Dalam foto Reuters, Swenin (17/11/2025), seorang pria menyapu lumpur dari rumahnya setelah banjir parah melanda. Peringatan banjir parah telah dikeluarkan di beberapa wilayah Inggris dan Wales pada Sabtu, menyusul hujan deras berkepanjangan yang dibawa Badai Claudia. Kondisi ini memicu kekhawatiran akan potensi kerusakan lebih luas di kawasan yang masih berada dalam jalur badai. (REUTERS/Isabel Infantes)
Tag: Badai
-

Tangis Warga Gaza di Tenda Pengungsian Banjir
Jakarta –
Nasib pilu kembali dirasakan warga di Gaza, Palestina. Baru bernapas lega usai gencatan senjata berlangsung, kini tempat pengungsian mereka diterjang banjir.
Hujan deras mengguyur Gaza sejak Jumat (14/11). Saat para pengungsi terbangun, banjir sudah menggenangi kawasan pengungsian.
Dilansir kantor berita CNN, Minggu (16/11/2025), hujan lebat melanda Gaza hingga membuat tempat berlindung dan barang-barang warga Gaza di pengungsian basah pada Jumat (14/11). Tidak ada cara untuk mengeringkannya.
Juru bicara Pertahanan Sipil Gaza Mahmoud Basal mengatakan para pejabat di Gaza telah menerima ratusan permohonan bantuan. Namun, katanya, sumber dayanya tidak ada.
“Ratusan permohonan bantuan, namun sumber dayanya tidak ada,” ujarnya.
Mahmoud mengatakan kasur para pengungsi basah kuyup. Kata dia, tidak ada pilihan lain yang harus dilakukan para pengungsi karena semuanya telah dihancurkan oleh Israel.
“Seluruh pusat penampungan telah menyaksikan ketinggian air naik hingga lebih dari 10 sentimeter (3,94 inci). Kasur basah kuyup, selimut basah kuyup, dan tidak ada pilihan tersisa – karena semua pilihan telah dihancurkan oleh Israel,” ujarnya.
Tenda Pengungsian Roboh Akibat Hujan Deras
Warga Palestina yang mengungsi di Kota Gaza mengatakan kepada CNN bahwa tenda-tenda yang mereka tempati sudah usang, beberapa di antaranya roboh karena terjangan hujan deras.
“Kami dan anak-anak kecil kami kebanjiran karena hujan,” kata Raed Al-Alayan.
“Tenda kami kebanjiran. Tidak ada atap yang melindungi kami dari hujan,” imbuhnya.
Badai biasa terjadi di Gaza saat ini, tetapi dengan ratusan ribu warga Palestina yang mengungsi dari tempat berlindung permanen, bahkan curah hujan normal pun dapat membanjiri penduduk dan memperburuk kondisi yang sudah buruk.
Seorang perempuan memandu CNN berkeliling dan masuk ke tenda-tenda keluarganya yang basah kuyup, tempat ia mengaku mengungsi bersama 20 anak, termasuk bayi yang baru lahir. Ia mulai meratap dan menjerit kesakitan saat menggambarkan kondisi yang dialaminya.
“Kita harus ke mana?” tanyanya beberapa kali. “Putraku yang terbunuh membangun tenda-tenda ini untuk kita. Apa yang harus aku lakukan sekarang?” imbuhnya.
Juru bicara Sekretaris Jenderal PBB, Stéphane Dujarric, mengatakan ratusan tenda dan tempat penampungan sementara terendam banjir. Ia mengatakan kepada para wartawan bahwa mitra PBB yang bekerja di bidang penampungan mengatakan Gaza tidak memiliki peralatan yang dibutuhkan untuk pencegahan banjir yang memadai, seperti peralatan untuk menguras air dari tenda dan untuk membersihkan sampah padat serta puing-puing.
