Tag: Aviliani

  • Menggairahkan sektor riil di tengah longgarnya kebijakan moneter

    Menggairahkan sektor riil di tengah longgarnya kebijakan moneter

    Jakarta (ANTARA) – Bank sentral Indonesia semakin menunjukkan keyakinan kuat dalam mengarahkan kebijakan moneternya yang pro-growth. Sejak awal tahun, penurunan suku bunga acuan (BI-Rate) terhitung sudah tiga kali dilakukan.

    Penurunan masing-masing sebesar 25 basis point (bps) yang terjadi pada Januari, Mei, dan Juli sehingga kini berada pada level 5,25 persen. Bahkan, ruang penurunan BI-Rate masih terbuka hingga akhir 2025.

    Secara teori, pelonggaran moneter semestinya mendorong gairah kredit. Namun yang perlu diingat, penurunan BI-Rate tidak otomatis langsung menurunkan suku bunga kredit perbankan dan tidak seketika menggerakkan sektor riil.

    Transmisi kebijakan moneter memang memiliki jeda waktu atau lag effect yang bervariasi antarsektor. Penyesuaian di pasar uang biasanya terjadi lebih cepat, hanya dalam hitungan minggu. Untuk suku bunga dana, dibutuhkan waktu sekitar enam bulan hingga perubahan BI-Rate benar-benar tercermin.

    Sementara itu, transmisi ke suku bunga kredit berjalan lebih lambat, bahkan bisa memakan waktu hingga satu tahun. Adapun efeknya terhadap perekonomian nasional diperkirakan baru benar-benar terasa sekitar satu setengah tahun setelah pelonggaran moneter.

    Bank Indonesia (BI) mencatat, efek penurunan BI-Rate sudah terasa di pasar uang. Namun, suku bunga kredit perbankan masih tinggi yaitu 9,16 persen pada Juni 2025 atau tidak jauh berbeda dari 9,18 persen pada Mei 2025. Suku bunga deposito 1 bulan juga meningkat, dari 4,81 persen pada Mei 2025 menjadi 4,85 persen pada Juni 2025.

    Kinerja penyaluran kredit juga belum bergairah. Pada Juni 2025, kredit perbankan tumbuh sebesar 7,77 persen year on year (yoy) atau menurun dibandingkan dengan pertumbuhan Mei 2025 sebesar 8,43 persen (yoy).

    Menurut Gubernur BI, Perry Warjiyo, perkembangan tersebut dari sisi penawaran bukan disebabkan masalah likuiditas mengingat rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) tergolong tinggi, yakni 27,05 persen pada Juni 2025. Dari sisi penawaran, lambatnya penyaluran kredit turut dipengaruhi oleh sikap hati-hati perbankan.

    Di tengah pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang mencapai 6,96 persen (yoy) pada Juni 2025, bank justru cenderung menahan diri dalam menyalurkan kredit. Sebagai gantinya, dana lebih banyak dialihkan ke surat-surat berharga, sementara standar penyaluran kredit (lending standard) pun diperketat.

    Untuk mendorong kredit, seluruh upaya dilakukan bank sentral secara all out. BI juga menempuh strategi makroprudensial yang terus dioptimalkan, salah satunya melalui Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) melalui pengurangan giro wajib minimum (GWM). Pemberian insentif ini ditujukan kepada bank yang menyalurkan kredit ke sektor-sektor prioritas.

    Hingga minggu pertama Juli 2025, total insentif KLM mencapai Rp376 triliun. Secara sektoral, insentif tersebut disalurkan kepada sektor-sektor prioritas yakni pertanian, real estate, perumahan rakyat, konstruksi, perdagangan dan manufaktur, transportasi, pergudangan, pariwisata dan ekonomi kreatif, serta UMKM, ultra mikro, dan hijau.

    “Bank Indonesia terus all out untuk mendorong pertumbuhan kredit,” kata Perry.

    Dengan suku bunga kredit dan kinerja kredit yang belum menunjukkan sinyal positif, selanjutnya pertanyaan pun muncul mengenai seberapa efektif transmisi kebijakan bank sentral terhadap sektor riil.

    Masalah struktural

    Menurut Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede, transmisi BI-Rate ke bunga kredit memang cenderung lambat akibat beberapa faktor struktural di pasar perbankan.

    Faktor ini seperti risiko kredit yang tinggi dan margin bunga bersih (net interest margin/NIM) yang masih tebal. Bank belum terlalu agresif menurunkan bunga kredit karena profitabilitas perlu dijaga, terutama di tengah tekanan biaya dana yang juga meningkat.

