Tag: Bahlil Lahadalia

  • Menteri ESDM Pastikan Stok BBM Aman Selama Ramadan hingga Idulfitri

    Menteri ESDM Pastikan Stok BBM Aman Selama Ramadan hingga Idulfitri

    Kendari, Beritasatu.com – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memastikan stok bahan bakar minyak (BBM) tetap aman selama Ramadan hingga perayaan Idulfitri 1446 Hijriah/2025 Masehi.

    “Alhamdulillah, hingga saat ini cadangan BBM kita berada dalam kisaran 17 hingga 21 hari, jadi tidak ada kendala. Ketersediaan pertalite, pertamax, maupun solar dalam kondisi aman,” ujar Menteri Bahlil saat melakukan kunjungan ke Baubau, Minggu (9/3/2025) dikutip dari Antara. 

    Dalam inspeksi tersebut, Menteri ESDM didampingi oleh perwakilan dari Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) serta Pertamina. Ia juga melakukan pengecekan kualitas BBM, khususnya perbedaan antara RON 90 dan RON 92, guna memastikan ketersediaan dan pemahaman masyarakat terkait jenis bahan bakar tersebut.

    “Saya telah meminta Patra Niaga agar setiap SPBU menyediakan contoh perbedaan antara RON 90 dan RON 92, sehingga masyarakat dapat memahami perbedaan spesifikasi kedua jenis BBM tersebut,” jelasnya.

    Menteri Bahlil juga menegaskan masyarakat tidak perlu khawatir terhadap kualitas BBM yang dijual. Ia menjelaskan RON 90 merupakan BBM bersubsidi, sementara RON 92 mengikuti harga pasar, yang berarti akan mengalami kenaikan atau penurunan seiring dengan fluktuasi harga minyak dunia.

    “Jika harga minyak naik, RON 90 tetap pada harga yang telah ditetapkan oleh Pertamina dan pemerintah. Sementara itu, RON 92 akan menyesuaikan harga pasar, bisa naik atau turun tergantung kondisi global,” paparnya.

    Selain stok BBM, Bahlil juga memastikan stok biodiesel B40 serta solar mencukupi hingga perayaan Idulfitri, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir akan ketersediaannya.

    Bahlil menambahkan Terminal BBM di Baubau memiliki peran penting sebagai pemasok bahan bakar untuk wilayah Sulawesi, Maluku, serta menjadi cadangan bagi Bima, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan beberapa daerah lainnya.

    “Setelah saya melihat langsung, ternyata peran TBBM Baubau ini sangat krusial. Saya sangat mengapresiasi keberadaannya untuk memastian stok BBM aman,” ujar Bahlil.

  • Borok Terbongkar di Era Prabowo: Elpiji Langka, Pertamax Dioplos, Kini Isi MinyaKita Disunat – Halaman all

    Borok Terbongkar di Era Prabowo: Elpiji Langka, Pertamax Dioplos, Kini Isi MinyaKita Disunat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sederet borok yang menjadi masalah rakyat Indonesia terbongkar di era Presiden Prabowo Subianto.

    Seperti di antaranya permainan harga elpiji hingga menyebabkan kelangkaan, korupsi di tata kelola minyak mentah hingga terkuak dugaan Pertamax oplosan.

    Kini giliran isi minyak goreng bermerek “Minyakita” disunat.

    Aksi curang mengurangi takaran minyak goreng merek Minyakita ini dibongkar Menteri Pertanian RI (Mentan) Andi Amran Sulaiman saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) ketersediaan sembilan bahan pokok di Pasar Jaya Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Sabtu (8/3/2025).

    Ia menemukan isi minyak goreng Minyakita kemasan 1 liter disunat menjadi 750 sampai 800 mililiter (mL).

    “Kami turun langsung ke pasar untuk memastikan pasokan dan kualitas pangan, salah satunya minyak goreng bagi masyarakat, tetapi justru menemukan pelanggaran.”

    “Ini merupakan pelanggaran serius, Minyakita kemasan yang seharusnya berisi 1 liter ternyata hanya memiliki volume 750 hingga 800 mililiter,” ujar Amran dalam keterangannya, Sabtu.

    Perbuatan ini, kata Amran, tidak bisa ditoleransi.

    Diketahui, Minyakita diproduksi oleh tiga badan usaha yakni PT AEGA, koperasi KTN, dan PT TI.

    Pihaknya pun meminta perusahaan diproses hukum dan ditutup.

    Selain mengetahui penyunatan isi Minyakita, Amran juga menemukan tindak kecurangan lainnya.

    Ia menemukan harga jual Minyakita lebih mahal dari Harga Eceran Tertinggi (HET).

    Minyak ini dijual sampai Rp 18.000 per liter, padahal di kemasan tertulis HET Rp 15.700 per liter.

    Kini, pihaknya telah berkoordinasi dengan Satgas Pangan dan Bareskrim Polri untuk menindak dan memberi hukuman terkait adanya pelanggaran.

    “Kita tidak boleh membiarkan praktik semacam ini terus terjadi.”

    “Pemerintah berkomitmen untuk melindungi kepentingan masyarakat,” tegas Amran.

    Elpiji Langka

    Awal Februari 2025 lalu, elpiji dengan ukuran 3 kg mendadak hilang di tingkat pengecer.

    Akibatnya, sejumlah warga terutama di wilayah Jakarta dan sekitarnya harus mengantre demi bisa membeli elpiji 3 kg.

    Bahkan, kabarnya seorang ibu rumah tangga, Yonih (62), warga kawasan jalan Beringin, Pamulang Barat, Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Banten meninggal dunia pada Senin (3/2/2025), diduga karena kelelahan usai mengantre elpiji.

    Kelangkaan elpiji diduga karena pemerintah tengah menerapkan sistem pengelolaan baru.

    Para pengecer pun dilarang untuk menjual gas elpiji 3 kg karena pembelian hanya bisa dilakukan di pangkalan atau penyalur resmi Pertamina.

    Tidak lama setelah disampaikan ke publik, aturan itu sekejap dibatalkan.

    Menteri ESDM Bahlil Lahadalia buka suara, ia mengaku pembaharuan pengelolaan jual beli elpiji 3 kg dilakukan karena adanya permainan harga Elpiji 3 Kg di masyarakat.

    “Laporan yang masuk ke kami ada yang mainkan harga, ini jujur saja.”

    “Harganya itu ke rakyat seharusnya tidak lebih dari Rp 5.000, Rp 6.000,” kata Bahlil dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (3/2/2025).

    Pertamax Dioplos

    Tidak lama setelah kasus langkanya gas elpiji 3 kg itu, awal Maret 2025 muncul isu BBM jenis Pertamax dioplos.