Tangis Warga Gaza Ratapi Banjir
Dilansir Aljazeera, Minggu (16/11/2025), warga Palestina di Gaza berupaya menggali parit di sekitar tenda mereka agar air tidak membanjiri tenda. Sementara warga lainnya berlindung di bangunan-bangunan yang hancur, bahkan yang berisiko runtuh.
Seorang warga Palestina mengaku sedih akibat tendanya terendam banjir tersebut.
“Saya menangis sejak pagi,” kata seorang ibu dua anak Palestina yang mengungsi, sambil menunjuk ke tenda keluarganya, yang telah terendam banjir akibat hujan deras semalaman.
Wanita yang tidak disebutkan namanya itu mengatakan ia kesulitan menafkahi anak-anaknya setelah beberapa anggota keluarganya, termasuk suaminya, tewas dalam perang genosida Israel, yang dimulai pada Oktober 2023.
“Saya meminta bantuan untuk mendapatkan tenda, kasur, dan selimut yang layak. Saya ingin anak-anak saya memiliki pakaian yang layak,” katanya.
“Saya tidak punya siapa pun untuk dimintai tolong… Tidak ada yang bisa membantu saya,” imbuhnya.
Sebelumnya kelompok kemanusiaan telah mendesak Israel untuk mencabut semua pembatasan bantuan ke Jalur Gaza. Akan tetapi pemerintah Israel tetap mempertahankan pembatasan ketat terhadap aliran bantuan kemanusiaan meskipun ada kesepakatan gencatan senjata dengan kelompok Palestina, Hamas, yang mulai berlaku pada 10 Oktober.
Kelompok penyalur bantuan mengatakan sekitar 260.000 keluarga Palestina di Gaza berada dalam kondisi rentan menjelang musim dingin.
Pada saat yang sama, Badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) mengatakan pihaknya memiliki cukup pasokan tempat tinggal untuk membantu sebanyak 1,3 juta warga Palestina. Akan tetapi UNRWA tidak dapat mengirimkan bantuan ke Gaza akibat pembatasan yang diberlakukan Israel.
Kepala UNRWA Philippe Lazzarini mengatakan pengiriman bantuan menjadi lebih penting dari sebelumnya karena musim dingin ini bertepatan dengan krisis pengungsian di Gaza.
“Dingin dan basah di Gaza. Para pengungsi kini menghadapi musim dingin yang keras tanpa kebutuhan dasar untuk melindungi mereka dari hujan dan dingin,” ujarnya dalam sebuah unggahan di media sosial.
Halaman 2 dari 2
(ygs/lir)
-

Banjir Rendam Kamp Pengungsi di Gaza
Jakarta –
Banjir merendam kamp pengungsi di Gaza, Palestina. Warga Gaza terbangun di pagi hari dan mendapati air sudah tinggi.
Dilansir kantor berita CNN, Minggu (16/11/2025), hujan lebat melanda Gaza hingga membuat tempat berlindung dan barang-barang warga Gaza di pengungsian basah pada Jumat (14/11). Tidak ada cara untuk mengeringkannya.
Juru bicara Pertahanan Sipil Gaza Mahmoud Basal mengatakan para pejabat di Gaza telah menerima ratusan permohonan bantuan. Namun, katanya, sumber dayanya tidak ada.
“Ratusan permohonan bantuan, namun sumber dayanya tidak ada,” ujarnya.
Mahmoud mengatakan kasur para pengungsi basah kuyup. Kata dia, tidak ada pilihan lain yang harus dilakukan para pengungsi karena semuanya telah dihancurkan oleh Israel.
“Seluruh pusat penampungan telah menyaksikan ketinggian air naik hingga lebih dari 10 sentimeter (3,94 inci). Kasur basah kuyup, selimut basah kuyup, dan tidak ada pilihan tersisa – karena semua pilihan telah dihancurkan oleh Israel,” ujarnya.
“Kami dan anak-anak kecil kami kebanjiran karena hujan,” kata Raed Al-Alayan.