    Ketua Bidang Pengembangan Kajian Ekonomi Perbankan (PKEP) Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) Aviliani mengemukakan bahwa NIM perbankan saat ini telah mengalami penurunan signifikan dibanding beberapa tahun lalu.

    Jika dahulu margin bisa mencapai angka yang tinggi, kini hanya berkisar di angka 4 persen. Penurunan ini menandakan bahwa ruang profitabilitas bank sudah cukup sempit, sehingga mereka cenderung lebih selektif dan berhati-hati dalam menyalurkan kredit baru.

    Dalam kondisi ini, bank juga lebih memilih menempatkan dana pada surat-surat berharga yang menawarkan imbal hasil menarik dengan risiko yang jauh lebih rendah dibandingkan kredit.

    Karena itu, meskipun likuiditas di industri perbankan relatif longgar, penyaluran kredit tetap tidak optimal. Imbal hasil dari instrumen keuangan seperti surat utang pemerintah atau instrumen pasar uang dianggap lebih kompetitif dibanding margin dari kredit komersial.

    Dari sisi permintaan, dunia usaha juga belum menunjukkan minat tinggi untuk mengambil kredit. Ketidakpastian ekonomi global dan domestik membuat pelaku usaha memilih menunda ekspansi.

    Sejumlah BUMN yang biasanya menjadi penggerak permintaan kredit juga belum banyak mengajukan pembiayaan karena tengah fokus pada efisiensi dan konsolidasi internal. Kondisi ini mencerminkan bahwa sisi permintaan kredit belum pulih secara optimal.

    Pandangan ini sejalan dengan Ekonom LPEM UI, Teuku Riefky, yang menekankan bahwa lambatnya pertumbuhan kredit tidak bisa dilepaskan dari lemahnya kondisi sektor riil.

    Ia menjelaskan bahwa transmisi kebijakan moneter melalui penurunan BI-Rate hanya akan efektif apabila sektor riil merespons positif. Namun, dalam kenyataannya, daya beli masyarakat masih lemah, kepercayaan konsumen belum sepenuhnya pulih, dan dunia usaha menghadapi tekanan biaya produksi serta ketidakpastian pasar.

    Dalam situasi seperti ini, meskipun bank siap menyalurkan kredit, permintaan dari sisi debitur tidak mencukupi.

    Riefky juga menyoroti sejumlah hambatan struktural yang memperburuk kondisi ini, mulai dari iklim investasi yang belum ramah, birokrasi yang panjang, hingga regulasi yang tidak konsisten.

    Semua ini menciptakan lingkungan usaha yang mahal dan berisiko tinggi, sehingga pelaku usaha lebih memilih menahan diri daripada memperluas bisnis melalui pembiayaan dari perbankan.

    Secara keseluruhan, lambatnya penurunan bunga kredit dan terbatasnya pertumbuhan kredit tidak semata-mata disebabkan oleh faktor suku bunga acuan, tetapi terutama karena belum pulihnya sisi permintaan kredit akibat lemahnya sektor riil.

    Dalam situasi ini, efektivitas kebijakan moneter berpotensi tereduksi karena terbatasnya respons dari sisi permintaan kredit.

    Bahkan pelonggaran kebijakan makroprudensial dan penurunan suku bunga acuan belum mampu mendorong ekspansi kredit secara signifikan apabila dunia usaha masih enggan berekspansi karena prospek pertumbuhan yang belum meyakinkan.

    Sejumlah bank juga disebut merevisi Rencana Bisnis Bank (RBB) 2025, menyesuaikan target pertumbuhan kredit agar lebih realistis dari sebelumnya yang optimistis tumbuh dua digit.

    Oleh karena itu, penguatan sektor riil menjadi prasyarat utama agar transmisi kebijakan moneter dan pertumbuhan kredit benar-benar dapat dirasakan oleh perekonomian secara lebih luas dan berkelanjutan.

    Editor: Slamet Hadi Purnomo
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Indra Utoyo Mundur, Ari Yanuanto Asah Jadi Plt Dirut Allo Bank

    Indra Utoyo Mundur, Ari Yanuanto Asah Jadi Plt Dirut Allo Bank

    Indra Utoyo mengundurkan diri dari posisi Direktur Utama PT Allo Bank Indonesia Tbk. Posisinya Indra kini digantikan oleh Ari Yanuanto Asah sebagai pelaksana tugas (Plt).

