan enggak ada, justru capek kitanya. Kita harus melayani satu-satu,” tambah dia.
    Belum lagi, tidak setiap hari gas elpiji dipasok ke pangkalan milik Dwi. Sehingga dia harus menjelaskan kepada warga saat gas tidak tersedia. 
    Menurut Dwi, penjualan gas elpiji harus dibantu pengecer-pengecer kecil supaya lebih dekat ke warga.
    “Kalau pengecer sebenarnya lebih membantu karena di rumah-rumah, mereka lebih dekat dan prinsipnya adalah gas ini sebaiknya lebih dekat dengan warga,” kata dia.
    Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia membantah adanya kelangkaan elpiji 3 kilogram (kg), terlebih di wilayah Jakarta.
    Menurutnya, keluhan masyarakat yang sulit mendapatkan elpiji subsidi karena ada peralihan penjualan menjadi hanya di tingkat pangkalan, tidak lagi tersedia di pengecer atau warung kelontong.
    Di sisi lain, titik-titik pangkalan tidak sebanyak pengecer, sehingga masyarakat merasa sulit mendapatkan elpiji 3 kg di lokasi terdekat.
    Bahlil juga mengklaim, pemerintah tidak melakukan pembatasan kuota atau pengurangan subsidi elpiji 3 kg. Begitu pula dengan volume impor elpiji, juga tetap sama dalam beberapa bulan terakhir.
    “Elpiji ini tidak ada kuota yang dibatasi. Impor kita sama. Bulan lalu dan bulan sekarang, atau 3-4 bulan lalu, sama aja, enggak ada. Subsidinya pun nggak ada yang dipangkas, tetap sama,” ucapnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bahlil Buka Opsi Pengecer jadi Sub-Pangkalan LPG 3 Kg Secara Gratis

    Bahlil Buka Opsi Pengecer jadi Sub-Pangkalan LPG 3 Kg Secara Gratis

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia membuka opsi agar pengecer atau warung bisa menjadi sub-pangkalan LPG 3 kg resmi secara gratis.

    Bahlil mengatakan opsi ini muncul sebagai respons gelombang protes dari masyarakat yang kesusahan mendapat gas melon dari pengecer. Sebab, per 1 Februari 2025, pemerintah telah melarang penjualan LPG 3 kg di pengecer.

    Mantan ketua umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu pun menyebut telah membahas pembentukan sub-pangkalan bagi pengecer dengan PT Pertamina (Persero). Bahlil berjanji syaratnya pun akan dibuat seminimal mungkin.

    “Kalau memang pengecer-pengecer yang sekarang sudah bagus-bagus, kita kasih dulu izin sementara untuk naikkan dia [pengecer] sebagai sub-pangkalan. Tanpa biaya. Tak usah ada biaya-biaya,” kata Bahlil dalam rapat kerja bersama Komisi XII DPR RI, Senin (3/2/2025).

    Bahlil menjelaskan, pengecer statusnya harus dinaikkan menjadi sub-pangkalan agar bisa menjual LPG 3 kg. Hal ini pun menjadi keniscayaan agar pemerintah bisa mengontrol harga di tingkat sub-pangkalan itu. Bahlil mengeklaim harga LPG di pengecer selama ini melebihi harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan masing-masing pemerintah daerah. 

    “Kita pakai standar pelayanannya seperti di pangkalan. Tujuannya apa? Supaya kita tahu dijual ke siapa dan harganya. Karena di pengecer itu kan harganya tidak bisa kita kontrol,” jelasnya.

    Untuk diketahui, untuk menjadi agen ataupun pangkalan resmi LPG dikenakan sejumlah syarat dan modal.

    Modal Jadi Agen/Pangkalan LPG 3 Kg

    Dikutip dari situs resmi Pertamina, modal yang dibutuhkan untuk menjadi agen berkisar Rp100 juta. Biaya tersebut sudah termasuk biaya operasional, termasuk mobi angkut, sewa tempat, dan pembelian tabung gas. 

    Kemudian agen harus berbentuk badan usaha (perseroan terbatas/koperasi) yang dibuktikan dengan akta pendirian lengkap dan pengesahan Kemenkumham.  

    Pendaftaran juga melampirkan hasil scan KTP Direktur perusahaan dan scan NPWP perusahaan. Pendirian agen harus berada dalam bangunan yang memiliki luas lahan minimal 165m2. Sedangkan untuk SPBE minimal 4.150 m2 (83m x 50 m), dan BPT minimal 1.000 m2 (40mx25m).