“Tenda kami kebanjiran. Tidak ada atap yang melindungi kami dari hujan,” imbuhnya.
Badai biasa terjadi di Gaza saat ini, tetapi dengan ratusan ribu warga Palestina yang mengungsi dari tempat berlindung permanen, bahkan curah hujan normal pun dapat membanjiri penduduk dan memperburuk kondisi yang sudah buruk.
Seorang perempuan memandu CNN berkeliling dan masuk ke tenda-tenda keluarganya yang basah kuyup, tempat ia mengaku mengungsi bersama 20 anak, termasuk bayi yang baru lahir. Ia mulai meratap dan menjerit kesakitan saat menggambarkan kondisi yang dialaminya.
“Kita harus ke mana?” tanyanya beberapa kali. “Putraku yang terbunuh membangun tenda-tenda ini untuk kita. Apa yang harus aku lakukan sekarang?” imbuhnya.
Juru bicara Sekretaris Jenderal PBB, Stéphane Dujarric, mengatakan ratusan tenda dan tempat penampungan sementara terendam banjir. Ia mengatakan kepada para wartawan bahwa mitra PBB yang bekerja di bidang penampungan mengatakan Gaza tidak memiliki peralatan yang dibutuhkan untuk pencegahan banjir yang memadai, seperti peralatan untuk menguras air dari tenda dan untuk membersihkan sampah padat serta puing-puing.
(whn/whn)
-

500 Ribu Unit iPhone 17 Terjun ke Laut! yang Ditunggu-Tunggu Malah Tenggelam Massal!
GELORA.CO – Insiden mengejutkan terjadi di perairan Peru ketika sebuah kapal kargo raksasa milik perusahaan pelayaran Evergreen mengalami gangguan serius akibat cuaca ekstrem.
Gelombang tinggi dan angin kencang yang menghantam kawasan tersebut membuat puluhan kontainer terlepas dari posisi pengaman dan jatuh ke laut.
Namun yang membuat publik global benar-benar terperanjat adalah informasi bahwa.
Sebagian dari kontainer yang hilang itu berisi pengiriman produk teknologi paling ditunggu tahun ini lebih dari setengah juta unit iPhone 17.
Kejadian tersebut langsung menjadi sorotan internasional karena nilai muatan yang hilang diperkirakan mencapai jumlah fantastis.
iPhone 17 yang sedang dalam perjalanan menuju beberapa negara tujuan disebut sebagai salah satu batch pengiriman awal setelah peluncuran global.
Dengan hilangnya lebih dari 500.000 unit dalam sekali insiden, analis memperkirakan gangguan signifikan terhadap rantai pasok dan distribusi di berbagai kawasan.
Bukan hanya kerugian ekonomi yang mencuat ke permukaan. Para pemerhati lingkungan langsung menyampaikan kekhawatiran mendalam.
Ribuan perangkat elektronik yang kini berada di dasar laut berarti hadirnya material berbahaya baterai lithium, komponen logam berat.
Dan berbagai material kimia lainnya yang berpotensi memicu pencemaran jangka panjang jika tidak segera ditangani.
Lautan yang menjadi rumah bagi ekosistem sensitif pun kini harus berhadapan dengan risiko yang tidak pernah masuk dalam daftar ancaman sebelumnya limbah perangkat pintar.
Otoritas Peru bersama tim khusus Evergreen sudah turun tangan melakukan penelusuran.
Proses pencarian kontainer yang tenggelam bukanlah hal mudah, mengingat arus laut yang kuat dan kondisi medan yang tidak bersahabat.
Beberapa titik yang diduga menjadi lokasi jatuhnya kontainer sudah dipetakan, namun kedalaman laut membuat operasi jauh lebih rumit daripada sekadar evakuasi biasa.
Pihak berwenang mengatakan bahwa upaya pencarian dapat berlangsung berhari-hari bahkan berminggu-minggu, tergantung kondisi cuaca.