    Komisaris Utama Allo Bank Aviliani mengatakan surat pengunduran diri dari Indra Utoyo diterimanya pada pukul 10.00 WIB, pagi tadi. Pihaknya pun kemudian mengadakan rapat dan menunjuk Ari Yanuanto Asah sebagai Plt.

  • Soal Kebijakan Tarif Trump, Perbanas Institute Serukan Peran Strategis Akademisi Formulasi Kebijakan – Halaman all

    Soal Kebijakan Tarif Trump, Perbanas Institute Serukan Peran Strategis Akademisi Formulasi Kebijakan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Perbanas Institute menyelenggarakan Seminar Ekonomi bertema ‘Kebijakan Tarif Trump dan Langkah Indonesia di Masa Depan’, Selasa (29/4/2025).

    Seminar yang digelar secara hybrid ini menjadi forum strategis untuk membahas dampak kebijakan proteksionisme global terhadap Indonesia dan strategi adaptif yang perlu diambil.

    Rektor Perbanas Institute, Prof. Hermanto Siregar, dalam sambutannya mengungkapkan bahwa kebijakan tarif Trump telah memicu risiko resiprokal sebesar 11 persen hingga 15% terhadap 57 negara di dunia, dengan eskalasi terbesar terjadi antara Amerika Serikat dan Tiongkok.

    “Sebagai pusat pengembangan keilmuan ekonomi dan bisnis, Perbanas Institute
    berkomitmen menjadi bagian dari solusi atas tantangan global ini. Kita harus membaca peluang di balik perubahan tersebut dan mengembangkan inovasi sektor domestik,” ujarnya.

    Menurutnya, Perbanas Institute berkomitmen aktif menjadi bagian dari solusi atas tantangan global yang dihadapi bangsa.

    “Salah satu bentuknya adalah dengan melakukan diskusi panel seperti ini, yang diharapkan mampu membawa manfaat baik kepada semua,” kata Prof. Hermanto Siregar.

    Dalam sesi keynote speech, Dr. Aviliani, Wakil Ketua Umum Bidang Analisis Kebijakan Makro-Mikro Ekonomi KADIN Indonesia sekaligus dosen senior Perbanas Institute, menekankan bahwa Indonesia memilih jalur diplomasi dengan Amerika Serikat, terutama untuk melindungi sektor padat karya yang rentan terdampak.

    “Indonesia harus proaktif memperluas pasar dengan berfokus dalam persiapan dalam negeri, dan memperkuat posisi dalam rantai pasok global. Diskusi seperti ini harus berlanjut ke riset berbasis data yang dapat disumbangkan untuk pengambilan kebijakan nasional. Antara pengusaha, pemerintah, dan masyarakat harus kompak. Kita harus fokus ke sektor pangan dan energi sebagai masa depan Indonesia,” ujarnya.

    Dalam sesi panel, Olvy Andrianita, S.E. dari Kementerian Perdagangan RI menyoroti strategi pemerintah untuk memperluas akses pasar melalui percepatan perjanjian dagang.

    “Kami terus mendorong penyelesaian perjanjian perdagangan agar produk Indonesia tetap kompetitif di tengah ketidakpastian global,” jelasnya.

    Sementara Dr. Arif Wibisono dari Kementerian Keuangan RI menyampaikan bahwa
    Indonesia berupaya memanfaatkan stabilitas ekonomi global untuk memperkuat
    ekonomi domestik.

    Ia menekankan pentingnya kebijakan yang adaptif dan responsif terhadap perubahan global, serta fokus investasi pada sektor pertambangan, energi, dan pertanian melalui hilirisasi dan peningkatan nilai tambah.

    “Strategi yang fleksibel dan perencanaan jangka panjang menjadi kunci untuk menjaga daya saing Indonesia di tengah dinamika dunia,” paparnya.

    Dari dunia akademisi, Dr. Tifa Noer Amelia (Perbanas Institute) dan Dr. Sahara (IPB University) menyoroti perlunya reformasi struktural dan diversifikasi pasar ekspor.

    Sementara dari sisi industri, Ian Syarif Tan dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia menekankan perlunya inovasi dan efisiensi untuk mempertahankan daya saing global.

    “Agilitas dan inovasi harus menjadi budaya industri kita agar bisa bertahan di tengah tantangan proteksionisme,” ujar Ian Syarif Tan.

    Seminar ini juga menghadirkan perwakilan dari perguruan tinggi dan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) yang memberikan analisis akademis atas dampak kebijakan tarif terhadap perekonomian nasional, khususnya dalam sektor perdagangan internasional dan keuangan.