    Hal itu berawal dari penyidikan Kejaksaan Agung terhadap kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.

    Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Dirut Pertamina Simon Aloysius Mantiri mengatakan, pengoplosan Pertamax diduga dilakukan di tahun 2023.

    Burhanuddin menegaskan bahwa tindakan mengoplos BBM jenis Pertalite atau Premium dengan Pertamax ini tak dilakukan oleh PT Pertamina.

    Namun dilakukan oleh segelintir oknum yang saat ini sudah dinyatakan sebagai tersangka kasus korupsi Pertamina.

    Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan sembilan orang sebagai tersangka dan mereka sudah ditahan.

    Burhanuddin mengatakan, saat ini BBM jenis Pertamax yang beredar di masyarakat bukan oplosan.

    Untuk itu masyarakat diminta tak khawatir menggunakan BBM jenis Pertamax.

    (Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Wahyu Gilang Putranto/Hasanudin Aco)

  • Setelah Elpiji Langka dan Pertamax ‘Dioplos’, Kini MinyaKita Disunat Isinya – Halaman all

    Setelah Elpiji Langka dan Pertamax ‘Dioplos’, Kini MinyaKita Disunat Isinya – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA –  Dua kebutuhan penting rakyat sempat menimbulkan kehebohan di tengah masyarakat.

    Yakni soal elpiji 3 kg dan BBM Pertamax.

    Setelah kasus elpiji dan Pertamax ‘berlalu’, muncul kasus lain.

    Yakni soal minyak goreng murah MinyaKita yang isinya dikurangi ‘disunat’ diduga dilakukan produsen.

    Berikut informasinya selengkapnya dirangkum Tribunnews.com, Minggu (9/3/2025):

    Elpiji 3 Kg Langka

    Awal Februari 2025 lalu, elpiji 3 kg seperti mendadak hilang di tingkat pengecer.

    Antrean warga membeli elpiji 43 kg terjadi di sejumlah daerah terutama di wilayah Jakarta dan sekitarnya.

    Bahkan seorang ibu rumah tangga, Yonih (62), warga kawasan jalan Beringin, Pamulang Barat, Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Banten meninggal dunia pada Senin (3/2/2025), diduga karena kelelahan usai mengantre elpiji.

    Kelangkaan elpiji diduga sistem baru yang ditetapkan pemerintah.

    Menteri ESDM Bahlil Lahadalia buka suara.

    Para pengecer dilarang untuk menjual gas elpiji 3 kg karena pembelian hanya bisa dilakukan di pangkalan atau penyalur resmi Pertamina.

    Namun aturan itu dibatalkan.

    Menteri ESDM  malah terang-terangan mengungkapkan adanya permainan harga Elpiji 3 Kg di masyarakat.

    “Laporan yang masuk ke kami ada yang mainkan harga, ini jujur saja. Harganya itu ke rakyat seharusnya tidak lebih dari Rp 5.000, Rp 6.000,” kata Bahlil dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (3/2/2025), dilansir Kompas.com.

    Isu Pertamax Dioplos

    Awal Maret 2025 ini, BBM jenis Pertamax diisukan dioplos.

    Hal itu berawal dari penyidikan Kejaksaan Agung terhadap  kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.

    Namun Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Dirut Pertamina Simon Aloysius Mantiri menggelar konferensi pers khusus pada Kamis (6/3/2025) membantah Pertamax dioplos saat ini.

    Jaksa agung mengatakan Pertamax dioplos tahun 2023 lalu namun yang beredar di masyarakat saat ini bukan oplosan.

    Burhanuddin menegaskan bahwa tindakan mengoplos BBM jenis Pertalite atau Premium dengan Pertamax ini tak dilakukan oleh PT Pertamina.

    Namun dilakukan oleh segelintir oknum yang saat ini sudah dinyatakan sebagai tersangka kasus korupsi Pertamina dan sudah ditahan.

    Direktur Utama PT Pertamina Persero, Simon Aloysius Mantiri menyatakan, pihaknya tengah melakukan introspeksi atau perbaikan diri usai adanya kasus korupsi impor minyak mentah dalam hal ini untuk produk BBM jenis Pertamax.

    Kata dia, introspeksi diri itu perlu dilakukan agar tata kelola yang dilakukan perusahaan bisa menjadi lebih baik ke depan.

    MinyaKita isinya disunat

    Kini minyak goreng murah MinyaKita yang isinya disunat.

     MinyaKita  yang kemasan satu liter ternyata hanya terisi 750-800 mililiter.

    Hal itu terbukti saat Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Pasar Jaya Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Sabtu (8/3/2025).

    Selain volumenya yang tak sesuai, harganya juga melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp 15.700 per liter.

    Amran mengatakan harganya mencapai Rp 18 ribu per liter.

    “Kami temukan Ini MinyaKita dijual Rp 18 ribu. Kemudian isinya tidak 1 liter, hanya 750 sampai 800 mililiter,” kata Amran ketika diwawancara di lokasi.

    Amran meminta agar produsen Minyakita yang tak sesuai ini diproses.

    Salah satu produsen Minyakita tersebut adalah PT Artha Eka Global Asia.

    “Ada PT-nya ini, PT Artha Eka Global Asia, kami minta diproses. Kalau terbukti, ditutup. Kami minta diproses. Bila terbukti, [perusahaannya] disegel, ditutup,” ujar Amran.

    “Ini merugikan rakyat Indonesia, merugikan masyarakat yang sedang melaksanakan ibadah puasa,” ucapnya.

    Selain PT Artha Eka Global Asia, dua produsen  lain disinggung adalah  Koperasi Produsen UMKM Koperasi Terpadu Nusantara (KTN), dan PT Tunasagro Indolestari. 

    Amran mengingatkan para pelaku usaha untuk menaati regulasi yang berlaku. 

    Ia menegaskan bahwa pemerintah akan terus melakukan sidak dan memastikan produk pangan yang beredar di pasaran sesuai standar yang telah ditetapkan.

    Dalam sidak tersebut, Mentan Amran didampingi oleh Penyidik Madhya Pideksus Bareskrim Polri, Kombes Pol Burhanuddin. 

    Ia memastikan bahwa pihak kepolisian akan segera menindaklanjuti temuan ini sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

    “Kami dari Bareskrim Mabes Polri hari ini mendampingi Bapak Mentan Amran dalam sidak di Pasar Jaya Lenteng Agung. Kami akan melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait temuan ini dan segera menindaklanjuti sesuai aturan hukum yang berlaku,” ujar Kombes Burhanuddin.