Di sisi lain, berita mengenai insiden ini langsung meledak di media sosial.
Warganet dari berbagai belahan dunia menanggapi dengan berbagai perspektif, mulai dari yang serius hingga yang bersifat humor.
Ada yang khawatir akan lonjakan harga iPhone 17 akibat potensi kelangkaan pasokan.
Sejumlah teori liar juga bermunculan, mulai dari dugaan sabotase hingga spekulasi bahwa ini adalah strategi pemasaran terselubung.
Tentu saja, tidak satu pun dari dugaan tersebut memiliki bukti realistis.
Evergreen sendiri menegaskan bahwa insiden murni disebabkan kondisi cuaca ekstrem yang terjadi secara tiba-tiba.
Perusahaan menyatakan bahwa keselamatan awak kapal adalah
Prioritas utama dan memastikan bahwa seluruh prosedur keamanan telah dijalankan sesuai standar internasional.
Sementara itu, analis teknologi memperkirakan bahwa kejadian ini bisa mempengaruhi pasokan iPhone 17 di beberapa wilayah.
Terutama negara-negara yang bergantung pada pengiriman awal tersebut.
Toko ritel mungkin akan mengalami keterlambatan pasokan, dan konsumen diminta bersabar hingga distribusi kembali stabil.
Meski begitu, pihak distributor masih menunggu pernyataan resmi Apple mengenai dampak langsung terhadap stok global.
Insiden di Samudra Pasifik tersebut menjadi pengingat akan rapuhnya rantai pasok dunia modern.
Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, satu badai besar dapat menggoyahkan distribusi produk bernilai miliaran dolar.
Kini, semua mata tertuju pada perkembangan proses evakuasi dan investigasi lanjutan dari otoritas Peru serta Evergreen.***
-

PBB Warning RI dalam Bahaya, ungkap Fakta Mengerikan Ini
Jakarta, CNBC Indonesia – Laporan iklim PBB 2023 lalu menegaskan Asia menjadi episentrum krisis iklim dunia. Badan Meteorologi Dunia (WMO) dalam laporan bertajuk State of the Climate in Asia mencatat pemanasan yang semakin cepat, gelombang panas ekstrem, hingga banjir besar membuat kawasan Asia masuk kategori berisiko tinggi, termasuk di Tanah Air.
Dokumen tersebut memotret kondisi iklim tahun sebelumnya yang ditandai percepatan kenaikan suhu, mencairnya gletser, dan permukaan air laut yang terus meninggi. WMO juga menegaskan, tren pemanasan di Asia berlangsung hampir dua kali lebih cepat dibandingkan rata-rata global yang menyebabkan bencana hidrometeorologi semakin sering, lebih parah, dan semakin mempengaruhi kehidupan jutaan orang.
Asia disebut masih menjadi wilayah yang paling banyak dilanda masalah alam di dunia akibat cuaca dan iklim. Benua ini mengalami pemanasan lebih cepat dari rata-rata global dengan tren meningkat hampir dua kali lipat sejak periode 1961-1990.
“Kesimpulan dari laporan ini sangat menyadarkan kita,” kata Sekretaris Jenderal WMO Celeste Saulo dalam keterangan yang diterima CNBC Indonesia.
WMO mencatat, banyak negara di Asia mengalami tahun terpanas yang pernah tercatat pada tahun 2023. Ini pun bersamaan dengan kondisi ekstrem, mulai dari kekeringan dan gelombang panas hingga banjir dan badai.
Perubahan frekuensi iklim dan tingkat keparahan peristiwa tersebut tentu berdampak besar pada masyarakat, ekonomi, dan yang terpenting, kehidupan manusia dan lingkungan tempat makhluk hidup tinggal. Laporan Emergency Events Database mencatat, pada tahun 2023, total 79 bencana yang terkait dengan bahaya hidrometeorologi di Asia.