    Syarat Mendaftar Jadi Pangkalan LPG 3 Kg

    – Menyiapkan dokumen kepemilikan tanah

    – Akta pendirian Perusahaan (PT/Koperasi), SIUP, dan TDP

    – Bukti saldo rekening atas nama pemilik/badan usaha

    – Fotokopi bukti kepemilikan usaha sejenis (jika ada)

    – Fotokopi bukti kerja sama dengan PT Pertamina (jika ada)

    – Akte pendirian Badan Usaha (contohnya Perseroan Terbatas atau Koperasi) dan perubahannya, yang telah mendapatkan pengesahan dari instansi yang berwenang

    – NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)

    – Surat Referensi Bank

    – SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan)

    – TDP (Tanda Daftar Perusahaan) bagi Badan Hukum

    – Izin Gangguan dan/atau SITU (Surat Izin Tempat Usaha) mengacu kepada ketentuan Pemda setempat

    – Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

    – Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dari Kepolisian setempat untuk semua Direktur dan Komisaris yang tercantum dalam akta perusahaan

    – Melampirkan bukti saldo rekening atas nama pemilik/badan usaha (berupa rekening koran 3 bulan terakhir), atau deposito dengan saldo minimal Rp750.000.000 untuk keagenan LPG, Rp3.500.000.000 untuk SPBE dan Rp 2.000.000.000 untuk BPT

    – Setelah calon mitra dinyatakan layak sebagai Agen LPG PSO, calon mitra belum dapat beroperasi sebelum memenuhi seluruh persyaratan Keagenan LPG 3 Kg dan diikat kontrak

    – Pelaksanaan operasional Agen LPG 3 Kg harus sesuai dengan SOP (Standard Operating Procedure) PT. Pertamina

    – Perekrutan dan pengadaan karyawan adalah tanggung jawab pemohon dan para pekerja diwajibkan bekerja sesuai dengan etika kerja standar PT Pertamina

    – Surat Pernyataan diatas kertas bermaterai: 
    – Sanggup membiayai seluruh sarana dan fasilitas Agen Elpiji 
    – Bersedia mematuhi semua ketentuan perundang-undangan, Pertamina dan PEMDA setempat. 

    – Pakta Integritas

    – Surat Keterangan Penyalur LPG yang dikeluarkan oleh instansi terkait

  • VIDEO Cerita Warga Lenteng Agung Kesulitan Mencari Gas Elpiji 3 Kg: Tolong Pak, Untuk Berdagang – Halaman all

    VIDEO Cerita Warga Lenteng Agung Kesulitan Mencari Gas Elpiji 3 Kg: Tolong Pak, Untuk Berdagang – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA –  Warga mengeluhkan kebijakan baru pemerintah terkait tata niaga liquefied petroleum gas (LPG) atau elpiji subsidi tabung 3 kg.

    Dalam kebijakan baru tersebut, mulai 1 Februari 2025, pemerintah melarang pengecer untuk menjual gas elpiji 3 kg.

    Masyarakat diwajibkan membelinya di pangkalan resmi Pertamina.

    Aturan ini membuat warga kesulitan mendapatkan gas melon karena kini tidak lagi dijual di warung-warung dekat rumah.

    “Tolong Pak, Buat Berdagang”

    Bergeser ke kawasan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, warga harus keliling untuk mencari gas melon.

    Nita, seorang warga Lenteng Agung, Jakarta Selatan, tak bisa menutupi rasa senangnya setelah berhasil mendapatkan satu tabung gas melon 3 kg pada Senin (3/2/2025) siang.

    Pada pukul 11.30 WIB, Nita langsung mendatangi agen elpiji di Jalan Raya Lenteng Agung.

    Dengan usaha keras, ia berhasil menukarkan tabung gas 3 kg yang kosong dengan yang baru.

    Sebelumnya, sejak pukul 07.00 WIB, Nita yang berprofesi sebagai pedagang, sudah kesulitan menemukan gas berukuran 3 kg di sekitar tempat tinggalnya.

    Bahkan, dia harus berkeliling menggunakan sepeda motor bersama suaminya untuk mencari gas melon ke beberapa warung.

    “Nyari sampai dekat Kelurahan (Jagakarsa), ke warung-warung juga enggak ada,” kata suami Nita, mengungkapkan kesulitan mereka saat berburu gas melon.

    “Nyari ke warung-warung nggak ada,” timpal Nita,.

    Kesulitan tersebut membuat Nita merasa terganggu dalam berdagang. Ia bahkan sampai meminta tolong kepada agen elpiji untuk memberikan satu tabung gas 3 kg.

    “Minta tolong satu (tabung) saja, Pak.”

    “Kesusahan buat dagang soalnya,” ujar Nita, memohon kepada pengelola agen elpiji.

    Beruntung, pengelola agen tersebut bersedia memberikan tabung gas 3 kg yang baru.

    Suami Nita pun merasa sangat bersyukur.

    “Untuk di sini boleh ngasih, berarti agennya baik ini. Kadang ada yang enggak ngasih,” kata suami Nita dengan nada lega.