    Dengan adanya temuan ini, pemerintah memastikan akan terus memperketat pengawasan terhadap distribusi minyak goreng di seluruh wilayah.

    Masyarakat juga diimbau untuk lebih teliti saat membeli minyak goreng dan segera melaporkan jika menemukan produk yang tidak sesuai dengan ketentuan.

    Penulis: Endrapta/Aco

  • 2 Hal Jadi Sorotan Guru Besar FH UI soal Disertasi Bahlil: Karena Segelintir Orang, Kami Tercederai – Halaman all

    2 Hal Jadi Sorotan Guru Besar FH UI soal Disertasi Bahlil: Karena Segelintir Orang, Kami Tercederai – Halaman all

    TRIBUNNEWS.com – Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), Sulistyowati Irianto, menyoroti dua hal terkait keputusan kampusnya mengenai disertasi Menteri Energi, Sumber Daya, dan Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia.

    Hal pertama, Sulistyowati mempertanyakan keputusan UI yang meminta Bahlil merevisi disertasinya, alih-alih membatalkan.

    Padahal, kata Sulistyowati, telah ditemukan kecurangan dalam proses pembuatan disertasi Bahlil.

    Bahlil diketahui menggunakan data organisasi Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) untuk disertasinya yang berjudul “Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia”.

    “Pertama, saya ingin bertanya, di mana di seluruh dunia, disertasi yang sudah diuji di depan publik, kemudian setelahnya diketahui ada kecurangan-kecurangan, lalu boleh direvisi. Itu presedennya di dunia mana?” kata Sulistyowati, dikutip dari YouTube KompasTV, Minggu (9/3/2025).

    Ia mengatakan pelanggaran dalam disertasi Bahlil dan keputusan UI yang meminta sang Menteri merevisi, sangat melukai martabat kampus dan seluruh sivitas akademika.

    POLEMIK DISERTASI BAHLIL – Potret Guru Besar FH UI, Sulistyowati Irianto, dan Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia. Pada Jumat (7/3/2025), UI mengumumkan sanksi terhadap Bahlil terkait disertasi miliknya yang dianggap melanggar secara etik akademik. Bahlil diminta memperbaiki disertasinya dan menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh civitas akademik UI. Namun, keputusan UI itu dipertanyakan oleh Sulistyowati. Ia menilai pelanggaran terkait disertasi Bahlil adalah kejadian luar biasa. (Facebook Sulistyowati Irianto/Tribunnews.com Taufik Ismail)

    Sebab, karena perbuatan oknum-oknum terkait, nama UI menjadi tercoreng.

    “Kedua, ini kan sungguh melukai martabat UI dan kami semua sebagai civitas akademiki. Karena perbuatan segelintir orang, kami tercederai,” lanjutnya.

    Di sisi lain, Sulistyowati menganggap wajar adanya revisi untuk sebuah disertasi.

    Namun, Sulistyowati mengingatkan permintaan revisi itu disampaikan sebelum sidang promosi.

    Ia menegaskan, ketika sudah selesai sidang promosi, permintaan revisi disertasi tidak lagi bisa dilakukan,  meskipun hanya terkait kesalahan pengetikan.

    “Memperbaiki disertasi adalah hal yang biasa sekali. Jadi itu kan prosesnya panjang, ada berbagai tahap dan selalu ada perbaikan-perbaikan. Biasanya perbaikan yang paling besar itu di ujian pra-promosi.”

    “Jadi, ketika ujian, disertasi sudah bersih. Kalaupun ada typo-typo kecil, nggak bisa kita minta (revisi) lagi karena sudah promosi,” kata Sulistyowati.

    UI Minta Bahlil Perbaiki Disertasi dan Minta Maaf

    Sebelumnya, UI mengumumkan keputusan yang diambil mengenai disertasi Bahlil Lahadalia.

    Lima pihak, termasuk Bahlil, dijatuhi sanksi pembinaan buntut pelanggaran akademik dan etik dalam proses pembuatan disertasi Menteri ESDM tersebut.

    Lima pihak itu adalah promotor, co-promotor, Direktur dan Kepala Program Studi Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI), serta Bahlil.

    Keputusan ini diambil berdasarkan kesepakatan empat organ besar UI, yaitu Senat Akademik Universitas, Dewan Guru Besar (DGB) UI, Badan Penjaminan Mutu Akademik, serta tim khusus peningkatan mutu akademik SKSG.

    “Pembinaan kepada promotor, co-promotor, Direktur, Kepala Program Studi, dan juga mahasiswa yang terkait,” kata Rektor UI, Heri Hermansyah, dalam jumpa pers di Fakultas Kedokteran (FK) UI, Jakarta, Jumat (7/3/2025).

    “Pembinaan sesuai tingkat pelanggaran akademik dan etik yang dilakukan, proporsional, secara objektif,” imbuh dia.

    Lebih lanjut, Heri mengatakan, sanksi pembinaan itu berupa penundaan kenaikan pangkat untuk empat pihak, selain Bahlil, hingga mewajibkan meminta maaf kepada civitas akademik UI.

    “Pembinaan ini dilakukan mulai dari penundaan kenaikan pangkat untuk jangka waktu tertentu.”

    “Pembinaan permohonan maaf kepada pada civitas akademik UI, dan juga peningkatan kualitas disertasi serta publikasi ilmiah,” urai Heri.

    Sementara itu, Bahlil diminta merevisi disertasinya yang berjudul “Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia”.

    Perbaikan disertasi Bahlil nantinya akan ditentukan oleh promotor dan co-promotor mengenai ketentuan dan substansinya.

    “Perbaikan disertasi sesuai dengan ketentuan dan isi substansi yang nanti ditentukan oleh promotor dan co-promotor,” jelas Humas UI, Arie Afriansyah, dalam kesempatan yang sama.

    Selain sanksi yang disebutkan di atas, pihak-pihak tersebut, juga dijatuhi sanksi bersifat individual.

    Tetapi, Arie belum bisa membeberkan sanksi apa yang akan dijatuhkan kepada lima pihak tersebut.

    Sebab, ia belum melihat Surat Keputusan (SK) terkait sanksi.

    “SK tersebut adalah bersifat individual, dan itu akan disampaikan ke masing-masing pihak yang terkait.”

    “Dan itu seperti yang disampaikan Pak Rektor tadi akan berbeda-beda satu dengan yang lainnya,” ujar Arie.

    “Saya sendiri belum melihat SK tersebut, jadi saya tidak bisa mendetailkan siapa dapat apa dan segala macam.”

    “Tapi, yang secara umum saya sampaikan seperti itu. Dan kalau untuk permintaan maaf, ya jelas tadi yang diminta adalah pihak-pihak terkait,” katanya.