    Analisis tersebut memperkuat urgensi pembentukan respons kebijakan yang berbasis pada data, riset, dan sinergi lintas sektor.

    Melalui seminar ini, Perbanas Institute mempertegas komitmennya untuk menjadi katalisator sinergi antara dunia akademik, pemerintah, dan dunia usaha dalam memperkuat daya tahan ekonomi nasional.

    Perbanas Institute berupaya terus berkontribusi menghasilkan riset berbasis data yang dapat menjadi acuan bagi pengambil kebijakan dalam menghadapi tantangan global masa depan.

     

  • APBN Maret 2025 Tekor saat Ada Tarif Trump, Pemerintah Harus Apa? – Page 3

    APBN Maret 2025 Tekor saat Ada Tarif Trump, Pemerintah Harus Apa? – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kinerja APBN hingga Maret 2025 tercatat mengalami defisit Rp 104,2 triliun atau setara 0,43 persen dari produk domestik bruto (PDB). Raport itu diumumkan Kementerian Keuangan jelang berlakunya tarif resiprokal dari Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump per 9 April 2025.

    Meskipun begitu, ekonom senior Indef Aviliani menilai, kinerja APBN masih dalam kondisi sehat, karena defisit sebesar 0,43 persen dari PDB) masih dalam sasaran target Kemenkeu di 2025 sebesar 2,53 persen dari PDB.

    “Walaupun APBN dalam kondisi defisit, tetapi keseimbangan primer masih surplus sebesar Rp 17,5 triliun. Hal ini merupakan katalis positif,” ujar Aviliani kepada Liputan6.com, dikutip pada Kamis (10/4/2025).

    Ke depan, ia pun menyarankan pemerintah untuk menerapkan strategi counter cyclical. Untuk menangkal dampak siklus ekonomi yang ada saat ini, khususnya kebijakan tarif Trump.

    “Strategi yang perlu dilakukan oleh Kemenkeu dalam tata kelola APBN, terutama pasca tarif reciprocal Trump adalah kebijakan yang bersifat counter-cylical untuk menjaga perekonomian domestik,” ungkapnya.

    Berikutnya, ia menilai pengalihan anggaran dan efisiensi perlu dievaluasi. Untuk diprioritaskan kepada alokasi yang mempunyai dampak pada pertumbuhan ekonomi, termasuk di daerah.

    “Selain itu, untuk menaikkan pajak perlu dilakukan ekstensifikasi pajak dari underground economy, dan wajib pajak yang belum membayar pajak,” kata Aviliani.

     

  • Saleh Husin, Budi Karya dan Aviliani Ngabuburit Jalan Sore Cari Takjil di Benhil – Halaman all

    Saleh Husin, Budi Karya dan Aviliani Ngabuburit Jalan Sore Cari Takjil di Benhil – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jalanan ibu kota mulai lengang ditinggal warga mudik Lebaran ke kampung halaman.

    Kenikmatan ini turut dirasakan oleh mantan Menteri Perindustrian Saleh Husin, mantan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, pengamat ekonomi sekaligus bankir Aviliani.

    Ada pula Ekonom Universitas Indonesia (UI) Prof. Ikhsan, pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo dan kawan-kawan pemimpin redaksi (pemred) dari berbagai media.

    Mereka jalan sore menikmati lengangnya jalan-jalan kota Jakarta dipenghujung puasa ramadan.

    Diawali Saleh Husin dan kawan-kawannya melakukan olahraga sekaligus jalan kaki menyusuri rute dari Gelora Bung Karno (GBK) menuju pusat jajanan kuliner musiman khas berbuka puasa atau lebih dikenal war takjil di Bendungan Hilir (Benhil) Jakarta Pusat pada Sabtu (29/3/25).

    “Kami bersama teman-teman sebelumnya memang sudah janjian untuk olahraga sore bersama sambil ngabuburit dengan titik kumpulnya di parkir timur Senayan agar gampang dijangkau. Dari situ baru kami memulai olahraga jalan sore menuju stadion GBK sambil berputar dua kali putaran,” kata Saleh.

    “Nah dari situ baru kita melangkah menuju tempat war takjil Benhil yang viral tersebut sambil berfoto ria dispot-spot yang terlihat bagus, namun ketika sampai ditujuan ternyata warung takjil nya sudah tutup karena mereka mudik ke kampung halamannya. Jadi untuk menutup kekecewaan ya kita tetap foto dilokasinya di Benhil,” ujar Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Saleh Husin.

    Mantan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi juga terlihat berbaur bersama menikmati jalan sore yang tanpa terasa sudah melangkah 7 kilometer. 