    Sementara itu, pekerja di agen elpiji Lenteng Agung mengaku tidak mengetahui secara pasti penyebab kelangkaan gas 3 kg di masyarakat.

    Sebab, agen tersebut hanya beroperasi untuk mendistribusikan gas ke distributor.

    Antrean Gas 3 kg

    Tribunnews pun menemui sejumlah antean elpiji 3 kg di salah satu agen di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan pada Senin siang.

    Sejumlah distributor tengah mengantre kedatangan truk pembawa gas.

    Para distributor ini terdiri dari bapak dan ibu yang membawa kendaraan roda dua dengan kurang lebih 10 tabung gas kosong.

    Sekira pukul 11.40 WIB, truk pembawa gas 3 kg pun tiba di agen tersebut. 

    Para pembeli gas pun langsung menurunkan gas 3 kg yang telah kosong dari atas kendaraannya.

    Petugas langsung mengatur antrean untuk para pembeli gas 3 kg agar tetap tertib saat membeli.

    Di wilayah Palmerah, Jakarta Barat, beberapa pangkalan sudah kehabisan stok. Masyarakat yang ingin membeli elpiji terpaksa mencari di lokasi lain.

    Pangkalan gas di Kemanggisan, Palmerah, sudah kehabisan stok elpiji 3 kg dan akhirnya menolak warga yang terus berdatangan untuk membeli.

    Petugas di Pangkalan Gas Kemanggisan juga menyampaikan bahwa mereka sudah tidak melayani pembelian untuk pengecer.

    Sementara itu, sebuah pangkalan gas elpiji 3 kg yang berada di Jalan Palmerah 1, Inspeksi Slipi, mengalami hal serupa, di mana stok gas melon sudah habis sejak pagi.

    Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, turut memberikan penjelasan mengenai kebijakan gas elpiji 3 Kg.

    Menurutnya, pemerintah sedang memperbaiki tata kelola penyediaan elpiji 3 Kg.

    Hal itu, kata Bahlil, untuk mencegah adanya oknum pengecer yang menaikkan harga elpiji 3 Kg. 

    Bahlil pun membantah terjadi kelangkaan elpiji 3 kg. 

    “Oh gini, kalau dibilang LPG langka, enggak. LPG itu tetap semua ada, tapi sekarang lagi ditata kelolanya diatur, agar tidak boleh ada oknum yang menaikkan harga LPG 3 kg,” ucap Bahlil saat ditemui di Bogor, Sabtu.(*)

  • Santer soal Produksi Nikel Mau Dipangkas, Ini Penjelasan Bahlil

    Santer soal Produksi Nikel Mau Dipangkas, Ini Penjelasan Bahlil

    Jakarta

    Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan akan memperhatikan pasokan dan permintaan nikel. Hal ini menyusul rencana pemangkasan produksi nikel global 2025.

    Pemangkasan lantaran permintaan turun imbas ketegangan geopolitik dunia.

    “Kita punya target minimal (produksi nikel), tapi kita akan memperhatikan supply and demand. Contoh nikel, kita menghitung berapa total kapasitas kita, industri kita, yang ada. Tetapi nggak boleh dimonopoli,” kata Bahlil dalam konferensi persnya di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (3/2/2025).

    Bahlil memberi contoh, ada salah satu perusahaan yang memiliki industri dan tambang. Jika perusahaan tersebut membutuhkan nikel dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dengan jumlah tertentu, pemerintah tidak akan memenuhi kebutuhan untuk memberdayakan pengusaha tambang lokal.

    “Katakanlah dia butuh 10 juta (nikel), dia butuh RKAB mintanya 11 juta, atau 10 juta juga. Kalau itu kita kasih 10 juta semua, terus konsep kemitraan dengan pengusaha yang punya tambang di daerah, mau dijual kemana itu orang daerah itu,” terang Bahlil.

    Bahlil menduga, ketika kebutuhan nikel dipenuhi produksi pemerintah, produk pengusaha tambang lokal tidak akan tersentuh. Karenanya, ia menekankan agar tidak ada monopoli nikel di daerah.

    “Negara harus hadir buat keadilan. Itu sebenarnya. Jadi kita pingin suplai and demand kita jaga, tapi tidak dimonopoli oleh suatu kelompok tertentu. Jadi kita mau buat aturan mainnya bagus,” tegasnya.

    “Supaya rakyat hidup bagus, industri jalan, negara dapat royalti, tapi adil semuanya. Itu maksudnya,” tutupnya.

    Produksi Bijih Nikel 220 Juta Ton

    Sementara itu Kementerian ESDM telah membidik produksi bijih nikel tahun 2025 sebesar 220 juta ton. Adapun target produksi nikel disebut akan berbeda dengan RKAB lantaran ada potensi dispute atau lahan-lahan yang masih bersengketa.