Dari jumlah tersebut, lebih dari 80% terkait dengan peristiwa banjir dan badai, dengan lebih dari 2.000 korban jiwa dan sembilan juta orang terkena dampak langsung. Panas ekstrem juga menjadi laporan lain.
Meskipun risiko kesehatan yang ditimbulkan semakin meningkat, penduduk Asia masih beruntung karena tidak ada kematian yang dilaporkan.
“Sekali lagi, di tahun 2023, negara-negara yang rentan terkena dampak yang tidak proporsional, contohnya topan tropis Mocha, topan terkuat di Teluk Benggala dalam satu dekade terakhir menghantam Bangladesh dan Myanmar,” jelas Sekretaris Eksekutif Komisi Ekonomi dan Sosial untuk Asia dan Pasifik (ESCAP), Armida Salsiah Alisjahbana yang menjadi mitra dalam penyusunan laporan ini.
“Peringatan dini dan kesiapsiagaan yang lebih baik telah menyelamatkan ribuan nyawa,” ujarnya menambahkan.
Sementara itu, dalam laporan yang sama juga dimuat bagaimana kenaikan permukaan laut dari Januari 1993 hingga Mei 2023. State of the Climate in Asia 2023 juga memberikan data indikasi kenaikan air laut yang meliputi wilayah Indonesia.
Tercatat, banyak area mengindikasikan Global Mean Sea Level (GMSL) di atas rata-rata global yakni 3,4 atau ± 0,33 mm per tahun. Indonesia sendiri berada di wilayah berwarna kuning yang mengindikasikan peringatan.
Sebelumnya, kajian proyeksi USAID di 2016 menyebutkan kenaikan air laut akan menenggelamkan 2.000 pulau kecil pada tahun 2050. Ini berarti terdapat 42 juta penduduk berisiko kehilangan tempat tinggalnya.
(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
-

Ini 14 Prediksi Tanda Awal Kiamat yang Diabaikan Manusia
Bisnis.com, JAKARTA – Di dunia di mana skenario-skenario suram seringkali hanya menjadi fiksi ilmiah, beberapa prediksi yang dulu dianggap mengkhawatirkan ternyata sangat akurat.
Banyak ilmuwan yang sudah memprediksi kapan kiamat terjadi, melihat kondisi bumi yang dianggap kian memprihatinkan.
Dengan melihat ke belakang, apa yang dulu tampak seperti imajinasi yang aneh kini terasa sangat nyata.
Berikut 15 prediksi kiamat yang awalnya diabaikan, tetapi kini menjadi kenyataan, dilansir dari Bolde
1. Penurunan Populasi Lebah Madu
Ketika para ilmuwan pertama kali memperingatkan tentang penurunan drastis populasi lebah madu, banyak yang menganggapnya hiperbola. Namun, kini, fenomena ini, yang dikenal sebagai Gangguan Runtuhnya Koloni, mengancam pertanian dan pasokan pangan global. Menurut sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Science, hilangnya lebah penyerbuk dapat menyebabkan penurunan substansial dalam hasil panen beberapa tanaman paling penting di dunia. Apa yang tampak seperti masalah lingkungan yang terisolasi kini menjadi bom waktu bagi ketahanan pangan.
Tanpa lebah, sistem pertanian dunia berisiko runtuh, berdampak pada segala hal, mulai dari perkebunan buah hingga kopi. Lebah yang sederhana ini bertanggung jawab atas penyerbukan sekitar sepertiga makanan yang kita konsumsi.
2. Mencairnya Lapisan Es Kutub
Dulu, ketika para ilmuwan membicarakan pencairan lapisan es kutub, hal itu tampak abstrak dan jauh. Kini, citra satelit menunjukkan kenyataan pahit: Arktik dan Antartika kehilangan es dengan kecepatan yang mengkhawatirkan. Ini bukan hanya masalah bagi beruang kutub; ini adalah masalah global dengan konsekuensi yang luas. Seiring mencairnya es, permukaan laut naik, mengancam masyarakat pesisir di seluruh dunia.