    Walau kecewa karena niat berburu takjilnya tidak kesampaian karena mereka sudah tutup, tapi olahraganya tetap dijalani jadi tubuh tetap fit dan sehat sambil menunggu waktu berbuka puasa.

    “Yang seru yaitu kita dapat berfoto ria di beberapa lokasi sepanjang perjalanan, kapan lagi bisa kita seperti ini berbaur bersama para sahabat dengan hati yang gembira dan enjoy,” ujar BKS sapaannya Budi Karya Sumadi.

    Hal yang sama juga dilakukan oleh dua ekonom UI Aviliani maupun Prof Ikhsan serta pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo yang terus melangkah menunggu azan magrib berkumandang. 

    BERBURU TAKJIL – Momen Saleh Husin, Budi Karya dan Aviliani jalan sore dari GBK ke Benhil pada Minggu (30/3/2025) untuk berburu takjil, ternyata penjualnya sudah mudik Lebaran. (Istimewa)

    Tidak ketinggalan para pemimpin media seperti Primus Dorimulu, Maria Benyamin, Ratna Susilowati, Andi Mahyudin dan Aditya Laksamana serta seorang dokter paru yang selalu setia menemani rombongan berolahraga yaitu dr. Danche Theno. 

    “Jadi kita bisa bercerita dan konsultasi tentang pentingnya kesehatan buat tubuh kita, tambah Saleh Husin.

  • Cerita Saleh Husin dkk berburu takjil di Benhil

    Cerita Saleh Husin dkk berburu takjil di Benhil

    Jakarta (ANTARA) – Lengangnya suasana Jakarta dimanfaatkan oleh mantan Menteri Perindustrian Saleh Husin untuk berolahraga sambil berburu makanan berbuka puasa (takjil) di Bendungan Hilir (Benhil) Jakarta Pusat pada Sabtu (29/3).

    Saleh Husin melakukan aktivitas sore hari itu bersama mantan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, pengamat ekonomi sekaligus bankir Aviliani, ekonom Universitas Indonesia (UI) Prof. Ikhsan, pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo dan kawan-kawan pemimpin redaksi (pemred) dari berbagai media.

    Saleh Husin dan kawan-kawan melakukan olahraga kemudian berjalan kaki menyusuri rute dari Gelora Bung Karno (GBK) menuju pusat jajanan kuliner musiman khas berbuka puasa atau lebih dikenal war takjil di Bendungan Hilir.

    “Kami bersama teman-teman sebelumnya memang sudah janjian untuk olahraga sore bersama sambil ngabuburit dengan titik kumpulnya di parkir timur Senayan agar gampang dijangkau. Dari situ baru kami memulai olahraga jalan sore menuju stadion GBK sambil berputar dua kali putaran,” kata Saleh dalam siaran pers, Sabtu.

    “Nah dari situ, kami melangkah menuju tempat war takjil Benhil yang viral tersebut sambil berfoto ria di spot-spot yang terlihat bagus, namun ketika sampai di tujuan ternyata warung takjil sudah tutup karena mereka harus mudik ke kampung halamannya. Jadi untuk menutup kekecewaan ya kita tetap foto di lokasinya di Benhil,” ujar Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Saleh Husin.

    Mantan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi juga terlihat berbaur bersama menikmati jalan sore yang tanpa terasa sudah melangkah 7 kilometer. Walau kecewa karena niat berburu takjilnya tidak kesampaian karena mereka sudah tutup, namun olahraganya tetap dijalani agar tubuh tetap fit sambil menunggu waktu berbuka puasa.

    “Yang seru yaitu kita dapat berfoto ria di beberapa lokasi sepanjang perjalanan, kapan lagi bisa kita seperti ini berbaur bersama para sahabat dengan hati yang gembira dan enjoy,” ujar BKS sapaannya Budi Karya Sumadi.

    Hal yang sama juga dilakukan oleh dua ekonom UI Aviliani maupun Prof Ikhsan serta pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo yang terus melangkah menunggu azan magrib berkumandang.

    “Tidak ketinggalan para pemimpin media seperti Primus Dorimulu, Maria Benyamin, Andi Mahyudin dan Aditya Laksamana serta seorang dokter paru yang selalu setia menemani kita berolahraga yaitu dr. Danche Theno. Jadi kita bisa bercerita dan konsultasi tentang pentingnya kesehatan buat tubuh kita,” kata dia.

    Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
    Editor: Alviansyah Pasaribu
    Copyright © ANTARA 2025

  • Kamar Entrepreneur Indonesia Gelar Outlook Ekonomi 2025 Bahas Arah Ekonomi Indonesia – Halaman all

    Kamar Entrepreneur Indonesia Gelar Outlook Ekonomi 2025 Bahas Arah Ekonomi Indonesia – Halaman all

    Outlook Ekonomi 2025 ini menjadi momentum penting bagi organisasi dengan dilaksanakannya Pengukuhan Pergantian Antar Waktu Pengurus.

    Tayang: Minggu, 23 Februari 2025 15:45 WIB

    Istimewa

    OUTLOOK EKONOMI – Kamar Entrepreneur Indonesia (KEIND) akan menggelar acara Outlook Ekonomi 2025 pada Sabtu, 22 Februari 2025, di Auditorium BSI, Wisma Mandiri Lt 11, Jakarta Pusat. 

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kamar Entrepreneur Indonesia (KEIND)  menggelar acara Outlook Ekonomi 2025.

    Acara ini berlangsung pada Sabtu, 22 Februari 2025, di Auditorium BSI, Wisma Mandiri Lt 11, Jakarta Pusat.

    Outlook Ekonomi 2025 ini menjadi momentum penting bagi organisasi dengan dilaksanakannya Pengukuhan Pergantian Antar Waktu Pengurus serta perayaan HUT KEIND ke-4.

    Acara dibuka secara resmi oleh Supratman Andi Agtas, Menteri Hukum RI serta dipandu oleh Afda Rizal Armashita, Ketua Umum KEIND.

    Dalam menghadapi dinamika ekonomi global dan nasional, KEIND menghadirkan sejumlah pembicara dari berbagai sektor strategis untuk membahas prospek ekonomi Indonesia di tahun 2025.

    Para pembicara yang hadir di antaranya:

    Wakil Menteri Transmigrasi Viva Yoga Mauladi
    Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Adisatrya Suryo Sulisto
    Ketua Komisi Informasi Pusat Donny Yusgiantoro
    Wakil Menteri P2MI Christina Aryani
    WKU Bidang Analisis Kebijakan Makro-Mikro Ekonomi KADIN Aviliani

    Afda Rizal Armashita, Ketua Umum KEIND, mengatakan dengan adanya diskusi dan pemaparan dari para ahli, KEIND berharap acara ini dapat memberikan wawasan mendalam mengenai arah kebijakan ekonomi di tahun 2025 serta membuka peluang kolaborasi bagi para pelaku usaha di Indonesia.

    “Kami mengundang seluruh anggota KEIND, akademisi, praktisi bisnis, yang peduli terhadap perkembangan ekonomi untuk hadir dan berpartisipasi dalam acara ini,” ujarnya.

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’4′,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini

  • Pesan buat Pemerintah soal Dampak Efisiensi Anggaran ke Laju Ekonomi

    Pesan buat Pemerintah soal Dampak Efisiensi Anggaran ke Laju Ekonomi

    Jakarta

    Wakil Ketua Umum (WKU) Kadin Bidang Analisis Kebijakan Makro & Mikro Ekonomi Aviliani mengingatkan dampak efisiensi anggaran terhadap pertumbuhan ekonomi.

    Menurut Aviliani mengatakan sejumlah industri yang mengeluh terdampak efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah, yakni perhotelan yang dikeluhkan oleh Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI).

    “Efisiensi itu harus dikaitkan dengan time lag, jadi kadang-kadang memindahkan anggaran itu nggak sekadar memindahkan saja tetapi juga harus diketahui mana nih anggaran yang perlu ditambahkan atau dikurangkan, lalu dipindahin ke mana. Nah ini perlu adanya time lag atau jangka waktu yang dipertimbangkan,” kata Aviliani dalam RDPU bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/2/2025).

    Selain itu, jika efisiensi tidak dilakukan dengan baik, akan mengganggu pertumbuhan ekonomi. Kadin Indonesia, kata dia, telah menghitung dampak efisiensi terhadap pertumbuhan ekonomi sekitar 0,2% hingga 0,4%.

    “Kita sudah hitung kalau seandainya tidak bisa dilakukan efisiensi itu pindah ke yang lain, itu sekitar 0,2% sampai 0,4% pertumbuhan akan terganggu,” jelasnya.

    Aviliani menambahkan, efisiensi yang dilakukan bisa dilakukan seoptimal mungkin. Pasalnya memindahkan prioritas anggaran tidak akan semudah membalik telapak tangan.