    “Jadi bedakan RKAB dengan target produksi, karena biasanya, terjadi dispute. Sekarang sudah mengajukan RKAB ternyata lahannya nggak bisa dibebasin. (RKAB angkanya lebih tinggi dari target?) Betul, betul,” kata Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba), Tri Winarno, kepada wartawan di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (3/2/2025).

    Sementara saat ini, Winarno mengatakan pemerintah telah melarang ekspor bijih nikel. Artinya, kelebihan pasokan bijih nikel yang terjadi merupakan kesalahan smelter yang berdampak pada anjloknya harga.

    Ke depan, Winarno mengatakan Kementerian ESDM akan kembali menghitung kebutuhan nikel dunia. Berdasarkan evaluasi itu, produksi nikel baru akan disesuaikan.

    “Mau akan dilakukan evaluasi terhadap itu, kepatuhan seperti apa terhadap pasar tambang, terus kemudian kecelakaan kerjanya seperti apa, dan kepatuhan teknik dan PNBP lainnya seperti apa,” tutur Winarno.

    (hns/hns)

  • Dicecar DPR soal LPG 3 Kg, Bahlil: Mau Ditata atau Jalan Apa Adanya?

    Dicecar DPR soal LPG 3 Kg, Bahlil: Mau Ditata atau Jalan Apa Adanya?

    Jakarta

    Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dicecar komisi XII DPR RI soal kebijakan pengecer LPG 3 kg yang harus menjadi pangkalan resmi. Kebijakan itu menimbulkan kehebohan dalam beberapa waktu ke belakang.

    Anggota Komisi XII DPR RI dari Fraksi PKS, Muh Haris mengaku mendapat banyak aduan masyarakat soal hal tersebut. Menurutnya terjadi perubahan cepat yang menyulitkan masyarakat memperoleh LPG 3 kg di pengecer.

    “Perubahannya masa secepat itu sehingga berdampak kita sulit cari ke pengecer, tidak ada barangnya dan lain sebagainya. Prinsipnya setuju ke arah yang lebih baik tapi barangkali perlu dibuat tahapan-tahapan yang lebih smooth sehingga tidak ada dampak sosial, dampak psikologis bagi masyarakat,” ujarnya dalam rapat kerja di DPR RI Senayan, Jakarta Pusat, Senin (3/1/2025).

    Senada, Anggota Komisi XII DPR RI Fraksi PKB, Ratna Juwita Sari mengaku dapat banyak laporan dari pelaku UMKM di Jabodetabek terkait masalah LPG 3 kg. Ia berharap kelangkaan yang saat ini terjadi bisa segera diselesaikan.

    “Kelangkaan LPG 3 kg yang hari ini terjadi meskipun di Jabodetabek tapi inikan wajah Indonesia sehingga kami harap perasaan ini diselesaikan secepat-cepatnya dan tidak diikuti daerah lain. Kalau ini tidak diatasi maka akan menimbulkan panic buying yang lebih sulit diatasi,” beber Ratna.

    Merespons pertanyaan anggota komisi XII DPR, Bahlil menegaskan niat pemerintah hanya ingin melakukan penataan distribusi LPG. Bahlil lantas bertanya balik ke parlemen apakah mereka setuju dengan penataan itu atau tidak.

    “Bapak ibu anggota Dewan yang saya hormati, menyangkut dengan LPG, kami sebenarnya bermaksud untuk bagaimana melakukan penataan saja, tidak ada maksud lain. Tapi kalau bapak ibu setuju untuk tidak kita lakukan penataan, ayo,” tutur Bahlil.

    “Nggak apa-apa, nggak apa-apa. Jadi kalau bapak ibu setuju untuk tidak usah melakukan penataan dengan pola yang seperti ini, nggak apa-apa kita nggak usah tata, kita jalan aja apa adanya. Kita setuju nggak? Kalau setuju, sepakati. Kalau nggak, nggak apa-apa saya akan sampaikan proposal,” sambung Bahlil.

    Bahlil mengakui pola penyaluran LPG 3 kg yang baru menjadi beban berat pemerintah dan butuh keberanian untuk membuat keputusan. Meski ada tantangan dan dinamika dalam pelaksanaannya, Bahlil menyebut hal itu demi melakukan perbaikan.

    Ia lalu menegaskan LPG 3 kg tidak langka dan stoknya tersedia untuk tiga bulan ke depan. Penataan ini, sebut Bahlil, tak lain untuk merapikan distribusi hingga di tingkat bawah.

    “Bahwa mereka ini juga butuh lapangan pekerjaan, setuju saya.Saya pernah jadi pengusaha UMKM kok. Pernah jual kue saya. Saya nggak pengin juga mereka itu susah. Tapi saya juga tidak ingin mereka di apa ya, kira-kira ada unsur-unsur lain lah. Akibat, mungkin juga mohon maaf, mereka tidak teliti. Bapak Ibu kan sudah tahu bahwa terjadi oplosan banyak-banyak,” ujar Bahlil.