    (Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Fersianus Waku/Igman Ibrahim)

  • Refleksi Moral Kritis atas Kisruh Disertasi Bahlil Lahadalia

    Refleksi Moral Kritis atas Kisruh Disertasi Bahlil Lahadalia

    Refleksi Moral Kritis atas Kisruh Disertasi Bahlil Lahadalia
    Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.
    SEBAGAI
    mantan mahasiswa strata tiga, terkadang saya geli sendiri melihat apa yang sedang terjadi dengan perguruan tinggi kita, terutama terkait kontroversi yang sedang terjadi antara
    Universitas Indonesia
    (UI) dan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.
    Di satu sisi, muncul pertanyaan, bagaimana mungkin perguruan tinggi sekelas Universitas Indonesia bisa masuk ke dalam pusaran masalah yang cukup memalukan seperti itu?
    Dan mengapa berani-beraninya tokoh sekelas Bahlil berlaku demikian setelah menjadi mahasiswa strata tiga Universitas Indonesia, seolah-olah beliau menjadi satu-satunya orang di Indonesia yang mampu bertindak di luar etika akademis superketat yang selama ini diterapkan di UI?
    Sehingga yang terlihat akhirnya seolah-olah UI adalah mahasiswa dari Bahlil Lahadalia, bukan sebaliknya.
    Pertanyaan semacam itu lahir karena status dan
    prestise The Yellow Jacket
    yang selama ini memang sangat dihormati.
    Tak diragukan lagi, Universitas Indonesia adalah salah satu perguruan tinggi yang selama ini menjadi etalase pendidikan tinggi Indonesia sekaligus menjadi kebanggaan tidak saja oleh alumninya, tapi juga masyarakat Indonesia.
    Tentu kasus ini bukan yang pertama, karena beberapa waktu sebelumnya juga pernah terjadi kontroversi di mana rangkap jabatan yang diemban Rektor UI menyuluk kemarahan publik.
    Namun, harus diakui bahwa kasus kali ini cukup menyakitkan bagi kita semua sebagai orang Indonesia.
    Selain proses ilmiah (
    scientific process
    ) untuk disertasi di UI yang selama ini sangat “dikagumi” sekaligus “ditakuti”, kasus kali ini juga terasa seolah-olah telah mencoreng harkat dan martabat perguruan tinggi di seluruh Indonesia, mengingat UI adalah kiblat dari hampir semua universitas negeri yang ada di bumi ibu pertiwi.
    Pada ranah inilah kasus ini menjadi kasus yang sangat menyakitkan bagi kita semua.
    Mengomentari masalah Bahlil dan UI ini, pada awalnya, saya sempat berpikir dan berkeinginan untuk mengusulkan agar program studi kajian strategis di mana Bahlil sedang berupaya untuk mendapatkan gelar doktoralnya agar dibekukan saja terlebih dahulu oleh pihak rektorat, tanpa harus membatalkan gelar yang sudah didapat alumni-alumni program studi ini.
    Namun, tampaknya langkah tersebut agak kurang tepat, boleh jadi juga kurang bijak, karena akan berpengaruh terhadap “existing students” di program studi tersebut yang telah berjuang secara jujur dan ekstra keras untuk menyelesaikan perkuliahan di satu sisi dan tak “tahu menahu” dengan urusan Bahlil ini di sisi lain.
    Namun demikian, evaluasi kritis, keras, dan tegas atas program studi tersebut harus dilakukan.
    Karena kasus ini diduga tidak saja melibatkan oknum-oknum di UI yang bisa jadi telah menawarkan peluang “khusus” kepada Bahlil, tentu diduga bersama dengan Bahlil sendiri, yang telah menyetujui “paket deal” yang ditawarkan, tapi juga sebenarnya secara tak langsung juga melibatkan program studi yang telah membiarkan proses “unconditional” untuk Bahlil dalam maraih gelar doktoral di sana.
    Sehingga, bagaimanapun, evaluasi secara sistematis harus dilakukan alias tidak sekadar forum rapat majelis guru besar beserta dengan penyampaian sikapnya.
    Pertama, untuk memastikan apakah hanya Bahlil dan “promotornya” yang melakukan kecurangan tersebut, atau justru sudah menjadi praktik yang lazim di program studi kajian strategis UI?
    Tanpa evaluasi menyeluruh dan transparansi atas hasil evaluasi tersebut kepada publik, tentu tak ada yang benar-benar mengetahui seperti apa praktik pendidikan dalam upaya mengejar gelar doktoral di program studi kajian strategis tersebut berlangsung dan tak ada jaminan ke depan hal serupa tidak akan terjadi lagi.
    Ada sangat banyak manusia di Indonesia, mulai dari yang kaya sampai berkuasa, sangat ingin menyandang gelar dari universitas sekaliber Universitas Indonesia.
    Kedua, jika memang kasus ini kasuistis, asumsikan saja demikian, di mana cuma terjadi pada kali ini, maka sanksi harus diberikan secara tegas dan keras kepada para pihak yang terlibat di dalamnya.
    Sanksi tidak saja kepada promotor dan guru-guru besar yang terlibat, tapi juga kepada mahasiswa yang sedang tersangkut kasus ini dan para “middle man” di lingkungan kampus UI yang boleh jadi ada juga yang telah menyukseskan kesepakatan paket
    deal
    antara kedua belah pihak.
    Dan ketiga, sanksi kepada promotor pun co-promotor semestinya tidak sekadar sanksi “basa-basi” dengan memberhentikan mereka sebagai “promotor” dan “co-promotor”.
    Sanksi semacam itu sangat tidak etis secara akademik, apalagi bagi UI yang memiliki standar dan etika akademik berkelas “tauladan” selama ini di Indonesia.
    Jabatan publik lain yang diemban oleh promotor dan co-promotor di lingkungan kampus UI sejatinya harus dilepaskan di satu sisi dan
    track record
    -nya di dunia akademik perlu dievaluasi, karena berpotensi mengandung “cacat” yang sama di waktu-waktu terdahulu.
    Bahkan jika perlu, promotor dan co-promotor dilepaskan dulu dari kewajiban mengajar, agar hal yang sama dengan motif dan modus operandi yang lebih “canggih” tidak terjadi lagi di program studi terkait.
    Keempat, hal serupa semestinya diberlakukan juga kepada mahasiswanya. Pertama, sanksi berupa keharusan untuk mengulang kembali perkuliahan dari awal tidaklah cukup, dan sangat tidak sesuai dengan reputasi dan kredibilitas UI yang telah terlanjur tercoreng.