    “Sekarang sudah mulai di daerah, padahal cuma Rp 50 triliun (transfer dana yang dipangkas untuk daerah) tapi mereka sekarang sudah, anggaran-anggaran diberhentiin dulu nih. Karena mereka bingung apa nih yang mau diberhentikan,” tutur Aviliani.

    (hns/hns)

  • RI Butuh Investasi 3 Kali Lipat demi Kejar Target Prabowo Ekonomi Tumbuh 8%

    RI Butuh Investasi 3 Kali Lipat demi Kejar Target Prabowo Ekonomi Tumbuh 8%

    Jakarta

    Pemerintah perlu mendorong ekosistem investasi yang berkelanjutan dan berdampak pada pertumbuhan. Menurut Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Analisis Kebijakan Makro Mikro Ekonomi Kadin Indonesia Aviliani prinsip tersebut menjadi arah baru investasi masa depan.

    viliani mengatakan adanya perubahan tren Foreign Direct Investment (FDI). Ia mengatakan, saat ini tingkat FDI mengalami penurunan secara global. Berdasar sajian data yang ia paparkan, penurunan FDI skala global terjadi sebesar 2% menjadi US$ 1,3 triliun pada 2023.

    Ia mengatakan, penurunan FDI terjadi akibat perlambatan ekonomi dan meningkatnya ketegangan geopolitik.

    “Memang FDI sudah mengalami penurunan sebesar 2% itu harus kita akui. Biasanya kalau krisis orang kecenderungan dana itu di portofolio dibandingkan kepada sektor riil,” kata Aviliani alam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR, Jakarta, Selasa (18/2/2025).

    Selain itu, menurut Aviliani, investor saat ini yang lebih mengedepankan wawasan lingkungan dan keberlanjutan. Sebanyak 75% investor menganggap keberlanjutan sebagai faktor penting dalam melakukan investasi.

    “Ke depan tetap investor itu akan mengarah pada energi terbarukan atau terkait dengan wawasan lingkungan itu kita harus tetap pada prinsip kita ke arah investasi berbasis lingkungan,” jelasnya.

    Aviliani menilai wawasan investasi ke arah lingkungan perlu karena produk ekspor Indonesia ditolak lantaran ekosistem dalam negeri yang tidak mendukung. Hal itu dialami oleh salah satu produsen semen asal Indonesia.

    “Jadi mereka ketika ekspor, dia mengatakan sudah dapat sertifikat tentang lingkungan tetapi dia bilang PLN-nya itu belum punya sertifikasi terkait dengan energi terbarukan semua. Karena kita tidak memisahkan PLN yang punya energi terbarukan dengan yang tidak, jadi akhirnya ditolak,” terangnya.

    Selain wawasan lingkungan, Aviliani juga menyebut investor saat ini membidik investasi di sektor teknologi dan AI. Namun begitu, ia mengatakan terdapat pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah, pasalnya penerapan teknologi pada industri berdampak pada efisiensi tenaga kerja.

    Pemerintah juga perlu memetakan kesempatan kerja yang ada sesuai dengan tingkat pendidikan melalui program-program vokasi. Sektor pertanian misalnya, kata Aviliani, perlu didorong dengan teknologi yang tinggi seiring dengan kemampuan sumber daya manusia.

    “Teknologi itu harus kita tingkatkan, saat ini Indonesia termasuk negara yang low technology jadi belum, pada level menengah pun belum. Ini satu PR juga buat pemerintah dan dunia usaha juga,” jelasnya.

    “Di dunia usaha kita sudah mulai ke arah sana, tapi memang PR-nya akan banyak PHK, di mana teknologi akan semakin maju maka PHK juga akan terjadi,” tambahnya.

    Syarat investasi tiga kali lipat buat kejar ekonomi tumbuh 8% di halaman selanjutnya. Langsung klik

    Selanjutnya, Aviliani menilai adanya fenomena aliran investasi ke pasar negara berkembang yang meningkat hingga 29% dalam lima tahun terakhir. Ia menilai, investor negara-negara maju dengan usia aging yang hendak menanamkan investasinya ke negara berkembang.

    Akan tetapi, kata Aviliani, banyak sekali tantangan yang dihadapi Indonesia sehingga keuntungan didapatkan oleh negara-negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand.

    “Kita perlu membenahi karena negara berkembang itu sangat membutuhkan dana dari luar apalagi kalau kita mau tumbuh 8%, kita butuh investasi tiga kali lipat dari yang sekarang,” jelasnya.