    Dengan penataan lebih baik maka subsidi yang digelontorkan pemerintah sebesar Rp 87 triliun untuk LPG 3 kg diharapkan lebih tepat sasaran. “Ini kalau kita biarkan (tidak ditata) uang Rp 87 triliun ini nyampe nggak? Itu aja kalau saya,” tutup Bahlil.

    (acd/acd)

  • Bahlil Bantah LPG 3 Kg Langka: Stok 3 Bulan Aman

    Bahlil Bantah LPG 3 Kg Langka: Stok 3 Bulan Aman

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia membantah stok LPG 3 kilogram (kg) langka.

    Dia memastikan stok gas melon tersebut saat ini aman untuk 3 bulan ke depan. Menurut Bahlil, masyarakat yang merasa LPG langka kemungkinan karena ingin membeli di pengecer atau warung.

    Sementara itu, saat ini pengecer sudah tidak diperkenankan untuk menjual LPG 3 kg.

    “Ini barang tidak ada yang langka. Semua stok ada. Stok LPG untuk 3 bulan ke depan itu lengkap ada,” kata Bahlil dalam rapat kerja bersama Komisi XII DPR RI, Senin (3/2/2025).

    Pemerintah memang melarang penjualan LPG 3 kg di pengecer per 1 Februari 2025. Oleh karena itu, masyarakat hanya bisa membeli LPG 3 kg di pangkalan maupun agen resmi. Menurut Bahlil, regulasi baru itu tentu memiliki risiko, salah satunya terkait hambatan distribusi.

    “Tidak ada barang atau sesuatu yang kita memperbaiki yang tidak seharusnya itu mulus. Pasti ada dinamika, tapi dinamika ini pilihannya kita mau memperbaiki atau tidak,” jelas Bahlil.

    Sementara itu, berdasarkan pantauan Bisnis pada Senin (3/2/2025), salah satu kios agen LPG resmi Pertamina di bilangan Tegal Parang, Jakarta Selatan, kehabisan stok gas melon sejak 3 hari lalu.

    Seorang pemilik agen yang tak mau disebutkan namanya itu mengaku pembeli banyak berdatangan. Namun, dia tak bisa melayani karena LPG 3 kg tak tersedia.

    “Iya kan tanggal 1 Februari katanya beli [LPG 3 kg] hanya di agen-agen saja kan gitu, nyatanya saya agen nggak diisi. Sudah 3 hari [kosong],” katanya.

    Saat Bisnis datang, suasana di agen LPG tersebut pun belum ramai pembeli. Selama 5 menit Bisnis berada di agen tersebut, sudah ada tiga calon pelanggan yang datang. Namun, ketiganya harus balik kanan karena stok tak tersedia.

    “Gas nggak ada,” kata pemilik agen kepada si calon pembeli.

    Di sisi lain, kebijakan pemerintah melarang pengecer menjual LPG 3 kg dan hanya bisa dibeli langsung di pangkalan atau agen gas resmi juga menuai beragam respons dari warganet.

    Meski bertujuan agar subsidi tepat sasaran, kebijakan ini justru menimbulkan kritikan dari warganet. Bahkan, tagar LPG 3 kg menjadi salah satu trending topic di media sosial X.

    Salah satu pengguna X membagikan tautan video viral dari TikTok yang menunjukkan antrean mengular pembelian LPG 3 kg dengan tag lokasi di Pasar Kemis Tangerang. Video tersebut sudah ditonton 2,3 juta kali.

    Ada pula warganet yang menilai kebijakan tersebut perlu dikaji ulang karena masyarakat perdesaan atau pedalaman akan sulit membeli apabila terhalang akses jauh ke agen/pangkalan resmi.

    “Sumpah kebijakan baru ini, enggak bijak sama sekali. Gas 3 kg udah enggak boleh dijual di pengecer. Bayangin orang” desa atau pedalaman yang gak bisa akses ke depot lpg karena jauh dari jangkauannya mereka, kadang-kadang kebijakan pemerintah gak dipikirin mateng-mateng,” tulis akun @The**dy9*

    Akun @AboutTNG juga membagikan video antrean dengan narasi gas LPG 3 kg langka warga antre mengisi di pangkalan seberang Masjid Ar-Royan, Cibodas, Kota Tangerang, Sabtu (1/2/2025). Nampak puluhan warga sedang antre sambil membawa tabung gas kosong.

  • Menteri Bahlil Bilang Pengecer Elpiji 3 Kg akan Diubah Jadi Subpangkalan – Halaman all

    Menteri Bahlil Bilang Pengecer Elpiji 3 Kg akan Diubah Jadi Subpangkalan – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa saat ini pemerintah sedang menata pola distribusi terkait elpiji 3 kilogram (kg). 