    Kedua, bahkan jika program studi kajian strategis ingin tetap diakui bonafiditas dan kredibilitasnya, mahasiswa tersebut sejatinya tidak boleh lagi melakukan perkuliahan di program studi tersebut karena telah dengan sengaja melakukan kecurangan yang berujung mencoreng nama baik dan reputasi program studi dan UI sebagai lembaga pendidikan tinggi terpandang.
    Saya cukup yakin, jika UI bersedia melakukan ini, maka UI tidak saja akan dianggap telah berhasil membuktikan standar tinggi dalam etika akademis-scientifiknya, tapi juga telah membuktikan bahwa UI tidak takut alias bernyali menegakkan hal yang “benar” kepada seorang mahasiswa berlatar penguasa, yakni ketua partai politik besar sekaligus menteri di dalam pemerintahan yang sedang berkuasa.
    Dengan kata lain, UI akan membuktikan lebih dari yang dibutuhkan karena keberaniannya untuk menunjukkan kebijakan dan sikap tegas kepada Bahlil sebagai mahasiswa.
    Namun, jika sampai UI dan program studi terkait tidak bersedia melakukan itu, justru reputasi UI dan program studi terkait akan semakin dipertanyakan publik, karena akan dianggap ada “potensi”
    deal-deal
    terselubung di antara UI dan majelis guru besarnya dengan Bahlil yang notabene adalah bagian dari penguasa saat ini.
    Bukan saja reputasi dan kredibilitas program studi doktoral kajian strategis yang akan semakin tersudutkan, bahkan akan semakin terpuruk, tapi juga UI dan dunia pendidikan tinggi kita secara keseluruhan, mengingat betapa krusial dan strategisnya posisi UI selama ini di negeri ini.
    Pun bagi mahasiswanya, tepatnya bagi Bahlil sendiri, dalam hemat saya, sebaiknya disudahi saja ambisi untuk tetap mendapatkan gelar doktoral dari program studi yang sama di UI.
    Memulai kembali dari awal di program studi lain, atau bahkan di perguruan tinggi lain, bisa menjadi pilihan yang lebih masuk akal dan realistis, dengan proses yang benar dan baik tentunya sedari awal.
    Bahkan jika saya berandai-andai bahwa saya adalah seorang Bahlil, yang sedang menjabat sebagai menteri sekaligus sebagai ketua umum partai politik besar nan teknokratis, selain minta maaf kepada publik dan kepada UI sebagai tanda pengakuan bersalah, saya tentu akan mundur secara teratur setelah itu dari UI.
    Toh sudah punya jabatan mentereng, banyak harta, pengaruh politik yang tak diragukan lagi, terjaminnya masa depan dan seterusnya, di mana semua capaian tersebut belum tentu bisa dicapai oleh lulusan doktoral dari jurusan yang sama.
    Artinya, saya akan tetap merasa hebat, meskipun sudah bukan lagi menjadi bagian dari program studi terkait.
    Dengan kata lain, di sini saya ingin mengatakan bahwa sebenarnya Bahlil tidak terlalu membutuhkan legitimasi berupa gelar doktoral itu, karena sudah mencapai banyak hal yang belum tentu diraih oleh alumni-alumni program studi tersebut.
    Jika Bahlil mau, bahkan bisa menjejerkan para guru besar di UI untuk menjadi staf ahli dan staf khususnya di Kementerian ESDM, tanpa harus menyandang gelar doktor sekalipun.
    Tapi entahlah. Tentu itu semua adalah perspektif yang saya asumsikan saat berada di posisi Bahlil saat ini. Jelas pandangan tersebut berbeda dengan sikap Bahlil saat ini terkait dengan kasus yang sedang melandanya sebagai mahasiswa doktoral UI.
    Dan sikap Bahlil beserta dengan sikap sivitas akademika UI yang telah mengevaluasi kasus ini akhirnya telah kita saksikan.
    Kebijakan dan sikap kedua belah pihak semakin meyakinkan kita sebagai masyarakat Indonesia yang pernah sangat bangga dengan UI, mulai belajar mengendorkan ekspektasi dan melandaikan “sikap respect” terhadap UI, dengan sangat berat hati tentunya.
    Pendeknya, sebelum saya mengakhiri tulisan ini, saya ingin mengatakan bahwa kasus “disertasi” Bahlil yang telah menimbulkan respons pesimistis publik kepada UI tidak saja membuat kita sadar bahwa dunia pendidikan tinggi kita bukan hanya masih menyimpan begitu banyak masalah teknis, tapi juga “menyembunyikan” banyak masalah moral yang membuat kita semakin sadar bahwa kita belum terlalu bisa berharap banyak kepada perguruan tinggi untuk menyelesaikan berbagai persoalan moral di negeri ini.
    Padahal moral adalah masalah fundamental yang harus di-
    address
    oleh perguruan tinggi pada khususnya dan dunia pendidikan pada umumnya.
    “To educate a man in mind and not in morals is to educate a menace to society,” kata Theodore Roosevelt.
    Pendidikan yang tidak didasarkan kepada moralitas biasanya memang akan melahirkan lulusan-lulusan yang akan menjadi perusak masyarakat, mulai dari koruptor, manipulator, penginjak-injak hak asasi rakyat, pembohong berkedok politik, kontraktor berkelakuan “tuan tanah”, nasionalis bermotif penjajah, profesor penjual ijazah, dan banyak lagi penista moralitas lainnya.
    Karena itulah mengapa Theodore atau Teddy Roosevelt meletakkan moralitas pada posisi yang sangat fundamental di dalam pendidikan.
    Lantas, begaimana jika institusi pendidikan seperti perguruan tinggi justru sudah tidak lagi menjadikan moralitas sebagai fundamental dari tujuan pendidikan yang ingin mereka capai?
    Bagaimana jika perguruan tinggi sudah terbiasa memandang pendidikan sebagai sesuatu proses transaksional atau jual beli, di mana mahasiswa yang memiliki sumber daya lebih bisa membeli apapun dan siapapun di dalam perguruan tinggi untuk mendapatkan gelar dari perguruan tinggi tersebut? Jawabanya adalah bahwa itulah Indonesia hari ini. Cukup miris, bukan!
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Harga LPG 3 Kg, 5,5 & 12 Kg di Pangkalan, Berlaku Minggu 9 Maret 2025