Anda mungkin tidak tinggal di pesisir, tetapi dampaknya terasa di seluruh perekonomian dan ekosistem di mana-mana. Arus laut yang mengatur pola cuaca dipengaruhi oleh perubahan ini, yang berpotensi menyebabkan peristiwa cuaca yang lebih ekstrem.
3. Meningkatnya Bencana Alam
Satu dekade yang lalu, hanya sedikit yang mengindahkan prediksi buruk tentang meningkatnya frekuensi bencana alam. Kini, dengan badai, kebakaran hutan, dan banjir yang terjadi lebih sering dan dengan intensitas yang lebih tinggi, peringatan-peringatan ini telah menjadi kenyataan yang tak terbantahkan. Dampaknya terhadap kehidupan manusia dan infrastruktur sangat besar, membuat masyarakat kesulitan untuk membangun kembali. Ini adalah peringatan keras yang menunjukkan betapa rentannya peradaban kita terhadap kekuatan alam.
4. Menipisnya Perikanan Global
Bertahun-tahun yang lalu, peringatan tentang penangkapan ikan berlebihan disambut dengan skeptisisme. Saat ini, perikanan di seluruh dunia berada di ambang kehancuran, dengan implikasi signifikan bagi ketahanan pangan dan keanekaragaman hayati laut. Menurut laporan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), hampir 33% stok ikan global dieksploitasi secara berlebihan. Ini lebih dari sekadar masalah lingkungan; ini adalah krisis yang memengaruhi mata pencaharian dan budaya yang bergantung pada penangkapan ikan.
Bayangkan sebuah dunia di mana makanan laut menjadi barang mewah, langka, dan mahal. Seiring menurunnya populasi ikan, ekosistem terdampak, dan masyarakat nelayan tradisional menghadapi kesulitan ekonomi.
5. Penyebaran Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan, yang dulunya musiman dan relatif terkendali, telah berubah menjadi teror sepanjang tahun. Wilayah seperti Australia, California, dan Amazon telah menyaksikan kebakaran dengan skala yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang dipicu oleh kekeringan berkepanjangan dan kenaikan suhu. Kebakaran hebat ini tidak hanya menghancurkan ekosistem tetapi juga menyelimuti kota-kota dengan asap, yang berdampak pada kualitas udara dan kesehatan.
6. Realitas Kelangkaan Air
Kelangkaan air mungkin dulu tampak seperti ancaman yang jauh, tetapi kini menjadi kenyataan bagi jutaan orang di seluruh dunia. Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa, 2,2 miliar orang secara mengejutkan tidak memiliki akses ke air minum yang dikelola dengan aman. Kota-kota dari Cape Town hingga São Paulo telah menghadapi skenario “Hari Nol” di mana keran-keran mengering. Krisis yang semakin meningkat ini merupakan pengingat yang gamblang akan betapa berharganya air dan perlunya pengelolaan yang berkelanjutan.
7. Kepunahan Spesies
Belum lama ini gagasan kepunahan massal keenam dianggap sebagai sesuatu yang mengkhawatirkan. Namun, dengan spesies yang punah dengan laju yang semakin cepat, hal ini semakin sulit untuk diabaikan. Perusakan habitat, perubahan iklim, dan perburuan liar mendorong banyak spesies ke ambang kepunahan. Hilangnya keanekaragaman hayati mengancam ekosistem dan layanan yang mereka sediakan, mulai dari penyerbukan hingga udara bersih.
-

Ketua DPD dan pakar global bahas transportasi perkotaan di forum UNEP Brasil
Jakarta (ANTARA) – Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan Baktiar Najamudin bersama sejumlah pakar global membahas transportasi perkotaan dalam forum United Nations Environment Programme (UNEP) di Belem, Brasil pada Rabu (12/11).