    Hal tersebut dikatakan Bahlil merespons tak lagi dijualnya gas melon tersebut ke para pengecer.

    Awalnya, Bahlil mengatakan bahwa dalam APBN 2025 anggaran Rp 87 triliun dialokasikan  negara untuk subsidi elpiji.

    “Harapannya adalah LPG (elpiji) ini betul-betul tepat sasaran,” kata Bahlil dalam rapat kerja Komisi XII bersama Kementerian ESDM di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (3/2/2025).

    Dia mengatakan bahwa pemerintah ingin mengubah para pengecer gas LPG menjadi sub pangkalan.

    Pasalnya selama ini pengawasan distribusi gas melon itu hanya bisa dikontrol secara teknologi sampai pangkalan.

    “Berapa yang dijual harganya berapa itu masih clear. Karena diingat bahwa per kilogram LPG itu subsidi kita kurang lebih Rp12 ribu satu tabung kilogram LPG itu minimal subsidi kita Rp36 ribu rupiah ini biar kita tahu betul,” kata dia.

    “Dan harga yang ke masyarakat itu paling besar sekitar lima ribu rupiah, tetapi apa yang terjadi harganya bapak ibu tahu semua ada yang sesuai ada yang harganya sampai di atas Rp20 ribu. Padahal negara mengalokasikan ini untuk masyarakat,” ujar Ketum Golkar itu.

    Bahlil dan tim di Kementerian ESDM tengah mendorong agar para pengecer gas dinaikkan statusnya menjadi sub pangkalan.

    “Tadinya (status) mereka menjadi pangkalan tetapi syaratnya terlalu besar yang disyaratkan oleh Pertamina. Maka tadi rapat di kantor ini juga dengan rekan Pertamina dalam kurun waktu beberapa menit sebelum kita rapat, kita buat kesimpulan agar pengecer ini menjadi subpangkalan,” kata Bahlil.

    “Tujuannya agar LPG yang dijual itu betul-betul harganya masih terkontrol karena itu lewat aplikasi agar betul-betul masyarakat mendapat LPG dengan baik dan kemudian dengan harga terjangkau,” tandasnya.

    Tak Dijual di Pengecer Lagi

    Seperti diketahui mulai 1 Februari 2025, gas elpiji 3 kg tidak lagi dijual di pengecer. 

    Masyarakat bisa membeli LPG 3 kg di pangkalan resmi Pertamina.

    Para pengecer yang ingin menjual elpiji subsidi wajib mendaftar sebagai pangkalan.

    Cara membeli elpiji 3 kg atau Liqueefied Petroleum Gas (LGP) 3 kg di pangkalan bisa dilakukan dengan menunjukkan NIK KTP.

    Larangan para pengecer menjual gas LPG 3 Kg membuat masyarakat kesulitan mendapatkan gas tersebut untuk kebutuhan sehari-hari.

    Salah satunya dialami Narti warga di Kelurahan Ragunan, Kecamatan pasar Minggu, Jakarta Selatan.

     Ia sudah mencari ke banyak warung hingga SPBU untuk mencari gas tersebut.

    “Sudah nyari keliling dari sore ampe malem, engga dapet dapet, ada kali 20 warung. Sampai SPBU juga ga ada,” kata dia kepada Tribunnews, Minggu, (2/2/2025).

    Hal yang sama dialami Dede, asisten rumah tangga di kawasan Ampera Raya,Jakarta Selatan. Warung atau kios yang ia datangi selalu habis.

     Warung yang menjadi langganannya bahkan mengatakan gas habis sejak 3 hari terakhir.

    “Sudah keliling, dari warung deket rumah di Ampera, sampai ke Ragunan, bilangnya kosong,”katanya.

    Tidak hanya di Jakarta Selatan, warga di kawasan Rorotan, Jakarta Utara juga mengalami hal serupa.

    Fitri seorang pegawai swasta mengatakan sudah beberapa hari terakhir sulit mendapatkan gas Melon tersebut. Ia terpaksa menggunakan gas non subsidi, untuk kebutuhan rumah tangga.

    “Iya beberapa warung deket rumah ngga dikirimin gas,” katanya.

    Fitri mengaku tidak tahu, mengapa gas sekarang langka.

    Penjual selalu mengatakan stok gas kosong, saat ia hendak membeli. Padahal kata dia gas elpiji merupakan kebutuhan vital masyarakat.

    “Butuh banget gas 3 kg karena praktis, dan bisa langsung beli ngga repot tapi malah susah sekarang,” katanya.