    Harga LPG 3 Kg, 5,5 & 12 Kg di Pangkalan, Berlaku Minggu 9 Maret 2025

    Jakarta, CNBC Indonesia – Harga Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 kilogram (kg) di pengecer sewajarnya berada di level Rp 19.000 per tabung. Hal ini sempat dikatakan langsung oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia.

    Ia sempat mengatakan bahwa, negara telah menggelontorkan subsidi LPG 3 kg sebesar Rp 12.000 hingga Rp 13.000 per tabung. Harga dari agen ke pangkalan seharusnya sekitar Rp 16.000, lalu sampai ke pengecer maksimal Rp 19.000 per tabung.

    Lantas, berapa harga LPG di pasaran?

    Berdasarkan hasil penelusuran CNBC Indonesia di lapangan, berbagai pangkalan atau agen yang tersebar di wilayah Tangerang Selatan sudah memberlakukan harga jual tertinggi LPG 3 kg Rp 19 ribu per tabung seperti yang sudah ditetapkan HET (harga eceran tertinggi) di Tangerang Selatan.

    Salah satunya, di agen LPG Toko Lagiman Pamulang, Tangerang Selatan. HET LPG 3 kg di pangkalan LPG tersebut sebesar Rp 19 ribu per tabung sesuai dengan arahan pemerintah. “Belum berubah, masih Rp 19 ribu (per tabung),” ujar penjaga toko tersebut, dikutip Sabtu (8/3/2025).

    Selain itu, Pangkalan LPG 3 kg Toko Windi Ciater, Tangerang Selatan juga hingga saat ini masih memberlakukan harga jual LPG 3 kg sebesar Rp 19 ribu per tabung.

    “Kalau di sini masih sama. Masih Rp 19 ribu (per tabung). Nggak (naik),” kata penjaga toko tersebut, dikutip Sabtu (8/3/2025).

    Harga di pengecer/sub pangkalan

    Kondisi berbeda terpantau pada harga LPG yang dijual di tingkat pengecer atau sub pangkalan resmi LPG 3 kg. Khusus wilayah Tangerang Selatan, harga LPG 3 kg tingkat pengecer dibanderol mencapai Rp 20-22 ribu per tabung.

    Misalnya di pengecer LPG Toko Jejen, harga LPG 3 kg yang dijual Rp 20 ribu per tabung. Dengan layanan antar jemput tabung gas, LPG 3 kg dihargai Rp 22 ribu per tabungnya.

    “Rp 20 ribu kalau ambil sendiri, diantar Rp 22 ribu (per tabung),” kata penjaga toko itu, dikutip Sabtu (8/3/2025).

    Bagaimana dengan harga LPG non subsidi?

    Harga jual LPG non subsidi di pasaran saat ini terpantau stabil. Pada Toko Jejen, Tangerang Selatan, menjual LPG 5,5 kg seharga Rp 110 ribu per tabung, sedangkan LPG 12 kg seharga Rp 210 ribu per tabung.

    Berikut daftar harga LPG non subsidi untuk tabung 5,5 kg dan 12 kg di tingkat agen resmi Pertamina, termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN), berlaku sejak 22 November 2023.

    Harga jual LPG Non PSO Rumah Tangga di tingkat Agen di luar radius 60 km dari lokasi Filling Plant adalah harga jual di tingkat Agen di bawah ini ditambah dengan biaya angkutan/ ongkos kirim.

    Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah:

    LPG 5,5 kg: Rp 94.000
    LPG 12 kg: Rp 194.000

    Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara:

    LPG 5,5 kg: Rp 97.000
    LPG 12 kg: Rp 202.000

    Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat:

    LPG 5,5 kg: Rp 90.000
    LPG 12 kg: Rp 192.000

    Kalimantan Utara:
    LPG 5,5 kg: Rp 107.000
    LPG 12 kg: Rp 229.000

    Maluku, Papua:
    LPG 5,5 kg: Rp 117.000
    LPG 12 kg: Rp 249.000.

    (pgr/pgr)

  • UI Hanya Minta Bahlil Revisi Disertasi, Tokoh NU ‘Meradang’, Arief Poyuono: Jangan Anggap Universitas Terbaik

    UI Hanya Minta Bahlil Revisi Disertasi, Tokoh NU ‘Meradang’, Arief Poyuono: Jangan Anggap Universitas Terbaik

     

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Eks Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono mengkritik langkah Universitas Indonesia yang hanya meminta Menteri ESDM Bahlil Lahadalia untuk melakukan revisi disertasi. 

    “Di pertemuan terbatas empat organ UI, kemudian memutuskan untuk melakukan pembinaan (perbaikan) kepada promotor, ko promotor, direktur, kaprodi, dan mahasiswa terkait sesuai dengan tingkat pelanggaran akademis dan dan etik yang dilakukan secara proporsional,” kata Rektor UI Heri Hermansyah, Jumat, (7/3/2025). 

    Diketahui sebelumnya bahwa Bahlil Lahadalia telah meraih gelar dokter dalam program studi Kajian Strategik dan Global Universitas Indonesia. Bahlil lulus dengan predikat Cumlaude dalam waktu 1 tahun 8 bulan.

    Adapun sidang terbuka promosi doktor Bahlil dilakukan pada Rabu, (16/10/2024).

    Bahlil juga diketahui mengikuti program doktoral di Sekolah Kajian Strategik dan Global (SKSG) UI.

    Namun karena adanya isu plagiat atas disertasinya, sehingga seorang warganet mencoba mengecek disertasi Bahlil menggunakan Turnitin.

    Hasil dari Turnitin menunjukkan jika similarity index disertasi Bahlil mencapai 95 persen dengan karya milik Mahasiswa asal UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

    Dengan bukti tersebut, UI memutuskan untuk menangguhkan kelulusan dokter Bahlil Lahadalia. Keputusan ini diambil UI setelah melaksanakan rapat koordinasi organ UI.

    Tak sedikit yang kontra dengan langkah UI sebagai salah satu Perguruan Tinggi Negeri terbaik di Indonesia tersebut.

    Salah satunya dari Arief Poyuono. “Kalau udah tahu jangan anggap UI itu universitas yang terbaik,” ujarnya melalui akun X pribadinya.