    Selanjutnya, kata Avilian, arah investasi yang memiliki dampak sosial dan lingkungan. Ia mengatakan, tren ini berkembang berdasarkan data dari Global Impact Investing Network (GIIN) yang menunjukan bahwa investor dengan aset lebih dari US$ 500 juta memegang 92% dari total investasi berdampak.

    Terakhir, Aviliani menyebut perubahan investasi imbas tantangan geopolitik. Ia menilai pemerintah perlu mempererat hubungan bilateral. Menurutnya, hubungan ini lebih penting ketimbang multilateral mengingat kepentingan setiap negara yang berbeda-beda.

    “Kalau kita melihat ke depan, mencari market pun untuk ekspor itu harus bicara tentang bilateral dan aturan di setiap negara itu sangat berbeda-beda,” ungkapnya.

    Ia menambahkan, mempererat hubungan bilateral dapat dilakukan melalui kedutaan besar (kedubes) yang ada di Indonesia untuk memetakan pasar dari tiap-tiap produk Indonesia. Meski begitu, ia menekankan bahwa pasar mesti ditetapkan sebelum melakukan produksi.

    “Kita melihat ke depan itu harusnya kita bicara marketnya dulu baru produksinya, jangan produksi tapi nggak tahu marketnya. Akibatnya produksinya tidak akan berlanjut karena kita tidak tahu pasar. Jadi mungkin kita bisa memanfaatkan dubes-dubes ini untuk me-mapping-kan market apa yang ada di sana dan kita punya competitiveness-nya,” tutupnya.

  • Kadin Optimistis Ekonomi 2025 Tumbuh Berkat Realisasi Program Strategis Pemerintah

    Kadin Optimistis Ekonomi 2025 Tumbuh Berkat Realisasi Program Strategis Pemerintah

    Jakarta: Kamar Dagang dan Industri (Kadin) optimistis menatap pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025. Kuncinya, program-program strategis pemerintah dapat terealisasi.
     
    “Program pemerintah untuk membantu masyarakat luas akan membuahkan hasil yang sangat baik dalam jangka menengah dan panjang. Karena bisa dirasakan langsung ketika bicara mengenai isu kemiskinan dan juga kelaparan,” kata Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Novyan Bakrie, dikutip dari Antara, Selasa, 31 Desember 2024.
     
    Program-program strategis yang dimaksud meliputi makanan bergizi gratis, lumbung pangan, rumah murah, hingga program pengampunan utang usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
    Anindya juga mengatakan salah satu hal yang paling penting untuk Indonesia saat ini adalah investasi. Menurut dia, investasi akan datang ketika terdapat kepastian hukum. 
     
    Pernyataan Anin, sapaan Anindya, itu disampaikan saat memberi sambutan pada acara Kadin: Global and Domestic Economic Outlook 2025, di Menara Kadin Indonesia, Jakarta, kemarin.
     
    “Investasi punya potensi yang luar biasa. Kemarin dalam waktu dua mingguan mendampingi lawatan (Presiden Prabowo Subianto) ke luar negeri, Presiden memiliki kemampuan meyakinkan investor dan berhasil mendapatkan komitmen investasi. Saya rasa ini start yang bagus,” kata dia.
     
    Potensi besar pasar domestik 
    Wakil Ketua Umum Bidang Analisis Kebijakan Makro-Mikro Ekonomi Kadin Indonesia, Aviliani, mengatakan Indonesia memiliki potensi besar di pasar domestik, meski ada tantangan dari eksternal. Sehingga, kalau pun ada kebijakan di AS dan China terkait perdagangan, maka Indonesia harus fokus pada pasar domestik.
     
    Avi, sapaan akrab Aviliani, mengatakan terkait hilirisasi yang sudah dicanangkan pemerintah, harus dibicarakan mengenai end product-nya agar nilai tambahnya tinggi.
     
    “Kemudian, kita bicara juga hulunya karena hampir 70 persen bergantung pada bahan-bahan impor,” kata Aviliani.
     

    Avi menilai ke depan suku bunga juga masih menjadi tantangan. Di sisi lain, rupiah akan tergerus karena insentif yang diberikan oleh eksternal bisa membuat terjadinya arus modal keluar (capital outflow). 
     
    Tantangan lainnya, lanjut dia, adalah nilai tukar yang diprediksi masih berfluktuasi tinggi dengan rentang Rp16.000 hingga Rp16.500. Hal ini menjadi tantangan tersendiri karena akan berdampak pada inflasi. 
     
    “Berarti bagaimana mengatasi inflasi tentu pengusaha sudah bicara dari sekarang apa yang harus dilakukan,” ujar Avi.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (UWA)