  • Larangan Pengecer Jual LPG Susahkan Rakyat Kecil, Pengamat Ekonomi: Harus Dibatalkan

    Larangan Pengecer Jual LPG Susahkan Rakyat Kecil, Pengamat Ekonomi: Harus Dibatalkan

    PIKIRAN RAKYAT – Larangan pengecer menjual Liquefied Petroleum Gas (LPG) atau elpiji tabung 3 kg dinilai menyusahkan rakyat kecil. Kebijakan ini justru berpotensi mematikan pedagang kecil karena menyusahkan konsumen untuk mendapatkan LPG 3 kg. Ini berbanding terbalik dengan komitmen Presiden Prabowo yang ingin berpihak pada rakyat kecil.

    “Selama ini pengecer merupakan pedagang dan warung-warung kecil untuk mengais pendapatan dengan berjualan LPG 3 kg. Larangan bagi pengecer menjual LPG 3 kg mematikan usaha mereka,” kata pengamat ekonomi Fahmy Radhi dalam keterangannya di Jakarta, Senin, 3 Februari 2025.

    Fahmi mengatakan, pelarangan tersebut bisa berdampak bagi wirausaha akar rumput. Mereka bisa saja kehilangan pendapatan. Efek buruknya, mereka kembali menjadi pengangguran dan terperosok menjadi rakyat miskin. 

    Fahmi meminta Presiden Prabowo menegur kebijakan yang dibuat oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia tersebut.

    “Kebijakan melarang pengecer menjual LPG 3 harus dibatalkan. Prabowo harus menegur Bahlil atas kebijakan blunder tersebut agar kebijakan serupa tidak terulang kembali,” tegasnya.

    Sementara itu, Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria mengatakan, kebijakan pemerintah melarang penjualan LPG 3 kg di tingkat pengecer dan hanya bisa dilakukan di pangkalan resmi yang terdaftar di Pertamina mulai 1 Februari 2024, tidak menjamin beban subsidi elpiji pemerintah berkurang.

    “Jika kebijakan tersebut dimaksudkan agar penyaluran elpiji subsidi tepat sasaran, maka seharusnya dilakukan dengan membuat peraturan yang tegas atas siapa yang berhak atas LPG bersubsidi, bukan hanya mengalihkan pengecer menjadi pangkalan resmi LPG subsidi,” katanya.

    Sofyano menilai, penetapan pengguna yang berhak atas LPG 3 kg sebagaimana diatur dalam Perpres 104 Tahun 2007 khusus untuk rumah tangga dan usaha mikro, justru terbaca abu-abu.

    Akhirnya pada penyaluran di tingkat bawah yakni pangkalan dan pengecer dipahami bahwa rumah tangga golongan apapun berhak membeli elpiji bersubsidi. 

    Di sisi lain, lanjut Sofyano, ketentuan pada Perpres 104 Tahun 2007 tentang Pengguna Usaha Mikro yang Boleh Menggunakan LPG 3 kg, dalam pelaksanaan di lapangan lebih dipahami bahwa usaha golongan menengah pun dianggap sebagai usaha mikro pula.

    “Oleh karenanya, hal utama yang harusnya dibenahi pemerintah adalah justru merevisi Perpres 104 Tahun 2007 khususnya terkait siapa pengguna yang berhak dan juga pengawasannya di lapangan,” ujarnya.

    Menurut Sofyano, persoalan utama yang dihadapi pemerintah terkait LPG subsidi pada dasarnya bukanlah soal distribusi atau penyaluran, juga tidak pula terkait soal harga eceran. 

    Buat pemerintah adalah lebih kepada meningkatnya beban subsidi LPG 3 kg serta yang berkaitan dengan meningkatnya kuota. Sulit mengatakan secara pasti sesuai ketentuan hukum bahwa LPG 3 kg dominan diselewengkan atau dinyatakan salah sasaran sepanjang ketentuan peraturannya dinilai abu abu seperti yang terjadi selama ini. 

    “Karenanya, saya melihat bahwa pengangkatan pengecer menjadi pangkalan resmi LPG subsidi tidak menjamin bahwa besaran subsidi elpiji pasti akan berkurang karena dianggap penyaluran bisa tepat sasaran,” kata Sofyano.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Bahlil Larang Pengecer Jual LPG 3 Kilogram, Adi Prayitno: Tega Benar ke Rakyat Kecil

    Bahlil Larang Pengecer Jual LPG 3 Kilogram, Adi Prayitno: Tega Benar ke Rakyat Kecil

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno, mendadak menyemprot Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia.

    Seperti diketahui, orang nomor satu di Kementerian ESDM itu melarang pedagang eceran untuk menjual tabung gas LPG 3 kilogram.

    Dikatakan Adi, kebijakan ini akan memberikan dampak negatif bagi pedagang kecil dan masyarakat bawah yang bergantung pada usaha tersebut.

    “Pedagang eceran diharamkan jual gas 3 kg. Eceran bisa jualan gas 3 KG tapi harus jadi pangkalan,” ujar Adi di X @Adiprayitno_20 (3/2/2024).