  • Soal Isu Plagiarisme Disertasi Menteri Bahlil, Ini Jawaban 2 Guru Besar

    Soal Isu Plagiarisme Disertasi Menteri Bahlil, Ini Jawaban 2 Guru Besar

    Soal Isu Plagiarisme Disertasi Menteri Bahlil, Ini Jawaban 2 Guru Besar
    Tim Redaksi
    KOMPAS.com
    – Isu
    plagiarisme
    dalam disertasi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menjadi sorotan publik setelah beredar klaim bahwa tingkat kesamaan atau
    similarity
    dalam dokumennya mencapai 95 persen.
    Narasi itu pun menyeret nama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, tempat disertasi tersebut diuji. Namun, sejumlah
    guru besar
    memberikan klarifikasi terkait isu ini dan menjelaskan duduk perkaranya.
    Guru Besar
    UIN Jakarta Profesor Maila Dinia Husni Rahiem, dalam laman resmi UIN Jakarta pada 19 Oktober 2024, menjelaskan bahwa permasalahan tersebut bermula dari seorang mahasiswa doktoral sekaligus dosen di UIN Jakarta yang memeriksa keaslian disertasi
    Menteri Bahlil
    melalui akun Turnitin kampus.
    Hasil awal menunjukkan nilai
    similarity
    sebesar 13 persen. Nilai ini masih berada di bawah ambang batas yang diterima untuk sebuah disertasi, yakni antara 15 sampai 30 perse,  tergantung kebijakan masing-masing perguruan tinggi.
    Namun, permasalahan muncul ketika dokumen tersebut tidak segera dihapus dari sistem dan tersimpan dalam
    repository
    Turnitin kampus.
    Akibatnya, saat pemeriksaan ulang dilakukan, sistem mendeteksi kesamaan 100 persen karena
    file
    tersebut telah terekam sebagai dokumen resmi dalam
    database
    Turnitin. Hal ini kemudian menimbulkan kesan keliru bahwa Menteri Bahlil telah menjiplak karya orang lain.
    Turnitin adalah layanan berbasis
    website
    untuk mendeteksi kesamaan teks dalam karya tulis yang biasa digunakan peneliti di dalam dan luar negeri. 
    “Situasi ini memunculkan kesan yang salah bahwa Menteri Bahlil menjiplak karya mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hal ini terjadi karena disertasi tersebut pernah diunggah ke
    repository
    Turnitin dan dianggap sebagai dokumen terdaftar,” jelas Maila dalam keterangan persnya, Sabtu (8/3/2025).
    Menanggapi hal tersebut, Guru Besar Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung (Unisba), Profesor Dedeh Fardiah, turut menegaskan bahwa dugaan plagiarisme berdasarkan tingginya angka
    similarity
    dalam Turnitin perlu dianalisis lebih dalam.
    Menurutnya, tingginya angka Turnitin tidak serta-merta menunjukkan adanya plagiat terhadap naskah orang lain.
    “Contohnya, ketika mengirimkan naskah ke sebuah jurnal, tetapi ternyata tidak diterbitkan. Karena itu, naskah dikirim ke jurnal lain. Namun, naskah tersebut sudah tercatat dalam
    database
    jurnal pertama. Saat diperiksa melalui Turnitin, jika kita tidak menarik kembali naskah dari jurnal awal, maka ada kemungkinan skor Turnitin menjadi tinggi,” ujar Dedeh dalam keterangannya, Jumat (7/3/2025).
    “Naskah yang kita kirimkan ke jurnal tersebut ternyata sudah terekam dalam sistem mereka, meskipun akhirnya tidak diterbitkan,” tambahnya.
    Lebih lanjut, Dedeh menjelaskan bahwa kasus serupa dapat terjadi pada mahasiswa yang telah menyelesaikan disertasinya dan mengirimnya ke jurnal ilmiah tanpa melakukan parafrase terlebih dahulu.
    Jika kemudian naskah tersebut diuji ulang di Turnitin, sistem akan mendeteksi kesamaan yang tinggi karena dokumen tersebut telah dipublikasikan sebagai disertasi.
    “Itu yang disebut
    auto-plagiarism
    atau
    self-plagiarism
    . Angka
    similarity
    pasti tinggi karena sudah terdaftar dalam sistem,” imbuh Dedeh.
    Menyambung penjelasan Profesor Dedeh, Profesor Maila juga menyoroti cara kerja Turnitin yang mendeteksi kesamaan teks berdasarkan dokumen yang telah tersimpan di sistem.
    Jika sebuah dokumen yang sama diuji ulang, hasilnya bisa mencapai 100 persen kesamaan karena dianggap sebagai dokumen yang sudah terdaftar.
    Untuk menghindari kesalahan seperti ini, Maila menyarankan agar pengecekan dilakukan dengan pengaturan “
    no repository
    ,” sehingga file tidak tersimpan permanen dan tidak memengaruhi hasil pemeriksaan di masa mendatang.
    “Setelah dilakukan uji resmi, nilai
    similarity
    disertasi Menteri Bahlil adalah 13 persen. Nilai ini berada di bawah ambang batas yang diterima untuk disertasi. Dengan demikian, tidak ada indikasi plagiarisme dalam disertasi tersebut,” tegasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 2 Guru Besar Tanggapi Hasil Disertasi Menteri Bahlil, Ada Plagiarisme?

    2 Guru Besar Tanggapi Hasil Disertasi Menteri Bahlil, Ada Plagiarisme?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Narasi tentang nilaisimilarity atau kesamaan disertasi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang diklaim mencapai 95% menjadi perhatian publik dan menyeret nama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN Jakarta). Menteri Bahlil dituduh melakukan plagiat dalam disertasinya.

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), plagiat merupakan tindakan mengambil karangan, pendapat, atau ide orang lain dan menyajikannya seolah-olah sebagai karya sendiri.

    Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN Jakarta) Prof Maila Dinia Husni Rahiem melalui tulisannya di laman resmi UIN Jakarta pada 19 Oktober 2024 menjelaskan, masalah ini berawal dari seorang mahasiswa doktoral sekaligus dosen di UIN Jakarta yang memeriksa keaslian disertasi Bahlil melalui akun turnitin kampus dan mendapatkan hasilsimilarity sebesar 13%.

    Namun, sambung Prof Maila, dokumen tersebut tidak segera dihapus dan tersimpan dalam repository turnitin kampus sehingga saat pemeriksaan ulang, sistem mendeteksi kesamaan 100% karena file tersebut sudah terekam dalam database turnitin sebagai dokumen resmi.

    Turnitin sendiri adalah layanan berbasis website yang mendeteksi kesamaan teks dalam karya tulis yang biasa digunakan peneliti di dalam dan luar negeri.

    “Kondisi ini memunculkan kesan yang salah bahwa Menteri Bahlil menjiplak karya mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hal ini terjadi karena disertasi Menteri Bahlil pernah diunggah ke repository turnitin dan dianggap sebagai dokumen terdaftar,” kata Prof Maila dikutip dari laman resmi UIN Jakarta, Sabtu, (8/3/2025).

    Sementara Guru Besar Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung (Unisba), Prof Dedeh Fardiah pun mengamini apa yang disampaikan Prof Maila. Dia mengatakan bahwa kasus dugaan plagiasi lewat metode pengecekan angka turnitin yang tinggi harus diperiksa lebih mendalam. Sebab, tingginya angka turnitin untuk sebuah naskah tak serta merta bisa disebut plagiat atas naskah orang lain.