Hadir juga pembicara lainnya dalam diskusi panel tersebut, antara lain: Hala Omar, Manajer Keberlanjutan di Dar, Gabriel Feriancic, Manajer Negara (Country Manager) TYLin untuk Brasil, Marcel Martin, Manajer Umum ICCT untuk Brasil, Ricardo Assumpção, Kepala Keberlanjutan (Chief Sustainability Officer) dan Pimpinan Bidang Keberlanjutan untuk Amerika Latin, Gabriela Elizondo Azuela, Manajer Praktik di ESMAP, Bank Dunia, Luciane Ferreira Monteiro Machado, Wakil Direktur Pelaksana Bidang Persiapan Proyek serta Luke Upchurch, Direktur Pelaksana Komunikasi di C40 Cities.
Dalam forum itu Sultan menyebutkan ketidakseimbangan komposisi kendaraan serta minimnya transportasi publik telah menyebabkan pemborosan bahan bakar 79,2 juta kiloliter per tahun dan memicu polusi udara 30,49 juta ton serta emisi gas rumah kaca 295,12 juta ton CO₂e setiap tahun.
“Kondisi itu menjadi lonceng bahaya bagi kota-kota besar,” ujar Sultan, seperti dikutip dari keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Dia menyoroti kualitas udara Jakarta yang hampir seluruh parameter pencemarnya telah melampaui standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan standar nasional.
Akibat polusi tersebut, warga Jakarta harus menanggung biaya kesehatan hingga Rp51,2 triliun per tahun, terutama untuk penyakit pernapasan seperti asma dan ISPA.
Menurut Sultan, emisi sektor transportasi tidak hanya berdampak pada kesehatan, tetapi juga memperburuk intensitas bencana global akibat fenomena El Niño dan La Niña, seperti banjir, longsor, badai, serta meningkatnya suhu ekstrem yang memicu urban heat island atau pulau panas perkotaan.
Meski upaya pengendalian emisi telah berjalan sejak Protokol Kyoto hingga agenda pembangunan berkelanjutan, dirinya menilai tantangan urbanisasi, pertumbuhan penduduk, dan industrialisasi membuat kebijakan reduksi karbon di kawasan perkotaan menjadi semakin mendesak.
Ia juga menyoroti kebijakan mobilitas DKI Jakarta melalui strategi Avoid–Shift–Improve, termasuk pembatasan kendaraan pribadi, peralihan ke kendaraan listrik dan transportasi umum, serta penerapan kebijakan baru seperti tarif parkir progresif, jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing, dan pajak berbasis emisi.
“Kebijakan itu telah memberi efek berantai dan mulai direplikasi kota-kota lain di Indonesia hingga Asia Pasifik,” tuturnya.
Integrasi Bus Raya Terpadu (BRT), Lintas Rel Terpadu (LRT), Moda Raya Terpadu (MRT), elektrifikasi bus pengumpan, serta layanan first-last mile dinilai menjadi landasan sistem mobilitas rendah karbon.
Di sisi lain, dia menekankan pembangunan fisik harus dibarengi perubahan gaya hidup masyarakat. Digitalisasi transportasi, termasuk ride-sharing (berbagi tumpangan) dan ride-hailing (jasa transportasi daring), disebut menjadi pendorong efisiensi dan inklusivitas mobilitas perkotaan.
Dikatakan bahwa Indonesia telah memulai langkah konkret menuju pembangunan kota yang tangguh dan berkelanjutan. Transformasi tersebut tidak hanya soal teknologi, tetapi juga perubahan perilaku menuju gerakan karbon nol bersih atau net-zero carbon.
Sultan menutup pidatonya dengan menyerukan kolaborasi lintas negara dan lintas sektor.
“Mari kita terus bergerak bersama membangun kota yang lebih tangguh bagi generasi mendatang,” ucap Sultan.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


/data/photo/2025/11/06/690c42f928ed7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/11/14/691758c6ed64c.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)