    Adi turut menyoroti pedagang eceran yang masih diperbolehkan menjual gas 3 kg jika mereka memiliki pangkalan.

    Namun, untuk mendirikan pangkalan tersebut membutuhkan modal yang besar dan tempat yang luas.

    “Bikin pangkalan susah, butuh modal gede, tempat luas, dan lain-lain,” cetusnya.

    Adi bilang, usaha eceran selama ini menjadi salah satu cara bagi pedagang kecil untuk bertahan hidup dengan modal terbatas.

    “Eceran itu buat modal usaha aja ngutang kanan kiri. Tempatnya juga sempit. Tega bener ke rakyat bawah,” tandasnya.

    Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi menanggapi keluhan masyarakat terkait kebijakan larangan penjualan elpiji 3 kilogram di pengecer.

    Ia menegaskan bahwa pemerintah akan terus memantau dan mengevaluasi kebijakan tersebut jika menimbulkan masalah di masyarakat.

    “Kita terus mengevaluasi kalau ada keluhan-keluhan atau ada problem-problem di masyarakat. Terima kasih, sekarang juga oleh media sosial itu juga banyak,” ujar Prasetyo di Jakarta, Sabtu (1/2/2025).

  • Bahlil Blak-blakan: Jujur Saja Ada yang Mainkan Harga Elpiji 3 Kg – Halaman all

    Bahlil Blak-blakan: Jujur Saja Ada yang Mainkan Harga Elpiji 3 Kg – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, terang-terangan mengungkapkan adanya permainan harga Elpiji 3 kilogram (kg) di masyarakat.

    Permainan itu membuat harga jual Elpiji 3 kg lebih tinggi dari seharusnya.

    “Laporan yang masuk ke kami ada yang mainkan harga, ini jujur saja.”

    “Harganya itu ke rakyat seharusnya tidak lebih dari Rp 5.000, Rp 6.000,” kata Bahlil dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (3/2/2025), dilansir Kompas.com.

    Bahlil mengatakan, ada pembelian Elpiji 3 kilogram dalam jumlah besar ke pengecer.

    Keadaan inilah yang membuat pemerintah melakukan pembatasan distribusi gas bersubsidi itu hanya sampai ke pangkalan.

    Bahlil menilai, pangkalan tabung gas masih bisa dikendalikan secara penuh oleh pemerintah.

    Oleh karena itu, dibuatlah aturan baru untuk mengatasi situasi ini.

    Penjualan Elpiji 3 kg di tingkat pengecer pun sementara dihentikan.

    Lebih lanjut, Bahlil juga telah meminta Pertamina untuk meningkatkan status pengecer yang telah mumpuni menjadi pangkalan.  

    Bahlil menyadari aturan ini awalnya akan menyulitkan masyarakat.

    Namun, ia berharap dirinya dapat diberikan waktu untuk membereskan masalah ini.  

    Pihaknya pun tetap menjamin ketersediaan gas tersebut.

    “Kita cari formulasi supaya ini diberikan ke saudara kita yang berhak.”

    “UMKM tetap dapat Elpiji dengan harga yang jauh lebih murah, karena banyak pemain yang mainkan harga,” sebut Bahlil.

    Selanjutnya, pemerintah akan terus melakukan pengawasan agar tak menyebabkan antrean panjang pembelian Elpiji 3 kg.

    “Lagi dibahas dan diawasi agar tidak terjadi antrean yang panjang.”

    “Nah, sekarang kita sedang berusaha pengecer ini jadi pangkalan langsung,” kata Bahlil, Senin.

    Para pengecer juga bisa mengajukan perubahan statusnya dari pengecer menjadi pangkalan gas elpiji 3 kg, jika syarat memenuhi.

    Setelah dianggap mumpuni, pemerintah nantinya akan memberi izin atas perubahan status tersebut.

    “Ini kan cuma status dari pengecer ke pangkalan, izin dikasih, justru kalau dia nggak mau, saya justru ada pertanyaan, ada apa,” ungkap Bahlil.

    Ketika ditanya awak media tentang berapa modal yang diperlukan untuk mengubah status pengecer menjadi pangkalan gas elpiji 3 kg, Bahlil enggan menjawab detailnya.

    Bahlil hanya menyebut memang dibutuhkan modal untuk menjadi pangkalan gas elpiji.

    “Masyaallah, Bro, masa bisnis untuk hajat orang banyak nggak pake modal Bro, sorry ye,” jawab Bahlil.

    Tentang jumlah modal, Bahlil tidak menjawab kepastiannya.

    Ia hanya menyebut bahwa dirinya bukan pengusaha.

    “Saya kan bukan pengusaha (saat ditanya jumlah modal),” jawab singkat Bahlil.

    (Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Faryyanida Putwiliani)(Kompas.com)