    “Misalnya, ingin menulis di salah satu jurnal, naskah sudah dikirim, kemudian ternyata tidak diterbitkan. Karena tidak diterbitkan maka naskahnya dikirim ke jurnal lain.Ternyata naskah itu sudah terdata oleh data base-nya jurnal awal. Ketika diperiksa lewat turnitin, kita tidak berusaha menarik kembali naskah dari jurnal awal, otomatis suatu saat bisa terjadi angka turnitin kita akan tinggi,” kata Prof Dedeh saat dihubungi, Jum’at (7 Maret 2025) petang.

    “Ternyata yang kita berikan ke jurnal itu, sudah terekam di sistem mereka, walau naskahnya enggak jadi tayang,” tambahnya.

    Kasus lainnya, kata Prof Dedeh, ketika seorang mahasiswa atau mahasiswi yang naskah disertasinya sudah selesai dan akan diterbitkan di sebuah jurnal ilmiah, namun naskah yang dikirim tidak ditulis ulang atau parafrase terlebih dahulu. Alhasil, angka turnitinnya akan tinggi.

    “Otomatis ketika diturnitin ulang, pasti menemukan angka tinggi. Angkanya pasti gede. Bisa jadi karena sudah di-publish jadi disertasi. Itu namanya auto plagiarism atau self plagiarism,” katanya.

    Oleh karena itu, Prof Dedeh menyebut jika ada kasus dugaan plagiat dengan angka turnitin yang tinggi tak serta merta bisa disebut plagiat atas nakah orang lain.

    Menyambung apa yang disampaikan Prof Dedeh, Prof Maila yang juga Guru Besar Pendidikan Anak Usia Dini dan Kesejahteraan Sosial di UIN Jakarta ini pun menjelaskan ihwal cara kerja turnitin.

    Turnitin, kata Prof Maila, mendeteksi kesamaan teks berdasarkan dokumen yang sudah tersimpan dalam sistemnya. Jika dokumen yang sama diuji ulang, maka sistem akan menunjukkan kesamaan 100% meskipun berasal dari sumber berbeda.

    Untuk menghindari masalah seperti ini, sambung dia, sangat disarankan agar pengecekan sementara dilakukan dengan pengaturan no repository, agar file tidak tersimpan permanen dan tidak memengaruhi hasil pemeriksaan di masa mendatang.

    “Setelah dilakukan uji resmi, nilaisimilarity disertasi Menteri Bahlil adalah 13%. Nilai ini berada di bawah ambang batas yang diterima untuk disertasi, yakni antara 15-30%, tergantung kebijakan masing-masing perguruan tinggi. Dengan demikian, tidak ada indikasi plagiarisme dalam disertasi tersebut,” jelas Prof Malia yang pernah menyabet penghargaan Top 2% WorldWide Scientists 2024 ini.

    (dpu/dpu)

  • Komisi X DPR Dorong UI Evaluasi Sistem Pengawasan Akademik

    Komisi X DPR Dorong UI Evaluasi Sistem Pengawasan Akademik

    JAKARTA- Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, mendukung keputusan Universitas Indonesia (UI) terkait hasil disertasi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia. Yakni meminta Bahlil meningkatkan kualitas disertasinya.

    “Saya sangat menghargai dan mendukung penuh langkah-langkah yang telah dilakukan oleh Universitas Indonesia dalam menegakkan integritas akademik secara transparan dan akuntabel. Proses pembinaan yang dilakukan selanjutnya oleh universitas harus dipastikan berlaku secara adil, sesuai dengan standar akademik dan etika perguruan tinggi,” ujar Hetifah dalam keterangannya, Sabtu, 8 Maret.

    Legislator Golkar itu pun mendorong UI untuk mengevaluasi sistem pengawasan akademik guna mencegah terulangnya kasus serupa. Hetifah juga meminta agar pihak universitas bisa memastikan proses pembinaan yang dilakukan terhadap pihak-pihak terkait berjalan secara objektif serta sesuai dengan prinsip keadilan akademik.

    “Kami dari Komisi X DPR RI sangat siap mendorong kebijakan yang memperkuat etika akademik di perguruan tinggi, di antaranya melalui evaluasi regulasi terkait, agar standar akademik pendidikan tinggi di Indonesia semakin baik,” katanya.

    Menurutnya, mekanisme kontrol dalam pengelolaan program studi dan penelitian sangat penting untuk menjaga kualitas akademik.

    Selain itu, kata Hetifah, Universitas Indonesia, khususnya Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG), perlu memberikan perlindungan hak akademik kepada mahasiswa, melalui bimbingan yang jelas dan adil dalam melakukan perbaikan disertasi.

    “Proses perbaikan, harus berbasis pada aturan akademik yang berlaku tanpa intervensi yang merugikan mahasiswa,” katanya.

    “Semua perlu dilakukan sebagai dukungan dan pengawasan terhadap langkah-langkah yang diambil UI, sekaligus untuk memastikan perlindungan hak mahasiswa dan kredibilitas akademik tetap terjaga,” tandasnya.

    Sebelumnya, Rektor UI, Prof Heri Hermansyah menyatakan, Rektor, Dewan Guru Besar (DGB), Majelis Wali Amanat (MWA), dan Senat Akademik (SA) telah menentukan keputusan final terkait nasib disertasi Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia.

    Bahlil diberi kesempatan untuk memperbaiki disertasi yang sebelumnya dinyatakan melanggar etik.

    “Sebagai perwakilan dari empat organisasi UI, kami mengajak seluruh civitas akademika UI menjadikan peristiwa ini sebagai pembelajaran bersama untuk memperkuat komitmen menjaga marwah akademik UI,” kata Prof Heri dalam jumpa, pers di Kampus UI Salemba, Jakarta Pusat, Jumat, 7 Maret.

    Sebagai lembaga pendidikan tinggi negeri berintegritas tinggi, UI telah memutuskan untuk memberi sanksi pembinaan kepada Bahlil sebagai mahasiswa S3, melalui perbaikan disertasi dan penulisan publikasi ilmiah dalam jurnal bereputasi. Putusan ini sekaligus menganulir rekomendasi Dewan Guru Besar UI yang membatalkan disertasi Bahlil.

    “(Keputusan ini) melalui proses panjang, objektif, komprehensif, analisis yang teliti berdasarkan laporan senat akademik universitas Dewan Guru Besar UI, Badan Penjaminan Mutu Akademik UI, dan tim khusus peningkatan penjaminan mutu akademik SKSG UI,” kata Prof Heri.